TUGAS MODUL 6 KEGIATAN BELAJAR 3
Setelah selesai membaca materi utama dan penunjang, peserta harus mengerjakan tugas individual sebagai berikut: Tugas I
1. Membaca berbagai literatur lainnya tentang sistem pemerintahan Indonesia. 2. Membandingkan pelaksanaan, kelebihan, dan kekurangan sistem pemerintahan yang pernah dilaksanakan di Indonesia dari masa kemerdekaan sampai se karang. 3. Mendiskusikan hasil bacaan dan temuan dengan teman di kelas. 4. Membuat laporan tentang hasil bacaan, hasil diskusi, dan hasil refleksi. Tugas II
1.
Membaca berbagai literatur lainnya tentang hak asasi manusia.
2.
Mendiskusikan hasil bacaan dari berbagai literatur bersama teman.
3.
Menganalisis kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia.
4.
Memberikan solusi penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia.
5.
Mengidentifikasi upaya penegakan dan perlindungan HAM di Indonesia.
6.
Membuat laporan tentang hasil bacaan, hasil diskusi, dan hasil refleksi
LAPORAN (Tugas II) HAK ASASI MANUSIA (HAM)
PROGRAM PROFESI DALAM JABATAN ROYON UPI
Oleh
Wasmana
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DALAM JABATAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2018
HAK ASASI MANUSIA (HAM) DI INDONESIA
1. Konsep Hak Asasi Manusia (HAM)
Pada hakekatnya setiap manusia memiliki hak yang dia miliki sebagai anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa, dan oleh sebab itu hak asasi manusia harus memiliki perlindungan dan landasan hukum yang kuat dalam sebuah negara, termasuk di negara Indonesia. Menurut Undang-Undang RI Nomor 39 tahun 1999, hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Bestari (2013: 2) mengatakan bahwa penegakan terhadap hak asasi manusia merupakan sebuah keharusan bagi sebuah negara, bahkan ada berbagai naskah yang memuat penegakan hak asasi manusia. Naskah tersebut adalah sebagai berikut: a. Magna charta (1215): kumpulan peraturan yang berisi pembatasan kekuasaan Raja John di Inggris dan hak-hak tertentu yang diberikan kepada kaum bangsawan pada masa itu. b. Habeas Corpus Act (1679): dokumen ini ada pada masa pemerintahan Charles II yang berisi tentang aturan penangkapan orang tidak boleh semena-mena kecuali menurut aturan yang berlaku pada saat itu. c. Bill of Rights (1689): hasil dari perlawanan parlemen terhadap Raja James II pada peristiwa revolusi tak berdarah. d. Declaration of indefendence (Pernyataan Kemerdekaan Rakyat Amerika 1776): pernyataan kemerdekaan Amerika Serikat sebagi bentuk pengakuan hak asasi manusia. e. Declaration des droits de I'homme et du citoyen (1789): pengakuan hak asasi manusia pada masa revolusi Perancis yang menjadi bukti perlawanan terhadap kesewenangan rezim. f. UUD Rusia (1936): naskah usulan presiden Theodore Woodrow Wilson yang terdiri dari 14 pasal tentang perdamaian yang adil. g. The Four Fredom (1941): dicetuskan oleh FD Roosevelt dan berisi tentang kebebasan berbicara dan mengeluarkan pendapat ( freedom of speech and expression), kebebasan beragama ( freedom of religion), kebebasan dari kekurangan ( freedom for want ) dan kebasan dari ketakutan (f reedom for fear ).
Hak-hak tersebut cakupannya belum luas, karena hanya bidang politik saja. Sejalan dengan itu, PBB memprakarsai berdirinya sebuah komisi HAM untuk pertama kali yang diberi nama Commision on Human Rights pada tahun 1946. Komisi inilah yang menetapkan secara terperinci hak-hak manusia disamping hak politik yaitu hak ekonomi dan sosial yaitu: a. Hak hidup, kebebasan dan keamanan pribadi b. Larangan perbudakan c. Larangan penganiayaan d. Larangan penangkapan, penahanan atau pengasingan yang sewenang- wenang e. Hak atas pemeriksaan pengadilan yang jujur f.
Hak atas kebebasan bergerak
g. Hak atas harta dan benda h. Hak atas kebebasan berfikir, menyuarakan hati nurani dan beragam i.
Hak atas mengemukakan pendapat dan mencurahkan pikiran
j.
Hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat
k. Hak untuk turut serta dalam pemerintahan.
