TUGAS GEOLOGI STRUKTUR INDONESIA
Disusun oleh : Erick Romantua L.Tobing ( F1D213005)
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI JURUSAN TEKNIK FAKULTAS SAIN DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS JAMBI SEMESTER GANJIL 2015/2016
1. Tatanan Tektonik Sumatera Tatanan Tektonik Pulau Sumatera
Wilayah Sumatera merupakan bagian dari busur kepulauan Sunda, yang terbentang dari kepulauan Andaman-Nicobar hingga busur Banda (Timor). Busur Sunda merupakan busur kepulauan hasil dari interaksi lempeng samudera (lempeng Indo-Australia bergerak ke utara dengan kecepatan 7 cm pertahun) yang menunjam di bawah lempeng benua (Lempeng Eurasia). Penunjaman lempeng terjadi di selatan busur Sunda berupa palung (trench). Disamping itu, Penunjaman lempeng tersebut membentuk jajaran gunung-gunung api dan perbukitan vulkanik (bukit barisan) sepanjang daratan Sumatera dan patahan Sumatera (Sumatera Fault) yang membelah daratan Sumatera (Natawidjaja, 2004). Pulau Sumatra, berdasarkan luas merupakan pulau terbesar keenam di dunia. Pulau ini membujur dari barat laut ke arah tenggara dan melintasi khatulistiwa, seolah membagi pulau Sumatra atas dua bagian, Sumatra belahan bumi utara dan Sumatra belahan bumi selatan. Pegunungan Bukit Barisan dengan beberapa puncaknya yang melebihi 3.000 m di atas permukaan laut, merupakan barisan gunung berapi aktif, berjalan sepanjang sisi barat pulau dari ujung utara ke arah selatan; sehingga membuat dataran di sisi barat pulau relatif sempit dengan pantai yang terjal dan dalam ke arahSamudra Hindia dan dataran di sisi timur pulau yang luas dan landai dengan pantai yang landai dan dangkal ke arah Selat Malaka, Selat Bangka dan Laut China Selatan. Di bagian utara pulau Sumatra berbatasan dengan Laut Andaman dan di bagian selatan dengan Selat Sunda. Pulau Sumatra ditutupi oleh hutan tropik primer dan hutan tropik sekunder yang lebat dengan tanah yang subur. Gungng berapi yang tertinggi di Sumatra adalah Gunung Kerinci di Jambi, dan dengan gunung berapi lainnya yang cukup terkenal yaitu Gunung Leuser di Nanggroe Aceh Darussalam danGunung Dempo di perbatasan Sumatra Selatan dengan Bengkulu. Pulau Sumatra merupakan kawasan episentrum gempa bumi karena dilintasi oleh patahan kerak bumidisepanjang Bukit Barisan, yang disebut Patahan Sumatra; dan patahan kerak bumi di dasar Samudra Hindia disepanjang lepas pantai sisi barat Sumatra. Danau terbesar di Indonesia, Danau Toba terdapat di pulau Sumatra. Sejarah Terbentuknya Struktur Geologi Pulau Sumatera Struktur geologi adalah segala unsure dari bentuk arsitektur kulit bumi / gambaran geometri (bentuk dan hubungan) yang diakibatkan oleh gejala - gejala gaya endogen.Secara umum terdapat unsur - unsur dari struktur geologi yaitu, Bidang perlapisan, Lipatan, Patahan dan kekar atau joint.
