10
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Era globalisasi ditandai dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang amat pesat telah mengubah dunia yang dituntut untuk maju. Kondisi yang demikian itu berdampak pada seluruh aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Di samping itu juga, dapat mempengaruhi pola pikir, pola sikap, dan pola tingkah laku seluruh masyarakat Indonesia pada umumnya dan para pelajar pada khususnya. Fenomena globalisasi telah menantang kekuatan penerapan unsur-unsur karakter bangsa.
Pembangunan bangsa dan pembangunan karakter merupakan dua hal utama yang perlu dilakukan bangsa Indonesia agar dapat mempertahankan eksistensinya. Pembangunan bangsa harus berbarengan dengan pembangunan karakter, demikian juga sebaliknya. Indonesia sebenarnya adalah negara yang sangat beruntung sebab eksistensinya akan tetap terjaga dengan dilakukannya pembangunan karakter bagi semua warga negaranya
Penanaman pendidikan karakter sangatlah penting dilakukan pada peserta didik, terlebih pada peserta didik yang menginjak usia anak yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama, karena pada usia ini anak dipandang sebagai manusia yang labil dan kompleks. Disamping prilaku anarkis telah menguasai keperibadian siswa, gaya hidup konsumtif-pun menjadi bagian dari gaya hidup siswa saat ini. mereka rela menghambur-hamburkan uangnya hanya untuk menjaga gengsi dalam pergaulan. baik itu masalah makanan, minuman, pakaian, dan hiburan.
Posisi pendidikan karakter menjadi sangat vital dalam membentuk pribadi manusia, ketika manusia yang memiliki kecerdasan intelektual setinggi apapun hal itu tidak akan bermanfaat secara positif bila tidak memiliki kesehatan mental yang baik dan kecerdasan afektif secara emosional, sosial, maupun spiritual. Tereliminasinya pendidikan karanter pada kurikulum lembaga pendidikan formal disinyalir oleh berbagai kalangan sebagai salah satu penyebab utama akan kemerosotan moral, dan budi pekerti masnyarakat yang tercermin oleh tingginya kriminalitas maupun perbuatan amoral.
Hilangnya karakter pada siswa, tentu menjadi tantangan serius dalam dunia pendidikan karena pendidikan memiliki peran yang penting dalam menciptakan generasi bangsa. Adapun fungsi pendidikan itu sendiri sudah ditegaskan dalam UU No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pada pasal 3 yang menyebutkan bahwa"Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk nilai serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab".
Untuk menuju Indonesia yang lebih baik tentu tidak hanya membutuhkan orang-orang pintar semata, melainkan membutuhkan orang-orang yang memiliki karakter dan moral, militasi yang kuat, mental tangguh, disiplin, mandiri, bertanggung jawab dan lain sebagainya. Maka upaya proses perbaikan dalam pembelajaran menjadi sangat penting sehingga dalam membina keperibadaian siswa dibutuhkan suatu bentuk strategi pendidikan yang memiliki misi membentuk keperibadian siswa seperti halnya pendidikan karakter.
Hancurnya nilai-nilai moral, merebaknya ketidak adilan dan tipisnya rasa solidaritas, telah terjadi dalam lembaga pendidikan kita. Kasus-kasus aktual, masih banyak ditemukan seperti halnya siswa yang menyontek di kala sedang menghadapi ujian, bersikap malas, tawuran antara sesama siswa, melakukan pergaulan bebas, terlibat narkoba, dan lain-lain.
Hal ini mewajibkan untuk mempertanyakan sejauh mana lembaga pendidikan telah mampu menjawab dan tanggap atas berbagai macam persoalan masyarakat. Ada apa dengan pendidikan yang ada selama ini, sehingga manusia dewasa yang telah lepas dari lembaga pendidikan formal tidak mampu menghidupi gerak dan dinamika masyarakat yang lebih membawa berkah dan kebaikan bagi semua orang.
Melihat fenomena di atas manunjukan bahwa pendidikan karakter harus benar-benar menjadi perhatian yang serius guna menghasilkan generasi-generasi bangsa yang sehat metalnya dan kemampuan afektifnya. Disamping pendidikan memiliki tanggung jawab terhadap realita saat ini, maka pendidikan sangat berperan menjadi pemandu kehidupan yang tepat. Menyadari betapa pentingnya pendidikan bagi kehidupan siswa, dalam menyikapi degradasi karakter dan moral maka internalisasi karakter-karakter keagamaan ataupun karakter-karakter karakter menjadi sebuah keharusan.
