BAB IV ANALISA OPERASIONAL PLTU EMBALUT 2x25 MW DI DESA TANJUNG BATU, TENGGARONG TENGGARONG SEBERANG, KALIMANTAN TIMUR Alur yang digunakan dalam pembahasan Bab IV ini dapat dilihat pada diagram yang terdapat pada gambar 4.1. Kondisi Eksisting Energi dan Ketenaga Listrikan Propinsi Kalimantan Timur
Analisis Potensi Energi di Propinsi Kalimantan Timur
Analisis Peramalan Konsumsi Energi Listrik Propinsi Kalimantan Timur
Analisis Operasional PLTU Embalut 2x25 MW di Desa Tanjung Batu, Tenggarong Seberang
Dampak Pembangkit Terhadap Aspek Lingkungan
Kemampuan Daya Beli Masyarakat
Menentukan Harga Jual Baru per Kelompok Konsumen Setelah PLTU Beroperasi
Analisis Hubungan Energi dan Keten agalistrikan Dengan IPM Propinsi Kalimantan Timur
Gambar 4.1 Alur Pembahasan dari Studi Operasional PLTU Embalut 2x25 MW di Desa Tanjung Batu, Tenggarong Seberang, Kalimantan Timur
93
4.1.
Kondisi Ketenagalistrikan Propinsi Propinsi Kalimantan Ka limantan Timur Indonesia pada tahun 2004 mengalami defisit energi sebesar 852,14 MW pada saat terjadinya beban puncak. Hal ini terjadi karena kondisi ketenagalistrikan di Indonesia pada umumnya mengalami ketidakseimbangan antara energi yang tersedia dengan permintaan energi yang ada, dikarenakan pasokan daya lebih kecil dari pada energi yang dikonsumsi masyarakat dikarenakan jumlah pembangkit yang sedikit dan umur yang rata-rata sudah tua. Namun hingga tahun 2008 secara umum Indonesia telah mampu mengatasi beban puncak (surplus) dan di Jawa pada tahun 2008 pada umumnya mengalami ketersediaan energi yang cukup pada saat terjadinya beban puncak, hal ini bisa dilihat pada Tabel 4.1 Tabel 4.1 Perbandingan Neraca Daya (MW) Kalimantan Timur Kawasan
Kalimantan Timur Jawa Indonesia
Kapasitas Terpasang (MW)
Daya Mampu (MW)
Beban Puncak (MW)
414,43
203,43
317,22
18.534,27 25.593,92
16.540,62 21.580,36
16.307,21 21.120,07
Pertumbuhan ekonomi di Propinsi di Kalimantan Timur terus meningkat seiring dengan kemajuan jaman. Sehingga menyebabkan kebutuhan energi listrik di Kalimantan Timur juga meningkat. Konsumsi energi listrik (energi yang terjual) di Propinsi Kalimantan Timur menunjukkan pemakaian yang terus meningkat tiap tahunnya. Hal ini disebabkan jumlah penduduk yang cenderung meningkat setiap tahunnya dan semakin meningkatnya kemajuan daerah di propinsi Kalimantan Timur. Sektor rumah tangga merupakan sektor yang paling banyak membutuhkan energi diikuti dengan sektor komersil (bisnis), industri, penerangan jalan, gedung pemerintah. Sedangkan di Indonesia secara total konsumsi energi listrik paling banyak terjadi pada sektor rumah tangga yang diikuti sektor industri dan bisnis dan sektor lainnya. Permasalahan yang nyata terlihat dari ketidakseimbangan neraca daya wilayah Kalimantan Timur yang terjadi mulai tahun 2003. Pada tahun berikutnya sempat terjadi peningkatan yang signifikan pada daya mampu. Namun pada tahun 2005 sampai 2006 94
4.1.
Kondisi Ketenagalistrikan Propinsi Propinsi Kalimantan Ka limantan Timur Indonesia pada tahun 2004 mengalami defisit energi sebesar 852,14 MW pada saat terjadinya beban puncak. Hal ini terjadi karena kondisi ketenagalistrikan di Indonesia pada umumnya mengalami ketidakseimbangan antara energi yang tersedia dengan permintaan energi yang ada, dikarenakan pasokan daya lebih kecil dari pada energi yang dikonsumsi masyarakat dikarenakan jumlah pembangkit yang sedikit dan umur yang rata-rata sudah tua. Namun hingga tahun 2008 secara umum Indonesia telah mampu mengatasi beban puncak (surplus) dan di Jawa pada tahun 2008 pada umumnya mengalami ketersediaan energi yang cukup pada saat terjadinya beban puncak, hal ini bisa dilihat pada Tabel 4.1 Tabel 4.1 Perbandingan Neraca Daya (MW) Kalimantan Timur Kawasan
Kalimantan Timur Jawa Indonesia
Kapasitas Terpasang (MW)
Daya Mampu (MW)
Beban Puncak (MW)
414,43
203,43
317,22
18.534,27 25.593,92
16.540,62 21.580,36
16.307,21 21.120,07
Pertumbuhan ekonomi di Propinsi di Kalimantan Timur terus meningkat seiring dengan kemajuan jaman. Sehingga menyebabkan kebutuhan energi listrik di Kalimantan Timur juga meningkat. Konsumsi energi listrik (energi yang terjual) di Propinsi Kalimantan Timur menunjukkan pemakaian yang terus meningkat tiap tahunnya. Hal ini disebabkan jumlah penduduk yang cenderung meningkat setiap tahunnya dan semakin meningkatnya kemajuan daerah di propinsi Kalimantan Timur. Sektor rumah tangga merupakan sektor yang paling banyak membutuhkan energi diikuti dengan sektor komersil (bisnis), industri, penerangan jalan, gedung pemerintah. Sedangkan di Indonesia secara total konsumsi energi listrik paling banyak terjadi pada sektor rumah tangga yang diikuti sektor industri dan bisnis dan sektor lainnya. Permasalahan yang nyata terlihat dari ketidakseimbangan neraca daya wilayah Kalimantan Timur yang terjadi mulai tahun 2003. Pada tahun berikutnya sempat terjadi peningkatan yang signifikan pada daya mampu. Namun pada tahun 2005 sampai 2006 94
dan pada tahun 2008 terjadi defisit energi listrik jika ditinjau dari selisih beban puncak dan daya mampu sesuai Tabel 4.2. Pada tahun ini, secara umum belum terjadi defisit pada beban puncak, namun status cadangan operasi masih pada level siaga karena selisih antara daya mampu dan beban puncak masih relatif kecil. Hal ini terlihat dari Gambar 4.2. Permasalahan lain yang perlu dicermati adalah bahwa sistem Mahakam bertumpu sebagian besar pada PLTD. Daya mampu pembangkit PLTD di sistem Mahakam adalah mencapai 114 MW. Rata-rata PLTD ini telah beroperasi sejak tahun 1980-an (yang tertua PLTD Gunung Malang dan PLTD Karang Asam, sejak tahun 1978). Pembangkit-pembangkit ini memakan biaya operasional yang besar karena memakai bahan bakar High Speed Diesel oil. Selain itu usia yang sudah tua mengakibatkan pembangkit-pembangkit ini menurun efisiensinya (de-rating). Solusi jangka pendek pada permasalahan ini adalah mengusahakan MFO-nisasi PLTD. Yaitu mengkonversi bahakn bakar HSD menjadi Marine Fuel Oil. Hal ini akan menekan biaya operasional menjadi lebih murah. Biaya operasional yang murah akan berdampak linier terhadap turunnya Biaya Pokok Penyediaan tenaga listrik (BPP).
Tabel 4.2 Neraca Daya (MW) di Kalimantan Timur Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Daya Mampu (MW) 204,30 193,00 184,40 192,1 223,28 205,76 201,63 276,44 203,43
Beban Puncak (MW) 199,40 177,30 177,30 213,60 213,62 250,71 277,60 241,41 317,22
Sumber : Statistik PT. PLN 2008
95
Gambar 4.2 Kondisi Sistem Kalimantan Timur, 18 Mei 2010 4.2. Analisa Potensi Energi di Kalimantan Timur Kegiatan pertambangan di Kalimantan Timur mencakup pertambangan migas dan non-migas. Dari kegiatan tersebut, minyak bumi dan gas alam merupakan hasil tam bang yang sangat besar pengaruhnya dalam perekonomian Kalimantan Timur khususnya dan Indonesia pad a umumnya, karena hingga kini kedua hasil tambang terse but merupakan komoditi ekspor utama.
Gambar 4.3 Produksi Batubara Kutai Kartanegara Tahun 2008 96
Perkembangan produksi batubara di Kalimantan Timur sejak tahun 2003 terus meningkat setiap tahunnya dan pada tahun 2008 produksi batubara mencapai 118.853.758 ton. Produksi pengilangan minyak untuk bahan bakar minyak premium pada tahun 2008 mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya dari 13,14 juta barrel menjadi 14,97 juta barrel. Sedangkan produksi minyak tanah juga mengalami peningkatan dari 14,51 juta barrel menjadi 16,38 juta barrel. Kegiatan pertambangan di Kabupaten Kutai Kartanegara mencakup pertambangan migas dan non migas. Dari kegiatan tersebut, minyak bumi dan gas alam merupakan hasil tambang yang sangat besar pengaruhnya dalam perekonomian Kabupaten Kutai Kartanegara khususnya, dan Propinsi Kalimantan Timur pada umumnya, karena hingga kini kedua hasil tambang tersebut merupakan komoditi ekspor utama. Perkembangan produksi batubara misalnya, pada tahun 2008 produksinya mencapai 13.487.541 metric ton dari 90 (sembilan puluh) perusahaan tambang yang memasukkan data pada dinas pertambangan. Beberapa perusahaan pertambangan batubara besar yang ikut serta dalam penambangan batubara di Kabupaten Kutai Kartanegara diantaranya adalah PT. Fajar Bumi Sakti, PT. Kitadin Corp., PT. Multi Harapan Utama, PT. Bukit Baiduri Enterprise, dan perusahanperusahaan lainnya. Gambar lokasi penambangan oleh perusahaanperusahaan tersebut, terlihat pada gambar 4.4.
Gambar 4.4 Lokasi Pertambangan Perusahaan di Kutai Kartanegara 97
Perusahaan-perusahaan tersebut merupakan supplier potensial untuk operasional PLTU Embalut 2 x 25 MW yang menggunakan batubara. Lokasi PLTU Embalut 2 x 25 MW adalah di Desa Tanjung Batu, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Letak lokasi power plant ditunjukkan lewat Gambar 4.5.
PLTU Embalut 2 x 25 MW
Gambar 4.5 Letak Lokasi PLTU Embalut 98
4.3. Analisa Kebutuhan dan Penyediaan Energi Listrik 4.3.1. Analisa Regresi Dalam merencanakan suatu sistem ketenagalistrikan perlu diadakan suatu analisa peramalan kebutuhan beban. Hal tersebut berguna untuk mengetahui sejauh mana peningkatan kebutuhan beban. Sehingga dalam perencanaan nantinya dapat diketahui seberapa besar kebutuhan beban yang diperlukan untuk masa mendatang. Data Kondisi Eksisting dengan menentukan Parameter-parameter yang digunalan antara lain: jumlah pelanggan rumah tangga (X1), Jumlah pelanggan bisnis (X2), Jumlah pelanggan bidang industri (X3), Jumlah pelanggan publik (X4), Jumlah penduduk (X5), PDRB (X6), Energi terjual (Y) Rumus: Y1 = 0 + 1X1 + 2 X2 + 3X3 + 4 X4+ 5 X5+ 6X6 Y1 = Konsumsi = konstanta di cari X = arameter – arameter. Peramalan untuk tahun-tahun berikutnya : Rumus: Y2 = 0 + 1X1 + 2 X2 + 3X3 + 4 X4+ 5 X5+ 6X6 X =Jumlah penduduk, industri, PDRB, bisnis, dengan memperhatikan kenaikanya = konstanta Y = Konsumsi Ener i Listrik an di cari
sosial
Hasil Regresi
Gambar 4.6 Alur Analisa Regresi Dengan memperkirakan besarnya kebutuhan tenaga listrik di Propinsi Kalimantan Timur, diharapkan hasil tersebut akan bermanfaat bagi manajemen PT. PLN (Persero) maupun Pemerintah Daerah sebagai masukan dalam perencanaan pengembangan sarana dan prasarana ketenagalistrikan. Oleh karena itu analisa peramalan beban cukup berperan penting dalam tugas akhir ini. Analisa peramalan beban untuk menentukan kebutuhan tenaga listrik beberapa tahun ke depan. Untuk itu diproyeksikan kebutuhan tenaga listrik jangka panjang untuk menentukan kapasitas pembangkit untuk jangka panjang. Untuk menghitung proyeksi kebutuhan energi listrik jangka panjang digunakan metode 99
peramalan dengan menggunakan analisa regresi berganda. Pada analisa ini digunakan variabel tidak bebas yaitu energi terjual (GWh) dan variabel bebas yaitu parameter yang mempengaruhi proyeksi kebutuhan tenaga listrik jangka panjang. Parameter yang digunakan analisa regresi berganda adalah : a) Jumlah pelanggan rumah tangga (X 1) b) Jumlah pelanggan bidang bisnis (X2) c) Jumlah pelanggan bidang industri (X 3) d) Jumlah pelanggan publik (X 4) e) Jumlah penduduk (X 5) f) PDRB (X6) g) Energi terjual (Y) Data yang dipakai merupakan data dalam kurun waktu 9 tahun dengan hasil perhitungan merupakan perkiraan beban untuk jangka menengah selama kurun waktu 9 tahun. Data yang dipakai untuk perhitungan perkiraan kebutuhan beban di Propinsi Kalimantan Timur didasarkan pada indikator energi makro dan ekonomi makro yang mempengaruhi terhadap peningkatan kebutuhan energi listrik di Propinsi Kalimantan Timur. Data parameter yang digunakan selama 9 tahun (2000-2008) ditunjukkan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Parameter Analisa Regresi Berganda Energi Terjual (GWh)
Rumah Tangga
Bisnis
Industri
Publik
Penduduk (Jiwa)
PDRB (Milyar)
Y
X1
X2
X3
X4
X5
X6
2000
931,10
337.632
21.496
248
9.222
2.430.678
20.168,94
2001
930,56
332.023
20.488
226
9.093
2.494.625
24.724,26
2002
922,94
312.482
18.042
204
8.475
2.558.572
29.279,57
2003
1.038,64
351.926
22.501
228
10.222
2.704.851
33.834,89
2004
1.228,46
378.435
24.338
231
11.109
2.750.369
38.390,20
2005
1.307,03
396.049
25.385
234
11.699
2.887.100
42.478,01
2006
1.355,73
400.173
25.505
239
12.378
2.955.500
47.840,68
2007
1.435,71
404.296
25.624
245
13.056
3.024.800
52.778,99
2008
1.546,51
406.143
25.847
244
13.782
3.094.700
56.016,29
`Tahun
Sumber : Statistik PT.PLN dan BPS Propinsi Kalimantan Timur 2008
100
Dengan menggunakan data pada Tabel 4.4 maka data itu dapat dinyatakan dalam matrik dengan menggunakan rumus 4.1 Y1 = 0 + 1X1 + 2X2 + 3X3 + 4X4+ 5X5+ 6X6..............(4.1) Dimana :
931,10 930,56 922,94 1.038,64 Y 1.228,46 1.307,03 1.355,03 1.435,71 1.546,51 Dan
1.0 1.0 1.0 1.0 X 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0
337.632
21.496
248
9.222
2.430.678
332.023
20.488 226
9.093
2.494.625
8475
2.558.572
312.482 18.024
204
351.926
22.501 228 10.222
2.704.851
378.435
24.338
396.049
25.385 234 11.699 2.887.100
231 11.109 2.750.369
400.173 25.505 239 12.378 2.955.500 404.296
25.624
245 13.056 3.024.800
406.143 25.847
244 13.782 3.094.700
20.168,94
24.724,26 29.279,57 33.834,89 38.390,20 42.478,01 47.840,68 52.778,99 56.016,29
Dari matrik diatas dapat dicari dengan menggunakan rumus 4.2 : = (X.X’)-1X’.Y...... ........................................................ (4.2) maka diperoleh harga sebagai berikut: 0 = 163.0023 1 = 0.0068 2 = -0.0661 3 = -4.0692 4 = 0.1905 101
5 6
= -0.0003 = -0.0067
Setelah diperoleh nilai , maka proyeksi kebutuhan tenaga listrik dapat dicari dengan menggunakan rumus 4.3 : Y2 = 0 + 1X1 + 2X2 + 3X3 + 4X4+ 5X5+ 6X6 ..............(4.3) Hasil perhitungan dengan rumus diatas diperoleh proyeksi kebutuhan tenaga listrik jangka panjang (2008-2020) yang ditampilkan pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Proyeksi Energi Terjual, Jumlah Pelanggan per Sektor, Jumlah Penduduk, dan PDRB Kalimantan Timur Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
4.3.2.
