Tugas
Imunohistokimia “Teknik -Teknik -Teknik
imunohistokimia ”
NAMA
:CHIKA PRATIWI
NIM
:A201401004
PROGRAM STUDI D-IV ANALIS KESEHATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MANDALA WALUYA KENDARI 2017
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Imunohistokimia merupakan suatu cara pemeriksaan untuk mengukur derajat imunitas atau kadar antibodi atau antigen dalam sediaan jaringan. Pewarnaan sediaan jaringan menimbulkan ikatan antibodi pada antigen di permukaan atau didalam sel yang selanjutnya dapat dideteksi dengan cara dilabel dengan enzim, isotop, fluoropore,atau coloidal gel. Untuk mempelajari morfologi sel, sel dalam jaringan difiksasi kemudian dilokalisasi diantara sel dan divisualisasikan dengan mikroskop elektron atau mikroskop cahaya. Teknik imunohistokimia dapat digunakan untuk mempelajari distribusi enzim yang spesifik pada struktur sel intak (normal/lengkap), mendeteksi komponen sel, biomakro molekul seperti protein, karbohidrat. Imunohistokimia merupakan teknik deteksi yang sangat baik dan memiliki keuntungan yang luar biasa untuk dapat menunjukkan secara tepat di dalam jaringan mana protein tertentu yang diperiksa. Teknik ini telah digunakan dalam ilmu saraf, yang memungkinkan peneliti untuk memeriksa ekspresi protein dalam struktur otak tertentu. Kekurangan dari teknik ini adalah kurang spesifik terhadap protein tertentu tidak seperti teknik imunoblotting yang dapat mendeteksi berat molekul protein dan sangat spesifik terhadap protein tertentu. Teknik ini banyak digunakan dalam diagnostik patologi bedah terhadap kanker, tumor, dan sebagainya.
1.2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan metode imunohistokimia? b. Apa saja metode yang dilakukan dalam melakukan proses imunohistokimia? c. Bagaimana mekanisme imunohistokimia? d. Bagaimana aplikasi imunohistokimia?
1.3. Tujuan
a. Untuk mengetahui metode imunohistokimi b. Untuk mengetahui metode yang dilakukan dalam melakukan imunohistokimia c. Untuk mengetahui mekanisme imunohistokimia d. Untuk mengetahui aplikasi imunohistokimia
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Imunohistokimia Imunohistokimia adalah metode untuk mendeteksi keberadaan antigen spesifik di dalam sel suatu jaringan dengan menggunakan prinsip pengikatan antara antibodi (Ab) dan antigen (Ag) pada jaringan hidup. Pemeriksaan ini membutuhkan jaringan dengan jumlah dan
ketebalan
yang
bervariasi
tergantung
dari
tujuan
pemeriksaan.
Teknik imunohistokimia bermanfaat untuk identifikasi, lokalisasi, dan karakterisasi suatu antigen tertentu, serta menentukan diagnosis, therapi, dan prognosis kanker. Teknik ini diawali dengan pembuatan irisan jaringan (histologi) untuk diamati dibawah mikroskop. Interaksi antara antigen-antibodi adalah reaksi yang tidak kasap mata. Tempat pengikatan antara antibodi dengan protein spesifik diidentifikasi dengan marker yang biasanya dilekatkan pada antibodi dan bisa divisualisasi secara langsung atau dengan reaksi untuk mengidentifikasi marker. Marker dapat berupa senyawa berwarna (Luminescence), zat berfluoresensi (fluorescein, umbelliferon, tetrametil rodhamin), logam berat (colloidal, microsphere, gold, silver) label radioaktif dan enzim ( Horse Radish Peroxidase (HRP) dan alkaline phosphatase). Enzim (yang dipakai untuk melabel) selanjutnya direaksikan dengan substrat kromogen (yaitu substrat yang menghasilkan produk akhir berwarna dan tidak larut) yang dapat diamati dengan mikroskop bright field (mikroskop bidang terang). Akan tetapi seiring
berkembangnya
ilmu
pengetahuan
khususnya
dunia
biologi,
teknik
imunohistokimia dapat langsung diamati (tanpa direaksikan lagi dengan kromogen yang menghasilkan warna) dibawah mikroskop fluorescense.