Kenyataannya pendidikan karakter yang berjalan di lembaga-lembaga pendidikan pada umumnya masih bersifat persial dan hanya termuat dalam setiap mata pelajaran, dimana pendidikan karakter yang berjalan pada pendidikan sekarang ini lebih kepada tuntutan profesionalitas guru dalam memberikan pengajaran terhadap peserta didiknya, pendidikan karekter yang berjalan hanya sebatas muatan karakter yang dalam pengaplikasiannya terkadang guru kurang memperhatikan bahwa ada nilai karakter yang harus guru tanamkan terhadap peserta didik, sehingga guru kurang integratif dalam penanaman kesadaran karakter bagi peserta didik, dan belum dapat terlaksana secara baik dalam bentuk internalisasi karakter dasar kemanusiaan dalam bentuk pendidikan. Maka hal ini tak jarang ditemukan bahwa sebagaian guru kurang bisa menjadi tauladan yang baik bagi peserta didik dan guru kurang berhasil dalam penanaman pendidikan yang berkesinambungan. Oleh karena itu pendidikan karakter perlu disesuaikan dengan tahapan-tahapan perkembangan moral peserta didik. Sehingga dalam implementasi pendidikan karakter yang akan diterapkan oleh seorang pendidik harus memiliki strategi dan pendekatan secara khusus, karena siswa berada pada posisi usia sangat rentang, dengan demikian pendidikan karakter melalui lembaga pendidikan amat berperan penting terhadap masa depan siswa.
BAB II
LANDASAN TEORI
Kesehatan Mental
Pengertian Kesehatan Mental
Kesehatan mental adalah terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara individu dengan dirinya sendiri dan lingkungannya berdasarkan keimanan dan ketakwaan serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem biasa yang terjadi, dan merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya.
Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari gejala-gejala gangguan dan penyakit jiwa, dapat menyesuaikan diri, dapat memanfaatka segala potensi bakat yang ada secara maksimal mungkin dan membawa kepada kebahagiaan bersama serta mencapai keharmonisan jiwa dalam hidup.
Kesehatan mental adalah pengetahuan dan perbuatan untuk mengembangkan potensi, bakat dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin, sehingga menyebabkan kebahagiaan diri sendiri dan orang lain, serta terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa. Dalam hal ini seseorang harus mengembangkan dan memanfaatkan potensi yang dimilikinya sehingga ia dapat membahagiakan dirinya dan orang lain serta tidak mengganggu hak-hak orang lain.
Apabila ditinjau dari etimologi, kata "mental" berasal dari kata latin, yaitu "mens" atau "mentis" artinya roh, sukma, jiwa,atau nyawa. Di dalam bahasa yunani, kesehatan mental terkandung dalam kata hygiene, yang berarti ilmu kesehatan. Maka kesehatan mental merupakan bagian dari hygiene mental (ilmu kesehatan mental). Kesehatan mental juga adalah suatu kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman, dan tentram.
Istilah Kesehatan Mental diambil dari konsep mental hygiene, kata mental berasal dari bahasa Yunani yang berarti Kejiwaan. Kata mental memilki persamaan makna dengan kata Psyhe yang berasal dari bahasa latin yang berarti Psikis atau Jiwa, jadi dapat diambil kesimpulan bahwa mental hygiene berarti mental yang sehat atau kesehatan mental. Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari keluhan dan gangguan mental baik berupa neurosis maupun psikosis (penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial).
Pengertian kesehatan mental yang dikemukakan oleh Sigmund Freud membatasi pengertian kesehatan mental itu pada "rasa tanggung jawab" seseorang dalam mematuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan menurut Marie Jahoda kesehatan mental tidak hanya terbatas kepada absennya seseorang dari gangguan dan penyakit jiwa. Tetapi memiliki sifat atau karakteristik seperti : memiliki sikap kepribadian terhadap diri sendiri dalam arti ia mengenal dirinya dengan baik, memiliki pertumbuhan, perkembangan dan perwujudan diri.
Kesehatan mental merupakan wujud keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan seperti pikiran, perasaan, sikap, pandangan dan keyakinan. Sehingga tercipta kemampuan menyesuaikan diri antara seseorang dengan dirinya sendiri, dengan orang lain dan dengan lingkungannya. Berlandaskan keimanan dan ketakwaan serta bertujuan mencapai hidup yang bermakna dan berbahagia di dunia dan di akhirat. Pandangannya ini memasukkan unsur agama yang sangat penting dan harus diupayakan penerapannya dalam kehidupan.