Energi terjual (GWH) Y 1.712,9 1.802,0 1.891,2 1.980,3 2.069,4 2.158,5 2.247,7 2.336,8 2.425,9 2.515,0 2.604,2 2.693,3
RT X1
Bisnis X2
Industri X3
Publik X4
Penduduk (Ribu Jiwa) X5
407.990
26.070
243
14.508
3.164.600
59.253,59
409.837
26.293
242
15.234
3.234.500
62.490,89
411.684
26.516
241
15.960
3.304.400
65.728,19
413.531
26.739
240
16.686
3.374.300
68.965,49
415.378
26.962
239
17.412
3.444.200
72.202,79
417.225
27.185
238
18.138
3.514.100
75.440,09
419.072
27.408
237
18.864
3.584.000
78.677,39
420.919
27.631
236
19.590
3.653.900
81.914,69
422.766
27.854
235
20.316
3.723.800
85.151,99
424.613
28.077
234
21.042
3.793.700
88.389,29
426.460
28.300
233
21.768
3.863.600
91.626,59
428.307
28.523
232
22.494
3.933.500
94.863,89
PDRB (milyar) X6
Peramalan Kebutuhan Energi Listrik dengan Metode DKL 3.01 Model yang digunakan dalam metode DKL 3.01 untuk menyusun prakiraan adalah model sektoral. Adapun alur yang di gunakan untuk analisa DKL ini dapat di lihat pada Gambar 4.7:
102
Mencari energi konsumsi energi dengan formula sebagai berikut : ETt = ERt + EKt + EIt + EPt Data Eksisting Konsumsi Energi per kelompok konsumen serta data jumlah penduduk Propinsi Kalimantan Timur
Mencari pertumbuhan penduduk: Pt Pt-1 (1 t 1 )
Analisis peramalan Kebutuhan Energi Rumah Tangga dengan mencari parameter-parameter dengan rumus sebagai berikut:
Rumah Tangga Total : UKRt
H t
P t
4
= Pel t / Pel (t-1)
ER = Pel.Rt X Ukr(t-1) Analisis Peramalan Kebutuhan Energi Listrik Sektor Bisnis dengan mencari parameter-parameter dengan rumus sebagai berikut:
RPK
Pel. K t Pel . R t
Pel.Kt G
= Pel.Rt . RPK
t
EK t
1
EK t
EKt
= [EKt (1+Gt)]
Analisis Peramalan Kebutuhan Energi Listrik Sektor Industri dengan mencari parameter-parameter dengan rumus sebagai berikut: Pel.It = Pel.I t-1 (1 + G t-1)
EI t 10 0 1 EI t 1 Gt 1 Gt 1 e EI EI t t 1 1 10 0 e
Analisis Peramalan Kebutuhan Energi Listrik Sektor Publik dengan mencari parameter-parameter dengan rumus sebagai berikut:
RPS
Pel. S
t
Pel. R
t
Pel.P2008 ES G
t
ES
EPt
Berlanjut di hal. 106
= Pel.R2008 . RPP 2007
1
2006
= [ EPt-1 (1+G t-1)]
1
103
Lanjutan gambar 4.7 hal.105
1
Mencari konsumsi energi total dengan formula: ETt = ERt + EKt + EIt + EPt
Dari Analisa Regresi & DKL di buat neraca daya sehingga dapat menentukan kapasits pembangkit yang di butuhkan
Hasil Regresi dibandingkan DKL
Gambar 4.7 Alur metode DKL 3.01 Prakiraan kebutuhan tenaga listrik model sektoral digunakan untuk menyusun prakiraan kebutuhan tenaga listrik pada tingkat wilayah/ distribusi. Metodologi yang digunakan pada model sektoral adalah metode gabungan antara kecenderungan, ekonometri dan analitis. Pendekatan yang digunakan dalam menghitung kebutuhan listrik adalah dengan mengelompokkan pelanggan menjadi empat pelanggan yaitu : 1. Pelanggan Rumah Tangga 2. Pelanggan Bisnis 3. Pelanggan Industri 4. Pelanggan Publik Metode DKL 3.01 menggunakan pendekatan yang memadukan analisa data statistik penjualan tenaga listrik dan pertumbuhan ekonomi yang dipresentasikan dengan Product Domestic Regional Brutto (PDRB).
4.3.2.1. Pertumbuhan Kebutuhan Energi Listrik Propinsi Kalimantan Timur Pada umumnya pertumbuhan kebutuhan penduduk akan energi listrik tentunya terkait dengan semakin bertambahnya penduduk di suatu daerah. Dengan semakin bertambahnya penduduk, secara langsung akan mengakibatkan bertambahnya jumlah pelanggan listrik di daerah tersebut dan juga menambah perkembangan berbagai sektor industri yang tentunya diperlukan energi listrik yang semakin besar. 104
Berdasarkan populasi penduduk yang ada di Kalimantan Timur dan pertumbuhannya setiap tahun maka akan dapat diprediksikan jumlah penduduk pada tahun berikutnya. Persamaan yang bisa digunakan ialah persamaan 4.4.
Pt Pt-1 (1 t 1 ) ……………………………(4.4) dimana: Pt = Pt-1 =
1 t
=
Jumlah penduduk yang diprediksikan (jiwa) Jumlah penduduk pada tahun sebelum tahun yang diprediksikan (jiwa). Jumlah tingkat pertumbuhan penduduk pada tahun sebelum tahun yang diprediksikan (%).
Pertumbuhan penduduk untuk beberapa tahun ke depan diprediksikan dengan melihat data pertumbuhan beberapa tahun sebelumnya. Pertumbuhan penduduk untuk beberapa tahun mendatang dilakukan dengan mengambil data jumlah penduduk dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2020. Berdasarkan parameter data yang telah diketahui jumlah penduduk pada tahun 2007 sebesar 41.483.729 jiwa dan pada tahun 2008 sebesar 42.243.530 jiwa. Dari kedua data tersebut dapat diketahui tingkat pertumbuhan penduduk Kalimantan Timur dari tahun 2007 ke 2008 [10].
Dengan nilai tingkat pertumbuhan penduduk tersebut, dapat dihitung jumlah penduduk pada tahun 2009 dengan P t-1 adalah jumlah penduduk tahun 2008 dan Δt-1 adalah tingkat pertumbuhan penduduk antara tahun 2007 ke tahun 2008.
P2009 P2008(1 2008)
3.094.700 (1 1,02%) 3.126.266 jiwa
105
Perhitungan yang sama dilakukan untuk menghitung jumlah penduduk pada tahun-tahun berikutnya hingga tahun 2020.
4.3.2.2. Kebutuhan Energi Sektor Rumah Tangga Untuk menentukan energi terjual untuk rumah tangga dapat di cari dengan rumus 4.5 berikut: ERt = Pel.Rt X UKR(t-1)..........................................(4.5) dimana : ERt : Energi Konsumsi Untuk rumah tangga pada tahun t Pel Rt : Jumlah pelanggan pada tahun t UKR : Unit konsumsi rata-rata per pelanggan rumah tangga pada tahun t Parameter-parameter yang di gunakan dalam perhitungan kebutuhan energi untuk sektor Rumah Tangga adalah sebagai berikut: a. b. c. d. e. f. g. h. i.
Penduduk (Pt) Pertumbuhan Penduduk (i t) Rata-Rata Anggota Rumah Tangga (x) Jumlah Rumah Tangga Total (H t) Jumlah Pelanggan Rumah Tangga (ΔPel.Rt) Jumlah Pelanggan Rumah Tangga Baru(Pel.R t) Rasio Elektrifikasi (ERt) Tingkat pertumbuhan konsumsi energi listrik pelanggan Rumah Tangga (G t) Konsumsi Spesifik Pelanggan Rumah Tangga (KS t)
Untuk penghitungan peramalan kebutuhan energi listrik pada pelanggan sektor rumah tangga dilakukan terlebih dahulu dengan menghitung jumlah rumah tangga dari jumlah penduduk total pertahun. Diasumsikan bahwa jumlah rata-rata anggota keluarga dalam sebuah rumah tangga adalah 4 orang untuk beberapa tahun kedepan dengan jumlah rata-rata anggota keluarga pada tahun 2007. Jumlah rumah tangga total pada tahun 2009 (H 2009) dihitung dengan membagi jumlah penduduk tahun 2009 (P 2009) dengan jumlah rata-rata anggota keluarga dalam sebuah rumah tangga.
106
H 2009
P2009 4
3.126.266 4
781.567
Perhitungan yang sama dilakukan untuk menghitung jumlah rumah tangga total pada tahun-tahun berikutnya hingga tahun 2020. Jumlah pelanggan baru (Pel.RT t) dapat dihitung dari jumlah rumah tangga total (Ht) dikalikan dengan rasio elektrifikasi (REt). Rasio elektrifikasi pada tahun 2008 sebesar 65,37% dan jumlah rumah tangga total pada tahun 2008 sebesar 773.675. Pel.RT2008 = RE2008 . H2008 = 57,84 % . 773.675 = 447.494 pelanggan Jumlah pelanggan baru tahun 2009 dapat dihitung dengan menggunakan data rasio elektrifikasi 2009 dan jumlah rumah tangga total tahun 2009. Pel.RT2009 = RE2009 . H2009 = 57,84 % . 781.567 = 452.058 pelanggan Penambahan pelanggan baru tahun 2009 merupakan selisih jumlah pelanggan tahun 2009 dengan jumlah pelanggan tahun 2008. ΔPel.R2009 = Pel.R2009 – Pel.R2008 = 452.058 – 447.494 = 4.564 pelanggan Perhitungan yang sama dilakukan untuk menghitung jumlah pelanggan rumah tangga dan penambahan pelanggan baru pada tahun-tahun berikutnya hingga tahun 2020. UKRt (unit konsumsi rata-rata per pelanggan rumah tangga pada tahun t) diperoleh dari hasil bagi konsumsi energi listrik untuk pelanggan rumah tangga. Perhitungannya adalah sebagai berikut. UKR2008 = 882.220.000/ 447.494 107
= 1.971,46 kWh sehingga konsumsi energi untuk pelanggan rumah tangga dapat diperoleh dengan persamaan ER2009
= Pel.R2009 x UKR2008 = 452.058 x 1.971,46 = 891.214.264 kWh
Perhitungan yang sama dilakukan untuk menghitung konsumsi energi listrik pelanggan rumah tangga pada tahuntahun berikutnya hingga tahun 2020. Pada Tabel 4.5 dan Gambar 4.8 dapat dilihat prediksi konsumsi energi listrik pelanggan rumah tangga di Kalimantan Timur sampai tahun 2020.
Tabel 4.5 Proyeksi Kebutuhan Energi Listrik (GWh) Sektor Rumah Tangga
108
Tahun
Jumlah Penduduk
Pelanggan RT
Energi Terjual
t
Pt
Pel.Rt
Ert
2009
3126266
452058
891,22
2010
3158154
456669
899,96
2011
3190367
461327
909,05
2012
3222909
466033
918,23
2013
3255782
470787
927,51
2014
3288991
475589
936,89
2015
3322539
480440
946,35
2016
3356429
485340
955,92
2017
3390665
490291
965,57
2018
3425249
495291
975,33
2019
3460187
500343
985,19
2020
3495481
505447
995,14
Gambar 4.8 Grafik Perkiraan Konsumsi Energi Listrik Sektor Rumah Tangga 4.3.2.3. Kebutuhan Energi Sektor Komersil Untuk menentukan energi terjual sektor bisnis dapat di cari dengan persamaan 4.6 berikut: EKt = [EKt (1+Gt)]……………………..……….(4.6) dimana : EKt : Energi Konsumsi Untuk sektor bisnis pada tahun t Gt : Jumlah pelanggan pada tahun t Parameter-parameter yang digunakan untuk menghitung perkiraan kebutuhan energi listrik pada pelanggan sektor bisnis atau komersil adalah sebagai berikut: a. Jumlah pelanggan rumah tangga (Pel.Rt) b. Pelanggan komersil baru (Pel.Kt) c. Rasio pelanggan komersil (RPK) d. Tingkat pertumbuhan konsumsi energi listrik pelanggan komersil (Gt) Untuk penghitungan peramalan kebutuhan energi listrik pada pelanggan sektor komersil dilakukan terlebih dahulu dengan menghitung rasio pelanggan komersil terhadap pelanggan rumah tangga pada tahun 2007 kemudian dilanjutkan 109
dengan perhitungan jumlah pelanggan komersil baru dari jumlah pelanggan rumah tangga pertahun dengan mengasumsikan bahwa rasio pelanggan komersil relatif sama untuk beberapa tahun ke depan sampai tahun 2020 dengan rasio pelanggan komesil tahun 2008.
RPK
Pel.K 2008 Pel.R 2008
25.847 447.494
0,05
Jumlah pelanggan Komersil pada tahun 2009 dihitung dengan mengalikan jumlah pelanggan rumah tangga tahun 2009 dengan rasio pelanggan komersil terhadap pelanggan rumah tangga tahun 2008. Pel.K2009 = Pel.R2009 . RPK = 452.058 . 0,05 = 22.603 Perhitungan yang sama dilakukan untuk menghitung jumlah pelanggan komersil pada tahun-tahun berikutnya hingga tahun 2020. Nilai tingkat pertumbuhan konsumsi energi listrik pelanggan komersi pada tahun 2008 dapat dihitung dari data konsumsi energi tahun 2007 sebesar 387.600.000 kWh dan data konsumsi energi tahun 2008 sebesar 352.480.000 kWh.
G 2008
EK 2008 EK 2007
1
387.600.000 352.480.000
1 0,099
Tingkat pertumbuhan konsumsi energi listrik pelanggan komersil tahun-tahun berikutnya diasumsikan sama dengan tingkat pertumbuhan konsumsi energi listrik pelanggan komersil pada tahun 2007. Perkiraan konsumsi energi listrik sektor komersil dapat dilakukan dengan mengunakan parameter-parameter meliputi : Konsumsi energi listrik tahun 2008 (EK 2008) = 387.600.000 kWh Tingkat pertumbuhan konsumsi energi listrik 2007 (G2007)= 9.9 % 110
Konsumsi energi listrik sektror pelangan komersil pada tahun 2008 adalah sebagai berikut. EK2009
= [EK2008 (1+G2008)] = [387.600.000 (1+0,099)] = 425.972.400 kWh
Perhitungan yang sama dilakukan untuk menghitung konsumsi energi listrik pelanggan komersil pada tahun-tahun berikutnya hingga tahun 2020. Pada Tabel 4.6 dan Gambar 4.9 dapat dilihat prediksi konsumsi energi listrik pelanggan komersil di Kalimantan Timur sampai tahun 2020.
Tabel 4.6 Proyeksi Kebutuhan Energi Listrik (GWh) Sektor Komersil Tahun
Pelanggan RT
Pelanggan Komersil
Energi Terjual
t
Pel.Rt
Pel.K
EKt
2009
452058
22603
425,97
2010
456669
22833
468,14
2011
461327
23066
514,49
2012
466033
23302
565,42
2013
470787
23539
621,40
2014
475589
23779
682,92
2015
480440
24022
750,53
2016
485340
24267
824,83
2017
490291
24515
906,49
2018
495291
24765
996,23
2019
500343
25017
1094,86
2020
505447
25272
1203,25
111
Gambar 4.9 Grafik Perkiraan Konsumsi Energi Listik Sektor Komersil 4.3.2.4. Kebutuhan Energi Sektor Sektor Industri Untuk menghitung proyeksi perhitungan energi konsumsi untuk sektor pelanggan komersil adalah sebagai berikut:
EI t
G e EI t 11 t 1 ………………………..(4.7) 100
Perhitungan perkiraan kebutuhan energi listrik pada pelanggan sektor industri dilakukan dengan menggunakan parameter-parameter. a. b. c.
Pelanggan Industri (Pel.It) Pertumbuhan PDRB sektor industri (Gt) Elastisitas pelanggan Industri (e1)
Jumlah pelanggan industri pada tahun 2008 (Pel.I 2009) dihitung dari jumlah pelanggan industri tahun 2008 sebesar 10.489 dengan Pertumbuhan PDRB atas dasar harga berlaku sektor industri tanpa migas tahun 2008 (G 2008) sebesar 9,5%. Diasumsikan pertumbuhan PDRB atas dasar harga berlaku sektor industri tanpa migas tahun-tahun berikutnya (G t) sama
112
dengan pertumbuhan PDRB atas dasar harga berlaku sektor industri tanpa migas tahun 2009. Pel.I2009 = Pel.I2008 (1 + G2008) = 244 (1+ 0,095) = 267 pelanggan Perhitungan yang sama dilakukan untuk menghitung jumlah pelanggan industri pada tahun-tahun berikutnya hingga tahun 2020. Pada Tabel 4.7 dapat dilihat prediksi jumlah pelanggan industri Kalimantan Timur sampai tahun 2020. Elastisitas pelanggan industri pada tahun 2008 dapat dihitung dari data konsumsi energi sektor industri tahun 2007 sebesar 129.600 MWh dan data konsumsi energi sektor industri tahun 2008 sebesar 138.540 MWh.
EI 2008 100 e 1 EI 2007 G 2008 138.540 100 1 129.600 9,5 0,726 Elastisitas pelanggan industri tahun-tahun berikutnya diasumsikan sama dengan elastisitas pelanggan industri pada tahun 2008. Perkiraan konsumsi energi listrik sektor industri tahun 2009 dapat dilakukan dengan mengunakan parameterparameter meliputi: a. b. c.
Pertumbuhan PDRB sektor industri (G 2008)= 9,5% Elastisitas pelanggan Industri (e1) = 0,736 Konsumsi energi listrik tahun 2008 (EI 2008) = 138.540 MWh
Konsumsi energi listrik sektor pelanggan komersil pada tahun 2008:
113
EI 2009 EI 20081
G 2009.e1
100
9,5 0,736 138.5401 100 148.228 M Wh
Perhitungan yang sama dilakukan untuk menghitung konsumsi energi listrik pelanggan industri pada tahun-tahun berikutnya hingga tahun 2020. Pada Tabel 4.7 dan Gambar 4.10 dapat dilihat prediksi konsumsi energi listrik pelanggan industri Kalimantan Timur sampai tahun 2020.
Tabel 4.7 Proyeksi Kebutuhan Energi Listrik (GWh) Sektor Industri
114
Tahun
Pelanggan Industri
Energi Terjual
t
Pel.Pt
EIt
2009
267
148,23
2010
293
158,59
2011
320
169,68
2012
351
181,54
2013
384
194,24
2014
421
207,82
2015
461
222,35
2016
504
237,90
2017
552
254,53
2018
605
272,33
2019
662
291,37
2020
725
311,74
Gambar 4.10 Grafik Perkiraan Konsumsi Energi Listrik Sektor Industri 4.3.2.5. Kebutuhan Energi Sektor Publik Perhitungan perkiraan kebutuhan energi listrik pada pelanggan sektor Publik dapat dihitung dengan rumus 4.8 sebagai berikut: EPt = [ EPt-1 (1+Gt)]...........................................(4.8) Dimana parameter-parameter yang digunakan: a. Jumlah pelanggan rumah tangga (Pel.Rt) b. Pelanggan Publik (Pel.Pt) c. Rasio pelanggan Publik (RPP) d. Tingkat pertumbuhan konsumsi energi listrik pelanggan Publik (Gt) Untuk penghitungan peramalan kebutuhan energi listrik pada pelanggan sektor publik dilakukan terlebih dahulu dengan menghitung rasio pelanggan publik terhadap pelanggan rumah tangga pada tahun 2008 kemudian dilanjutkan dengan perhitungan jumlah pelanggan publik baru dari jumlah pelanggan rumah tangga pertahun dengan mengasumsikan bahwa rasio pelanggan publik relatif sama untuk beberapa tahun kedepan sampai tahun 2020 dengan rasio pelanggan publik tahun 2008.
115
RPP
Pel.P2008 Pel.R 2008
13.782 447.494
0,030
Jumlah pelanggan publik pada tahun 2009 dihitung dengan mengalikan jumlah pelanggan rumah tangga tahun 2009 dengan rasio pelanggan publik terhadap pelanggan rumah tangga tahun 2009. Pel.P2009
= Pel.R2009 . RPP = 452.058 x. 0,03 = 13.562 pelanggan
Perhitungan yang sama dilakukan untuk menghitung jumlah pelanggan publik pada tahun-tahun berikutnya hingga tahun 2020. Pada Tabel 4.8 dapat dilihat prediksi jumlah pelanggan publik Kalimantan Timur sampai tahun 2020. Nilai tingkat pertumbuhan konsumsi energi listrik pelanggan publik pada tahun 2008 dapat dihitung dari data konsumsi energi tahun 2007 sebesar 136.490.000 kWh dan data konsumsi energi tahun 2008 sebesar 147.090.000 kWh.
