TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
GEOSTRATEGI INDONESIA
Oleh:
Siti Novida (151080200174)
Yunda Maurin (151080200)
Yoghi Yuna (151080200)
Hardimas Juniansyah (151080200)
M. Hafid (151080200)
FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO
2017
Pengertian Geostrategi
Geostrategis berasal dari kata "geo" yang berarti bumi, dan "strategi" diartikan sebagai usaha dengan menggunakan segala kemampuan atau sumber daya, baik SDM maupun SDA, untuk melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan. Dalam kaitannya dengan kehidupan suatu negara, strategi merupakan cara negara untuk menggunakan segala kemampuan SDM dan SDA, demi mewujudkan cita-cita atau tujuan kehidupan bernegara sebagai bangsa yang bermartabat.
Bagi bangsa Indonesia, geostrategi tidak lain adalah cara atau strategi yang dilakukan Bangsa Indonesia dalam wilayah Indonesia yang menyeluruh, dengan mengingat kondisi geografis serta menggunakan seluruh potensi SDM dan SDA, guna mempertahankan eksistensi dan kelangsungan hidup bernegara, dan mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional bernegara sebagai bangsa yang bermartabat. Karena itu geopolitik dan geostrategi Indonesia merupakan dua konsep yang saling mendukung dengan pembangunan yang menyeluruh di wilayah Nusantara, guna mewujudkan kemakmuran Bangsa Indonesia sebagaimana termuat dalam tujuan dan cita-cita Bangsa Indonesia. (Dr. Sarbaini, 2013).
Menurut susunan kata-katanya geostrategi itu berarti siasat yang dibuat atas keadaan geografi. Siasat menurut Jenderal Helmuth Von Moltke (Kriengslehren, 1912) ialah "suatu adaptasi secara praktis dari sarana-sarana yang ada padanya kepada pencapaian suatu tujuan yang dikehendaki".
Dalam hal geostrategi ini berarti adaptasi kepada geografi secara praktis. Menurut kata-katanya maka geostrategi itu memang tidak janggal sama sekali, tetapi jika kita usut asal-mula istilah itu terbukti, apa yang tersebut geostrategi itu juga tidak bebas dari bau fascisme adolf hilter.Istilah geostrategi diciptakan oleh Nazi Jerman dalam Perang Dunia ll dan diartikannya sebagai suatu ilmu yang membahas dan memperbincangkan berbagai metode untuk menguasai dunia yang berdasarkan atas pengetahuan geografi yang menyeluruh yang punya arti dan pengaruh pada strategi dunia. Secara demikian maka geostrategi mengandung maksud yang implementasi. (Malang, 1980)
Hakekat Geostrategi Indonesia
Secara tidak langsung masa Orde Baru Indonesia pernah menekankan pada kekuatan darat, dengan pertimbangan jumlah personil angkatan darat, mencapai 3 sampai 4 kali jumlah personil angkatan udara maupun angkatan laut. Dalam masa Reformasi, keadaan ini direkonstruksi kembali dengan upaya mengembangkan angkatan laut tanpa harus mengurangi potensi angkatan darat. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan kekuatan dan peran angkatan laut, mengingat luas wilayah Indonesia terbesar adalah wilayah laut serta SDA di laut yang tidak kalah pentingnya dengan SDA yang ada di wilayah daratan. Konsep geostrategi Indonesia pada hakekatnya, bukan mengembangkan kekuatan untuk penguasaan terhadap wilayah di luar Indonesia atau untuk ekspansi terhadap negara lain, tetapi konsep strategi yang didasarkan pada kondisi metode, atau cara untuk mengembangkan potensi kekuatan nasional yang ditujukan guna pengamanan dan menjaga keutuhan kedaulatan Negara Indonesia dan pembangunan nasional, dari kemungkinan gangguan yang datang dari dalam maupun dari luar negeri. Untuk mewujudkan geostrategi Indonesia akhirnya dirumuskan oleh Bangsa Indonesia dengan konsep Ketahanan Nasional Republik Indonesia. (Dr. Sarbaini, 2013)
Ketahanan Nasional
Kenyataan geografis yang strategis serta pengalaman sejarah mulai sebelum dan sesudah Proklamasi 1945, memberikan inspirasi dan aspirasi kepada Bangsa Indonesia untuk membangun ketahanan nasional di masa kini dan masa yang akan datang. Ketangguhan dan keuletan dari SDM Bangsa Indonesia, serta kondisi alamiah dan SDA yang ada, membentuk ketahanan nasional. Dinamika ketahanan nasional dapat dipelajari dari gerak perjuangan Bangsa Indonesia dalam mempertahankan, mengawal negara, mengisi kemerdekaan dengan pembangunan segenap bangsa dan seluruh wilayah Indonesia. Dinamika kehidupan manusia tersebut, tidak selalu berjalan ideal dan harmonis dalam pergaulan hidup bermasyarakat, baik dalam lingkup lokal, nasional, maupun dalam pergaulan internasional. (Dr. Sarbaini, 2013)
Dalam pengertian tersebut, ketahanan nasional adalah kondisi kehidupan nasional yang harus diwujudkan. Kondisi tersebut harus terus diusahakan sejak dini, dibina dan bisa dimulai dari pribadi, keluarga, lingkungan, daerah, dan nasional. Proses berkelanjutan untuk mewujudkan kondisi tersebut dilakukan berdasar pemikiran geostrategi berupa konsepsi yang dirancang dan dirumuskan dengan memperhatikan kondisi bangsa dan konstelasi geografi Indonesia. Konsep inilah yang disebut ketahanan nasional (Soemarsono dkk, 2001: 106). Jadi dapat disimpulkan bahwa ketahanan nasional adalah konsep geostrategi Indonesia.
Sejak bangsa Indoensia memproklamirkan kemerdekaannya 17 Agustus 1945, Bangsa Indonesia tidak luput dari berbagai gejolak dan gangguan baik dari dalam maupun luar yang nyaris mengoyak persatuan dan integritas nasional sebagai sebuah bangsa yang bersatu. Misalnya di era-era awal kemerdekaan, bangsa Indonesia harus berjuang sekuat tenaga untuk mempertahankan kemerdekaan dari agresi militer I dan II Belanda yang tidak rela melepaskan negara Indonesia menjadi sebuah negara merdeka setelah periode berabad-abad penjajahannya di seluruh Wilayah Nusantara. Dalam konteks gangguan yang mucul dari dalam negeri sendiri, kita juga bisa menyaksikan pergolakan-pergolakan di dalam negeri (daerah) selama masa awal kemerdekaan seperti gerakan APRA di bandung, Andi Aziz di Makasar, pemberomntakan RMS, pemberontakan PRRI di daerah sumatera, dan permesta di daerah sulawesi, serta gerakan DI/TII di bawah pimpinan Kartosuwiryo (1947-1962), serta pemberontakan PKI tahun 1965 (Karsono, 1999: 96).
Gangguan-gangguan integrasi nasional tentu merupakan langkah mundur dan merupakan batu uji bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan nasionalnya. Selain itu karena dilihat dari letak geografis, potensi sumber daya alam, serta besar jumlah dan kemampuan penduduk yang dimilikinya, Indonesia juga menjadi ajang perebutan dan persaingan kepentingan dan pengaruh negara-negara besar atau adikuasa. Terbukti beberapa pergolakan daerah di beberapa wilayah juga tidak lepas dari dukungan kelompok negara-negara adikuasa yang ikut bermain dan menyokong gerakan-gerakan tersebut demi keuntungan ekonomi maupun politik dari negara yang bersangkutan.
Pertimbangan geostrategis bahwa Indonesia menempati kenyataan posisi silang dari berbagai aspek, disamping aspek geografi juga aspek demografi, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam. Secara lebih rinci posisi silang Indonesia tersebut sebagai berikut:
Geografi: wilayah Indonesia terletak diantara dua benua yakni benua Asia dan Benua Australia, serta diantara samudera pasifik dan Samudera Hindia.
Demografi:penduduk Indonesia terletak di antara penduduk jarang di selatan (Australia) dan penduduk paling Padat Utara (RRC dan Jepang).