Pada awal berkembangnya geologi, Pemikiran geologi dimulai oleh Leonardo da Vinci (1452-1519). Pada awalnya perkembangan geologi didominasi pemikiran klasik (fixist), yang menganggap pembentukan orogenesa dan geosinklin terjadi di tempat yang tetap. Mewakili pemikiran ini misalnya Erich Haarmann (1930), yang menyatakan bahwa orogenesa terjadi karena kulit bumi terangkat seperti tumor, dan melengser karena gaya berat. Selanjutnya pendapat ini diterapkan oleh van Bemmelen (1933) di Indonesia sebagai Teori Und asi. Pemikiran lain, mobilist dikemukakan Antonio Snider-Pellgrini (1658) yang mencermati kesamaan bentuk pantai barat dan timur Atlantik, serta Alfred Lothar Wegener (1915) yang mengemukakan konsep “benua mengembara”. Perubahan mendasar geologi global terjadi setelah Perang Dunia II, ketika data geofisika lantai samudera menunjukkan bahwa jalur anomali magnet mempunyai rasio yang tetap di mana-mana. Pada 250 juta tahun yang lalu benua merupakan satu kesatuan benua induk, atau Pangea. Perputaran bumi mendorong benua untuk bergerak ke arah kutub, sehingga benua terpecah-pecah sebagai kepingan benua kecil-kecil seperti saat ini: 6 lempeng utama dengan 14 lempeng yang lebih kecil. Dengan demikian maka seluruh permukaan bumi berada di dalam satu kesatuan proses geologis yang universal: Tektonik Global.
Pengaruh Tektonik R egional pada Perkembangan Sesar Sumatera, Sejarah tektonik Pulau Sumatera berhubungan erat dengan pertumbukan antara lempeng India-Australia dan Asia Tenggara, sekitar 45,6 Juta tahun lalu yang mengakibatkan perubahan sistematis dari perubahan arah dan kecepatan relatif antar lempengnya berikut kegiatan ekstrusi yang terjadi padanya. Proses tumbukan ini mengakibatkan terbentuknya banyak sistem sesar geser di bagian sebelah timur India, untuk mengakomodasikan perpindahan massa secara tektonik. Selanjutnya sebagai respon tektonik akibat dari bentuk melengkung ke dalam dari tepi lempeng Asia Tenggara terhadap Lempeng Indo-Australia, besarnya slip-vectorini secara geometri akan mengalami kenaikan ke arah barat laut sejalan dengan semakin kecilnya sudut konvergensi antara dua lempeng tersebut. Pulau Sumatra tersusun atas dua bagian utama, sebelah barat didominasi oleh keberadaan lempeng samudera, sedang sebelah timur didominasi oleh keberadaan lempeng benua. Berdasarkan gaya gravitasi, magnetisme dan seismik ketebalan sekitar 20 kilometer, dan ketebalan lempeng benua sekitar 40 kilometer (Hamilton, 1979). Sejarah tektoik Pulau Sumatra berhubungan erat dengan dimulainya peristiwa pertumbukan antara lempeng India-Australia dan Asia Tenggara, sekitar 45,6 juta tahun yang lalu, yang mengakibatkan rangkaian perubahan sistematis dari pergerakan relatif lempeng-lempeng disertai dengan perubahan kecepatan relatif antar lempengnya berikut kegiatan ekstrusi yang terjadi padanya. Gerak lempeng IndiaAustralia yang semula mempunyai kecepatan 86 milimeter/tahun menurun menjaedi
40 milimeter/tahun karena terjadi proses tumbukan tersebut. (Char-shin Liu et al, 1983 dalam Natawidjaja, 1994). Setelah itu kecepatan mengalami kenaikan sampai sekitar 76 milimeter/ tahun (Sieh, 1993 dalam Natawidjaja, 1994). Proses tumbukan ini pada akhirnya mengakibatkan terbentuknya banyak sistem sesar sebelah timur India. Keadaan Pulau Sumatra menunjukkan bahwa kemiringan penunjaman, punggungan busur muka dan cekungan busur muka telah terfragmentasi akibat proses yang terjadi. Kenyataan menunjukkan bahwa adanya transtensi (trans-tension) Paleosoikum Tektonik Sumatra menjadikan tatanan Tektonik Sumatra menunjukkan adanya tiga bagian pola (Sieh, 2000). Bagian selatan terdiri dari lempeng mikro Sumatra, yang terbentuk sejak 2 juta tahun lalu dengan bentuk geometri dan struktur sederhana, bagian tengah cenderung tidak beraturan dan bagian utara yang tidak selaras dengan pola penunjaman.