G 2008
EP2008 EP2007
1
147.090.000 136.490.000
1 0,077
Tingkat pertumbuhan konsumsi energi listrik pelanggan publik tahun-tahun berikutnya diasumsikan sama dengan tingkat pertumbuhan konsumsi energi listrik pelanggan publik pada tahun 2007. Perkiraan konsumsi energi listrik sektor publik dapat dilakukan dengan mengunakan parameter-parameter meliputi: Konsumsi energi listrik tahun 2008 (EP 2008) = 147.090.000 kWh Tingkat pertumbuhan konsumsi energi listrik 2008(G2008) = 7,76% Konsumsi energi listrik sektror pelanggan publik pada tahun 2009 adalah EP2009 = [ EP2008 (1+G2008)] = [147.090.000 (1+0,077)] = 158.415.930 kWh Perhitungan yang sama dilakukan untuk menghitung konsumsi energi listrik pelanggan publik pada tahun-tahun 116
berikutnya hingga tahun 2020. Pada Tabel 4.8 dan Gambar 4.11 dapat dilihat prediksi konsumsi energi listrik pelanggan publik Kalimantan Timur sampai tahun 2020.
Tabel 4.8 Proyeksi Kebutuhan Energi Listrik (GWh) Sektor Publik Tahun
Pelanggan RT
Pelanggan Publik
Energi Terjual
t
Pel.Rt
Pel.Pt
EPt
2009
1200879
8406
158,42
2010
1213008
8491
170,61
2011
1225261
8577
183,75
2012
1237637
8663
197,90
2013
1250139
8751
213,14
2014
1262766
8839
229,55
2015
1275521
8929
247,23
2016
1288405
9019
266,26
2017
1301420
9110
286,76
2018
1314565
9202
308,84
2019
1327844
9295
332,63
2020
1341256
9389
358,24
Gambar 4.11 Grafik Perkiraan Konsumsi Energi Listrik Sektor Publik 117
4.3.2.6. Perhitungan Total Energi Listrik
Pelanggan
dan
Kebutuhan
Jumlah pelanggan listrik total dapat dihitung dengan persamaan 4.9 berikut : Pel.Tt = Pel.Rt + Pel.Kt + Pel.It + Pel.Pt ..................(4.9) Perhitungan yang sama dilakukan untuk menghitung jumlah pelanggan listrik total pada tahun-tahun berikutnya hingga tahun 2020. Pada Tabel 4.9 dapat dilihat prediksi jumlah pelanggan Kalimantan Timur sampai tahun 2020.
Tabel 4.9 Proyeksi Jumlah Pelanggan Listrik Total per Kelompok Pelanggan di Kalimantan Timur Tahun
RT
Komersil
Publik
Industri
Total
t
Pel.Rt
Pel.K
Pel.Pt
Pel.Pt
Pel.Tt
2009
452058
48035
8406
1156
509656
2010
456669
48520
8491
1309
514990
2011
461327
49010
8577
1482
520397
2012
466033
49505
8663
1678
525880
2013
470787
50006
8751
1900
531443
2014
475589
50511
8839
2151
537089
2015
480440
51021
8929
2435
542824
2016
485340
51536
9019
2757
548652
2017
490291
52057
9110
3121
554579
2018
495291
52583
9202
3534
560610
2019
500343
53114
9295
4001
566753
2020
505447
53650
9389
4530
573016
Kebutuhan atau konsumsi energi listrik total dapat dihitung dengan persamaan 4.10 berikut ETt = ERt + EKt + EIt + EPt ………………………(4.10)
118
Secara lengkap proyeksi total kebutuhan atau konsumsi energi listrik hingga tahun 2020 disajikan dalam bentuk Tabel 4.10.
Tabel 4.10 Proyeksi Konsumsi Energi Listrik per Kelompok Pelanggan (GWh) Kalimantan Timur Tahun
RT
Bisnis
Publik
Industri
Total
t
ERt
EKt
EPt
EIt
ETt
2009
890,87
425,97
158,42
148,23
1623,49
2010
899,87
468,14
170,61
158,59
1697,22
2011
908,96
514,49
183,75
169,68
1776,88
2012
918,15
565,42
197,90
181,54
1863,02
2013
927,43
621,40
213,14
194,24
1956,20
2014
936,80
682,92
229,55
207,82
2057,09
2015
946,26
750,53
247,23
222,35
2166,37
2016
955,83
824,83
266,26
237,90
2284,82
2017
965,48
906,49
286,76
254,53
2413,27
2018
975,24
996,23
308,84
272,33
2552,65
2019
985,10
1094,86
332,63
291,37
2703,95
2020
995,05
1203,25
358,24
311,74
2868,28
4.3.3. Perbandingan Peramalan Konsumsi Energi antara Regresi Linier Berganda Dengan DKL 3.01 Dari hasil peramalan dengan metode regresi linier berganda diperoleh bahwa laju pertumbuhan rata-rata konsumsi energi dalam kurun waktu 11 tahun sebesar 6,5 % per tahun, sedangkan dengan metode DKL 3.01 laju pertumbuhannya rata-rata sebesar 4.3 % per tahun. Hasil perhitungan konsumsi energi dengan metode regresi lebih tinggi dari metode DKL. Namun pada tahun 2018, Metode DKL mengeluarkan hasil yang lebih tinggi dari metode regresi. Proyeksi konsumsi energi listrik antara regresi berganda dan DKL 3.01 dapat dilihat pada Tabel 4.11. Grafik yang memperlihatkan perbedaan antara metode regresi berganda dan DKL 3.01 dapat dilihat pada Gambar 4.12. 119
Tabel 4.11 Proyeksi Konsumsi Energi Listrik Antara Regresi Linier Berganda dengan DKL 3.01 (GWh) Tahun Regresi DKL 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
1.712,9 1.802,0 1.891,2 1.980,3 2.069,4 2.158,5 2.247,7 2.336,8 2.425,9 2.515,0 2.604,2 2.693,3
1.623,49 1.697,22 1.776,88 1.863,02 1.956,20 2.057,09 2.166,37 2.284,82 2.413,27 2.552,65 2.703,95 2.868,28
Gambar 4.12 Grafik Perbandingan Antara Regresi Linier Berganda dengan DKL 3.01 (GWh)
120
4.4.
Beban Puncak Propinsi Kalimantan Timur Dalam menganalisis kebutuhan energi listrik hingga tahuntahun mendatang, diperlukan suatu proyeksi terhadap beban puncak suatu propinsi. Perkiraan beban puncak Kalimantan Timur diperoleh lewat perhitungan-perhitungan sebagai berikut. EPt BPt =
........................................................(4.11)
8760 x LFt
di mana : BPt = Beban puncak pada tahun t EPTt = Energi produksi pada tahun t LFt = Faktor beban pada tahun t. Load Faktor (Lf) ditentukan dengan persamaan: LFt
0, 45
ER t ETSt
0, 55
EK t
EPt
ETSt
0, 7
EI t ETSt
……(4.9) Dimana: Lf t ETt ERt EKt EPt EIt 0,45 =
0,55
=
0,7
=
=Faktor beban pada tahun t =Energi terjual total pada tahun t (GWh) =Energi rumah tangga pada tahun t(GWh) =Energi komersial pada tahun t(GWh) =Energi publik pada tahun t(GWh) =Energi industri pada tahun t (GWh) angka faktor beban untuk sektor rumah tangga (diperoleh dari hasil survei) dan dapat ditentukan dari hasil simulasi data realisasi. angka faktor beban untuk sektor komersil dan publik (diperoleh dari hasil survei) dan dapat ditentukan dari hasil simulasi data realisasi. angka faktor beban untuk sektor industri (diperoleh dari hasil survei) dan dapat ditentukan dari hasil simulasi data realisasi
Sehingga untuk tahun 2009 didapatkan: Perkiraan energi rumah tangga terhadap total pada tahun 2009 :
Perkiraan energi komersil terhadap total pada tahun 2008: 121
Perkiraan energi industri terhadap total pada tahun 2008 :
Maka Load Factor (Lf) Dapat ditentukan sebagai berikut :
Jadi Beban puncak pada tahun 2009 didapatkan :
MW Perhitungan yang sama dilakukan untuk menghitung beban puncak pada tahun-tahun berikutnya hingga tahun 2020. Data hasil perhitungan ditunjukkan Pada Tabel 4.12
Tabel 4.12 Perkiraan Beban Puncak di Kalimantan Timur Tahun 2009-2020 Energi Beban Konsumsi Tahun Produksi Puncak (GWh) (GWh) (MW) 2009 1.753,64 1.603,18 393,54 2010 1.832,19 1.674,99 409,07 2011 1.917,37 1.752,86 425,87 2012 2.009,83 1.837,39 444,09 2013 2.110,26 1.929,20 463,85 2014 2.219,45 2.029,02 485,30 2015 2.338,25 2.137,62 508,62 2016 2.467,58 2.255,86 533,98 2017 2.608,49 2.384,68 561,58 2018 2.762,11 2.525,12 591,65 2019 2.929,67 2.678,31 624,42 2020 3.112,56 2.845,50 660,16 122
Gambar 4.13 Grafik Perkiraan beban puncak 2009 - 2020
4.5. Profil PLTU Embalut 2x25 MW Nama Pembangkit Kapasitas Pembangkit Daya Terpasang Kontrak Daya Penyaluran Daya Jaringan Transmisi
: PLTU EMBALUT : 2 x 31,25 MVA : 2 x 25 MW : 2 x 22,5 MW : Sistem Mahakam : 150 kV
Alamat: Alamat Pengembang: PT. Cahaya Fajar Kaltim (CFK) Gedung Biru, Jl. Soekarno Hatta Km 3,5 Kaltim Post Group Balikpapan, Kalimantan Timur Alamat Power Plant: Km 26 Desa Tanjung Batu Kecamatan Tenggarong Seberang 123
Kab. Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur
Tabel 4.13 Luas Lahan PLTU Embalut JENIS BANGUNAN LUAS (m 2) Boiler 1.413 Turbin Generator 1.530 Main Building 864 TOTAL LUAS 3.807 4.5.1. Latar Belakang Pembangunan Power Plant PT. CFK di Tanjung Batu – Tenggarong Seberang: I.
Menteri ESDM Menetapkan Beberapa Daerah Dalam Kategori Daerah Krisis Salah Satunya Adalah Pltu Embalut 2x25 Mw Kaltim Pada tanggal 11 Februari 2005, PLN mengirimkan surat kepada Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi (DJLPE) perihal Daerah Krisis Penyediaan Listrik yang memerlukan penanganan dengan segera. Kemudian pada tanggal 18 Mei 2005, Menteri ESDM mengeluarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 479-12/43/600.2/2005 tentang Penetapan Kondisi Krisis Penyediaan Tenaga Listrik dengan kategori Daerah di luar JAMALI dengan beban puncak lebih dari 10 MW dan Daerah dengan beban puncak kurang dari 10 MW. Dari wilayah-wilayah yang dinyatakan krisis, diantaranya adalah Sistem Mahakam, Kalimantan Timur dan Bontang, Kalimantan Timur. Selain itu, daerah yang Kekurangan Pasokan Listrik di luar JAMALI dengan Beban Puncak kurang dari 10 MW diantaranya adalah Melak, Kaltim/Samarinda dan Pelung, Kaltim/Balikpapan.
II.
Untuk Mengatasi Krisis Listrik di Wilayah Kalimantan Timur, PLN Mengadakan Proyek PLTU Embalut Pada tanggal 14 Maret 2005, Ditkit PLN mengirim Surat No. 00276/121/DITKIT/2005 perihal Usulan Pembangunan PLTU Embalut 2x25 MW kepada General Manajer (GM) PLN Wilayah Kalimantan Timur yang pokok-pokok isinya adalah sebagai berikut :
124
Merujuk Surat GM PLN Wilayah Kallim No. 024/121/WKT/2005 tanggal 22 Februari 2005 perihal Usulan Pembangunan PLTU 2x25 MW di Embalut, Tanjung Batu dan No. 044/121/WKT/2005 tanggal 8 Maret 2005 perihal Pembangunan PLTU 2x25 MW di Embalut, Tanjung Batu. Usulan GM PLN Wilayah Kaltim untuk mengadakan Kontrak Jual Beli Tenaga Listrik dengan PT Cahaya Fajar Kaltim dapat disetujui dengan ketentuan sebagai berikut: Kontrak Jual Beli Tenaga Listrik tersebut hanya mempunyai masa laku 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang lagi sesudahnya bila diperlukan. Pembelian tenaga listrik ini terutama ditujukan untuk meningkatkan keandalan pasokan listrik di Sistem Kelistrikan Mahakam. Selain dari itu, diharapkan agar GM PLN Wilayah Kaltim segera membuat perencanaan yang komprehensif guna mengeliminasi Pembangkit Listrik berbahan bakar HSD yang telah berumur teknis tua sehingga mempunyai BPP yang tinggi dan keandalan yang rendah.
Pada tanggal 7 Juli 2005, Menteri ESDM melalui Keputusan No. 1474.K/34/MEM/2005 memberikan IUKU Sementara kepada PT Cahaya Fajar Kaltim untuk PLTU Batubara dengan kapasitas 2x25 MW di Kab. Kutai Kartanegara. Propinsi Kalimantan Timur. IUKU Sementara ini diberikan dengan ketentuan sebagai berikut: Tenaga listrik yang dihasilkan PLTU tersebut hanya dapat dijual kepada PLN; Pelaksanaan pembangunan PL TU tersebut agar mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan; PLTU tersebut baru dapat dioperasikan secara komersial setelah mendapatkan Sertifikat Laik Operasi dari DJLPE; Melaporkan kegiatan pembangunan PLTU tersebut setiap 3 (tiga) bulan kepada DJLPE. IUKU Sementara tersebut berlaku selama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal ditetapkan.
125
4.5.2.
Tahapan/ Kronologis Pembangunan Power Plant PT. CFK di Tanjung Batu – Tenggarong Seberang: 4.5.2.1. Tahap Pra Konstruksi Dampak kegiatan pembangunan PLTU pada tahap prakonstruksi antara lain ketika diadakan survey awal yang dilakukan yang dapat menurunkan persepsi masyarakat, karena kegiatan survey dan ketidaktahuan masyarakat terhadap rencana kegiatan menyebabkan masyarakat berfikir negatif terhadap rencana proyek. Ini dapat diatasi dengan mengadakan penyuluhan kepada masyarakat mengenai rencana kegiatan yang akan dilaksanakan dengan secara rutin dan mengadakan pendekatan teradap ulama dan tokoh-tokoh masyarakat setempat. Jika pembangunan PLTU itu terdapat dilingkungan perkampungan penduduk maka akan terjadi pemindahan penduduk dan terjadi masalah dengan pengadaan tenaga kerja. Bentuk pengelolaan lingkungan yang dapat dilakukan adalah mengadakan penyuluhan, menempatkan penduduk di daerah yang baru dengan susunan sesuai dengan daerah asal, memperhatikan keinginan penduduk dan memberi penyuluhan kepada para pendatang/pekerja untuk dapat membaur dengan penduduk setempat. 1. 2.
3.
Pembebasan lahan seluas ± 200 Ha (tahun 2003) Studi kelayakan (tahun 2003) oleh konsultan PT. Prima Layanan Nasional Enjiniring (PLN Enjiniring), Survey Pekerjaan Penyelidikan Tanah, Pemetaan Topografi dan Bathymetri, Survey Hidrologi, Meteorologi, dan Permodelan Matematis oleh konsultan PT. Diksa Intertama. Pengolahan lahan untuk tapak pabrik seluas ± 30 Ha, (tahun 2004 sampai dengan 2005) Land clearing Fill (penimbunan)
4.5.2.2. Tahap Konstruksi: Pada tahap konstruksi akan terjadi penurunan kualitas udara berupa meningkatnya kandungan debu akibat transportasi bahan bangunan, peralatan dan pekerja di sepanjang jalan yang dilewati truk/sarana transportasi menuju ke lokasi proyek. Karena lokasi PLTU dekat sungai (untuk mempermudah transportasi bahan bakar dan air untuk pendinginan), maka dampak yang lain adalah terjadi
126
perubahan mendasar pada biota air, khususnya benthos, nekhton dan plankton. Ini akibat kerusakan pada bagian sungai. Dengan adanya pembangunan PLTU maka akan tercipta lapangan kerja (sementara) selama pembagunan serta terjadi peningkatan maupun penurunan pendapatan penduduk. Penurunan tingkat pendapatan masyarakat terjadi akibat tidak langsung dari kegiatan penguasaan lahan oleh pemegang izin usaha ketenagalistrikan, sedangkan peningkatan pendapatan merupakan dampak tidak langsung dari kegiatan pengadaan tenaga kerja. 1. 2.
3. 4.
Peletakan batu pertama (tanggal 18 Agustus 2005) Pekerjaan sipil : phase 1 (tahun 2005 sampai dengan 2006), diikuti phase 2 (tahun 2007 sampai dengan 2008) Pemancangan Jetty Main building dan lain-lain Proses kedatangan mesin (tahun 2006) Erection (tahun 2007 sampai dengan 2008)
4.5.2.3. Tahap Operasi: Kontraktor: Mechanical-Electrical: PT. Weltes Energi Nusantara Sipil: PT. Satya Surya Perkasa Kronologis operasi: 1. Trial and Run (tahun 2008) 2. Unit #1 masuk system tanggal 31 Nopember 2008 sebesar 22,5 MW. 3. Unit #2 baru masuk system pada bulan Maret 2009 sebesar 22,5 MW. Dalam Tahap Operasional, muncul dampak-dampak terhadap lingkungan sekitar. Dampak ini terutama terhadap udara, air, flora fauna, dan area sekitar pembangkit.
