Makalah
Studi Peradaban Islam tentang
Dinasti Turki Usmani
Dosen Pengampu : Prof.Dr.Budi Sulistiono, M.Hum Prof.Dr.Murodi, MA
Oleh : Nama : Dinil Abrar Sulthani NIM : 2113011000020
PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435/2014
1
A. PENGANTAR Alhamdulillah, dengan rasa syukur saya persembahkan makalah ini bagi Bapak/Ibu untuk kita jadikan bahan diskusi untuk mengenal lebih jauh sejarah tentang perkembangan pemerintahan masa dinasti Turki Usmani. Sejarah ini merupakan momen pergolakan yang sangat penting untuk diketahui bagi seluruh ummat muslim, karena dalam catatan sejarah tersebut terdapat pelajaran bagaimana perjuangan pemerintahan dinasti Turki Usmani menyebarkan ajaran Islam bagi rakyatnya dan menyampaikan ke negera di sekitarnya. Mulai dari semangat perjuangan, nilai-nilai religiusitas berpadu menjadi satu dalam kemajuan dinasti Turki Usmani. Namun perlu juga sebagai catatan buat kita untuk menilik penyebab runtuhnya dinasti ini, banyak hal yang bisa kita bawa kembali ke zaman sekarang, untuk mawas diri, menjaga tatanan Negara, khususnya ummat muslim agar lebih mengedapankan sikap persatuan dan saling toleransi kepada seluruh ummat yang ada di bumi pertiwi. Pemerintahan Dinasti Turki Usmani menjadi polemik tersindiri dikalangan ummat muslim dunia, karena ada yang berpendapat bahwa dinasti ini gagal dalam menyampaikan misi keislaman kepada seluruh rakyatnya, namun ada pula yang menyebutkan dinasti ini telah mencapai kejayaan yang membawa peradaban baru bagi semangat keislaman pada masanya. Untuk mengobati penasaran Bapak/Ibu semua untuk mengetahui dengan jelas sejarah sebenarnya, makalah ini merupakan salah satu referensi pemahaman dalam khazanah keislaman terkait peradaban sejarah Islam. Makalah ini akan diuraikan berdasarkan sistematika logika pemahaman yang mudah ; 1. Proses pertumbuhan Pemerintahan Dinasti Turki Usmani 2. Perkembangan Pemerintahan Dinasti Turki Usmani 3. Kemajuan dan kemunduran Pemerintahan Dinasti Turki Usmani 4. Kehancuran peradaban islam pada masa Pemerintahan Dinasti Turki Usmani Semoga makalah ini bisa menjadi bahan kajian menarik dalam diskusi bersama, membedah sejarah islam agar mendapatkan pemahaman sejarah yang lebih komprehensif. Untuk itu penulis merasa kesempurnaan makalah ini belumlah lengkap tanpa kritik dan saran dari Bapak/Ibu semua. Syukron. Penulis, Dinil Abrar Sulthani 2
Napoleon Bonaparte pernah berkata : “Seandainya dunia ini sebuah kerajaan, tempat yang paling strategis untuk dijadikan ibukotanya adalah Istambul”1
B. PEMBAHASAN 1. Proses pertumbuhan Pemerintahan Dinasti Turki Usmani Dinasti turki usmani adalah jawaban dari permasalahan yang terjadi beberapa abad kepemimpinan dengan sistem kekhalifan atau dinasti yang mengalami kemunduran. Lembaga kekhalifaan bisa dibilang hancur dikala Baghdad sebagai pusat pemerintahan ditaklukan Hulagu Khan pada tahun 1258 M. Karena dengan runtuhnya pemerintahan Baghdad ini, dunia Islam mengalami stagnanisasi dari simbol kekhalifan, kehilangan kendali, kehilangan jati diri, mudah terpecah belah disebabkan politik kekahlifahan telah redup. Dinasti Turki Usmani muncul di pentas sejarah Islam pada periode pertengahan. Masa kemajuan Dinasti ini dihitung dari mulai digerakkannya gerakan pendaiman ke wilayah baru yang belum ditundukkan oleh pendahulu mereka. keberhasilan mereka dalam memperluas wilayah kekuasaan serta terjadinya peristiwa-peristiwa penting merupakan suatu indikasi yang dapat dijadikan ukuran untuk menentukan kemajuan tersebut.2 Dunia Islam menjadi mendikotomi antara syi’ah dan sunni, atau Arab yang notebene-nya terdiri dari Syiria, Palestina, dan Sudan dengan Mesir menjadi pusatnya, sedangkan Persia terdiri dari wilayah Islam seperti Balkan, Turki, Turkistan, dan India dengan Persia sebagai pusatnya.3 Akibat dikotomi dunia Islam semangkin mengalami keterpurukan yang berujung “menyerahkan” pemerintahan ke tangan Mongol. Mongol ini sebenarnya adalah bangsa yang keterbelakang, bodoh, buas dan tidak tahu arah visi kepemimpinan pemerintahannya. Maka sangat merugikan sekali bagi dunia Islam yang dikuasai oleh bangsa yang jauh dari kualitas peradaban Islam. Maka sudah menjadi
1
Abu Al-Hasan Ali Nadwi dalam Ading Kusdina, Sejarah Kebudayaan Islam, hal.137 Istambul atau Konstantinopel nama awal dari Ibukota Turki dan pada tahun 1923 berubah menjadi Ankara 2 John L.Esposito, The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World, (Oxford: Oxford Univercity Press, 1995), vol. vi, h. 63 3 Harun Nasution dalam Ading Kusdina, Sejarah Kebudayaan Islam, hal.120