Deklarasi dunia ini juga menyebutkan beberapa hak sosial dan ekonomi yang penting: a. Hak atas pekerjaan b. Hak atas taraf hidup yang layak, termasuk makanan, pakian, perumahan dan kesehatan c. Hak atas pendidikan d. Hak kebudayaan meliputi hak untuk turut serta dalam kehidupan kebudayaan masyarakat, ambil bagian dalam kemajuan ilmu pengetahuan dab hak atas perlindungan kepentingan moral dan material yang timbul dari hasil karya cipta seseorang dalam bidang ilmu, kesustraan dan seni. Di dalam Undang-Undang RI Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia disebutkan bahwa hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Dari beberapa pengertian HAM menurut ahli dan UU di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ada dua makna yang terkandung dalam HAM yaitu:
a. HAM bersifat hakiki dan alami karena merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa dan melekat sejak lahir. b. HAM sebagai instrumen untuk menjaga dan mempertahankan harkat martabat manusia yang luhur. 2. Dasar Hukum Hak Asasi Manusia di Indonesia
Dasar hukum diakuinya HAM di Indonesia adalah sebagai berikut: a. Pancasila b. Undang Undang Dasar 1945 1) Pembukaan UUD 1945 pada alinea 1 2) Pasal 27 ayat (1) 3) 3) Pasal 28A-J
c. Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia d. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
3. Upaya Penegakan HAM di Indonesia
Di Indonesia pernah terjadi pelanggaran HAM yang sangat disoroti, berikut adalah beberapa contoh kasusnya: a. Kasus Semanggi dan Trisakti, terjadi pada tanggal 12 Mei 1998 yang ditandai denga ngerakan demo besar-besaran oleh mahasiswa. Demo ini dilakukan sebagai bentuk protes keras terhadap pemerintahan rezim order baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto. Namun, demo ini berujung bentrok antara mahasiswa dan aparat kepolisian yang menyebabkan mahasiswa dan warga sipil meninggal dan puluhan luka-luka. b. Kasus Marsinah, terjadi pada tahun 1993 yang disebabkan oleh demo yang dilakukan oleh buruh pabrik. Peristiwa ini diawali dengan adanya PHK tanpa alasan yang dilakukan oleh perusahaan, sehingga memicu bentuk protes dari para karyawannya, termasuk Marsinah. Selang beberapa hari dari kejadian demo, Marsinah ditemukan tewas mengenaskan. c. Pembunuhan Munir pada bulan September 2004. Munir adalah salah satu aktivis penegak HAM di Indonesia yang tewas dalam perjalanan dari Jakarta ke Amsterdam. Pembunuhan ini diduga dilakukan di dalam pesawat terbang dengan menggunakan racun arsenik.
Dari beberapa kasus pelanggaran Ham yang pernah terjadi di Indonesia, sudah diselesaikan melalui upaya hukum. Namun, memang tidak semua kasus menemui titik terang. Dalam upaya penegakan HAM di Indonesia, dibutuhkan sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana penegakan HAM tersebut dikategorikan menjadi dua bagian yakni: a.
Sarana yang berbentuk institusi atau kelembagaan seperti lahirnya Lembaga advokasi tentang HAM yang dibentuk oleh LSM, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Nasional HAM Perempuan dan institusi lai nnya. b.
Sarana yang berbentuk peraturan atau undang-undang, seperti adanya
beberapa pasal dalam Konstitusi UUD 1945 yang memuat tentang HAM, UU RI Nomor 39 Tahun 1999, Keppres RI Nomor.50 Tahun1993, Keppres RI Nomor. 129 Tahun 1998, Keppres RI Nomor 181 Tahun 1998 dan Inpres RI Nomor 26 Tahun 1996. kesemua perangkat hukum tersebut merupakan sarana pendukung perlindungan HAM. Munculnya Keputusan Presiden (Kepres) No. 50 Tahun 1993 tentang pembentukan Komisi Nasional HAM (Komnas HAM) merupakan variabel kondusif tersendiri, walaupun banyak kritik yang terlontar. Tugas komisi tersebut adalah sebagai berikut: a. Menyebarluaskan wawasan nasional dan internasional mengenai HAM baik kepadda masyarakat Indonesia maupun masyarakat internasional. b. Mengkaji berbagai instrumen PBB tentang HAM degan memberikan saran tentang kemungkinan aksesi dan ratifikasi. c. Merantau, menyelidiki pelaksanaan HAM, serta memberikan pendapat, pertimbangan, dan saran kepada instransi pemerntah tentang pelaksanaan HAM. d. Mengadakan kerja sama regional dan internasional di bidang HAM.
