UJI KONSENTRASI NaCl TERHADAP FRAGILITAS ERITROSIT MENCIT (Mus musculus) DAN KADAL (Mabouya multifasciata)
(NaCl CONCENTRATE TEST TO ERYTHROCYTES FRAGILITY OF MICE (Mus musculus) AND LIZARD (Mabouya multifasciata))
Niken Istighfarin Purwari
Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember
Jln. Kalimantan 37, Jember 68121
[email protected]
Abstrak
Osmosis adalah peristiwa mengalirnya zat pelarut dari daerah hiportonis zat terlarut ke daerah hipertonis zat terlarut. Proses osmosis di pengaruhi oleh kadar zat terlarut, baik yang terlarut di dalam lingkungan sel ataupun zat yang terlarut di dalam cairan sel, diantara kedua cairan tersebut dipisahkan oleh membran sel yang bersifat semipermeable. Umumnya cairan eritrosit poikilotermik isotonis dengan 0,7% NaCl dan cairan eritrosit homoiotermik isotonis dengan 0,9% Nacl. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui besarnya toleransi osmotik eritrosit hewan poikilotermik dan homoiotermik terhadap berbagai tingkat kepekatan medium. Penelitian ini menggunakan mencit atau tikus putih (homoiotermik) dan kadal (poikilotermik). Pengambilan darah dilakukan dengan membius kedua hewan coba terlebih dahulu kemudian membedah bagian dada hingga terlihat jantung dan pembuluh-pembuluh besar. Kemudian menusuk salah satu pembuluh besar hingga darahnya keluar dan diambil dengan menggunakan pipet dan diletakkan diatas gelas arloji yang telah ditetesi dengan antikoagulan yakni EDTA. Selanjutnya ditetesi dengan aquades dab berbagai larutan NaCl dengan berbagai konsentrasi yakni 3% ; 1% ; 0,9% ; 0,5 ; 0,3% ;0,1%. Bila eritrosit dimasukkan kedalam larutan yang hipotonis, maka zat pelarut akan masuk ke dalam eritrosit dan bila membran eritrosit tidak mampu lagi menahan tekanan zat pelarut yang masuk maka eritrosit akan mengalami lisis. Sebaliknya bila eritrosit dimasukkan ke dalam cairan hipertonis, maka air akan keluar dari eritrosit dan eritrosit dapat mengalami krenasi.
Kata Kunci : eritrosit, hipertonis, hipotonis, NaCl
Abstract
Osmosis is events substance a solvent flows from the area of hiportonis of the solute to the regions hipertonis of the solute. The process of osmosis stir by in levels of the solute , good in which it is dissolved in the cell or a substance in which it is dissolved in the liquid cells , between the two of the liquid separated by the cell membrane that is both semipermeable. Generally liquid erythrocytes poikilotermik isotonis with 0.7 % nacl and liquids erythrocytes homoiotermik isotonis with 0.9 % nacl .The purpose of the experiment is to know the osmotic tolerance erythrocytes animals poikilotermic and homoiotermic against the various levels medium concentrate. The experiment using mice or rats white ( homoiotermic ) and lizard ( poikilotermic ). The withdrawal of blood done by anesthetizing both animals try beforehand then dissected parts of the breastbone until seen the heart and large vessels .Then pricked one of the vessels large till the blood out and extracted by the use of pipet and laid on top of a timepiece that glass had been given with anticoagulant namely EDTA. Next given with aquades and various solution nacl with various concentration: 3 %; 1%t; 0.9 %; 0.5; 0.3 %; 0.1 %. If erythrocytes incorporated into a solution hipotonis, so substance a solvent will enter erythrocytes and if membrane erythrocytes not capable of longer hold pressure substance a solvent that in so erythrocytes will experience lysis.In contrast if erythrocytes put into a liquid hipertonis, and the waters will out of erythrocytes and erythrocytes can experience crenation.
Keywords : erythrocytes, hipertonis, hipotonis, NaCl
PENDAHULUAN
Eritrosit adalah sel dasar berbentuk piringan yang mencekung di bagian tegah dikedua sisi, seperti donat dengan bagian tengah menggepeng bukan lubang (yaitu, eritrosit adalah piringan bikonkaf dengan garis tengah 8mukrometer, ketebalan 2mikrometer di tepi luar, dan ketebalan 1 mikrometer di bagian tengah) (Sherwood, 2009 : 423).
