ANALISIS KASUS THE OK TEDI COPPER MINE
Disusun oleh: Anindityo Baskoro Aji M. Yasser Iqbal Daulay Noviandari Prabawati Tania
MAGISTER MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS GAJAH MADA YOGYAKARTA 2015
THE OK TEDI COPPER MINE I.
LATAR BELAKANG BHP didirikan pada tahun 1885 di Australia dan berkantor pusat di Melbourne,
Australia. Perusahaan ini bergerak dibidang sumber daya alam dan terlibat dalam penemuan, pengembangan, produksi dan pemasaran produk bijih besi, baja, batu bara, tembaga, minyak dan gas, berlian, perak, emas, timah, seng dan sumber daya alam lainnya. Pada abad 20an, perusahaan ini berkembang menjadi pemimpin pasar secara global di ketiga bisnis intinya yaitu: mineral, minyak bumi dan baja. Pada tahun 2001, BHP melakukan merger dengan Billiton, PLC dan menggunakan nama BHP Billiton sejak saat itu. Papua Nugini, adalah sebuah negara yang berbatasan langsung dengan Indonesia di sebelah barat dan Australia di sebelah selatan. Pada tahun 1975, Papua Nugini mengumumkan kemerdekaannya dari Australia. Papua Nugini merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam terutama kekayaan mineralnya. Namun demikian, Papua Nugini tercatat sebagai salah satu negara miskin meskipun bertumbuh secara cepat. Salah satu yang menopang pertumbuhan Papua Nugini adalah sektor pertambangan yang menghasilkan 30% dari total GDP pada tahun 2013. Selain tingkat GDP yang tergolong rendah, jumlah total penduduknya pun masih tergolong sedikit yaitu sebesar 7,1 juta jiwa jika dibandingkan dengan total luas wilayah Papua Nugini yaitu 462.840km2. Negara ini mempunyai kontur tanah yang kasar dan berbukit-bukit dan dipenuhi sebagian besar hutan hujan tropis. Di Papua Nugini tinggal beberapa suku yang masih mengandalkan mata pencahariannya pada hasil dari alam. Mereka menggunakan sungai dan hutan sebagai tempat mereka mencari bahan makanan maupun kebutuhan lainnya. Infrastruktur di Papua Nugini juga masih sangat minim dalam jumlah maupun kualitas. Pada
tahun
1976,
Pemerintah
Papua
Nugini
menunjuk
BHP
untuk
mengembangkan tambang dan mengekploitasi cadangan tembaga yang sangat besar yang telah ditemukan pada tahun 1963 di bagian barat Papua Nugini. . Lokasi pertambangan berada di gunung Fubilan daerah Star Mountain dimana terdapat hulu sungai The Ok Tedi. Sungai The Ok Tedi mengalir ke selatan dan mengarah ke Sungai The Fly dan
berakhir di teluk papua di laut Coral. Pada tahun 1980 Pemerintah Papua Nugini mengizinkan berdirinya joint venture dengan nama The Ok Tedi Mining Limited Company (OTML) yang bertujuan untuk melaksanakan penambangan di area Ok Tedi. Di OTML BHP memiliki 52% saham, 30% dimiliki oleh pemerintah Papua Nugini dan 18% dimiliki oleh Inet Mining (Kanada). Penambangan dilakukan dengan teknik penambangan open-pit. Pemerintah Papua Nugini mewajibkan pengendalian lingkungan melalui pengunaan waduk (tailing) untuk menampung 80% limbah penambangan. Pembangunan fasilitas tailing dimulai pada tahun 1983, satu tahun sebelum pertambangan dibuka, tetapi pada tahun 1984 longsor yang besar menghancurkan fondasi dari waduk. OTML mengusulkan kepada pemerintah untuk diizinkan secara temporer memulai penambangan tanpa fasiltas tailing karena kalau tidak maka pembukaan penambangan akan tertunda. Pemerintah akhirnya setuju untuk memulai beroperasinya penambangan tanpa fasilitas untuk penyimpan sampah hasil penambangan. Pada tahun 1984,
penambangan
mulai
beroprasi
dan
OTML
mulai
membuang
limbah
penambangannya ke sungai The Ok Tedi. Pertambangan The Ok Tedi mempunyai dampak positif maupun negatif. Dampak Negatif yang ditimbulkan oleh pelaksanaan pertambangan dengan adanya sampah tambang ini antara lain: 1.
Peningkatan sendimen 4x lebih tinggi dari sebelumnya;
2.
Level air sungai meningkat menjadi 5-6 meter sehingga sering menyebabkan banjir
3.