Kesehatan Mental dalam Al Quran
Mental merupakan similar kata dari jiwa. Jiwa dalam islam dikenal dengan istilah an-Nafs. Dalam tradisi keilmuan islam kajian jiwa justru mendapat perhatian penting. Hampir semua ulama, kaum sufi dan filosof muslim ikut berbicara tentangnya dan menganggapnya sebagai bagian yang lebih dahulu diketahui oleh seorang manusia. Karena dimensi jiwa dalam islam lebih tinggi dari sekedar dimensi fisik. Karena jiwa merupakan bagian metafisika. Ia merupakan penggerak dari seluruh aktifitas manusia.
Di dalam Al-Qur'an sebagai dasar dan sumber ajaran islam banyak ditemui ayat-ayat yang berhubungan dengan ketenangan dan kebahagiaan jiwa sebagai hal yang prinsipil dalam kesehatan mental. Ayat-ayat tersebut adalah:
لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولا مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ
Artinya: Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-kitab dan al-hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (keadaan nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Q.S. Al Imran 164).
Berdasarkan ayat di atas dapat ditegaskan bahwa kesehatan mental (shihiyat al nafs) dalam arti yang luas adalah tujuan dari risalah Nabi Muhammad SAW diangkat jadi rasul Allah SWT, karena asas, ciri, karakteristik dan sifat dari orang yang bermental itu terkandung dalam misi dan tujuan risalahnya.
Kesimpulan tersebut selain berdasarkan analisis keilmuan tapi juga ada sumber yang jelas dalam al-Qur'an dan al-Hadist. Al-Qur'an memberikan apresiasi yang besar dalam kajian jiwa manusia. Hal ini dapat terlihat ada sekitar 279 kali al-Qur'an menyebutkan kata-kata jiwa (nafs).
Ada tiga pembagian nafsu, yiatu:
Nafsu Amarah
Yaitu jiwa yang masih cenderung pada kesenangan yang bersifat duniawi. Nafsu ini tergolong pada tahap pertama yang tergolng sangat rendah.
Nafsu Lawwamah
Yaitu jiwa yang sudah sadar dan manpu melihat kekurangan-kekurangan dirinya sendiri, dengan kesadaran itu ia terdorong untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan rendah dan selalu berupaya melakukan sesuatu yang mengantarkan kebahagian yang bernilai tinggi
Nafsu Mutmainnah
Yakni jiwa yang tenang, tentram, karena nafsu ini tergolong tahap tertinggi, nafsu yang sempurna berada dalam kebenaran dan kebajikan. Itulah nafsu yang dipanggil dan dirahmati Allah SWT.
Firman Allah SWT :
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ (٢٧) ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً (٢٨) فَادْخُلِي فِي عِبَادِي (٢٩) وَادْخُلِي جَنَّتِي (٣٠
Artinya: Hai jiwa yang tenang, Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku. (Q.S. Al-Fajar ayat 27-30)
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Mental
Faktor nyang mempengaruhi kesehatan mental adalah Keadaan konflik yang umum dalam kehidupan sehari-hari mencakup pula fakta kejiwaan lainnya, yaitu takut dan cemas. Sesungguhnya frustasi, konflik, dan cemas merupakan suatu rangkaian, yang unsur-unsurnya berkaitan satu sama lainnya.
Frustasi
Frustasi merupakan pernyataan sikap seseorang akibat adanya hambatan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, atau adanya suatu hal yang menghalangi keinginannya.
Konflik
Apabila dalam diri seseorang terdapat dua dorongan atau lebih yang saling bertentangan dan tidak dipenuhi dalam waktu yang bersamaan dapat menyebabkan adanya konflik jiwa pada seseorang.
Kecemasan
Kecemasan adalah luapan berbagai emosi yang menjadi satu. Kecemasan ini terjadi ketika seseorang sedang menghadapi sesuatu yang menekan perasaan dan menyebabkan pertentangan batin dalam dirinya. Dalam kecemasan terdapat segi yang disadari seperti rasa takut, terkejut, tidak berdaya, rasa dosa atau bersalah, terancam dan sebagainya.