B. Metode Dalam melakukan iminohistokimia, terdapat 4 metode yaitu: 1. Metode Direct Prinsip dari metode imunohistokimia direct adalah menggunakan antibodi primer yang sudah terlabel dan berikatan langsung dengan antigen target secara langsung. Metode langsung (direct method) merupakan metode pengecatan satu langkah karena hanya melibatkan 1 jenis antibodi, yaitu antibodi yang terlabel, contohnya antiserum terkonjugasi fluorescein isothiocyanate (FITC) atau rodhamin. Pada metode direct, antibodi spesifik yang mengenali antigen jaringan akan
dimodifikasi dengan mengkonjugasikan molekul indikator pada antibodi tersebut. molekul indikator tersebut dapat berupa molekul yang berpendar seperti biotin atau enzim peroksidase, sehingga apabila diberikan substrat akan memberikan warna pada jaringan tersebut.
2. Metode Indirect Prinsip metode imunohistokimia indirect menggunakan antibodi primer yang tidak ada labelnya, namun digunakan juga antibodi sekunder yang sudah memiliki label dan akan bereaksi dengan IgG dari antibodi primer. Metode tidak langsung (indirect method) menggunakan dua macam antibodi, yaitu antibodi primer (tidak berlabel) dan antibodi sekunder (berlabel). Antibodi primer bertugas mengenali antigen yang diidentifikasi pada jaringan (first layer), sedangkan antibodi sekunder akan berikatan dengan antibodi primer (second layer). Antibodi kedua merupakan anti-antibodi primer. Pelabelan antibodi sekunder diikuti dengan penambahan substrat berupa kromogen. Kromogen merupakan suatu gugus fungsi senyawa kimiawi yang dapat membentuk senyawa berwarna bila bereaksi dengan senyawa tertentu. Penggunaan kromogen fluorescent dye seperti FITC, rodhamin, dan Texas-red disebut metode immunofluorescence, sedangkan penggunaan kromogen enzim seperti peroksidase, alkali fosfatase, atau glukosa oksidase disebut metode immunoenzyme. Pada metode ini antibodi spesifik yang mengenali antigen jaringan disebut sebagai antibodi primer dan tidak dilakukan modifikasi pada antibodi ini. Namun diperlukan antibodi lain yang dapat berikatan dengan antibodi primer yang disebut dengan antibodi sekunder. Antibodi sekunder ini dimodifikasi sehingga memiliki molekul indikator pada antibodi tersebut. Setiap 1 antibodi primer dapat dikenali oleh lebih dari 1 antibodi sekunder, oleh karena itu, setelah diberikan substrat akan terbentuk warna yang lebih jelas pada jaringan tersebut.
3. Metode Peroxidase – anti – Peroxidase (PAP) Adalah analisis imunohistokimia menggunakan tiga molekul peroksidase dan dua antibodi yang membentuk seperti roti sandwich. Teknik ini memanfaatkan afinitas antibodi terhadap antigen (enzim) untuk membentuk kompleks imun stabil sebagai perlawanan terhadap proses kimia terkonjugasi Fitur unik dari prosedur ini adalah larutan enzim – antibodi dan kompleks imun PAP. Enzim Horseradish Peroksidase, protein imunogenik, digunakan untuk menyuntik spesies tertentu dan merespon imun poliklonal yang dihasilkan terhadap enzim. Antiserum ini dipanen dan ditempatkan dalam larutan pada enzim sehingga membentuk kompleks imun yang larut.
4. Metode Avidin-Biotin-Complex (ABC) Adalah metode analisis imunohistokimia menggunakan afinitas terhadap molekul avidin- biotin oleh tiga enzim peroksidase. Situs pengikatan beberapa biotin dalam molekul avidin tetravalen bertujuan untuk amplifikasi dan merespon sinyal yang disampaikan oleh antigen target.
C. Mekanisme Imunokimia Rangkaian pemeriksaan Imunohistokimia dimulai dengan pengambilan sampel lalu pembuatan paraffin block. Setelah itu dilakukan pewarnaan imunohistokimia. Berikut perinciannya : 1. Pembuatan paraffin block a. Jaringan dicuci dengan PBS b. Difiksasi dengan formalin 10% c. Dilakukan dehidrasi menggunakan alcohol bertingkat (30%, 50%, 70%, 80%, 96% dan absolute) d. Clearing menggunakan xilol 2 kali, masing-masing 60 menit. e. Infiltrasi menggunakan paraffin lunak selama 60 menit pada suhu 480C. f.