4.5.2.3.1. Udara Pada tahap pengoperasian akan terjadi penurunan kualitas udara yaitu berupa peningkatan konsentrasi gas-gas SO x, NOx, dan 127
COx. Komponen kegiatan yang menimbulkan dampak terhadap kualitas udara adalah pengoperasian unit-unit pembangkit, yaitu pembakaran bahan bakar minyak, gas alam dan batubara. Pembangkit tenaga listrik dengan bahan bakar gas tergolong pembangkit paling bersih dibandingkan bahan bakar fosil lainnya seperti batubara dan minyak bumi, sehingga pembangkit dengan bahan bakar gas memiliki tingkat pencemaran yang minimum. Tetapi walaupun demikian pencemaran udara akibat pembakaran gas tetap saja ada walaupun kecil, tak sebesar pencemaran udara akibat pembakaran dengan bahan bakar batubara. Berikut akan sedikit disinggung mengenai dampak lingkungan terhadap udara akibat pembangkit tenaga listrik berbahan bakar batubara. Pembangkit listrik berbahan bakar batubara umumnya akan menghasilkan CO, CO 2, SOX,, NOX dan senyawa hidrokarbon, serta debu (fly ash dan bottom ash). Walaupun CO dan beberapa senyawa gas lain juga menyebabkan gas rumah kaca, regulasi dan teknologi yang berkembang untuk mengatasi pencemaran udara hanya terfokus pada partikulat, SO X, NOX dan senyawa hidrokarbon. Teknologi telah banyak digunakan untuk mengatasi pencemaran yang dihasilkan oleh pembakaran batubara. Tetapi dari berbagai senyawa tersebut tidak banyak teknologi-teknologi yang berkembang mampu mereduksi senyawa CO 2 dan CO dengan signifikan. Penggunaan batubara sebagai bahan bakar pembangkit akan menghasilkan debu. Debu yang dihasilkan selama proses pembakaran keluar dari cerobong (fly ash) dan sebagian tertinggal di dalam tungku pembakaran (bottom ash). Jumlah kandungan debu dalam batubara yang digunakan akan menentukan jumlah debu yang dihasilkan. Sebagai gambaran batubara yang dihasilkan di propinsi Kalimantan Timur memiliki kandungan debu berkisar antara 3 – 7%. Permasalahan debu sisa pembakaran masih belum dapat ditangani dengan baik. Akan tetapi upaya penelitian penggunaan debu terus dilakukan. Saat pengoperasian juga akan terjadi peningkatan kebisingan yang disebabkan oleh dioperasikannya unit-unit pembangkit dan boiler . Tingkat kebisingan yang tinggi dapat mengganggu kesehatan pendengaran. Senyawa-senyawa kimia hasil pembakaran bahan bakar fosil itu akan berakibat bahaya bagi makhluk hidup di sekitarnya. Bagi manusia beberapa senyawa polutan tersebut berakibat sebagai berikut sebagaimana pada Tabel 2.4.
128
Tabel 4.14 1 Beberapa Senyawa Polutan dan Akibatnya pada Manusia Zat Polutan SO2 (Sulphur Dioksida)
Akibat Yang Mungkin Pada Manusia a. Sesak napas b. Memicu asma c. Memperberat asma (Asthma Bronchiale)
CO (Carbon Monoksida)
a. Mata kabur ( Amblyopia) b. Gangguam fungsi pikir c. Gangguan gerakan otot / motorik / refleksi d. Gangguan fungsi paru e. Peracunan fungsi tubuh dengan mengikat hemoglobin (Hb), kekurangan oksigen dan kematian
NOx (Nitrogen Oksida)
a. Membentuk methemoglobin (MethHb) dan menyebabkan fibrosis serta gangguan paruparu dan endema paru-paru b. Melemahkan sistem pertahanan paru dan saluran pernafasan c. Gangguan penyumbatan paru-paru d. Gangguan fungsi pembuluh darah a. Partikel debu berukuran 0.3 - 0.6 mikron bisa sampai di kantung-kantung udara paru-paru dan menimbulkan masalah pernafasan b. Partikel debu berukuan diatas 0.6 mikron akan tertahan di saluran pernafasan bagian atas (hidung dan tenggorokan) dan menyebabkan berbagai macam penyakit
Partikel Debu (SPM=suspendent particulate matter)
4.5.2.3.2. Air Kualitas Air Pada saat PLTU beroperasi akan terjadi penurunan kualitas air di sekitarnya yang diakibatkan oleh peningkatan COD, kadar minyak dan suspended solid yang berasal dari limbah cair, bila terjadi gangguan pada kontinyuitas pengolahan limbah cair. Air juga akan terjadi peningkatan ion-ion logam Fe, Ni oleh kemungkinan adanya rembesan l leachate penimbunan limbah padat.
1
Litbang Republika, Jakarta, Minggu 28 September 1997 129
Kenaikan Temperature Air Kenaikan temperature air sungai atau air laut di sekitar outlet akan mengganggu kehidupan biota air. Pencemaran ini disebabkan oleh pemakaian air tersebut untuk pendingin kondensor dan pembuangan air bekas pendingin kembali ke sungai, sehingga aliran air bertemperatur tinggi merupakan sumber dampaknya.
4.5.2.3.3. Flora dan Fauna Pada saat pembuangan air pendingin ke air sungai atau air laut maka akan terjadi perubahan biota air. Dampak tersebut berupa kematian biota sensitive sehingga dapat menurunkan keanekaragaman spesies. Sebagai akibatnya komunitas biota air akan didominasi oleh spesies yang resisten terhadap panas. 4.5.2.3.4. Dampak Lain Terhadap Lingkungan Sekitar Operasional Power Plant berdampak terpenuhinya akan kebutuhan energi listrik dan meningkatnya pendapatan daerah. Main Transformer dan Switchyard Berakibat kebisingan dan getaran, upaya yang dilakukan menetapkan batas maksimum kebisingan kebisingan dan Penggunaan alat Earplug atau Earmuff alat ini dapat mereduksi kebisingan khususnya tenaga kerja yang kontak langsung. Boiler plant berakibat buruk terhadap pencemaran udara o Pada Udara menimbulkan pencemaran Udara akibat pembakan di ruang pembakaran pada Boiler, upaya yang dilakukan membuat cerobong/ chimney dengan ketinggian 80 m, melakukan plume test untuk mengetahui penyebaran pencemaran pencemaran, memperkirakan zat pencemar udara . o Pada Boiler Plant dilengkapi dengan alat electrostatic Precipitat dari gas buang. Water Supply dan Treatment, mempengaruhi kualitas air sungai dan menurunkan kualitas air, upaya yang dilakukan pengaturan dan volume pengambilan dan melaporkan dan membayar retribusi pengambilan air sungai. Coal handing dan Storage terhadap udara dan air dan juga tanah berakibat meningkatnya pencemaran udara dari debu 130
daerah penumpukan batubara dapat mencemari air sungai dan tanah. Upaya yang dilakukan pemilihan lokasi yang jauh dari pemukiman penduduk, mebuat drainase permanen sekeliling stock pile dan kolam penampung permanen sebanyak dua tahapan selanjutnya air limbah dapat dibuang kesuangai. Ash Handing dan Dissposal, terhadap tanah dan air akibat dari limbah abu terutama pada musim hujan limbah akan mudah mengalir disekitar lokasi, Upaya yang dilakukan dari hasil samping pembakaran menghasilkan abu, abu selanjutnya dibuang pada disposal area yang telah disiapkan dengan konstruksi baja didukung oleh konstruksi baja dan diberi lapisan HDPE. Ancilary Building terhadap air menurunkan kualitas air hasil pemakaian dari minyak pelumas, upaya yang dilakukan membuat khusus untuk penampungan oli, membuat alat pemisah oli dan air dan menjual oli bekas kepada pembeli yang telah memiliki ijin. Wharf / Demage dampak yang ditimbulkan dari tanah berakibat degradasi sempadan sungai akibat benturan., menimbulkan kecelakaan kerja dan perubahan arus air, upaya yang dilakukan membuat tanda-tanda navigasi sesuai persyaratan navigasi kelautan, berkoordinasi dengan Dinas Perhubungan Kukar untuk pembuatan dan operasional dermaga dan meminimalkan kegiatan pengapalan.
4.5.2.4. Tahap Pasca Operasi Pada tahap ini dampak yang ditimbulkannya antara lain adanya pemutusan hubungan kerja dan tanah / lahan bekas pembangkit menjadi tanah yang tandus / gersang sehingga perlu untuk segera dilakukan pengelolaan tanah / lahan tersebut. 4.5.3. Spesifikasi Komponen Utama (foto pada Lampiran) Mesin Utama, Merk, dan Negara Pembuat Mesin: Boiler : Sichuan Boiler Factory - China Turbin : Wuhan Steam Turbine Factory - China Generator : Wuhan Generator Factory - China
131
4.5.3.1. Power House Spesifikasi Generator (foto pada Lampiran) Kapasitas Dasar : 2 x 31,25 MVA Daya Terpasang : 2 x 25 MW Faktor Daya : 0,8 lag Tegangan Dasar : 6,3 kV Frekuensi Dasar : 50 Hz Jumlah Fasa : 3 Putaran Sinkron : 3000 putaran per menit Metode Pendinginan : Udara Siklus Tertutup Kelas Isolasi : F dengan kenaikan suhu kelas B Jenis Eksitasi : Static atau Brushless Spesifikasi Trafo Utama (foto pada Lampiran) Jenis Trafo : Pasangan luar ruang, celup minyak Jumlah fasa : 3 Jumlah belitan : 2 Kapasitas dasar : 31,5 MVA Tegangan : 6,3kV ke 150 kV Hubungan : Ynd1, diketanahkan secara solid Pendinginan : ONAN/ONAF Jumlah trafo : satu buah per unit Spesifikasi Power Plant Boiler (foto pada Lampiran) 0 Ambient Temperature : 30 C Relative Humidity Elevation : 85% Boyler Type & Model : Pulverized Coal Boiler Efficiency (Approx) : 92,41 % Main Fuel : Coal Evaporation Capacity : 2 x 130 T/H Turbine Type : Non reheat single cylinder Steam Flow : 117,5 ton/h Steam Temperature : 4500C Steam Pressure : 3,82 Mpa Gross Output : 2 x 25 MW Auxilarry Power (Approx) : 1,3 MW Net Plant Heat Rate : 2738,34 kcal/kwh
132
Spesifikasi Turbin Uap (foto pada Lampiran) Type : Single casing, non reheat, condensing, extraction type Putaran : 3000 rpm. Tekanan Uap : 3,43 Mpa Temperatur Uap : 435oC Kapasitas per unit : 25 MW (Gross Output) Turbin uap dipasok dengan uap superheat dan beroperasi dengan 3 tahap pemanas ulang (regenerative feed water heating) yaitu 1 (satu) unit Low Preassure (LP), 1 unit Deaerator dan 1 unit High Pressure (HP) Heater dimasukan ke dalam Dearator. Sedangkan pembuangan dari pemanasan lanjut LP Heater dimasukan kedalam kondensor.
4.5.3.2. Cerobong / Chimney Untuk lokasi cerobong disesuaikan pada arah angin dominan tertiup, sehingga pola penyebaran asap yang terjadi tidak menimbulkan dampak pada lingkungan disekitarnya. Cerobong dibuat setinggi 80 m, dengan cara ini partikel abu dan gas buang dapat terjadi pengenceran diudara atau dapat meminimalkan pencemaran udara. Penanggulangan gas NOx yang keluar dari cerobong dengan pemasangan Low NOx Burner (LNB). Coal burner yang digunakan adalah tipe wall, opposed atau tangential firing, yang mampu memenuhi konsentrasi emisi yang diijinkan. Pada boiler plant dipasang electric precipitator alat ini bekerja berdasarkan saling tarik antara partikel bermuatan listrik dengan elektroda yang mempunyai polaritas berlawanan. Digunakan untuk memisahkan partikel – partikel dari gas buang yang berukuran antara 0,05 – 200 μm dengan efisiensi cukup tinggi yaitu 80 – 99 %. 4.5.3.3. Sarana transportasi, pembongkaran dan penyimpanan batubara 1. Coal Storage dan Ash Disposal Daerah penimbunan batubara terletak di area proyek sebelah Utara seluas 33.900 m 2 yang mempunyai kapasitas penimbunan batubara sebesar 22.000 ton sebagai dead storage (1 bulan) dan 10.800 ton sebagai life storage (2 minggu). Untuk daerah penimbunan abu terletak bersebelahan dengan 2 daerah penimbunan batubara seluas 8.500 m . Area proyek ini digunakan untuk jangka waktu 5 tahun dengan asumsi 133
2.
3.
ash content 8 %. Sedangkan ketinggian abu diperkirakan sebesar 6 meter maksimum. Coal Unloading Wharf Dermaga berfungsi sebagai Equipment Unloading dan Fuel/ Coal Unloading. Mempunyai akses langsung ke coal storage maupun laydown area. Coal Conveyor a. Dua unit Travelling dan shell buckes Unloader dengan kapasitas masing-masing 350 ton/jam yang dilengkapi dengan conveyor belt sistem untuk membongkar batubara dari barge langsung ke coal storage. b. Dua jalur belt conveyor masing masing dengan kapasitas 50 ton/jam dan diboiler dilengkapi dengan dua unit Trippel conveyor yang berfungsi untuk mengisi batubara ke semua coal bunker yang ada di pembangkit.
4.5.3.4. Water Treatment System Sumber pengadaan air bersih yang dipergunakan untuk pembangkitan berasal dari sungai Mahakam. Sebelum air dipergunakan, terlebih dahulu diproses pada pre-treatment plant untuk menghilangkan berbagai kotoran seperti : kandungan suspended solid, colloidal silica dan turbidity. Air yang digunakan untuk pendingin PLTU diambil dari sungai Mahakam. Sungai Mahakam mempunyai kedalaman sekitar 7,5 meter dengan lebar lebih dari 350 meter (pada lokasi power plant). Debit air rata-rata 2500 m3 /det. Sistem pendingin yang digunakan dilakukan dengan sistem pendinginan terbuka (Opened Circulating Water System). 4.5.3.5. Sarana-Sarana Lain: Sarana administrasi, perbengkelan dan pengolahan air limbah.
134
1.
Tangki solar
2.
Maintenance shop
3.
Ware house
4.
Instalasi pengolahan air limbah
5.
Instalasi pengolahan air bersih
6.
Gedung administrasi
Ruang kontrol 1.
Substation control building
2.
150 kV switch yard
Sarana pembuangan limbah buang 1.
CW discharge pipe
2.
Discharge canal
Sarana penimbunan abu : Ash disposal area Alur masuk tongkang : Intake Canal 4.5.4.
Perkembangan dan Permasalahan Konsep dasar pembangunan PLTU IPP 2 x 22,5 MW PT. Cahaya Fajar Kaltim / PT. CFK di Desa Embalut Kalimantan Timur adalah PLTU Batubara Mulut Tambang (Mine Mouth) sehingga penentuan harga batubara dalam PPA sudah sangat sesuai bagi PLTU Batubara Mulut Tambang yaitu Nilai tukar rupiah Rp. 9.500/USD. Availability 72%, harga batubara tahun 1 s.d 10 = 20,1 USD/ton, 11 s.d 20 = 23,1 USD/ton, dan tahun 21 s.d 30 = 24,7 USD/ton (sesuai Surat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, No. 0204/36/MEM.L/ 2006, tanggal 11 Januari 2006, perihal: Persetujuan Harga Jual Tenaga Listrik PLTU Embalut Kepada PT. PLN (Persero), namun dalam masa pengoperasian di tahun 2009 telah terjadi kenaikan harga Batubara di pasar dengan kisaran 40 USD/ton sehingga dari pihak PT. Cahaya Fajar Kaltim mengajukan perubahan tarif harga batubara yang sebenamya hal ini tidak mempengaruhi harga batubara dari mulut tambang yang tidak untuk dijual di pasar karena hanya untuk memenuhi kebutuhan PLTU dimaksud. Dari hasil Audit BPKP bahwa selisih harga akibat kenaikan harga batubara adalah hal yang harus ditanggung bersama-sama antara Cahaya Fajar Kaltim dan PLN Wilayah Kaltim sebesar masing-masing 50 %, namun hal ini belum menjadi keputusan yang mengikat karena menunggu keputusan Menteri ESDM. Sehingga beroperasinya PLTU IPP 2 x 22.5 MW PT. Cahaya Fajar Kaltim menyisakan permasalahan pada saat itu. Proses masa konstruksi PLTU IPP 2 x 22.5 MW PT. Cahaya Fajar Kaltim mengalami defisit anggaran. Hal ini dimungkinkan terkait masalah kepercayaan karena pada saat itu ada penarikan saham Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur senilai ± 98 milyar. Hal ini menyebabkan progress pekerjaan berjalan lambat dan 135
berlarut-larut sehingga diharapkan dapat beroperasi (COD) di tahun 2006 namun baru beroperasi di akhir tahun 2008 (Unit #1 masuk system tanggal 31 Nopember 2008 sebesar 22,5 MW dan unit #2 baru masuk system pada bulan Maret 2009 sebesar 22,5 MW). Sejak beroperasi pada akhir tahun 2008 sampai dengan sekarang PLTU IPP 2 x 22,5 MW PT. Cahaya Fajar Kaltim beroperasi cukup stabil. Hanya, di awal pengoperasian sering terjadi keluar masuk system. Hal ini wajar karena pembangkit ini adalah pembangkit baru yang harus melakukan adjustment untuk menyesuaikan dengan karakteristik beban. Beroperasinya PLTU IPP 2 x 22,5 MW PT. Cahaya Fajar Kaltim adalah hal yang ditunggu-tunggu karena pada saat itu di bulan Juli 2008 akan diselenggarakan even akbar yaitu Pekan Olah Raga Nasional (PON) di Kalimantan Timur namun hal ini tidak bisa diharapkan, sehingga PLN Wilayah Kalimantan Timur harus berusaha untuk menyukseskan acara tersebut dengan cara : 1. 2. 3. 4.
Mempercepat pembangunan PLTG Sambera 2x20 MW yang terpaksa harus beroperasi dengan HSD. Penambahan sewa pembangkit 4 MW di PLTD Batakan. Pembelian energi listrik Captive Power sebesar 5 MW dari 6 perusahaan Plywood di daerah Samarinda. Pengadaan 15 Unit Mobile Genset untuk mensuplai tiaptiap venue yang tersebar.
Pelaksanan pembangunan PLTU tersebut dilaksanakan sejak tahun 2005 sebelum PPA ditandatangani (PPA tanggal 24 Agustus 2006). Sesuai dengan rencana operasi PLTU dimaksud, PLN telah melakukan upaya pembangunan associated-nya tepat waktu yaitu : 1. 2. 3.
4.
136
Pembangunan SUTT 150 kV Embalut – PLTU CFK sepanjang 1580 meter telah selesai 25 Agustus 2005. Pembangunan 2 LB GI. Embalut arah PLTU CFK, selesai fisik pada tanggal 20 April 2006. Komisioning tes (pada saat itu) tidak dilaksanakan karena GI PLTU CFK belum selesai sehingga tidak memungkinkan untuk dikeluarkannya pernyataan laik bertegangan dan laik operasi. PLN Kaltim siap mensuplai 3.5 MVA melalui SUTT 150 kV pada tanggal 15 Januari 2008 namun kenyataannya
masih ada beberapa peralatan switchyard PLTU CFK yang belum lengkap pada saat itu. Dalam Notulen rapat tanggal 5 Desember 2007 tentang COD PLTU CFK, Progress PLTU per Nopember 2007, dan Masalah Teknis dengan DPRD Tingkat I Kaltim, PT. CFK berjanji akan mengoperasikan Unit #1 pada tanggal 4 Desember 2007 dan Unit #2 pada bulan Maret 2008. Sesuai Notulen Rapat tanggal 03 Januari 2008 di Ruang PLTGU Tanjung Batu ditegaskan kembali bahwa PT. CFK berjanji akan mengoperasikan PLTU pada tanggal 31 Maret 2008, hal ini mundur karena ada permasalahan : 1. 2. 3. 4.
