STRATA SOSIAL MASYARAKAT BALANIPA (STUDI ATAS KETATANEGARAAN ISLAM)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Hukum Islam Jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar
Oleh:
NURUL WARDANI YAHYA NIM. 10300109022 10300109022
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2013
STRATA SOSIAL MASYARAKAT BALANIPA (STUDI ATAS KETATANEGARAAN ISLAM)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Hukum Islam Jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar
Oleh:
NURUL WARDANI YAHYA NIM. 10300109022 10300109022
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2013
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Mahasiswi yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Nurul Wardani Yahya
NIM
: 10300109022 10300109022
Tempat/Tgl. Lahir : Bandung, 22 November 1991 Jurusan/Prodi
: Hukum Pidana dan Ketatanegaraan
Fakultas
: Syariah dan Hukum
Alamat
: BTN. Minasa Upa Blok AB I No. 14, Makassar
Judul
:
Strata Sosial Masyarakat Ketatanegaraan Islam)
Balanipa
(Studi
Atas
Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya sendiri. Jika di kemudian hari terbukti bahwa ia merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.
Samata, 16 Desember 2013 Penyusun,
Nurul Wardani Yahya NIM. 10300109022 10300109022
ii
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi yang berjudul, “Strata Sosial Masyarakat Balanipa (Studi Atas Ketatanegaraan Islam)” Islam)” yang disusun oleh saudari Nurul Wardani Yahya, NIM. 10300109022, mahasiswi Jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar, telah diuji dan dipertahankan dalam sidang munaqasyah munaqasyah yang diselenggarakan pada hari Jumat, tanggal 27 Desember 2013; bertepatan dengan tanggal 24 Shafar 1435 H, dan dinyatakan telah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum Islam pada Fakultas Syariah dan dan Hukum, dengan beberapa beberapa perbaikan.
Samata, DEWAN PENGUJI
iii
27 Desember 2013 M 24 Shafar 1435 H
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Allah swt., karena berkat rahmat dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul, “Strata Sosial Masyarakat Balanipa (Studi Atas Ketatanegaraan Islam)”. Islam)”. Tak lupa pula salam dan shalawat penulis haturkan kepada Rasulullah saw., keluarga, dan sahabat-sahabatnya. Penulisan skripsi ini merupakan bentuk pertanggung jawaban penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis; ayahanda H. Sjarif Ridha Yahja, BE., ibunda Warniah, BA., dan saudara-saudari penulis; Syarief Dienan Yahya, SE., Syarifah Nihlah Yahya, dan Maya Zulfah Yahya; serta seluruh keluarga besar yang telah memberikan dukungan berupa moril dan materil kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Pada proses penyelesaian skripsi ini maupun dalam kehidupan selama menempuh pendidikan di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Olehnya itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Rektor UIN Alauddin Makassar, Bapak Prof. DR. H. A. Qadir Gassing HT., M.S. dan segenap jajaran.
iv
2.
Bapak Prof. DR. H. Ali Parman, MA. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar beserta jajaran.
3.
Ketua jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan, Ibu Dra. Nila Sastrawati, M.Si.; sekretaris jurusan sekaligus munaqisy munaqisy II penulis, Bapak Alimuddin S.Ag., M.Ag.; dan staf jurusan, Kak Alhilma Ashib, S.Ei..
4.
Bapak Prof. DR. H. Usman Djafar, M.Ag. selaku pembimbing I; Bapak DR. H. Abdul Wahid Haddade, Lc., M.Ag. selaku pembimbing II; dan Ibu DR. Kurniati, M.Hi. sebagai munaqisy I. munaqisy I.
5.
Bapak Drs. Dudung Abdullah, M.Ag. selaku penasehat akademik penulis.
6.
Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang penulis tidak bisa sebutkan satu per satu. Terima kasih atas ilmu yang telah diberikan selama ini.
7.
Kepala Pusat Perpustakaan, Ibu Himayah, S.Ag., S.S., MIMS. beserta staf yang selalu melayani dan menyediakan referensi yang penulis butuhkan selama penulisan skripsi ini.
8.
Camat Balanipa, Bapak Drs. Abdul Karim, M.Si. beserta jajaran dan seluruh masyarakat yang berada di naungan kecamatan Balanipa.
9.
Bapak Prof. DR. H. Abd. Rahman Halim, M.Ag.; Bapak DR. Idham Idham Chalid Bodi, M.Pd.; Bapak H. Abdul Muthalib; dan Bapak H. Ahmad Asdy selaku budayawan Mandar. Terima kasih atas kesediaan waktunya untuk menjadi narasumber bagi penulis.
10. Ummi Suryani A. Dwi K., terima kasih untuk nasihat-nasihatnya. 11. Sahabat penulis, Dewi Qurrotul A‟yun di Yogyakarta. Terima kasih telah te lah menjadi teman keluh kesah penulis selama tiga tahun di dunia maya.
v
12. Teman penulis di social media Plurk: media Plurk: Ipank, Syahir, Kak Naja, Kak Mysty, Kak Najul, Mas Bram, Mas Suhendri, Yola, Ochan, dan lain-lain yang penulis tidak bisa sebutkan satu per satu. Terima kasih banyak sudah menemani penulis di dunia maya. 13. Best inspiring man, man , Raditya Dika. Terima kasih untuk cerita-cerita serunya di buku dan Twitter yang senantiasa membuat penulis semangat. 14. Guru dan teman-teman di SDN Labuang Baji II (angkatan 2003), MTsN Model Makassar (angkatan 2006), dan MAN 2 Model Makassar (angkatan 2009) yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu. Terkhusus kepada Bapak Drs. Muhammad Arham – guru guru penulis semasa MTsN Model Makassar – yang yang telah memberikan semangat kepada penulis. 15. Teman- teman jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan angkatan 2009, Andi Palilingi, S.Hi.; Ahmad Syahrun, S.Hi.; Akbar, S.Hi.; Anwar, S.Hi.; Asdin Regar, S.Hi.; Bahruddin Nur, S.Hi.; Chaidir Aldy, S.Hi.; Efendi; Hamzah, S.Hi.; Hanaping; Hasan; Idham Dwiciputra; Iswan Haris, S.Hi.; M. Sahril, S.Hi.; Muhammad Arif Nusu, S.Hi.; Musyawir; Samsir; Triyudi Supriyatno; dan Darna, S.Hi.. 16. Teman-teman jurusan Perbandingan Hukum; Mariana, S.Hi., Fitriatul Awalliah, S.Hi., Raihan Melati Nur, S.Hi., dan Nurul Alfajri, S.Hi.. Terima kasih telah menjadi penyemangat penulis untuk menulis skripsi ini. Terkhusus kepada rekan-rekan seperjuangan; Yuli Hilmasari, Irmawati, dan Nur Reski. 17. Keluarga besar KKN Profesi angkatan ketiga Desa Bontosunggu, Kec. Bontonompo Selatan, Kab. Gowa. Kepada Bapak dan Ibu Posko beserta anak,
vi
menantu, dan cucunya (Evi Rahmayanti Rahman, Isbaeni Hasbi, dan si kecil – kecil – yang baru hadir – Maghfirah Maghfirah Nur Insani Rahman), terima kasih atas kasih sayang dan pelayanannya yang sangat luar biasa selama dua bulan. Kepada personel Posko Chibi; Riswaldi, Nasrullah, Mutmainnah Taufiq, dan Hamsuwarno; teman sekaligus saudara selama penulis menjalani KKN. 18. Radio VOA Indonesia (Amerika Serikat) dan Radio NHK Siaran Bahasa Indonesia (Jepang). Terima kasih atas kiriman suvenir dan sudah membacakan surat-surat penulis. 19. Kepada I-Radio Makassar (96.0 FM) dan Prambors Makassar (105.1 FM) yang senantiasa menemani malam-malam penulis untuk menyelesaikan skripsi. 20. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan motivasi, dukungan, sumbangan, pemikiran, bantuan materi dan non-materi, penulis ucapkan terima kasih. Kritik dan saran yang bersifat membangun senantiasa penulis nantikan sebagai acuan untuk karya ilmiah selanjutnya. Semoga karya ini dapat bermanfaat, baik kepada penulis maupun kepada semua pihak yang haus akan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu tata negara.
Makassar,
Desember 2013
Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................... ................................................................. ......................................... ................... i HALAMAN PERNYATAAN PERNYATAAN KEASLIAN KEASLIAN SKRIPSI ................................. ................................. ii HALAMAN PENGESAHAN PENGESAHAN ......................... ............................................... ............................................. ....................... iii KATA PENGANTAR ............................................ ................................................................... ...................................... ............... iv-vii DAFTAR ISI ............................................. ................................................................... ............................................ .............................. ........ viii-ix DAFTAR TABEL/ILUSTRASI TABEL/ILUSTRASI ............................................ ................................................................... ....................... x PEDOMAN TRANSLITERASI ............................................ ................................................................... ....................... xi-xii ABSTRAK ............................................ .................................................................. ............................................ .................................. ............ xiii BAB I
PENDAHULUAN ........................................... ................................................................. .............................. ........ 1-11 A. Latar Belakang Masalah............................. Masalah................................................... .............................. ........ 1 B. Rumusan Masalah .......................................... ................................................................. .......................... ... 7 C. Hipotesis ............................................ ................................................................... ...................................... ............... 7 D. Definisi Operasional dan Ruang Lingkup Penelitian ............... 8 E. Studi Kepustakaan ............................................ ................................................................... ....................... 9 F. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................ .............................................. 11
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN ......................................... ..................................................... ............ 12-46 A. Strata Sosial ........................................... ................................................................. .................................. ............ 12-32 A.1 Pengertian Strata Sosial Sosial Masyarakat ................................. ................................. 12 A.2 Sejarah Munculnya Munculnya Strata Sosial dalam Masyarakat ........ 15 A.3 Sejarah Umum Tentang Masyarakat Mandar ................... ................... 21 A.4 Sistem Kekuasaan Masyarakat Balanipa ......................... ........................... 31 B. Teori-teori yang yang Berkaitan dengan dengan Kekuasaan ........................ ........................ 32 C. Sistem Pemerintahan Menurut Islam ....................................... ....................................... 35 D. Sistem Pengelolaan Pemerintahan dalam Islam ...................... ...................... 37 BAB III METODE PENELITIAN PENELITIAN............................................ ............................................................... ................... 47-54 A. Tipologi Penelitian ............................................ ................................................................... ....................... 47 B. Teknik Penelitian ........................................... .................................................................. .......................... ... 47 C. Populasi dan Sampel ......................................... ............................................................... ........................ 48 D. Metode Pengumpulan Pengumpulan Data .......................................... ...................................................... ............ 50 E. Metode Pengolahan dan Analisis Data .................................... .................................... 52
viii
BAB IV HASIL PENELITIAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................. ............................. 55-68 A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................ ........................................ 55 B. Hubungan Antara Strata Sosial Sosial dan Kepemimpinan dalam Masyarakat Balanipa ......................................... ............................................................... ........................ 62 C. Mekanisme Strata Sosial Sosial dalam dalam Masyarakat Balanipa Balanipa ............ 63 D. Perspektif Siyasah Syar’iyyah Terhadap Syar’iyyah Terhadap Strata Sosial dalam Masyarakat Balanipa ......................................... ............................................................... ........................ 66 BAB V PENUTUP......................................... ............................................................... ............................................ ........................ 69 A. Kesimpulan ............................................ .................................................................. .................................. ............ 69 B. Implikasi Penelitian .......................................... ................................................................. ....................... 69 KEPUSTAKAAN ............................................ .................................................................. ............................................ ........................ 70-71 LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ix
DAFTAR TABEL/ILUSTRASI
Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9.
