Standar Ganda : The map is not the reality Saya baru saja membaca email-email lama dari teman di sore ini, dan saya menemukan email yang menurut saya bagus. Email ini berasal dari teman kuliah saya bernama Yushi T. Ismayudha, saya rasa beliau yang menulisnya sendiri. Sekalipun email ini ditulis dalam konteks agama Islam, namun rasanya akan tetap cocok untuk siapapun dari agama apapun. Tinggal disesuaikan konteksnya saja. Sangat menarik! Demikian emailnya : LUCU YA ?
Lucu ya, uang Rp 20,000an kelihatan begitu besar bila dibawa ke kotak amal masjid, tapi begitu kecil bila kita bawa ke supermarket Lucu ya, 45 menit terasa terlalu lama untuk berzikir tapi betapa pendeknya waktu itu untuk pertandingan sepakbola Lucu ya, betapa lamanya 2 jam berada di Masjid, tapi betapa cepatnya 2 jam berlalu saat menikmati menikmati pemutaran pemutaran film dibioskop Lucu ya, susah merangkai kata untuk dipanjatkan saat berdoa atau sholat,tapi betapa mudahnya cari bahan obrolan bila ketemu teman Lucu ya, betapa serunya perpanjangan waktu dipertandingan bola favorit kita, tapi betapa bosannya bila imam sholat Tarawih bulan Ramadhan kelamaan bacaannya, Lucu ya, susah banget baca Al-Quran 1 juz saja, tapi novel best-seller 100 halamanpun habis dilalap Lucu ya, orang-orang pada berebut paling depan untuk nonton bola atau konser, dan berebut cari saf paling belakang bila Jumatan agar bisa cepat keluar Lucu ya, kita perlu undangan pengajian 3-4 minggu sebelumnya agar bisa disipkan diagenda kita, tapi untuk acara lain jadwal kita gampang diubah seketika Lucu ya, susahnya orang mengajak partisipasi untuk dakwah, tapi mudahnya orang berpartisipasi menyebar gossip Lucu ya, kita begitu percaya pada yang dikatakan koran, tapi kita sering mempertanyakan apa yang dikatakan Qur’an Lucu ya, semua orang penginnya masuk surga tanpa harus beriman, berpikir, berbicara ataupun melakukan apa-apa
The world’s largest digital library
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
The world’s largest digital library
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
Lucu ya, kita bisa ngirim ribuan jokes lewat email, tapi bila ngirim yang berkaitan dengan ibadah sering mesti berpikir dua-kali LUCU YA ?
-–-–-–-–-–-–-–-–-–-–-–-–-–-–-Nah, menarik sekali jika email ini kita tinjau secara NLP. Betapa menjadi jelas yang namanya “ map is not reality“, untuk sebuah realitas waktu yang sama, kita memiliki map yang berbeda. Sama-sama satu jam, akan berbeda jika dipakai untuk berdoá maupun untuk bermain. Sama-sama Rp 20 ribu, akan berbeda untuk derma di tempat ibadah dan untuk dibawa ke supermarket. Di NLP, dua presuposisi dasar yang penting adalah : 1. The map is not not the the reality reality 2. We are respon respond d to our map, map, not direc directy ty to reality reality Jadi, ini menjelaskan kenapa kita merespon secara berbeda atas 2 hal yang sama, waktu yang sama, uang yang sama dan seterusnya. Kita merespon peta mental kita mengenai realitas, bukan merespon merespon langsung kepada realitas. Nah, pertanyaannya kemudian: Kenapa peta mental mengenai aktivitas yang berhubungan dengan ibadah kok cenderung maunya ngirit? Kok maunya cepet-cepet berakhir? Kok maunya dikit saja? Inilah yang perlu dijawab… Nah, Begini ceritanya, semua hal yang kita sebut tadi : uang, waktu, dll hanyalah suatu “representasi dalam pikiran kita”. Yang kita sebut map, adalah proses pikiran kita menciptakan representasi (perwujudan (perwujudan ulang) dalam pikiran.
Kecenderungan kita, sesuatu yang menyenangkan akan di representasi dalam pikiran sebagai “terasa lebih singkat”. Sedangkan sesuatu yang tidak menyenangkan akan direpresentasi direpresentasi “terasa “terasa lebih lama”. Kecenderungan lain kita, mengeluarkan uang untuk infak (sesuatu hal yang tidak kelihatan langsung hasilnya, dan mungkin kurang menyenangkan) akan di representasi dalam pikiran sebagai “terasa lebih besar”. Sedangkan mengeluarkan uang untuk sesuatu hal yang langsung ada hasilnya dan menyenangkan (belanja di supermarket) akan direpresentasi direpresentasi “terasa “terasa lebih kecil”.
Jadi, rahasianya adalah :
The world’s largest digital library
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
Mulai hari ini, ubah semua map (persepsi) kita mengenai aktivitas relijius/ibadah menjadi berasosiasi dengan sesuatu yang menyenangkan, membahagiakan, dan asyik. Bukan sebaliknya. Alangkah baiknya jika pendidikan dalam ber-ibadah tidak terlalu ditonjolkan dalam kaitannya dengan hukuman, sehingga orang melakukan ibadah HANYA semata-mata karena takut mendapatkan hukuman (siksa). Misal, jika tidak melakukan ini itu maka akan di hukum di neraka, jika tidak berderma, maka akan masuk ke neraka jahanam, dll. Well, jelas tidak ada salahnya menyatakan hal itu dalam pendidikan agama, karena memang ada ancaman hukuman semacam itu bagi yang durhaka, bagi yang melakukan perbuatan dosa, menyiksa anak yatim, menyembunyikan harta dari kewajiban derma, dll. Yang saya usulkan adalah, imbangi juga informasi di sisi lain. Alangkah indahnya jika seseorang ingin sekali melakukan sholat bukan karena takut dihukum Tuhan, namun karena sangat mencintaiNya. Alangkah indahnya jika seseorang ingin sekali bershodaqoh untuk anak yatim bukan karena takut ancaman neraka, namun karena ia ingin melihat anak yatim berbahagia dan mendapatkan hak rejeki mereka dan seterusnya. Semoga Alloh memberi ampun, jika saya salah pendapat dalam hal ini. Bagaimana Bagaimana pendapat Anda? Untuk info lebih lengkap tentang NLP klik : www.belajarNLP.com