Keterlambatan pengadaan material untuk piping system. Pasokan beton terlambat 1,5 bulan. Peralatan LA, Scada, FO dan sistem proteksi belum ada. Pemasangan cabling baru 15 %.
Hasil peninjauan lapangan oleh PLN AP2B Kaltim tanggal 22 Januari 2008: 1. 2. 3. 4.
Penarikan kabel kontrol sedang dilaksanakan. CVT hanya 1 pada tiap line bay. Enam set LA dan 4 set CVT masih dalam proses pembahasan pengadaan di PT. CFK. Relay Panel masih dalam perjalanan ke Site dan relay differential sebagai main protection belum ada.
Karena lama menunggu pengoperasian PLTU CFK, maka 2 Line Bay GI Embalut harus di-komisioning ulang, sehingga pada tanggal 28 Januari 2008 dilaksanakan re-komisioning dan pada tanggal 31 Januari 2008 dilakukan energizing line 1 sampai dengan gantry PLTU CFK. Informasi dari AP28 Wilayah Kaltim : Unit #1 masuk system tanggal 31 Nopember 2008 sebesar 22,5 MW dan unit #2 baru masuk system pada bulan Maret 2009 sebesar 22,5 MW.
4.5.4.1. Kesepakatan Harga dalam PPA Dalam Surat dari Menteri ESDM kepada Direktur Utama PT PLN (Persero) dengan nomor 0204/36/MEM.L/2006 pada tanggal 11 137
Januari 2006, dijelaskan mengenai Persetujuan Harga Jual Tenaga Listrik PLTU Embalut Kepada PT PLN (Persero). Dijelaskan bahwa sehubungan dengan surat Direktur Utama PT PLN (Persero) Nomer 01304/180/DIRUT/2005 tanggal 2 Desember 2005 perihal Harga Jual Tenaga Listrik PLTU Embalut dan mempertimbangkan laporan Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi sesuai Nota Dinas Nomor 4101/46/600.3/2005 tanggal 28 Desember 2005, maka berdasarkan ketentuan Pasal 32A ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nemor 10 Tahun 1989 tentang Usaha Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik, maka Menteri ESDM menyetujui harga jual tenaga listrik PLTU Embalut dari PT Cahaya Fajar Kaltim kepada PT PLN (Persero) sesuai dengan formula yang disepakati dengan nilai tukar Rp 9.500/USD, availability factor = 72%, harga batubara tahun 1 s.d. 10 = 20,1 USD/ton, tahun 11 s.d. 20 = 23,1 USD/ton, dan tahun 21 s.d. 30 = 24,7 USD/ton, sebagai berikut :
Tabel 4.15 Kesepakatan Harga PPA PLTU Embalut Komponen A (Capacity) B (O&M Fixed) C (Coal) D (O&M Variable) Total
Tahun 1 – 10 (Rp/kWh) 309,22 28,03
Tahun 11 – 20 (Rp/kWh) 95,00 28,03
Tahun 21 – 25 (Rp/kWh) 85,50 28,03
Tahun 26 – 30 (Rp/kWh) 64,31 28,03
123,50 9,50
142,50 9,50
152,00 9,50
152,00 9,50
131,04 10,79
470,25
275,03
275,03
253,84
406,60
Levelized (Rp/kWh) 232,93 31,84
Penyesuaian harga jual tenaga listrik terhadap indikatorindikator ekonomi makro sebagaimana telah disepakati antara PT PLN (Persero) dengan PT Cahaya Fajar Kaltim tetap harus mencerminkan pembagian resiko yang adil bagi kedua belah pihak sehingga tidak memberatkan bagi masyarakat pelanggan listrik.
4.5.4.2. Pemberian Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum (IUKU) Kepada PT Cahaya Fajar Kaltim Melalui Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan nomor 288-12/20/600.3/2008, pada tanggal 11 Juli 2008 Menteri ESDM memberikan Izin Usaha Ketenagalistrikan 138
Untuk Kepentingan Umum (IUKU) PT. Cahaya Fajar Kaltim. Keputusan ini dibuat dengan mempertimbangkan: 1. 2. 3.
4. 5.
Surat Direktur Utama PT Cahaya Fajar Kaltim Nomor 08/CFK/DU-IUKU/VI/2008 tanggal 16 Juni 2008. Power Purchase Agreement (PPA) antara PT PLN (Persero) dengan PT Cahaya Fajar Kaltim tanggal 24 Agustus 2006. Bahwa untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik di Provinsi Kalimantan Timur, diperlukan tambahan kapasitas penyediaan tenaga listrik. Bahwa PT Cahaya Fajar Kaltim telah mengikat kontrak jual beli tenaga listrik jangka panjang dengan PT PLN (Persero). Bahwa PT Cahaya Fajar Kaltim telah melengkapi dokumen untuk penerbitan Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum (IUKU).
Disebutkan pula bahwa dalam pelaksanaan IUKU, PT Cahaya Fajar Kaltim wajib memenuhi ketentuan sebagai berlkut: a. b. c.
d.
e.
f.
g.
Tenaga listrik yang dibangkitkan PLTU tersebut hanya dapat dijual kepada PT PLN (Persero). Pembangkit tenaga listrik tersebut dapat dioperasikan secara komersial setelah memperoleh sertifikat laik operasi. Harga jual tenaga listrik yang berlaku adalah sebagaimana ditetapkan dalam Power Purchase Agreement (PPA) dengan PT PLN (Persero). Setiap perubahan data pusat pembangkit dilaporkan kepada Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi dengan dilengkapi persyaratan sesuai ketentuan yang berlaku. Melaporkan kegiatan usaha secara tertulis setiap 3 (tiga) bulan sekali kepada Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi. Wajib melakukan uji laik operasi untuk setiap unit pembangkit sekurang-kurangnya dalam setiap 5 (lima) tahun. IUKU hanya dapat dialihkan kepada pihak lain setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.
139
IUKU ini berlaku 30 (tiga puluh) tahun sejak ditetapkan dan dapat diperpanjang dengan mengajukan permohonan perpanjangan IUKU paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum IUKU berakhir.
4.5.4.3. Addendum PPA PT. Cahaya Fajar Kaltim Dalam perkembangan selanjutnya, pada bulan Juli tahun 2008 PT. CFK kemudian mengajukan Addendum pada PPA yang telah ditandatangani sebelumnya pada tanggal 24 Agustus 2006. Permohonan Addendum ini diajukan kepada Direktur Utama PT. PLN (Persero) dengan alasan utama ialah karena lonjakan yang tidak wajar dari harga batubara, akibat gejolak harga minyak mentah dunia. Adapun harga komoditas batubara pada saat itu (Juni 2008), untuk nilai kalor 5.300 kcal/kg kebawah telah mencapai USD 35/ ton. Dalam pertemuan bersama antara PT. CFK, PT. PLN, dan BPKP pada tanggal 18 Februari 2009, membahas:
Rumusan yang disepakati dalam PPA harus memperhatikan sustainability of the project . PT CFK meminta harga batubara dapat disesuaikan dengan harga pasar terendah, yakni Rp.390.000 per ton PT PLN Batubara menyampaikan kesanggupan untuk memasok batubara ke PT CFK dengan harga Rp. 305.000 per ton PT CFK akan menghitung ulang harga ECR (Energy Charge Rate) Rp 123,5/kWh
Pertemuan berikutnya oleh pihak yang sama pada tanggal 5 Maret 2009 membahas:
PT CFK mengusulkan nilai komponen C sebesar Rp 212,5/ kWh PT PLN mengusulkan nilai komponen C sebesar Rp 197,3/ kWh, dengan patokan harga batubara Rp. 305.000 per ton PT PLN dan PT CFK menyetujui nilai komponen C sebesar Rp. 197,3/kWh, berlaku selama 1 tahun.
Negosiasi kesepakatan harga yang tercapai adalah sebagai berikut:
140
Tabel 4.16 Negosiasi Harga Baru PPA PLTU Embalut Komponen
Harga Lama
A (Capacity) B (O&M Fixed) C (Coal)
232,93
Harga Baru 232,93
31,84
31,84
123,50
197,30
D (O&M Variable)
10,79
10,79
Kapasitas Availability Factor (AF) Masa Kontrak Asumsi konsumsi batubara Patokan harga batubara
Tahun 1-30 1-30 Berlaku selama 1 tahun
1-30
Keterangan Levelized, tidak ada perubahan Levelized, tidak ada perubahan Berlaku mulai 13 Maret 2009 serta dapat diperpanjang lagi selama 1 atahun sesuai kesepakatan kedua belah pihak Levelized, tidak ada perubahan
2 x 22,5 MW (net) 72 % 30 tahun 0,6468 kg/ kWh Rp. 305.000 per ton franco Embalut
PT. PLN memberikan persetujuan dalam perubahan harga berkenaan dengan permohonan Persetujuan Penyesuaian Harga Jual Tenaga Listrik Interim Komponen C PLTU Embalut 2 x 22,5 MW dari harga semula Rp.123,5/kWh menjadi Rp 197,3/kWh yang berlaku selama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal 13 Maret 2009 telah mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: 1. PLTU Embalut memasok daya listrik sebesar rata-rata 2x20 MW yang disalurkan sebagai base load pada sistem Mahakam dan memenuhi sekitar 20% dari total kebutuhan daya sistem Mahakam. Apabila PLTU Embalut tidak beroperasi, maka akan mengakibatkan pemadaman di sistem Mahakam. 2. Gejolak harga batubara yang terjadi pada tahun 2008 telah berdampak mengganggu cash flow pengembang PT Cahaya Fajar Kaltim (PT CFK) dalam menjaga kelangsungan operasi pem bangkit. 3. Telah dilakukan serangkaian pembahasan antara PT PLN, PT CFK, dan BPKP untuk membahas perubahan harga jual tenaga listrik interim komponen C PLTU Ernbalut 2 x 22,5 MW. Dari hasil pembahasan, disepakati adanya perubahan nilai komponen C dari Rp.123,5/kWh untuk tahun 1 - 10, menjadi Rp 197,3 yang berlaku selama 1 (satu) tahun, berlaku sejak tanggal 13 Maret 2009. 141
4.
Rekomendasi BPKP atas Perubahan Nilai Interim Komponen C PLTU Embalut 2 x 22,5 MW telah disampaikan dengan surat No. S-395/D502/2/2009 tanggal 21 Juli 2009.
PT. PLN kemudian mengajukan permohonan Persetujuan Penyesuaian Harga Jual Tenaga Listrik Interim Komponen C PLTU Embalut 2 x 22,5 MW kepada Menteri ESDM dan Meneg BUMN (RUPS). Selanjutnya, menjawab permohonan itu, surat Menteri Badan Usaha Milik Negara selaku Rapat Umum Pemegang Saham PT. PLN (Persero) No. S-696/MBU/2009 tanggal 30 September 2009 tentang Penetapan Batasan Pagu Pelimpahan Kewenangan Direksi dan Dewan Komisaris PT. PLN (Persero) menyatakan untuk IPP PLTU Embalut 2x22,5 MW, NPV nilai transaksi selama masa kontrak mencapai Rp 1.186.870.187.425,60 (Terbilang : Satu Triliun Seratus Delapan Puluh Enam Miliar Delapan Ratus Tujuh Puluh Juta Seratus Delapan Puluh Tujuh Ribu Empat Ratus Dua Puluh Lima 60/100 Rupiah). Dibandingkan dengan jumlah pendapatan PLN (termasuk subsidi) pada tahun 2008 sebesar Rp 163.827.116.000.000,-, NPV tersebut mencapai 0,73% (atau lebih kecil dari 2%). Dengan demikian mengacu kepada surat RUPS tertanggal 30 September 2009 tersebut, dapat disimpulkan bahwa kewenangan penetapan perubahan harga jual tenaga listrik interim komponen C dari IPP PLTU Embalut merupakan kewenangan Direksi PT. PLN. Sebagai jawaban Menteri ESDM menyatakan berdasarkan ketentuan Pasal 32A Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2006 dan Pasal 8 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 5 Tahun 2008, menyetujui penyesuaian interim harga beli tenaga listrik komponen C dari PT Cahaya Fajar Kaltim oleh PT.PLN (Persero) sebesar Rp 197,30/kWh dengan asumsi konsumsi batubara 0,6468 kg/kWh dan patokan harga batubara Rp 305.000,per ton franco Embalut, yang berlaku selama 1 (satu) tahun mulai tanggal 13 Maret 2009 s.d. 12 Maret 2010 dan dapat diperpanjang selama 1 (satu) tahun sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Dengan demikian tercapai kesepakatan bahwa nilai harga jual tenaga listrik PLTU Embalut 2 x 25 MW secara total adalah Rp.544,05/ kWh.
142
Tabel 4.17 Net Present Value PLTU Embalut 2 x 25 MW Berdasarkan Interim Agreement Tahu n
Energi yang Diproduksi
Base Date Tariff Escalati on Factor
A
B
(GWh) (n)
Rp/kWh
(1)
(2)
(3)
C
Tariff pada Tahun n
D Rp/ kW h
E Rp/ kW h
Rp/k Wh
Rp/k Wh
(5)
(6)
(7)
(8)
(4)
Total
A
B
Rp/kWh
Rp/kWh
Rp/kWh
(9)
(10)
(11)
C Rp/k Wh (12)
D
E
Total
Total Payment
Rp/kW h
Rp/k Wh
Rp/kWh
Rp
(13)
(14)
(15)
1
283,284
1
309,22
28,03
123,5
9,5
-
470,25
309,22
28,03
197,3
9,5
2
283,284
1,03
309,22
28,03
123,5
9,5
-
470,25
309,22
28,8709
123,5
9,785
-
471,3759
133.480.092.213,00
3
283,284
1,05
309,22
28,03
123,5
9,5
-
470,25
309,22
29,4315
123,5
9,975
-
472,1265
133.752.528.206,33
4
283,284
1,08
309,22
28,03
123,5
9,5
-
470,25
309,22
30,2724
123,5
10,26
-
473,2524
134.031.775.099,48
5
283,284
1,1
309,22
28,03
123,5
9,5
-
470,25
309,22
30,833
123,5
10,45
-
474,003
134.318.003.164,97
6
283,284
1,13
309,22
28,03
123,5
9,5
-
470,25
309,22
31,6739
123,5
10,735
-
475,1289
134.611.386.932,09
7
283,284
1,16
309,22
28,03
123,5
9,5
-
470,25
309,22
32,5148
123,5
11,02
-
476,2548
134.912.105.293,40
8
283,284
1,19
309,22
28,03
123,5
9,5
-
470,25
309,22
33,3557
123,5
11,305
-
477,3807
135.220.341.613,73
9
283,284
1,22
309,22
28,03
123,5
9,5
-
470,25
309,22
34,1966
123,5
11,59
-
478,5066
135.536.283.842,08
10
283,284
1,25
309,22
28,03
123,5
9,5
-
470,25
309,22
35,0375
123,5
11,875
-
479,6325
135.860.124.626,13
11
283,284
1,28
95
28,03
142,5
9,5
-
275,03
95
35,8784
142,5
12,16
-
285,5384
80.889.358.949,78
12
283,284
1,31
95
28,03
142,5
9,5
-
275,03
95
36,7193
142,5
12,445
-
286,664 3
81.229.594.173,52
13
283,284
1,34
95
28,03
142,5
9,5
-
275,03
95
37,5602
142,5
12,73
-
287,7902
81.578.335.227,86
-
544,05
(16) 154.120.660.200,00
143
Lanjutan Tabel 4.17 (1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
14
283,284
1,38
95
28,03
1 42,5
9,5
-
275,03
95
38,6814
142,5
13,11
-
289,291 4
81.935.794.909,81
15
283,284
1,41
95
28,03
142,5
9,5
-
275,03
95
39,5223
142,5
13,395
-
2 90,4173
82.302.191.032,55
16
283,284
1,45
95
28,03
142,5
9,5
-
275,03
95
40,6435
142,5
13,775
-
2 91,9185
82.677.747.058,37
17
283,284
1,48
95
28,03
1 42,5
9,5
-
275,03
95
41,4844
142,5
14,06
-
293,044 4
83.062.691.984,83
18
283,284
1,52
95
28,03
1 42,5
9,5
-
275,03
95
42,6056
142,5
14,44
-
294,545 6
83.457.260.534,45
19
283,284
1,56
95
28,03
1 42,5
9,5
-
275,03
95
43,7268
142,5
14,82
-
296,046 8
83.861.693.297,81
20
283,284
1,6
95
28,03
142,5
9,5
-
275,03
95
44,848
142,5
15,2
-
297,548
84.276.236.880,25
21
283,284
1,64
85,5
28,03
152
9,5
-
275,03
85,5
45,9692
152
15,58
-
299,049 2
84.701.144.052,26
22
283,284
1,68
85,5
28,03
152
9,5
-
275,03
85,5
47,0904
152
15,96
-
300,550 4
85.136.673.903,57
23
283,284
1,72
85,5
28,03
152
9,5
-
275,03
85,5
48,2116
152
16,34
-
302,051 6
85.583.092.001,16
24
283,284
1,76
85,5
28,03
152
9,5
-
275,03
85,5
49,3328
152
16,72
-
303,552 8
86.040.670.551,19
25
283,284
1,81
85,5
28,03
152
9,5
-
275,03
85,5
50,7343
152
17,195
-
3 05,4293
86.509.688.564,97
26
283,284
1,85
64,31
28,03
152
9,5
-
253,84
64,31
51,8555
152
17,575
-
285,7405
80.987.644.069,09
27
283,284
1,9
64,31
28,03
152
9,5
-
253,84
64,31
53,257
152
18,05
-
287,617
81.480.406.119,82
28
283,284
1,95
64,31
28,03
152
9,5
-
253,84
64,31
54,6585
152
18,525
-
289,4935
81.985.487.221,81
29
283,284
2
64,31
28,03
152
9,5
-
253,84
64,31
56,06
152
19
-
291,37
82.503.195.351,36
30
283,284
2,05
64,31
28,03
152
9,5
-
253,84
64,31
57,4615
152
19,475
-
293,2465
83.033.846.184,14
NPV
2,872,082
Levelized Tariff
1.186.870.1 87.425,60 413,24
144
Lanjutan Tabel 4.17 (1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
14
283,284
1,38
95
28,03
1 42,5
9,5
-
275,03
95
38,6814
142,5
13,11
-
289,291 4
81.935.794.909,81
15
283,284
1,41
95
28,03
142,5
9,5
-
275,03
95
39,5223
142,5
13,395
-
2 90,4173
82.302.191.032,55
16
283,284
1,45
95
28,03
142,5
9,5
-
275,03
95
40,6435
142,5
13,775
-
2 91,9185
82.677.747.058,37
17
283,284
1,48
95
28,03
1 42,5
9,5
-
275,03
95
41,4844
142,5
14,06
-
293,044 4
83.062.691.984,83
18
283,284
1,52
95
28,03
1 42,5
9,5
-
275,03
95
42,6056
142,5
14,44
-
294,545 6
83.457.260.534,45
19
283,284
1,56
95
28,03
1 42,5
9,5
-
275,03
95
43,7268
142,5
14,82
-
296,046 8
83.861.693.297,81
20
283,284
1,6
95
28,03
142,5
9,5
-
275,03
95
44,848
142,5
15,2
-
297,548
84.276.236.880,25
21
283,284
1,64
85,5
28,03
152
9,5
-
275,03
85,5
45,9692
152
15,58
-
299,049 2
84.701.144.052,26
22
283,284
1,68
85,5
28,03
152
9,5
-
275,03
85,5
47,0904
152
15,96
-
300,550 4
85.136.673.903,57
23
283,284
1,72
85,5
28,03
152
9,5
-
275,03
85,5
48,2116
152
16,34
-
302,051 6
85.583.092.001,16
24
283,284
1,76
85,5
28,03
152
9,5
-
275,03
85,5
49,3328
152
16,72
-
303,552 8
86.040.670.551,19
25
283,284
1,81
85,5
28,03
152
9,5
-
275,03
85,5
50,7343
152
17,195
-
3 05,4293
86.509.688.564,97
26
283,284
1,85
64,31
28,03
152
9,5
-
253,84
64,31
51,8555
152
17,575
-
285,7405
80.987.644.069,09
27
283,284
1,9
64,31
28,03
152
9,5
-
253,84
64,31
53,257
152
18,05
-
287,617
81.480.406.119,82
28
283,284
1,95
64,31
28,03
152
9,5
-
253,84
64,31
54,6585
152
18,525
-
289,4935
81.985.487.221,81
29
283,284
2
64,31
28,03
152
9,5
-
253,84
64,31
56,06
152
19
-
291,37
82.503.195.351,36
30
283,284
2,05
64,31
28,03
152
9,5
-
253,84
64,31
57,4615
152
19,475
-
293,2465
83.033.846.184,14
NPV
2,872,082
1.186.870.1 87.425,60
Levelized Tariff
413,24
144
4.6.