Peta Jalur Perbudakan ........................................... .................................................................. ......................... .. Peta Wilayah Sulawesi Barat ........................................... ......................................................... .............. Masjid Kerajaan Balanipa Mandar ......................................... ................................................ ....... Perbedaan Populasi dan Sampel .......................................... .................................................... .......... Pembagian Sampel ............................................ ................................................................... ............................. ...... Peta Administrasi Kecamatan Balanipa ......................................... ......................................... Struktur Organisasi Kecamatan Balanipa ...................................... ...................................... Strata Sosial Masyarakat Balanipa .......................................... ................................................. ....... Sifat Lapisan Sosial Masyarakat (Secara Visual) dari Tau Samar Ke Tau Piya ........................................... ................................................................. ........................................ .................. Gambar 10. Sifat Lapisan Sosial Masyarakat (Secara Visual) dari Batua dari Batua Ke Tau Maradekaya ......................................... ............................................................... ............................. ....... Grafik 1. Banyaknya Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga di Setiap Desa/Kelurahan .......................................... ................................................................. ......................... .. Grafik 2. Banyaknya Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Setiap Desa/Kelurahan .......................................... ................................................................. ......................... .. Tabel 1. Nama Kepala Desa dan Wakil Kepala Desa di Kecamatan Balanipa ......................................... ............................................................... ............................. ....... Tabel 2. Banyaknya Pegawai di Instansi/Kantor Pemerintah di Kecamatan Balanipa ......................................... ............................................................... ............................. ....... Tabel 3. Struktur Organisasi Desa/Kelurahan di Kecamatan Balanipa ....... Tabel 4. Banyaknya Sekolah, Kelas, Murid, dan Guru TK Tiap Desa/ Kelurahan di Kecamatan Balanipa .......................................... ................................................. ....... Tabel 5. Banyaknya Sekolah, Kelas, Murid, dan Guru SD Negeri Tiap Desa/Kelurahan di Kecamatan Balanipa ............................... ............................... Tabel 6. Banyaknya Sekolah, Kelas, Murid, dan Guru SMTP Negeri Tiap Desa/Kelurahan di Kecamatan Balanipa ............................... ............................... Tabel 7. Banyaknya Sekolah, Kelas, Murid, dan Guru SMTA Negeri Tiap Desa/Kelurahan di Kecamatan Balanipa ............................... ............................... Tabel 8. Banyaknya Sekolah, Kelas, Murid, dan Guru SMK Negeri Tiap Desa/Kelurahan di Kecamatan Balanipa ............................... ............................... Tabel 9. Banyaknya Sekolah, Kelas, Murid, dan Guru Madrasah Tiap Desa/Kelurahan di Kecamatan Balanipa ............................... ...............................
x
17 21 31 49 50 56 56 64 65 65 58 59 57 57 58 60 60 60 61 61 61
PEDOMAN TRANSLITERASI
A. Transliterasi Transliterasi 1. Konsonan
Huruf-huruf bahasa Arab ditransliterasi ke dalam huruf latin sebagai berikut: b
:
z
:
f
:
t
:
s
:
q
:
ts
:
sy
:
k
:
j
:
sh
:
l
:
h
:
dh
:
m
:
kh
:
th
:
n
:
d
:
zh
:
w
:
dz
:
'
:
h
:
r
:
gh
:
y
:
Hamzah ( ) yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa tanda apapun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda (‘).
2. Vokal dan Diftong
a. Vokal atau bunyi (a), (i) dan (u) ditulis dengan ketentuan sebagai berikut: Vokal
Pendek
Panjang
Fathah
a
â
Kasrah
i
î
Dammah
u
û
xi
b. Diftong yang sering dijumpai dalam transliterasi ialah (ay) dan (aw) , misalnya: bayn (
) dan qawl (
).
1) Syahadah dilambangkan dengan konsonan ganda.
(alif lam ma'r ma'r if ah) 2) Kata sandang al- (alif ditulis dengan huruf kecil, kecuali bila terletak di awal kalimat. Dalam hal ini kata tersebut ditulis
itâb dengan huruf besar (Al-) Contohnya: Al -Kh itâb . 3) Ta‟ marbutha ( ) ditranliterasikan dengan t . Tetapi jika ia terletak di akhir huruf h .Contohnya: Fatimah .Contohnya: Fatimah 4) Kata atau kalimat Arab yang ditransliterasikan adalah kata atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Adapun kata atau
kalimat
yang
sudah
dibakukan
menjadi
bagian
dari
perbendaharaan bahasa Indonesia, atau sudah sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, tidak ditulis lagi menurut cara transliterasi di atas, misalnya perkataan Alperkataan Al-Qur’an, Qur’an, sunnah dan khusus dan khusus.. Namun bila kata-kata tersebut menjadi bagian dari teks Arab, maka harus ditransliterasikan secara utuh, misalnya: B. Singkatan
Beberapa singkatan yang dibakukan adalah: 1. swt.
= subhânahû wata‟ wata‟âlâ
2. saw.
= shallâ Allâhu „Alaihi wa Sallam
3. H.
= Hijriah
4. M.
= Masehi
5. S.M.
= Sebelum Masehi
6. QS .../... : .... = Quran Surah …, ayat ... ayat ...
xii
( Ahl Ahl Al-Bayt ). ).
ABSTRAK
Nama : Nurul Wardani Yahya NIM : 10300109022 10300109022 Judul Skripsi : Strata Sosial Masyarakat Balanipa (Studi Atas Ketatanegaraan Islam) Skripsi ini membahas tentang tiga masalah pokok, yaitu: 1) Bagaimana hubungan antara strata sosial dengan kepemimpinan dalam masyarakat Balanipa?, 2) Bagaimana mekanisme dalam menentukan strata sosial masyarakat Balanipa?, dan 3) Bagaimana perspektif siyasah syar’iyyah syar’iyyah terhadap strata sosial dalam masyarakat Balanipa? Penelitian ini bersifat penelitian hukum empiris, sebab penelitian ini menitik-beratkan pada data primer atau dasar, yakni data yang diperoleh langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama melalui penelitian lapangan. Teknik penelitian yaitu; merumuskan masalah, kerangka berpikir, mengajukan hipotesis, hi potesis, pengujian hipotesis, dan menarik kesimpulan. Dalam skripsi ini, yang menjadi populasi target adalah seluruh warga desa yang ada di wilayah Kecamatan Balanipa, dan populasi terjangkau adalah tokoh masyarakat tiap desa yang ada di wilayah Kecamatan Balanipa. Adapun metode pengumpulan data yang digunakan terdiri dari wawancara, observasi, dokumentasi, dan triangulasi (gabungan). Sedangkan metode pengolahan data dalam skripsi ini yaitu editing data dan koding data. data. Secara umum, dalam analisis data, komponen-komponen yang wajib ada yaitu: pengumpulan data, sajian data, dan kesimpulan akhir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara strata sosial masyarakat Balanipa dengan kepemimpinan sangat erat kaitannya dalam masyarakat. Meskipun dalam pesan to dzilaling dikatakan dikatakan bahwa pemimpin tidak harus dari kalangan arajang , tetapi masyarakat masih saja merasa risih jika mendengar seseorang yang bukan turunan arajang ingin menjadi pemimpin di suatu wilayah. Adapun mekanisme dalam menentukan strata sosial masyarakat Balanipa pada dasarnya dilihat dari segi keturunan (ascribed ( ascribed status), status), namun perlahan-lahan budaya ini terkikis sehingga masyarakat kemudian menilai seseorang dari kekayaan harta yang mereka miliki. Sedangkan perspektif siyasah syar’iyyah terhadap syar’iyyah terhadap strata sosial dalam masyarakat Balanipa yaitu siapapun yang memiliki kapabilitas untuk menjadi seorang pemimpin, maka ia layak dipilih – dipilih – tanpa memandang ras dan dari turunan mana ia berasal. Implikasi terhadap penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Masyarakat Balanipa – melalui melalui ulama ( pukkali) pukkali) dan tokoh masyarakat – – perlu dijelaskan lebih mendalam terkait kriteria pemimpin dengan melakukan pendekatan Alquran, hadis, dan petuah-petuah Mandar; dan 2) Strata sosial dalam masyarakat Balanipa tidak harus dihilangkan, tetapi dipertahankan dalam kehidupan sehari-hari sebagai nilai khas dari budaya Mandar pada umumnya.
xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kelas sosial atau golongan sosial merujuk kepada perbedaan hierarkis (stratifikasi) antara insan atau kelompok manusia dalam masyarakat atau budaya. Biasanya kebanyakan masyarakat memiliki golongan sosial, namun tidak semua masyarakat memiliki jenis-jenis kategori golongan sosial yang sama. Penentuan strata sosial biasanya ditentukan oleh kekayaan, kekuasaan, previlese (hak previlese (hak istimewa), prestise (kehormatan), dan ilmu pengetahuan. Sejak manusia berpikir tentang politik, mereka terjebak di antara dua interpretasi yang saling bertentangan. Bagi sebagian orang, politik adalah pertempuran
kekuasaan
untuk
mempertahankan
dominasinya
terhadap
masyarakat dan mengeksploitasinya. Sementara yang lain beranggapan bahwa politik adalah usaha untuk menegakkan ketertiban dan keadilan. Kekuasaan melindungi kemakmuran dan kepentingan umum ( common good ) dari tekanan dan tuntutan kelompok kepentingan yang khusus. Status sosial seseorang cukup berpengaruh terhadap suatu pandangan yang dianut. Individu dari kelas tertindas setuju bahwa kekuasaan menjamin ketertiban, sementara bagi kelompok yang makmur (borjuis) berpendapat bahwa kekuasaan mempertahankan ketertiban sosial yang sah untuk menjamin keuntungan di antara mereka.
1
2
Para ilmuwan biasanya membedakan antara “sistem kelas” moder n dan estates atau “kasta” yang ada di dalam masyarakat pertanian maju. Sistem stratifikasi masyarakat manusia memang kompleks dan multidimensi, sebab bentuk- bentuk bentuk lembaga di masa lalu lal u cenderung “hidup” di atas bentuk lembaga yang baru dan baru muncul. 1 Sistem lapisan masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakat itu, tetapi ada yang dengan sengaja disusun untuk mengejar suatu tujuan. Alasan terbentuknya lapisan masyarakat yang terjadi dengan sendirinya adalah kepandaian, tingkat umur (senior), sifat keaslian keanggotaan kerabat seorang kepala masyarakat, dan juga harta dalam batas batas tertentu.2 Sedangkan sistem lapisan dalam masyarakat yang sengaja disusun untuk mencapai tujuan tertentu biasanya berkaitan dengan pembagian kekuasaan dan wewenang yang resmi dalam organisasi formal seperti pemerintahan, perusahaan, partai politik, angkatan bersenjata dan sebagainya. Kekuasaan dan wewenang itu merupakan suatu unsur khusus dalam sistem pelapisan masyarakat yang mempunyai sifat lain daripada uang, tanah, dan benda ekonomis lainnya. Hal ini disebabkan dise babkan uang, tanah, dan sejenisnya dapat dibagi secara bebas dalam masyarakat tanpa merusak keutuhan masyarakat. 3 Secara teoritis, semua manusia dapat dianggap sederajat. Akan tetapi, hal tersebut tidak sesuai dengan kenyataan hidup kelompok sosial. Pembedaan 1
William Outhwaite, The Blackwell Dictionary of Modern Social Thought , Thought , terj. Tri Wibowo B.S., Kamus B.S., Kamus Lengkap Pemikiran Sosial Modern (Jakarta: Modern (Jakarta: Kencana, 2008), h. 801-802. 2 Soerjono Soekanto, Sosiologi: Suatu Pengantar , edisi keempat (Cet. XXXIII; Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), h. 229. 3 J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan (Cet. Terapan (Cet. III; Jakarta: Kencana, 2007) h. 161.
3
atas lapisan merupakan gejala universal yang merupakan bagian sistem sosial setiap masyarakat. Perbedaan kedudukan dan derajat terhadap individu telah menjadi dasar dan gejala pelapisan sosial yang ada dalam hampir semua masyarakat di dunia. Revolusi adalah wujud perubahan sosial paling spektakuler; sebagai tanda perpecahan mendasar dalam proses historis; pembentukan ulang masyarakat dari dalam; dan pembentukan ulang manusia. Revolusi tak menyisakan apapun seperti keadaan sebelumnya. Revolusi menutup epos lama dan membuka epos baru. Di saat revolusi, masyarakat mengalami puncak agennya, meledakkan potensi transformasi dirinya sendiri. Segera setelah revolusi, masyarakat dan anggotanya seperti dihidupkan dan hampir menyerupai kelahiran kembali. Artinya, revolusi adalah tanda kesejahteraan sosial.4 Pelapisan sosial dalam masyarakat Mandar telah dikenal berdasarkan pada keturunan, status, atau peranannya dalam masyarakat. Adapun lapisanlapisan tersebut sebagai berikut.5 1. Todiang laiyana, laiyana , adalah tingkat sosial masyarakat yang menempati tingkatan tertinggi (bangsawan). 2. Tau maradeka, maradeka , adalah tingkatan menengah dalam pelapisan masyarakat Mandar.