3
sebuah keniscayaan dunia Islam hancur berantakan, peradaban merosot jauh dari pencapaian pemerintahan Islam dimasa jaya terdahulu. Islam mengalami kemajuan dan kemunduran, layaknya sebuah roda yang selalu berputar kadang diatas dan kadang berada dibawah. Begitu pun dengan islam, kemajuan kekuasaan Islam yang dicapai pada masa Abbasiyah, dan keruntuhannya ketika diserang bangsa Mongol. Saat itu kekuasaan politik Islam mengalami kemunduran. Wilayah kekuasaan Islam terpecah-pecah kedalam kerajaan kecil yang satu sama lain bahkan saling memusuhi. Tidak berhenti di situ, beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur akibat serangan bangsa Mongol, bahkan Timur Lenk menghancurkan pusat-pusat kekuasaan Islam yang lain.4 Dunia Islam semangkin terpuruk, situasi yang menjemukan ini terjawab dengan hadirnya model kekhalifan yang ingin mengembalikan semangat jihad dan perjuangan membela agama Allah di masa itu, maka pada abad ke-14 M (1300 M) Kerajaan Turki Usmani berdiri untuk mengembalikan citra dan peradaban Islam ke masa keemasannya. Bukti dari kemajuan yang telah dicapai adalah dari segi perekonomian yang baik, sistem politik dan pemerintahan yang keberpihakan kepada pembangunan, dan perluasan wilayah yang membawa misi Islam sebagai rahmat seluruh alam. Raja pertama dari kerajaan turki usmani ini bernama Usman, yang memerintah antara tahun 1290 – 1326 M. Usman adalah anak dari Ertoghrul pemimpin kabilah Oghuz. Awal mula kabilah Oghuz ini dipimpin oleh Sulaeman, ayah dari Ertoghul. Sulaeman meminta perlindungan kepada raja Khawarijmi, Jalal Ad-Din Mengurbiti dari kejaran serangan tentara Mongol di wilayah Khurasan. Namun perlindungan dari Khawarijmi tidak bertahan lama, karena berselang dengan waktu Raja Jalal Ad-Din meninggal disertai dengan pemberontakan dinasti-dinasti kecil. Karena merasa tidak aman, maka Sulaeman beserta seluruh anggota kabilahnya pindah tempat menuju Anatolia, Asia kecil, namun belum sampai tujuan Sulaeman meninggal dunia, dan pimpinan kabilah diambil alih putranya, Ertoghul. Di Asia kecil, Ertoghul bersama anggota kabilahnya mengabdikan diri kepada Sultan Alaudin II, Sultan Seljuk yang sedang mengalami pertikaian dengan Kerajaan Bizatun atau Romawi Timur.5
4 5
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, h.129 Harun Nasution dalam Ading Kusdina, Sejarah Kebudayaan Islam, hal.122
4
Ertohul pun wafat pada tahun 1289 dan digantikan putranya, Usman yang juga mengabdi kepada Sultan Alaudin II. Pada tahun 1300 M, bangsa Mongol menyerang kerajaan Turki Seljuk yang menewaskan Sultan Alaudin II, sehingga kerajaan Turki Seljuk terpecah belah menjadi kerajaan-kerajaan kecil. Maka, Usman mendeklarasikan kemerdekan dan menjadi raja yang berkuasa penuh terhadap wilayahnya, yang dikenal kemudian dengan nama kerajaan Turki Usmani. Putra Usman, Orkhan, memerintah pada tahun 1326-1360 M.6 Ia membentuk pasukan yang tangguh kemudian dikenal dengan Inkisyariyah (Jannisary) 7 untuk membentengi kekuasaanya. Basis kesatuan ini berasal dari pemuda-pemuda tawanan perang. Kebijakan kemiliteran ini lebih dikembangkan oleh pengganti Orkhan yaitu Murad I dengan membentuk sejumlah korps atau cabang-cabang yennisary. Pembaharuan secara besar-besaran dalam tubuh organisasi militer oleh Orkhan dan Murad I tidak hanya bentuk perombakan personil pemimpinnya, tetapi juga dalam keanggotaanya. Seluruh pasukan militer dididik dan dilatih dalam asrama militer dengan pembekalan semangat perjuangan Islam. Kekuatan militer Yennisary berhasil mengubah Negara Usmany yang baru lahir ini menjadi mesin perang yang paling kuat dan memberikan dorongan yang besar sekali bagi penaklukan negeri-negeri non Muslim.8 Pada masa Orkhan inilah dimulai usaha perluasan wilayah yang lebih agresip dibanding pada masa Usman. Dengan mengandalkan jennisary, Orkhan dapat menaklukan Azmir (Smirna) tahun 1327 M, Thawasyanly (1330 M), Uskandar (1338 M), Ankara (1354 M) dan Gallipoli (1356 M). Daerah-daerah ini merupakan bagian benua Eropa yang pertama kali diduduki oleh kerajaan Usmani.9 Sebagai diketahui Kerajaan Turki Usmani dikepalai oleh seorang Sultan yang mempunyai kekuasaan temporal atau dunia dan kekuasaan spritual atau rohani. Sebagai penguasa duniawi ia memakai titel Sultan dan sebagai kepala rohani umat Islam ia