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Bagian Selatan Pulau Sumatra memberikan kenampakan pola tektonik: Sesar Sumatra menunjukkan sebuah pola geser kanan en echelon dan terletak pada 100-135 kilometer di atas penunjaman. Lokasi gunung api umumnya sebelah timur-laut atau di dekat sesar. Cekungan busur muka terbentuk sederhana, dengan ke dalaman 1-2 kilometer dan dihancurkan oleh sesar utama. Punggungan busur muka relatif dekat, terdiri dari antiform tunggal dan berbentuk sederhana. Sesar Mentawai dan homoklin, yang dipisahkan oleh punggungan busur muka dan cekungan busur muka relatif utuh. Sudut kemiringan tunjaman relatif seragam.
b. Bagian Utara Pulau Sumatra memberikan kenampakan pola tektonik: 1. Sesar Sumatra berbentuk tidak beraturan, berada pada posisi 125-140 kilometer dari garis penunjaman. 2. Busur vulkanik berada di sebelah utara sesar Sumatra. 3. Kedalaman cekungan busur muka 1-2 kilometer. 4. Punggungan busur muka secara struktural dan kedalamannya sangat beragam. 5. Homoklin di belahan selatan sepanjang beberapa kilometer sama dengan struktur Mentawai yang berada di sebelah selatannya. 6. Sudut kemiringan penunjaman sangat tajam. c. Bagian Tengah Pulau Sumatra memberikan kenampakan tektonik: 1. Sepanjang 350 kilometer potongan dari sesar Sumatra menunjukkan posisi memotong arah penunjaman.
2. 3. 4. 5.
Busur vulkanik memotong dengan sesar Sumatra. Topografi cekungan busur muka dangkal, sekitar 0.2-0.6 kilometer, dan terbagi-bagi Busur luar terpecah-pecah. Homoklin yang terletak antara punggungan busur muka dan cekungan busur muka tercabik-cabik. 6. Sudut kemiringan penunjaman beragam
Sesar Sumatra sangat tersegmentasi. Segmen-segmen sesar sepanjang 1900 kilometer tersebut merupakan upaya mengadopsi tekanan miring antara lempeng Eurasia dan India-Australia dengan arah tumbukan 10°N-7°S. Sedikitnya terdapat 19 bagian dengan panjang masing-masing segmen 60-200 kilometer, yaitu : segmen Sunda (6.75°S-5.9°S), segmen Semangko (5.9°S-5.25°S), segmen Kumering (5.3°S-4.35°S), segmen Manna (4.35°S-3.8°S), segmen Musi (3.65°S-3.25°S), segmen Ketaun (3.35°S-2.75°S) segmen Dikit (2.75°S-2.3°S), segmen Siulak (2.25°S-1.7°S), segmen Sulii (1.75°S-1.0°S), segmen Sumani (1.0°S-0.5°S), segmen Sianok (0.7°S-0.1°N), segmen Barumun (0.3°N-1.2°N), segmen Angkola (0.3°N-1.8°N), segmen Toru (1.2°N-2.0°N), segmen Renun (2.0°N-3.55°N), segmen Tnpz (3.2°N-4.4°N), segmen Aceh (4.4°N-5.4°N), segmen Seulimeum (5.0°N-5.9°N). Kompleksitas tatanan geologi Sumatera, perubahan lingkungan tektonik dan perkembangannya dalam ruang dan waktu memungkinkan sebagai penyebab keanekaragaman arah pola vektor hubungannya dengan slip-ratedan segmentasi Sesar Sumatera. Hal tersebut antara lain karena (1) perbedaan lingkungan tektonik akan menjadikan batuan memberikan tanggapan yang beranekaragam pada reaktivasi struktur, serta (2) struktur geologi yang lebih tua yang telah terbentuk akan mempengaruhi kemampuan deformasi batuan yang lebih muda.