4
Piötr Sztompka, The Sociology of Social Change , terj. Alimandan, Sosiologi Perubahan (Cet. V; Jakarta: Prenada, 2010), h. 357. Sosial (Cet. 5 Muh. Yunus Hafid, dkk., Tata Krama Suku Bangsa Mandar (Sulawesi Selatan: UD. Dipajaya, 2000), h. 20-21.
4
3. Batua, Batua, adalah lapisan sosial masyarakat yang terendah karena di dalamnya adalah kaum budak atau hamba sahaya. Pelapisan sosial masyarakat Mandar saat ini sudah tidak terlalu mencolok seperti zaman dahulu. Namun, dalam kehidupan sehari-hari dan acara adat, hal ini masih terasa sangat kental. Misalnya, orang yang berasal dari golongan batua bila batua bila bertemu dengan golongan todiang laiyana akan laiyana akan menyapa mereka dengan sebutan daeng . Pengertian kata “Balanipa” memiliki dua versi. Pertama, Pertama, Balanipa terdiri dari dua kata, yakni bala – yang yang berarti arena atau kandang – dan dan nipa – sejenis pohon yang tumbuh di rawa-rawa dan daunnya dapat dianyam menjadi atap. Kedua, Kedua, kata “nipa” adalah nama seorang Tomakaka Tomakaka yang membangun Balatau di Balatau di atas bukit Tammejarra. 6 Balatau Balatau adalah sebuah arena yang dindingnya terbuat dari batu yang disusun (dikota (dikota). ). Menurut penuturan masyarakat sekitar, balatau balatau berfungsi sebagai tempat musyawarah untuk menyelesaikan sengketa. Apabila yang bersengketa adalah dua orang laki-laki – – dan dan keduanya tidak menemukan kata sepakat dan merasa sebagai pihak yang benar – keduanya keduanya masuk ke dalam bala membawa senjata andalan masing-masing, bertumpu di atas batu yang telah ditentukan dengan tali diikatkan pada keduanya. Dengan aba-aba tertentu duel pun dimulai hingga salah seorang di antara keduanya menyerah atau mati. Sedangkan bagi dua orang perempuan, disiapkan sebuah belanga (panci yang terbuat dari tanah liat) yang diisi air kemudian direbus hingga mendidih.
6
Busra Edi, Balanipa Edi, Balanipa,, artikel (Makassar: Disimpan oleh penulis, [t.th.]), h. 1-2.
5
Setelah itu, keduanya secara bersamaan mencelupkan tangannya ke dalam belanga tersebut. Yang lebih dahulu menarik tangannya dari air mendidih dinyatakan sebagai yang kalah. Bagi masyarakat sekitar, kedua hal tersebut dinamakan situyu’ purrus – yang yang kemudian menjadi konsep hidup masyarakat Balanipa. Balanipa.7 Persoalan kepemimpinan merupakan persoalan yang sangat penting. Hanya saja, mengenai siapa dan bagaimana pengangkatan khalifah tersebut menjadi “perdebatan” di kalangan cendekiawan muslim sejak dahulu. Rasulullah saw. sendiri tidak pernah berwasiat kepada umatnya mengenai calon pengganti beliau. Akibatnya, ketika beliau wafat, yang didahulukan oleh umat di masa itu adalah bermusyawarah mengenai pengganti beliau, bukan mengurus jenazahnya. Yang paling menegangkan dalam sejarah Islam adalah peristiwa tahkim yang terjadi antara Ali bin Abi Thalib dengan Mu‟awiyah bin Abi Sufyan yang menjadi puncak perdebatan politik di kalangan umat Islam. Perebutan kekuasaan antara Ali bin Abi Thalib dengan Mu‟awiyah bin Abi Sufyan telah melahirkan persoalan teologis yang sangat kuat. Hal inilah yang menjadi latar belakang timbulnya aliran-aliran seperti Khawarij, Khawarij, Mu’tazilah, Mu’tazilah, Ahlussunnah Waljamaah, Waljamaah, Murji’ ah, ah, dan sebagainya. Peristiwa-peristiwa penting tersebut telah melahirkan pemikiran-pemikiran politik di masa-masa selanjutnya antara
7
Busra Edi, Balanipa Edi, Balanipa,, artikel, h. 3.
6
lain Ibn Abi Rabi‟, al-Mawardi, al -Mawardi, al-Ghazali, al-Farabi, Ibn Taimiyah, Ibn Khaldun, dan sebagainya. 8 Ketika sistem kerajaan telah menggantikan sistem khilafah, pemimpin tidak
memiliki
keahlian
kepemimpinan
yang
mencakup
segalanya.
Keberhasilan raja-raja tersebut tidak berbanding lurus dengan kewibawaan moral dan penghargaan dalam masyarakat. Mereka mampu menjadikan ratusan ribu rakyat sebagai pelayan untuk tujuan politis, namun mereka tidak pernah memenangkan hati rakyat dan tidak pernah berhasil merebut dan menguasai mereka, sehingga rakyat dapat menerima mereka sebagai imam-imam dalam agama mereka.9 Beberapa cendekiawan muslim memiliki pandangan yang berbeda-beda seputar kriteria khalifah. Al-Maududi misalnya, menetapkan bahwa salah satu kriteria utama untuk menjadi seorang pemimpin adalah ia harus berasal dari suku Quraisy, karena hal ini didasarkan pada hadis Nabi. Terkadang, masyarakat menetapkan kriteria tertentu untuk menjadi seorang pemimpin. Seperti masyarakat Mandar pada umumnya, mereka menganggap bahwa seorang pemimpin harus diangkat berdasarkan status sosi al mereka, sehingga meskipun mereka memiliki kapabilitas namun berasal dari golongan batua, batua, maka ia tidak akan dipilih oleh masyarakat karena status sosialnya.
8
Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, Fiqhi Siyasah: Doktrin dan Pemikiran Politik Islam (Jakarta: Islam (Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama, 2008), h. 27-28. 9 Abul A‟la al-Maududi, al-Maududi, al-Khilafah Wal Mulk , terj. Muhammad al-Baqir, Khilafah dan Kerajaan (Cet. Kerajaan (Cet. I; Bandung: Penerbit Kharisma, 2007), h. 238-239.
7
Berdasarkan pembahasan tersebut, penulis mengajukan judul “Strata Sosial Masyarakat Balanipa (Studi Atas Ketatanegaraan Islam)”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka pokok masalah dari skripsi ini adalah, “Bagaimana strata sosial masyarakat Balanipa?”, dengan sub masalah sebagai berikut. 1. Bagaimana hubungan antara strata sosial dan kepemimpinan dalam masyarakat Balanipa? 2. Bagaimana mekanisme dalam menentukan strata sosial masyarakat Balanipa? 3. Bagaimana perspektif siyasah syar’iyyah syar’iyyah terhadap strata sosial dalam masyarakat Balanipa?
C. Hipotesis Hipotesis berasal dari dua kata, yaitu hypo (belum hypo (belum tentu benar) dan tesis (kesimpulan). Hipotesis merupakan jawaban sementara atas pertanyaan penelitian. Dengan demikian, ada keterkaitan antara perumusan masalah dengan hipotesis, karena perumusan masalah merupakan pertanyaan penelitian. Pertanyaan ini harus dijawab pada hipotesis. Jawaban pada hipotesis ini didasarkan pada teori dan empiris, yang telah dikaji pada kajian teori sebelumnya. Hipotesis menghubungkan teori dengan realitas sehingga melalui hipotesis
dimungkinkan
pengujian
atas
teori
dan
bahkan
membantu
pelaksanaan pengumpulan data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan
8
penelitian. Oleh sebab itu, hipotesis sering disebut sebagai pernyataan tentang teori dalam bentuk yang dapat diuji ( statement ( statement of theory in testable form) form) atau pernyataan tentatif tentang realitas (tentative (tentative statements about reality). reality).10 Berdasarkan judul penelitian dan konsep hipotesis tersebut, penulis mengemukakan hipotesis dalam penelitian ini adalah, “Diduga masyarakat Balanipa memilih pemimpin berdasarkan strata sosialn ya (ascribed (ascribed status)”. status)”.
D. Definisi Operasional dan Ruang Ruang Lingkup Penelitian Untuk menghindari terjadinya kekeliruan penafsiran pembaca terhadap istilah teknis yang terkandung dalam judul skripsi ini, maka penulis menjelaskan beberapa istilah dalam judul ini sebagai berikut. “Strata sosial” yang dimaksud dalam kajian ini adalah tentang penggolongan masyarakat ke dalam lapisan kelas secara hierarkis menurut dimensi kekuasaan, privilese, dan prestise. Istilah “Kepemimpinan dalam masyarakat Balanipa” dalam kajian ini adalah sebuah kecamatan di Sulawesi Barat yang penguasanya dipilih berdasarkan strata sosial (keturunan raja). Terakhir,
istilah
“Mekanisme
dalam
menentukan
strata
sosial
masyarakat Balanipa” dalam kajian ini adalah berkaitan dengan pembagian kelas dalam masyarakat Balanipa dilihat dari segi keturunannya (kelas raja, kelas menengah, dan kelas bawah).
10
Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah (Jakarta: Kencana, 2011), h. 79-81.
9
Adapun ruang lingkup penelitian dari skripsi ini adalah menitik-beratkan pada persoalan pemilihan pemimpin dalam masyarakat Balanipa dilihat dari strata sosial yang yang dimiliki dan dikaitkan dengan dengan fikih fikih siyasah sebagai siyasah sebagai disiplin ilmu ketatanegaraan yang bersumber pada Alquran dan sunnah.
E. Studi Kepustakaan Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa literatur yang masih berkaitan dengan pembahasan yang dimaksud, diantaranya adalah sebagai berikut. Buku al-Khilafah Wal Mulk yang ditulis oleh Abul A‟la al-Maududi al -Maududi (diterjemahkan oleh Muhammad al-Baqir dengan judul Khilafah dan Kerajaan) Kerajaan) membahas mengenai khilafah di masa Rasulullah saw. dan khulafa al-rasyidin al-rasyidin dan perbedaan dengan sistem monarki (kerajaan) yang berlaku setelahnya, dilengkapi dengan dalil-dalil dari Alquran dan Assunnah yang mendukung. Buku Local Wisdom: Benang Untaian Mutiara Hikmah dari Mandar Sulawesi Barat yang ditulis oleh Muh. Idham Khalid Bodi merupakan kumpulan pepatah Mandar yang terdiri dari kesepakatan, penegakan hukum, kepemimpinan-pemerintahan, persatuan, amanah, kritik sosial, dan sebagainya. Buku Hukum Buku Hukum Tata Negara Darurat yang yang ditulis oleh Jimly Asshiddiqie mengemukakan tentang berbagai pandangan teoretis mengenai keadaan darurat dan hukum tata negara darurat dilengkapi dengan kasus mengenai penerapan norma hukum tata negara darurat itu dalam pengalaman praktik. Dalam praktik, di samping kondisi negara dalam keadaan biasa (ordinary condition) condition )
10
atau normal (normal (normal condition), condition), kadang-kadang timbul atau terjadi keadaan yang tidak normal. Keadaan yang menimpa suatu negara yang bersifat tidak biasa atau tidak normal itu memerlukan pengaturan yang bersifat tersendiri sehingga fungsi-fungsi negara dapat terus bekerja secara efektif dalam keadaan yang tidak normal itu. Buku From Max Weber: Essays in Sociology Sociology yang ditulis oleh Max Weber (diterjemahkan oleh Noorkholish dan Tim Penerjemah Promothea dengan judul Sosiologi) terdiri dari 17 (tujuh belas) bab dan diklasifikasi menjadi 4 (empat) bagian. Bagian pertama membahas ilmu pengetahuan politik. Bagian kedua membahas masalah kekuasaan, yang meliputi struktur kekuasaan; partai; birokrasi; sosiologi otoritas kharismatik; dan makna disiplin. Bagian ketiga mendiskusikan soal agama, yang meliputi psikologi sosial agama-agama dunia; sekte-sekte Protestan dan spirit kapitalisme; dan penolakan religius terhadap dunia dan arahnya. Bagian keempat – – sekaligus sekaligus bagian terakhir – membahas membahas tentang kapitalisme dan masyarakat pedesaan Jerman; karakter nasional kaum Junker, kaum Brahmana dan kasta di India; dan struktur sosial Cina. Berdasarkan
pemaparan
buku-buku
tersebut,
penulis
mengambil
kesimpulan bahwa tidak ada satupun yang membahas mengenai masalah strata sosial dalam masyarakat Balanipa. Dalam buku Sosiologi karangan Sosiologi karangan Max Weber memang sedikit disinggung mengenai strata sosial, akan tetapi belum bersifat khusus. Karena itu, penulis mengangkat topik tentang strata sosial masyarakat Balanipa sebagai judul skripsi.