Indikator Kesehatan Mental
Menurut kitab suci Al-Qur'an, ketenangan jiwa ditandai dengan rasa aman, bebas dari rasa takut dan sedih baik di dunia maupun di akhirat. Dengan demikian orang sudah mencapai tingkat ketenangan dia selalu aman karena berada di sisi Allah SWT, yakni akan kebenaran dan tidak pernah takut maupun cemas dalam menghadapi masalah. Tingkatan ini disebut the Meaning of the Glorious Quran artinya puncak dari kebahagiaan seorang mukmin.
Yang dimaksud dengan indikator kesehatan mental atau ciri mental yang sehat adalah dasar-dasar yang harus di tegakkan manusia guna mendapatkan kesehatan mental dan terhindarnya dari gangguan kejiwaan. Diantara prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
Menurut organisasi kesehatan se-dunia (WHO), memberikan kriteria jiwa yang sehat sebagai berikut :
Memiliki gambaran dan sikap yang baik terhadap diri sendiri.
Memiliki keterpaduan atau integrasi diri.
Memiliki perwujudan diri sebagai proses kematangan diri.
Berkemampuan menerima orang lain, melakukan aktifitas sosial, dan menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat tinggal.
Berminat dalam tugas dan pekerjaan.
Memiliki agama, cita-cita, dan falsafah hidup.
Pengawasan diri.
Rasa benar dan tanggung jawab.
Jadi jiwa yang sehat mempunyai beberapa aspek atau indikator diantara nya aspek pengawasan diri. Karena pengawasan diri itu sangatlah penting untuk mengontrol kemana arah dan tujuan seseorang dalam menjalani hidup. Maka daripada itu sangatlah penting pengawasan diri dalam menjalani kehidupan agar memperoleh atau menciptakan jiwa yang sehat.
Selanjutnya dikemukakan bahwa setiap gangguan dalam perkembangan kesehatan jiwa tersebut di atas yang menjelma sebagai perubahan dalam fungsi jiwa seseorang itu, merupakan gangguan di bidang kejiwaan.
Pendapat lain ada yang memberikan kriteria jiwa atau mental yang sehat, adalah sebagai berikut:
Terbebas dari gangguan penyakit jiwa.
Terwujudnya keserasian antara unsur-unsur kejiwaan.
Mempunyai kemampuan dalam menyesuaikan diri secara fleksibel dan menciptakan hubungan yang bermanfaat dan menyenangkan antar individu.
Mempunyai kemampuan dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya serta memanfaatkannya untuk dirinya dan orang lain.
Beriman dan bertaqwa kepada Allah dan selalu berupaya merealisasikan tuntutan agama dalam kehidupan sehari-hari.
Jadi dalam menjalani hidup harus dapat menyesuaikan diri dengan realita atau kenyataan yang ada di depan mata, walaupun itu baik atau buruk. Karena dengan seperti itulah manusia dapat memperolah sebuah kepuasaan tersendiri, dan kepuasan itu juga di capai oleh jeri payahnya sendiri. Dan kepuasaan yang didapat itu dapat memberikan ketenangan dan ketentraman dalam jiwa manusia.
Indikator kesehatan mental menurut al-Ghazali dalam Ramayulis didasarkan pada seluruh aspek kehidupan manusia baik hablumminallah, hablumminannas dan hablummin al-alam. Menurutnya ada tiga indikator untuk menentukan kesehatan mental seseorang yaitu:
Keseimbangan yang terus menerus antara jasmani dan rohani dalam kehidupan manusia.
Memiliki kemuliaan akhlak dan kezakiyahan jiwa atau memiliki kualitas iman dan takwa yang tinggal.
Memiliki ma'rifat tauhid kepada Allah.
Berdasarkan uraian-uraian diatas mengenai indikator kesehatan mental, dapat didimpulkan bahwa kesehatan mental mengandung banyak arti, yakni tidak hanya terhindarnya seseorang dari gejala gangguan-gangguan kejiwaan tetapi lebih bersifat kemampuan dan mengembangkan potensi-potensi yang ada di dalam dirinya.
Pendidikan Karakter
Pengertian Pendidikan Karakter
Secara harfiah karakter artinya kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama atau reputasi. Menurut kamus Psikologi yang dikutip Barnawi disebutkan bahwa karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang yang biasanya mempunyai kaitan dengan sifat-sifat yang relative tetap.