Tatanan tektonik regional sangat mempengaruhi perkembangan busur Sunda, di bagian barat, pertemuan subduksi antara lempeng Benua Eurasia dan lempeng Samudra Australia mengkontruksikan Busur Sunda sebagai sistem busur tepi kontinen (epi-continent arc) yang relatif stabil; sementara di sebelah timur pertemuan subduksi antara lempeng samudra Australia dan lempeng-lempeng mikro Tersier mengkontruksikan sistem busur Sunda sebagai busur kepulauan (island arc) kepulauan yang lebih labil. Perbedaan sudut penunjaman antara Propinsi Jawa dan Propinsi Sumatra Selatan Busur Sunda mendorong pada kesimpulan bahwa batas Busur Sunda yang mewakili sistem busur kepulauan dan busur tepi kontinen terletak di Selat Sunda. Penyimpulan tersebut akan menyisakan pertanyaan, karena pola kenampakan anomali gaya berat menunjukkan bahwa pola struktur Jawa bagian barat yang cenderung lebih sesuai dengan pola Sumatra dibanding dengan pola struktur Jawa bagian Timur. Secara vertikal perkembangan struktur masih menyisakan permasalahan namun jika dilakukan pembangungan dengan struktur cekungan Sumatra Selatan, struktur-struktur di Pulau Sumatra secara vertikal berkembang sebagai struktur bunga. Berdasarkan teori undasi Seksi Andaman dan Nikobar yang pusat undasinya di Margui menghasilkan penggelombangan emigrasi yang mengarah ke Godwanland, sehingga hal tersebut mempegaruhi pegunungan di Sumatra Utara (Atlas dan Gayao) dimana arah pegunungan timur barat seperti Pegunungan Gayo Tengah berbeda dengan pegunungan pada umumnya di Sumatra yang arahnya barat laut – tenggara. Dengan demikian di Sumatra terjadi pertemuan antar gelombang dengan pusat undasi Margui dan pusat undasi Anambas. Titik pertemuannya adalah di Gunung Lembu, adapun busur dalam hasil penggelombangan dari pusat undasi Margui adalah kepulauan Barren-Narkondam dan busur luar Andaman – Nikobar – Gayo Tengah. Sedangkan Seksi Sumatra dengan pusat undasinya di Anambas, penggelombangan dari pusat undasi Anambas telah berkembang sejak Palaezoikumakhir, Sehingga menghasilkan sisitem Orogene Malaya pada Mesozoikum bawah (Trias, Jura), system Orogene Sumatra pada Mesozoikum atas (Crataceus) dan system orogene Sunda pada priode tersier kuarter, yang dimaksud dengan Orogene Malaya adalah busur pegunungan yang terbentuk pada Mesozoikun bawah dengan busur Zone Karimata dan busur luar Daerah Timah. Yang dimaksud dengan Orogene Sumatra adalah busur pengunungan yang terbentuk pada Mesozoikun atas dengan busur dalam Sumatra Timur dan busur luar Sumatra Barat. Yang dimaksud dengan Orogenesa Sunda adalah busur pengununagn yang terbuntuk periode Tersier-Kuarter dengan busur dalam Bukit Barisan dan busur luar pulau pulau sebelah barat Sumatra. Bukit Barisan pada Mesozoikum atas masih merupakan
Foredeep, memasuki tersier baru mengalami pengangkatan pada priode Tersier pulau pulau di sebelah barat Sumatra dari Nias sampai Enggano belum ada memasuki periode Kuarter baru mengalami penggkatan membentuk pulau-pulau tadi, sampai sekarang masih mengalami pengakatan secara pelan-pelan.