Sistem Kerja PLTU Embalut Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Embalut 2 x 25 MW terdiri dari beberapa sistem utama, yaitu seperti pada Gambar 4.14. Sedangkan penjelasan dan proses dari operasi PLTU Embalut 2 x 25 MW dijelaskan pada bagian di bawah ini. 4.6.1.
Turbine dan Generator Turbine dan generator adalah bagian terpenting dari sebuah pembangkit karena dari bagian inilah energi listrik dihasilkan. Generator yang berputar dengan kecepatan tetap, menghasilkan energi listrik yang disalurkan ke jaringan transmisi dan selanjutnya didistribusikan ke konsumen. Steam turbine (turbin uap) yang berfungsi untuk memutar generator, terdiri dari HP (high-pressure) turbine, IP (intermediatepressure) turbine dan LP (low-pressure) turbine. Turbine dan generator memiliki beberapa peralatan pendukung, yaitu lubricating oil system dan generator cooling system.
4.6.
Sistem Kerja PLTU Embalut Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Embalut 2 x 25 MW terdiri dari beberapa sistem utama, yaitu seperti pada Gambar 4.14. Sedangkan penjelasan dan proses dari operasi PLTU Embalut 2 x 25 MW dijelaskan pada bagian di bawah ini. 4.6.1.
Turbine dan Generator Turbine dan generator adalah bagian terpenting dari sebuah pembangkit karena dari bagian inilah energi listrik dihasilkan. Generator yang berputar dengan kecepatan tetap, menghasilkan energi listrik yang disalurkan ke jaringan transmisi dan selanjutnya didistribusikan ke konsumen. Steam turbine (turbin uap) yang berfungsi untuk memutar generator, terdiri dari HP (high-pressure) turbine, IP (intermediatepressure) turbine dan LP (low-pressure) turbine. Turbine dan generator memiliki beberapa peralatan pendukung, yaitu lubricating oil system dan generator cooling system.
Gambar 4.14 Boiler (Steam Generator) Boiler (steam generator) berfungsi untuk mengubah air menjadi uap. Uap bertekanan sangat tinggi yang dihasilkan boiler
145
dipergunakan untuk memutar turbine. Boiler terbagi menjadi beberapa sub system, yaitu : Boiler house steel structure Pressure parts Coal system Air system Boiler cleaning system Sesuai dengan namanya, boiler house steel structure adalah bangunan struktur rangka baja, di mana di dalamnya terpasang semua peralatan steam generator. Bangunan rangka baja ini tingginya antara 50 m hingga 100 m. Pressure part system adalah bagian utama dari steam generator. Bagian inilah yang berfungsi untuk mengubah air menjadi uap bertekanan tinggi (superheated steam) dengan temperatur antara 500 - 600 derajat C. Air yang disuplai ke boiler, pertama kali masuk ke economizer inlet header, terus didistribusikan ke economizer elements, berkumpul kembali di eco outlet header lalu disalurkan ke steam drum. Economizer terletak di dalam backpass area (di bagian belakang boiler house), sementara steam drum ada di bagian depan roof area. Economizer adalah bagian yang berfungsi untuk menaikkan temperatur air yang baru masuk boiler dengan cara memanfaatkan gas buang dari pembakaran batu bara di furnace area (combustion chamber). Dengan pemanasan awal di economizer ini effisiensi ketel uap dapat ditingkatkan. Akibat pemanasan secara konveksi di daerah furnace dan karena gaya gravitasi, air di dalam steam drum air mengalami sirkulasi turun ke water wall lower header melalui pipa downcomers. Dari waterwall lower header air kembali mengalami sirkulasi karena panas, naik menuju water wall upper header melalui tube-tube water wall panel. Kemudian dari waterwall upper header air dikembalikan ke steam drum melalui riser pipes. Jadi akibat panas pembakaran batu bara air mengalami sirkulasi terus menerus. Sirkulasi ini menyebabkan air di water wall panel dan steam drum sebagian berubah menjadi uap. Pada PLTU Embalut, sirkulasi tersebut dibantu oleh Boiler water Circulating Pump yang terpasang pada pipa downcomers bagian bawah. Sirkulasi yang lebih cepat akan menyebabkan kecepatan perubahan air menjadi uap juga lebih besar. 146
Gambar 4.15 General Plan Lay Out of Plant Area
147
Keterangan Gambar 4.15 (Gambar lengkap pada Lampiran) 1. Turbine house 2. dan 10. Deaerator and coal bunker cabin 3. Boiler house 4. Electrostatic Precipitator 5. Induced draft fan support structure 6. Chimney and flue gas duct 7. Coal conveying trestle 8. Crusher house 9. dan 26. Dry dried coal shed & Coal yard rain water deposit pond 12. Chemical water treatment house 13. Chemical water treatment outdoor structure 14. Precipitator control room 15. Pump house 17. Switch house for public water pump 18. Public water pump house 19. Public water pond 20. Main transformer 21. Power distribution device outdoor 24. Oil supply pump house 25. Ignition oil tank 35. Main control room of electric 38. Fly ash silo 40. Coal jetty 44. Jetly for heavy unloading Di dalam steam drum terdapat separator yang berfungsi untuk memisahkan uap dari air. Uap yang sudah dipisahkan tersebut, dari steam drum disalurkan ke roof steam inlet header yang terhubung ke boiler roof panel. Boiler roof panel ini yang membawa uap ke belakang menuju backpass panel. Dari backpass panel, uap disalurkan ke Low Temperature Superheater (LTS) yang ada di dalam backpass area, di atas economizer elements. dari LTS uap disalurkan ke Intermediate Temperature Superheaters (ITS). Selanjutnya melalui pipa superheater-desuperheater, uap dibawa ke High Temperature Superheater (HTS) elements untuk menjalani proses pemanasan terakhir menjadi superheated steam.
148
ITS dan HTS elements lokasinya berada di dalam furnace (ruang pembakaran batu bara) bagian atas. Beberapa boiler manufacturers memberikan nama yang berbeda kepada LT, IT dan HT superheater. Dari High Temperature Superheater outlet header, superheated steam dengan temperature 500-600 oC dan tekanan sangat tinggi disalurkan ke steam turbine melalui pipa main steam. Pada PLTU berkapasitas kecil, uap tersebut masuk ke High Pressure Turbine, terus ke Low Pressure Turbine dan keluar menuju condenser. Sedangkan pada PLTU berkapasitas besar, setelah memutar HP turbine uap tersebut dibawa kembali ke boiler melalui pipa cold reheat. Di dalam boiler uap tersebut mengalami pemanasan kembali di dalam Reheater elements. Reheater elements ini biasanya terletak di antara furnace area dan backpass area. Setelah mengalami pemanasan kembali, reheated steam disalurkan ke Intermediate Pressure Turbine melalui pipa Hot Reheat. Setelah memutar Intermediate dan Low Pressure Turbine, baru uap keluar ke condenser.
4.6.2.
Sistem Pembakaran, Aliran Udara, dan Gas Buang
Gambar 4.16 Pembakaran Pulverized-Coal Dengan Tangential Burners Coal & combustion system dalam PLTU terdiri dari coal silo, coal feeder, pulverizer, coal pipes dan combustion burner. Dari coal storage batu bara diangkut dengan belt conveyor menuju boiler 149
house dan disimpan di dalam coal silo. Dalam bangunan PLTU, coal silo lokasinya ada di antara boiler house dan Turbine-Generator building. Untuk menghasilkan pembakaran yang efisien, batu bara yang masuk ruang pembakaran harus digiling terlebih dahulu hingga berbentuk serbuk (pulverized coal). Penggilingan batu bara menjadi serbuk dilakukan pulverizer yang dikenal juga dengan nama bowlmill. Disebut demikian karena di dalamnya terdapat mangkuk (bowl) tempat batu bara ditumbuk dengan grinder. Pemasukan batu bara dari coal silo ke pulverizer diatur dengan coal feeder, sehingga jumlah batu bara yang masuk ke pulverizer bisa diatur dari control room. Batu bara yang sudah digiling menjadi serbuk ditiup dengan udara panas (primary air) dari pulverizer menuju combustion burner melalui pipa-pipa coal piping. Pada saat start up, pembakaran tidak langsung dilakukan dengan batu bara, tetapi mempergunakan bahan bakar minyak. Baru setelah beban mencapai 10%-15% batu bara pelan-pelan mulai masuk menggantikan minyak. Maka selain coal piping, burner juga terhubung dengan oil pipe, atomizing air dan scavanging air pipe yang berfungsi untuk mensuplai BBM. Agar pembakaran dalam combustion chamber berlangsung dengan baik perlu didukung dengan sistem suplai udara dan sitem pembuangan gas sisa pembakaran yang baik. Tugas ini dilakukan oleh Air and Flue Gas System. Air and Flue Gas System terdiri dari Primary Air (PA) Fans, Forced Draft (FD) Fans, Induced Draft (ID) Fans, Air Heater, Primary Air Ducts, Secondary Air Ducts dan Flue Gas Ducts. Udara yang akan disuplai ke ruang pembakaran dipanaskan terlebih dahulu agar tercapai efisiensi pembakaran yang baik. Pemanasan tersebut dilakukan oleh Air Heater dengan cara konduksi dengan memanfaatkan panas dari gas buang sisa pembakaran di dalam furnace. Ada 2 type Air Heater yang banyak dipakai di PLTU. Yang pertama air heater type tubular, banyak dipakai di PLTU yang berkapasitas kecil. Sedangkan air heater type rotary lebih dipilih untuk PLTU kapasitas besar. Primary Air Fans berfungsi untuk menghasilkan primary air yang diperlukan untuk mendorong batu bara serbuk dari pulverizer ke burner. Forced Draft Fans berfungsi untuk menghasilkan secondary air untuk mensuplai udara ke ruang pembakaran. 150
Sedangkan Induced Draft Fans berfungsi untuk menyedot gas sisa pembakaran dari combustion chamber untuk dikeluarkan ke cerobong asap. Flue Gas system adalah bagian yang sangat penting untuk menjaga agar PLTU tidak menyebabkan polusi berlebihan kepada lingkungan. Bagian dari flue gas system yang terdapat di PLTU adalah Electrostatic Precipitator (EP). Electrostatic Precipitator adalah alat penangkap debu batu bara. Sebelum dilepas ke udara bebas, gas buang sisa pembakaran batu bara terlebih dahulu melewati electrostatic precipitator untuk dikurangi semaksimal mungkin kandungan debunya. Bagian utama dari EP ini adalah housing (casing), internal parts yang terdiri dari discharge electrode, collecting plates dan hammering system, dan ash hoppers yang terletak di bagian bawah untuk menampung abu.
Gambar 4.17 Primary & Secondary Air Duct system (warna biru) 151
Bagian terakhir dari flue gas system adalah stack/ chimney/ cerobong asap yang berfungsi untuk membuang gas sisa pembakaran.
4.6.3.
Condenser, Feedwater, Water Treatment Pembakaran batu bara di dalam furnace meninggalkan sisa berupa abu batu bara. Abu tersebut menempel pada elemen-elemen superheater dan permukaan water wall panel. Lapisan abu yang semakin tebal akan mengurangi efisiensi pembakaran. Oleh karena itu perlu dilakukan pembersihan secara rutin dengan mempergunakan alat yang bernama sootblower. Pembersihan elemen-elemen superheaters mempergunakan steam sootblower, sedangkan water sootblower dipergunakan untuk membersihkan water wall panel. Coal and Ash Handling adalah bagian tak terpisahkan dari PLTU. Peralatan paling dominan dari coal handling system ini adalah belt conveyor. Conveyor tersebut berfungsi untuk mengangkut batu bara dari unloader port ke coal storage yard, dan dari storage yard ke boiler house. Sementara dalam ash handling system, pengangkutan debu batu bara dilakukan melalui sistem perpipaan dibantu dengan udara bertekanan. Bisa juga dilakukan secara manual menggunakan dump truck. System lain dari PLTU terdiri dari beberapa sub sistem, di mana yang paling penting adalah: Condenser system Feedwater system Water Treatment Plant Setelah selesai memutar turbine, uap dibuang ke condenser yang posisinya tepat berada di bawah LP Turbine. Di dalam condenser uap tersebut diubah menjadi air untuk dipompakan kembali ke dalam boiler. Condenser memerlukan air pendingin untk mengubah uap menjadi air. PLTU ini memanfaatkan air sungai sebagai pendingin condenser, sementara PLTU yang lain mempergunakan cooling tower untuk mendinginkan air condenser yang diputar terus menerus dalam sistem tertutup (closed loop). Condenser system terdiri dari beberapa peralatan utama, yaitu condenser itu sendiri, condenser tube cleaning system, condenser vaccum system dan condensate pump. Condenser vaccum system 152
berfungsi untuk menjaga agar tekanan di dalam condenser selalu lebih kecil dari tekanan atmosfer. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan plant efficiency dari PLTU. Water Treatment plant berfungsi untuk memproduksi semua kebutuhan air bagi operasional PLTU. Pada dasarnya ada 2 jenis air yang dibutuhkan PLTU. Yang pertama adalah demineralized water (demin water) dan yang kedua adalah raw water. Secara umum water treatment system PLTU terdiri dari desalination plant, demineralized plant, dan tanki-tanki atau kolam penyimpanan air. Uap yang meninggalkan turbin masuk ke condenser untuk diubah kembali menjadi air. Air tersebut dipompa kembali masuk ke boiler untuk diproses menjadi superheated steam yang siap memutar turbin. Jadi di sini terjadi closed-loop system. Air dan uap diolah terus menerus dalam sistem tertutup untuk menggerakkan turbin uap (steam turbine). Meskipun demikian tetap ada air atau uap yang hilang sebagai system loses dalam proses tersebut. Maka selama PLTU beroperasi selalu diperlukan penambahan demin water baru secara kontinyu. Air yang dipompa masuk kembali ke dalam boiler biasa dikenal dengan nama boiler feedwater. Sistem yang mensuplai feedwater ini terdiri dari beberapa peralatan utama, yaitu : Feedwater pumps Feedwater tank yang dilengkapi dengan deaerator tank Feedwater heaters Feedwater tank berfungsi untuk menampung feedwater sebelum dipompa masuk ke boiler oleh feedwater pumps. Pada PLTU Embalut, pompa feedwater digerakkan oleh motor listrik, sedangkan pada PLTU berkapasitas besar mempergunakan turbin uap mini. Untuk meningkatkan efisiensi PLTU, sebelum dipompa masuk ke boiler, feedwater harus dipanaskan terlebih dahulu hingga mencapai suhu tertentu. Pemanasan tersebut dilakukan dengan heater (heat exchanger), yang berlangsung secara konduksi dengan memanfaatkan uap panas yang diambil (diektraksi) dari turbin. Jadi selain diteruskan ke condenser, ada sejumlah kecil uap dari turbin yang diambil untuk memanaskan feedwater heater.
153
4.6.4.