Block dalam paraffin keras pada cetakan dan diamkan selama sehari.
g. Tempelkan. Pada holder dilakukan pemotongan setebal 4-6 mm dengan rotary microtome. h. Mounting pada objek dengan gelatin 5% 2. Proses deparafinisasi a. Slide direndam xilol 2 kali, masing-masing selama 5 menit b. Rehidrasi menggunakan alcohol bertingkat (30%, 50%, 70%, 80%, 96% dan absolute) masing-masing 5 menit c. Bilas dengan dH2O selama 5 menit 3. Proses imunohistokimia terhadap eNOS a. Slide preparat dicuci dengan PBS pH 7,4 b. Aplikasikan 3% h2o2 (daco, Inc) selama 10 menit. c. Cuci dengan PBS pH 7,4 selama 5 menit 3 kali d. Blocking menggunakan serum 2% BSA (Sigma USA) selama 60 menit (1%) e. Inkubasi dengan antibody primer mouse monoclonal vcam-1 human absorbed semalam pada suhu 40C (1:100) f.
Cuci dengan PBS pH 7,4 selama 5 menit 3 kali
g. Tetesi dengan anti body sekunder berlabel biotin (Santa Crus) dan inkubasi selama 1 jam (1:200) h. Cuci dengan PBS pH 7,4 selama 5 menit 3 kali i.
Tetesi dengan SA-HKP (Strep Avidin horse radis peroxidase) (Dako,Inc) selama 40 menit (1:500)
j.
Cuci dengan PBS pH 7,4 selama 5 menit 3 kali
k. Aplikasikan cromogen untuk HRP yaitu DAB (Diamono Benzidine) (Daco, Inc) l.
Bilas dengan H2O
m. Cuci dengan PBS pH 7,4 selama 5 menit 3 kali n. Counter straining dengan mayer Hematoxilen (lab Vision) selama 10 menit o. Cuci dengan tap Water p. Kering anginkan dan mounting menggunakan entelan serta cover Glass 4. Pembuatan Larutan PBS a. Na H2 PO4 2 H2O 2,4 gram b. Na2HPO4 1,2 gram c. KH2PO4 0,7 gram d. KCI 6,8 gram
media
Pembuatan : a. Dilarutkan ke 4 bahan tersebut dengan aquadest sampai 1 L b. Diletakkan di atas magnetic stirrer agar homogen c. Diukur pada pH 7,4 dan disterilisasi d. Simpan disuhu dingin e. Jika ingin diencerkan, ambil 100 cc, tambahkan 900 mL Aquades
D. Cara kerja Imunohistokimia Hari pertama Deparafinisasi 1. Teteskan Xylol 2×10 menit 2. Teteskan ethanol absolute 1×5 menit 3. Teteskan ethanol 90% 1×5 menit 4. Teteskan ethanol 80% 1×5 menit 5. Teteskan ethanol 70% 1×5 menit 6. Teteskan Sterile aquades 3×5 menit Slide siap untuk dilakukan Imunohistokimia : 1. Dicuci PBS steril 3×5 menit 2. Dikeringkan dengan tissue 3. Ditambah H2O2 3% dalam methanol inkubasi 15 sampai dengan 20menit 4. Dicuci PBS steril3x5 menit Blocking unspesifik protein : 1. Ditambah 0,255 triton-x100 dalam blocking buffer BSA selama 1 jam pada suhu ruang 2. Dicuci dengan PBS steril 3×5 menit Inkubasi antibodi primer : 1. Ditambah antibodi primer dalam blocking buffer BSA 2. Inkubasi semalam pada 4°C 3. Dicuci PBS steril 3×5 menit Hari kedua
Inkubasi antibodi sekunder : 1. Ditambah antibodi sekunder kit, inkubasi 60 menit pada suhu kamar (walapun menggunakan kulkas harus menggunakan lap supaya terjaga kelembabannya) 2. Dicuci PBS steril 3×5 menit Inkubasi SAHRP : 1. Ditambah SAHRP kit, inkubasi 40 menit pada suhu kamar 2. Dicuci PBS steril 3×5 menit 3. Dicuci akuades steril 3×5 menit Aplikasi kromagen DAB (dipilih DAB karena lebih awet) : 1. Ditambah (DAB :buffer DAB = 1:50), inkubasi 20 menit pada suhu kamar 2. Dicuci PBS steril 3×5 menit diaminobenzidine Counterstain dengan mayer hematoxilen : 1. Ditambah (mayer : tap water =1:10), inkubasi 5-10 menit pada suhu kamar 2. Dicuci tap water steril 3×5 menit 3. Dikeringkan anginkan 4. Mounting dengan entellan kemudian diangin-anginkan 5. Amati preparat yang telah dilakukan Imunohistokimia di bawah mikroskop
E.