Banjir yang sering terjadi menyebabkan tanah di hutan kekurangan oksigen (dieback) dan membunuh pohon dan vegetasi lainnya
4.
Daerah dieback meluas mulai 18 km2 (1992) menjadi 480 km2 (2000)
5.
Air sungai terkontaminasi menyebabkan populasi ikan berkurang
6.
Perahu penduduk sukar berjalan karena terjadi pendangkalan
Selain dampak negatif, pertambangan The Ok Tedi juga memberikan dampak positif sebagai berikut:
1.
Memberikan pemasukan ke pemerintah sebanyak $155 juta per tahun berupa royalti dan pajak;
2.
Adanya sekitar 3000 orang yang dipekerjakan di pertambangan
3.
Terjadi kegiatan ekonomi di daerah pegunungan
4.
Kegiatan CSR BHP menghasilkan: −
Penurunan tingkat kematian bayi dari 27% menjadi 2%
−
Peningkatan harapan hidup masyarakat dari 30 thn menjadi 50 thn
−
Pengaruh malaria thd anak menurun dari 70% menjadi kurang dari 15%
−
Menyumbang $3 juta pertahun untuk pendidikan dan pembangunan desa sekitar Tahun 1989 beberapa penduduk disekitar sungai Ok Tedi dan Fly yang sudah
mengajukan petisi kepada pemerintah untuk mengambil aksi pencegahan terhadap pembuangan limbah penambangan dan meminta kompensasi terhadap kerugian yang mereka derita. Tahun 1992 lebih dari 30,000 penduduk bersama-sama menuntut ke BHP, dan masalah ini dibawa ke pengadilan. Berdasarkan keputusan pengadilan : Tahun 1996, BHP setuju untuk membayar $90 Juta secara tunai kepada 30,000 penduduk disekitar Ok Tedi dan Fly, $35 Juta akan dibayarkan kepada penduduk dibawah Ok Tedi dan 10% seharga $375 Juta berupa kepemilikan tambahan kepada pemerintah Setuju untuk melakukan study pencegahan kerusakan lebih lanjut. Study meliputi engineering, lingkungan, sosial dan resiko untuk menangani penambangan dan limbahnya dimulai pada tahun 1996 Dalam studi tersebut, dinyatakan bahwa dibutuhkan lebih dari 40 tahun untuk mengembalikan kondisi sungai Ok Tedi, Fly beserta lingkungan sekitarnya II. PERMASALAHAN Penambangan The Ok Tedi menimbulkan dampak bagi lingkungan sekitar baik secara ekologi maupun sosial. Secara ekologi, penambangan tersebut telah merusak hutan dan ekosistem yang ada didalamya dengan digunakanya teknik Open pit. Lebih lanjut kerusakan lingkungan juga ditimbulkan oleh pembuangan limbah tambang. Di sisi lain, dampak sosial dari kerusakan akibat penambangan dan pembuangan limbahnya yaitu
hilangnya mata pencaharian penduduk sekitar daerah penambangan. Kondisi ini diperburuk oleh pemberian kompensasi yang kurang sesuai kepada penduduk sekitar. Dengan kondisi sekarang, apakah penambangan di The Ok Tedi masih bisa dilanjutkan? III. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN Dalam kaitannya dengan permasalahan ekologi yang ditimbulkan oleh aktivitas penambangan dan pembuangan limbah tambang oleh OTML dapat kita tinjau dari sisi The ethics of Pollution Control. Lebih lanjut, Velasques dalam bukunya mengemukakan ecological ethics yaitu pandangan etis dimana semua hal selain manusia yang merupakan bagian dari lingkungan berhak untuk dilindungi dan dilestarikan untuk kepentingan mereka sendiri, tanpa memandang apakah hal tersebut menguntungkan bagi manusia. Hal ini didasari oleh pandangan tentang sistem ekologi yang merupakan sistem hubungan antara organisme dan lingkungan yang saling terkait dan bergantung satu sama lain. Dalam masalah yang timbul di pertambangan The Ok Tedi, OTML telah lalai untuk menjaga lingkungan dari kerusakan dan melanggar ecological ethics dibuktikan dengan tidak dikelolanya limbah hasil dari penambangan dengan seksama. Seharusnya OTML memberikan solusi pengolahan limbah terpadu sehingga meminimalisir kerusakan lingkungan oleh limbah tersebut. Selanjutnya, OTML juga harus melakukan rehabilitasi/reklamasi lahan pertambangan sehingga dapat meminimalisir kerusakan lingkungan yang di timbulkan oleh aktifitas penambangan. Selain pendekatan ecological ethics, pendekatan environmental right dimana manusia mempunyai hak untuk hidup di lingkungan yang layak. Di sekitar Ok Tedi