Analisa Perhitungan Efisiensi Thermal PLTU Embalut Efisiensi thermal adalah efisiensi berdasarkan nilai kalor bahan bakar. Efisiensi thermal PLTU dilapangan lebih kecil daripada hasil perhitungan dengan siklus kombinasi secara teoritis, karena analisa tersebut tidak memperhitungkan berbagai alat tambahan yang digunakan dalam PLTU. Dan analisa efisiensi itu, serta ketidakidealan turbin, pompa, gesekan, perpindahan kalor dan sebagainya, serta perbedaan antara operasi beban penuh dan beban tak penuh. Efisiensi mempengaruhi biaya bahan bakar. Efisiensi menggunakan parameter lain yang mudah menggambarkan konsumsi bahan bakar. Parameter itu disebut laju kalor ( heat rate, HR), yaitu ialah jumlah kalor yang ditambahkan, biasanya dalam Btu atau Kcal untuk menghasilkan satu satuan jumlah kerja, biasanya dalam KiloWatt – Jam (kWh). Heat rate berbanding terbalik dengan efisiensi, artinya makin rendah makin baik. Oleh karena itu 1 kWh = 860 Kcal atau 1 kWh = 3413 Btu, maka efisiensi thermalnya adalah sebagai berikut: Untuk Heat rate yang bersatuan Kcal / kWh
Efisiensi Thermal
860 Heatrate
100% ……………………..... (4.10)
Dimana: Heatrate dalam satuan Kcal / kWh (1 kWh = 860 Kcal) Untuk heat rate yang bersatuan Btu / kWh 3413 Efisiensi Thermal 100% ………………….…… (4.11) Heatrate
Dimana: Heat Rate dalam satuan Btu / kWh (1 kWh = 3413 Btu) Jika konsumsi per jam PLTU Embalut 30 ton/jam dan nilai kalor batubara yang digunakan 4400 kcal/kg input Heat rate = output =
30.000 kg / h 4400 kcal/kg 50.000 kW
= 2640 kcal/kWh 860 Efisiensi Thermal = 100% 2640 = 32,57 % 154
4.6.5. Kebutuhan Bahan Bakar 4.6.5.1. Batubara Kalimantan Timur dengan kandungan batubaranya yang berlimpah, khususnya wilayah Kutai Kartanegara memiliki sumber daya alam batu bara yang melimpah, kondisi ini memudahkan untuk memenuhi pasokan bahan bakar utama untuk PLTU Embalut ini. Pembangkit ini menggunakan batubara jenis brown coal (lignite). Hanya saja, kandungan air pada batubara coklat sangatlah tinggi sehingga membuat efisiensi termal pembangkit menjadi lebih rendah dibandingkan pembangkit yang berbahan bakar antrasite (high rank coal). Hal ini disebabkan karena kandungan air didalam batubara membutuhkan energi yang tinggi untuk berubah fase menjadi uap, sehingga banyak energy yang hanya digunakan untuk menguapkan air dalam batubara dari pada energy tersebut untuk digunakan menguapkan air di Boiler dan untuk selanjutnya ditransfer untuk memutar turbin. Faktanya, penggunaan 1 ton antrasit pada pembangkit tenaga setara dengan 3 ton batubara coklat, disamping itu penggunaan batubara coklat menghasilkan lebih banyak gas buang sehingga banyak energy yang terbuang ke Chimney pada temperatur yang sama.
Kapasitas
2×25MW
Tabel 4.19 Konsumsi Batubara Konsumsi/jam Konsumsi/hari (ton/jam) (ton/hari) 30
Konsumsi/tahun (ton/tahun)
720
262.800
Energi listrik per tahun dari PLTU: Energi listrik = Kapasitas x Jam operasi x Faktor kapasitas….. (4.1) = 50 MW x 8760 jam/tahun x 0.85 = 372.300.000 kWh/tahun Kebutuhan energi panas Kebutuhan energi panas = Batu bara per tahun x LHV…….… (4.2) = 262.800.000 kg/tahun x 4000 kcal/kg = 1.051.200.000.000 kcal/tahun Kebutuhan batubara untuk produksi 1 kwh Kebutuhan batubara untuk produksi 1 kwh = Konsumsi energi / Energi listrik 155
= 262.800.000 kg/tahun/ 372.300.000 kWh/tahun = 0,7058 kg/kWh Jika masa operasi PLTU 30 tahun, maka: Jumlah batu bara yang dibutuhkan selama operasi = 262.800.000 kg/tahun x 30 tahun = 7.884.000.000 kg Karena batu bara yang digunakan dipasok dari daerah Kalimantan Timur sendiri, maka jika dibandingkan dengan cadangan batu bara yang dimiliki (data tahun 2008, RUKN 2008-2027) maka: Pemakaian batu bara untuk PLTU = (7.884.000.000 / 40.195.570.000.000 ) x 100% = 0,0196 % Jadi total pemakaian untuk PLTU berkisar 0,196 % dari total batu bara yang terdapat di Kalimantan Timur berdasarkan data tahun 2008. Jika efisiensi thermal PLTU dapat ditingkatkan, maka pemakaian batu bara untuk PLTU akan lebih sedikit lagi. Dengan potensi batubara Kalimantan Timur seperti yang telah diuraikan di atas, maka dapat dipastikan realisasi pembangunan PLTU Embalut tidak akan mengalami kesulitan dalam hal penyediaan batu bara selama operasinya.
No. 1 2 3 4 5
156
Tabel 4.20 Pemakaian Bahan Bakar PLTU Embalut 50 MW PLTU Perhitungan Batu bara Energi listrik per tahun (KWh/tahun) 372.300.000 Kebutuhan energi kalor (Kcal/tahun) 1.051.200.000.000 Kebutuhan bahan bakar per tahun (kg) 262.800.000 Kebutuhan bahan bakar 25 tahun (kg) 5.947.500.000 Prosentase pemakaian bahan bakar dari 0,0196 cadangan bahan bakar yang tersedia (%) Kebutuhan Batubara Daerah Pemasok Nilai Kalori Kebutuhan per Bulan Kebutuhan per Tahun
: Dondang, Kalimantan Timur : 4.000 ~ 5.300 Kcal/kg : 22.000 Ton : 299.290 Ton
Spesifikasi Batubara Carbon Sulfur Ash Moisture Gross Calorie Value Max coal particle size
: 56,90 % : 0,43 % : 10,58 % max : 20,32 % max : 4.000 ~ 5.300 Kcal/kg : 25 mm
Supplier Batubara (saat ini) PT. Graha Panca Karsa PT. Penta Multi Resources
4.6.5.2. Bahan bakar minyak Bahan bakar minyak dalam hal ini HSD oil digunakan pada saat start-up PLTU batubara. Sebelum menggunakan menggunakan batubara, PLTU Embalut menggunakan pembakaran bahan bakar minyak terlebih dahulu saat mulai operasi setelah shut down. Lewat perhitungan, jumlah bahan bakar minyak yang digunakan adalah sebagai berikut pada Tabel 4.21. Sedangkan karakteristik bahan bakar HSD adalah seperti pada tabel 4.22. Tabel 4.21 Kebutuhan Kebutuhan Bahan Bakar HSD Bahan Bakar PLTU Embalut 2 x 25 MW HSD 12.200 liter Tabel 4.22 Karakteristik Bahan Bakar HSD KARAKTERISTIK Density 15 °C Kg/m3 C.C.I or Cetane number Viscosity Viscosit y kinematic at 37,8 °C CSt Distillation, Distil lation, recovery at 300 °C % Vol Pour point °C Total sulphur % wt Cu. Strip corrosion (3 hrs/100°C) Conradson carbon residu % wt Or (on 10 % Vol. Bottom) % wt Water content % wt Sediment by extraction % wt
MINIMUM 815 45 48 1,6 40 -
MAKSIMUM 870 5,8 18 0,5 No. 1 0,1 0,1 0,05 0,01
157
Ash content Strong acid number Total acid number Flash point P.M c.c Color ASTM
% wt mg KOH/g mg KOH/g °C
60 -
0,01 Nil 0,6 3,0
4.6.6.
Kebutuhan Kebutuhan Air dan Pemanfaatannya Pada dasarnya ada 2 jenis air yang dibutuhkan PLTU Embalut. Yang pertama adalah demineralized water (demin water) untuk mensuplai boiler dalam memproduksi uap penggerak turbin. Disebut demineralized water karena air tersebut sudah dihilangkan kandungan mineralnya. Yang kedua adalah raw water yang diperlukan untuk pendingin (cooling water) bagi mesin-mesin PLTU dan untuk dipergunakan sebagai service water. Secara umum water treatment sistem PLTU Embalut terdiri dari desalination plant untuk memproses air payau menjadi raw water, demineralized plant untuk memproduksi demin water dan tanki-tanki atau kolam penyimpanan air. Berikut adalah spesifikasi air untuk boiler.
4.6.6.1. Spesifikasi Air Untuk Boiler Air untuk keperluan boiler harus memenuhi standart sebagai berikut: Kesadahan total ~ 0 μmol/l ≤ 7 μg/l Oksigen terlarut ≤ 20 μg/l Besi ≤ 5 μg/l Tembaga Minyak ≤ 0,3 μg/l pH 9,0 – 9,5 9,0 – 9,5 Daya hantar listrik ≤ 10 - 30 μS/cm (setelah pertukaran ion hidrogen) Hydrazyne 10 - 30 μg/l (pengolahan volatile) Silica Dioksida Silica dioksida yang berada di dalam uap harus dijamin memenuhi standart Kriteria kualitas uap: ≤ 5 μg/kg Natrium ≤ 20 μg/kg Silikon Dioksida ≤ 0,30 μS/cm Daya hantar listrik (25°C) (setelah pertukaran ion hidrogen) ≤ 20 μg/kg Besi ≤ 5 μg/kg Tembaga 158
4.6.6.2. Pembuangan Air ke Sungai Setelah dipakai di boiler dan sebagai pendingin mesin-mesin PLTU, air sisa pemakaian akan dikembalikan lagi ke sungai Mahakam. Hal ini akan berdampak bila dilakukan secara langsung karena air sisa pemakaian tersebut memiliki temperatur cukup tinggi dan memiliki kandungan-kandungan zat setelah proses pemakaian. Bila langsung dibuang ke sungai maka akan berdampak pada ekosistem sungai di sekitar PLTU Embalut. Untuk memperkecil resiko kerusakan lingkungan, maka sebelum dikembalikan, air akan ditampung pada kolam penampungan. Kemudian dinetralkan dengan pengendapan selama 24 jam. Lalu petugas akan memeriksa kembali air tersebut sebelum akhirnya dikembalikan ke sungai Mahakam.
4.7. Kemampuan Daya Beli Masyarakat Daya beli masyarakat sangat menentukan seberapa besar harga jual listrik yang mampu dibayar oleh pengguna listrik. Besarnya biaya pembangkitan total akan dibandingkan dengan harga energi listrik yang dapat dibeli masyarakat. Untuk mengetahui seberapa besar daya beli energi listrik masyarakat Kalimantan Timur, digunakan data kelistrikan dan kependudukan Kalimantan Timur sebagai acuan dalam analisa. Masyarakat Kalimantan Timur pada tahun 2008 rata-rata mengkonsumsi listrik sebesar 4%-10%, sedangkan rata-rata anggota keluarga adalah 4 orang, dengan pengeluaran riil perkapita penduduk Kalimantan Timur Rp. 585.060, jika diasumsikan setiap penduduk propinsi Kalimantan Timur mengeluarkan dana sebesar 10% untuk membayar listrik, maka dari pengeluaran riil untuk membayar listrik dibutuhkan Rp. 58.510 setiap bulannya, sehingga kemampuan daya beli masyarakat Kalimantan Timur berdasarkan perhitungan adalah sebesar Rp. 234.040 per bulan, maka dapat diketahui rata-rata pemakaian pemakaian dayanya dayanya sebesar sebesar 900 VA. Tabel 4.23 Pengeluaran Riil Perkapita dan Pengeluaran Biaya Listrik Masyarakat Kalimantan Timur Pengeluaran Pengeluaran Pengeluaran Biaya No. Riil per Kapita Biaya Listrik Listrik per Keluarga (Rp)
(Rp)
(Rp)
159
1 2 3
585.060 585.060 585.060
23.402 40.954 58.510
93.609 163.816 234.040
Sehingga dapat menghitung daya beli masyarakat Propinsi Kalimantan Timur adalah sebagai berikut: Daya1 (P) = 900 x Cos φ = 900 x 0,8 = 0,72 kW Daya2 (P) = 450 x Cos φ = 450 x 0,8 = 0,36 kW Maka kita dapat mengetahui jumlah Kwh/bulan dengan cara: kWh/Bulan 1 = kW x 1 bulan x 24 jam x faktor kapasitas = 0,72 x 30 x 24 x 0,45 = 233,28 kWh/Bulan kWh/Bulan 2 = kW x 1 bulan x 24 jam x faktor kapasitas = 0,36 x 30 x 24 x 0,45 = 116,64 kWh/Bulan Bila tarif untuk biaya beban tarif tegangan 900 VA = Rp 20.000,00 dan 450 VA = Rp 11.000,00 Blok I 30 kwh, yaitu pemakaian 0-30 KWh Blok II 60 kwh, pemakaian 30-60 KWh Blok III > 60 kwh, pemakaian di atas 60 KWh
Tabel 4.24 Harga Jual Listrik No. 1. 2.
3. 4.
DAERAH
RT 579,26
Ind 691,61
Bisnis 901,21
Sosial 603,73
Pem. 922,29
Publik 636,64
Total 682,12
587,60
629,10
862,48
579,75
800,44
660,70
650,39
Luar Jawa
584,83
643,02
837,98
585,30
913,83
611,77
664,88
Indonesia
588,01
622,04
850,56
580,89
847,15
665,11
653,00
Kaltim Jawa
Dengan Tarif Dasar Listrik pada sektor rumah tangga dan perhitungan tiap Blok, maka: Daya beli 1 = (233,28 x Rp 467,56/kWh) + 20.000 160
= Rp. 129.072,Daya beli 2 = (116,64 x Rp 376,43/kWh) + 11.000 = Rp. 54.906,Perbandingan antara daya beli Listrik dengan pendapatan perkapita yang digunakan untuk keperluan listrik Daya Beli 1 Daya Beli 1
585.060 7% 4 129.072 585.060 4% 4 54.906
467,56
= Rp. 593,42/kWh
376,43
= Rp. 481,33/kWh
Hal ini menunjukkan bahwa daya beli listrik penduduk Propinsi Kalimantan Timur masih diatas biaya pembangkitan total PLTU Embalut yang sebesar Rp.544/kwh pada beban 900 VA. Namun daya beli masyarakat jika dibandingkan dengan biaya pembangkitan PLTU Embalut belum mencukupi untuk pelanggan 450 VA. Persebaran penduduk Kalimantan Timur cukup luas disebabkan masih luasnya wilayah dan adanya kesempatan kerja di daerah-daerah luar kota. Dengan demikian jumlah pelanggan 450 VA dan 900 VA yang berada di wilayah pedesaan masih signifikan jumlahnya. Atau cara lainya adalah pemerintah harus memberikan subsidi agar masyarakat mampu membeli listrik
4.8. Analisa Perhitungan Harga Pokok Penyediaan Setelah Pembangunan PLTU Perhitungan biaya pokok penyediaan tenaga listrik (BPP) setelah pengoperasian PLTU Embalut 2 x 25 MW ini akan mengalami penurunan harga dimana saat ini BPP untuk tingkat tegangan tinggi (TT) Kalimantan Timur a. PLTU = b. PLTG = c. PLTGU = d. PLTD =
14 MW x 0,85 x 24 x 365 20 MW x 0,85 x 24 x 365 60 MW x 0,85 x 24 x 365 320,43MW x 0,85 x 24 x 365
= 104,244 = 148,920 = 446,760 = 2.385,921 3.085,845
GWh GWh GWh GWh + GWh
Sedangkan Harga Pokok Penyediaan Listrik untuk Kalimantan Timur, dengan asumsi beroperasi selama 24 jam yaitu :
161
a. BPP PLTU
= 104,244 3.085,845 b. BPP PLTG = 148,920 3.085,845 c. BPP PLTGU = 446,760 3.085,845 d.. BPP PLTD = 2.385,921 3.085,845
x Rp. 597,26 = Rp
20,17 / KWh
x Rp.3.298,03 = Rp
159,16 / KWh
x Rp.1.278,45 = Rp
185,09 / KWh
x Rp.3.578,25 = Rp.2.766,63 / KWh + Rp.3.131,05 / KWh
Harga BPP Pembangkitan Kalimantan Timur adalah 0,8 x Rp.3.115,34 = Rp 2.504,84 Setelah dibangun PLTU Embalut akan menurunkan harga BPP Pembangkitan Kalimantan Timur, tanpa Subsidi dari Pemerintah. a. b. c. d.
PLTU = PLTG = PLTGU = PLTD =
64 MW x 0,85 x 24 x 365 20 MW x 0,85 x 24 x 365 60 MW x 0,85 x 24 x 365 320,43MW x 0,85 x 24 x 365
= 476,544 GWh = 148,920 GWh = 446,760 GWh = 2.385,921 GWh + 3.458,145 GWh Setelah PLTU Embalut di bangun maka akan menambah energi listrik di Kalimantan Timur sebesar 476,544 GWh/th, sehingga total produksi listrik di Kalimantan Timur mencapai 3.458,145 GWh/th. Sedangkan Harga Pokok Penyediaan Listrik setelah dibangunnya PLTU Embalut adalah : a. BPP PLTU = 476,544 x Rp. 597,26 = Rp 82,30 / KWh 3.458,145 b. BPP PLTG = 148,920 x Rp.3.298,03 = Rp 142,02 / KWh 3.458,145 c.. BPP PLTGU = 446,760 x Rp.1.278,45 = Rp 165,14 / KWh 3.458,145 d.. BPP PLTD = 2.385,921 x Rp.3.578,25 = Rp 2.468,78 / KWh + 3.458,145 Rp 2.858,24 /KWh Sehingga di dapatkan harga BPP Pembangkitan Kalimantan Timur adalah 0,8x Rp.2.858,24 = Rp 2.286.59 turun 9 % dari BPP awal.
162
Sedangkan untuk perbandingan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) Kalimantan Timur dengan Subsidi pada Tahun 2008 bisa dilihat pada Tabel 4.25.
Tabel 4.25 Biaya Pokok Penyediaan (BPP) Kalimantan Timur 2008 Unit Administrasi Kaltim Jawa-Bali Indonesia
Pembangkitan 992,91 411,61 1.041,92
Transmisi 2.289,71 927,44 1.101,82
Distribusi TM 2.309,08 980,72 1.160,57
Distribusi TR 2.465,65 1.168,57 1.367,17
Ratarata 2.597,37 1.070,03 1.271,04
Harga Jual 685,59 656,21 653,85
4.9. Analisa Perhitungan Harga Jual per Kelompok Konsumen Setelah PLTU Embalut Beroperasi Penentuan harga jual perkelompok konsumen ini di peroleh dari ketentuan harga listrik dalam rupiah/ KWh dari PLN dapat di lihat pada Tabel 4.26. Berdasarkan UU No. 30 Th. 2009 Untuk menentukan harga jual yang baru maka di tentukan dengan BPP baru daerah Kalimantan Timur yang dianggap terisolasi dan tanpa subsidi dari pemerintah, yaitu BPP sebesar 80% dari Rp. 2.286.59 yaitu Rp.1.829,27. Penentuan harga jual daerah Kalimantan Timur dapat di tentukan dengan rumus : HJ Persektor lama HJ persektor baru BPP baru HJ Total lama Dari rumus di atas maka pengaruh harga jual listrik per kelompok konsumen saat beroperasinya PLTU Embalut 2x25 MW dengan BPP baru di Propinsi Kalimantan Timur dapat Di lihat pada Tabel 4.27.
Tabel 4.26 Harga Jual Listrik Lama untuk Kalimantan Timur dan Indonesia Dengan Subsidi (Rp./kWh) No 1 2
DAERAH Kalimantan Timur Jawa
RT
Ind
Bisnis
Sosial
Pem.