11
F. Tujuan dan Kegunaan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui hubungan antara strata sosial dan kepemimpinan dalam masyarakat Balanipa. b. Untuk mengetahui mekanisme dalam menentukan strata sosial dalam masyarakat Balanipa. c. Untuk mengetahui perspektif siyasah syar‟iyyah terhadap strata sosial dalam masyarakat Balanipa. 2. Kegunaan Penelitian a. Ilmiah Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya hukum tata negara di Indonesia dalam perspektif Islam dan masyarakat Mandar. b. Praktis Tulisan ini dapat memberikan sumbangan pemikiran pada semua pihak yang terkait dalam menangani masalah hukum tata negara di Indonesia.
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. Strata Sosial A.1 Pengertian Strata Sosial Masyarakat Masyarakat Dua ribu tahun yang lalu, Aristoteles mengemukakan bahwa penduduk dapat dibagi ke dalam tiga golongan, yakni golongan sangat kaya; golongan sangat miskin; dan golongan yang berada di antara keduanya. Menurut Karl Marx, kelas sosial utama terdiri atas golongan proletariat, golongan kapitalis (borjuis), dan golongan menengah (borjuis rendah) yang ditakdirkan untuk “diubah menjadi golongan proletariat”. Pada tahun 1937 Franklin D. Roosevelt memberikan gambaran yang jelas tentang kehidupan golongan rendah dalam salah satu bagian pidato pelantikannya pada tanggal 20 Januari 1937: “Saya melihat sepertiga dari seluruh rakyat bangsa ini kekurangan tempat tinggal, kekurangan sandang, dan kekurangan pangan.” Seluruh gambaran tentang kelas sosial ini menunjukkan bahwa uang memisahkan orang-orang ke dalam golongan yang berbeda-beda. 11 Menurut Pitirim A. Sorokin, sistem lapisan merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup teratur. Seseorang yang memiliki sesuatu yang berharga dalam jumlah yang sangat banyak, dianggap sebagai masyarakat berkedudukan dalam lapisan atas. Sebaliknya, mereka yang hanya
11
Paul B. Horton dan Chester L. Hunt, Sociology: Sixth Edition, Edition , terj. Aminuddin Ram, Sosiologi: Sosiologi: Edisi Keenam (Jakarta: Keenam (Jakarta: Penerbit Erlangga, [t.th]), h. 5.
12
13
sedikit atau sama sekali tidak memiliki sesuatu yang berharga, dianggap memiliki kedudukan yang rendah. Biasanya golongan yang berada dalam lapisan atas tidak hanya memiliki satu macam “penghargaan” dari masyarakat, tetapi kedudukannya yang tinggi itu bersifat kumulatif. Mereka yang memiliki uang banyak; akan mudah mendapatkan tanah, kekuasaan, dan mungkin juga kehormatan; sedang mereka yang memiliki kekuasaan besar, mudah menjadi kaya dan mengusahakan ilmu pengetahuan.12 Sistem lapisan dalam masyarakat tersebut, dalam sosiologi dikenal dengan istilah social istilah social stratification. stratification. Strata merupakan bentuk tunggal dari stratum ( stratification ( stratification)) yang berarti lapisan. Pitirim A. Sorokin menyatakan bahwa social stratification stratification adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Dasar dan inti lapisan masyarakat tidak adanya keseimbangan dalam pembagian hak dan kewajiban, kewajiban dan tanggung jawab nilai-nilai sosial, dan pengaruhnya di antara anggota masyarakat. 13 Kebanyakan masyarakat bersikap hormat terhadap orang-orang yang kedudukan sosialnya dianggap lebih tinggi daripada kedudukan sosialnya; sebaliknya, memandang rendah orang-orang yang secara sosial berada di bawah kedudukannya. Sikap yang memandang rendah dan mencari muka, serta sikap yang menghalangi atau menolak orang yang tidak “termasuk” dalam suatu kelas sosial itu, menyuguhkan bahan yang tidak habis-habisnya bagi ratusan novel, drama, film, dan acara televisi. 12
Soerjono Soekanto, Sosiologi: Suatu Pengantar ), ), h. 228. Soerjono Soekanto, Sosiologi: Suatu Pengantar , h. 228.
13
14
Para anggota suatu kelas sosial saling memandang satu sama lainnya sebagai anggota masyarakat yang setara, serta menilai diri mereka secara sosial lebih hebat dari beberapa orang lain dan lebih rendah daripada beberapa orang lainnya. Seringkali para anggota kelas sosial tertentu mempunyai jumlah uang yang sama; namun yang lebih penting lagi, mereka memiliki sikap, nilai-nilai, dan cara hidup yang sama. Kelas sosial tidak ditentukan secara tegas sebagai pengelompokan status seperti halnya sistem kepangkatan dalam angkatan bersenjata. Status sosial bervariasi dalam suatu kontinum – suatu suatu garis kemiringan yang bertahap dari puncak ke bawah – bukannya sejumlah tangga. Oleh karena itu, jumlah kelas sosial tidaklah pasti; tidak terdapat pula suatu batas dan jarak status (status interval) yang tegas dan jelas. Jadi, orang-orang terdapat pada semua jenjang status – dari dari puncak ke bawah, seperti halnya terdapat orang-orang pada semua ukuran berat dan ketinggian tubuh, tanpa adanya jurang pemisah yang terjal pada seri itu.14 Dalam Alquran, penggolongan manusia dibagi dalam dua jenis, yakni orang yang baik (QS Al-Wāqi´ah/56: Al- Wāqi´ah/56: 8, QS Al-Balad/90: Al -Balad/90: 18, dan QS AlBayyinah/98: 7) dan orang yang tidak baik (QS Al- Wāqi´ah/56: 8, QS AlAl Balad/90: 19, dan QS Al-Bayyinah/98: 6). Contoh lainnya yakni dalam surah al-Fātiḥ al-Fātiḥah. ah. Allah swt. mengatakan bahwa manusia terbagi atas golongan yang dibe diberi ri nikm nikmat at beru berupa pa petu petunj njuk uk ( ); dan yang sesat (
14
); yang dimu dimurk rkai ai Alla Allah h swt. swt. )
).
Paul B. Horton dan Chester L. Hunt, Sociology: Sixth Edition, Edition , h. 6.
15
A.2 Sejarah Munculnya Munculnya Strata Sosial dalam Masyarakat Sistem lapisan masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakat. Tetapi ada pula yang sengaja disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama. Yang biasa menjadi alasan terbentuknya lapisan masyarakat yang terjadi dengan sendirinya adalah kepandaian, tingkat umur (senior dan junior), sifat keaslian keanggotaan kerabat seorang kepala masyarakat, dan mungkin juga harta dalam batas-batas tertentu. Alasan-alasan yang dipakai berlainan bagi tiap-tiap masyarakat. Pada masyarakat yang hidupnya dari berburu hewan alasan utama adalah kepandaian berburu. Sedangkan pada masyarakat yang telah menetap dan bercocok tanam, maka kerabat pembuka tanah (yang dianggap asli) dianggap sebagai orang-orang yang menduduki lapisan tinggi. 15 Sejarah
stratifikasi
sosial
masyarakat
dimulai
seiring
dengan
ditentukannya kaum lemah dan kaum yang berkuasa. Oleh sebab itu, penulis mengambil contoh tentang perbudakan di awal abad pertengahan. Perbudakan adalah sebuah kondisi di saat terjadi pengontrolan terhadap seseorang (disebut budak) oleh orang lain. Perbudakan biasanya terjadi untuk memenuhi keperluan akan buruh atau kegiatan seksual. seksual. Para budak adalah golongan manusia yang dimiliki oleh seorang tuan, bekerja tanpa gaji tanpa gaji dan tidak mempunyai hak mempunyai hak asasi manusia. Kata slave slave dalam bahasa Inggris berasal dari kata slav, slav, yang merujuk kepada bangsa Slavia yang banyak ditangkap dan dijadikan budak saat
15
Soerjono Soekanto, Sosiologi: Suatu Pengantar , h. 229-230.
16
peperangan pada awal abad pertengahan. pertengahan. Bukti-bukti keberadaan perbudakan sudah ada sebelum tulis-menulis, dan telah ada di berbagai kebudayaan. Kuburan-kuburan pra-sejarah di Mesir sejak 8000 SM menunjukkan bahwa suatu masyarakat Lybia telah memperbudak suatu suku. Di catatan terawal, perbudakan sudah dianggap sebagai institusi yang mapan. Kode Hammurabi (sekitar 1760 SM) contohnya, menyatakan bahwa hukuman mati dijatuhkan bagi barangsiapa yang membantu seorang budak melarikan diri sebagaimana orang yang menyembunyikan seorang buronan. 16 Perbudakan itu dikenal dalam hampir semua peradaban dan masyarakat kuno, termasuk Sumeria, Mesir kuno, Cina kuno, Imperium Akkad, Asiria, India kuno, Yunani kuno, kekaisaran Romawi, khilafah Islam, orang Ibrani di Palestina dan masyarakat-masyarakat sebelum Columbus di Amerika. Institusi tersebut berupa gabungan dari perbudakan-hutang, hukuman atas kejahatan, perbudakan terhadap tawanan perang, penelantaran anak, dan lahirnya anak dari rahim seorang budak. Ribuan tahun yang lalu, sejarah perbudakan hadir sejak pertumbuhan populasi manusia dan peradaban. Sejak zaman Mesir kuno, perbudakan sudah dilakukan. Para budak berjasa besar membangun piramid-piramid megah yang sekarang menjadi bagian dari keajaiban dunia. Peradaban Romawi kuno juga telah memperbudak manusia untuk membangun peradabannya. Kekaisaran Cina – dinasti dinasti Qin Sing Huan Ti – – memerlukan memerlukan budak ratusan orang untuk membangun Great Wall China China sebagai benteng raksasa yang berfungsi 16
“Perbudakan” Perbudakan”, Wikipedia bahasa Indonesia, http://id.wikipedia.org/wiki/Perbudakan (17 Desember 2013).
ensiklopedia
bebas .
17
menangkal kekuatan kerajaan Mongol. Tembok besar itu dibangun dengan darah oleh orang-orang yang telah berkorban demi bangunan-bangunan megah tersebut sebagai simbol peradaban besar. Sejarah perbudakan secara legal yang dilakukan oleh orang Eropa dimulai pada abad ke 14 M. Spanyol, Portugis, Inggris, Perancis menancapkan perbudakan sejak abad 14 M hingga hingga 18 M.
