KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA
PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI
PSF
REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI MASYARAKAT DAN PERMUKIMAN BERBASIS KOMUNITAS
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TATA CARA PERENCANAAN TEKNIS SANITASI
K A TA PE PENG NGANTAR ANTAR
Rangkaian erupsi merapi yang terjadi pada 26 Oktober sampai awal November 2010 telah mengakibatkan 2.856 rumah rusak berat dan kerusakan pada infrastruktur permukiman di Kabupaten Magelang, Boyolali dan Klaten, Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Erupsi tersebut berdampak sangat serius pada 45 desa yang selama ini menjadi wilayah wilayah kegiatan REKOMPAK dan 43 desa yang belum menjadi lokasi dampingan REKOMPAK. REKOMPAK. Perkembangan Perkembangan selanjutnya, banjir lahar lahar yang merupakan dampak sekunder erupsi merapi telah menghacurkan 1.087 unit rumah dan kerusakan infrastruktur pada 14 desa di Kabupaten Magelang dan 3 desa di Kabupaten Sleman Sesuai dengan Perka No.5 Tahun 2011, Badan Nasional Penanggulangan Bencana tentang Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Erupsi Merapi, kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi rumah dan infrastruktur permukiman dilakukan dengan skema REKOMPAK, yakni dilaksanakan dilaksanakan secara swakelola swakelola melalui pendekatan pemberdayaan. pemberdayaan. Permukiman warga yang rusak dan hancur direlokasi ke daerah yang dinyatakan aman untuk permukiman berdasarkan peta kawasan rawan bencana Gunung Merapi yang dikeluarkan oleh Badan Geologi Kementerian ESDM. Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi ini disusun dengan memperhatikan kaidah teknis dan aturan yang berlaku untuk menjadi acuan perencanaan dan pelaksanaaan pembangunan prasarana dan sistem sanitasi bagi warga korban erupsi Merapi yang akan membangun permukimannya di tempat baru yang lebih aman. Apabila dalam pelaksanaan tata cara ini di lapangan terdapat kekurangjelasan atau ketidaksesuaian kami mengharapkan masukan sebagai bahan penyempurnaannya. Jakarta, Juli 2011 Kepala PMU REKOMPAK
Ir. Adjar Prayudi, MCM, M.Sc. M.Sc. NIP. 110035108
Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi
I
i
K A TA PE PENG NGANTAR ANTAR
Rangkaian erupsi merapi yang terjadi pada 26 Oktober sampai awal November 2010 telah mengakibatkan 2.856 rumah rusak berat dan kerusakan pada infrastruktur permukiman di Kabupaten Magelang, Boyolali dan Klaten, Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Erupsi tersebut berdampak sangat serius pada 45 desa yang selama ini menjadi wilayah wilayah kegiatan REKOMPAK dan 43 desa yang belum menjadi lokasi dampingan REKOMPAK. REKOMPAK. Perkembangan Perkembangan selanjutnya, banjir lahar lahar yang merupakan dampak sekunder erupsi merapi telah menghacurkan 1.087 unit rumah dan kerusakan infrastruktur pada 14 desa di Kabupaten Magelang dan 3 desa di Kabupaten Sleman Sesuai dengan Perka No.5 Tahun 2011, Badan Nasional Penanggulangan Bencana tentang Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Erupsi Merapi, kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi rumah dan infrastruktur permukiman dilakukan dengan skema REKOMPAK, yakni dilaksanakan dilaksanakan secara swakelola swakelola melalui pendekatan pemberdayaan. pemberdayaan. Permukiman warga yang rusak dan hancur direlokasi ke daerah yang dinyatakan aman untuk permukiman berdasarkan peta kawasan rawan bencana Gunung Merapi yang dikeluarkan oleh Badan Geologi Kementerian ESDM. Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi ini disusun dengan memperhatikan kaidah teknis dan aturan yang berlaku untuk menjadi acuan perencanaan dan pelaksanaaan pembangunan prasarana dan sistem sanitasi bagi warga korban erupsi Merapi yang akan membangun permukimannya di tempat baru yang lebih aman. Apabila dalam pelaksanaan tata cara ini di lapangan terdapat kekurangjelasan atau ketidaksesuaian kami mengharapkan masukan sebagai bahan penyempurnaannya. Jakarta, Juli 2011 Kepala PMU REKOMPAK
Ir. Adjar Prayudi, MCM, M.Sc. M.Sc. NIP. 110035108
Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi
I
i
DAFTAR DAFTA R ISI ISI
Kata Pengantar
i
Daftar Isi
ii
Daftar Gambar
iii
Daftar Tabel
iv
Daftar Istilah dan Singkatan
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.1
Latar Belakang
1
1.2
Landasan Operasional dan Acuan
1
1.3
Maksud dan Tujuan
3
1.4
Sasaran
3
1.5
Pelaku
4
1.6
Definisi-definisi
4
BAB II
PERENCANAAN TEKNIS SISTEM PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK 2.1
Ketentuan Umum
7
2.2
MCK (Mandi Cuci dan Kakus)
7
2.2.1 Bilik MCK
8
2.2.2 Kamar Mandi
9
2.2.3 Sarana Tempat Cuci
9
2.2.4 Pencahayaan dan Ventilasi
9
2.2.5 Bahan Bangunan
9
Rancangan Bangunan Komponen Sistem Pengolahan Air Limbah
9
2.3.1 Tangki Septik Komunal
9
2.3.2 Anaerobik Bafel Reaktor
13
2.3.3 Peresapan
14
2.3.4 Bio Digester
17
2.3.5 Kolam Sanita/ Lahan Basah Buatan
19
2.3.6 Perpipaan dan Persyaratan Jarak
21
Penyediaan Air Bersih untuk MCK
21
2.4.1 Sumber Air Bersih
21
2.3
2.4
Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi
I
ii
2.5
BAB III
BAB IV
2.4.2 Kuantitas Air
21
2.4.3 Kualitas Air
22
Utilitas lainnya untuk MCK
22
2.5.1 Penyaluran Air Bekas
22
2.5.2 Penyediaan Tenaga Listrik
22
PERENCANAAN TEKNIS SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH DOMESTIK
23
3.1
Ketentuan Umum
23
3.2
Jenis Sampah
23
3.3
Pola Pemilahan 3R (Recycle, Reuse and Reduce)
25
3.4
Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat (PSBM)
28
PERENCANAAN TEKNIS SISTEM DRAINASE PERMUKIMAN/ TERSIER
30
4.1
Ketentuan Umum
30
4.2
Sistem Drainase Utama/ Perkotaan
30
4.3
Penampang Saluran
31
4.4
Jenis konstruksi Saluran
33
4.4.1 Saluran tanpa Perkerasan
33
4.4.2 Saluran dengan Perkerasan
34
4.4.3 Saluran Swale
35
4.4.4 Parit Infiltrasi
36
Kriteria Penerapan Sistem Saluran
38
4.5
DAFTAR GAMBAR : Gambar 2-1
Tipikal Tangki Septik
10
Gambar 2-2
Tipikal Anaerobik Bafel Reaktor (ABR)
13
Gambar 2-3
Tipikal Tata Letak Bidang Resapan
15
Gambar 2-4
Tipikal Penampang Bidang Resapan
15
Gambar 2-5
Tipikal Sumur Peresapan
17
Gambar 2-6
Tipikal Bio Digester
19
Gambar 2-7
Tipikal Kolam Sanita/ Lahan Basah Buatan
20
Gambar 3-1
Diagram Alir Pewadahan Sampah untuk 3R
26
Gambar 3-2
Diagram Alir Pengumpulan Sampah Non-organik untuk 3R
26
Gambar 3-3
Tipikal Tempat Penampungan Sampah untuk 3R
27
Gambar 3-4
Foto Pemilahan Sampah oleh Warga untuk 3R
27
Gambar 3-5
Diagram Alir Sistem atau Model PSBM
28
Gambar 4-1
Tipikal Sistem Jaringan Drainase Utama
31
Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi
I
iii
Gambar 4-2
Tipikal Penampang Saluran Drainase
32
Gambar 4-3
Tipikal Konstruksi Drainase tanpa Perkerasan
33
Gambar 4-4
Tipikal Konstruksi Drainase dengan Perkerasan
34
Gambar 4-5
Tipikal Konstruksi Drainase Swale Sistem Kering
35
Gambar 4-6
Tipikal Konstruksi Drainase Swale Sistem Tergenang
36
Gambar 4-7
Tipikal Konstruksi Parit Infiltrasi
37
Tabel 2-1
Jumlah Pengguna MCK dan Banyaknya Bilik yang diperlukan
8
Tabel 2-2
Jumlah Pemakai MCK dan Kapasitas Tangki Septik yang diperlukan
12
Tabel 2-3
Jenis Tanah dan Kapasitas Peresapan
16
Tabel 2-4
Pemilihan Ukuran Bio Digester
18
Tabel 3-1
Jenis Sampah dan Lama Hancur
24
Tabel 4-1
Kriteria Penerapan Drainase Tersier terhadap Morfologi Lokasi
38
DAFTAR TABEL :
Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi
I
iv
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN
ABR BAPPEDA BPD BDL BDR BKM DMC DTPL DTPP DED CSP JRF LPD LSM MCK NMC P2KP PJM PP PPD PSBM PSF POT POU RAB RKS RPP RPLS R3/ 3R TA TIP TPK Rekompak
Anaerobik Bafel Reaktor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Badan Perwakilan Desa Bantuan Dana Lingkungan Bantuan Dana Rumah Badan Keswadayaan Masyarakat District Management Consultant Dokumen Teknis Pembangunan Lingkungan Dokumen Teknis Pembangunan Permukiman Detailed Engineering Design Community Settlement Plan Java Reconstruction Fund Lembaga Pemberdayaan Desa Lembaga Swadaya Masyarakat Mandi Cuci dan Kakus National Management Consultant Proyek Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan Program Jangka Menengah Panitia Pelaksana (Pembangunan) Pengelola Pusaka Desa/Kelurahan Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat PNPM Support Facility Pedoman Operasional Teknis Pedoman Operasional Umum Rencana Anggaran Biaya Rencana Kerja dan Syarat-syarat Rencana Penataan Permukiman Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Sosial Recycle, Reuse and Reduce Tenaga Ahli Tim Inti Perencana Tim Pengelola Kegiatan Rehabilitasi Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas
Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi
I
v
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pascabencana erupsi gunung api akan selalu meninggalkan masalah yang tidak kecil, baik yang diakibatkan oleh aliran lahar panas, awan panas dan banjir lahar yang meluluh lantakkan area yang dilaluinya. Bencana erupsi Merapi pada akhir tahun 2010 juga telah menyebabkan ratusan jiwa meninggal, kerusakan pada infrastruktur, lahan dan tata perekonomian-sosial serta hancurnya sekitar 3000 rumah warga di sekitar Merapi. Sebagai upaya untuk mengembalikan pada kondisi normal, terutama pada rumah warga, prasarana permukiman, kondisi sosial masyarakat dan lingkungan pada area terdampak, pemerintah melalui REKOMPAK memberikan pendampingan dan bantuan dana stimulan untuk kegiatan rehabilitasi, rekonstruksi rumah dan prasarana permukiman berbasis komunitas. Rehabilitasi dan rekonstruksi permukiman yang dilakukan dengan memukimkan kembali warga ke tempat baru yang lebih aman, aspek perencanaan teknis sanitasi menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam rangka mendukung penataan permukiman yang berorientasi pada pengurangan risiko bencana pada desa-desa yang terkena dampak erupsi Merapi di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah. Perencanaan Teknis sanitasi yang dimaksud disini adalah perencanaan: i. Prasarana dan sistem pengelolaan air limbah domestic; ii. Prasarana dan sistem pengelolaan sampah domestic; dan iii. Prasarana dan sistem drainase permukiman/ tersier.