River dan Fly River terdapat 73,500 perkampungan yang hidupnya masih sangat tradisionil dan tergantung pada alam (sungai dan hutan). Sekitar 13.000 warga desa merasa dirugikan atas bencana lingkungan di sekitar pertambangan karena ekosistemnya tercemar oleh pertambangan dan batuan sisa dari pertambangan skala besar. Dapat ditambahkan bahwa kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh OTML atas izin dari pemerintah telah pula melanggar ethics of care yaitu etika yang menekankan kepedulian terhadap segala seuatu yang berada di sekitar kita. OTML tidak memperhatikan hak-hak penduduk sekitar untuk mendapatkan kondisi lingkungan yang
nyaman untuk tinggal dan melaksanakan mata pencaharian mereka. Begitu juga Pemerintah Papua Nugini yang kurang memperhatikan terjadinya kerusakan lingkungan yang lebih lanjut dengan mengijinkan OTML tidak menggunakan waduk (tailing) langsung ke sungai The Ok Tedi dan Fly. Pemerintah Papua Nugini dan juga OTML seharusnya peduli dengan kelangsungan kehidupan lingkungan baik alam maupun manusia dan juga generasi yang akan datang. Ditinjau dari sisi keadilan menurut Aristoteles, OTML menjalankan prinsip keadilan kompensantoris yaitu keadilan yang terkait dengan kompensasi bagi pihak yang dirugikan. Meskipun OTML sudah membayar kompensasi kepada penduduk lokal, namun itu saja tidaklah cukup untuk memperbaiki akibat yang telah mereka timbulkan dari kegiatan penambangan. Jika dikaitkan dengan pendekatan pasar dan kontrol sebagian (Markets and Partial Controls) maka ada konsekwensi ketika suatu perusahaan mencemari lingkungan yaitu beban biaya sosial yang lebih tinggi dibandingkan beban biaya pribadi. Dalam hal ini, kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas penambangan akan memberikan biaya eksternal lebih besar dibandingkan dengan biaya pribadi. OTML harus memasukkan (internalized) beban biaya sosial yang tinggi itu dalam penentuan harga. Sedangkan pada Prinsip distributive yaitu principle of equal liberty, menyatakan bahwa kebebasan setiap warga negara haruslah dilindungi dari gangguan orang lain dan haruslah sederajat antara yang satu dengan yang lain. Pemerintah Papua Nugini seharusnya menjaga agar warganya berkedudukan sama dengan warga asing yang bekerja di penambangan dan berkewajiban menjaga keberlangsungan hidup warga negaranya. Disini sebenarnya Pemerintah dan rakyat sama-sama mempunyai hak sesuai dengan status sosialnya yang tidak boleh dilanggar oleh kedua belah pihak. Pemerintah wajib menahan diri untuk tidak melanggar hak rakyat dan rakyat sendiri wajib menaati pemerintah selama pemerintah berlaku adil, maka hanya dengan inilah dapat diharapkan akan tercipta dan terjamin suatu tatanan sosial yang harmonis. Keadilan berkaitan dengan prinsip ketidakberpihakan (impartiality), yaitu prinsip perlakuan yang sama didepan hukum bagi setiap anggota masyarakat. Dari sisi tanggung jawab, Pemerintah dan OTML memiliki tanggung jawab, pemerintah telah mengijinkan penambangan dan pembuangan limbah tanpa pengolahan
yang optimal dilakukan di Papua Nugini serta tidak mempertimbangkan dampak yang terjadi. Sedangkan OTML sebagai penambang memiliki tanggung jawab lebih terhadap kerusakan lingkungan yang terjadi di daerah penambangan. Dari pembahasan di atas dapat kita simpulkan bahwa penambangan yang dilakukan di Ok Tedi seharusnya dilakukan secara beretika terhadap lingkungan baik alam maupun manusia yang berada di sekitarnya. Penambangan bisa saja dilanjutkan dengan memperhatikan berbagai hal diantaranya: 1.
Harus adanya pengolahan limbah yang sesuai dan setidaknya tidak memperparah kondisi yang ada;
2.
Harus dilakukan pembaharuan lingkungan/reklamasi atas kerusakan yang telah ada oleh Pemerintah Papua Nugini,
3.
Pemberian sebagian besar revenue dari pertambangan tersebut untuk perbaikan lingkungan.
IV. DAFTAR PUSTAKA Velasquez, Manuel G, BUssiness Ethics Concepts and Cases Seventh Edition, New Jersey: Person Education Inc, 2012.