Jumlah sel darah merah tiap mm3 untuk setiap jenis hewan berbeda. Perbedaan ini dapat pula terjadi karena faktor fisiologis, antara lain : usia hewan tersebut, jenis kelamin hewan,dan habitat hewan. Sel darah merah hewan homoiotermik lebih banyak jumlahnya daripada hewan poikilotermik (Winatasasmita, 1986 : 40).
Sel darah merah/eritrosit mempunyai membran sel yang bersifat semi permiabel terhadap lingkungan sekelilingnya yang berada diluar eritrosit, dan mempunyai batas-batas fisiologi terhadap tekanan dari luar eritrosit. Tekanan membran eritrosit dikenal dengan tonisitas yang berhubungan dengan tekanan osmosis membran itu sendiri. Kekuatan maksimum membran eritrosit menahan tekanan dari luar sampai terjadinya hemolisis dikenal dengan kerapuhan atau fragilitas (Siswanto, 2014 : 64).
Hewan dapat memiliki suhu tubuh yang bervariasi atau konstan .hewan yang suhu tubuhnya bervariasi di seluruh lingkungan di sebut poikiloterm (dari kata yuanani poikilos, bervariasi) sebaliknya , homoeterm memiliki suhu tubuh yang pasti antara sumber panas dan stabilitas suhu tubuh. Misalnya, kebanyakan ikan laut dan vertebrata ektotermik menghuni perairan dengan suhu yang sedemikian stabil hingga suhu tubuhnya kalah bervariasi daripada suhu tubuh endoterm seperti manusia dan mamalia lain (Campbell,2004 : 16).
Fragilitas eritrosit adalah reaksi membran eritrosit untuk melawan tekanan osmosis media di sekelilingnya, guna mengetahui berapa besar fragilitas atau daya tegang dinding eritrosit dapat diketahui dengan menaruh eritrosit kedalam berbagai larutan (biasanya NaCl) dengan tekanan osmosis beragam. Konsentrasi larutan dengan tenakan osmosis tertentu akan memecah eritrosit, inilah yang menunjukkan fragilitas eritrosit tersebut (Siswanto, 2001 : 90).
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan pada hari Kamis 13 Oktober 2016 di Laboratorium 19 Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Jember.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antaralain mikroskop, kaca benda, kaca penutup, pipet tetes, papan dan alat seksio, gelas piala, jarum pentul, dan senter (alat penerang). Bahan yang dipersiapkan yakni sel darah merah mencit (Mus musculus) dan sel darah merah kadal (Mabouya multifaciata), aquadest, dan garam dapur dengan berbagai tingkat konsentrasi 3%, 2%, 1%, 0,9%, 0,7%, 0,5%, 0,3%, dan 0,1%.
Penelitian dilakukan dengan membius atau mendislokasi hewan coba terlebih dahulu. Pembiusan kadal (Mabouya multifasciata) dilakukan dengan menggunakan kloroform sedangkan pendislokasian mencit (Mus musculus) dilakukan dengan menekan kuat-kuat bagian lehernya. Meletakkan hewan pada papan seksio dengan posisi tubuh terlentang. Pembedahan dilakukan dari bagian abdomen hingga terlihat jantung dan pembuluh-pembuluh besar, kemudian menusuk pembuluh besar dengan jarum pentul dan darah diambil dengan menggunakan pipet tetes. Darah akan diletakkan di atas gelas piala yang telah di beri EDTA. EDTA (Ethylene Diamine Tetra acetid acid) adalah antikoagulan yang dicampurkan dengan darah hewan coba agar tidak terjadi penggumpalan.
Pada sel darah merah mencit (Mus musculus) diamati bentuk sel darah merahnya pada medium yang lebih encer dari NaCl 0,9% berturut-turut 0,7% ; 0,5% : 0,3% ; dan 0,1% sampai aquadest. Kemudian pada medium yang lebih pekat dari NaCl 0,9% berturut-turut 1% ; 2% ; dan 3%. Pada sel darah merah kadal (Mabouya multifasciata) diamati bentuk sel darah merahnya pada medium yang lebih encer dari NaCl 0,7% berturut-turut 0,5% : 0,3% ; dan 0,1% sampai aquadest. Kemudian pada medium yang lebih pekat dari NaCl 0,7% berturut-turut 0,9% ; 1% ; 2% ; dan 3%.