1.2
Landasan Operasional dan Acuan Landasan operasional yang digunakan mengacu kepada ketentuan-ketentuan dan persyaratan pada : a. Grant Agreement Java Reconstruction Fund (JRF) for Community Based Settlement Rehabilitation and Reconstruction Project for Central and West Java and Yogyakarta Special Region, b. Grant Agreement PNPM Support Facility (PSF) for Community Based Settlement Rehabilitation and Reconstruction Project, c. Pedoman Operasional Umum (POU) untuk Kelurahan/Desa REKOMPAK, 2010. d. Pedoman Operasional Teknis (POT) untuk Kelurahan/Desa REKOMPAK, 2010. e. Pedoman-Pedoman Khusus REKOMPAK Pedoman Operasi dan Pemeliharaan (O&P) Prasarana Desa Pedoman Pendampingan Penanganan Kawasan Rawan Bencana Longsor
Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi
l
1
Pedoman Implementasi Heritage
Acuan yang digunakan adalah : a. Standar Operasional Prosedur dan Tata Cara Program rekompak, yaitu: SOP Pembentukan Panitia Pembangunan (PP)/Kelompok Pemukim (KP) o SOP Penyusunan Dokumen Teknis Pembangunan Lingkungan (DTPL) o SOP Pengelolaan Perkayuan o SOP Pembersihan & Pembuangan Puing o SOP Safeguard (Pengamanan Lingkungan dan Sosial) o SOP Keselamatan & Kesehatan Kerja/K3 o SOP Pengadaan Barang & Jasa o Tata Cara Pencairan dan Penyaluran BDR/BDL. o b. Referensi Perencanaan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik, yaitu: Dirjen Cipta Karya, Direktorat Penyehatan Lingkungan Pemukiman, (1987), o Rencana Sistem Tangki Septik De.Kruijff,G, J, W, (1987), Rencana Sistem Tangki Septik , UNDP INS/84/005 o Laporan Ibukota Kecamatan Sanitation Improvement Programme (1987), o Human Waste Disposal SNI : 03-2399-2002 - Tata Cara Perencanaan Bangunan MCK Umum o SNI : 03-2398-2002 – Tata Cara Perencanaan Tangki Septik dengan Sistem o Peresapan Tim Teknis Pembangunan Sanitasi, 2010,Buku Referensi Opsi Sistem dan o Teknologi Sanitasi Morel A and Diener, 2006, Greywater Management in Low and Middle o Income Countries c. Referensi Perencanaan Sistem Pengelolaan Sampah Domestik, yaitu: Undang-undang RI No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah o Sri Wahyono, Tri Bangun L. Sony. 2005, Pedoman Umum Pembuatan Kompos o Untuk Skala Kecil, Menengah, dan Besar . Kementerian Lingkungan Hidup Christianto, Pengomposan Sampah Rumah Tangga. 2005. Pusdakota o Universitas Surabaya Nuning Wirjoatmodjo, Fardah Assegaf. 2004, Langkah Kecil Untuk Lompatan o Besar . UNESCO Jakarta Office Situs resmi Dinas Kebersihan DKI Jakarta. http://kebersihandki.com o http ://merbabu-com.ad-one.net/artikel/sampah.html o
d. Referensi Perencanaan Sistem Drainase Permukiman/ Tersier, yaitu: SNI 03-2453 Tata Cara Perencanaan Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan o Pekarangan SNI 03-2459 Spesifikasi Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan Pekarangan. o o Aceh Guideline for Improvement of Urban Drainage System, Manual 01 – Survey and Inventory of Urban Drains o Aceh Guideline for Improvement of Urban Drainage System, Manual 02 – Urban Drainage Management with GIS - Kikker o Aceh Guideline for Improvement of Urban Drainage System, Manual 03 – Design and Costing of Urban Tertiary Drains Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi
l
2
1.3
Maksud dan Tujuan Maksud 1. Memberikan panduan dan tata cara kepada warga masyarakat desa/kelurahan dalam melaksanakan kegiatan penyusunan rencana detail teknis dan pelaksanaan pembangunan prasarana Sistem Sanitasi, 2. Memberikan acuan persyaratan teknis yang diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan prasarana Sistem Sanitasi yang akan dibangun pada program Rekompak Pasca Erupsi Merapi, 3. Memberikan panduan dan tata cara kepada konsultan pendamping REKOMPAK dalam memfasilitasi penyusunan rencana detail teknis dan pelaksanaan pembangunan prasarana Sistem Sanitasi di tingkat desa/kelurahan; Tujuan 1. Meningkatnya kapasitas masyarakat dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan prasarana dan sistem sanitasi di tingkat desa/kelurahan; 2. Tersusunnya rencana detail pembangunan prasarana dan sistem sanitasi di tingkat desa/kelurahan berbasis komunitas dan berorientasi pada tata bangunan dan tata lingkungan yang tanggap pada risiko bencana; 3. Tersusunnya dokumen teknis pembangunan prasarana dan sistem sanitasi sesuai kaidah teknis dan aturan yang berlaku serta terjaminnya kualitas rencana detail teknisnya.
1.4
Sasaran Kelompok sasaran utama standar operasional prosedur ini, adalah: 1. Tingkat komunitas desa, yaitu para calon pengelola dan pelaksana pembangunan prasarana Sistem Sanitasi serta para Panitia Pembangunan (PP) desa/kelurahan, 2. Konsultan pendamping tingkat desa, yaitu para fasilitator pendamping masyarakat desa (faskel, building controler/BC), Sasaran selanjutnya adalah: 1. Komunitas, yaitu BKM/TPK, Tim Inti Perencana (TIP), Panitia Pembangunan (PP) 2. Pemerintah desa/kelurahan, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa/Kelurahan (LPMD/K), dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), 3. Pemerintah Kecamatan, Penanggung Jawab Operasional Kecamatan (PJOK), 4. Dinas/Instansi Terkait, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) - Kabupaten/Kota, 5. Konsultan Rekompak; National Management Consultant (NMC), District Management Consultant (DMC), 6. Serta pihak-pihak lain yang peduli atau memanfaatkan panduan tata cara ini.
Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi
l
3
1.5
Pelaku Penanggungjawab keseluruhan dalam pembangunan prasarana Sistem Sanitasi yang dibiayai melalui dana BDL adalah Panitia Pembangunan (PP) dengan koordinasi dan bimbingan dari BKM/TPK. Pelaksana penyusunan rencana detail teknis dan pembangunan prasarana Sistem Sanitasi adalah Tim Inti Perencana (TIP) dengan melibatkan warga masyarakat desa/kelurahan dan Pemerintah Desa/Kelurahan serta instansi Pemerintah Kabupaten/Kota. Dalam melaksanakan penyusunan rencana detail teknis dan pembangunan prasarana Sistem Sanitasi, TIP mendapatkan pendampingan atau bantuan teknis dari Tim Fasilitator REKOMPAK.
1.6
Definisi-Definisi Dalam SOP ini yang dimaksud dengan : 1.
Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM), adalah lembaga keswadayaan masyarakat yang terdiri dari anggota masyarakat yang dibentuk dan dipilih melalui rembug musyawarah tingkat desa/kelurahan yang mempunyai fungsi dan peran untuk membuat kebijakan dan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan yang disepakati oleh seluruh warga masyarakat desa/kelurahan. BKM membentuk unit-unit pengelola sesuai kebutuhan, yang sekurang-kurangnya terdiri dari Unit Pengelola Keuangan (UPK), Unit Pengelola Lingkungan (UPL), dan Unit Pengelola Sosial (UPS).
2.
Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) merupakan bagian dari struktur kelembagaan PNPM Mandiri Perdesaan yang berada di tingkat desa. TPK terdiri dari anggota masyarakat yang dipilih melalui musyawarah desa yang mempunyai fungsi dan peran untuk mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan di desa dalam mengelola administrasi serta keuangan. TPK sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua, Bendahara dan Sekretaris.
3.
Rencana Penataan Permukiman (RPP) atau Community Settlement Plan (CSP) adalah rencana penataan permukiman kelurahan/desa dalam kurun waktu 5 (lima), tahun yang disusun masyarakat berdasarkan aspirasi, kebutuhan dan cita-cita masyarakat untuk meningkatkan kondisi permukiman yang tanggap terhadap upaya pengurangan risiko bencana serta mengendalikan dan mengelola pembangunan permukiman kelurahan/desa.
4.
Program Jangka Menengah (PJM) adalah yang berisi tentang rencana pembangunan sarana dan prasarana fisik maupin non phisik yang menjadi kebutuhan desa sesuai dengan hasil analisa kebutuhan dalam penyusunan RPP.
5.
Verifikasi RPP adalah suatu rangkaian kegiatan peninjauan terhadap usulan program dan kegiatan yang telah terumuskan dalam RPP, untuk menseleksi, memastikan dan memutuskan apakah usulan kegiatan layak atau tidak layak didanai sesuai dengan batasan pendanaan Program Rekompak.
Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi
l
4
6.