Gambar 1. Peta Jalur Perbudakan
Di Amerika Serikat, orang Negro memasuki perbudakan sejak dalam kandungan, dan mulai menjadi budak sebelum memulai keberadaannya. Sama sekali tak punya keinginan dan kesenangan, dan tak berguna bagi dirinya sendiri. Ia belajar mengerti – – dengan dengan pemikiran pertamanya tentang hidup – bahwa ia adalah milik orang lain yang punya kepentingan untuk menjaga hidupnya, dan bahwa upaya untuk menjaga hidupnya tidak diserahkan kepada dirinya sendiri; bahkan baginya daya pikir tampak seperti berkah Tuhan tanpa guna, dan diam-diam menikmati privilese penurunan martabat dirinya. Jika bebas, kemerdekaan sering terasa lebih berat membebaninya ketimbang perbudakan; karena setelah dalam perjalanan hidupnya belajar tunduk kepada segalanya kecuali nalar, ia terlalu asing dengan ketentuan-
18
ketentuan yang mesti dipatuhinya. Ribuan keinginan baru menyerangnya, dan ia sangat miskin pengetahuan dan tenaga yang diperlukan untuk melawannya; keinginan-keinginan ini adalah majikan yang perlu dilayani, dan ia hanya pernah belajar tunduk dan patuh. Singkatnya, ia terbenam ke dalam semacam palung kebobrokan, sementara kerja paksa memperlakukannya secara brutal, dan kebebasan pun menghancurkannya. 17 Keburukan perbudakan tak disangsikan lagi memang besar; namun keburukan ini adalah konsekuensi yang mendasar dan bisa diduga sebelumnya dari prinsip perbudakan modern. Ketika orang Eropa memilih budak mereka dari ras yang berbeda dari ras mereka, banyak orang di antara mereka yang menganggap kulit hitam lebih rendah daripada ras-ras manusia lainnya, dan mereka menolak dengan penuh ketakutan gagasan apapun mengenai hubungan yang erat, karena mereka harus percaya bahwa perbudakan harus berlangsung selamanya; mengingat tak ada keadaan yang bisa bertahan lama, antara ketimpangan sangat besar yang dihasilkan oleh kerja paksa, dan kesetaraan penuh yang bersumber dari kemerdekaan. kemerdekaan. Harapan akan kebebasan selalu diizinkan bagi para budak supaya merasa senang dalam kesulitan kondisinya. Namun orang Amerika wilayah Selatan sadar bahwa pembebasan tersebut sangat berbahaya jika orang yang dimerdekakan tak pernah bisa berbaur dengan bekas tuannya. Memberi orang kebebasannya, dan membiarkannya melarat dan hina, tidak lain adalah upaya
17
Alexis de Tocqueville, Alexis de Tocqueville on Democracy, Revolution, and Society, eds. John Stone and Stephen Mennell, terj. Yusi A. Pareanom, Alexis de Tocqueville tentang Revolusi, Demokrasi, dan Masyarakat (Jakarta: (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), h. 343 .
19
untuk mempersiapkan masa depan yang dimaksudkan untuk pemberontakan bagi para budak. Kehadiran negro merdeka secara samar menggusarkan pikiran saudara-saudaranya yang kurang beruntung, dan memberi mereka gagasan samar tentang hak mereka. Dalam sebagian kasus, orang Amerika di wilayah Selatan dengan sendirinya mengambil langkah-langkah untuk mencegah pemilik budak memerdekakan budak mereka; tidak melalui pelarangan positif, melainkan dengan menjadikan langkah kemerdekaan itu dalam berbagai tahapan yang sulit untuk dipenuhi. Selain itu, mereka juga melarang budak belajar membaca dan menulis, dengan ancaman hukuman berat; karena mereka tidak mengakui bahwa kaum negro bisa hidup berdampingan dengan mereka. Dan karena budak tak akan naik ke tataran mereka, budak negro tersebut “ditenggelamkan” hingga sedekat mungkin menyerupai binatang. Penindasan tak kalah fatalnya bagi ras Indian dibandingkan dengan penindasan yang dialami oleh ras Negro, tapi akibatnya berbeda. Sebelum kedatangan orang kulit putih, para penghuni Amerika Utara hidup tenang di hutan mereka, menjalani perubahan dan mempraktekkan kebaikan dan keburukan yang lazim bagi bangsa barbar. Orang Eropa, dengan mengobrakabrik suku-suku Indian dan mengusir mereka ke gurun, menghukum mereka untuk menjalani hidup penuh dengan penderitaan. Ketika Indian Amerika Utara telah kehilangan ikatan dengan negara mereka; ketika semua kebiasaan mereka diubah, dan keinginan mereka meningkat tak karuan, tirani Eropa menjadikan mereka lebih tak teratur dan tak beradab ketimbang kehidupan
20
mereka sebelumnya. Meskipun demikian, orang Eropa tak bisa mengubah karakter orang Indian; dan sekalipun mereka mempunyai kekuatan untuk menghancurkan orang Indian, mereka tak pernah berhasil membuat orang Indian tunduk kepada aturan masyarakat beradab. 18 Abilitionism (penghapusan Abilitionism (penghapusan perbudakan) mulai terjadi pada abad 18 M dan awal abad 19 M. Abraham Lincoln adalah tokoh penting yang berupaya untuk menghapuskan
perbudakan
di
Amerika
Serikat
walaupun
akhirnya
menyebabkan perang sipil di Amerika. Tokoh penting lainnya adalah Olaudah Equino, yang menginspirasi penghapusan perbudakan. Tetapi hingga sekarang perbudakan masih terus berlangsung walaupun telah terdapat ratifikasi hak asasi manusia. Perbudakan zaman sekarang berubah bentuk menjadi “lebih cerdas” dengan human trafficking , prostitusi, forced labour , bonded labour dan child labour . Selama masalah kemiskinan dan
pendidikan
belum
tuntas,
perbudakan
akan
terus
terjadi
dan
bermetamorforsis dalam bentuk eksploitasi manusia.
18
Alexis de Tocqueville, Alexis de Tocqueville on Democracy, Revolution, and Society, eds. John Stone and Stephen Mennell, terj. Yusi A. Pareanom, Alexis de Tocqueville tentang Revolusi, Demokrasi, dan Masyarakat , h. 343-344.
21
A.3 Sejarah Umum Tentang Tentang Masyarakat Mandar
Gambar 2. Peta wilayah Sulawesi Barat
Persepsi tentang Mandar adalah nama suatu kerajaan, merupakan persepsi yang keliru karena sepanjang sejarah tidak pernah ada kerajaan Mandar yang rajanya disebut Raja Mandar dengan wilayah kekuasaan seluruh wilayah Mandar. Yang ada adalah raja-raja di Mandar yang berdaulat dan berkuasa penuh di wilayah kerajaannya masing-masing. Persekutuan (konfederasi) dari keempat belas kerajaan yang pernah ada di kawasan barat Sulawesi-lah yang membentuk Tanah Mandar. Tujuh kerajaan di wilayah pantai yang lebih dikenal dengan sebutan Pitu Baqbana Binanga (tujuh Binanga (tujuh muara sungai) dan tujuh kerajaan di wilayah pegunungan yang lebih dikenal dengan nama Pitu nama Pitu Ulunna Salu (tujuh Salu (tujuh hulu sungai). 19 Penelusuran sejarah kerajaan pertama di Mandar bisa mengambil dan membandingkan dengan tatanan kerajaan lainnya – lainnya – yang yang selalu beranjak dari adanya manusia pertama, lalu kemudian berlanjut kepada mobilitas dinamis
19
Ahmad Asdy, Dalam Selayang Pandang Tentang Makam Raja-raja Balanipa (Pakkuburanna Mara’dia Balanipa) ([t.t.]: Balanipa) ([t.t.]: Yayasan Mahaputra Mandar, 2013), h. 8.
22
penduduk yang melahirkan arus perpindahan. Perpindahan masyarakat inilah yang melahirkan arus pendatang ke suatu komunitas masyarakat tertentu, kemudian berlanjut pada masa lalu lintas kepentingan dalam masyarakat tertentu, dan berlanjut pada lalu lintas kepentingan dalam masyarakat heterogen – sehingga sehingga terkadang memicu konflik dan peperangan di antara mereka sebagai konsekuensi logis dari kian memadatnya lalu lintas kepentingan dalam masyarakat pendatang dengan masyarakat yang didatangi. Dari peperangan ini pula kemudian melahirkan para pemimpin atau penguasa kerajaan-kerajaan lokal tersebut. Tetapi, tentu pemahaman ini tidak digunakan secara serampangan. Sebab apapun alasannya, penelusurannya tentu didasar kan pada fakta-fakta sejarah yang ada di masyarakat tersebut. Paling tidak melihat apa yang dipahami dan diyakini ada dan terjadi pada komunitas masyarakat yang berdiam di wilayah tersebut. Adapun pemaparan sejarah umum tentang masyarakat Mandar diuraikan dalam dalam paragraf berikut.20 Dari segi bahasa, penamaan “Mandar” masih terjadi kesimpang-siuran. kesimpang -siuran. Hal ini wajar, sebab minimnya simbol budaya Mandar yang dapat menjelaskan penggunaan kata tersebut. Namun, ada beberapa pendapat yang mencoba menafsirkan kata “Mandar” sebagai berikut. Pendapat pertama mengatakan bahwa kosakata “Mandar” sendiri berasal dari bahasa Hindu yang terdiri dari dua kata, yakni kata man man dan dhar – yang yang jika
digabungkan akan
berbunyi
dharaman dharaman yang berarti mempunyai
penduduk – lalu lalu kemudian mengalami perubahan menjadi Mandar menjadi Mandar . 20
Busra Edi, Sejarah Peradaban Mandar , artikel (Makassar: Disimpan oleh penulis, [t.th.]), h. 1-5.