Ideologi: Indonesia secara ideologis diapit oleh kekuatan ideologi berbeda, yakni liberalisme di seletan (australia dan Selandia Baru) dan Komunisme di Utara (RRC, Vietnam, dan Korea Utara).
Politik: di aras Sistem Politik, Indonesia diapit oleh kekuatan demokrasi Liberal di selatan, dan demokrasi rakyat (proletariat) di utara.
Ekonomi: Secara ekonomi, Indonesia di "perbatasan" antara ekonomi kapitalis di
Selatan dan masyarakat sosialis di Utara.
Sosial: masyarakat Indonesia diantara masyarakat Individual di selatan dan masyarakat sosialisme di Utara.
Budaya: Budaya Indonesia terletak diantara budaya barat di selatan dan budaya budaya timur di utara.
Hankam: Geopolitik dan geostrategi Hankam Indonesia terletak diantara wawasan kekuatan maritim di selatan di selatan dan wawasan kontinental di utara (Kaelan, 2007: 132).
Dalam konteks menangkal ancaman baik dari luar dan dalam, karena sifat silang Indonesia dari berbagai aspek geostrategis maupun aspek lain, Indonesia mempunyai dua alternatif: yakni hanya menjadi obyek daripada lalu-lintas kekuatan dan pengaruh luar, atau menjadi subyek yang turut aktif mengatur lalulintas kekuatan-kakuatan pengaruh luar tersebut untuk mewujudkan cita-cita sebagai bangsa merdeka, berdaulat, adil, dan makmur.
Sejauh ini Indonesia, terutama terkait kesatuan resmi wilayah Indonesia secara umum masih tetap tegak berdiri, meskipun pada wilayah-wilayah penciptaan kemerataan ekonomi, ancaman korupsi, kesatuan budaya, politik, dan pertahanan kemanan masih harus perlu ditingkatkan dan dikembangkan secara terus menerus. Hal itu tentu tak lepas dari keuletan dan ketangguhan bangsa Indonesia sendiri dalam mengembangkan kekuatan nasional dan menghadapi ancaman dan tantangan-tatantangan internalnya sendiri (Soemarsono dkk, 2001:102).
Oleh karena itu, strategi untuk mengelola dan mendayagunakan kekuatan-kekuatan yang ada (yakni berupa keuletan dan ketahanan) berdasar pertimbangan geostrategis dalam menghadapi tantangan dan hambatan yang menerpa Indonesia inilah yang secara umum disebut Ketahanan Nasional. Ketahanan Nasional ini sangat diperlukan untuk mewujudkan dan mempertahankan integritas bangsa dan wilayah tumpah darah Indonesia, mengingat kemajemukan bangsa Indonesia serta sifat khas wilayah tumpah darah Indonesia. Pandangan Geostrategi Indonesia inilah yang dikemudian dirumuskan dalam bentuk ketahanan nasional.
3.1 Pengertian Ketahanan Nasional
Ketahaan Nasional merupakan kondisi dinamik suatu bangsa, berisi keuletan dan ketangguhan, yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional, didalam menghadapi dan mengatassi segala tantangan ancaman, hambatan, serta ganguan yang membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan mengejar Tujuan Perjuangan Nasionalnya. (Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhannas), 1988)
Rumusan ketahanan nasional Indonesia sebagaimana disusun oleh Lemhamnas (Sumarsono, dkk, 2007), adalah kondisi dinamis Bangsa Indonesia yang meliputi segenap aspek, kehidupan nasional yang terintegrasi, berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan, baik yang datang dari luar maupun dari dalam untuk menjamim identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa dan negara, serta perjuangan mencapai tujuan nasional.
Istilah Ketahanan Nasional pertama di Indonesia disampaikan oleh Presiden Sukarno saat berkunjung di Banda Aceh (Kotaraja) tahun 1958 (Rahayu, 2007), yang menyatakan : "Alangkah besar hati kita menerima, jikalau bangsa ingin menjadi besar dan kuat, bangsa itu harus memenuhi tiga syarat, harus mempunyai tiga ketahanan: nomor satu ketahanan militer, nomor dua ketahanan ekonomi, nomor tiga ketahanan jiwa": (Dr. Sarbaini, 2013)
Ketahanan Militer
Suatu negara akan mampu, mempertahankan diridari tekanan militer negara lain, bila suatu negara tersebut disegani atau diperhitungkan oleh negara lain, karena kemampuan militer yang kuat. Negara-negara yang mempunyai kekuatan militer kuat dapat mendikte negara-negara lain, bahkan dengan arogannya tidak menghiraukan resolusi PBB, berbagai alasan pembenaran dilakukan, termasuk melakukan intervensi terhadap suatu negara merdeka. Tindakan Amerika Serikat terhadap Afganistan, dan Irak adalah contoh kongkrit arogansi negara dengan kekuatan militer yang kuat. Minimal bagi negara, meski tidak ada keinginan politik ekspansi, kekuatan militer kuat dalam suatu negara sangat diperlukan, guna mengawal kedaulatan negara.
Ketahanan Ekonomi
Ketahanan ekonomi negara tidak ubahnya ekonomi keluarga. Ketahanan ekonomi yang rapuh menjadikan negara harus menegakkan ekonomi dengan hutang, bahkan tidak sedikit negara donor memaksakan kehendak politiknya kepada negara yang diberikan bantuan. Indonesia pernah merasakan sikap arogansi IMF, bahkan pernah mendapat tekanan dari IMF, yakni memaksa Indonesia untuk menjalankan resep IMF, sehingga banyak menimbulkan kritik dari dalam negeri Indonesia, terkait dengan harga diri serta martabat bangsa yang seharusnya tidak perlu terjadi,bila kita memiliki ketahanan ekonomi yang tangguh.
Selanjutnya disebutkan pula, bahwa Ketahanan Nasional meliputi aspek-aspek yang disebut Astagatra, Astagatra terdiri dari dua yaitu:
Trigatra, yaitu:
Posisi dan Lokasi Geografi Negara
Letak geografis Negara Indonesia, sebagai negara kepulauan yang strategis pada persimpangan jalur Asia-Australia dan Samudera Hindia dan Pasifik. Pengaruh letak geografi terhadap politik melahirkan geopolitik serta geostrategi.
Keadaan dan Kekayaan Alam
Kekayaan alam merupakan potensi yang mampu mendukung dinamika Ketahanan Nasional. Kekayaan alam seperti tambang adalah kekayaan alam yang tidakdapat diperbarui, sedang kekayaan yang lain adalah kekayaan alam yang dapat diperbarui, sehingga perlu pemanfaatan kekayaan alam yang efisien dan maksimal termasuk untuk kelangsungan generasi baru berikutnya.
Keadaan dan Kemampuan Penduduk
Peran penduduk sangat menentukan dalam terwujudnya ketahanan nasional yang tangguh, karena penduduk atau rakyat merupakan faktor dominan, sementara keadaan gatra yang lain sangat tergantung pada kualitas penduduk atau rakyat. Dengan perkataan lain, penduduk adalah unsur yang aktif,sedang gatra lain adalah pasif, tergantung bagaimana penduduk memaksimalkan gatra lain yang pasif tersebut.