6
Hassan Ibrahim, Islamic History And Culture, Diterjemahkan oleh Djahdan Human, Sejarah Dan Kebudayaan Islam, h. 327. 7 Jannisary artinya organisasi militer baru, yaitu pengawal elite dari pasukan turki yang kemudian dihapuskan pada tahun 1826. 8 Mahmudunnasir, Islam Konsepsi Dan Sejarahnya, h. 376. 9 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, h.130-131
5
memakai gelar Khalifah.10 Dengan demikian Raja Usmani mempunyai dua bentuk kekuasaan, kekuasaan memerintah negara dan kekuasaan menyiarkan dan membela Islam. Dalam melaksanakan kedua kekuasaan di atas Sultan dibantu oleh dua pegawai tinggi sadrazam untuk urusan pemerintahan dan syaikh al-Islam untuk urusan keagamaan. Keduanya tidak mempunyai banayak suara dalam soal pemerintahan dan hanya melaksanakan perintah Sultan. Dikala Sultan berhalangan atau berpergian ia digantikan sadrazam dalam menjalankan pemerintahan. Syaikh al-Islam yang mengurus bidang keagamaan dibantu oleh qadhi askar al-rumali yang membawahi qadhi-qadhi wilayah Usamniyah bagian Eropa, sedang qadhi askar anduly membawahi qadhi-qadhi wilayah Usmaniyah di Asia dan Mesir.11 Dalam melaksanakan tugasnya para qadhi tersebut merujuk kepada mazhab Hanafi.12 Hal ini yang disebabkan mazhab yang dipakai oleh Sultan adalah mazhab Hanafi. Bentuk-bentuk peradilan pada masa ini ; Pertama, Mahkamah Biasa/Rendah (alJuziyat), yang bertugas menyelesaikan perkara-perkara pidana dan perdata. Kedua, Mahkamah Banding (Mahkamah al-Isti’naf), yang bertugas meneliti dan mengkaji perkara yang berlaku. Ketiga, Mahkamah Tinggi (Mahkamah al-Tamayz au al-Naqd wa al-Ibram), yang bertugas memecat para qadhi yang terbukti melakukan kesalahan dalam menetapkan hukum. Keempat, Mahkamah Agung (Mahkamah al-Isti’naf al-Ulya), yang langsung di bawah pengawasan Sultan.13 Lembaga peradilan (qadha’) pada masa ini belum berjalan dengan baik, karena terdapat intervensi dari pemerintah, bahkan sistem peradilan dikuasai oleh kroni-kroni dan pejabat pemerintah. Jadi belum tampak dengan jelas pemisahan antara urusan agama dan pemerintahan. Pada masa Tanzimat (1839-1876 M) Secara etimologi tanzimat berasal dari kata nazhzhama-yunazhzhimu-tanzhimat, memperbaiki.
14
yang
berarti
mengatur,
menyusun,
dan
Term ini dimaksudkan untuk menggambarkan seluruh gerakan
pembaharuan yang terjadi di Turki Usmani pada pertengahan abad ke-19. Gerakan ini 10
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, h. 92 Abdurrahman Ibn Hayyin Abdul Aziz al-Humaidi, Al-qadha wa Nizamuhu fi al-Kitab al-Sunnah, h. 298 12 Su’ud Ibn Ali Duraib, Al-Tanzhim fi Mamlakah al-Arabiyah al-Su’udiyah, h. 278 13 Su’ud Ibn Ali Duraib, Al-Tanzhim fi Mamlakah al-Arabiyah al-Su’udiyah, h. 299-384 14 Lois Ma’luf, Al-Munjid fi Lughah wa al- A’lam, h. 818 11
6
ditandai dengan munculnya sejumlah tokoh pembaharuan Turki Usmani yang belajar dari Barat yaitu bidang pemerintahan, hukum, administrasi, pendidikan, keuangan, perdagangan dan sebagainya.15 Tanzimat merupakan suatu gerakan pembaharuan sebagai kelanjutan dari kemajuan yang telah dilakukan oleh Sultan Sulaiman (1520-1566 M) yang termasyhur dengan nama al-Qanuni. Namun pembaharuan yang sebenarnya lebih membekas dan berpengaruh pada masa Sultan Mahmud II (1808-1839 M). Ia memusatkan perhatiannya pada berbagai perubahan internal diantaranya dalam organisasi pemerintahan dan hukum. Sultan Mahmud II juga dikenal sebagai Sultan yang pertama kali dengan tegas mengadakan perbedaan antara urusan agama dan urusan dunia. Urusan agama diatur oleh syari’at Islam (tasyr’ al-dini) dan urusan dunia diatur oleh hukum yang bukan syari’at (tasyri’ madani). Hukum syari’at terletak di bawah kekuasaan syaikh al-Islam, sedangkan hukum bukan syari’at diserahkan kepada dewan perancang hukum untuk mengaturnya, hukum yang bukan syari’at ini diadopsi dari Eropa, Perancis dan negeri asing lainnya. Diantaranya adalah al-Nizham al-Qadha al-Madani (Undang-undang Peradilan Perdata). Dengan penerapan al-Nizham al-Qadha al-madani (Undang-undang Peradilan Perdata) dalam peradilan muncul Mahkamah al-Nizhamiyah yang terdiri dari Qadha al-Madani (Peradilan Perdata) dan Qadha-Syar’i (Peradilan Agama ). Disamping itu pada masa ini kondisi masyarakat terdiri dari tiga lapisan yaitu: Pertama, Tradisional, yang mempertahankan dan membangun pemikiran berdasarkan fiqh dan berpijak pada mazhab yang ada. Karena fiqh dianggap telah mapan dan sempurna sehingga mereka berpendapat mazhab ini harus dikembangkan dan disosialisasikan. Kedua, Modernisme, yang menawarkan agar fiqh perlu diseleksi dan dikembangkan sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat. Ketiga, Reformasi, melontarkan gagasan, bahwa fiqh yang ada tidak mampu merespon berbagai perkembangan yang muncul sebagai akses perkembangan zaman dan kebutuhan manusia