23
Pendapat kedua, kedua, kata “Mandar” menunjukkan aliran sungai yang dikenal dengan sungai Mandar – yang yang berhulu di bagian pegunungan kecamatan Malunda (kabupaten Majene), dan bermuara membelah kota kecil Tinambung di kecamatan Tinambung (kabupaten Polman). Interpretasi tentang pengadopsian kata “Mandar”– yang yang berarti sungai – – menjadi dasar penyebutan wilayah Mandar cukup beralasan. Hal itu didasarkan pembentukan persekutuan menggunakan k ata ata “sungai”, yaitu Pitu Babana Binanga Binanga (Tujuh Kerajaan Muara Sungai) dan Pitu Ulunna Salu Salu (Tujuh Kerajaan Hulu Sungai). Hal ini menunjukkan bahwa kerajaan-kerajaan di wilayah ini terbentuk di daerah aliran sungai. Kenyataan menunjukan bahwa di daerah Mandar terdapat sejumlah besar sungai yang bermuara di Selat Makassar. Dalam salah satu naskah lokal di Mandar ditemukan keterangan yang menyatakan bahwa manusia pertama yang datang ke daerah ini mendarat di hulu Sungai Sa‟dang. Sementara tulisan dari Salahudd in Mahmud dinyatakan bahwa Tomakaka yang pertama menetap di Ulu„ Sa‟dang. Keterangan itu memberikan petunjuk bahwa pemukiman di daerah ini telah berlangsung jauh sebelum terjadi penurunan permukaan laut (masa glasial). Selain itu juga dapat dipahami bahwa penghuni daerah ini adalah kelompok imigran yang datang dari daerah lain – diperkirakan diperkirakan dari Cina Selatan – yang yang kemudian menetap dan membangun peradaban. Dalam tradisi lokal masyarakat Sulawesi Selatan diperoleh keterangan yang cukup memikat tentang persebaran pemukiman. Kisah kerajaan mistis di
24
Rura yang bersifat teokratis, terjadinya persebaran penduduk ke berbagai penjuru daerah itu disebabkan karena Raja Rura, Londong di Rura – yang yang bergelar Sappang ri Galete Gale te – hendak hendak melakukan perkawinan di antara anak-anak sendiri – – yang yang putra dikawinkan dengan yang putri ( incest ) – – namun namun hal ini merupakan rencana yang dilarang para dewata. Menurut tradisi, jika terjadi incest maka dewata akan mendatangkan malapetaka yang besar, sehingga sebulum upacara pernikahan dilakukan para keluarga kerajaan dan rakyat yang tidak menyetujuinya tidak berangkat meninggalkan negerinya. Hal yang senada juga
dijumpai
dalam
kisah
Sawerigading
yang
berkeinginan
untuk
mempersunting saudara kembarnya, We Tenriabeng. Meskipun kisahnya mengarah pada pengembaraannya ke Cina untuk mempersunting sepupunya di Cina – We We Cudai – – namun namun karena ingin kembali ke Luwu, maka akhirnya ia ditarik ke paratiwi ke paratiwi (ke (ke bawah bumi) dan saudara kembarnya diangkat naik ke dunia atas (botting (botting langi’ ). ). Akibat lain dari perbuatan incest adalah bencana dalam kehidupan masyarakat yang digambarkan bagaikan kehidupan yang kacau (chaos ( chaos). ). Yang kuat memangsa yang lemah sehingga terjadi terus menerus perang tanding antar satu persekutuan dengan persekutuan lainnya. Dalam masyarakat Sulawesi Selatan, kondisi itu diungkapkan dengan pernyataan bahwa kehidupan manusia sama seperti kehidupan ikan di laut yang saling memangsa. Hal itu yang mendorong masyarakat senantiasa bermohon kepada dewata agar dapat
menemukan
tokoh
yang
dapat
menciptakan
ketenteraman
dan
kedamaian. Hal itu terpenuhi dengan ditampilkan konsep Tumanurung, yang
25
ditempatkan menjadi tokoh pemersatu yang berhasil memulihkan kehidupan masyarakat, dan membangun tatanan pemerintahan yang terorganisir dalam bentuk monarki namun raja tidak memiliki kekuasaan mutlak karena dibentuk dibe ntuk pula dewan hadat yang berfungsi legislatif dalam mengontrol kewenangan pemegang kendali politik. Gambaran proses politik dengan konsep Tumanurung ini memiliki corak yang berbeda dengan kisah sejarah Mandar. Tumanurung lebih tampak sebagai tokoh pemula pemukiman yang kemudian tersebar ke berbagai daerah, yang pada prinsipnya untuk menunjukan bahwa penduduk Sulawesi Selatan, bahkan hingga Sulawesi Tengah memiliki latar kesejarahan yang sama dan bersaudara. Dalam
kisah
Sendawa – berdasarkan
tradisi
lisan – manusia manusia
pertama
(Tumanurung) yang datang di Tanetena adalah tujuan orang Tumanurung yang kemudian masing-masing mengembara ke Kaili, Luwu, Toraja, Bone, Cina, Sendana, dan yang satunya tidak diketahui kemana perginya karena masingmasing memiliki semangat kepemimpinan. Sementara penyelesaian proses kehidupan masyarakat yang kacau itu dituturkan dengan tampilnya I Manyambungi (Tamanyambungngi) yang dikenal juga dengan nama Todilaling. Ia adalah putera dari Tomakaka Napo, Pong ri Gadang. Ia mengembara dan diketahui pernah menjadi salah seorang pemimpin pemberani (Tobarani) Tobarani) Kerajaan Makassar (Gowa-Tallo) pada periode Tumaparissi Kalonna (1510-1546 M). Pada waktu terjadi pertentangan pertent angan di negerinya, ia dipanggil untuk membantu penyelesaian persoalan yang terjadi. Keberhasilan menyelesaikan perselisihan yang terjadi itu menyebabkan
26
ia dipilih dan diangkat menjadi pemegang kendali kekuasaan atas persekutuan itu dibentuk dari Napo, Mosso, Todatodang, dan Samasundu. Persekutuan ini menjadi dasar kerajaan Balanipa, sehingga beliau dikenal sebagai raja Balanipa I. Proses pemilihan dan pengangkatannya ini dipandang sebagai dasar bagi pembentukan kesatuan pemerintahan. Keberhasilan dalam memulihkan dan menenteramkan masyarakat dengan konsep menyatukan kelompok-kelompok Tomakaka, itu dilanjutkan pula oleh penerus pemegang kendali kekuasaan di kerajaan itu. Tomepayung, yang dinobatkan menggantikan I Manyambungi, tercatat berhasil mendamaikan dan menggabungkan lagi tiga Tomakaka, yaitu; Boroboro, Banato, dan Andau. Ia juga memprakarsai Muktamar Tammejarra yang menghasilkan persekutuan Pitu Babana Binanga Binanga (PBB). Pada dasarnya pembentukan wadah ini merupakan wadah persekutuan kerajaan-kerajaan dengan menempatkan kerajaan Balanipa sebagai pemimpin persekutuan itu dengan status sebagai “ayah” dan kerajaan Sendana berstatus “ibu” dan kerajaan lainnya sebagai anggota dengan status “anak”. Dalam perkembangan selanjutnya, ia juga giat menjalin persekutuan dengan kerajaan-kerajaan kecil di daerah pedalaman yang telah membentuk persekutuan Pitu persekutuan Pitu Ulunna Salu (PUS) Salu (PUS) yang terdiri dari; kerajaan Rantebulahan, Aralle, Mambi, Bambang, Matangnga, Messawa, dan Tabulahan. Musyawarah yang diselenggarakan di Luyo Tabasalah itu menghasilkan perjanjian Luyo ( Allamungan Allamungan Batu di Luyo). Luyo ). Isi pokok perjanjian itu adalah kesepakatan bersama
untuk
menjamin
ketenteraman
kerajaan-kerajaan
persekutuan.
27
Persekutuan itu diibaratkan dengan sebuah pupil mata yang terpadu warna hitam dan putih, paduan yang memfungsikan mata. Menurut Darwis Hamzah, Perjanjian Luyo ini yang dikenal dengan istilah Sipamandar yang Sipamandar yang berarti saling menguatkan. Latar belakang itulah yang mendasari penyebutan dalam penataan pemerintahan di daerah tersebut setelah pihak pemerintah Hindia Balanda berhasil memaksakan kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan menandatangani pernyataan pendek ( Korte Verklaring ) dengan menyebut wilayah PUS sebagai negeri-negeri pedalaman dari Balanipa (bovenlanden (bovenlanden van Balanipa) Balanipa ) dan Polewali dan kerajaan Binuang sebagai negeri pesisir dari Balanipa (beneden ( beneden landen van Balanipa). Balanipa ). Dalam penamaan wilayah di daerah ini tampak pemerintah Hindia Belanda mengalami kesulitan untuk menyebut me nyebut berdasarkan berdasar kan nama daerah mengingat pembentukan wilayah itu terdiri dari beberapa kerajaan yang menjadi satu federasi ataupun berbentuk konfederasi. Oleh karena itu pusat pemerintahan dijadikan patokan penamaan wilayah itu. Sebagai contoh, wilayah PUS yang berpusat di Mamasa (wilayah Tabulahan) menjadi nama wilayah PUS; sementara Balanipa dan Binuang yang berpusat di Polewali disebut Polewali saja. Pada periode pemerintahan Hindia Belanda – yang yang secara de jure jure dan de facto facto setelah penandatanganan Pernyataan Pendek – di di permulaan abad ke-20, seluruh wilayah yang tergabung dalam PBB dan PUS disebut afdeeling Mandar, dengan pusat pemerintahan di Majene. Wilayah afdeeling ini terbagi dalam empat onderafdeeling , yaitu onderafdeeling Majene, Majene, Mamuju, Polewali
28
dan Mamasa (Staatblad 1924 No. 476 dan Staatblad 1940 No. 21). Penamaan itu memberikan petunjuk bahwa nama Mandar telah mencakup wilayah pemukiman rakyat dari persekutuan PBB dan PUS, dan telah menjadi konsep wilayah yang luas. Penamaan wilayah itu kemudian menampilkan nama tersebut sebagai identitas diri kelompok penduduk penghuni wilayah tersebut, sehingga dijadikan salah satu etnis di Sulawesi Selatan, untuk membedakannya dari kelompok Makassar dan Bugis. Berdasarkan pada sejarah tersebut, pembentukan kelompok Bugis dan Makassar adalah suatu gagasan dari Cornelis Speelman yang mengarah pada politik adu-domba. Karena itu dalam Perjanjian Bungaya (1667 M), kelompok Bugis adalah kerajaan-kerajaan yang berpihak pada VOC, sementara kerajaankerajaan yang berpihak kepada kerajaan Makassar dijadikan kelompok Makassar – yaitu yaitu semua kerajaan yang tidak berpihak pada VOC – VOC – termasuk termasuk kerajaan-kerajaan di Mandar. Yang menjadi pemimpin kelompok Bugis adalah kerajaan Bone, sementara yang menjadi pemimpin kelompok Makassar adalah kerajaan Gowa. Namun kenyataannya, kelompok Bugis mendapat peluang memperluas pengaruh kekuasaannya sehingga dalam perkembangannya kemudian, kerajaan-kerajaan yang dahulunya masuk dalam kelompok Makassar beralih menjadi anggota kelompok Bugis seperti Maros, Pangkajene, Tanatte, Malute Tasi, kelompok Ajataparang, dan Mandar. Oleh karena itu, pihak pemerintah Belanda menyebut orang Mandar (Madereezen) sebagai orang Bugis juga (Bugineezen).
29
Penataan administrasi pemerintahan kolonial kemudian mengalami perubahan ketika pemerintah Indonesia menata organisasi pemerintahan di Sulawesi. Berdasarkan peraturan Presiden RI Nomor 5 Tahun 1960 (Lembaran Negara 1960 Nomor 38), wilayah provinsi Sulawesi Selatan dan Tenggara terdiri dari 27 (dua puluh tujuh) daerah tingkat II, dimana wilayah Mandar terbagi dalam tiga daerah Tingkat II (Kabupaten) yaitu kabupaten Majene, Mamuju dan Polewali-Mamasa. Pada perkembangan terakhir berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2002, pemerintah memisahkan Mamasa dari kabupaten Polewali-Mamasa dan menjadikannya satu kabupaten, sehingga menjadi kabupaten daerah tingkat II Mamasa. Gambaran ini menunjukan bahwa penamaan Mandar telah mencakup wilayah yang meliputi bagian utara kerajaan Mamuju hingga ke selatan kerajaan Binuang dan bagian timur wilayah PUS. Dalam konsep kewilayahan sekarang meliputi kabupaten daerah tingkat II – terdiri terdiri dari Mamuju, Majene, Polewali Mandar, dan Mamasa. Penataan wilayah kabupaten dalam kehidupan pemerintahan sekarang ini telah menggeser konsep kewilayahan Mandar, namun karena gagasan itu telah melahirkan pemahaman etnis bagi penduduk asli yang mendiami wilayah itu, maka konsep ini masih hangat dan dimiliki juga oleh penduduk Mamuju, Majene, dan Mamasa. Untuk menjadi orang Mandar (to ( to Mandar ), ), seseorang harus mengenal nilai passemandaran nilai passemandaran,, merupakan puncak nilai, yaitu tallu ponnana atonganan (tiga dasar kebijakan) meliputi: 21
21
Rahman Halim, Mandar Halim, Mandar , artikel (Makassar: Disimpan oleh penulis, 2012), h. 1.
30
1. Mesa pongeq pallangga pallangga (aspek (aspek ke-Tuhanan), 2. Daqdua tassisaraq (aspek tassisaraq (aspek hukum dan demokrasi), dan 3. Tallu tammallaesang (aspek (aspek ekonomi, keadilan, dan persatuan). Parameter nilai budaya untuk menjadi to Mandar adalah malaqbiq, malaqbiq, dan sebagai landasan moralitas perorangan ataupun komunitas, yaitu: 22 1. Malaqbiq pau pau (mulia dalam bertutur): mapia akkeq pau pau (baik dalam memulai pembicaraan), mapia pulu-pulu (baik pulu-pulu (baik dalam bertutur kata), mapia turang pau (baik pau (baik dalam merangkai kata), mapia tongan pau (baik pau (baik dan benar dalam berkata-kata). 2. Malaqbiq kedzo kedzo (mulia dalam gerak-gerik): mapia penawa penawa (lega dalam perasaan), mapia peita (berpandangan peita (berpandangan luas), mapia pellassaq (melihat pellassaq (melihat jauh ke depan), mapia akkeq letteq letteq (melangkah dengan telaten), mapia pelliqa (melangkah dengan penuh perhitungan), mapia pikkeqdeq pikkeqdeq (berdiri di atas kebenaran), mapia pissoe (berjalan pissoe (berjalan dengan tertib dan teratur). 3. Malaqbiq gauq (mulia gauq (mulia dalam berperilaku): mapia panniaq (baik panniaq (baik dalam niat), mapia paqmaiq paqmaiq (berbudi luhur), mapia ate ate (berhati tulus), mapia ampe (bertatakrama yang sopan), mapia pattuqgalangan pattuqgalangan (taat asas), mapia pikkeqdeang (tegas (tegas dalam pendirian).
22
Rahman Halim, Mandar Halim, Mandar , artikel, h. 2.