Pancagatra, yaitu:
Ideologi
Ideologi Pancasila yang diyakini akan mampu mengantar bangsa Indonesia mewujudkan cita-cita maupun tujuan nasional Bangsa Indonesia. Di samping sebagai ideologi Pancasila juga sebagai pandangan hidup, dasar falsafah, dan dasar negara.Aplikasi dalam kehidupan sehari-hari terhadap nilai-nilai Pancasila sangat tergantung kepadakesadaran Bangsa Indonesia. Bila kesadaran tersebut dipupuk dan dipelihara, diyakini eksistensi Bangsa dan Negara Indonesia dapat dipertahankan dan akan dapat mewujudkan tujuan nasional dari Bangsa Indonesia. Sebaliknya bila kesadaran itu, sekedar permainan kata-kata dan tidak pernah terwujud dalam perilaku anakbangsa, maka telah melahirkan beberapa kali telah terjadi krisis nasional, mulai dari pemberontakan PKI sampai krisis multidimensi tahun 1998. (Dr. Sarbaini, 2013)
Di dalam rangka pelaksanaan ideologi negara dapat dibedakan dua macam pelaksanaan, yaitu pelaksanaan obyektif dan subyektif. Pelaksanaan obyektif ialah pelaksanaan di dalam Undang-Undang Dasar dan segala peraturan hukum di bawahnya serta segala kegiatan penyelengaraan negara. Pelaksanaan subyektif ialah pelaksanaan oleh pribadi perorangan. Makin tinggi kesadaran dan ketaatan suatu bangsa mengamalkan ideologi negaranya, makin tinggi tingkat ketahanan di bidang ideologinya. (Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhannas), 1988)
Politik
Pemerintah dan kebijakan pemerintah hendaknya tetap berpihak pada kepentingan nasional dengan mengutamakan keseimbangan kepentingan kelompok serta individu. Semua harus dilaksanakan secara transparan dan demokratis. Keberpihakan pada kelompok tertentu dan tidak transparan akan mudah menimbulkan gejolak yang tidak menguntungkan dalam mewujudkan kesatuan dan persatuan nasional.Semua ini telah digariskan dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945 Amandemen, bahwa Indonesia adalah negara hukum dan berdasarkan pada konstitusi.(Dr. Sarbaini, 2013)
Umumnya suatu sistem politik mampu memenuhi lima fungsi utama yaitu mempertahankan pola, mengatur dan menyelesaikan ketegangan atau konflik, penyesuaian, penyampaian tujuan dan penyatuan (integrasi). Didalam hal ini maka tujuan negara yang merupakan cita-cita negara dapat berperan sebagai pemersatu. Tingkat ketahanan politik dapat diukur dengan kemampuan suatu sistem politik untuk menghadapi dan menanggulani lima problema tersebut. (Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhannas), 1988)
Ekonomi
Pasal 33 UUD 1945 Proklamasi sampai Amandemen, menyebutkan, Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasi oleh negara. Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat. Amanat UUD 1945 telah jelas menggariskan perekonomian rakyat. Rakyat diberikan hak sama untuk berusaha, dan untuk menikmati kekayaan alam yang terkandung dalam bumi Indonesia. Indonesia mengembangkan sistem ekonomi koperasi, usaha swasta dan perusahaan negara.
Pelaku ekonomi sekarang yang dominan adalah perusahaan swasta, sedang koperasi yang diharapkan mampu mewarnai kegiatan ekonomi Indonesia dari waktu ke waktu masih berjalan di tempat, dan tidak mampu bersaing dengan perusahaan swasta. Perusahaan Negara yang diharapkan mampu menjembatani hajat hidup orang banyak, selalu terkendala dalam permodalan, dan kadang-kala hanya menjadi sumber pendanaan daripartai politik, oleh menterinya yang berasal dari partai tertentu. Kalimantan Selatan sebagai produsen batu bara terbesar di Indonesia, justru mengalami krisislistrik. Semua ini masih menunjukkan ketimpangan pengelolaan ekonomi nasional. Sebagaimana pada gatra penduduk, kegiatan ekonomi sangat ditentukan oleh SDM. Untuk menggerakkan ekonomi kerakyatan perlu dukungan SDM yang memadai.
Dalam era globalisasi ekonomi, Indonesia dituntut terbuka, berarti Indonesia akan menyatu dengan kegiatan ekonomi dunia. Semua ini perlu kerjakeras baik pemerintah, atau juga warga Indonesia secara individu maupun skala nasional harus mampu mengejar ketertinggalan dengan bangsa lain. Bila tidak, maka Indonesia dengan kekayaan alam yang melimpah, akan dieksploitasi bangsa lain dan Bangsa Indonesia sebagai penonton atau buruh di negaranya sendiri. Kondisi ini jelas tidak mendukung Ketahanan Nasional yang harus diwujudkan. Ke depan bangsa Indoensia harus mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia, sehingga keunggulan sumber daya alam dapat digunakan secara maksimal untuk kemakmuran bersama seluruh Bangsa Indonesia. (Dr. Sarbaini, 2013)
Tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan terhadap kelangsungan ekonomi suatu bangsa hakekatnya ditujukan kepada faktor produksi dan pengolahannya. Karena itu pembinaan ekonomi pada dasarnya merupakan penentuan kebijaksanaan ekonomi dan pembinaan faktor produksi serta pengelolahannya didalam produksi dan distribusi barang dan jasa, baik didalam negeri ataupun diluar negeri. Meskipun perbedaan mengenai situasi dan kondisi faktor produksi di tiap-tiap negara berkembang mempunyai ciri persamaan seperti Buni dan sumber alam, Tenaga Kerja, Faktor Modal, Industrialisasi untuk memperluas kesempatan kerja, Faktor Teknologi, Hubungan ekonomi luar negeri, prasarana dan faktor Management. (Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhannas), 1988)
Sosial Budaya
Beranalogi dengan pengertian Tannas maka ketahanan dibidang sosial budaya diartikan sebagai: kondisi dinamis suatu bangsa, berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional, didalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan dan ancaman yang membahayakan kelangsungan kehidupan sosial budaya bangsa dan negara. (Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhannas), 1988)
Pertahanan dan Keamanan
Pertahanan dan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bertujuan untuk menjamin tetap tegaknya NKRI yang berdasarkan Pancasila danUUD 1945, dari segala ancaman, gangguan, hambatan atau juga tantangan baik dari dalam maupun dari luar.Sistem pertahanan dan keamanan diselenggarakan dengan sistem pertahanan rakyat semata, denganTentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai kekuatan inti, bersama kekuatan cadangan dan dukungan dari seluruh rakyat Indonesia, dengan konsep defensif aktif. Defensif aktif dimaksudkan bahwa bangsa Indonesia tidak akan melakukan intervensi ke wilayah negara lain, dan tidak sekedar menunggu, bila adan egara lain menyerang. Dalam arti Bangsa Indonesia akan aktif menjaga keutuhan wilayah dan kedaulatan Indonesia.
Ketahanan dibidang Hankam, Hankamnas diartikan sebagai pertahanan keamanan negara yang merupakan salah satu fungsi pemerintahan negara, upaya dalam bidang pertahanan yang ditujukan terhadap terhadap segala ancaman dari luar negeri dan upaya dalam bidang keamanan yang ditujukan terhadap ancaman dari dalam negeri. Tujuan Hankamnas adalah untuk menjamin tetap tegaknya Negara Kesatuan RI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 terhadap ancaman baik dari luar negeri maupun dari dalam negeri dan tercapainya tujuan nasional. (Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhannas), 1988)
Telaahan Astagatra secara garis besar adalah sebagai berikut.
Pemanfaatan Trigatra Alamiah sampai saat ini cenderung kurang memperhatikan kelestarian lingkungan hidup (ekosistem), sehingga mengakibatkan berbagai bencana alam seperti banjir, tanah longsor, dan kebakaran hutan. Disamping itu juga menimbulkan pencemaran air, lahan dan udara.
Kesadaran geografis bangsa Indonesia yang memilih tanah air nusantara yang luas dan memiliki potensi kekayaan alam yang beraneka ragam serta strategis, masih sangat kurang. Akibatnya bangsa lain yang lebih maju dapat menikmati keuntungan besar dari wilayah dan kekayaan alam Indonesia. Pencurian kekayaan ikan di laut teritorial Indonesia, proyek penambangan tembaga dan emas oleh Freeport di Irian Jaya dan Newmont di Sumbawa, serta di tempat lain, menunjukkan indikasi keuntungan besar yang diperoleh bangsa lain. Keadaan ini diperparah dengan penduduk Indonesia sebagian besar masih berpendidikan rendah dan masih sangat kuat keterkaitan dengan nilai-nilai budaya dan adat istiadat sukunya, sehingga merupakan potensi atau kerawanan terhadap terjadinya konflik horizontal antar suku.