Dalam
penegakan
HAM,
hukum
difungsikan
sebagai
sarana
untuk
mengimplementasikan kebijakan-kebijakan nasional yang secara alamiah telah disepakati sebagai amsukan untuk melakukan modifikasi sosial. Berikut ini terdapat beberapa proses penegakan HAM: a. Penegakan HAM di Indonesia Melalui Ratifikasi
Penegakan instrumen-instrumen internasional HAM akan memperkuat dan mengembangkan perangkat-perangkat hukum di tingkat nasional sebagai upaya menjamin pengajuan dan perlindungan HAM secara lebih baik. Pengesahan instrumeninstrumen internasional HAM akan menunjang kebijakan pembangunan hukum nasional yang menyesuaikan diri dengan norma-norma yang diterima secara internasional. Proses pengesahan berbagai instrumen HAM tersebut perlu dilaksanakan secara arif, bijaksana,
bertahap, serta sesuai dengan dinamika perkembangan dan kebutuhan masyarakat Indonesia. Dengan demikian, pengesahan instrumen HAM yang telah ditetapkan dapat disesuaikan mengikuti perkembangan yang terjadi di Indonesia. b. Penegakan HAM di Indonesia melalui peradilan
Pengadialn HAM adalah pengadilan khusus terhadap pelanggaran HAM yang berada di lingkungan peradilan umum. Pengadilan HAM berkedudukan di daerah kabupaten atau kota yang daerah hukumnya melalui daerah khusus Jakarta, pengadilan HAM berkedudukan di setiap wilayah pengadilan negeri yang bersangkutan. Pasal 4 U U No. 26 Tahun 2000 menyatakan bahwa “Pengadilan HAM bertugas dadn berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM yang berat.” Pelanggaran HAM yang berat adalah kejahatan genosida dan kejahatan kemanusiaan sesuai dengan Rome Statute of International Criminal Court. Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, dan kelompok agama dengan cara sebagai berikut: 1) Membunuh anggota keluarga 2) Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok 3) Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik, baik seluruh maupun sebagainya. 4) Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok. 5) Memindahkan secara paksa anak-anak dan kelompok tertentu ke kelompok lain. Berikut merupakan tahapan proses penyelesaian pelanggaran HAM di lingkungan pengadilan HAM sesuai dengan UU No. 26 Tahun 2000: 1) Penyelidikan 2) Penyidikan 3) Penangkapan dan penahanan 4) Pemeriksaan di sidang pengadilan 5) Perlindungan korban Somantri (2001) menyatakan bahwa objek studi Civics dan Civic Education adalah warga negara dalam hubungannya dengan organisasi kemasyarakatan, sosial, ekonomi, agama, kebudayaan, dan negara. Lebih lanjut dijelas kan bahwa objek studi Civics adalah:
1) Tingkah laku; 2) Tipe pertumbuhan berpikir; 3) Potensi yang ada dalam setiap diri warga negara; 4) Hak dan kewajiban; 5) Cita-cita dan aspirasi; 6) Kesadaran (patriotisme, nasionalisme, saling pengertian internasional, moral Pancasila); 7) Usaha, kegiatan, partisipasi, dan tanggung jawab. Maka dari itu, PKn yang diajarkan di persekolahan jika diarahkan akan berkenaan dengan hak dan kewajiban warga negara serta perilaku warga negara itu sendiri. Pada konteks pembelajaran PKn di Indonesia, maka PKn yang diajarkan harus memuat materi tentang hak dan kewajiban seorang warga negara Indonesia untuk mewujudkan warga negara yang baik dan demokratis. Selanjutnya Hanna dan Lee (1962) mengemukakan bahwa konten untuk program pembelajaran IPS termasuk PKn dapat diadopsi dari berbagai sumber, misalnya: 1) Informal content, dapat ditemukan dalam kegiatan masyarakat tempat para siswa berada, seperti kegiatan anggota tentara, pendaki, anggota DPR, dan lain-lain. 2) The formal disciplines of the pure or semisocial sciences, meliputi geografi penduduk, sejarah, ilmu politik, ekonomi, sosiologi, antropologi, psikologi sosial, dan sebagainya. 3) The responses of pupils, tanggapan siswa yang berasal dari informal content dan formal disciplines. Pengembangan materi PKn tetap harus disesuaikan dengan visi, misi, karakteristik, dan kebutuhan siswanya. Kemampuan mengembangkan materi PKn yang dilakukan oleh calon guru menjadi hal yang sangat penting karena berkaitan pula dengan kemampuan memahami kebutuhan siswa sebagai calon generasi penerus bangsa dan agar bisa mengajarkan PKn yang demokratis.
PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA (HAM) DAN PENYELESAIANNYA DI INDONESIA
Berikut ini peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM yang terjaadi di Indonesia sebagai berikut. 1. Peristiwa Tanjung Priok
Peristiwa Tanjung Priok terjadi pada tahun 1984 antara aparat dengan warga yang berawal dari masalah SARA dan unsur politis. Akibat peristiwa ini, Tanjung Priok pada saat itu disebut sebagai “The Killing Field”. Dalam peristiwa ini terjadi pelanggaran HAM dimana ratusan korban meninggal dunia akibat kekerasan dan penembakan.
Solusi Penyelesaian Karena peristiwa Tanjung Priok merupakan pelanggaran HAM yang bersifat berat, maka penyelesaiannya dilakukan melalui pengadilan HAM, dan menjatuhkan pidana kepada pihak yang bersalah. Serta mempertegas peraturan mengenai SARA dan unsur- unsur lain agar lebih dihormati. 2. Tragedi Trisakti
Tragedi Trisakti terjadi pada 12 Mei 1998 saat ribuan mahasiswa menggelar longmarch / aksi demonstrasi ke gedung DPR/MPR untuk menolak pemilihan kembali Soeharto sebagai presiden. Dalam peristiwa ini terjadi pelanggaran HAM dimana 7 orang tewas dan 16 orang luka-luka akibat dipukuli, diinjak, dan ditembak brutal oleh polisi.
Solusi Penyelesaian Karena Tragedi Trisakti terjadi karena penembakan oleh polisi, kasus ini penyelesaiannya melalui pengadilan militer. Dan mempertegas peraturan mengenai hak kebebasan berpendapat dan hak-hak lain agar lebih dihormati. 3. Peristiwa Penembakan Buruh PT. FREEPORT
Peristiwa penembakan buruh PT. FREEPORT terjadi karena mogok kerja yang dilakukan ribuan buruh / karyawan untuk menutup freeport karena manajemen tidak mau berunding. Penembakan terjadi ketika demonstrasi, para buruh / karyawan dihadang dan ditembaki oleh aparat yang membuat 1 orang tewas dan 6 orang luka – luka.