Hakekat karakater ialah Menurut Simon Philips, karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem, yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan. Sedangkan Doni Koesoema, memahami bahwa karakter sama dengan kepribadian.
Kepribadian dianggap sebagai ciri, atau karakteristik, atau gaya, atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan. Sementara Winnie, memahami bahwa istilah karakter memiliki dua pengertian. Pertama, ia menunjukkan bagaimana seseorang bertingkah laku. Apabila seseorang berperilaku tidak jujur, kejam, atau rakus, tentulah orang tersebut memanifestasikan perilaku buruk. Sebaliknya, apabila seseorang berperilaku jujur, suka menolong, tentulah orang tersebut memanifestasikan karakter mulia. Kedua, istilah karakter erat kaitannya dengan "personality". Seseorang baru bisa disebut orang yang berkarakter (a person of character) apabila tingkah lakunya sesuai kaidah moral.
Pendidikan karakter diartikan sebagai the deliberate us of all dimensions of school life to foster optimal charter development (usaha kita secara senggaja dari seluruh dimensi kehidupan sekolah untuk membantu pengembangan karakter dengan optimal. Hal ini berarti bahwa untuk mendukung perkembangan karakter peserta didik harus melibatkan seluruh komponen di sekolah baik dari aspek kurikulum, proses pembelajaran, kualitas, penaganan mata pelajaran, pelaksanaan aktifitas, serta etos seluruh lingkungan sekolah.
Karakter tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun secara berkesinambungan hari demi hari melalui pikiran dan perbuatan, pikiran demi pikiran, tindakan demi tindakan. Karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.
Konsep Pendidikan Karakter
Sebelum menapak pada konsep pendidikan karakter, terlebih dahulu harus mengetahui mengenai fungsi dari pendidikan karakter. pendidikan karakter memiliki tiga fungsi utama, yaitu :
Pertama fungsi pembentukan dan pengembangan potensi peserta didik agar berpikiran baik, berhati baik, dan berperilaku baik sesuai falsafah pancasila maupun agama.
Kedua adalah fungsi perbaikan dan penguatan, yaitu memperbaiki dan mempertkuat peran keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, dan pemerintah untuk ikut berpartisipasi dan bertanggung jawab.
Ketiga adalah fungsi penyaring, yaitu mampu memilah budaya bangsa sendiri dan menyaring budaya luar yang tidak sesuai dengan karakter bangsa yang bermartabat.
Konsep pendidikan karakter dalam perspektif Islam, yaitu segala sesuatu upaya yang digunakan untuk mewujudkan sebuah karakter tidak hanya teraplikasi kepada hubungan sesama manusia, tetapi juga harus ada hubungan vertikal dengan Allah SWT. Pendidikan karakter ini tidak hanya terlihat dari sisi luarnya saja, yaitu seperti menggantikan nama kurikulum yang lama dengan kurikulum yang baru yang berbasis karakter. namun harus secara jelas tampak perbedaan dengan kurikulum non karakter.
Konsep pendidikan karekter yang dapat memberikan dampak secara jelas, apabila nilai-nilai karakter itu terdapat disetiap mata pelajaran, dengan porsi yang beragam. Sehingga tidak perlu adanya penambahan jam serta mata pelajaran.
Berikut ini adalah nilai-nilai dalam pendidikan karakter persperktif Islam yang harus dimasukkan pada setiap mata pelajaran.
Disiplin
Manajemen pribadi
Rajin belajar
Bersilaturrahim, menyambung komunikasi
Berkomunikasi dengan baik dan menebar salam
Jujur, tidak curang, menepati janji, serta amanah
Berbuat adil, tolong menolong, saling mengasihi, saling menyayangi
Sabar dan optimis
Kasih sayang dan hormat kepada orangtua
Pemaaf, dermawan
Berbuat baik, berakhlak mulia, dsb.
Dari penjelasan di atas dapat penulis jelaskan bahwa pendidikan karakter ini adalah pendidikan yang harus dapat mengubah perilaku, yaitu bahwa pendidikan memberikan nilai-nilai yang ideal yang diharapkan mengatur perilaku peserta didik, yang dapat mendukung perkembangan kepribadian yang dibutuhkan untuk memainkan peran dari ilmu dan nilai yang diperolehnya.