Aplikasi Imunohistokimia Imunohistokimia dapat digunakan untuk mendeteksi berbagai penyakit, seperti kanker, tumor dan dapat digunakan untuk identifikasi sel atau jaringan. Contoh penyakitnya yang dapat dideteksi dengan Imunohistokimia adalah adenocarcinoma, carcinoma, sarcoma, Hodgkin’s disease, tumor yolk sac, karsinoma hepatoselluler, gastrointestinal stromal tumors (GIST), renal cell carcinoma, acute lymphoblastic leukemia, Identifikasi sel B dan sel T limfa. IHC juga dapat digunakan pada jaringan kuda laut untuk menentukan adanya protein baik dimana dan kapan protein akan berfungsi. Metode imunohistokimia yang diterapkan pada kuda laut adalah dengan membagi menjadi 4 section. Awalnya, dilakukan penguraian untuk melakukan labeling wholemount pada sel embrio kuda laut, penguraian ini diprotocol secara umum.
Kemudian, section kedua menutupi section variasinya untuk labeling wholemount pada larva untuk menanggulangi kesulitan antibodi dalam melakukan penetrasi di jaringan. Metode ini, didasarkan pada protocol yang membentuk larva medaka, dikembangkan untuk penggunaan khusus dengan anti-asetat tubulin antibody pada 2 sampai 6 larva tertua. Dan mungkin tidak diterapkan untuk antibodi primer, jadi yang digunakan memang biasanya antibodi sekunder. labeling jaringan yang dilakukan pada jaringan dewasa biasanya akan lebih menyulitkan metode labeling wholemount ini, sehingga penetrasi antibodi yang tidak lengkap. Untuk mengatasi masalah ini perlu dilakukan pembagian material sebelumnya yang akan dilakukan labeling. Ini disebut sebagai section ketiga. Section terakhir menjadi akhir dari proses labeling pada jaringan yang sama dengan dua antibodi yang berbeda, dan mengikat serta membagi label jaringan yang akan diuraikan.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan Imunohistokimia merupakan suatu cara pemeriksaan untuk mengukur derajat imunitas atau kadar antibodi atau antigen dalam sediaan jaringan. Pewarnaan sediaan jaringan menimbulkan ikatan antibodi pada antigen di permukaan atau didalam sel yang selanjutnya dapat dideteksi dengan cara dilabel dengan enzim, isotop, fluoropore,atau coloidal gel. Metode yang dilakukan dalam Imunohistokimia adalah metode direct, metode indirect, Metode Peroxidase – anti – Peroxidase (PAP), Metode Avidin-BiotinComplex (ABC). Mekanisme Imunohistokimia dimulai dengan pengambilan sampel lalu pembuatan paraffin block. Setelah itu dilakukan pewarnaan imunohistokimia. Teknik Imunohistokimia dapat digunakan untuk deteksi berbagai jenis kanker, tumor, Hodgkin’s disease, identifikasi sel B dan sel T dan dapat digunakan pada jaringan kuda laut untuk mengetahui aktivitas proteinnya.
B. Saran
Sebagai penulis saya memohon maaf apabila ada salah kata dalam makalah saya dan semoga makalah ini dapat memberikan manffat terhadap pembaca
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Abul K et al. 1994. Cellular and Molecular Immunology, Second Edition, W.B Saunders Company, p 47 – 49. Hardjolukito, Endang SR. The 8th Course and Workshop, Basic Sci ence In Oncology, Modul A, Putaran Ke-3. Jakarta, 19 - 21 Mei 2005. Rosai J Editor. Rosai and Ackermans. 2004. Surgical Pathology, Ninth Edition. Volume 1. Philadelphia, Mosby, p. 34 – 45. Sudiana, I Ketut. 2005. Teknologi Ilmu Jaringan d an Imunohistokimia. Jakarta, Sagung Seto, hal. 36 – 47. Ulrika V. Mikel, editor,Gary L. Bratthauer and Lila R.Adams. 1994. Advanced Laboratory Methods in Histology and Pathology. Armed Forces Institute of Pathology, American Registry of Pathology, Washington DC, p.3-40.