Solusi Penyelesaian Yaitu pertanggung jawaban dari PT. FREEPORT terhadap para korban. Dan menegaskan peraturan mengenai tindakan kekerasan dalam penyelesaian suatu konflik sehingga tidak terjadi lagi.
4. Peristiwa Pembunuhan TKW Marsinah
Peristiwa pembunuhan TKW (Tenaga Kerja Wanita) yang bernama Marsinah yang menjadi korban pekerja yang tewas dibunuh setelah diculik, dianiaya, dan dibunuh.
Solusi Penyelesaian Yaitu mengadili pelaku pembunuhan dengan hukum pidana yang sesuai peraturan yang berlaku. Memberikan hak-hak dan jaminan keselamatan kerja kepada para tenaga kerja. Dan mempertegas peraturan mengenai keamanan ketenaga kerjaan. Upaya penanganan pelanggaran HAM di Indonesia yang bersifat berat, maka penyelesaiannya dilakukan melalui pengadilan HAM, sedangkan untuk kasus pelanggaran HAM yang biasa diselesaikan melalui pengadilan umum. Beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh setiap orang dalam kehidupan sehari-hari untuk menghargai dan menegakkan HAM antara lain dapat dilakukan melalui perilaku sebagai berikut:
Mematuhi instrumen-instrumen HAM yang telah ditetapkan.
Melaksanakan hak asasi yang dimiliki dengan penuh tanggung jawab.
Memahami bahwa selain memiliki hak asasi, setiap orang juga memiliki kewajiban asasi yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab.
Tidak semena-mena terhadap orang lain.
Menghormati hak-hak orang lain.
Negara Republik Indonesia dibentuk dengan tujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Semua komponen anak bangsa secara bersama-sama sejak awal berjuang bahu membahu untuk memperjuangkan kemerdekaan, melawan penindasan dan mengisi kemerdekaan tersebut. Pengalaman sejarah bangsa melawan penjajah menunjukkan adanya benang merah perjuangan dalam perlindungan Hak Asasi Manusia ( HAM). Kemerdekaan memberikan makna kebebasan diantaranya bebas dari rasa takut, bebas untuk berkumpul dan berpendapat, bebas untuk memeluk agama dan kebebasan lainnya yang ada sebagai hak kodrati manusia itu sendiri. Pengaturan Hak Asasi Manusia telah diatur secara tegas di Indonesia pada UndangUndang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia ( HAM). Adapun yang dimaksud dengan HAM dalam undang-undang ini adalah : Seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai Makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Dengan lahirnya UU No.39 Tahun 1999 diharapkan dapat membantu dalam penegakan dan perlindungan HAM di Indonesia. Penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan salah satu isu penting dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat di Indonesia, karena masih banyak pelanggaran HAM di Indonesia yang belum terselesaikan dengan baik. Banyak pihak yang masih ragu-ragu akan penegakan HAM tersebut. Data terakhir dari Komnas HAM periode 2010-2011, sekurang-kurangya ada sekitar 230 tiap bulannya pelaporan terhadap pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Adapun kasus pelanggaran HAM yang marak terjadi tersebut, antara lain : penyiksaan, kebebasan beragama, perlakuan keras terhadap orang yang diduga teroris, semburan lumpur lapindo, kesejahteraan, penggusuran dan sebagainya. Penegakan dan perlindungan HAM merupakan tanggung jawab pemerintah sebagaimana yang diamanatkan oleh Pasal 28 A-J UUD 1945 dan dipertegas lagi pada Pasal 71-72 UU No.39 Tahun 1999. Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan dan memajukan HAM yang diatur dalam UU ini serta peraturan lain baik nasional maupun internasional tentang HAM yang diakui oleh Indonesia. Salah satu upaya pemerintah untuk menegakkan dan melindungi HAM adalah melahirkan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Undang-undang ini merupakan hukum formil dari UU No.39 Tahun 1999. Diharapkan dengan adanya UU Pengadilan HAM dapat mengurangi dan mencegah terjadinya pelanggaran HAM di Indonesia. Namun, tidak semua pelanggaran HAM dapat diselesaikan pada Pengadilan HAM, hanya kasus-kasus tertentu yang menjadi kewenangan dari Pengadilan HAM dan menggunakan hukum acara sebagaimana yang diatur pada undang-undang tersebut. Oleh karena itu, penulis tertarik membahas lebih lanjut tentang pelanggaran HAM yang menjadi kewenangan Pengadilan HAM dan bagaimana hukum acaranya. Lebih tepatnya artikel ini diberi judul : Penyelesaian Pelanggaran HAM Di Indonesia Menurut UU No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM. Menyikapi Resolusi Dewan Keamanan PBB terhadap pelanggaran berat HAM yang terjadi di Timor-Timur Pasca jajak pendapat, maka Pemerintah Indonesia membentuk Pengadilan Hak Asasi Manusia dengan mengundangkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Pengadilan HAM adalah pengadilan khusus terhadap pelanggaran berat HAM.