15
Kafrawi Ridwan (ed), Ensiklopedi Islam, h. 113
7
yang multi dimensionalitas. Oleh karena itu diperlukan fiqh baru, yang menafsirkan nash secara kontekstual.16 Agaknya keadaan masyarakat ini juga mempengaruhi munculnya pembaharuan lebih-lebih lapisan modernisme dan reformasi. Realisasi pembaharuan ini dimulai dengan diumumkannya Piagam Gulhane (Khatt-i Syarif Gulhane) pada tanggal 3 Nopember 1839 M, kemudian ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Piagam Humayun (Khatt-i Syarif alHumayun) pada tahun 1856 M.17 Gerakan ini terjadi pada masa Sultan Abdul Majid (1839-1861 M) putra Sultan Mahmud II. Piagam Gulhane berisikan berbagai bentuk perubahan yang pada masa permulaan kerajan Turki Usmani, syari’at Islam dan Undangundang Negara dipatuhi, sehingga negara menjadi kokoh dan kuat. Melihat muatan Piagam Gulhane ini terlihat adanya usaha pembaharu untuk melakukan rekonsiliasi antar muslim tradisional dengan kemajuan18, serta institusiinstitusi baru yang tidak bertentangan dengan hukum Islam, bahkan bisa menampung kebutuhan mereka. Menjamin keamanan hidup, ketenangan, jaminan kepemilikan. Satu hal yang penting dalam piagam ini adalah adanya ketentuan bahwa aturan-aturan itu berlaku untuk semua lapisan masyarakat dan semua golongan agama tanpa ada pengecualian. Atas dasar piagam ini, maka terjadi beberapa pembaharuan dalam berbagai institusi kemasyarakan Turki Usmani. Diantaranya dalam bidang hukum dirumuskannya kodifikasi hukum perdata oleh Majelis Ahkam al-Adliyah dan hukum pidana. Sedang dibidang pemerintahan adanya sistem musyawarah dan di bidang pendidikan adanya pemisahan antara pendidikan umum dan agama, serta kekuasaan pendidikan umum dilepaskan dari kekuasaan ulama.19 Pada masa ini mulai masuk pengaruh sistem pendidikan Barat. Agaknya sejak saat ini pemisahan pendidikan antara hukum dan agama ini berlaku sampai sekarang. Selanjutnya pada tahun 1856 M Sultan Abdul Majid mengumumkan belakunya piagam Humayun yang lebih banyak mengandung pembaharuan terhadap kedudukan orang Eropa dan non muslim yang berada di bawah kekuasaan Turki Usmani, sehingga 16
Taufiq Adnan Amal, Islam dan Tantangan Modernitas Studi Atas Pemikiran Hukum Fazlur Rahman, h.
107-110 17
Albert Hourani, dkk, (ed), The Midle East, h. 62-68 Albert Hourani, dkk, (ed), The Midle East, h. 63 19 Albert Hourani, dkk, (ed), The Midle East, h. 352 18
8
antara orang Eropa dan rakyat Islam Turki tidak ada perbedaan lagi artinya mereka mempunyai hak yang sama dalam hukum. Walaupun piagam Humayun dikeluarkan untuk memperkuat keberadaan piagam Gulhane, namun jika diperhatikan lebih jauh piagam ini memberikan hak dan jaminan kepada bangsa Eropa untuk semakin memantapkan keberadaan di Turki Usmani. Sikap pro-Barat ini pada akhirnya membawa kelemahan terhadap kerajaan Turki Usmani dalam menghadapi Eropa. Dapat dipahami bahwa perkembangan tasyri’ pada masa tanzimat di kerajaan Turki Usmani banyak dipengaruhi oleh hukum dari Barat, artinya telah bercampur hukum Islam dengan hukum Barat. Sedangkan Piagam Gulhane menyatakan penghargaan tinggi pada syari’at Islam tetapi juga mengakui perlunya diadakan sistem baru. Hukum baru yang disusun banyak dipengaruhi oleh hukum Barat. Apalagi piagam Humayun yang secara tegas diperlakukan untuk non Islam dan Eropa. Pada masa ini telah ditetapkan pedoman hakim dalam menetapkan hukum, yaitu dengan dikeluarkannya Undang-undang Dusturiyah pada tahun 1293 H/1877 M. Sehingga terhindar dari hawa nafsu dan keinginan pribadi dalam menetapkan hukum. Dan juga didirikan Mahkamah al-Tamyiz (al-Naqdu) yang merupakan lembaga yang diberi wewenang untuk memecat para qadhi yang melakukan perbuatan yang melanggar hukum, karena dianggap tidak melaksanakan tugas sesuai yang ditetapkan.20 Namun pada akhirnya lembaga yang didirikan serta undang-undang yang berlaku sebagaimana mestinya karena ada unsur korupsi dan kolusi dalam pemerintahan. Kondisi ini menjadikan peradilan seperti barang dagangan yang diperjualbelikan.