Bantuan Dana Lingkungan (BDL) merupakan bantuan dana hibah dari multi donor, luar negeri atau dalam negeri, yang dihibahkan kepada warga masyarakat desa/ kelurahan yang ditujukan untuk rekonstruksi & rehabilitasi masyarakat serta kerusakan sarana-prasarana lingkungan akibat dampak bencana. BDL merupakan dana stimulan dalam rangka merealisasikan PJM hasil RPP yang disusun oleh komunitas warga masyarakat sendiri.
7.
Bantuan Dana Rumah (BDR) merupakan bantuan dana hibah dari multi donor, luar negeri atau dalam negeri, yang dihibahkan kepada warga desa/kelurahan, ditujukan untuk rekonstruksi & rehabilitasi dan pembangunan rumah warga yang hunian tempat tinggalnya rusak akibat dampak bencana. BDR merupakan bantuan dana stimulan agar warga korban bencana dapat membangun rumahnya kembali dengan layak (sederhana, sehat, aman), bukan merupakan ganti rugi rumah.
8.
Dokumen Teknis Pembangunan Lingkungan (DTPL) adalah merupakan dokumen perencanaan teknis detail yang disusun oleh Panitia Pembangunan/PP dengan pendampingan dari Fasilitator dan Tenaga Ahli DMC yang menjadi acuan pelaksanaan pembangunan sarana-prasarana lingkungan dan merupakan dokumen dasar syarat pencairan dana BDL. Dokumen Teknis Pembangunan Permukiman (DTPP) adalah merupakan dokumen perencanaan teknis detail yang disusun oleh Kelompok Pemukim/KP dengan pendampingan dari Fasilitator dan Tenaga Ahli DMC yang menjadi acuan pelaksanaan pembangunan permukiman/rumah/hunian tetap atau hunian sementara (shelter) dan merupakan dokumen dasar syarat pencairan dana BDR.
9.
10.
Panitia Pembangunan (PP), PP dibentuk oleh BKM/TPK untuk melaksanakan kegiatan pembangunan terdiri dari anggota masyarakat yang dipilih melalui musyawarah warga desa. PP sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua, Sekretaris/Admintrasi&Keuangan/Bendahara, Petugas Belanja/Logistik, Koordinator Perencanaan dan Koordinator Pelaksanaan.
11.
Tim Inti Perencana (TIP), TIP dibentuk oleh BKM/TPK untuk melaksanakan kegiatan perencanaan pembangunan terdiri dari anggota masyarakat yang dipilih melalui musyawarah warga desa. TIP sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Anggota,
12.
Kelompok Pemukim (KP), dibentuk untuk melaksanakan kegiatan pembangunan permukiman terdiri dari 7 – 15 kk penerima BDR. Pembentukan KP difasilitasi oleh BKM/TPK. Organisasi KP sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua, Sekretaris/Admintrasi&Keuangan/ Bendahara, Petugas Belanja/Logistik, Koordinator Perencanaan dan Koordinator Pelaksanaan.
13.
Tim Pengadaan atau Panitia Lelang adalah tim yang dibentuk untuk melaksanakan pengadaaan barang atau jasa beranggota ganjil terdiri 3 orang atau lebih dengan minimal 1 anggotanya adalah perempuan. Untuk Tim Pengadaan Tingkat KP/PP dibentuk oleh Ketua KP/PP yang disepakati anggotanya. Untuk Tim Pengadaan Tingkat Desa dibentuk oleh para ketua KP/PP yang disepakati oleh BKM/TPK.
Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi
l
5
14.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), adalah upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja agar pekerja dapat melaksanakan pekerjaannya secara sehat dan aman tanpa membahayakan dirinya dan maupun masyarakat sekitar.
15.
Relokasi Mandiri, adalah Kelompok Pemukim dimana anggota-anggota kelompok pemukim (AKP) tersebut membangun rumah BDR di lahannya sendiri-sendiri yang lokasinya tidak mengelompok atau tidak secara sengaja berkelompok.
16.
Relokasi Berkelompok , adalah Kelompok Pemukim yang membangun rumah-rumah permukimannya secara berkelompok atau kolektif sehingga diperlukan perencanan siteplan terlebih dahulu sebelum mulai pembangunan masing-maisng rumah. Lahan permukiman bisa disediakan oleh a) Pemerintah, atau b) Dibeli secara oleh sekelompok warga, atau c) Hibah dari donor, atau kombinasi ketiganya.
17.
Rencana detail teknis, atau detailed engineering design (DED) adalah rencana dan gambar kerja untuk pelaksanaan pembangunan rumah dan pemukiman.
18.
Site plan, atau rencana tapak adalah rancangan tatap-tapak bangunan dan sarana prasarana serta tata ruang & lingkungan rumah dan pemukiman yang memenuhi kaidah-kaidah yang telah ditentukan dan disusun melalui proses rembug warga.
Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi
l
6
BAB II PERENCANAAN TEKNIS SISTEM PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK
2.1
Ketentuan Umum a.
Kegiatan ini adalah bersifat partisipatif, yang mendorong sebesar besarnya keikutsertaan masyarakat desa setempat dalam proses perencanaan sistem pengelolaan air limbah domestik untuk kebutuhan masyarakat sendiri sebagai bagian dari upaya membangun rasa memiliki terhadap prasarana system pengelolaan air limbah domestic yang akan dibangun.
b. Masyarakat di lokasi sasaran, yang diwakili oleh perwakilan masyarakat
setempat, dengan didampingi oleh fasilitator dan pendamping teknis mengadakan musyawarah untuk memutuskan usulan prasarana sistem pengelolaan air limbah domestik yang sesuai dengan kebutuhan, kondisi setempat, dan ketersediaan dana yang tersedia (alokasi dana JRF untuk desa setempat ditambah kontribusi masyarakat). c.
Standar, kriteria atau besaran yang ada dalam SOP ini bersifat minimum sedangkan yang lebih menentukan adalah kebutuhan dan kondisi setempat serta ketersediaan dana yang dialokasikan oleh REKOMPAK untuk desa tersebut beserta dana kontribusi masyarakat sendiri.
d. Rancang bangun sistem pengelolaan air limbah domestik disini adalah sistem
komunal bukan individu dan menggunakan teknologi tepat guna. Titik berat kajian disamping kehandalan kinerjanya, adalah kemudahan serta berbiaya rendah dalam operasi dan pemeliharaan sistem pengelolaan air limbah domestik untuk masyarakat desa, sehingga diharapkan pemanfaatannya akan bisa berkesinambungan (sustainable).
2.2
MCK (Mandi Cuci dan Kakus) MCK yang ada dalam proyek REKOMPAK dibagi menjadi 2 (dua) terkait dengan fungsinya pelayanannya yaitu: •
•
MCK lapangan evakuasi/penampungan pengungsi . MCK ini berfungsi untuk melayani para pengungsi yang mengungsi akibat terjadi bencana, sehingga lokasinya harus berada tidak jauh dari lokasi pengungsian (dalam radius +/- 50 m dari lapangan evakuasi). Bangunan MCK dibuat Typical untuk kebutuhan 50 orang, dengan pertimbangan disediakan lahan untuk portable MCK. MCK untuk penyehatan lingkungan pemukiman . MCK ini berfungsi untuk melayani masyarakat kurang mampu yang tidak memiliki tempat mandi, cuci dan kakus pribadi, sehingga memiliki kebiasaan yang dianggap kurang sehat dalam Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi
l
7
melakukan kebutuhan mandi, cuci dan buang airnya. Lokasi MCK jenis ini idealnya harus ditengah para penggunanya/pemanfaatnya dengan radius +/- 50 m. Disain MCK sangat tekait dengan kebiasaan atau budaya masyarakat setempat sehingga disain tersebut perlu dimusyawarahkan dengan masyarakat pengguna dengan tetap menjaga kaidah kaidah MCK yang sehat. Komponen MCK terdiri dari : Bilik MCK (bilik untuk mandi, cuci dan keperluan buang air besar atau kakus). Pengolahan limbah yang terdiri dari: Tangki Septik Anaerobik Bafel Reaktor Resapan Lahan Basah Buatan Sumber air bersih (termasuk water toren) Utilitas pelengkap seperti listrik untuk penerangan dan kebutuhan pompa listrik dan drainase air bekas mandi dan cuci. Pada kondisi tertentu MCK bisa diberi pagar. • • • • • • • •
•
2.2.1. Bilik MCK Disain bilik/ruang MCK dilaksanakan dengan mempertimbangkan kebiasaan dan budaya masyarakat penggunanya sehingga perlu dimusyawarahkan. Hal-hal tersebut biasanya terkait dengan antara lain tata letak, pemisahan pengguna laki-laki dan perempuan, jenis jamban dan lain lain. Perlu dipertimbangkan disain untuk pengguna yang menggunakan kursi roda (defabel) Untuk kapasitas pelayanan, semua ruangan dalam satu kesatuan dapat menampung pelayanan pada waktu (jam-jam) paling sibuk dan banyaknya ruangan pada setiap satu kesatuan MCK untuk jumlah pemakai tertentu tercantum dalam tabel dibawah .
Tabel 2-1 :. Jumlah Pengguna MCK dan Banyaknya Bilik yang Diperlukan Jumlah Pemakai 10 - 20 21 - 40 41 - 80 81 - 100 101 - 120 121 - 160 161 - 200
Banyak bilik/ruangan Mandi Cuci Kakus 2 1 2 2 2 2 2 3 4 2 4 4 4 5 4 4 5 6 4 6 6
Sumber : Tata Cara Perencanaan Bangunan MCK Umum -SNI 03 - 2399 - 2002
Catatan : Jumlah bilik untuk mandi dan kakus bisa digabungkan menjadi satu dan didiskusikan dengan warga pemakai. Tempat cuci dalam kondisi lahan terbatas, dapat ditempatkan di dekat sumur dengan memperhitungkan rembesan air limbah cucian tidak kembali masuk ke sumur.
Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi
l
8
2.2.2. Kamar Mandi Meliputi lantai luasnya minimal 1,2 m2 (1,0 m x 1,2 m) dan dibuat tidak licin dengan kemiringan kearah lubang tempat pembuangan kurang lebih 1 %. Pintu, ukuran: lebar 0,6 - 0,8 dan tinggi minimal 1,8 m, untuk pengguna kursi roda (defabel) digunakan lebar pintu yang sesuai dengan lebar kursi roda. Bak mandi / bak penampung air untuk mandi dilengkapi gayung. Bilik harus diberi atap dan plafond yang bebas dari material asbes. 2.2.3. Sarana Tempat Cuci Luas lantai minimal 2,40 m2 (1,20 m x 2,0 m) dan dibuat tidak licin dengan kemiringan kearah lubang tempat pembuangan kurang lebih 1 %. Tempat menggilas pakaian dilakukan dengan jongkok atau berdiri, tinggi tempat menggilas pakaian dengan cara berdiri 0,75 m di atas lantai dengan ukuran sekurang-kurangnya 0,60 m x 0,80 m. 2.2.4. Pencahayaan & Ventilasi Pencahayaan alami diupayakan optimal agar pada siang hari pengguna MCK tidak perlu menyalakan lampu penerangan listrik, demikian juga lubang ventilasi dirancang sedemikian rupa agar mendapatkan pergantian udara dari dua arah. 2.2.5. Bahan Bangunan Bahan yang dapat dipergunakan adalah: kemudahan penyedian bahan bangunan, awet / berkualitas dan mudah dilaksanakan, dapat diterima oleh masyarakat pemakai.
2.3
Rancangan Bangunan Komponen Sistem Pengolahan Air Limbah 2.3.1. Tangki Septik Komunal Proses pengolahan limbah domestik yang terjadi pada tangki septik adalah proses pengendapan dan stabilisasi secara anaerobik. Tangki septik bisa dianggap sebagai proses pengolahan awal (primer). Tangki septik tidak efektif untuk mengurangi jumlah bakteri dan virus yang ada pada limbah domestik. Jarak antara resapan dan sumber air untuk keamanannya disyaratkan minimal 10 m. (tergantung aliran air tanah dan kondisi porositas tanah) a. Konstruksi tangki septik Terdiri dari dua buah ruang. Ruang pertama merupakan ruang pengendapan lumpur. Volume ruang pertama ini memiliki volume 40–70% dari keseluruhan volume tangki septik. Pada ruang kedua merupakan ruang pengendapan bagi padatan yang tidak terendapkan pada ruang pertama. Panjang ruangan pertama Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi
l
9
dari tangki septik sebaiknya dua kali panjang ruangan kedua, dan panjang ruangan kedua sebaiknya tidak kurang dari 1 m dan dalamnya 1,5 m atau lebih, dapat memperbaiki kinerja tangki. Kedalaman tangki sebaiknya berkisar antara 1,0 – 1,5 m. Sedangkan celah udara antara permukaan air dengan tutup tangki (free board) sebaiknya antara 0,3 sampai 0,5 m .Tangki septik harus dilengkapi dengan lubang ventilasi (dipakai pipa Tee) untuk pelepasan gas yang terbentuk dan lubang pemeriksaan yang digunakan untuk pemeriksaan kedalaman lumpur serta pengurasan.
Gambar 2-1 : Tipikal Tangki Septik Tutup lubang pemeriksaan
lubang ventilasi
Lumpur terapung Limbah masuk
keluaran
Muka air lumpur
sekat
b. Material Tangki Septik Material untuk tangki septik harus kedap air untuk itu material yang bisa digunakan adalah sebagai berikut: b-1. Pasangan batu bata dengan campuran spesi 1 : 2 (semen : pasir). Material ini sesuai untuk daerah dengan ketinggian air tanah yang tidak tinggi dan tanah yang relatif stabil sehingga saat pelaksanaan pembuatannya tidak sulit untuk menghasilkan konstruksi yang kedap air. b-2. Beton bertulang. Material dari beton bertulang relatif sesuai untuk semua kondisi. Pada lokasi dengan muka air tanah tinggi bisa digunakan beton pracetak. b-3. Plastik atau fiberglas Material plastik atau fiberglass sangat baik dari segi karakteristik kedap airnya namun rendah dalam kemampuan menahan tekanan samping tanah dan yang perlu diperhatikan adalah ketinggian muka air tanah yang yang bisa memberikan tekanan apung yang besar pada tangki jenis ini pada saat tangki kosong. c. Kapasitas Tangki Septik Untuk MCK komunal rumus-rumus yang digunakan : Th = 1,5 – 0,3 log (P x Q) > 0,2 hari Di mana : Th : Waktu penahanan minimum untuk pengendapan > 0,2 hari P : Jumlah orang Q : Banyaknya aliran, liter/orang/hari Volume penampungan lumpur dan busa • • •
Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi
l
10
• • • • • •
• • •
A = P x N x S Di mana : A : Penampungan lumpur yang diperlukan (dalam liter) P : Jumlah orang yang diperkirakan menggunakan tangki septik N : Jumlah tahun, jangka waktu pengurasan lumpur (min 2 tahun) S : Rata-rata lumpur terkumpul (liter/orang/tahun). 25 liter untuk WC yang hanya menampung kotoran manusia. 40 liter untuk WC yang juga menampung air limbah dari kamar mandi. Volume cairan -----> Kedua, dihitung kebutuhan kapasitas penampungan untuk penahanan cairan B = P x Q x Th Di mana : P : Jumlah orang yang diperkirakan menggunakan tangki septik Q : Banyaknya aliran air limbah (liter/orang/hari) Th : Keperluan waktu penahanan minimum dalam sehari.
Untuk tangki septik hanya menampung limbah WC (terpisah) Th = 2,5 – 0,3 log (P.Q) > 0,5 Untuk tangki septik yang menampung limbah WC + dapur + kamar mandi (tercampur) Th = 1,5 – 0,3 log (P.Q) > 0,2
d. Contoh Perhitungan untuk 1 unit tangki septik komunal Dari uraian diatas maka dapat diperhitungkan kebutuhan tangki septik komunal untuk lokasi yang direncanakan sebagai berikut : Jumlah penduduk terlayani : 50 orang • Waktu pengurasan direncanakan setiap (N) = 2 tahun (IKK Sanitation • Improvenment Programme, 1987) • Rata-rata Lumpur terkumpul l/orang/tahun (S) = 40 lt, untuk air limbah dari KM/WC. (IKK Sanitation Improvenment Programme, 1987) Air limbah yang dihasilkan tiap orang/hari = 10 l/orang/hari (tangki septik • hanya untuk menampung limbah kakus) Kebutuhan kapasitas penampungan untuk lumpur. • A = P x N x S = 50 org x 2 th x 40 l/org/th = 4000 lt = 4 m3 Kebutuhan kapasitas penampungan air. • B = P x Q x Th Th = 2,5 – 0,3 log (P x Q) > 0,5 B = 50 org x 10 l/orang/hari x (2,5 – 0,3 log (50 org x 10 l/orang/hari)) = 845,2 lt = 0,84 m3 Volume tangki septik komunal = A + B = 4 m3 + 0,84 m3 = 4,84 m3 • Dimensi tangki septik komunal • Tinggi tangki septik (h) = 1,5 m + 0,3m (free board/tinggi jagaan)
Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi
l
11
Perbandingan Lebar tangki septik (L) : Panjang tangki (P) = 1 : 2 Lebar tangki (L) = 1,3 m Panjang tangki (P) =2,6 m Dengan cara yang sama dihasilkan tabel berikut dibawah ini dengan pembulatan untuk penyederhanaan.
Tabel 2-2 : Jumlah Pemakai MCK dan Kapasitas Tangki Septik yang Diperlukan
Jml Pengguna (Jiwa)
Kapasitas Tanki Septik (m3)
10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200
1,0 1,5 2,0 2,4 2,9 3,4 3,9 4,4 4,8 5,3 5,8 6,3 6,8 7,2 7,7 8,2 8,7 9,1 9,6 10,5 11,5 12,4 13,4 14,3 15,3 16,2 17,1 18,1 19,0
Ukuran Tangki Septik Dalam+ freeboard (m)
Lebar (m)
Panjang (m)
1,8
0,80 0,80 0,80 0,90 1,00 1,00 1,20 1,20 1,30 1,30 1,40 1,50 1,50 1,60 1,60 1,70 1,70 1,80 1,80 1,90 2,00 2,00 2,10 2,20 2,30 2,30 2,40 2,50 2,50
1,60 1,60 1,60 1,80 2,00 2,10 2,30 2,40 2,60 2,70 2,80 2,90 3,00 3,00 3,20 3,30 3,40 3,50 3,60 3,75 3,90 4,00 4,20 4,40 4,50 2,70 4,80 4,90 5,00
Tabel tersebut diatas dihitung berdasarkan asumsi sebagai berikut: Rata-rata lumpur terkumpul, untuk air limbah dari KM/WC. (IKK • Sanitation Improvenment Programme, 1987)= 40 l/orang/tahun Waktu pengurasan direncanakan setiap 2 tahun •
Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi
l
12
•
•
•
Air limbah yang dihasilkan (tangki septik hanya untuk menampung limbah kakus)= 10 l/orang/hari Kedalaman tangki septik (h) + (free board/tinggi jagaan)= 1,5m + 0,3m Panjang : Lebar = 1 : 2 (disesuaikan dengan kondisi)