Definisi pelanggaran berat HAM terdapat pada Pasal 104 UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM, yang menyatakan pelanggaran berat HAM adalah : Pembunuhan massal (genocide),
pembunuhan
sewenang-wenang
atau
di
luar
putusan
pengadilan
(arbitrary/extra judicial killing), penyiksaan, penghilangan hilang orang secara paksa, perbudakan
atau
diskriminasi
yang
dilakukan
secara
sistematis
(systematic
discrimination) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tidak memberikan definisi tentang pelanggaran berat HAM, tetapi hanya menyebut kategori pelanggaran berat HAM, yang terdiri dari kejahatan kemanusiaan dan kejahatan genosida. Kejahatan kemanusiaan adalah : Salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik. serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa :
Pembunuhan
Pemusnahan
Perbudakan
Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa
Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenangwenang yang melanggar ketentuan hukum internasional
Penyiksaan
Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara
Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lai yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional
Penghilangan orang secara paksa atau
Kejahatan apartheid
Sedangkan kejahatan genosida, yaitu : Setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama dengan cara:
Membunuh anggota kelompok
Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota -anggota kelompok
Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya
Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan untuk mencegah kelahiran di dalam kelompok
Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain Pembatasan
jenis
kejahatan
yang
diatur
oleh
undang-undang
tersebut,
mengakibatkan tidak semua pelanggaran HAM dapat diadili oleh pengadilan ini. Definisi kedua kejahatan di atas merupakan pengadopsian dari kejahatan yang merupakan yurisdiksi International Criminal Court ( ICC) yang diatur pada Pasal 6 dan 7 Statuta Roma. Selain cakupan kejahatan yang dapat diproses oleh pengadilan HAM, masalah retroaktif juga menjadi perbincangan hangat dalam penyelesaian pelanggaran berat HAM. Pengadilan HAM Indonesia berwenang untuk mengadili pelanggaran berat HAM setelah Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 berlaku. Bagi pelanggaran bera t HAM yang terjadi sebelum undang-undang ini diundangkan, maka dilaksanakan oleh Pengadilan HAM Ad hoc, yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden melalui usul Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal ini sering disalah tafsirkan bahwa DPR-lah yang berwenang untuk menentukan bahwa suatu peristiwa merupakan pelanggaran berat HAM atau bukan, padahal sebagai lembaga politik DPR tidak memiliki kewenangan sebagai penyelidik yang merupakan tindakan yudisial dan merupakan kewenangan Komnas HAM seperti yang diatur undangundang. Hukum acara yang digunakan dalam Pengadilan HAM adalah Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) s epanjang tidak diatur secara khusus oleh UU No.26 Tahun 2000 (lex specialis derogat lex generalis). Adapun proses penyelesaian pelanggaran berat HAM menurut UU No.26 Tahun 2000 adalah sebagai berikut: penyelidikan, penyidikan, penuntukan, dan pemeriksaan di pengadilan. Perkara paling lama 180 hari diperiksa dan diputus sejak perkara dilimpahkan ke Pengadilan HAM. Banding pada Pengadilan Tinggi dilakukan paling lama 90 hari terhitung sejak perkara dilimpahkan ke Pengadilan Tinggi. Kasasi paling lama 90 hari sejak perkara dilimpahkan ke Mahkamah Agung.
UPAYA PENEGAKAN DAN PERLINDUNGAN HAM DI INDONESIA
Sebagai negara yang memiliki keberagaman dan kemajemukan yang menyebar di seluruh negeri, penegakkan hak asasi manusia merupakan salah satu cara merawat kemajemukan bangsa Indonesia. Seperti yang kita ketahui, masyarakat yang tinggal di wilayah Indonesia memiliki karakteristik yang bermacam-macam. Hal ini berarti memiliki hak-hak yang tidak dapat disamakan antara kelompok masyarakat yang satu dengan yang lainnya. Namun secara umum, hak-hak asasi warga negara Indonesia dapat dikelompokkan menjadi enam seperti yang dipaparkan dalam paragraf pertama artikel ini. Oleh karena itu, demi menegakkan hak asasi manusia yang dimiliki oleh warga negara Indonesia, pemerintah perlu melakukan beberapa upaya guna menjaga dan melindungi hak asasi warga negaranya sebagai salah satu bentuk penerapan tujuan pemerintah yang berdaulat ke dalam dan ke luar. Beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh pemeritah untuk upaya pemerintah dala m menegakkan HAM bagi warga negara Indonesia antara lain:
Penegakan melalui undang-undang
Pembentukan Komisi Nasional
Pembentukan pengadilan HAM
Penegakan melalui proses pendidikan