2. Cekungan Sumatera a. Cekungan Bengkulu (forearc basin) Cekungan Bengkulu adalah salah satu cekungan forearc di Indonesia. Cekungan forearc artinya cekungan yang berposisi di depan jalur volkanik (fore - arc ; arc = jalur volkanik). Berdasarkan berbagai kajian geologi, disepakati bahwa Pegunungan Barisan( dalam hal ini adalah volcanic arc -nya) mulai naik di sebelah barat Sumatra pada Miosen Tengah. Pengaruhnya kepada Cekungan Bengkulu adalah bahwa sebelum Misoen Tengah berarti tidakada forearc basin Bengkulu sebab pada saat itu arc -nya sendiri tidak ada.Sebelum Miosen Tengah, atau Paleogen, Cekungan Bengkulu masih merupakan bagian paling barat Cekungan Sumatera Selatan. Lalu pada periode setelah Miosen Tengah atau Neogen, setelah Pegunungan Barisan naik, Cekungan Bengkulu dipisahkan dari Cekungan Sumatera Selatan. Mulai saat itulah,Cekungan Bengkulu menjadi cekungan forearc dan CekunganSumatera Selatan menjadi cekungan backarc (belakang busur). Sejarah penyatuan dan pemisahan Cekungan Bengkulu dari Cekungan Sumatera Selatan dapat dipelajari dari stratigrafi Paleogen dan Neogen kedua cekungan itu. Dapat diamati bahwa pada Paleogen, stratigrafi kedua cekungan hampir sama. Keduanya mengembangkan sistem graben di beberapa tempat. Di Cekungan Bengkulu ada Graben Pagarjati, Graben Kedurang-Manna, Graben Ipuh (pada saat yang sama di Cekungan SumateraSelatan saat itu ada graben-graben Jambi, Palembang, Lematang,dan Kepahiang). Tetapi setelah Neogen, Cekungan Bengkulu masuk kepada cekungan yang lebih dalam daripada Cekungan Sumatera Selatan, dibuktikan oleh berkembangnya terumbu –terumbu karbonat yang masif pada Miosen Atas yang hampir ekivalen secara umur dengan karbonat Parigi di Jawa Barat (paraoperator yang pernah bekerja di Bengkulu menyebutnya sebagai karbonat Parigi juga). Pada saat yang sama, di Cekungan Sumatera Selatan lebih banyak sedimen-sedimen regresif (Formasi Air Benakat/Lower Palembang dan Muara Enim/Middle Palembang) karena cekungan sedang mengalami pengangkatan dan inversi.Secara tektonik, mengapa terjadi perbedaan stratigrafi pada Neogen di Cekungan Bengkulu yaitu disebabkan Cekungan Bengkulu dalam fase penenggelaman sementara Cekungan Sumatera Selatan sedang terangkat.
b.