2.3.2 Anaerobik Bafel Reaktor Anarobik Bafel Reaktor (Anaerobic Baffled Reactor, ABR) adalah teknologi septik tank yang disempurnakan/ diperbaiki karena deretan dinding penyekat yang memaksa air limbah mengalir melewatinya. Peningkatan waktu kontak dengan biomassa aktif menghasilkan perbaikan pengolahan. ABR dirancang agar alirannya turun naik seperti terlihat pada gambar. Aliran seperti ini menyebabkan aliran air limbah yang masuk (influent ) lebih intensif terkontak dengan biomassa anaerobik, sehingga meningkatkan kinerja pengolahan. Penurunan BOD dalam ABR lebih tinggi daripada tangki septik, yaitu sekitar 70-95%. Perlu dilengkapi dengan saluran udara. Diperlukan sekitar 3 bulan untuk menstabilkan biomassa di awal proses. Gambar 2-2. : Tipikal Anaerobik Bafel Reaktor (ABR)
Pemeliharaan Pengendalian biomassa/ padatan/ lumpur (sludge) harus dilakukan untuk setiap ruang (kompartemen). Lumpur / endapan harus dibuang setiap 2–3 tahun dengan memakai truk penyedot tinja. Aplikasi Cocok untuk semua macam air limbah seperti air limbah dari permukiman, rumahsakit, hotel/penginapan, pasar umum, rumah jagal, industri makanan. Semakin banyak beban organik, semakin tinggi efisiensinya. Cocok untuk lingkungan kecil. Bisa dirancang secara efisien untuk aliran masuk (inflow ) harian hingga setara dengan volume air limbah dari 1000 orang (10.000 liter/hari). ABR terpusat (setengah-terpusat) sangat cocok jika teknologi pengangkutan sudah ada. •
•
Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi
l
13
•
• •
Tidak boleh dipasang jika permukaan air tanah tinggi, karena perembesan (infiltration ) akan mempengaruhi efisiensi pengolahan dan akan mencemari air tanah. Truk tinja harus bisa masuk ke lokasi. Digunakan pada beberapa lokasi Sanimas dan MCK di Indonesia
2.3.3 Peresapan Peresapan berfungsi untuk meresapkan cairan yang keluar dari tangki septik ke tanah secara horisontal dan vertikal melalui pori pori tanah. Material organik akan diolah oleh bakteri yang hidup dalam tanah. Perubahan temperatur dan karakteristik kimiawi serta persaingan makanan dengan bakteri tanah juga akan bisa mengakibatkan bakteri dan virus yang ada dalam cairan yang keluar dari tangki septik terbunuh. Air limbah umumnya akan meresap kedalam tanah dan akhirnya masuk ke dalam air tanah sedangkan sebagian akan bergerak keatas akibat gaya kapiler selanjutnya menguap serta diserap tanaman. Peresapan disini berfungsi sebagai pengolahan sekunder dan pembuangan akhir. Jenis peresapan yang bisa digunakan sebagai berikut: Bidang peresapan . Jenis peresapan ini dibuat dengan bentuk seperti parit (arah horisontal atau memanjang) sehingga kelemahannya adalah memerlukan banyak tempat, namun jenis tersebut efektifitasnya lebih tinggi dibanding sumur resapan. Sumur peresapan . Jenis peresapan ini dibuat dengan bentuk sumur (arah vertikal), dengan dinding yang bisa meresapkan air (dinding berlubang) dengan dasar tanah (tanpa perkerasan). Jenis ini digunakan jika ketersediaan tanah tidak memungkinkan dibuat bidang resapan dan kedalaman muka air tanah tertinggi (saat musim hujan) minimal 1,5 m. dari dasar sumur resapan a. Bidang Peresapan Komponen dan Konstrusi Bidang Peresapan Bidang peresapan terdiri dari, pipa PVC diameter 4” (100mm) berlobang yang berfungsi menyebarkan/ mendistribusikan cairan, yang diletakkan dalam parit dengan lebar 60 cm – 90 cm. Pipa berlobang ditempatkan dan dikubur dengan kerikil selanjutnya berturut turut keatas adalah lapisan ijuk untuk mencegah material halus masuk ke kerikil, lapisan pasir untuk mencegah bau dan pertumbuhan akar tanaman agar tidak mencapai kerikil dan pipa, lapisan tanah secukupnya untuk mengurangi infiltrasi air hujan. Berikut gambar tipikal bidang resapan. Untuk bidang resapan yang terdiri dari lebih dari 1 lajur maka jarak minimum antar lajur adalah 150 cm. Pipa harus diletakkan 5 – 15 cm dari permukaan agar air limbah tidak naik keatas. Parit ini harus digali dengan panjang tidak lebih dari 20 meter. Tangki dengan bidang resapan lebih dari 1 jalur, perlu dilengkapi dengan kotak distribusi.
Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi
l
14
Gambar 2-3 : Tipikal Tata Letak Bidang Peresapan. Pilihan bentuk A atau B dibawah ini tergantung ketersediaan lahan dan kebutuhan Tangki Septik
A
Keikil asir
Pipa Bak pembagi
B
Tangki Septik
Gambar 2-4 : Tipikal Penampang Bidang Peresapan
Pasir Pipa berlubang
Tanah 10 cm
Ijuk kerikil
pasir
5cm
Tanah asli Kerikil dibawah pipa
30 cm
Kerikil dibawah pipa
Luas Bidang Peresapan Luas bidang resapan ditentukan oleh besarnya aliran dari tangki septik dan kecepatan perkolasi/ peresapan tanah yang besarnya tergantung jenis tanah sebagaimana tabel dibawah.
Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi
l
15
Tabe 2-3 : Jenis Tanah dan Kapasitas Peresapan . Kapasitas peresapan/ hari
Jenis Tanah
liter/m 2
Lempung dengan sedikit pasir
40 - 60
Lempung dengan sedikit lebih banyak pasir dari diatas.
60 - 80
Lempung kepasiran
100
Pasir halus
160
Pasir kasar atau kerikil
200
Kapasitas peresapan akan lebih baik atau lebih akurat jika ditentukan dengan tes perkolasi Pemeliharaan Jika sistem ini berhenti berfungsi secara efektif, maka pipa harus dibersihkan dan/atau diganti. Pohon dan tanaman berakar dalam harus dijauhkan dari bidang resapan karena bisa merusak dan mengganggu dasar parit. Tidak boleh ada lalulintas berat yang bisa memecahkan pipa atau memadatkan tanah. Aplikasi 1. Jika kemampuan resapan tanah bagus, maka air limbah yang keluar bisa terbuang secara efektif 2. Tidak cocok untuk daerah perkotaan yang padat. b. Sumur Peresapan Komponen dan Konstruksi Sumur Peresapan Secara umum sumur peresapan lebih sederhana dibanding dengan bidang peresapan sebagaimana terlihat dalam gambar tipikal dibawah. Sumur peresapan bisa dibiarkan kosong dan dilapisi dengan bahan yang bisa menyerap (untuk penopang dan mencegah longsor), atau tidak dilapisi dan diisi dengan batu dan kerikil kasar. Batu dan kerikil akan menopang dinding agar tidak runtuh, tapi masih memberikan ruang yang mencukupi untuk air limbah. Dalam kedua kasus ini, lapisan pasir dan kerikil halus harus disebarkan diseluruh bagian dasar untuk membantu penyebaran aliran. Kedalaman sumur resapan harus 1,5 s/d 4 meter, tidak boleh kurang dari 1,5 meter diatas tinggi permukaan air tanah, dengan diameter 1,0 – 3,5 meter. Sumur ini harus diletakkan lebih rendah dan paling tidak 11-15 meter dari sumber air minum dan sumur. Sumur resapan harus cukup besar untuk menghindari banjir dan luapan air. Kapasitas minimum sumur resapan harus mampu menampung semua air limbah yang dihasilkan dari satu kegiatan mencuci atau dalam satu hari, volume manapun yang paling besar.
Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi
l
16
Gambar 2-5 : Tipikal Sumur Peresapan Muka
K e d a l a m a n t a n a h -
T utu
b eto n
D a r i t a n g k i
Pasangan b a ta d e n g a n spesi s e te n a h
K e r i k i l d e n g a n k e t e b a l a n m i n i m u m 1 5 c m a t a u ij u k k e t e b a la n m i n i m u m 5 c m
Pemeliharaan Sumur ini harus ditutup dengan penutup yang rapat agar nyamuk dan lalat tidak masuk dan air limbah tidak mengalir ke air permukaan, dan sumur resapan harus jauh dari daerah berlalu-lintas padat agar tanah diatas dan disekitar sumur tidak terpadatkan. Jika kinerja sumur resapan menurun, maka bahan didalam sumur resapan bisa dikeluarkan dan diganti. Untuk akses di masa depan, penutup yang bisa dilepas harus dipakai untuk menutup sumur sampai sumur perlu dirawat. Lapisan lumpur bisa dibuang secara efektif oleh pompa diafrakma (diaphragm ) sederhana, jika perlu. Aplikasi 1. Sumur resapan paling cocok untuk tanah dengan kemampuan serapan yang bagus; 2. Tanah liat, padat keras atau berbatu tidak cocok. 3. Sumur resapan cocok untuk permukiman perkotaan dan pinggiran kota. 4. Sumur resapan tidak cocok untuk daerah banjir atau yang permukaan air tanahnya tinggi. 5. Disarankan sebagai alternatif jika parit resapan dianggap tidak praktis, jika tanah yang mudah menyerap air dalam letaknya atau jika lapisan atas yang tak tembus air ditopang oleh lapisan yang tembus air.