Pancasila tetap diakui oleh MPR sebagai falsafah hidup bangsa, dasar negara dan ideologi nasional. Namun nilai-nilai Pancasila cenderung diabaikan pengalamannya, baik dalam perumusan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan, maupun dalam sikap dan perbuatan pemimpin bangsa dan elite polotik. Banyak terjadi konflik vertikal dan horizontal antarwarga bangsa, penyalahgunaan wewenang utnuk kepentingan pribadi, golongan dan kelompok, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Salah satu sasaran reformasi nasional adalah demokratisasi yang antara lain mengubah sistem pemerintahan yang sentralistik cenderung otoriter dan tertutup menjadi sistem pemerintahan yang disentralistik, demokratis dalam keterbukaan, serta menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM).
Reformasi nasional dibidang ekonomi belum mampu mengatasi krisis ekonomi dan moneter. Sektor riil belum berputar kembali, bahkan investor baru belum tertarik, dan investor lama telah menarik diri dari Indonesia, dengan alasan situasi keamanan dan perburuhan yang makin tidak kondusif bagi usahanya.
Melalui sistem pendidikan nasional, pemerintah berusaha meningkatkan kesadaran kebangsaan Indonesia yang berdasarkan semangat Bhineka Tunggal Ika. Namun akibat kekeliruan pelaksanaan pembangunan pada masa lalu dan adanya kecenderungan penyeragaman, maka terjadi kesenjangan sosial dan perasaan kurang dihormatinya budaya dan adat istiadat daerah/lokal. Supermasi hukum yang menjadi salah satu sumber penting dalam reformasi nasional, masih merupakan impian. Berbagai kepentingan politik dan ekonomi turut mencampuri (intervensi) dalam upaya penegakan hukum masih terkesan sebagai alat kekuasaan.
Dalam rangka menjaga stabilitas keamanan, aparat keamanan menghadapi berbagai kendala, seperti: (1) trauma terhadap tuduhan pelanggaran HAM, (2) peraturan hukum dan perundang-undangan yang kurang kondusif bagi upaya pembinaan stabilitas keamanan bagi Polri dan TNI, dimana Polri dan TNI dipisahkan secara hitam putih. Polri bertanggung jawab terhadap keamanan, sedangkan TNI hanya bertanggung jawab terhadap pertahanan luar untuk mengatasi musuh dari luar negeri, (3)alat peralatan Polri dan TNI berserta dukungan logistik dan kesejahteraan anggotanya sangat tidak memadai. Salah satu contoh: kapal patroli Polri kalah cepat dengan kapal pencuri ikan, (4) kesadaran bela negara dan disiplin dari warga bangsa Indonesia pada umumnya cenderung menurun. Bahkan ada yang masih terus menghujat dan memojokkan TNI, terus mencurigai TNI dengan tuduhan TNI anti demokrasi, ingin kembali ke dunia politik dan berkuasa.
Kondisi seperti tersebut diatas memberikan peluang bagi para pengganggu keamanan dan gerakan separatis leluasa melakukan kegiatannya yang mengakibatkan stabilitas keamanan akan terus terpuruk, krisis ekonomi dan moneter terus berkelanjutan, kesejahteraan rakyat pada umumnya makin merosot.
Selanjutnya masyarakat cenderung kembali kepada pengelompokan primordial suku, etnis, agama dan daerah, bangsa Indonesia berada di ambang perpecahan (desintegrasi). Namun walaupun dengan potensi dan peluang sekecil apapun, bangsa Indonesia terutama para pemimpin bangsa, elite politik dan pemuda harus memilih tekad dan semangat juang yang tinggi untuk meningkatkan kembali persatuan bangsa dan Ketahanan Nasional dalam wadah NKRI.
3.2. Sifat Ketahanan Nasional
Ketahanan Nasional memiliki sifat-sifat yang terbentuk dari nilai-nilai mandiri, dinamis, wibawa, serta konsultatif dan kerja sama (Sumarsono, dkk, 2007). Sifat-sifat tersebut adalah sebagai berikut :
Mandiri
Ketahanan Nasional bertumpu pada percaya padakemampuan dan kekuatan, keuletan serta ketangguhan diri sendiri, yang mengandung prinsip tidak mudah menyerah, sesuai dengan identitas, integritas dan kepribadian bangsa. Kemandirian merupakan prasyarat untuk menjalin kerja sama yang saling menguntungkan.
Dinamis
Ketahanan Nasional tidak bersifat statis, tetapi aktif sesuai dengan situasi dan kondisi bangsa, negara, serta lingkungan strategisnya. Kondisi yang dinamis dilandasi oleh argumentasi bahwa dalam pergaulan internasional kadang sulit diprediksi untuk terjadinya perubahan global. Untuk itu, ketahanan yang dinamis sangat diperlukan dalam pencapaian kehidupan nasional yang lebih baik dengan kedaulatan yang kuat.
Berwibawa
Pembangunan ketahanan nasional harus dilakukan dalam konsep berkelanjutan dan berkesinambungan akan peran meningkatkan kekuatan nasional Indonesia. Dengan cara itu, makin tinggi tingkat ketahanan suatu bangsa akan semakin meningkatkan kewibawaan nasional di mata negara-negara Internasional.
Konsultasi dan Kerjasama
Ketahanan nasional bangsa Indonesia pertama-tama tidak didasarkan pada sikap konfrontatif dan mengandalkan kekuasaan dan kekuatan militer semata, melainkan lebih menitik beratkan pada model-model kerjasama saling menguntungkan, dan sikap saling menghargai dengan mengandalkan kekuatan yang berpijak pada kepribadian bangsa sendiri.
Integratif
Seluruh elemen dan aspek kehidupan bangsa dalam hubungan dengan lingkungan sosialnya, lingkungan alam, dan suasana ke dalam, harus mengadakan penyelarasan dan penyesuaian (Kaelan 2007: 148, Karsono 1999: 100-1, dan Soemarsono dkk; 2001: 109).
3.3. Landasan Fundamental Ketahanan Nasional
Ada 3 Landasan Ketahanan Nasional, yaitu:
a. Pancasila Landasan Idiil
Pancasila merupakan dasar, falsafah, dan ideologi negara, yang berisi nilai-nilai moral dan etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sebagai nilai moral dan etika kebangsaan, pengamalan Pancasila harus diwujudkan dalam pola pikir, pola sikap dan pola tindak setiap warga negara Indonesia untuk mengabdikan dirinya dalam penyelenggaraan pertahanan negara sesuai dengan kedudukan dan fungsinya masing-masing. Nilai-nilai tersebut meliputi keselarasan, keserasian, keseimbangan, persatuan dan kesatuan, kerakyatan, kekeluargaan, dan kebersamaan. Nilai-nilai Pancasila telah teruji dan diyakini kebenarannya sebagai pemersatu bangsa dalam membangun dan menata kehidupan berbangsa serta bernegara yang lebih baik dan berdaya saing.
b. UUD 1945 Landasan Konstitusional
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945) adalah sumber dari segala sumber hukum. UUD 1945 memberikan landasan serta arah dalam pengembangan sistem serta penyelenggaraan pertahanan negara. Substansi pertahanan negara yang terangkum dalam Pembukaan dan Pasal-pasal UUD 1945 di antaranya adalah pandangan bangsa Indonesia dalam melihat diri dan lingkungannya, tujuan negara, sistem pertahanan negara, serta keterlibatan warga negara. UUD 1945 bersikap tegas agar Indonesia menentang segala bentuk penjajahan. Bangsa Indonesia akan senantiasa berjuang untuk mencegah dan mengatasi usaha-usaha pihak tertentu yang mengarah pada penindasan dan penjajahan. Penjajahan bagi bangsa Indonesia merupakan tindakan keji yang tidak berperikemanusiaan serta bertentangan dengan nilai-nilai keadilan.