1. Penegakan Pemerintah Melalui Undang-Undang Undang-undang merupakan produk hukum yang dimiliki oleh pemerintah Indonesia yang digunakan sebagai pedoman atau aturan main dalam pelaksanaan suatu kebijakan atau tindakan yang menyangkut kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia. Undangundang merupakan produk yang dihasilkan sebagai akibat adanya sistem politik demokrasi di Indonesia. Produk ini merupakan hasil dari perundingan yang dilakukan oleh pemerintah melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sesuai dengan tugas dan fungsinya. (baca juga: Fungsi DPR) Sebelum undang-undang ini diberlakukan, undang-undang perlu disetujui dan disahkan oleh presiden republik Indonesia. Undang-undang sebagai pedoman dan acuan kehidupan bermasyarakat dan bernegara juga mempunyai beberapa kaitan dengan hak asasi manusia. Kaitan tersebut berupa produk undang-undang yang mengatur tentang perlindungan terhadap hak-hak asasi yang dimiliki oleh setiap warga negara. Adapun undang-undang yang dimiliki oleh Indonesia dalam kaitannya dengan penegakan hak asasi manusia bagi warga negaranya diantaranya:
a. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974
Undang-Undang No.1 Tahun 1974 merupakan udang-undang yang berkaitan upaya pemerintah dalam menegakkan HAM dengan hak asasi manusia yang mengatur tentang perkawinan di Indonesia. Perlu diketahui, perkawinan atau penikahan merupakan hak asasi yang dimiliki oleh seseorang yang termasuk dalam hak asasi pribadi (Personal Rights). Di dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa dasar perkawinan atau pernikahan merupakan ikatan secara lahir maupun batin yang terjalin diantara seorang pria dan seorang wanita dengan tujuan membentuk suatu keluarga atau rumah tangga. Keluarga atau rumah tangga yang dibentuk tentunya bertujuan kepada kebahagiaan yang dilandaskan pada Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai berikut:
Undang-undang perkawinan ini merupakan bentuk perhatian pemerintah Indonesia terhadap hak asasi personal yang dimiliki oleh warga negaranya.
Setiap warga negara di Indonesia berhak untuk memilih pasangannya masing-masing ke jenjang pernikahan yang diakui secara agama dan hukum yang berlaku di Indonesia.
Pada dasarnya undang-undang perkawinan ini merupakan salah satu usaha pemerintah dalam meningkatkan peran keluarga dalam pembentukan kepribadian anggota keluarga baik itu ayah, ibu, maupun anak. Perkawinan tidak dapat dilakukan dengan paksaan karena perkawinan itu
membutuhkan ikatan secara lahir maupun batin seperti yang dijelaskan dalam undang-undang tersebut. Barang siapa memaksakan suatu perkawinan itu terjadi, maka hak asas i manusia yang berkaitan dengan hak asasi pribadi dapat terganggu. Jika di dalam pemaksaan perkawinan terjadi tindakan-tindakan yang tidak diinginkan dan melanggar hukum, maka kasus tersebut dapat diperkarakan dalam pengadilan. b. TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998
Ketetapan
MPR
Nomor
XVII/MPR/1998
merupakan
produk
dari
Majelis
Permusyawaratan Rakyat sesuai dengan tugas dan fungsi MPR di Indonesia dan menurut UUD 1945. (baca juga: Fungsi MPR) Ketetapan MPR ini merupakan ketetapan yang berkaitan tentang hak-hak asasi manusia khususnya hak-hak asasi warga negara Indonesia. Oleh pemerintah saat itu, produk MPR berupa ketetapan ini disebut sebagai piagam hak asasi manusia yang dimiliki oleh negara Indonesia. Dalam ketetapan MPR ini, hak asasi manusia diakui sebagai hak yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada ciptaannya yang perlu dijaga dan dilindungi oleh negara. Selain itu, hak asasi manusia juga diakui sebagai hak-hak yang mendasar dan melekat dalam diri manusia semenjak manusia tersebut di dalam kandungan.
Penegakan hak asasi bagi warga negara Indonesia dalam keketapan MPR ini merupakan bentuk perlindungan hak asasi yang menjunjung tinggi arti penting dan fungsi Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia. Beberapa hak asasi manusia yang terdapat dalam ketetapan MPR ini antara lain:
Hak untuk hidup
Hak untuk berkeluarga
Hak untuk melakukan pengembangan diri
Hak untuk mendapatkan keadilan
Hak untuk mendapatkan kemerdekaan
Hak atas kebebasan informasi
Hak atas rasa aman
Hak atas kesejahteraan Perlu kita ketahui, Ketetapan MPR MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak-Hak
Asasi Manusia sudah tidak berlaku lagi di Indonesia. Ketetapan MPR ini telah melebur pada Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 yang dibahas pada poin selanjutnya dala m artikel ini. c. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 merupakan undang-undang yang menggantikan Ketetapan MPR MPR Nomor XVII/MPR/1998. Undang-undang ini bersikan hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh setiap warga negara tanpa terkecuali. Melalui undang-undang ini, penegakan hak asasi bagi seluruh masyarakat Indonesia lebih diperkuat sejalan dengan pandangan bangsa mengenai Pancasila sebagai filsafat bangsa Indonesia. Karena UndangUndang No. 39 Tahun 1999 adalah penyempurnaan dari Ketetapan MPR MPR Nomor XVII/MPR/1998, maka terdapat beberapa tambahan mengenai hak-hak asasi manusia sebagai warga negara Indonesia. Penambahan cakupan hak-hak asasi tersebut antara lain:
Hak untuk berperan serta dalam sistem pemeritnahan
Hak-hak perempuan
Hak-hak anak Tiga tambahan dari cakupan hak asasi manusia sebagai warga negara Indonesia menjadi
pelengkap dalam penegakan hak asasi yang dilakukan oleh pemerintah. Penambahan cakupan hak-hak tersebut telah mewakili enam hak asasi manusia secara umum. Adanya cakupan khusus terhadap hak-hak perempuan dan anak menjadikan pemerintah Indonesia membentuk lembaga khusus terkait dengan kedua hal tersebut. Lembaga khusus ini akan dibahas secara lebih lanjut dalam artikel ini.