31
A.4 Sistem Kekuasaan Masyarakat Balanipa Balanipa
Gambar 3. Masjid Kerajaan Balanipa Mandar
Dalam sistem pemerintahan kerajaan Balanipa, rakyat didudukkan sebagai pemilik pemilik dan pemegang hak hak tertinggi, diperankan diperankan oleh oleh Appe Banua Kaiyang . Banua Kaiyang dapat diartikan sebagai sebuah wilayah yaitu Napo, Samasundu, Mosso, Todang-todang; dan dapat pula berarti sebuah lembaga yang berwenang mengangkat dan menurunkan Arayang Balanipa. Balanipa. Banua Kaiyang
sebagai
lembaga
terdiri
dari dari
Pappuangan, Pappuangan , Paambi, Paambi,
dan
Tomawuweng – ketiga ketiga lembaga inilah yang memiliki hak dan kewenangan melalui musyawarah untuk mengangkat atau memberhentikan seorang raja. Hubungan Arayang dengan Appe Banua Kaiyang tercantum dalam ungkapan, “ Anak kodai arayang Banua Kaiyang Toilopi ,” yang berarti, “ Arayang adalah adalah nakhoda dan Appe Banua Kaiyang adalah pemilik perahu,”– sebuah hubungan antara yang memerintah dengan yang diperintah dengan pola kemitraan bahari. Maknanya yaitu, perahu akan menjadi produktif apabila ada kerja sama yang baik antara pemilik perahu di satu pihak dan nakhoda di pihak yang lain.
32
Balanipa lahir dan dijaga melalui tiga konsep kehidupan sosial dalam masyarakatnya yaitu: 1. Situyu’ purrus, purrus, bahwa keadilan harus ditegakkan dan diperjuangkan melalui kebenaran dan kejujuran oleh mereka yang memiliki keberanian dan kesanggupan berkorban. 2. Siwali parri, parri, yang berarti setiap individu – baik laki-laki atau perempuan – bahu-membahu berperan aktif akti f untuk mengatasi setiap seti ap masalah yang timbul di tengah-tengah keluarga atau masyarakat. 3. Mesa siri’ , yang berarti saling menghormati dan saling melindungi, baik sebagai keluarga maupun masyarakat, dan tidak ada seorang pun yang boleh melanggar kehormatan orang lain. 23
B. Teori-teori yang Berkaitan Dengan Kekuasaan Kekuasaan mempunyai peranan yang dapat menentukan nasib berjuta juta manusia. Oleh karena itu, kekuasaan ( power power ) sangat menarik perhatian para ahli ilmu pengetahuan kemasyarakatan.24 Adanya kekuasaan cenderung tergantung dari hubungan antara pihak yang memiliki kemampuan untuk melancarkan pengaruh dengan pihak lain yang menerima pengaruh itu. Perbedaan antara kekuasaan dan wewenang adalah; setiap kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain dinamakan kekuasaan, sedangkan kekuasaan
23
Busra Edi, Balanipa Edi, Balanipa,, artikel, h, 2-3. Soerjono Soekanto, Sosiologi: Suatu Pengantar , h. 265.
24
33
yang ada pada seseorang atau sekelompok orang yang mempunyai dukungan atau mendapat pengakuan dari masyarakat disebut wewenang. 25 Para bangsawan feodal, sama seperti para perwira atau birokrat modern, adalah eksponen alami dan utama dari hasrat mendapatkan prestise berorientasi kekuasaan bagi struktur politiknya sendiri. Kekuasaan bagi komunitas politik mereka berarti kekuasaan bagi mereka sendirim juga prestise yang didasarkan pada kekuasaan tersebut.26 Teori kekuasaan pada dasarnya terbagi ke dalam empat bagian, yakni sebagai berikut.27 Pertama, Pertama, teori kekuasaan Tuhan (theocracy ( theocracy). ). Teori ini menganggap bahwa penguasa mendapat mandat dari Tuhan dan menempatkan diri sebagai wakil Tuhan di dunia. Dalam teori kekuasaan Tuhan, keadilan dijadikan dasar negara Tuhan untuk mengatur kehidupan warga negara. Teori ini berkembang pada abad pertengahan, antara abad V sampai abad XV. Tokoh-tokohnya antara lain Agustinus, Thomas Aquinas, Marsilius, dan F. J. Sthal. Kedua, Kedua, teori kekuasaan hukum. Teori ini berkaitan dengan hukum sebagai kekuasaan tertinggi suatu negara. Oleh karena itu, penguasa dan rakyat wajib patuh terhadap hukum – baik itu bersifat tertulis atau tidak tertulis. Oleh karena itu, pelaksanaan pemerintahan dibatasi oleh norma sehingga tidak bersifat absolut. Hukum adalah pernyataan penilaian yang terbit dari kesadaran kesad aran
25
Soerjono Soekanto, Sosiologi: Suatu Pengantar , h. 226. Max Weber, From Max Weber: Essays in Sociology, Sociology, terj. Noorkholish dan Tim Penerjemah Promothea, Sosiologi (Cet. Sosiologi (Cet. II; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 192. 27 Sabri Samin, Menguak Konsep dan Implementasi Ketatanegaraan dalam Islam (Fiqih Dusturi) (Makassar: Dusturi) (Makassar: Alauddin University Press, 2011), h. 34-35. 26
34
hukum manusia dan merupakan sumber kedaulatan. Kesadaran hukum inilah yang membedakan mana yang adil dan mana yang tidak adil. Teori ini dipakai oleh Indonesia dengan mengubah Undang-undang Dasar 1945, dari konsep kedaulatan rakyat yang diwakilkan menjadi kedaulatan hukum. Kedaulatan hukum ini tercantum dalam pasal 1 ayat ay at (2), “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-undang Dasar. Kelemahankelemahan dari teori ini adalah jika penguasa sudah menggunakan kekuasaan semena-mena maka pada saat itu teori kekuasaan hukum menjadi lunak. Tokoh dari teori ini adalah Imanuel Kant, Hugo Krabe, dan Leon Duguit. Ketiga, Ketiga, teori kekuasaan negara. Menurut teori ini, kekuasaan tertinggi terletak pada sebuah negara melalui pemimpinnya. Negara hadir sebagai keharusan dan kodrat alam. Hadirnya negara sebagai suatu wadah merupakan keharusan yag tidak terbantahkan. Kewajiban syariat hanya bisa dilakukan melalui wadah negara. Tokoh-tokohnya adalah Jean Bodin, George Jellinek dan Paul Laband. Keempat , teori kekuasaan rakyat. Negara memperoleh kekuasaan dari rakyat, bukan dari Tuhan atau raja. Raja sebagai wakil Tuhan dalam sebagian kasus sering berlaku sewenang-wenang. Perintis dari teori kekuasaan rakyat ini antara lain J.J. Rousseau, John Lock, dan Montesqieu. Teori ini merupakan cikal bakal dari ajaran demokrasi. Dipandang dari segi logika, sebenarnya syariat Islam juga menerapkan teori kekuasaan rakyat. Syariat yang bersumber dari Tuhan akan menjadi sesuatu yang hampa jika manusia tidak melaksanakannya. Hanya saja sebagai
35
wakil Tuhan di bumi, manusia (rakyat) seharusnya melaksanakan seluruh ketentuan Tuhan dan tidak dilaksanakan secara terpisah-pisah (parsial). Dilihat dari berbagai aspek, keseluruhan teori kekuasaan dapat dirumuskan dalam teks-teks wahyu. Syariat Islam tidak menetapkan secara pasti tentang te ntang kekuasaan, tetapi berbagai berba gai teori tentang kekuasaan tersebut dapat diterapkan dan disesuaikan dengan beberapa konteks ayat Alquran – Alquran – walaupun walaupun tetap dapat dipahami bahwa kekuasaan Tuhan sebagai yang utama dan pokok. 28
C. Sistem Pemerintahan Menurut Islam Hubungan agama dan politik selalu menjadi topik pembicaraan menarik untuk dibahas di era modernisasi saat ini, sebab para ahli sendiri masih berbeda pendapat terkait dengan hubungan antara agama Islam dan politik. Hal ini wajar, sebab dalam Alquran dan hadis tidak dijelaskan secara terperinci mengenai sistem dan bentuk pemerintahan yang ideal menurut beliau. Hal inilah yang menimbulkan berbagai penafsiran di kalangan cendekiawan muslim mengenai sistem politik menurut Islam. 29 Pandangan terkait dengan konsep dan praktik ketatanegaraan dalam Islam terbagi ke dalam beberapa bagian. Pada umumnya, mereka menonjolkan dalil berdasarkan pemahaman tekstual (tersurat) dan pemahaman kontekstual (tersirat). Hal ini menimbulkan pertentangan di kalangan cendekiawan muslim
28
Sabri Samin, Menguak Konsep dan Implementasi Ketatanegaraan dalam Islam (Fiqih Dusturi), Dusturi), h. 35. 29 Usman Jafar, Islam dan Politik (Dinamika Pemikiran Politik dalam Islam) Islam) (Makassar: Alauddin University Press, 2012), h. 1-2.
36
terkait konsep negara dalam teks-teks wahyu. Konsep tersebut antara lain sebagai berikut.30 Pertama, Pertama, Islam bukanlah semata-mata agama dalam pengertian Barat yang hanya menyangkut hubungan antara manusia dengan Tuhan. Sebaliknya, Islam adalah agama yang sempurna dan lengkap, termasuk pengaturan kehidupan bernegara. Karena itu, Islam tidak perlu merujuk pada sistem ketatanegaraan Barat, tetapi merujuk pada praktik ketatanegaraan di masa Nabi Muhammad saw. dan khulafaur-rāsyidin khulafaur-rāsyidin.. Teori ini dianut oleh Syekh Hasan alBanna, Sayyid Quthub, Syekh Muhammad Rasyid Ridha, dan Abu A‟la al Maududi. Kedua, Kedua, Islam tidak ada hubungannya dengan urusan kenegaraan. Nabi Muhammad saw. hanyalah seorang rasul yang diutus oleh Allah swt. untuk menyempurnakan ajaran agama sebelumnya, sekaligus mengajak manusia untuk menjunjung tinggi nilai budi pekerti yang luhur. Nabi Muhammad saw. tidak pernah dimaksudkan untuk mendirikan dan mengepalai suatu negara. Tokohnya yaitu Ali Abdul Raziq dan Thaha Husein. Ketiga, Ketiga, menolak pendapat bahwa Islam adalah suatu agama yang serba lengkap dan di dalamnya terdapat sistem ketatanegaraan. Tetapi konsep ini juga menolak anggapan bahwa Islam semata-mata agama dalam pengertian Barat yang hanya menyangkut hubungan antara manusia ma nusia dan Tuhan. Kelompok ini berpendapat bahwa dalam Islam tidak terdapat sistem ketatanegaraan, tetapi
30
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran Pemikiran (Jakarta: UI-Press, 1993), h. 1-3.
37
terdapat seperangkat tata etika nilai bagi kehidupan bernegara. Pandangan ini dianut oleh Mohammad Husein Haikal. Pencarian konsep negara dalam Islam mengandung maksud untuk menemukan bentuk negara dalam Islam menurut pemahaman kontekstual ayat dan hadis dan untuk menjawab bagaimana isi negara menurut Islam. Islam tidak menentukan konsep tentang bentuk negara, tetapi hanya menawarkan prinsip-prinsip
etika
dan
moral.
Jadi,
selama
masih
mengedepankan
kesejahteraan, keamanan, dan nilai-nilai Islam – apapun apapun bentuk negaranya – maka itulah konsep negara dalam ajaran Islam.
D. Sistem Pengelolaan Pemerintahan dalam dalam Islam Sistem pengelolaan pemerintahan dalam Islam dapat dibagi ke dalam beberapa periode, antara lain sebagai berikut.31 1. Periode Rasulullah saw. Ada beberapa alasan yang mendasari bahwa Rasulullah saw. di samping sebagai pemimpin agama juga sebagai kepala negara dan pemerintahan di Madinah. Pertama Madinah. Pertama,, Allah swt. berfirman dalam QS Al- Nisā‟/4: 105.
Terjemahnya: Sungguh, Kami telah menurunkan Kitab (Al- Qur’an) kepadamu (Muhammad) membawa kebenaran, agar engkau mengadili antara manusia dengan apa yang telah diajarkan Allah kepadamu, dan
31
Usman Jafar, Islam Jafar, Islam dan Politik (Dinamika Pemikiran Politik dalam Islam), Islam) , h. 69-80.