2. Perkembangan Pemerintahan Dinasti Turki Usmani Dinasti turki usmani berkembang dengan sangat cepat, dengan memiliki sistem pemerintahan yang baik, potensi kekuatan militer yang kuat, rakyat yang patuh tunduk pada kerajaan. Perkembangan ini tampak naik turun tergantung dari sultan atau raja yang memimpin, karena dalam setiap kepemimpinan memiliki gaya tersendiri, desakan dari pihak lawan, dan kondisi tantangan yang berbeda. Tentu masing-masing peiodeisasi ini menjadi bentuk perkembangan dinasti turki usmani dalam menjalani masa kejayaannya. Jadi, perkembangan pemerintahan dinasti turki usmani ini adalah konsistensi dan 20
Su’ud Ibn Ali Duraib, Al-Tanzhim fi Mamlakah al-Arabiyah al-Su’udiyah, , h. 384
9
kesinambungan dalam mempertahankan dinasti turki usmani membentuk peradaban Islam dengan sistem perpolitikan kesultanan. Kerjaan Usmani bangkit kembali pada masa pemerintahan Murad II. Ia digelari Al-Fatih (Sang Penakluk) karena pada masanya ekspansi Islam berlangsung secara besarbesaran. Kota penting yang berhasil ditaklukkan adalah Konstantinopel pada tahun 1453. Dengan demikian usaha menaklukkan Isalam atas kerajaan Romawi Timur yang dimulai sejak zaman Umar Bin Khattab telah tercapai. Konstantinopel dijadikan ibu kita kerajaan dan namanya diubah menjadi Istanbul (Tahta Isalm). Kejatuhan Konstantinopel memudahkan tentara Usmani menaklukkan wilaya lainnya seperti Serbia, Albania dan Hongaria.21 Sekalipun Konstatinopel telah jatuh di tangan Usmani dibawa kekuasaan Muhammad Al-Fatih, namun umat Kristen sebagai pendudduk asli daerah tersebut tetap diberikan kebebasan beragama. Bahkan merekadibiarkan memilih ketua-ketua dilantik oleh Sultan.22 Perjalanan dinasti turki usmani berlangsung cukup lama, periodeisasi pemerintahan yang terus bergilir. Syafiq A. Mughani membagi menjadi 5 (Lima) priode yakni priode I pada tahun 1299-1402 M, priode ke II pada tahun 1402-1566 M, priode ke III 1566-1699 M, priode ke IV pada tahun 1699-1839 M dan priode ke V pada tahun 1839-1922 M.23 a. Priode pertama, sultan-sultannya ialah -
Usman I (1299-1326 M)
-
Orkhan (1326-1359 M)
-
Murad I (1359- 1389 M)
-
Bayazid I (1389-1402 M)
b. Priode ke dua, Sultan-sultannya ialah -
Muhammad I (1403-1421 M)
-
Murad II (1421-1451 M)
-
Muhammad II fath (1451-1481 M)
-
Bayazid II (1481-1512 M)
21
Syafik A. Mughani, Sejarah kebudayaan Islam Di Turki, h. 59-60 Syafik A. Mughani, Sejarah kebudayaan Islam Di Turki, h. 59 23 Syafik A. Mughani, Sejarah Kebudayaan Islam, hal.59-60 22
10
-
Salim II (1512-1520 M)
-
Sulaeman I Qanuni (1520-1566 M)
c. Priode ke tiga, Sultan-sultannya ialah -
Salim II (1566-1699 M)
-
Murad III (1573-1596 M)
-
Muhammad III (1596-1603 M)
-
Ahmad I (1603-1617 M)
-
Mustafa I (1617-1618 M)
-
Usman II (1618-1622M)
-
Mustafa I yang kedua kalinya (1622-1623 M)
-
Murad IV (1623-1640 M)
-
Ibrahim I (1640-1648 M)
-
Muhammad IV (1648-1687 M)
-
Sulaeman III (1687-1691 M)
-
Ahmad II (1691- 1695 M)
-
Mustafa II (1695-1703 M)
d. Priode ke empat, Sultan-sultannya ialah -
Ahmad III (1703-1730 M)
-
Mahmud I (1730-1754 M)
-
Usman III (1754-1757 M)
-
Mustafa III (1757-1774 M)
-
Abdul Hamid I (1774-1788 M)
-
Salim III (1789-1807 M)
-
Mustafa IV (1807-1808 M)
-
Mahmud II (1808-1839 M)
e. Priode ke lima, Sultan-sultannya ialah -
Abdul Majid I (1839-1861 M)
-
Abdul Azis (1861-1876 M)
-
Murad V (1876 M)
-
Abdul Hamid II (1876- 1909 M)
-
Muhammad V (1909- 1918 M) 11
-
Muhammad VI (1918- 1922 M)
-
Abdul Majid II (1922- 1924 M)
3. Kemajuan dan kemunduran Pemerintahan Dinasti Turki Usmani a. Kemajuan pemerintahan dinasti turki usmani Masa kesuksesan dinasti turki usmani ini yang paling menonjol adalah pasa masa Sulaiman Qanuni, sultan ini memerintah dengan periodeisasi paling lama diantara sultan-sultan yang lain. Dalam masa pemerintahannya, sultan Sulaiman ini berhasil mempersatukan ummat muslim dan non muslim, beberapa wilayah besar ikut masuk ke dalam dinasti turki ini. Berikut capaian kemajuan pada masa dinasti turki usmani :24 1) Pengelolaan pemerintahan dan reorganisasi militer Prestasi kemajuan yang terbesar adalah di bidang militer, khususnya sejak masa sultan Muhammad Al-Fatih merupakan kekuatan militer yang tangguh dan terbaik di dunia sampai pada akhir abad 17 M, yaitu saat mereka dikalahkan Eropa pada tahun 1683. Prestasi militer ini disebabkan keturunan turki usmani sejak awal adalah masyarakat Ghazi yang gemar berperang. Disamping pasukan darat, dinasti turki usmani I juga memiliki pasukan laut yang kuat. Pada masa sultan Sulaiman yang agung, kekuatan armadanya sekitar 3.000 kapal perang yang mengawasi perairan lait Saved, Andriatik, Marmora, Azaq, laut hitam, laut merah, dan laut tengah. Kekuatan tersebut merupakan kekuatan armada raksasa yang tidak bisa ditandingi oleh Eropa pada waktu itu. 2) Kemajuan dalam bidang perekonomian Pada masa puncak kemajuannya, semua daerah dan kota penting yang menjadi pusat perdagangan dan perekonomian jatuh ketangannnya. Daerahdaerah yang ditaklukkan dari segi ekonomi merupakan masukan bagi sumber ekonomi kerajaan. Dengan demikian tidak mengherankan jika dinasti turki usmani mendapat kemajuan ekonomi melalui perdagangan.