Peserta didik juga harus mendapatkan pendidikan yang menyentuh dimensi dasar kemanusiaan yang mencakup diantaranya, yaitu (1) kognitif yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi; (2) afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia, termasuk budi pekerti luhur, kepribadian unggul, dan kompetensi estetis; (3) psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan ketrampilan teknis, kecakapan praktis, dan 4) kompetensi kinetic yang tercermin pada kemampuan gerak dan fisiknya.
Urgensi Pendidikan Karakter
Kata urgen dimaknai sebagai sebuah kemendesakan, mendesak artinya segera untuk diatasi, segera dilaksanakan, dan jika tidak akan ada potensi yang membahayakan. Karena ada gejala-gejala yang menandakan tergerusnya karakter bangsa ini, yakni nilai-nilai karakter yang luhur tergerus oleh arus globalisasi, utamanya kesalahan dalam memahami makna kebebasan sebagai sebuah demokrasi dan rendahnya filosofi teknologi.
Teknologi dapat menjadi penghancur umat manusia setidaknya karena tiga hal. Pertama, teknologi cenderung memudahkan, bisa menjebak seseorang menjadi sosok yang manja, serba instant, dan tidak menghargai proses. Kedua, teknologi bisa mendekatkan yang jauh akan tetapi juga bisa menjauhkan yang dekat. Seseorang bisa menjadi asing dilingkungan sekitarnya, kurang awas dan peka terhadap lingkungan sekitar, bahkan bisa saja tidak peduli dengan sekelilingnya karena terlalu intens dalam penggunana teknologi. Ketiga, perilaku konsumtif dan boros karena tergiur dengan iklan-iklan produk melalui media. Ini mengakibatkan seseorang kehilangan skala prioritas dalam memenuhi kebutuhannya.
Dalam hal ini manusia dituntut untuk bersikap positif, kritis dan selektif menggantikan pola-pola persepsi dan pola-pola berpikir tertentu yang bersifat nasional semata ke pola-pola berpikir yang bersifat global. Dan kunci sukses dalam menghadapi tantangan berat itu terletak pada kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang handal dan berbudaya.
Bangsa adalah kumpulan manusia individual, karakter bangsa dicerminkan oleh karakter manusia-manusia yang ada dalam bangsa tersebut. Dalam hal ini, pembangunan karakter menjadi penting karena situasi kehidupan tertentu dan konteks keadaan tertentu membutuhkan karakter yang sesuai untuk menjawab keadaan yang ada tersebut. Sekedar contoh, bangsa yang masih rendah teknologinya memerlukan karakter yang produktif dan kreatif dari generasi bangsanya, sementara bangsa yang situasinya terdiri dari berbagai macam agama yang dianut penduduknya, suku dan budaya, yang memerlukan upaya saling menghormati untuk menjaga keberagaman, maka diperlukan pembangunan karakter yang membentuk kepribadian religious, terbuka, demokratis dan menghormati perbedaan. Agaknya situasi bangsa sebagaimana contoh diatas sesuai dengan situasi yang ada di Indonesia.
Pendidikan karakter di Indonesia yang memiliki keragaman baik agama, suku dan budaya, sebagai bagian dari upaya membangun karakter bangsa mendesak untuk diterapkan. Ini karena pendidikan karakter bangsa berfungsi untuk: (1) mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik; (2) memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur; dan (3) meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
Untuk mewujudkan Indonesia yang mampu menghadapi tantangan regional dan global, memerlukan karakter anak bangsa yang religious berdasarkan agama yang dianutnya, karakter yang kreatif, produktif, terbuka, demokratis, menghargai perbedaan dan keragaman, dan memiliki solidaritas dari generasi bangsanya. Karakter tersebut akan menjadi kunci sukses dalam mewujudkan sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang handal dan berbudaya.
Pendidikan karakter yang sesungguhnya menjadi amanat utama Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional kita. Pendidikan karakter adalah bekal paling penting untuk generasi muda sebuah bangsa yang nanti akan menerima tongkat estafet kepemimpinan bangsa itu.
Pendidikan karakter adalah salah satu jawaban untuk menyeimbangkan dampak buruk globalisasi yang telah menggerus nilai-nilai tradisional yang sudah lama kita sepakati sebagai norma dan tata susila. oleh karena itu, pendidikan karakter ini harus menjadi kebutuhan bersama bangsa lndonesia. Artinya, masyarakat juga harus ikut memberikan dukungan penuh terhadap upaya pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, untuk menjadikan pendidikan karakter sebagai salah satu pilar penyangga bangunan Negara Kesatuan Republik lndonesia.