Pertahanan negara tidak dapat dipisahkan dari kemerdekaan yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Kemerdekaan Indonesia bukan merupakan hadiah, melainkan diperoleh dari hasil perjuangan pergerakan bangsa Indonesia melalui pengorbanan jiwa dan raga. Oleh karena itu, bangsa Indonesia menempatkan kemerdekaan sebagai kehormatan bangsa yang harus tetap dijaga dan dipertahankan sepanjang masa. Namun, mewajibkan warga negara dalam upaya pertahanan negara harus didukung oleh perangkat perundang-undangan sebagai pelaksanaan dari UUD 1945. Landasan konstitusional kemerdekaan mengemukakan pendapat adalah UUD 1945 yang termuat dalam:
Pasal 28: "Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undangundang,"
Pasal 28E Ayat (3): "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat."
c. Landasan Visional (Wawasan Nusantara)
Wawasan Nusantara merupakan cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya sebagai satu kesatuan yang utuh. Wawasan Nusantara adalah geopolitik Indonesia di mana wilayah Indonesia tersusun dari gugusan Kepulauan Nusantara beserta segenap isinya sebagai suatu kesatuan wadah serta sarana untuk membangun dan menata dirinya menjadi bangsa yang berdaya saing tinggi dalam dinamika lingkungan strategis.
Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai suatu kesatuan pertahanan mengandung arti bahwa setiap ancaman terhadap sebagian wilayah Indonesia pada hakikatnya merupakan ancaman terhadap kedaulatan nasional yang harus dihadapi bersama dengan mengerahkan segenap daya dan kemampuan.
Perkembangan Global, Regional, dan Nasional
Dalam rangka menata geopolitik Indonesia yang perlu didukung oleh Ketahanan Nasional yang cukup tangguh, Indonesia tidak terlepas dari pengaruh global, regional dan nasional yang berpengaruh terhadap kehidupan nasional bangsa Indonesia.
a. Global
Berakhirnya Perang Dingin antara Blok Barat dengan Blok Timur, ditandai dengan makin dominannya kepentingan ekonomi dan perdagangan. Negara0negara maju dan yang sudah mapan menguasai sebagian besar modal dan teknologi, sehingga mendapatkan nilai tambah yang besar dari kegiatan eksploitasi sumber daya alam dan perdagangan Internasional.
b. Regional
Perkembangan regional sangat dipengaruhi oleh kesepakatan tentang perdagangan bebas yaitu AFTA yang berlaku pada tahun 3003, dan APEC pada tahun 2020. Bila Indonesia tidak siap dengan daya saing dan pengaturan perekoomian nasional yang kondusif, maka Indonesia hanya berperan sebagai objek dan pasar dari negara maju dan megara tetangga ASEAN. Jika dalam kondisi Indonesia yang sedang terpuruk, solidaritas ASEAN juga terkesan menurun.
c. Nasional
Kehidupan nasional sejak pertengahan tahun 1998 sampai saat ini dalam kondisi terpuruk di bidang politik, ekonomi, social dan budaya, pertahanan dan keamanan. Ditingkat pusat terjadi konflik antar elite politik dalam rangka perebutan kekuasaan yang cenderung menghalalkan segala cara baik secara konstitusional maupun inskonstitusional, sehingga kurang perhatiannya terhadap konflik di daerah yang menuju desintegrasi bangsa. Sedangkan di tingkat daerah dengan dimulainya pelaksanaan otonomi daerah, mulai marak KKN yang diwarnai primordialisme suku, agama, dan daerah yang mengakibatkan konflik horizontal dan pengusiran pendatang.
Potensi dan Peluang
Dalam kondisi krisis multidimensi dan keterpurukan kehidupan nasional, seperti yang telah diuraikan terdahulu dan berbagai kendala dari perkembangannya global, regional dan nasional, perlu diidentifikasi potensi dan peluang bagi peningkatan Ketahanan Nasional.
a. Dukungan Internasional
Cukup banyak pemerintahan negara di dunia yang mendukung persatuan bangsa Indonesia dan keutuhan wilayah NKRI, termasuk negara-negara ASEAN. Dukungan tersebut perlu dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dalam rangka menghancurkan gerakan separatis bersenjata.
b. Komponen Bangsa yang Pancasilais
Bertolak dari Pancasila sebagai falsafah atau pandangan hidup bangsa dan negara, dan ideology nasional, masih cukup banyak komponen Bangsa Indonesia yang Pancasilais baik dipusat maupun daerah, yang diharapkan dapat menjadi pelopor untuk mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
c. TNI dan Polri Tetap Utuh
Walupun telah mengalami hujatan, fitnah dan tarikan dari berbagai pihak, TNI dan Polri tetap utuh, TNI tetap memegang teguh Sapta Marga dan Polri tetap memegang teguh TRIBRATA, mempunyai komitmen yang tinggi terhadap persatuan bangsa, keutuhan NKRI dan suksesnya reformasi nasional.
d. Wilayah Indonesia dengan Sumber Kekayaan Alamnya
Wilayah Indonesia yang terdiri dari 17.000 pulau lebih dnegan laut teritorial dan yuridiksi nasional yang sangat luas, serta dirgantara di atasnya mengandung potensi sumber kekayaan alam yang sangat besar. Disamping itu wilayah Indonesia juga memiliki posisi yang strategis. Potensi dan posisi ini bila dapat diamankan, dikelola dan dimanfaatkan dengan baik akan mampu mendukung bangsa Indonesia keluar dari krisis ekonomi dan melanjutkan pembangunan nasional.
e. Supremasi Hukum
Supremasi hukum yang telah disepakati menjadi sasaran reformasi nasional, merupakan peluang yang perlu dimanfaatkan dalam mengatasi disintegrasi nasional dan penataan demokrasi Indonesia agar tidak menjurus ke anarkhi atau otoriter.
Langkah-langkah Strategis
Mengingat pada saat ini sedang dimulai pelaksanaan otonomi daerah diperlukan langkah-langkah strategis ditingkat nasional dan daerah otonom, serta partisipasi masyarakat sesuai dengan kerangka acuan sebagai berikut.
Tingkat Nasional
Memperkokoh persatuan bangsa dalam wadah NKRI, dengan cara: (1) meningkatkan penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara , (2)meningkatkan pemahaman geopolitik dengan mengutamakan persatuan bangsa, keutuhan wilayah, dan kepentingan nasional, serta mengakhiri konflik antarpemimpin bangsa/elite politik, (3) memacu pembangunan nasional yang mampu mengurangi kesenjangan social dan ketidakadilan, (4) menyelenggarakan pendidikan nasional yang mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia dan kesadaran kebangsaan Indonesia, (5) penghormatan dan pemberdayaan nilai-nilai agama, budaya dan adat istiadat yang beraneka ragam untuk meningkatkan moral dan etika masyarakat.
Memperkokoh kembali geostrategi, dengan cara: (1) mewujudkan stabilitas keamanan berdasarkan supremasi hukum dan penghormatan terhadap HAM, (2) mewaspadai oknum-oknum subversif dari dalam dan luar negeri, (3) memberikan alokasi anggaran yang memadai bagi TNI dan Polri untuk meningkatkan profesionalitasme dan kesejahteraan anggotanya, (4) pembangunan nasional yang berbasis pada sumber daya nasional dengan memperhatikan kelestarian lingkungan lingkungan hidup.
Penataan demokrasi Indonesia dengan cara: (1) penataan hubungan antara lembaga tertinggi dan lembaga tinggi negara secara sinergik dalam kebersamaan dalam rangka menuju ke tujuan nasional, (2) menyiapkan perangkat hukum untuk mencegah timbulnya anarki dan otoriter, namun tetap memberikan peluang bagi pengawasan masyarakat, (3) pengaturan otonomi daerah yang tetap mengacu kepada Wawasan nusantara dan Ketahanan Nasional.
Tingkat Daerah
Pemerintah Daerah Otonomi yang sedang berupaya keras untuk mewujudkan "good qovernance", dengan cara: (1)mengikis KKN yang mulai marak, (2) meningkatkan pelayanan masyarakt (public service), (3) melaksanakan pembangunan daerah untuk mengurangi kesenjangan social dan ketidak adilan.