24
Ading Kusdina, Sejarah Kebudayaan Islam, hal.130-135
12
Sebagai contoh, kegiatan perdagangan itu adalah adanya kerjasama perdagangan antara dinasti turki usmani dengan Inggris, Genoa, dan Venisia dalam jual beli jagung, kacang-kacangan, dan timah pada abad ke-16 M. 3) Kemajuan dalam bidang ilmu dan budaya Kemajuan dan prestasi dalam bidang ilmu, teknologi, dan filsafat sama seperti dinasti-dinasti besar sebelumnya. Ini disebabkan bangsa turki usmani terlalu menyibukkan diri dengan kegiatan politik dan bersifat tertutup terhadap perubahan dan perkembangan yang terjadi. Disamping itu, para ulamanya masih menutup pintu ijtihad dan kegiatan penyelidikan ilmiah. Bahkan lebih dari itu para ulama menolak segala pemikiran baru. Padahal, mereka adalah orang yang sangat berwenang dalam menyusun kebijaksanaan pendidikan dan pengajaran. Kesungguhan dinasti turki usmani dalam kegiatan ilmu dan budaya hanya terlihat pada bidang hukum dan kebudayaan Turki. Keberhasilan dalam bidang hukum adalah mengangkat syariat Islam pada tingkat yang lebih tinggi dibanding dengan Negara-negara Islam sebelumnya. Boleh dibilang, dinasti turki usmani adalah Negara Islam pertama yang mencoba mengangkat syariat Islam sebagai hukum efektif bagi Negara dalam segala aspek kehidupan. Seperti tersusunnya buku Qanun Usmane pada masa Muhammad Al-Fatih yang berisi perundang-undangan legislatif dan himpunan peraturan serta praktik hukum lainnya. Pada masa Sulaeman, disusun pula buku Multaqa al-Abhur yang terkenal dalam bidang hukum yang membuat sultan Sulaeman digelari al-Qanuni. Keberhasilan dalam bidang budaya yaitu penggunaan bahasa dan kebudayaan turki menjadi persyaratan bagi orang-orang yang ingin diterima sebagai anggota suatu kelas sosial yang dominan, disamping Islam. Dinasti ini juga mendirikan sekolah-sekolah dasar dan menengah (1881) dan perguruan tinggi (1869), juga mendirikan Fakultas kedokteran dan fakultas Hukum. Disamping itu para belajar yang berprestasi dikirim keprancis untuk melanjutkan studinya, yang sebelumnya itu tidak pernah terjadi.25
25
Ajid Thahir, Perkembangan Peradaban Di Kawasan dunia Isalam, Melacak Akar-Akar Sejarah Sosial, Politik an Budaya Islam, h.187-188
13
4) Kemajuan dalam bidang Agama Bidang keagamaan Dalam tradisi, Agama memiliki peranan penting dalam kehidupan sosial dan politik. Pihak penguasa sangat terikat dengan syariat Islam sehingga fatwa Ulama menjadi hukum yang berlaku. Mufti sebagi pejabat urusan Agama tertinggi berwenan memberi fatwa resmi terhadap problem keagamaan. Tanpa legitimasi Mufti keputusan hukum kerajaan tidak bisa berjalan. Pada masa ini kegiatan terus berkembang pesat. Al-bektasi dan Al-maulawi merupakan dua aliran tarekat yang paling besar. Tarekat bektasi sangat berpengaruh terhadap kalangan tentara sehingga mereka sering disebut tentara bektasi Yennisari. Sementara tarekat maulawi berpengaruh besar dan mendapat dukungan dari penguasa dalam mengimbangi yennisari bektasi. Ilmu pengetahuan seperti fikhi, tafsir, kalam dan lain-lain, tidak mengalami perkembangan. Kebanyakan penguasa Usmani cenderung bersikap taklid dan fanatik terhadap suatu mazhab dan menentang mazhab-mazhab lainnya.26 Menurut Ajid Tahir dalam bukunya menyebutkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan sehingga Turki Usmani memperoleh kemajuan antara lain : 1) Adanya sistem pemberian hadiah berupa tanah kepada tentara yang berjasa 2) Tidak adanya diskriminasi dari pihak penguasa 3) Kepengurusan organisasi yang cakap 4) Pihak Turki memberikan perlakuan baik terhadap saudara-saudara baru dan
memberikan kepada mereka hak rakyat secara penuh 5) Turki telah menggunakan tenaga-tenaga profesional dan terampil 6) Kedudukan sosial orang-orang Turki telah menrik minat penduduk negeri-negeri
Balkan untuk memeluk agama Islam 7) Rakyat memeluk agama Kristen hanya dibebani biaya perlindungan (jizyah) yang
relatife murah dibandingkan pada masa Bizantium 8) Semua penduduk memperoleh kebebasan untuk menjalankan kepercayaannya
masing-masing
26
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, h.137
14
9) Karena Turki tidak fanatik agama, wilayah-wilayah Turki menjadi tempat
perlindungan orang-orang Yahudi dari serangan kerajaan Kristen di Spanyol dan Portugal pada abad ke-16.27