Indikator Pendidikan Karakter
Perubahan perilaku dan mindset anak manusia (siswa), baik secara gradual maupun secara radikal, melalui aktivitas pendidikan. Guru diamanatkan bukan hanya oleh orang tua siswa, tapi juga oleh undang-undang untuk melakukan upaya-upaya yang terbaik bagi perkembangan kognitif, afektif dan psikomotorik peserta didik. Di tangan gurulah harapan perubahan tingkah laku manusia ke arah yang lebih baik dialamatkan. Menyadari betapa strategisnya peran guru itu, maka guru harus memanfaatkan setiap kesempatan untuk melakukan perbaikan diri dan lingkungannya.
Indikator Strategi pendidikan karakter adalah:
Melalui figure
Sesungguhnya pendidikan karakter membutuhkan contoh berupa figur (sosok). Dan dunia pendidikan kita tidak pernah bisa "menghadirkan" figur berupa manusia paripurna, sebagai hasil dari keberhasilan pendidikan karakter. Manusia yang sempurna dengan seluruh potensi kemanusiaan nya. Tapi Al-Qur'an, "berani" menyebut nama figur yang layak dijadikan contoh dan teladan tingkah laku.
Allah memuji Rasul-Nya, Muhammad Saw, sebagai manusia yang mempunyai budi pekerti agung (mulia). lni artinya perilaku beliau, baik tutur kata maupun tindakan, dapat dijadikan panutan. Ini artinya pendidikan karakter hanya akan menjadi, "impian bersama" saja kalau tanpa keteladanan. persoalannya, sekali lagi, kita tidak mempunyai contoh yang kongkret berupa figur.
Melalui keteladanan
Selain melalui figur, pendidikan karakter bisa dilakukan melalui keteladanan. Maksudnya, bisa saja orang yang memberi teladan itu bukanlah figur teladan yang sempurna, tapi hanya dalam satu sisi saja dia dapat diteladani.
Misalnya gelar Guru Teladan atau pelajar Teladan, pastilah orang yang menyandangnya tidak dalam semua keadaan bisa dijadikan teladan. Kita tidak perlu menuntut terlalu banyak, cukuplah ucapannya sama dengan perbuatannya, perbuatannya adalah wujud dari apa yang dikatakannya.
Melalui pendidikan berkesinambungan
Proses pendidikan kita yakini bukan sekadar transformasi nilai-nilai, bukan pula transfer pengetahuan. Tapi lebih merupakan proses panjang yang baru akan berakhir setelah manusia masuk ke lubang kubur sebagai mayat.
lni yang kita sebut sebagai pendidikan seumur hidup (long life education). Kalau kita sepakat dengan istilah itu, maka semua elemen bangsa harus ikut terlibat secara aktif dalam aktivitas pendidikan berkesinambungan ini. Tuntutlah ilmu dari buaian sampai liang lahat. (Al-Hadits) Dengan demikian, masalah pendidikan karakter bukan hanya menjadi tugas Kementerian pendidikan dan Kebudayaan saja, tapi juga kementerian lainnya. Bahkan seluruh masyarakat dan warga bangsa. Karena pendidikan karakter telah menjadi kebutuhan bersama, maka dibutuhkan kesadaran bersama untuk mewujudkannya. Seluruh elemen bangsa harus terlibat dalam proyek besar ini.
MelaIui kegiatan intrakurikuler
Memang selama ini strategi yang dijalankan untuk menerapkan pendidikan karakter di sekolah melalui kegiatan intrakurikuler. Artinya setiap bidang pelajaran harus selalu bermuatan pendidikan karakter. Pelajaran matematika bukan sekadar mengenalkan cara menghitung tambah kurang-bagi-kali. Tapi bagaimana siswa juga memahami bahwa apabila dia memberi dia akan rnendapatkan nilai "tambah" di sisi Allah, Tuhan yang telah menciptakannya. Bahwa kalau siswa membantu sesa'manya yang sedang kesulitan, dia telah "mengurangi" beban sesamanya. Bahwa bila dia bersedekah atau berderma, sesungguhnya dia sedang "berbagi" kebahagiaan. Dan bahwa ketika dia berbakti kepada orang tuanya, maka dia mendapatkan reward (pahala) kebaikan sepuluh, seratus atau tujuh ratus "kali" dari Allah. Begitu juga bidang mata pelajaran lain, dapat mengikutsertakan pendidikan karakter di dalamnya. Melalui kegiatan ekstrakurikuler
Kemudian, pendidikan karakter dapat juga "diselipkan" di antara kegiatan ekstrakurikuler. Artinya nilai-nilai karakter seperti kejujuran, disiplin, kasih sayang, kerja keras, kerja cerdas, dan sebagainya, dapat dijadikan muatan kegiatan dalam proses pembelajaran dimanapun.