Untuk setiap pergantian medium hendaknya menggunakan sel darah merah yang baru.
HASIL PENELITIAN
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yakni bahwa tingkat konsentrasi NaCl atau garam dapur sangat berpengaruh terhadap fragilitas eritrosit, baik eritrosit mencit (Mus musculus) maupun eritrosit kadal (Mabouya multifasciata). Tabel hasil penelitian sebagai berikut :
Kelompok 1
Kadal
Kontrol
Normal
NaCl 0,1 %
Lisis
NaCl 0,3 %
Lisis
NaCl 0,5 %
Lisis
Kelompok 2
Mencit
Kontrol
Normal
NaCl 0,1 %
Lisis
NaCl 0,3 %
Gembung
NaCl 0,5 %
Lisis
Kelompok 3
Kadal
Kontrol
Normal
NaCl 0,3 %
Krenasi
NaCl 0,5 %
Lisis
NaCl 0,7 %
Lisis
Kelompok 4
Mencit
Kontrol
Normal
NaCl 0,5 %
Gembung
NaCl 0,7 %
Gembung
NaCl 0,9 %
Isotonis
Kelompok 5
Kadal
Kontrol
Normal
NaCl 0,7 %
Isotonis
NaCl 0,9 %
Krenasi
NaCl 1 %
Krenasi
Kelompok 6
Mencit
Kontrol
Normal
Aquadest
Normal
NaCl 1 %
Krenasi
NaCl 2 %
Krenasi
NaCl 3 %
Krenasi
Kelompok 7
Kadal
Kontrol
Normal
Aquadest
Normal
NaCl 1%
Krenasi
NaCl 2 %
Krenasi
NaCl 3 %
Krenasi
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sel eritrosit yang diberi perlakuan dengan aquadest sama dengan sel eritrosit kontrol, yakni sel eritrosit normal. Semakin pekat konsentrasi NaCl maka sel eritrosit akan mengalami krenasi dan semakin encer konsentrasi NaCl maka sel eritrolisis akan mengalami lisis.
PEMBAHASAN
Umumnya cairan eritrosit poikilotermik isotonis dengan 0,7% NaCl dan cairan eritrosit homoiotermik isotonis dengan 0,9% NaCl. Mennurut Siswanto (2001), penelitian isi sel eritrosit hewn homoitherm isotonis terhadap larutan 0,9% NaCl, oleh karena itu hemolisis akan terjadi apabila eritrosit hewan Homoitherm dimasukkan kedalam larutan NaCl dengan konsentrasi dibawah 0,9%. Peristiwa sebaliknya ialah krenasi, yang dapat terjadi apabila eritrosit dimasukkan ke dalam medium yang hipertonis terhadap isi eritrosit. Misalnya, untuk eritrosit hewan homoitherm adalah larutan NaCl yang lebih pekat dari 0,9% sedangkan untuk eritrosit hewan poikilotherm adalah larutan NaCl yang lebih pekat dari 0,7%.
Hasil penelitian diperoleh, pada perlakuan kontrol sel eritrosit dalam keadaan normal. Pada perlakuan aquadest, sel eritrosit keduanya juga normal. Hal ini disebabkan karena aquadest merupakan larutan hipotonis. Sehingga dapat mengembalikan sel ke dalam bentuk semula atau normal.
Semakin rendah konsentasi NaCl maka eritrosit akan mengalami lisis dan semakin pekat konsentrasi NaCl maka eritrosit akan mengalami krenasi. Eritrosit yang mengalami krenasi ditandai dengan adanya proses pengkerutan pada sel sedangkan eritrosit yang mengalami lisis ditandai dengan penggembungan pada sel.
Menurut Purawisastra (2010), Natrium dalam tubuh ada dalam cairan antar-sel (ekstraseluler), yang berfungsi pada pengaturan tekanan osmotik dari cairan. Bila kekurangan natrium, tekanan osmotik menurun dan cairan ekstraseluler masuk ke dalam sel, sehingga volume cairan ekstraseluler menurun.
Yang tidak sesuai dengan teori adalah pada kelompok 3 dengan hewan coba kadal, pada konsentrasi NaCl 3% hasil yang diperoleh yakni krenasi sedangkan pada 0,5% hasil yang diperoleh yakni lisis. Seharusnya konsentrasi NaCl yang lebih rendah atau encer menyebabkan sel mengalami lisis. Hasil data kelompok 3 untuk perlakuan NaCl dengan konsentrasi 0,7% juga tidak sesuai. Seharusnya sel eritrosit kadal akan isotonis pada konsentrasi tersebut.