Masyarakat Daerah Otonom yang rukun dan bersaru, dengan cara: (1) saling menghormati budaya, dan adat istiadat suku dan etnis yang ada di daerah, (2) peningkatan pemahan tentang tanah air nusantara sebagai ruang lingkup seluruh bangsa Indonesia yang beraneka ragam, (3) pemerintahan provinsi dalam melaksanakan otonomi daerah diperlukan kewenangan yang lebih besar, disbanding dengan pemerintahan kabupaten dan kota.
Contoh Geostrategi Indonesia
Judul : Geostrategi pengembangan wilayah nusantara menuju poros maritim dunia
Oleh: Letjen TNI (Marinir) Purn. Dr. Nono Sampono, M,Si2
PENDAHULUAN
Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla telah mencanangkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Visi tersebut adalah suatu cita-cita yang sangat tepat bagi bangsa Indonesia dan juga merupakan sebuah keniscayaan. Hal ini mengingat, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri lebih dari 13 ribu pulau dengan sebagian besar wilayahnya (sekitar 70%) adalah berupa lautan yang sekaligus menjadi penghubung dua samudera utama dunia, yakni Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Tambahan pula, perairan laut di Indonesia dikenal sebagai salah satu daerah "megabiodiversity" penting di dunia dan juga mengandung potensi sumber daya yang tidak sedikit, baik berupa keanekaragaman sumber daya alam dan sumber daya buatan, seperti: jasa-jasa lingkungan.
Selain itu, gagasan Poros Maritim Dunia juga sekaligus akan mengembalikan jati diri bangsa Indonesia yang seharusnya dijalankan sesuai dengan karakteristik geografis yang dimilikinya sebagai negara kepulauan (archipelagic state) dalam mewujudkan cita cita utamanya melalui proses pembangunan nasionalnya. Kemudian, agar visi Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia tersebut dapat terwujud, maka dalam agenda pembangunannya ditetapkan lima pilar utama, yakni pembangunan budaya maritim, menjaga dan mengelola sumber daya laut, mendorong pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim, diplomasi maritim, dan membangun kekuatan pertahanan keamanan maritim.
Mengingat wilayah laut merupakan sebagian dari ruang hidup bangsa yang akan didayagunakan untuk berbagai kepentingan nasional baik aspek politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan guna kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, maka diperlukan Rencana Tata Ruang Laut secara nasional yang mengatur tentang pemanfaatan dan penggunaan, pengawasan dan pengendalian, keamanan dan keselamatan serta kelangsungan lingkungan hidup dan ekosistim oleh berbagai stakeholder yang berkepentingan dengan tata kelola kelautan Indonesia.
Dengan demikian saya memberikan apresiasi yang tinggi kepada Kementerian Kordinator Maritim yang telah menyelenggarakan FGD bertajuk "KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN KELAUTAN DALAM RANGKA PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG LAUT NASIONAL" sebagai salah satu upaya dalam rangka untuk ikut memberikan kontribusi mendukung visi-misi besar pemerintah Jokowi-JK untuk menjadikan Indonesia menjadi Poros Maritim Dunia. Diharapkan hasil diskusi ini dapat menjadi masukan bagi semua pihak yang berkepentingan dalam menyempurnakan tata kelola ruang laut nasional.
RUANG HIDUP BANGSA DAN GEOPOLITIK
Wilayah nasional adalah ruang hidup sebuah bangsa yang merupakan modal dasar kodrati untuk didayagunakan bagi kehidupan negara. Wilayah nasional juga bukan hanya bermakna politik dan hukum, tetapi merupakan wilayah ekonomi, budaya, posisi kekuasaan serta wilayah pertahanan negara demi tegaknya kemerdekaan, kedaulatan, kesatuan bangsa dan sekaligus keutuhan wilayah nasionalnya Pengetahuan manusia yang lebih luas tentang geografi dan politik dunia dimulai pada abad ke -19 yang dipelopori oleh Friedrich Ratzel yang mengatakan "Life as a fight for space" (hidup sebagai perjuangan memperebutkan ruang). Lebih lanjut dikatakan, "….every nation has a space conception, that is and idea about the possible limit of its territorial dominion…The decay of every state is the result of a declaining space conception…" (Andrew Gyorgy, Geopolitics edition 1971).
Namun, teori ini kemudian dipatahkan oleh Alfred T.Mahan bahwa untuk mengusai dunia harus menguasai laut. Inilah yang membuat hadirnya bangsa-bangsa barat membangun koloni-koloni diberbagai kawasan dunia termasuk di Nusantara. Dari gambaran tersebut diatas, meskipun geopolitik pernah disalahgunakan dalam memperluas wilayah negara, tetapi saat ini geopolitik masih relevan sebagai basis ilmu untuk merumuskan strategi dan kebijakan membangun sebuah negara untuk mendapatkan kesejahteraan dan keamanan bangsanya. Bung Karno (1956) mengatakan "Untuk membangun suatu pertahanan negara yang kuat, untuk membangun ketahanan nasional yang kuat harus berdasarkan Geopolitik." Lebih lanjut Bung Karno mengingatkan pada kuliah perdana pada saat pembentukan LEMHANAS pada tanggal 20 Mei 1965 sebagai berikut:
"Untuk membangun ketahanan nasional yang kuat harus mempertimbangkan kondisi objektif bangsa :
1. Indonesia adalah negara kepulauan.
2. Indonesia berada di posisi silang diantara dua benua dan dua samudera.
3. Kekayaan SDA yang melimpah.
4. Bangsa Indonesia merupakan Quaras dari bangsa-bangsa Pasifik dan Afrika.
5. Memiliki atau terdiri dari berbagai macam suku bangsa dan golongan".
Inilah yang kita kenal sebagai pokok-pokok pikiran (Political Strategical Guidence) tentang Ketahanan Nasional Indonesia sekaligus merupakan Geopolitik Indonesia.
SEJARAH KEMARITIMAN PERIODE AWAL KEMERDEKAAN HINGGA KINI
Laut adalah sumber kehidupan, serta tempat manusia bergantung hidup kiranya sulit
dipungkiri. Oleh karenanya, untuk melihat kondisi objektif pentingnya laut bagi bangsa Indonesia perlu kita menelusuri kilas balik sejarah kemaritiman di Indonesia, yang secara umum dapat dikelompokkan menjadi tiga periode, yaitu : periode kejayaan maritim, masa suram kemaritiman Nusantara (masa penjajahan) dan masa kemerdekaan. Pada uraian ini hanya dibahas tentang masa awal kemerdekaan hingga kini.
1. Periode Awal Kemerdekaan (1945 - 1965)
Pada awal kemerdekaan, Indonesia masih menggunakan beberapa peraturan hukum yang ditinggalkan Pemerintahan Hindia Belanda, termasuk landasan hukum bidang kelautan, yakni "Territoriale Zee en Maritime Kringen Ordonnantie 1939" (TZMKO). Namun, penggunaan ordonansi ini menyebabkan wilayah Indonesia menjadi tidak utuh, karena perairan diantara kelima pulau besar Indonesia terdapat perairan bebas (high seas). Keadaan ini dinilai dapat mengancam keutuhan NKRI. Atas dorongan semangat tinggi dan kebulatan tekad yang luar biasa di masa kepemimpinan Presiden Soekarno, dengan berani dan secara sepihak Indonesia mengeluarkan suatu deklarasi keutuhan wilayah Indonesia pada tanggal 13 Desember 1957, yang dikenal dengan Deklarasi Djoeanda.
Pada dasarnya konsep deklarasi Djoeanda ini memandang bahwa kepulauan Indonesia merupakan wilayah pulau-pulau, wilayah perairan, dan dasar laut di dalamnya sebagai suatu kesatuan politis, historis, geografis, ekonomis, dan sosial budaya.
Deklarasi Djoeanda merupakan salah satu dari tiga\ pilar utama bangunan kesatuan dan persatuan negara dan bangsa Indonesia, yaitu:
Kesatuan Kejiwaan yang dinyatakan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928; Kesatuan Kenegaraan dalam NKRI yang diproklamirkan oleh Soekarno-Hatta tanggal 17 Agustus 1945; dan Kesatuan Kewilayahan (darat, laut, dan udara) yang diumumkan H. Djoeanda, 13 Desember 1957. Kemudian, Deklarasi ini diperkuat secara yuridis melalui Undang-Undang No. 4. Prp. Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia.