d. Undang-Undang No. 23 Tahun 2004
Undang-Undang No. 23 Tahun 20014 adalah undang-undang yang berisikan tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Undang-undang ini merupakan sebuah tindak lanjut dari Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 yang mengatur tentang perkawinan. Seperti yang kita ketahui, dalam kehidupan berumah tangga, setiap anggota keluarga berhak untuk mendapatkan kebahagiaan dan rasa aman di dalam kehidupan berkeluarganya. Kebahagiaan dan rasa aman merupakan hak asasi yang dimiliki oleh manusia baik itu di dalam kehidupan berkeluarga maupun di dalam kehidupan bermasyarakat secara luas. Perwujudan rasa bahagia serta rasa aman terhadap anggota keluarga merupakan peran yang sebaiknya dilakukan oleh seluruh anggota keluarga tanpa terkecuali. (baca juga: Peran Ayah dalam Keluarga) Kekerasan baik secara fisik maupun non fisik sangat dilarang dalam kehidupan keluarga. Pelarangan tindak kekerasan dalam rumah tangga juga dimuat dalam undang-undang ini. Bagi siapapun yang melakukan kekerasan dalam rumah tangganya, orang tersebut dapat dikenai sanksi baik secara hukum maupun sosial sesuai dengan undang-undang ini. e. Undang-Undang No. 35 Tahun 2014
Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 merupakan undang-undang tentang perubahan atas UU No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak. Undang-undang ini mengatur hakhak asasi yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia khususnya hak-hak asasi yang dimiliki oleh setiap anak yang ada di Indonesia. (baca juga: Hak Perlindungan Anak) Di dalam undangundang ini disebutkan bahwa hak-hak anak perlu dilindungi dan ditegakkan agar anak ters ebut dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat secara kemanusiaan. Selain itu, anak perlu mendapatkan perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi. f.
UUD 1945 Pasal 27 – 34
Isi dari UUD 1945 pasal 27 sampai dengan pasal 34 mengatur dan menjamin hak-hak warga negara Indonesia dalam berbagai aspek. Pada intinya, isi yang terkandung dalam UUD 1945 pasal 27 sampai dengan pasal 34 ini berkaitan dengan hak-hak asasi yang dimiliki oleh manusia secara umum seperti yang dipaparkan pada paragraf pertama dalam artikel ini. UUD 1945 Pasal 27 – 34 lebih mekankan kepada penjaminan terhadap hak-hak yang dimiliki oleh segenap warga negara Indonesia. 2. Pembentukan Pemerintah Komisi Nasional
Dalam upaya pemerintah dalam menegakkan HAM terhadap hak asasi manusia bagi warga negara Indonesia, pemerintah membentuk beberapa komisi nasional guna membantu pemerintah dalam menegakkan hak asasi. Adapun komisi nasional tersebut antara lain:
a. Komisi Nasional Perempuan
Komisi Nasional Perempuan merupakan komisi nasional yang dibentuk oleh pemerintah dalam melakukan upaya penegakan hak asasi manusia khususnya pada hak asasi perempuan. Komisi ini lahir dari tuntutan masyarakat di Indonesia khusunya kaum wanita sebagai bentuk perwujudan tanggung jawab pemerintah dalam menanggapi contoh konflik sosial dalam masyarakat yang ditujukan kepada kaum wanita di Indonesia. Dalam menjalankan peran dan fungsinya, komisi ini mempunyai tujuan untuk:
Menghapuskan bentuk-bentuk kekerasan terhadap kaum wanita.
Menegakkan hak-hak asasi manusia khususnya perempuan di Indonesia.
Meningkatkan upaya penanggulangan kekerasan terhadap perempuan.
b. Komisi Perlindungan Anak Indonesia
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merupakan komisi yang dibentuk oleh pemerintah untuk melindungi dan menegakkan hak-hak yang oleh dimiliki seluruh anak di Indonesia tanpa terkecuali. Komisi ini didirikan pada 20 Oktober 2002 atas desakan para masyarakat sebagai orangtua yang merasa bahwa hak-hak anaknya tidak terpenuhi dengan baik. Dalam menjalankan peran dan fungsinya, komisi ini memiliki tugas pokok yaitu melakukan pengawasan terhadap jalannya perlindungan anak yang di Indonesia baik di dalam lingkungan keluarga, masyarakat, maupun pendidikan. Selain itu, KPAI juga menekankan kepada setiap orangtua tentang pentingnya pentingnya pendidikan anak usia dini agar anak nantinya dapat mengembangkan keterampilannya dalam kehidupan bermasyarakat.