P.Jlan
Total
579,26
691,61
901,21
603,73
922,29
636,44
682,12
3
Luar Jawa
587,60 584,83
629,10 643,02
862,48 837,98
579,75 585,30
800,44 913,83
660,70 611,77
650,39 664,88
4
Indonesia
588,01
622,04
850,56
580,89
847,15
665,11
653,00
163
Tabel 4.27 Harga Jual Listrik Baru di Kalimantan Timur setelah PLTU Embalut Beroperasi Tanpa Subsidi (Rp./kWh) Sektor Rumah Tangga Industri Bisnis Sosial Pemerintah P Jalan Total
UU No. 5 Th. 1985 Statistik 2008
BPP Th. 2008
Kemampuan Daya Beli Masyarakat
UU No. 30 Th. 2009 Harga Jual Tanpa Subsidi BPP
Harga Jual
579,26
Rp. 1.553,42
691,61 901,21 603,73 922,29 636,44 682,12
Rp. 1.854,71 Rp. 685,59
1. Rp.593,42/kWh 2. Rp.481,33/kWh
Rp. 2.404,58 Rp.1829,27
Rp. 1.610,85 Rp. 2.360,82 Rp. 1.698,12 Rp. 1.820,01
Sesuai Tabel 4.27 harga jual listrik persektor Propinsi Kalimantan Timur yang tanpa subsidi sesuai Undang-Undang No.30 tahun 2009, agak lebih rendah dari daya beli masyarakat Kalimantan Timur. Hal ini perlu untuk mendapatkan perhatian. Salah satunya adalah membangun lebih banyak pembangkit berkapasitas besar dengan biaya pembangkitan rendah. Sayangnya, potensi energi baru dan terbarukan di Propinsi Kalimantan Timur masih sangat rendah. Tidak banyak pemanfaatan potensi tenaga air untuk pembangkitan tenaga listrik. Selain itu hingga saat ini belum ada potensi panas bumi yang terbukti di wilayah Kalimantan Timur. Ini jelas terlihat dari tidak adanya gunung berapi aktif dan daerah Kalimantan Timur memang tidak berada di jalur sirkum Pasifik maupun Mediterania. Untuk saat ini pembangkit yang paling sesuai dengan potensi daerah Kalimantan Timur adalah PLTU batubara. Dengan merealisasikan program pemerintah Tahap II sebesar 12.000 MW dengan kapasitas total 11.144 MW berdasarkan kajian pemerintah mengenai ‖Skenario Energi Mix Nasional‖ dalam jangka waktu tertentu (2005-2025), yang tertuang dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) maka diharapkan agar kebutuhan konsumsi listrik di Kalimantan Timur dapat segera terpenuhi dalam tahun-tahun mendatang. Dengan PLTU yang biaya operasinya rendah maka akan menurunkan BPP Pembangkitan Kalimantan Timur, sehingga harga jual listrik tercapai oleh daya beli masyarakat. Solusi dalam jangka waktu pendek adalah konversi bahan bakar PLTD existing. Konversi bahan bakar ini dilakukan dengan mengubah bahan bakar dari High Speed Diesel oil (HSD) yang
164
mencapai kisaran harga Rp. 6.000,-/ liter menjadi Marine Fuel Oil (MFO) — minyak bakar yang harganya di kisaran Rp.3.890,-/ liter.
4.10. Indeks Pembangunan Manusia Kalimantan Timur dan Kutai Kartanegara Angka IPM berkisar antara 0 hingga 100. Semakin mendekati 100, maka hal tersebut merupakan indikasi pembangunan manusia yang semakin baik. Berdasarkan nilai IPM, UNDP membagi status pembangunan manusia kedalam tiga kriteria yaitu: rendah untuk IPM kurang dari 50, kategori sedang atau menengah untuk nilai IPM antara 50-80, dan tinggi untuk nilai IPM 80 keatas. Sedangkan untuk keperluan perbandingan antar kabupaten/kota tingkatan status menengah dirinci lagi menjadi menengah-bawah bila nilai IPM antara 50-66, dan menengah-atas bila nilai IPM antara 66-80. Propinsi Kalimantan Timur berada pada peringkat ke-5 dalam peringkat IPM dari 33 propinsi yang ada di Indonesia. Nilai IPM Kalimantan Timur sebesar 74.52 %. Jika dibandingkan dengan nilai IPM nasional, nilai IPM Kalimantan Timur masih berada di atas nilai IPM Indonesia pada tahun 2008 yang hanya 71,17 %. Peringkat IPM tiap Propinsi dapat dilihat pada Tabel 4.28. Tabel 4.28 Peringkat IPM berdasar Propinsi di Indonesia 2007 No
Propinsi
1 2 3 4 5 6
N.A.D.
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
2008
Jambi
70,35 72,78 72,23 74,63 71,46
Rang king 17 8 9 3 12
70,76 73,29 72,96 75,09 71,99
Rang king 17 8 9 3 13
Sumatera Selatan
71,40
13
72,05
Bengkulu
71,57 69,78
11 20
71,62
IPM
IPM
Reduksi shortfall
Rasio elektrifikasi
1,383 1,874 2,629 1,813 1,857
85,59 74,49 67,38 38,79 44,96
12
2,273
48,2
72,14 70,30
11 20
2,005 1,721
52,52 47,3
10
72,19
10
2,008
46,2
73,68
6
74,18
6
1,9
52,32
NTT
76,59 70,71 70,92 74,15 69,78 69,29 70,53 63,71 65,36
1 15 14 4 19 23 16 32 31
77,03 71,12 71,60 74,88 70,38 69,70 70,98 64,12 66,15
1 15 14 4 18 23 16 32 31
1,88 1,4 2,338 2,824 1,985 1,335 1,527 1,13 2,281
88,88 65,37 67,73 68,44 62,97 66,3 72,14 29,21 22,53
Kalimantan Barat
67,53
29
68,17
29
1,971
49,86
Sumatera Utara Sumatera Barat Riau
Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali NTB
165
21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur
73,49
7
73,88
7
1,471
42,6
68,01
26
68,72
26
2,219
64,36
73,77
5
74,52
5
2,859
57,84
Sulawesi Utara
74,68
2
75,16
2
1,896
60,15
Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara
69,34
22
70,09
22
2,446
45,76
69,62
21
70,22
21
1,975
62,57
68,32
25
69,00
25
2,146
39,61
Gorontalo
68,83 67,72 69,96 67,82 67,28 63,41
24 28 18 27 30 33
69,29 68,55 70,38 68,18 67,95 64,00
24 27 19 28 30 33
1,476 2,571 1,398 1,119 2,048 1,612
40,27 35,81 61,46 46,03 -
Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Irian Jaya Barat Papua
Lebih lanjut, angka IPM suatu daerah menunjukkan jarak yang harus ditempuh ( shortfall) untuk mencapai nilai maksimum, yaitu 100. Dengan kata lain, nilai tersebut mengukur keberhasilan dengan melihat apa yang telah dicapai dengan apa yang harus dicapai. Angka ini dapat diperbandingkan antar daerah. Sehingga merupakan tantangan bagi setiap daerah untuk mengurangi nilai shortfall. Dengan menghitung rata-rata reduksi shortfall per tahun, dapat diperoleh perbedaan laju perubahan IPM selama periode waktu tertentu. Nilai reduksi shortfall yang lebih besar menandakan peningkatan IPM yang lebih cepat. Asumsi yang digunakan dalam pengukuran ini adalah bahwa laju perubahan tidak bersifat linier, laju perubahan cenderung melambat pada tingkat IPM yang lebih tinggi. Nilai reduksi shortfall juga dapat dihitung untuk masing-masing komponen IPM.
Tabel 4.29 Kuadran IPM dan Reduksi Shortfall Tahun 2008 KUADRAN II
KUADRAN I
IPM TINGGI REDUKSI SHORTFALL RENDAH Propinsi 1. Sumatra Utara 2. Riau 3. Jambi 4. Kepulauan Riau 5. DKI Jakarta 6. Kalimantan tengah 7. Sulawesi Utara
IPM 73,29 75,09 71,99 74,18 77,03 73,88 75,16
Shortfall 1,87 1,81 1,85 1,89 1,87 1,47 1,89
REDUKSI SHORTFALL RENDAH <1,97
166
IPM TINGGI REDUKSI SHORTFALL TINGGI
IPM Tinggi >71,17
Tahun 2008
Propinsi 1. Sumatra Barat 2. Sumatra Selatan 3. Bengkulu 4. Bangka Belitung 5. Jawa Tengah 6. Yogyakarta 7. Kalimantan timur
IPM 70,38 66,15 72,14 72,19 71,60 74,88 74,52
REDUKSI SHORTFALL TINGGI >1,97
Shortfall 2,62 2,27 2,00 2,00 2,33 2,82 2,85
KUADRAN IV IPM RENDAH REDUKSI SHORTFALL RENDAH Propinsi 1. N. Aceh D. 2. Lampung 3. Jawa barat . Banten 5. Bali 6. NTB . Gorontalo 8. Maluku . Maluku Utara 10. Papua
IPM 70,76 70,30 71,12 69,70 70,98 64,12 69,29 70,38 68,18 64,00
Shortfall 1,38 1,72 1,40 1,33 1,52 1,12 1,47 1,39 1,11 1,61
IPM Rendah <71,17
KUADRAN III IPM RENDAH REDUKSI SHORTFALL TINGGI Shortfall Propinsi IPM 1. Jawa Timur 67,72 1,98 2. NTT 67,08 2,28 3. Kalimantan Barat 68,17 2,97 . Kalimantan Selatan 68,72 2,21 5. Sulawesi Tengah 70,09 2,44 6. Sulawesi Selatan 70,22 1,97 . Sulawesi Tenggara 69,00 2,14 8. Sulawesi Barat 68,55 2,57 . Irian jaya barat 67,95 2,04
Sumber BPS Indonesia 2008 Data diolah kembali
Pada Tabel 4.29, terlihat bahwa Kalimantan Timur masuk dalam kuadran 1. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peningkatan IPM di wilayah ini terjadi lebih cepat. Nilai reduksi shortfall Kalimantan Timur memiliki nilai 2,85 dan di atas nilai Nasional (1,97). Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa pengembangan manusia di Propinsi Kalimantan Timur lebih cepat jika dibandingkan dengan Indonesia secara Nasional. Dengan pengoperasian PLTU Embalut yang memasok daya yang signifikan terhadap sistem Mahakam, maka diharapkan sistem Mahakam secara umum mampu menanggung beban yang tersambung dengan sistem tersebut. Hal ini terutama berhubungan erat dengan terjadinya pemadaman bergilir yang umum dialami masyarakat Kalimantan Timur beberapa tahun belakangan ini.
Tabel 4.30 Kuadran IPM dan Rasio Elektrifikasi Tahun 2008 KUADRAN II
KUADRAN I
IPM TINGGI RASIO ELEKTRIFIKASI RENDAH Propinsi 1.Sulawesi Selatan 2.Riau 3.Jambi 4.Kepulauan Riau 5.Bengkulu 6.Bangka Belitung 7.Kalimantan tengah 8.Kalimantan timur 9.Sulawesi Utara
IPM 70,22 75,09 71,99 74,18 72,14 72,19 73,88 74,52 75,16
RE 48,2 38,79 44,96 52,32 52,52 46,2 42,6 57,84 50,15
RASIO ELEKTRIFIKASI RENDAH <62,42
IPM TINGGI RASIO ELEKTRIFIKASI TINGGI
IPM Tinggi >71,17
Tahun 2008
Propinsi 1.Sumatra Barat .Sumatra Utara .DKI Jakarta .Jawa Tengah .Yogyakarta
IPM 70,38 73,29 77,03 71,60 74,88
RE 67,38 74,49 88,88 67,73 68,44
RASIO ELEKTRIFIKASI TINGGI >62,42
167
KUADRAN IV IPM RENDAH RASIO ELEKTRIFIKASI RENDAH Propinsi 1.Lampung 2.NTT 3.Kalimantan Barat 4.NTB 5.Gorontalo 6.Maluku 7.Maluku Utara 8.Sulawesi Tengah 9.Sulawesi Tenggara 10.Sulawesi barat 11.Irian jaya barat 12.Papua
IPM 70,30 67,08 68,17 64,12 69,29 70,38 68,18 70,09 69,00 68,55 67,95 64,00
RE 47,3 22,53 49,86 29,21 40,27 61,46 46,03 45,76 39,51 35,81 -
IPM Rendah <71,17
KUADRAN III IPM RENDAH RASIO ELEKTRIFIKASI TINGGI RE Propinsi IPM 85,59 1.N. Aceh D. 70,76 . Jawa barat 71,12 66,37 . Jawa Timur 67,72 62,97 . Banten 69,70 66,3 . Bali 70,98 72,14 . Kalimantan Selatan 68,72 54,36 . Sulawesi Selatan 70,22 62,57
Sumber BPS Indonesia 2008 Data diolah kembali
Dampak yang nyata dengan terpenuhinya pasokan energi listrik adalah lancarnya pembangunan dalam berbagai sisi. Tidak hanya pada sektor industri dan bisnis, diharapkan pemenuhan kebutuhan energi listrik akan mendukung kehidupan yang lebih baik. Saat pasokan listrik dipenuhi, aktivitas penduduk akan dapat berlangsung dengan baik. Sarana-sarana pembelajaran, kesehatan, dan usaha sangat bergantung pada listrik. Seperti kita ketahui, IPM dipengaruhi oleh parameter-parameter indeks angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan indeks pendapatan sektor riil yang telah disesuaikan. Bila parameter-parameter tersebut meningkat dengan baik, maka nilai IPM akan semakin meningkat. Hal ini menandakan adanya perbaikan hidup dan kualitas kehidupan yang semakin baik dalam suatu wilayah. Dengan demikian, perbaikan IPM akan sejalan dengan motto PT. PLN yaitu ―Electricity For Better Life‖ atau ―Listrik Untuk Kehidupan yang Lebih Baik‖. Pada Tabel 4.30 di atas dapat dilihat bahwa Propinsi Kalimantan Timur masuk dalam kategori daerah yang mempunyai IPM tinggi tetapi mempunyai rasio elektrifikasi yang rendah, jika dibandingkan dengan propinsi lain yang memiliki nilai IPM di atas nilai nasional seperti Sumatera Utara. Ada beberapa kemungkinan yang dapat menyebabkan terjadinya hal ini, diantaranya adalah penggunaan energi listrik yang memang rendah oleh penduduk. Hal ini mungkin berkaitan dengan rendahnya daya beli masyarakat setempat terhadap energi listrik. Kemungkinan kedua, yang memang terjadi dan menjadi sorotan utama adalah kurangnya pasokan energi listrik di wilayah Kalimantan Timur. Selain jumlah yang kurang
168
memadai, terjadi juga ketidakstabilan kontinuitas penyediaan energi listrik di Propinsi Kalimantan Timur.
Tabel 4.31 Peringkat IPM Kabupaten/ Kota di Kalimantan Timur No.
1 2 3
Kabupaten/ Kota
Paser Kutai Barat Kutai Kartanegara
4
Kutai Timur
5 6 7 8
10 11 12
Berau Malinau Bulungan Nunukan Penajam Pasir Utara Tana Tidung Balikpapan Samarinda
13
Tarakan
9
14 Bontang Kalimantan Timur
Peringkat Kabupaten/Kota
IPM 2006 72,31 70,50
2007 72,70 71.93
2008 73,46 72,16
2006 101 183
2007 112 144
2008 97 154
71.45
71.53
72,03
143
165
163
69,84 71,06 71,45 72,48 71.02
70,46 72,12 71,68 73,33 72,17
70,84 72,75 71,78 74,30 72,86
208 156 142 95 114
204 136 149 86 133
217 134 182 80 126
71,70
72,00
72,69
131
141
136
76)0 75,48
76,62 75,62
70,68 77,31 76,12
16 29
16 34
221 12 34
74.93 75.13 73.26
75,30 75,61 73,77
75,92 76,08 74,52
40 36 6
44 35 5
38 37 5
Sumber BPS Indonesia 2008
No. 1.
Tabel 4.32 Peringkat IPM Kabupaten Kutai Kartanegara Komponen 2002 2007 Angka harapan hidup 66,2 67,68 (tahun)
2008 67,76
2.
Angka melek huruf (%)
95,7
96,41
96,41
3.
Rata-rata lama sekolah (tahun)
7,7
8,30
8,30
4.
Pengeluaran perkapita riil disesuaikan (ribuan)
592,5
622,85
628,71
169
5.
IPM
6.
Peringkat IPM dalam Propinsi Kalimantan Timur
7.
Peringkat IPM secara nasional
67,8
71,53
72,03
9
12
11
114
165
163
Sumber BPS Indonesia 2008
Dari Tabel 4.31 dan 4.32 dapat ditarik kesimpulan bahwa terjadi perkembangan yang poistif dalam nilai IPM Kabupaten Kutai Kartanegara. Hal ini terlihat dari kenaikan nilai IPM dari tahun ke tahun yang semakin meningkat. Pada tahun 2008, IPM Kutai Kartanegara adalah 72,03. Walaupun nilai ini merupakan peningkatan dari tahun 2007 yang sebesar 71,53, nilai ini masih berada dibawah nilai Propinsi Kalimantan Timur yang sebesar 74,52. Bila dilihat secara wilayah, perolehan Kabupaten Kutai Kartanegara juga belum mencapai nilai yang memuaskan karena hanya berada pada peringkat 11, naik satu peringkat dibandingkan tahun sebelumnya. Jika disorot secara nasional tingkat kabupaten/ kota, terlihat bahwa dibandingkan tahun 2002 saat berada di peringkat 114, Kabupaten Kutai Kartanegara mengalami penurunan signifikan hingga ke level 163 pada tahun 2008. Menilik dari parameter-parameter penyusun IPM, maka nampak beberapa hal yang perlu dibenahi. Angka harapan hidup mencapai 67 tahun dan belum mencapai 70 tahun. Pengeluaran riil perkapita disesuaikan mencapai angka Rp.628.710,-. Angka melek huruf sudah cukup baik yaitu pada kisaran 96 %. Parameter yang perlu lebih dibenahi yaitu pada rata-rata lama sekolah yang hanya mencapai kira-kira 8 tahun. Secara umum maka angka ini harus diperbaiki karena akan berpengaruh pada kualitas hidup masyarakat. Pemerintah daerah dan pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara sedang mengantisipasi hal ini dengan menjalankan program wajib belajar 12 tahun. Di samping itu pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara juga menyediakan pendidikan sekolah gratis yang bertujuan menyediakan fasilitas pembelajaran di sekolah yang dapat terjangkau semua lapisan masyarakat. Dengan demikian diharapkan terjadi perbaikan dari segi pendidikan yang akan berdampak kepada perbaikan kualitas hidup masyarakat.
170