2. Periode Orde Baru (1966 - 1998)
Pengembalian laut sebagai sumber utama kehidupan bangsa dapat dinyatakan mengalami kemunduran kembali setelah pemerintahan berpindah tangan ke Presiden Soeharto yang lebih berorientasi ke darat. Pada era Orde Baru (1966-1998), nuansa pembangunan lebih diutamakan pada pembangunan daratan atau kontinental. Walaupun demikian, pada era ini juga lahir konsep besar yang mendukung kemaritiman nasional, yakni tahun1982 pada saat Menteri Luar Negeri dijabat oleh Mochtar Kusumaatmadja. Pada tahun 1982, 119 negara di dunia, termasuk Indonesia, telah menandatangani Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 atau United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982). Konvensi tersebut di dalamnya memuat 9 buah pasal mengenai perihal ketentuan tentang prinsip "Negara Kepulauan". Salah satu pasal dalam prinsip Negara Kepulauan tersebut menyatakan bahwa laut bukan sebagai alat pemisah, melainkan sebagai alat yang menyatukan pulau-pulau yang satu dengan lainnya, yang kemudian diimplementasikan oleh Indonesia dengan istilah Wawasan Nusantara.
Namun, mengingat Presiden Soeharto dengan latar belakang seorang anak petani dan sebagai perwira AD tentu lebih berorientasi kepada paradigma kontinental sehingga semua kebijakan dan strategi pembangunan nasional jauh dari aspek maritim atau kelautan.
3. Periode Reformasi (1998 - Sekarang)
Paradigma nasional yang mendukung visi kemaritiman selanjutnya adalah Deklarasi Bunaken yang dicetuskan tanggal 26 September 1998 pada masa pemerintahan Presiden Prof. Dr. B.J. Habibie. Deklarasi ini pada dasarnya secara tegas menyatakan dua hal pokok yaitu kesadaran bangsa Indonesia akan geografis wilayahnya dan kemauan yang besar dari bangsa Indonesia untuk membangun kelautan.
Kesadaran geografik adalah kesadaran bangsa Indonesia untuk memahami dan menyadari akan kondisi obyektif wadah kepulauan Indonesia yang 2/3 (dua per tiga) bagian wilayahnya adalah merupakan laut. Kesadaran bangsa Indonesia akan geografik wilayahnya menjadi sangat penting bagi keberhasilan bangsa dalam melaksanakan pembangunan kelautan yang mempunyai arti strategis dalam mengembalikan kondisi ekonomi nasional yang sedang menyelesaikan berbagai krisis ini.
Deklarasi Bunaken dapat juga dikatakan sebagai kunci pembuka babak baru pembangunan nasional yang berorientasi ke laut karena mengandung komitmen bahwa: Pertama, visi pembangunan dan persatuan nasional Indonesia harus juga berorientasi ke laut dan Kedua, Semua jajaran pemerintah dan masyarakat hendaknya juga memberikan perhatian untuk pengembangan, pemanfaatan dan pemeliharaan potensi kelautan Indonesia.
Kemudian, pada masa pemerintahan Gus Dur, tumbuh kesadaran bahwa potensi dan kekayaan yang ada di laut merupakan sumber ekonomi utama Negara. Laut adalah kehidupan masa depan bangsa. Atas pemikiran ini, maka Presiden Abdurrahman Wahid membentuk kementerian baru yakni Departemen Eksplorasi Laut dengan Keputusan Presiden No.355/M Tahun 1999 tanggal 26 Oktober 1999.
Dalam perjalanannya, namanya berubah-ubah dan akhirnya saat ini menjadi Kementrian Kelautan dan Perikanan berdasarkan Peraturan Presiden No. 47 tahun 2009. Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid juga dibentuk Dewan Maritim Indonesia (DMI) yang bertugas untuk mengkoordinasikan dan mensinergikan program pembangunan kelautan di Indonesia.
Selanjutnya pada tahun 2001, tepatnya tanggal 27 Desember 2001, bertempat di Pelabuhan Rakyat Sunda Kelapa Jakarta, Presiden RI Megawati Sukarnoputri telah mencanangkan "Seruan Sunda Kelapa". Pada intinya seruan tersebut mengajak seluruh bangsa Indonesia untuk bersama-sama membangun kekuatan maritim/kelautan, dengan berlandaskan pada kesadaran penuh bahwa bangsa Indonesia hidup di negara kepulauan terbesar di dunia, dengan alam laut yang kaya\ akan berbagai sumberdaya alam. Pada Seruan Sunda Kelapa menyatakan meliputi pilar program pembangunan kelautan, yaitu:
Membangun kembali wawasan bahari,
Menegakkan kedaulatan secara nyata di laut,
Mengembangkan industri dan jasa maritim secara optimal dan lestari bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat,
Mengelola kawasan pesisir, laut dan pulau kecil, dan
Mengembangkan hukum nasional di bidang maritim.
Kemudian, pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, nomenklatur Dewan Maritim Indonesia (DMI) diganti menjadi Dewan Kelautan Indonesia (DEKIN) melalui Keppres No.21 Tahun 2007 dan menyelengarakan konferansi kelautan dunia atau World Ocean Conference (WOC) di Manado pada tanggal 11 – 15 Mei 2009.
Kegiatan ini merupakan inisiatif Indonesia dalam forum internasional yang ditujukan bagi para pemimpin dunia dan pengambil keputusan untuk mengembangkan kolaborasi internasional dan membuat komitmen bersama dalam menghadapi isu kelautan dunia dan sekaligus masalah perubahan iklim global. Penyelengaraan WOC 2009 didukung oleh 123 negara yang tergabung dalam The Eighteenth Meeting of States Parties to the United Nations Convention on the Law of the Sea dan dalam pelaksanaannya dihadiri oleh 423 delegasi yang berasal dari 87 negara dan organisasi-organisasi antar negara.
Deklarasi Kelautan Manado (Manado Ocean Declaration) yang menjadi menjadi\ salah satu output utama dari WOC 2009 ini merupakan tonggak sejarah dan dokumen penting untuk menyelamatkan planet bumi dan kelangsungan hidup generasi penerus dimasa akan datang, sehingga dokumen tersebut akan diperjuangkan oleh wakil tetap pemerintah Indonesia di PBB untuk dimasukan dalam agenda resmi dan dibahas dalam Meeting of the States Parties to the United Nations Convention on the Law of the Sea. Selain itu, output lainnya, yakni CTI Regional Plan of Action yang dilakukan oleh 6 negara, juga merupakan hal penting dalam menyelamatkan keanekaragaman sumber daya hayati laut dunia, utamanya ikan dan terumbu karang.
Dengan demikian, WOC 2009 dapat dinyatakan sebagai komitmen Bangsa Indonesia dalam upaya mengembangkan, mengelola, dan melestarikan sumber daya laut nasional dan internasional secara berkelanjutan.
Paradigma Pembangunan Berwawasan Kemaritiman
Bangsa Indonesia, walaupun telah banyak kebijakan dan doktrin untuk mengembalikan kejayaan maritim seperti masa lampau sebelum masa penjajahan Belanda, yang lahir di era orde lama hingga orde reformasi, namun tetap dapat dinyatakan hingga kini orientasi bangsa Indonesia kearah kemaritiman belum optimal, baik pada bidang ekonominya, sosial dan budayanya, maupun bidang pertahanannya. Kehilangan orientasi terhadap visi maritim tersebut tentu menjadi salah satu penyebab utama, mengapa paradigma pembangunan nasional kita belum berbasis kemaritiman atau kelautan. Untuk itu perlu dilakukan upaya optimalisasi untuk re-orientasi hal tersebut.
Setidaknya, terdapat 4 (empat) poin yang selama ini telah tergerus dan menjadi kehilangan orientasi visi kemaritiman, yakni:
Kehilangan orientasi akan geografis Indonesia sebagai negara kepulauan (maritim) terbesar di dunia.