2.3.4 Bio Digester Instalasi pengolahan secara anaerob biogas atau dikenal dengan nama digester merupakan suatu bangunan yang dibangun di bawah tanah, terbuat dari semen, batu-bata/batu, pasir dan pipa serta peralatan untuk me-ngurai bahan organic dan menghasilkan biogas – hal ini guna menambah sumber bahan bakar konvensional. Digester ini juga menghasilkan slurry yakni kotoran ternak yang telah diuraikan gasnya yang dapat digunakan sebagai pupuk untuk pertanian. Dengan memasukkan kotoran hewan ternak dan air dalam jumlah yang cukup ke dalam digester, maka gas bersih dapat dihasilkan. Bahan bakar ini umumnya digunakan untuk memasak dan penerangan listrik dan pupuk yang dihasilkan dari kotoran hewan yang telah hilang gas nya (slurry) digunakan sebagai pupuk di kebun sayuran dan lahan pertanian lainnya. Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi
l
17
Kriteria Perencanaan Bio Digester Produksi kotoran satu ekor sapi per hari 15-20 kg/hari Kotoran dua ekor sapi menghasilkan gas methane yang ekivalen 5 jam per hari nyala kompor gas Slurry (ampas) yang dihasilkan dapat langsung dipakai menjadi pupuk kompos Waktu fermentasi sekitar 7 hari Untuk meyakinkan terjadinya perusakan bakteri patogen maka temperatur dijaga > 50 C Slurry yang sudah matang berwarna hitam, apabila masih berwarna coklat berarti masih mentah maka bisa di recycle Kebutuhan per KK rumah tangga (5 jam nyala kompor gas per hari) ekivalen dengan kotoran dua ekor sapi per hari Perbandingan kotoran dan air yang diolah dalam Bio Digester adalah 1:1 Kotoran yang bisa diolah untuk biogas adalah dari ternak misalnya : sapi, babi, ayam dan kambing Pada awal operasi dibutuhkan waktu seminggu setelah bio reactor diisi penuh, kemudian baru menghasilkan produksi gas Untuk pengolahan kotoran 30-40 kg/hari dibutuhkan bio digester berukuran 4 m3 ekivalen untuk kotoran dua ekor sapi per hari Ketinggian Unit Bio Digester adalah 1,85 m (lumpur 1,0 m dan udara 0,85 m) Kebutuhan lahan untuk IPAL Bio Digester adalah Bio Digester 4 m3, kebutuhan lahan 3x5 m2 Bio Digester 6 m3, kebutuhan lahan 3x5 m2 Bio Digester 8 m3, kebutuhan lahan 4x6 m2 Bio Digester 10 m3, kebutuhan lahan 5x7 m2 Bio Digester 12 m3, kebutuhan lahan 6x8 m2 • •
• • •
•
•
• •
•
•
• •
Tabel 2-4 : Pemilihan Ukuran Bio Digester
Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi
l
18
Gambar 2-6 : Tipical Bio Digester
2.3.5. Kolam Sanita/ Lahan Basah Buatan (Constructed Wetland) Komponen dan Konstruksi Kolam Sanita / Lahan Basah Buatan Kolam Sanita (aliran horizontal di bawah permukaan) adalah saluran yang diisi batu, pasir, kerikil dan tanah yang ditanami dengan vegetasi air. Air limbah mengalir horizontal melalui saluran yang berisi material penyaring yang mendegradasi zat organic. Tujuannya adalah untuk meniru proses alami yang terjadi di daerah rawa. Sistem ini memiliki dasar kolam yang diiisi dengan pasir atau media (batu, kerikil, pasir, tanah). Kolam atau mangkuk dilapisi dengan penghalang yang tidak tembus air (tanah liat atau geotekstil) untuk mencegah rembesan air limbah. Vegetasi asli (seperti cattail , akar wangi, alang-alang dan/atau sulur-sulur) dibiarkan tumbuh di bagian dasar Volume kolam secara mudah dapat dihitung berdasarkan kriteria waktu penahanan hidrolis 3-7 hari (Morel A and Diener S, 2006, Greywater Management in Low and Middle-Income Countries)
Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi
l
19
Gambar 2-7 : Tipikal Kolam Sanita/ Lahan Basah Buatan
Kriteria Perencanaan Kolam Sanita Volume air limbah grey water (air kamar mandi, cuci dan dapur) adalah 85 liter/org/hari Waktu tinggal air di Kolam Sanita 7 hari Ketinggian air di Kolam Sanita 1,0 m Volume rongga antara media yang terisi air 10 % •
• • •
Perhitungan kebutuhan lahan Kolam Sanita Air limbah per KK (5 org) = 5x85 liter/KK/hari = 0,425 m3/KK/hari Volume Kolam Sanita = 7x0,425x100/10 m3/KK = 29,75 m3/KK Luas lahan Kolam Sanita ( tinggi kolam 1,0 m) = 29,75 m2/KK Kebutuhan lahan Kolam Sanita (30 % untuk bangunan penunjang) = 1,3x29,75 m2/KK = 38,675 m2/KK • • • •
Pemeliharaan Lama kelamaan, kerikil akan tersumbat bersama padatan dan lapisan bakteri yang mengumpul. Bahan penyaring (filter) perlu dibersihkan secara berkala dan diganti setiap 8 hingga 15 tahun. Kegiatan perawatan harus terfokus untuk memastikan bahwa pengolahan primer berfungsi efektif dalam mengurangi konsentrasi padatan dalam air limbah, sebelum air limbah masuk ke kolam sanita. Perlu perhatian agar orang tidak bersentuhan langsung dengan aliran limbah karena potensi penularan penyakit.
Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi
l
20
Aplikasi Sistem ini cocok hanya jika mengikuti beberapa tipe pengolahan primer untuk memperkecil BOD. Sistem ini adalah teknologi pengolahan yang bagus untuk masyarakat yang mempunyai fasilitas pengolahan primer, misalnya tangki septik. Tergantung volume air dan ukurannya, kolam sanita bisa cocok untuk bagian daerah perkotaan yang kecil, daerah pinggiran kota dan perdesaan. 2.3.6. Perpipaan dan Persyaratan Jarak Pipa penyalur air limbah dari PVC, keramik atau beton yang berada diluar bangunan harus kedap air, kemiringan minimum 2 %, belokan lebih besar 45 % dipasang clean out atau pengontrol pipa dan belokan 90 % sebaiknya dihindari atau dengan dua kali belokan atau memakai bak kontrol. Dilengkapi dengan pipa aliran masuk dan keluar, pipa aliran masuk dan keluar dapat berupa sambungan T atau sekat, pipa aliran keluar harus 5 - 10 cm lebih rendah dari pipa aliran masuk. Jarak tangki septik dan bidang resapan ke bangunan kolam sanita = 1,5 m, ke sumur air bersih = 11 m dan Sumur resapan air hujan 5 m.
2.4
Penyediaan Air Bersih untuk MCK 2.4.1. Sumber air bersih Air bersih untuk MCK umum bisa berasal dari: Sambungan air bersih PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) Air tanah sumber air bersih yang berasal dan air tanah, lokasinya minimal 11 m dari sumber pengotoran sumber air bersih dan pengambilan air tanah dapat berupa : Sumur bor sekeliling sumur harus terbuat dan bahan kedap air selebar minimal 1,20 m dan pipa selubung sumur harus terbuat dari lantai kedap air sampai kedalaman minimal 2,00 m dari permukaan lantai Sumur gali sekeliling sumur harus terbuat dari lantai rapat air selebar minimal 1,20 m dan dindingnya harus terbuat dari konstruksi yang aman, kuat dan kedap air sampai ketinggian ke atas 0,75 m dan ke bawah minimal 3,00 m dari permukaan lantai . Air hujan bagi daerah yang curah hujannya di atas 1300 mm/tahun dapat dibuat bak penampung air hujan Mata air dilengkapi dengan bangunan penangkap air.
2.4.2 Kuantitas air Besarnya kebutuhan air untuk MCK adalah: minimal 20 Liter/orang/hari untuk mandi minimal 15 Liter/orang/hari untuk cuci minimal 10 Liter/orang/hari untuk kakus • • •
Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi
l
21
2.4.3 Kualitas air Air bersih yang akan dipergunakan harus memenuhi baku mutu air yang berlaku (harus ada hasil uji laboratorium dari instansi yang berwenang).
2.5
Utilitas lainnya untuk MCK 2.5.1. Penyaluran Air Bekas Air bekas cuci dan mandi bisa dibuang langsung ke tangki septik atau dibuat peresapan tersendiri. 2.5.2. Penyediaan Tenaga Listrik Listrik untuk penggerak pompa air dan penerangan harus diadakan tersendiri bukan tergabung dengan sambungan milik pihak lain untuk menghindarkan kerancuan perhitungan biayanya (tergantung kondisi dan didiskusikan dengan warga). Listrik harus berrasal dari sumber PLN dan golongan tarif sosial agar tidak membebani pengguna yang rata rata kurang mampu dengan biaya yang dianggap terlalu tinggi.
Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi
l
22
BAB III PERENCANAAN TEKNIS SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH DOMESTIK 3.1
Ketentuan Umum Kegiatan ini adalah bersifat partisipatif, yang mendorong sebesar besarnya keikutsertaan masyarakat desa setempat dalam proses perencanaan sistem pengelolaan sampah domestik untuk kebutuhan masyarakat sendiri sebagai bagian dari upaya membangun rasa memiliki terhadap prasarana sistem pengelolaan sampah domestik yang akan dibangun. b. Masyarakat di lokasi sasaran, yang diwakili oleh perwakilan masyarakat setempat, dengan didampingi oleh fasilitator dan pendamping teknis mengadakan musyawarah untuk memutuskan usulan prasarana sistem pengelolaan sampah domestik yang sesuai dengan kebutuhan, kondisi setempat, dan ketersediaan dana yang tersedia (alokasi dana JRF untuk desa setempat ditambah kontribusi masyarakat). c. Standar, kriteria atau besaran yang ada dalam SOP ini bersifat minimum sedangkan yang lebih menentukan adalah kebutuhan dan kondisi setempat serta ketersediaan dana yang dialokasikan oleh REKOMPAK untuk desa tersebut beserta dana kontribusi masyarakat sendiri. d. Rancang bangun sistem pengelolaan sampah domestik disini adalah sistem komunal bukan individu dan menggunakan teknologi tepat guna. Titik berat kajian disamping kehandalan kinerjanya, adalah kemudahan serta berbiaya rendah dalam operasi dan pemeliharaan sistem pengelolaan sampah domestik untuk masyarakat desa, sehingga diharapkan pemanfaatannya akan bisa berkesinambungan (sustainable). a.
3.2
Jenis Sampah Setiap hari manusia menghasilkan sampah yang jenisnya tergantung dari aktivitasnya. Setiap jenis memiliki metoda pengolahan yang berbeda. Sampah yang tercampur menyebabkan biaya pengolahan menjadi mahal. Oleh karena itu, kunci dari pengelolaan sampah adalah pemilahan, atau pemisahan antara jenis sampah yang satu dengan jenis sampah yang lain. Marilah kita memahami lebih lanjut apa saja jenis sampah dan bagaimana pengolahan masing-masing. a. Sampah Organik Sampah organik atau sering disebut sampah basah adalah jenis sampah yang berasal dari jasad hidup sehingga mudah membusuk dan dapat hancur secara alami. Contohnya adalah sayuran, daging, ikan, nasi, dan potongan rumput/ daun/ ranting dari kebun. Kehidupan manusia tidak dapat lepas dari sampah organik setiap harinya. Pembusukan sampah organik terjadi karena proses biokimia akibat penguraian materi organik sampah itu sendiri oleh mikroorganime (makhluk hidup yang sangat kecil) dengan dukungan faktor lain yang terdapat di lingkungan. Metoda pengolahan sampah organik yang paling tepat tentunya Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi
l
23
adalah melalui pembusukan yang pengomposan atau komposting.