Ketidaksesuaian data yang diperoleh dapat disebabkan karena pipet tetes yang digunakan tercampur oleh air, sehingga konsentrasi larutan yang seharusnya menjadi tidak sesuai dan hasil pengamatan juga menjadi tidak sesuai. Dapat disebabkan juga karena ketika mengambil darah tidak dilakukan dengan cepat sehingga darah akan cepat mengalami penggumpalan. Ketika akan mencampurkan darah dengan antikoagulan tidak dilakukan dengan hati-hati sehingga sel darah yang akan diamati menjadi rusak.
Terjadinya lisis pada sel eritrosit disebabkan apabila eritrosit dimasukkan kedalam larutan hipotonis maka zat pelarut yang masuk kedalam eritrosit dalam jumlah yang banyak maka membran eritosit tidak mampu lagi menahan takanan zat pelarut yang masuk.
Sel eritosit mengalami krenasi apabila dimasukkan kedalam larutan yang hipertonis, maka air akan secara berlebihan keluar dari sel dan menyebabkan sel kehilangnan air, yang disebut dengan krenasi.
Menurut Siswanto (2001), terjadinya hemolisis disebabkan oleh pecahnya dinding eritrosit sebagai akibat dari menurunnya tekanan osmotik plasma darah. Hal ini menyebabkan masuknya air ke dalam sel darah secara osmosis melalui dinding yang semipermebel sehingga sel darah merah akan membengkak. Keadaan ini menyebabkan peregangan dinding eritrosit yang akhirnya akan menyebabkan pecahnya dinding eritrosit dan hemoglobin larut dalam media sekelilingnya.
Yang lebih toleran terhadap larutan yang lebih encer adalah hewan poikilotermik sedangkan yang lebih toleran terhadap larutan yang lebih pekat adalah hewan homoiotermik. Hal ini dapat dilihat dari kisaran isotonis kedua hewan tersebut. Pada hewan poikilotermik kisaran isotonisnya adalah pada larutan NaCl 0,7%. Sedangkan pada homoitermik kisaran isotonis nya adalah pada larutan NaCl 0,9%.
Menurut Siswanto (2014), ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi fragilitas eritrosit secara fisiologis, antara lain nutrisi, temperatur, lingkungan, dan genetik. Status nutrisi mempengaruhi komposisi penyususn membran eritrosit yang terdiri dari fosfolipid, glikolipid, kolesterol, dan glikoprotein.
KESIMPULAN DAN SARAN
Fragilitas eritrosit mencit (Mus musculus) dan kadal (Mabouya multifasciata) akan mengalami lisis pada konsentrasi NaCl rendah (yakni 0,1%) dan akan mengalami krenasi pada konsentrasi NaCl tinggi (yakni 3%).
Sebaiknya menggunakan pipet yang yang bersih agar tidak mengubah konsentasi NaCl. Untuk pengambilan sampel darah dilakukan dengan cepat karena darah akan membeku dalam suhu ruang. Ketika akan mencampurkan darah dengan antikoagulan dilakukan secara perlahan agar tidak merusak sel darah yang akan diamati.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, J. B. Reece, L. G dan Mitchell. 2004. Biologi Edisi kelima Jilid 3. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Purawisastra, Suryana dan Heru Yuniati. 2010. Kandungan Natrium Beberapa Jenis Sambal Kemasan Serta Uji Tingkat Penerimannya. PGM 2010 33(2);173-179. Puslitbang Gizi dan Makanan, Badan Litbang Kesehatan, Kemenkes RI.
Sherwood L .2009. Fisiologi Manusia edisi ke 6. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC.
Siswanto, etc. 2001. Fragilitas Eritrosit Anjing Lokal Bali. Jurnal Veteriner 2 (3) : 89-92. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Bali.
Siswanto, etc. 2014. Kerapuhan Sel Darah Merah Sapi Bali. Jurnal Veteriner ISSN : 1411-8327 Vol. 15 No.1:64-67. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Bali.
Winatasasmita, Djamhur. 1986. Fisiologi Hewan dan Tumbuhan. Jakarta : Universitas Terbuka Jakarta.
.