3. Pembentukan Pengadilan HAM
Keberadaan pengadilan HAM di Indonesia merupakan salah upaya pemerintah dalam menegakkan hak asasi manusia bagi setiap warga negara Indonesia. Pengadilan HAM ini dibentuk berdasarkan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Dalam menjalankan perannya, pengadilan ini berperan khusus dalam mengadili kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan, sebagai berikut:
Keberadaan pengadilan HAM di Indonesia merupakan salah satu langkah dalam megakkan keadilan bagi warga negara Indonesia khususnya yang berkaitan dengan pelanggaran HAM.
Proses pelimpahan perkara yang terkait dengan pelanggaran HAM yang terjadi tentunya dilakukan oleh pengadilan HAM sesuai dengan mekanisme pelaksanaan sistem peradilan di Indonesia.
Berawal dari persitiwa itulah, Indonesia melalui pemerintah kembali menegakkan hak asasi manusia yang didasarkan pada Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia. Melalui sistem pemerintahan presidensial dan parlementer yang dilaksanakan di Indonesia, pemerintah mulai mengkencangkan perjuangannya dalam menegakkan hak-hak asasi manusia bagi warga negara Indonesia tanpa terkecuali. Tentunya dalam penegakkan hak asasi manusia di Indonesia, pemerintah tidak melakukannya sendirian. Pemerintah memerlukan bantuan dari beberapa lembaga penegak hukum yang ada di Indonesia. Selain itu, dalam menegakkan hak asasi bagi warga negaranya, pemerintah Indonesia mempunyai landasan hukum persamaan kedudukan warga negara yang semakin mendukung dan menguatkan proses penegakan hak asasi manusia. 4. Penegakan Melalui Proses Pendidikan
Penegakan hak asasi manusia juga dapat dilakukan melalui proses pendidikan, baik itu dalam pendidikan formal, informal, maupun non formal. Proses penegakan yang dilakukan melalui proses pendidikan merupakan penanaman konsep tentang HAM itu sendiri kepada peserta didik yang ikut di dalam proses pendidikan. Jika penegakan itu dilakukan dalam pendidikan formal yaitu sekolah, penegakan HAM tentang penanaman konsep HAM kepada peserta didik dapat dilakukan melalui tujuan dari mata pelajaran PPKn dan agama. (baca juga: Tujuan Pendidikan Pancasila) Harapannya, melalui penanaman konsep HAM melalui pendidikan, peserta didik dapat melakukan penegakan HAM secara sederhana misalnya dengan melakukan penerapan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, sebagai berikut:
Di Indonesia sendiri, hak asasi manusia dijunjung tinggi di dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila sebagai dasar negara kita.
Pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia di dalam masyarakat telah dilakukan dari zaman nenek moyang kita meskipun dulu belum mengenal de ngan betul apa itu hak asasi manusia.
Nenek moyang kita di Indonesia mengenal hak asasi manusia sebagai hak-hak sebagaimana umumnya seperti hak yang tercantum dalam UUD 1945. (baca juga: Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam UUD 1945)
Setiap warga negara Indonesia mempunyai hak untuk memperjuangkan hak-hak asasinya jika hak-hak asasi tersebut belum terpenuhi secara maksimal.
Setiap warga negara Indonesia tidak perlu merasa takut atau sungkan dalam menuntut hak asasinya karena terdapat dasar hukum yang mengatur itu semua. (baca juga: Dasar Hukum HAM) Indonesia sebagai negara yang mengimplementasikan nilai-nilai dasar Pancasila dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara sudah seharusnya menjunjung tinggi setiap hak asasi yang dimiliki oleh warga negaranya. Tindakan seperti ini sangat diperlukan guna meminimalisir
dan
mengurangi
kemungkinan
terjadinya pelanggaran
hak
warga
negara Indonesia. Perlu diketahui oleh kita semua, pada era sistem pemerintahan orde baru berlangsung, terdapat banyak peristiwa atau kasus yang menimpa warga negara Indonesia terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia seperti yang diungkapkan oleh Ignatius Haryanto dalam bukunya tentang Kejahatan Negara (1999). Selain itu, setelah masa pemerintahan orde baru selesai, pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia juga masih terjadi. Peristiwa atau kasus yang pernah kita dengar tekait dengan hal ini adalah peristiwa pelanggaran HAM di Timor Timur pada tahun 1999. Demikianlah penjelasan mengenai upaya pemerintah dalam menegakkan hak asasi manusia bagi warga negara Indonesia. Selain upaya yang dilakukan oleh pemerintah, kita sebagai warga negara Indoenesia juga harus menjaga dan menghormati hak asasi orang lain agar kehidupan bermasyarakat kita tidak menimbulkan suatu konflik yang dapat menimbulkan dampak tertentu bagi masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Bestari, Prayoga. (2013). Memahami Hak Asasi Manusia. Bandung: Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan UPI. Koswara. (2001). Otonomi Daerah untuk Demokrasi dan Kemandirian Rakyat. Pariba: Jakarta. Rondinelli, Dennis. (1999). What is Decentralization? Bank, Decentralization Briefing Notes, WBI Working Papers.
In
World
Suriakusumah & Bestari. (2015). Sistem Pemerintahan Daerah. Bandung: Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan UPI