Kehilangan orientasi dan kesadaran diri sendiri sebagai bangsa maritim.
Kehilangan orientasi terhadap wawasan nasional (Wawasan Nusantara) yang pada gilirannya memperlemah ketahanan nasional.
Kehilangan orientasi dan kesadaran tentang pentingnya laut bagi Indonesia. Kita patut bersyukur bahwa terjadi sebuah perubahan paradigma nasional yang yang dicanangkannya oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 13 November 2014 di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia Timur di Nay Pyi Taw, Myanmar. Pada acara tersebut Presiden Joko Widodo mengumumkan hasrat Indonesia untuk menjadi Poros Maritim Dunia.
Bila kita cermati secara mendalam maka seruan Presiden Jokowi tersebut bukan hanya sekedar gagasan, tetapi merupakan :
Visi dan cita-cita besar membangun Indonesia sebagai seruan untuk kembali ke jatidiri bangsa sebagai bangsa bahari dan negara maritim sekaligus ingin membangun kekuatan maritim untuk Indonesia yang bersatu (unity), sejahtera (prosperity), dan berwibawa (dignity).
Doktrin yang merupakan arahan mencapai tujuan bersama (a sense of common purpose), mengajak kita untuk melihat diri sendiri sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, serta realita posisi Geografi, Geostrategi, Geopolitik, dan Geo ekonomi.
Upaya implementatif dan operasional untuk membangun kejayaan politik, ekonomi, dan keamanan melalui dibangun Tol Laut.
Dari uraian tersebut diatas terlihat bahwa Presiden Joko Widodo bermaksud akan mengembalikan kembali kejayaan maritim bangsa Indonesia seperti pada masa masa keemasan kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Dalam kaitannya dengan membangun Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, maka menurut pemahaman saya diperlukan kebijakan-kebijakan penunjang, antara lain:
Membangun kesadaran nasional tentang budaya Maritim,
Membangun dan menyempurnakan tata kelola kelautan,
Membangun dan memperkuat ekonomi kelautan,
Membangun dan memperkuat sistem keamanan Maritim,
Pembangunan kelautan Indonesia berasas pada kelangsungan dan kelestarian lingkungan hidup.
Dengan demikian, akan terjadi perubahan dan pergeseran yang cukup radikal terhadap budaya politik dengan orientasi yang tadinya lebih kontinental menjadi ke maritim. Kondisi ini tentu akan memerlukan proses dan waktu yang tidak singkat, dan selanjutnya memerlukan beberapa langkah strategi sebagai fondasi yang kuat untuk memulai operasional, antara lain:
Diperlukan regulasi sebagai payung hukum dalam penguatan implementatif dan operasional,
Harus ada Ocean Policy agar menjadi rujukan bagi implementasi terutama dalam memandukan kepentingan lintas sektor dan berbagai stakeholder,
Kesiapan sistem yang ditopang oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai dan berkualitas,
Pembangunan infrastruktur dan industri penunjang,
Diperlukan dukungan teknologi dan biaya cukup besar.
Untuk kepentingan jangka panjang diperlukan penyempurnaan sistem pendidikan nasional dengan muatan kemaritiman pada semua jenjang pendidikan.
Khususnya dalam konteks penguatan domestik diperlukan langkah-langkah yang implementatif untuk membangun kekuatan maritim diantaranya TOL LAUT. Oleh karena itu maka konsep pembangunan Tol Laut yang menghubungkan 7 pelabuhan utama mulai dari Belawan sampai ke Sorong termasuk puluhan pelabuhan-pelabuhan pendukung harus segera diwujudkan. Beberapa hal penting yang merupakan kendala-kendala diantaranya sebaran penduduk yang tidak merata dengan 57% ada di pulau Jawa, tingkat aktivitas ekonomi yang tidak berimbang antara kawasan Barat dan Timur, aktivitas ekonomi dan persoalan logistik, keterbatasan infra struktur, serta manajemen pelabuhan yang kurang baik sehingga berakibat biaya tinggi.
Dalam konteks manajemen pelabuhan selaku pemangku kepentingan utama selalu\ melibatkan pemerintah, sehingga boleh dibilang pelabuhan yang kompetitif selalu harus didukung oleh pemerintahan yang bersih, kuat dan terampil dalam menyederhanakan birokrasi (Nyoman Pujawan pada Opini Kompas, 24 Agustus 2015).
Kesimpulan dan Rekomendasi
Indonesia sesuai ciri dan karakter geografinya adalah negara maritim, tapi untuk mewujudkan sebuah negara maritim yang maju dan kuat harus mengembangkan kebijakan, strategi dan upaya-upaya implementatif pembangunan yang berjangka panjang dan berlanjut. Dari pembahasan-pembahasan pada bagianbagian terdepan dapat ditemukan rangkuman kesimpulan sekaligus rekomendasi dalam membangun Indonesia sebagai negara maritim yang akan menjadikan dirinya sebagai Poros Maritim Dunia, paling tidak Pemerintahan Jokowi-JK disamping harus memprioritaskan pembangunan infra struktur, namun hal-hal penting lain yaitu :
Membentuk dan membangun institusi kemaritiman (politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan) agar semua fungsi dapat mendukung terwujudnyabudaya tradisi kemaritiman dan pada peri kehidupan masyarakat Indonesia.
Terjadinya konektivitas antar pulau-pulau yang memungkinkan terciptanya mobilitas manusia, barang dan perdagangan lewat laut secara domestik maupun ke dan dari luar negeri.
Membangun dan menyebarkan pusat-pusat ekonomi terutama industri maritim di kawasan timur untuk mengurangi ketimpangan antar wilayah (termasuk antar Jawa dan Luar Jawa), bila perlu mengadopsi dan menyempurnakan konsep MP3EI yang berupaya membangun pusat-pusat ekonomi melalui 6 koridor.
Aparatur pemerintahan yang dapat mengatur pendayagunaan laut sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat, perlindungan kekayaan alam dan ekosistimnya, pelestarian nilai-nilai budaya maritim, pemberlakuan prinsip kabotase bagi angkutan laut termasuk industri maritim dalam negeri.
Adanya insentif dan perlindungan melalui undang-undang dan ketentuan tentang perlindungan bagi investor kemaritiman, khususnya insentif perbankan dan perpajakan karena investasi kemaritiman adalah padat modal serta pengembaliannya berjangka panjang namun mampu mendorong pendapatan yang berlipat.
Membangun Perguruan-perguruan Tinggi unggulan disetiap koridor ekonomi (terutama dikawasan timur) dengan program-program khusus disertai tenaga dosen yang berkualitas (dengan diberikan gaji dan insentif yang tinggi), sehingga paling tidak 5-10 tahun yang akan datang sebaran PT yang bagus semakin merata di seluruh wilayah Indonesia. Termasuk membangun dan mengembangkan kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi kemaritiman.
Membangun dan menggelar sistim pertahanan dan keamanan yang memadai dalam rangka menciptakan kepastian hukum dan stabilitas keamanan yang menyeluruh diseluruh wilayah Indonesia guna menjamin kelangsungan penyelenggaraan pembangunan nasional khususnya pembangunan kemaritiman.
Melakukan diplomasi maritim, kerjasama dan transfer teknologi dengan negara negara yang memiliki kepentingan melintasi wilayah khususnya perairan Indonesia dalam rangka peningkatan kemampuan dan kapasitas Indonesia untuk memberikan kemudahan pelayanan dan jaminan keamanan.
Perlu dibuat Rencana Tata Ruang Laut yang dapat megakomodasikan berbagai kepentingan politik, ekonomi, sosial budaya serta pertahanan keamanan dengan memperhatikan lingkungan hidup dan kelestarian ekosistim sumber daya kelautan.
Bila perlu memindahkan pusat pemerintahan (temporer atau permanen) di wilayah kawasan timur Indonesia karena pertimbangan luasnya wilayah dengan kompleksitas persoalan, serta untuk memudahkan pengendalian dan pengawasan pemerintahan guna percepatan dan pemerataan pembangunan nasional.