Cekungan Sumatera Tengah (central basin)
Pola struktur yang ada saat ini di Cekungan Sumatra Tengah merupakan hasil sekurang-kurangnya 3 (tiga) fase tektonikutama yang terpisah, yaitu Orogenesa Mesozoikum Tengah,Tektonik Kapur Akhir-Tersier Awal, dan Orogenesa Plio-Plistosen(De Coster, 1974).Heidrick dan Aulia (1993), membahas secara terperinci tentang perkembangan tektonik di Cekungan Sumatra Tengah dengan membaginya menjadi 3 (tiga) episode tektonik, F1 (fase 1)berlangsung pada Eosen-Oligosen, F2 (fase 2) berlangsung padaMiosen Awal-Miosen Tengah, dan F3 (fase 3) berlangsung pada Miosen Tengah-Resen. Fase sebelum F1 disebut sebagai fase 0 (F0) yang berlangsung pada Pra Tersier.1. Episode F0 (Pre-Tertiary)Batuan dasar Pra Tersier di Cekungan Sumatra Tengah terdiri dari lempeng-lempeng benua dan samudera yang berbentuk mozaik. Orientasi struktur pada batuan dasar memberikan efek pada lapisan sedimen Tersier yang menumpang di atasnya dan kemudian mengontrol arah tarikan dan pengaktifan ulang yang terjadi kemudian. Pola struktur tersebut disebut sebagai elemen struktur F0. Ada 2 (dua) struktur utama pada batuan dasar. Pertama kelurusan utara -selatan yang merupakan sesar geser (Transform/WrenchTectonic) berumur Karbon dan mengalami reaktifisasi selama Permo-Trias, Jura, Kapur dan Tersier. Tinggian-tinggian yang terbentuk pada fase ini adalah Tinggian Mutiara, Kampar, Napuh, Kubu, Pinang dan Ujung Pandang. Tinggian –tinggian tersebut menjadi batas yang penting pada pengendapan sedimen selanjutnya.2. Episode F1 (26 - 50 Ma) Episode F1 berlangsung pada kala Eosen-Oligosendisebut juga Rift Phase. Pada F1 terjadi deformasi akibat Rifting dengan arah Strike timur laut, diikuti oleh reaktifisasi struktur-struktur tua. Akibat tumbukan Lempeng Samudera Hindia terhadap Lempeng Benua Asia pada 45 Ma terbentuklah suatu sistem rekahan Transtensional yang memanjang ke arah selatan dari Cina bagian selatan ke Thailand dan ke Malaysia hingga Sumatra dan Kalimantan Selatan (Heidrick & Aulia,1993). Perekahan ini membentuk serangkaian Horst dan Graben di Cekungan Sumatra Tengah. HorstGraben ini kemudian menjadi danau tempat diendapkannya sedimensedimen Kelompok Pematang. Pada akhir F1 terjadi peralihan dari perekahan menjadi penurunan cekungan ditandai oleh pembalikan struktur yang lemah, denudasi dan pembentukan daratan Peneplain. Hasil dari erosi tersebut berupa paleosol yang diendapkan di atas Formasi Upper Red Bed.3. Episode F2 (13 - 26 Ma) Episode F2 berlangsung pada kala Miosen Awal-Miosen Tengah. Pada kala Miosen Awal terjadi fase amblesan (sagphase), diikuti
oleh pembentukan Dextral Wrench Fault secararegional dan pembentukan Transtensional Fracture Zone. Pada struktur tua yang berarah utara-selatan terjadi Release,sehingga terbentuk Listric Fault, Normal Fault, Graben, dan Half Graben. Struktur yang terbentuk berarah relatif barat laut-tenggara. Pada episode F2, Cekungan Sumatra Tengah mengalami transgresi dan sedimen-sedimen dari Kelompok Sihapas diendapkan.4. Episode F3 (13-Recent) Episode F3 berlangsung pada kala Miosen TengahResendisebut juga Barisan Compressional Phase. Pada episode F3 terjadi pembalikan struktur akibat gaya kompresi menghasilkan reverse dan Thrust Fault di sepanjang jalur Wrench Fault yang terbentuk sebelumnya. Proses kompresi ini terjadi bersamaan dengan pembentukan Dextral Wrench Fault di sepanjang Bukit Barisan. Struktur yang terbentuk umumnya berarah barat laut-tenggara. Pada episode F3 Cekungan Sumatra Tengah mengalami regresi dan sedimen-sedimen Formasi Petani diendapkan, diikuti pengendapan sedimen-sedimen Formasi Minas secara tidak selaras.
c.