b. Kemunduran pemerintahan dinasti turki usmani Disamping kemajuan itu, di sinilah timbul bibit-bibit keruntuhan dinasti turki usmani, karena dinasti selalu bergantung dengan sosok sultan, jika sultan itu bagus dalam memimpin kerajaan maka kesuksesan yang datang, jika sultan itu hanya mementingkan egonya dan perpolitikannya lemah maka kerajaan mengalami kemunduran. Penyebab ini adalah ketergantungan kerajaan terhadap kesinambungan/ pergantian politik seorang sultan.28 Dan juga kemunduran dinasti turki usmani ini ditandai dengan kekalahankekalahan dalam pertempuran pasukan Kristen barat. Pada than 1702 diadakan perjanjian Carlowitz dan dalam perjanjian itu, Turki usmani harus rela menyerahkan wilayah Hongaria, Transilvania, Morea, Albania, Pedolia, dan Azzof. Ini adalah kemenangan kedua yang dipandang paling penting bagi dunia Kristen atas Turki. Pada abad ke-17 dan ke-18, dinasti turki usmani diperintah oleh sekitar lima orang sultan, tetapi tidak ada seseorang pun dari mereka yang dapat mengatasi tentangan besar yang menghantam Turki usmani, terutama terhadap segala tantangan yang berasal dari Eropa. Pada akhir abad ke-18 M, sultan Salim III (1789-1807 M) mulai menyadari perlunya langkah-langkah pembaharuan dalam tubuh militer secara menyeluruh, tetapi ia menjadi tidak berdaya saat menghadapi tantangan tentaranya yang tidak menyetujui pembaharuan ini. Hal ini terbukti ketika pada masa pemerintahannya, Mesir jatuh ketangan Prancis dibawah pimpinan Napoleon Bonaparte.29 Pemerintahan sultan Turki yang ke X, yaitu Sulaeman I (1520-1566) merupakan masa pemerintahan terpanjang dibangdingkan dengan Sultan-Sultan lainnya. Selama pemerintahannya berhasil meraih kesuksesan dengan masuknya 27
Ajid Thahir, Perkembangan Peradaban Di Kawasan dunia Isalam, Melacak Akar-Akar Sejarah Sosial, Politik an Budaya Islam, h.189-190 28 Syafik A. Mughani, Sejarah Kebudayaan Islam, hal.93 29 Ading Kusdina, Sejarah Kebudayaan Islam, hal.144-146
15
beberapa wilayah Negara besar Turki. Bahkan mempersatukan umat Islam dengan non Muslim di bawah kekuasaannya. Namun disisi lain tanda-tanda keruntuhan juga sudah mulai muncul kepermukaan. Pandangan tersebut lebih disebabkan oleh ketergantungan kerajaan ini kepada kesinambungan kekuatan politik seorang Sultan.30 Periode keruntuhan kerajaan Turki Usamani termanifestasi dalam dua priode yang berbeda pula, yaitu : pertama, priode desentrallisasi yang dimulai pada awal pemeritahan Sulatan Salim II (1566-1574) hingga tahun 1683 ketika angkatan bersenjata Turki Usmani gagal dalam merebut kota Fiena untuk kedua kalinya. Kedua, priode dekompresi yang terjadi dengan munculnya anarki internal yang dipadukan denagn lepasnya wilayah taklukan satu per satu. Pada abad ke 16 kelompok derfisme31 telah menjadi kelompok yang solid dan mendominasi kekuatan politik bahkan menggeser posisi para aristoerat Turki tua.32 Namun pada prkembangan selanjutnya terjadi konflik intern yang menyebabkan mereka berkotak-kotak dan terjebak dalam politik praktis. Mereka mengkondisikan Sultan agar lebih suka tinggal menghabiskan waktunya di Istana Keputren ketimbang urusan pemerintahan, agar tidak terlibat langsung dalam intrik-intrik politik yang mereka rancang.33 Dengan mengeploitasi posisinya dimata penguasa terhadap rakyat mereka memanipulasi pajak dengan kewajiban tambahan kepada petani, akibatnya banyak penduduk yang berusaha untuk masuk ke dalam korp Jannisari. Hal ini mengakibatkan membengkaknya jumlah keanggotaan Jannisari yang hingga pertengahan abad ketujuh belas mencapai jumlah 200.000 orang.34
30
Syafik A. Mughani, Sejarah kebudayaan Islam Di Turki, h. 93 Derfisme merpakan sistem rekrutmen dan pelatihan dari pada keluarga penguasa (ruling class) sebelum mereke menjadi pejabat dikerajaan Turki Usamni 32 Syafik A. Mughani, Sejarah kebudayaan Islam Di Turki, h. 93 33 Syafik A. Mughani, Sejarah kebudayaan Islam Di Turki, h. 94 34 Syafik A. Mughani, Sejarah kebudayaan Islam Di Turki, h. 95 31
16
4. Kehancuran peradaban Islam pada masa Pemerintahan Dinasti Turki Usmani Keruntuhan dinasti turki usmani dibagi menjadi dua bagian ; pertama, pada masa
pemerintahan
Sultan
Salim
II
yang
ditandai
dengan
memandatkan
kekuasaan/kebijkan diserahkan ke bagian-bagian wilayah kekuasaan (otonomi daerah), dan juga disaat kegagalan tentara turki usmani merebut kota Fiena yang kedua kalinya. Kedua, timbulnya konflik internal yang mengakibatkan tidak mengurusi/mengontrol lagi wilayah kekuasaan sehingga wilayah yang telah ditaklukkan melepaskan diri dari kerajaan dinasti turki usmani. a. Faktor-Faktor penyebab hancurnya Turki Usmani. Untuk menentukan faktor penyebab utama kehancuran kerajaan Turki Usmani merupakan persoalan yang tidak mudah. Dalam sejarah lima abad akhir, abad ke-13 sampai abad ke-19 Kerajaan Turki Usmani merupakan sebuah proses sejarah panjang yang tidak terjadi secara tiba-tiba. Mengamati sejarah keruntuhan Kerajaan Turki Usmani, dalam bukunya Syafiq A. Mughani melihat tiga hal kehancuran Turki Usmani, yaitu pertama, melemahnya sistem birokrasi dan kekuatan militer Turki Usmani, kedua, kehancuran perekonomian kerajaan dan ketiga, munculnya kekuatan baru di daratan Eropa serta serangan balik terhadap Turki Usmani. 