dikendalikan,
yang
dikenal
dengan
b. Sampah Non-Organik Sampah non-organik atau sampah kering atau sampah yang tidak mudah busuk adalah sampah yang tersusun dari senyawa non-organik yang berasal dari sumber daya alam tidak terbaharui seperti mineral dan minyak bumi, atau dari proses industri. Contohnya adalah botol gelas, plastik, tas plastik, kaleng, dan logam. Sebagian sampah non-organik tidak dapat diuraikan oleh alam sama sekali, dan sebagian lain dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Mengolah sampah non-organik erat hubungannya dengan penghematan sumber daya alam yang digunakan untuk membuat bahan-bahan tersebut dan pengurangan polusi akibat proses produksinya di dalam pabrik. Perbandingan lamanya sampah organik dan non-organik hancur dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3-1 : Jenis sampah dan Lama Hancur Jenis Sampah Lama Hancur Kertas 2-5 bulan Kulit Jeruk 6 bulan Dus Karton 5 bulan Filter Rokok 10-12 tahun Kantong Plastik 10-20 tahun Kulit Sepatu 25-40 tahun Pakaian/Nylon 30-40 tahun Plastik 50-80 tahun 80-100 tahun Alumunium Styrofoam tidak hancur Sumber: http://merbabu-com.ad-one.net/artikel/sampah.html Gelas / Kaca Sampah gelas dapat didaur ulang dengan menghancurkan, melelehkan, dan memproses kembali sebagai bahan baku dengan temperatur tinggi sampai menjadi cairan gelas dan kemudian dicetak. Jika dibuang, sampah gelas membutuhkan ratusan bahkan ribuan tahun untuk bisa hancur dan menyatu dengan tanah. Kaleng Sebagian besar kaleng dibuat dari aluminium melalui proses yang membutuhkan banyak energi. Sampah kaleng dapat didaur ulang dengan melelehkan dan menjadikan batang aluminium sebagai bahan dasar produk baru. Dengan demikian, sumber energi dapat dihemat, polusi dapat dikurangi, dan sumber daya bauksit, kapur dan soda abu sebagai bahan dasar aluminium dapat dihemat. Plastik Sampah plastik termasuk sampah yang tidak dapat hancur dan menyatu dengan tanah. Plastik – yang bahan dasarnya minyak bumi – sudah menjadi gaya hidup sehari-hari manusia, sebagai bahan pembungkus maupun pengganti alat dan perabotan seperti gelas / sendok / piring plastik, dan kemasan makanan dan minuman. Daur ulang plastik dapat dilakukan dengan melelehkan dan Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi
l
24
menjadikan bijih plastik sebagai bahan dasar produk baru. Hal ini membutuhkan mesin yang relative mahal dan dapat mengganggu permukiman, sehingga tidak dianjurkan bagi rumah tangga. Yang dapat kita lakukan adalah memakai barangbarang dari plastik secara berulang-ulang atau membuat kreativitas sampah plastic Styrofoam Penduduk perkotaan saat ini cukup akrab dengan styrofoam yang sering digunakan sebagai pembungkus barang. Bahan ini dibuat dari zat kimia yang berbahaya, yang apabila dibakar akan menimbulkan gas beracun. Pemakaian styrofoam sebisa mungkin perlu dihindari, karena selain berbahaya bagi kesehatan, sampahnya TIDAK DAPAT HANCUR secara alami. Kertas Menghemat penggunaan kertas adalah cara terbaik. Selain mengurangi jumlah sampah, kita sekaligus menghemat jumlah pohon yang ditebang. Daur ulang kertas dapat dilakukan dengan menghancurkan dan membuat bubur kertas sebagai bahan dasar produk baru. Hal ini dapat juga dilakukan oleh rumah tangga, namun tidak dianjurkan untuk kertas koran karena banyak mengandung logam berat. Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Sampah B3 adalah sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun. Sampah B3 yang sering terdapat di rumah tangga misalnya adalah baterei, pestisida (obat serangga), botol aerosol, cairan pembersih (karbol), dan lampu neon. Jika dibuang ke lingkungan atau dibakar, sampah-sampah ini dapat mencemari tanah dan membahayakan kesehatan. Pengolahan sampah B3 ini dilakukan secara khusus di lokasi khusus yang membutuhkan pengawasan ketat dari pemerintah. Pemerintah Indonesia telah menentukan lokasi khusus di Cileungsi, Jawa Barat sebagai instalasi pengolahan limbah B3.
3.3
Pola Pemilahan 3R (Recycle, Reuse and Reduce) Kunci keberhasilan program kebersihan dan pengelolaan sampah terletak pada pemilahan. Tanpa pemilahan, pengolahan sampah menjadi sulit, mahal dan beresiko tinggi mencemari lingkungan dan membayahakan kesehatan. Pemilahan adalah memisahkan antara jenis sampah yang satu dengan jenis yang lainnya. Minimal pemilahan menjadi dua jenis: sampah organik dan non organik. Sebab sampah organik yang menginap satu hari saja sudah dapat menimbulkan bau, namun tidak demikian halnya dengan sampah non organik. Berbagai bentuk dan bahan wadah pemilahan dapat digunakan. Setiap pilihan memiliki kelebihan dan kekurangan. Prinsipnya: disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan kemampuan masyarakat yang akan memilah. Umumnya pemilahan di lokasi yang telah melakukan program pengelolaan sampah adalah sebagai berikut:
Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi
l
25
Gambar 3-1: Diagram Alir Pewadahan Sampah untuk 3R
Pemilahan sampah non organik yang dapat didaur ulang kemudian di tindak lanjuti untuk dijual agar dapat mendatangkan keuntungan ekonomi.
Gambar 3-2 : Diagram Alir Pengumpulan Sampah Non-organik untuk 3R
Model Pemilahan Sampah oleh Rumah Tangga (Dari Sumbernya) Pemilahan paling baik dilakukan mulai dari sumbernya, yaitu rumah tangga. Setiap anggota keluarga baik ayah, ibu, anak dan anggota keluarga lainnya memiliki tanggung jawab yang sama dalam pemilahan di rumah tangga. Contoh-contoh wadah pemilahan dapat dilihat pada foto dan gambar berikut ini.
Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi
l
26
Gambar 3-3 : Tipikal Tempat Penampungan Sampah untuk 3R
Gambar 3-4 : Foto Pemilahan Sampah oleh Warga untuk 3R
3R adalah singkatan dari Reduce, Reuse dan Recycle. (3R) adalah prinsip utama mengelola sampah mulai dari sumbernya, melalui berbagai langkah yang mampu mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Langkah utama adalah pemilahan sejak dari sumber, seperti contoh gambar diatas. Reduce artinya mengurangi. Kurangilah jumlah sampah dan hematlah pemakaian barang. Misalnya dengan membawa tas belanja saat ke pasar sehingga dapat mengurangi sampah plastik dan mencegah pemakaian styrofoam. Reuse artinya pakai ulang. Barang yang masih dapat digunakan jangan langsung dibuang, tetapi sebisa mungkin gunakanlah kembali berulang-ulang. Misalnya menulis pada kedua sisi kertas dan menggunakan botol isi ulang.
Recycle artinya daur ulang. Sampah kertas dapat dibuat hasta karya, demikian pula dengan sampah kemasan plastik mie instan, sabun, minyak, dll. Sampah organik dapat dibuat kompos dan digunakan sebagai penyubur tanaman maupun penghijauan.
Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi
l
27
3.4
Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat (PSBM) PSBM adalah sistem penanganan sampah yang direncanakan, disusun, dioperasikan, dikelola dan dimiliki oleh masyarakat. Tujuannya adalah kemandirian masyarakat dalam mempertahankan kebersihan lingkungan melalui pengelolaan sampah yang ramah lingkungan Prinsip-prinsip PSBM adalah: 1. Partisipasi masyarakat 2. Kemandirian 3. Efisiensi 4. Perlindungan lingkungan 5. Keterpaduan Gambar 4-5 : Diagram Alir Sistem atau Model PSBM.
Langkah-langkah mewujudkan PSBM adalah: Peningkatan kapasitas masyarakat dan gerakan penyadaran melalui kegiatan sosialisasi, rembug warga, pertemuan ibu-ibu dll. Pemetaan masalah persampahan dan kebersihan lingkungan setempat dari berbagai aspek, termasuk pendataan jumlah dan komposisi sampah dari rumah tangga, termasuk pengelolaan yang dilakukan maupun keterlibatan pihak lain seperti pemerintah, swasta dan sebagainya. Pendekatan kepada pemuka masyarakat setempat dan izin dari pemimpin wilayah (RW, Lurah), Pendekatan kepada warga yang mempunyai kemauan, kepedulian dan kemampuan untuk melaksanakan program serta dapat menjadi penggerak di lingkungannya, •
•
•
•
Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi
l
28
•
•
• •
•
•
•
Pembentukan komite lingkungan atau kelompok kerja, penyusunan rencana kerja, dan kesepakatan kontribusi warga dalam bentuk materi maupun nonmateri, Pelatihan dan kampanye untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran penghijauan lingkungan dan 3R (reduce, reuse, recycle atau kurangi, pakai ulang, daur ulang), Studi banding (kalau memungkinkan) Pendampingan, sosialisasi, penyebaran informasi dan pemantauan terus menerus sampai menghasilkan kompos, produk daur ulang, penghijauan, dan tanaman produktif, Koordinasi dengan pemerintah setempat seperti Dinas/Sub Dinas Kebersihan, Tata Kota, Perumahan, Pekerjaan Umum, dll agar bersinergi dengan sistem pengelolaan sampah skala kota Pemasaran hasil daur ulang, tanaman produktif, atau kompos bagi yang berminat menambah penghasilan, Berpartisipasi dalam perlombaan kebersihan, bazaar hasil kegiatan daur ulang, dan pameran foto lingkungan.
Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi
l
29
BAB IV PERENCANAAN TEKNIS SISTEM DRAINASE PERMUKIMAN/ TERSIER
4.1
Ketentuan Umum a.
Kegiatan ini adalah bersifat partisipatif, yang mendorong sebesar besarnya keikutsertaan masyarakat desa setempat dalam proses perencanaan sistem drainase permukiman untuk kebutuhan masyarakat sendiri sebagai bagian dari upaya membangun rasa memiliki terhadap prasarana Sistem drainase permukiman yang akan dibangun.
b. Masyarakat di lokasi sasaran, yang diwakili oleh perwakilan masyarakat
setempat, dengan didampingi oleh fasilitator dan pendamping teknis mengadakan musyawarah untuk memutuskan usulan prasarana sistem drainase permukiman yang sesuai dengan kebutuhan, kondisi setempat, dan ketersediaan dana yang tersedia (alokasi dana JRF untuk desa setempat ditambah kontribusi masyarakat). c.
Standar, kriteria atau besaran yang ada dalam SOP ini bersifat minimum sedangkan yang lebih menentukan adalah kebutuhan dan kondisi setempat serta ketersediaan dana yang dialokasikan oleh REKOMPAK untuk desa tersebut beserta dana kontribusi masyarakat sendiri.
d. Rancang bangun sistem darainase permukiman disini adalah sistem komunal
bukan individu dan menggunakan teknologi tepat guna. Titik berat kajian disamping kehandalan kinerjanya, adalah kemudahan serta berbiaya rendah dalam operasi dan pemeliharaan sistem drainase permukiman untuk masyarakat desa, sehingga diharapkan pemanfaatannya akan bisa berkesinambungan (sustainable).