Cekungan Sumatera Selatan ( backarc basin)
Blake (1989) menyebutkan bahwa daerah Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan busur belakang berumur Tersier yang terbentuk sebagai akibat adanya interaksi antara Paparan Sunda (sebagai bagian dari lempeng kontinen Asia) dan lempeng Samudera India. Daerah cekungan ini meliputi daerah seluas 330 x 510 km2, dimana sebelah barat daya dibatasi olehsingkapan Pra-Tersier Bukit Barisan, di sebelah timur oleh PaparanSunda (Sunda Shield), sebelah barat dibatasi oleh Pegunungan Tiga puluh dan ke arah tenggara dibatasi oleh Tinggian Lampung.Menurut De Coster, 1974 (dalam Salim, 1995), diperkirakantelah terjadi 3 episode orogenesa yang membentuk kerangka struktur daerah Cekungan Sumatera Selatan yaitu orogenesa Mesozoik Tengah, tektonik Kapur Akhir - Tersier Awal dan Orogenesa Plio - Plistosen. Episode pertama, endapan - endapan Paleozoik danMesozoik termetamorfosa, terlipat dan terpatahkan menjadi bongkah struktur dan diintrusi oleh batolit granit serta telah membentuk pola dasar struktur cekungan. Menurut Pulunggono,1992 (dalam Wisnu dan Nazirman ,1997), fase ini membentuk sesar berarah barat laut-tenggara yang berupa sesar - sesar geser.Episode kedua pada Kapur Akhir berupa fase ekstensi menghasilkan gerak - gerak tensional yang membentuk grabendan horst dengan arah umum utara - selatan. Dikombinasikan dengan hasil orogenesa Mesozoik dan hasil pelapukan batuan -batuan Pra - Tersier,
gerak gerak tensional ini membentuk struktur tua yang mengontrol pembentukan Formasi Pra - Talang Akar. Episode ketiga berupa fase kompresi pada Plio –Plistosen yang menyebabkan pola pengendapan berubah menjadi regresi dan berperan dalam pembentukan struktur perlipatan dan sesar sehingga membentuk konfigurasi geologi sekarang. Pada periode tektonik ini juga terjadi pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan yang menghasilkan sesar mendatar Semangko yang berkembang sepanjang Pegunungan Bukit Barisan. Pergerakan horisontal yang terjadi mulai Plistosen Awal sampai sekarang mempengaruhi kondisi Cekungan Sumatera Selatan dan Tengah sehingga sesar -sesar yang baru terbentuk di daerah ini mempunyai perkembangan hampir sejajar dengan sesar Semangko. Akibat pergerakan horisontal ini, orogenesa yang terjadi pada Plio-Plistosen menghasilkan lipatan yang berarah barat laut-tenggara tetapi sesar yang terbentuk berarah timur laut-barat daya dan barat laut- tenggara. Jenis sesar yang terdapat pada cekungan ini adalah sesar naik, sesar mendatar dan sesar normal. Kenampakan struktur yang dominan adalah struktur yang berarah barat laut-tenggara sebagai hasil orogenesa Plio-Plistosen. Dengan demikian pola struktur yang terjadi dapat dibedakan atas pola tua yang berarah utara-selatan dan barat laut-tenggara serta pola muda yang berarah barat laut-tenggara yang sejajar dengan Pulau Sumatera.
E.
Kesimpulan
Pulau Sumatera secara garis besar terdiri dari 3 sistem Tektonik, yakni Sistem Subduksi Sumatera; system sesar Mentawai (Mentawai Fault System); dan Sistem Sesar Sumatera (Sumatera Fault System). Berdasarkan rekonstruksi geologi oleh Robert Hall (2000), awal pembentukan wilayah Sumatera dimulai sekitar 50 juta tahun lalu (awal Eosen). Sedikitnya terdapat 19 Segmen sesar dengan panjang tiap segmen ±60-200 km; yang merupakan bagian dari Sistem Sesar Sumatera (Sumatera Fault System) dengan panjang ±1900 km. Danau Toba yang berada di pulau Sumatera merupakan salah satu bukti nyata Super Volcano dan merupakan sisa dari Letusan Kaldera mahadahsyat terbesar (skala 8 VEI).