1) Kelemahan para Sultan dan sistem birokrasi Ketergantungan sistem birokrasi sultan Usmani kepada kemampuan seorang sultan dalam mengendalikan pemerintahan menjadikan institusi politik ini menjadi rentang terhadap kejatuhan kerajaan. Seorang sultan yang cukup lemah cukup membuat peluang bagi degradasi politik di kerajaan Turki Usmani. Ketika terjadi benturan kepentingan di kalangan elit politik maka dengan mudah mereka berkotak-kotak dan terjebak dalam sebuah perjuangan politik yang tidak berarti. Masing-masing kelompok membuat kualisi dengan janji kemakmuran, Sultan dikondisikan dengan lebih suka menghabiskan waktunya di istana dibanding urusan pemerintahan agar tidak terlibat langsung dalam intrik-intrik politik yang mereka rancang. Pelimpahan wewenang kekuasaan pada Perdana Menteri untuk mengendalikan roda pemerintahan. Praktik politik uang di kalangan elit, pertukaran penjagaan wilayah perbatasan dari pasukan kaveleri ke 17
tangan pasukan infanteri serta meluasnya beberapa pemberontakan oleh korp Jarrisari untuk menggulingkan kekuasaan merupakan ketidak berdayaan sultan dan kelemahan sistem birokrasi yang mewarnai perjalanan kerajaan Turki Usmani. 2) Kemerosotan kondisi sosial ekonomi Perubahan mendasar terjadi pada jumlah penduduk kerajaan sebagaimana terjadi pada struktur ekonomi dan keuangan. Kerajaan akhirnya menghadapi problem internal sebagai dampak pertumbuhan perdagangan dan ekonomi internasional. Kemampuan kerajaan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri mulai melemah, pada saat bangsa Eropa telah mengembangkan struktur kekuatan ekonomi dan keuangan bagi kepentingan mereka sendiri.35 Perubahan politik dan kependudukan saling bersinggungan dengan perubahan penting di bidang ekonomi. Desentralisasi kekuasaan dan munculnya pengaruh pejabat daerah memberikan konstribusi bagi runtuhnya ekonomi tradisional kerajaan Turki Usmani. 3) Munculnya kekuatan Eropa Munculnya politik baru di daratan Eropa dapat dianaggap secara umum faktor yang mempercepat proses keruntuhan kerajaan Turki Usmani.36 Konfrontasi langsung pada dengan kekuatan Eropa berawal pada abad ke XVI, ketika masingmasing kekuatan ekonomi berusaha mengatur tata ekonomi dunia. Ketika kerajaan Usmani sibuk membenahi Negara dan masyarakat, bangsa Eropa malah menggalang militer, ekonomi dan teknologi dan mengambil manfaat dari kelemahan kerajaan Turki Usmani. Ajid Thahir dalam bukunya menyebutkan faktor-faktor keruntuhan Kerajaan Turki Usmani dapat dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu: secara internal dan eksternal. Secara internal, yaitu: 1) Luasnya wilayah kekuasaan dan buruknya sistem pemerintahan yang ditangani oleh orang-orang berikutnya yang tidak cakap, hilangnya keadilan, merajalelanya korupsi dan meningkatnya kriminalitas
35 36
Syafik A. Mughani, Sejarah Kebudayaan Islam, hal.104 Syafik A. Mughani, Sejarah Kebudayaan Islam, hal.112
18
2) Heterogenitas penduduk dan agama 3) Kehidupan yang istimewa dan bermegahan dan 4) Merosotnya perekonomian Negara akibat peperangan Turki mengalami kekalahan. Secara eksternal, yaitu: 1) Timbulnya gerakan nasionalisme, bangsa-bangsa yang tunduk pada kerajaan Turki berkuasa, mulai menyadari kelemahan dinasti tersebut 2) Terjadinya kemajuan teknologi di Barat, khususnya dalam bidang persenjataan. Sedangkan Turki mengalami stagnasi Ilmu pengetahuan sehingga jika terjadi perang, Turki selalu mengalami kekalahan.37
37
Ajid Thahir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Melacak Akar-Akar Sejarah, Sosial Politik dan Budaya Umat Islam, h.191-192
19
Daftar Pustaka
Amal, Taufiq Adnan. Islam dan Tantangan Modernitas Studi Atas Pemikiran Hukum Fazlur Rahman. Bandung: Mizan, 1993. Duraib, Su’ud Ibn Ali. Al-Tanzhim fi Mamlakah al-Arabiyah al-Su’udiyah. Riyadh: Maktab alWazir, 1983. Hourani, Albert dkk, (ed). The Midle East. California: The University of California Press, 1993. Ibn Hayyin Abdul Aziz al-Humaidi, Abdurrahman. Al-qadha wa Nizamuhu fi al-Kitab alSunnah. Kairo: Ma’had al-Mabhas al-Ilah, t.t. Ibrahim, Hassan. “Islamic History And Culture”. Diterjemahkan oleh Djahdan, Sejarah dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta: Kot Kembang, 1989. Kusdiana, Ading. Sejarah dan Kebudayaan Islam; Periode Pertengahan. Bandung : CV.Pustaka Setia, 2013. Mahmudunassir. Islam; Konsepsi Dan Sejarah. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994. Ma’luf, Lois. Al-Munjid fi Lughah wa al- A’lam. Beirut: Dar al-Masyriq Mughani, A.Syafik. Sejarah Kebudayaan Islam di Turki. Jakarta : Logos, 1997. Ridwan, Kafrawi. (ed). Ensiklopedi Islam, jilid III. Jakarta: Ihktiar Van Hoeve, 1994. Thahir, Ajid. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Melacak Akar-Akar Sejarah, Sosial Politik dan Budaya Ummat Islam. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2004. Yatim, Badri. Sejarah Dan Peradaban Islam. Jakarta: PT. Raja Gra indo Persada, 2001. Nasution, Harun. Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang, 1996.
20