4.2
Sistem Drainase Utama/ Perkotaan Sistem drainase perkotaan akan terdiri atas; saluran primer, sekunder dan tersier. Hal ini adalah ketentuan umum yang berlaku di Indonesia dan banyak negara lain. Untuk menyiapkan Master Plan dan Detail Desain untuk jaringan tersier, sekunder dan primer, maka perlu lebih jauh memperhatikan terhadap perencanaan saluran tersier yang sering direncanakan dan dibangun sebagai saluran drainase di sisi jalan.
Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi
l
30
Gambar 4-1 : Tipikal Sistem Jaringan Drainase Utama
Flood Control
Sistem Drainase Utama
(Pengendali Banjir) Defini si: Sungai yang melintasi wilayah kota berfungsi sebagai pengendalian banjir, sehingga tidak mengganggu masyarakat dan dapat memberikan manfaat bagi kegiatan kehidupan manusia
Definisi : Terdiri dari saluran primer, sekunder dan tersier beserta bangunan pelengkapnya. Pengelola : Pemerintah
Pengelola: Dinas Pengairan (SDA)
Sistem Drainase-Tersier Definisi: Sistem saluran awal yang melayani kawasan kota tertentu seperti kompleks perumahan, areal pasar, perkantoran, areal industri dan komersial Pengelola: Masyarakat, pengembang atau instansi lainnya
Ketentuan umum untuk desain drainase tersier, agar dapat menghindari kerusakan bahu jalan akibat genangan dan erosi harus memperhatikan halhal sebagai berikut : Ketinggian permukaan bibir drainase tersier di sisi jalan tidak boleh lebih tinggi dari bahu jalan (disesuaikan dengan kondisi jalan) Kemiringan as jalan menuju ke permukaan bibir drainase tersier di sisi jalan adalah 2-3 %
4.3 Penampang Saluran Ada empat jenis penampang (profile) standard yang umumnya dipakai untuk desain jaringan tersier perkotaan, disajikan pada gambar tipical berikut :
Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi
l
31
Gambar 4-2 : Tipikal Penampang Saluran Drainase
Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi
l
32
4.4 Jenis Konstruksi Saluran Konsep drainase yang ramah lingkungan (green infrastructure) diterapkan pada beberapa jenis konstruksi drainase tersier/ lokal, sebagai berikut : 1. 2. 3. 4.
Saluran Tanpa Perkerasan Saluran Dengan Perkerasan. Saluran Swale Parit Infiltrasi
4.4.1 Saluran tanpa Perkerasan Secara umum drainase jalan menggunakan curb yang cenderung mengakibatkan terakumulasinya aliran air dengan volume besar dan kecepatan aliran yang relatif tinggi. Dalam kaitannya dengan drainase yang ramah lingkungan, desain drainase tanpa curb diharapkan dapat lebih mempertinggi kemungkinan terjadinya infiltrasi air ke dalam tanah. Berm atau cek dam dapat dibangun pada arah melintang saluran untuk mempertinggi proses infiltrasi. Gambar 4-3 : Tipikal Konstruksi Drainase Tanpa Perkerasan
Kriteria Desain Kemiringan longitudinal < 4 %, direkomendasikan antara 1 – 2 % Baik digunakan pada tanah yang memiliki kapasitas infiltrasi tinggi. Penampang saluran berbentuk trapesium, kemiringan lereng antara (1:1,5) hinga (1:3); Luas penampang basah minimum 0,5 m2. Untuk bentuk trapesium dengan kemiringan lereng (1:1,5),lebar dasar saluran sekitar 0,4 m Untuk kompleks perumahan, saluran didesain untuk menampung debit perode ulang 5 tahun. Dapat digunakan dengan baik pada permukiman dengan kepadatan rendah, dan sulit diaplikasikan untuk permukiman dengan kepadatan tinggi. Perbedaan antara elevasi dasar saluran dengan elevasi muka air tanah sebaiknya lebih dari 60 cm. Luas maksimum daerah tangkapan hujan sekitar 2 Ha.
• • •
•
•
•
•
Kelebihan Merupakan kombinasi antara sistem untuk meminimalisir kuantitas aliran permukaan sekaligus meningkatkan kualitas runoff. Biaya konstruksi lebih murah dibandingkan dengan saluran dengan perkerasan. Mengurangi kecepatan aliran permukaan.
•
•
•
Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi
l
33
Kekurangan Biaya pemeliharaan lebih tinggi dibandingkan dengan struktur saluran dengan perkerasan. Tidak dapat digunakan untuk area dengan kemiringan lahan yang curam.. Memungkinkan terjadinya erosi dasar.
•
• •
4.4.2 Saluran dengan Perkerasan Drainase dapat dibuat menggunakan perkerasan (batu kali, beton dll) atau tanpa perkerasan. Drainase di komplek permukiman banyak dibuat bersamaan dengan drainase jalan.
Gambar 4-4 : Tipikal Konstruksi Drainase Dengan Perkerasan
Kriteria Desain Baik digunakan pada tanah yang mudah tererosi. Pada lahan yang terbatas, dapat digunakan penampang saluran berbentuk persegi. Dapat digunakan dengan baik pada permukiman dengan kepadatan tinggi dan pada lahan dengan kemringan yang terjal. • •
•
Kelebihan Biaya pemeliharaan lebih murah dibandingkan dengan saluran tanpa perkerasan. Tidak memerlukan lahan yang luas dibandingkan dengan saluran tanpa perkerasan. •
•
Kekurangan Biaya konstruksi lebih mahal dibandingkan dengan saluran dengan tanpa perkerasan Kecepatan aliran tinggi, tidak memungkinkan adanya infiltrasi dari saluran, debit akumulasi runoff tinggi. •
•
Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi
l
34
4.4.3 Saluran Swale Perbedaan antara drainase swale dan konvensional (tradisional) terdapat pada penggunaan media penyaring polutan. Struktur swale dilengkapi dengam media penyaring untuk mengurangi kadar polutan dari air limpasan hujan, sehingga air yang mengalir setelah melalui struktur swale diharapkan memiliki kualitas air yang lebih baik. Berdasarkan karakteristik genangan air struktur swale terbagi menjadi dua tipe yaitu Drainase Swale Sistem Kering dan Sistem Tergenang: Saluran Swale Sistem Kering. Struktur ini adalah berupa drainase yang diberi vegetasi (rumput) serta lapisan penyaring di dasar saluran untuk mencegah lapisan tanah terbawa oleh aliran air. Karena kondisinya yang hampir selalu kering, struktur ini baik untuk digunakan di daerah permukiman.
Gambar 4-5 : Tipikal Konstruksi Drainase Swale Sistem Kering
Saluran Swale Sistem Tergenang Struktur ini adalah berupa drainase dengan vegetasi (rumput) pada daerah rawa atau daerah yang memiliki elevasi muka air tanah yang tinggi. Jika muka air tinggi, struktur ini tergenang oleh air sedangkan jika muka air rendah, struktur ini kering .
Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi
l
35
Gambar 4-6 : Tipikal Konstruksi Drainase Swale Sistem Tergenang
Kriteria Desain Kemiringan longitudinal < 4 % Kemiringan lereng (1:2) atau lebih landai, direkomendasikan (1:4) Lebar dasar saluran 0,5 – 2,5 m Didesain untuk menampung debit periode ulang 25 tahun dengan freeboard sekitar 15 cm Dapat digunakan dengan baik pada permukiman dengan kepadatan tinggi Luas maksimum daerah tangkapan hujan sekitar 2,5 Ha • • • •
• •
Kelebihan Merupakan kombinasi antara system untuk meminimalisir kuantitas aliran permukaan sekaligus meningkatkan kualitas runoff. Biaya konstruksi lebih murah dibandingkan dengan saluran struktur perkerasan Mengurangi kecepatan aliran permukaan. •
• •
Kekurangan Biaya pemeliharaan lebih tinggi dibandingkan dengan saluran struktur perkerasan. Tidak dapat digunakan untuk area dengan kemiringan lahan yang curam. Memungkinkan terjadinya akumulasi sedimen Memungkinkan timbulnya bau yang tidak sedap serta berkembangnya nyamuk (jika air selalu menggenang). •
• • •
4.4.4 Parit Infiltrasi Secara umum struktur ini adalah berupa parit yang diisi oleh agregat batu sehingga memungkinkan penyerapan limpasan air hujan melalui dinding dan dasar parit. Parit infiltrasi didesain dengan lapisan filter dan kemudian diisi oleh batu kerikil sehingga parit ini dapat berfungsi sebagai reservoir bawah tanah yang dapat menampung beban
Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi
l
36
air limpasan hujan sesuai rencana. Air limpasan hujan yang tertampung dalam parit ini diharapkan berangsur-angsur akan menyerap ke dalam tanah. Sistem ini memerlukan struktur pencegah sedimen, sehingga sedimen yang mengalir bersama air limpasan hujan dapat tertahan dan tidak ikut masuk ke dalam parit. Struktur tambahan seperti saringan, atau struktur penahan sedimen lainnya perlu di desain bersamaan dengan parit infiltrasi. Gambar 4-7 : Tipikal Konstruksi Parit Infiltrasi
Kriteria Desain Luas maksimum daerah tangkapan hujan sekitar 2,5 Ha. Tingkat infiltrasi tanah harus lebih besar dari 1,5 cm/jam. Kedalaman parit antara 1 – 2,5 m diisi dengan agregat batu berdiameter 4 – 7 cm. Memerlukan adanya struktur pencegah sedimen dan sumur pengamatan perkolasi •
•
•
Kelebihan Mengurangi kecepatan aliran permukaan dan dapat menambah volume air tanah. Dapat diaplikasikan pada daerah yang tidak terlalu luas dengan jenis tanah yang relatif lolos air (porous) Dapat digunakan untuk permukiman daerah padat maupun tidak padat. •
•
•
Kekurangan Kemungkinan terjadinya aliran polutan ke dalam air tanah, karena itu tidak dipakai untuk sistem tercampur. Potensi penyumbatan tinggi, sehingga sebaiknya tidak digunakan di daerah dengan jenis tanah yang relatif halus (lempung, lanau) Tidak dapat digunakan di daerah komersial. Memerlukan penyelidikan geoteknik sebelum diaplikasikan. •
•
• •
Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi
l
37