Peran Sekolah dalam Pendidikan Karakter
Sekolah mempunyai peran yang sangat strategis dalam membentuk manusia yang berkarakter agar pendidikan karakter dapat berjalan dengan baik memerlukan pemahaman yang cukup dan konsisten oleh seluruh personalia pendidikan.
Di sekolah pendidik merupakan figure yang diharapkan mampu mendidik anak yang berkarakter, berbudaya, dan bermoral. Hal ii merujuk pada undang-undang system pendidikan nasional tahun 2003 pasal 1" semua tenaga kependidikan baik yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, intruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususanya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan mempunyai tugas dalam mendidik karakter".
Pendidik merupakan teladan bagi siswa dan memiliki peran yang sangat besar dalam pembentukan karakter siswa. Peran pendidik sebagai pembentuk generasi muda yang berkarakter sesuai dengan UU guru dan Dosen, UU No.14 tahun 2005, guru didefinisakan sebagai pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak manengah.
Peran guru atau pendidik dalam pendidikan karakter dapat menjalankan beberapa peran. Pertama, konservator (pemelihara) system nilai merupakan sumber norma kedewasaan. Kedua, innovator (pengembang) system ilmu pengetahuan. Ketiga, transmit (penerus) system-sistem nilai kepada peserta didik. Keempat, tranformator (penerjemah) system-sistem nilai melalui penjelmaan dalam pribadinya dan prilakunya, dalam konteks interaksidengan sasaran didik. Kelima, organisator (penyelenggara) terciptanya proses edukatif yang dapat dipertanggung jawabkan baik secara formal maupun secara moralkepada sasaran didik, serta tuhan yang menciptakannya.
1
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003
Doni A. Koesoema, Pendidikan Karakte Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, (Jakarta: PT. Grasindo, 2010), h. 112.
Maksudin, Pendidikan Nilai Komperhensif Teori dan Praktik, (Yogyakarta: UNY Press, 2009), h. 29
Zakiah Darajat, Kesehatan Mental, (Jakarta: PT. Toko Gunung Agung 2001), h. 4-6.
Ibid, h. 6
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h. 155.
QS. Al Imran (3) 164
Q.S. Al-Fajar ayat (89). 27-30
Mustofa Fahmi, Penyesuaian Diri Pengertian dan Peranannya dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), cet. 2, h. 20.
Ahmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur'an, (Jakarta: Paramadina, 2000), cet. h.1. 82.
Sururin, Ilmu Jiwa Agama, h. 145-148.
Zakiah Darajat, Kesehatan Mental, h. 12
Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam mulia, 2002), h. 23
Barnawi dan M. Arifin, Strategi dan Kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter, cet. 1, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 20.
Doni Koesoema, Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, (Jakarta: Grasindo, 2010), h. 80.
Zubaedi, Desain Pendidikan karakter. (Jakarta: Kencana, 2011), h.14.
Ibid,;
Muchlas Samani dan Hariyanto, "Konsep dan Model" Pendidikan Karakter, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), h.41
Zubaedi, Desain Pendidikan karakter, h.18.
Muchlas Samani, Hariyanto. Konsep dan Model Pendidikan Karakter, h.79
Fatchul Mu'in. Pendidikan Karakter Kontruksi Teoritik dan Praktik, Urgensi Pendidikan Progresif dan Revitalisasi Peran Guru dan Orangtua, cet,2, (Jogjakarta: Ar-RuzzMedia, 2011), h. 290.
Barnawi dan M. Arifin, Strategi dan Kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter, h. 14.
Masnur Muslich, Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensiona, 35.
Fatchul Mu'in, Pendidikan Karakter Kontruksi Teoritik dan Praktik, h. 296.
Hamka Abdul Aziz, Karakter Guru Profesional (melahirkan murid unggul menjawab tantangan masa depan), (Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2012), h.218
Undang-undang Sisdiknas tahun 2003, pasal 1
Zubaedi, Desain Pendidikan karakter, h. 164