38
janganlah engkau menjadi penentang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang yang berkhianat .32
Dalam ayat tersebut, Nabi Muhammad saw. bukan hanya rasul yang bertugas menyampaikan wahyu, tetapi juga diberikan diberi kan hak legislatif – hak hak untuk menertibkan kehidupan bermasyarakat dan hak untuk menertibkan hukum. Kedua, Kedua,
adanya
pengakuan
dari
sekelompok
masyarakat
melalui
dukungan moral dan politik yang diberikan oleh suku Aus dan Khazraj dari Yasrib (Madinah) yang dikenal dengan perjanjian Aqabah I (tahun 621 M) dan Aqabah II (tahun 622 M). Pokok-pokok perjanjian ini antara lain tentang pengakuan dan keimanan kepada Nabi; kesetiaan dan penyerahan kekuasaan kepada beliau; serta berjuang bersama-sama dengan Nabi, baik untuk berperang maupun damai. Kedua peristiwa itulah yang membuat Nabi memperoleh legitimasi kekuasaan untuk tampil ke depan sebagai pemimpin kaum Muhajirin dan kaum Anshar di Madinah. Selain itu, kemampuan beliau dalam melakukan negosiasi dan konsultasi dengan berbagai kelompok sosial yang beragam di Madinah saat itu, yang melatar belakangi munculnya perjanjian tertulis yang dikenal dengan Piagam Madinah. Ketiga, Ketiga, sebagai hakam hakam (arbitrator) sebagaimana yang ditegaskan dalam Piagam Madinah, bahwa apabila terjadi sengketa di antara pihak-pihak yang membuat perjanjian maka harus dikembalikan kepada Allah swt. dan Muhammad saw.. Hal ini jelas merupakan pengakuan kedudukan Nabi Muhammad sebagai pemimpin yang mempunyai kekuasaan politik di Madinah. 32
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan) (Jakarta: PT. Lentera Abadi, 2010), h. 257.
39
Beberapa
pola
kebijakan
yang
ditempuh
beliau
dalam
rangka
mengokohkan negara Madinah antara lain sebagai berikut. Pertama, Pertama, pemantapan kehidupan sosio-religius umat sebagai proses dari rangkaian legislasi Alquran yang memuat hak-hak dan kewajiban umat Islam sekaligus sebagai proses sosialisasi serta realisasi ajaran Islam dalam kehidupan seharihari. Kedua, Kedua, pemantapan pondasi sosio-ekonomi politik negara Madinah setelah umat Islam memiliki kekuatan politik di Madinah. Persoalan yang dihadapi saat itu adalah miskinnya dana politik dalam rangka menopang pembangunan suatu komunitas yang teguh, karena suatu kelompok yang menguasai ekonomi cenderung mampu mengendalikan kekuasaan politik, sedangkan pada saat itu orang-orang Yahudi yang paling menguasai roda perekonomian.
Keadaan
seperti
ini
cepat
atau
lambat
tidak
akan
menguntungkan posisi umat Islam walaupun secara politis mereka mempunyai kedudukan yang sejajar dalam Piagam Madinah. Oleh karena itulah turun ayat yang
memerintahkan
untuk
mengeluarkan
zakat
dan
sedekah – yang sedekah – yang
mengandung jawaban untuk proses pemerataan ekonomi umat Islam. Piagam Madinah masih relevan untuk diterapkan dewasa ini – ini – karena karena prinsip dan nilai-nilai nil ai-nilai yang terkandung te rkandung di dalamnya bersifat universal – – dengan dengan catatan harus ada pengembangan-pengembangan tertentu sesuai dengan perubahan zaman. 2. Periode Khulafaur-rāsyidin Khulafaur-rāsyidin Dengan wafatnya Nabi Muhammad saw. maka berakhirlah situasi yang sangat unik dalam sejarah Islam, yakni kehadiran seorang pemimpin tunggal
40
yang memiliki otoritas spiritual dan temporal (duniawi) yang bersumber dari wahyu. Dalam Alquran maupun hadis tidak terdapat petunjuk tentang cara menentukan pemimpin atau kepala negara sepeninggal beliau, selain petunjuk yang sifatnya sangat umum agar umat Islam mencari penyelesaian dalam masalah-masalah
yang
menyangkut
kepentingan
bersama
melalui
musyawarah.33 Di hari kedua setelah Nabi Muhammad saw. wafat, pada pertemuan Saqifah Bani Sa‟idah, kaum Muhajirin dan Anshar sepakat untuk memilih Abu Bakar ash-Shiddiq sebagai pengganti (khalifah) Nabi untuk melanjutkan kepemimpinan politik di Madinah melalui jalur musyawarah. Hal ini menunjukkan bahwa persoalan khilafah sepeninggal beliau merupakan hal yang paling penting sebelum pemakamannya, agar tidak terjadi perpecahan di antara kedua belah pihak. Terpilihnya Abu Bakar sebagai pengganti Rasulullah saw. karena kedekatan beliau bersama nabi – – sejak sejak ia masuk Islam hingga wafatnya beliau. Abu Bakar sering mendapatkan tugas-tugas penting dari nabi dalam usaha menyiarkan dan membela agama Islam. Ia senantiasa diajak bermusyawarah oleh nabi dalam berbagai persoalan. Peristiwa-peristiwa tersebut serta kualitas dan keutamaan-keutamaan yang dimiliki Abu Bakar inilah yang diduga kuat agar ia menjadi penggantinya sebagai pemimpin umat Islam setelah beliau wafat.
33
Munawir Sjadzali, Islam Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran , h. 21.
41
Menurut Al-Mawardi, secara teoritis khalifah bisa dipilih melalui dua cara, yakni pemilihan yang dilakukan oleh dewan ( ahlu al-halli wa al-aqdi) al-aqdi ) dan melalui wasiat dari khalifah pendahulunya. Abu Bakar tidak dipilih melalui wasiat nabi, tetapi dipilih dengan cara pertama, yaitu oleh dewan yang terdiri dari Umar bin Khattab, Abu Ubaidah Ibn Jarrah, Asid Ibn Khudair, Basyr Ibn Sa‟d, Sa‟d, dan Salim; melalui musyawarah terbuka. Dengan demikian, proses pemilihan itu dapat dibenarkan karena dewan tersebut telah mewakili semua unsur masyarakat yang ada pada saat itu. Suksesi khilafah dari Abu Bakar kepada Umar adalah dengan pola penunjukan yang dilakukan oleh Abu Bakar. Menurut Abu Zahrah, pemilihan p emilihan khalifah terdiri atas; pemilihan secara langsung oleh kaum muslimin, penunjukan dari khalifah sebelumnya kepada penggantinya, dan khalifah mencalonkan beberapa orang agar mereka sendiri yang menentukan siapa di antara mereka yang dipilih menjadi khalifah. Suksesi khilafah dari Umar bin Khattab kepada Usman bin Affan dilakukan dengan cara pemilihan dalam pertemuan terbuka oleh dewan syura yang telah ditunjuk oleh Umar – terdiri terdiri atas Ali bin Abi Thalib, Usman bin Affan, Talhah, Zubair, Sa‟ad bin Abi Waqqash, dan Abdurrahman bin Auf. Mereka ditunjuk bukan karena mewakili suatu kelompok tertentu, tetapi atas pertimbangan kualitas pribadi masing-masing. Meski dilakukan dengan musyawarah, namun – tampaknya tampaknya – tidak tidak ada kebebasan untuk berbeda pendapat, sebab ini adalah kebijakan Umar dalam rangka menjaga persatuan umat Islam.
42
Adapun dalam pemilihan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah selanjutnya terdapat perbedaan yang menonjol. Di pemilihan sebelumnya – yakni yakni khalifah Abu Bakar dan Usman – meskipun meskipun awalnya terdapat sejumlah orang yang menentang, tetapi setelah calon-calon tersebut dipilih dan diputuskan menjadi khalifah,
orang-orang
tersebut
akhirnya
menerima
dan
menyatakan
kesetiaannya. Adapun penetapan Ali sebagai k halifah halifah ditolak oleh Mu‟awiyah bin Abu Sufyan, dengan alasan Ali harus mengusut tuntas tentang pembunuhan khalifah Usman dan berhubung kekuasaan Islam telah meluas dan timbul komunitas-komunitas
Islam
di
daerah-daerah
baru,
maka
hak
untuk
menentukan pengisian jabatan khalifah tidak lagi merupakan hak mereka yang ada di Madinah saja. 34 Hal inilah yang menimbulkan perpecahan kelompok di kalangan umat Islam sendiri. Dari uraian tersebut, beberapa kesimpulan yang bisa diambil antara lain sebagai berikut.35 Pertama, Pertama, tidak terdapat pola baku mengenai cara pengangkatan khalifah atau kepala negara. Kedua negara. Kedua,, masyarakat Islam pada masa itu belum cukup matang untuk diajak menyelesaikan masalah seperti penentuan kepala negara melalui musyawarah yang bebas dan terbuka. Ketiga, Ketiga, hubungan khalifah pengganti Rasulullah saw. dengan rakyat merupakan hubungan antara dua peserta dari suatu kesepakatan yang memberikan kepada masing-masing hak dan kewajiban atas dasar timbal balik, yang tercermin dalam baiat yang disusul dengan ”pidato pengukuhan”. Keempat , dalam sejarah khulafaur-
34
Munawir Sjadzali, Islam Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran , h. 27. Munawir Sjadzali, Islam Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran , h. 30-31.
35
43
rāsyidin tidak rāsyidin tidak terdapat petunjuk tentang cara mengakhiri masa jabatan seorang kepala negara. Mereka berempat mengakhiri jabatan mereka karena wafat. 3. Periode Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah Praktek politik dan pemerintahan pada masa dinasti Bani Umayyah (41132 H), dimulai dengan periode pemerintahan Madinah – yang yang ditandai dengan meninggalnya khalifah Ali bin Abi Thalib. Penggantinya, yakni Mu‟awiyah bin Abi Sufyan dikenal sebagai orang yang lihai dan cerdik dalam taktik strategi politik untuk menggalang kekuatan guna menghadapi pesaingnya. Selain itu, beliau “diuntungkan” dengan kasus kematian Ali bin Thalib, sehingga kekuasaan jatuh di tangannya mengalahkan kubu Ali bin Abi Thalib dan penerusnya, Hasan bin Ali. Ciri khusus pemerintahan Bani Umayyah antara lain sebagai berikut. Pertama, Pertama, unsur perekat bangsa lebih menekankan pada kesatuan politik dan ekonomi; kedua, kedua, khalifah adalah suatu jabatan sekuler dan berfungsi sebagai kepala pemerintahan eksekutif; ketiga, ketiga, kedudukan khalifah masih mengikuti tradisi kedudukan syaikh (kepala syaikh (kepala suku) Arab; keempat , dinasti Umayyah lebih banyak mengarahkan kebijaksanaan pada perluasan wilayah kekuasaan politik Islam; kelima, kelima, dinasti ini bersifat eksklusif, karena lebih mengutamakan orangorang Arab duduk dalam pemerintahan, sedangkan orang-orang non-Arab tidak mendapat kesempatan sama sekali; keenam, keenam, qadhi qadhi (hakim) mempunyai kebebasan dalam memutuskan perkara; ketujuh, ketujuh, dinasti ini tidak meninggalkan unsur agama dalam pemerintahan; dan kedelapan, kedelapan, dinasti ini kurang
44
melaksanakan musyawarah. Oleh karena itu, kekuasaan khalifah mulai bersifat absolut walaupun belum begitu menonjol. 36 Praktek politik dan pemerintahan pada masa dinasti Bani Abbasiyah (132-656 H) merupakan hasil perjuangan politik yang dipimpin oleh Abu Abbas dibantu oleh kaum Syi‟ah dan orang-orang orang -orang Persi. Adapun ciri-ciri khususnya antara lain sebagai berikut. 37 Pertama, Pertama, unsur perekat bangsa adalah agama; kedua, kedua, jabatan khalifah adalah jabatan yang tidak bisa dipisahkan dari negara; ketiga, ketiga, kepala pemerintahan eksekutif dijabat oleh wazir ; keempat , dinasti ini lebih menekankan pada konsolidasi dan peningkatan laju pertumbuhan ekonomi; kelima, kelima, dinasti ini bersifat universal karena muslim Arab dan non-Arab adalah sama; keenam, keenam, corak pemerintahannya banyak dipengaruhi kebudayaan Persia; ketujuh, ketujuh, kekuasaan khalifah yang bersifat absolut sangat menonjol; dan kedelapan, kedelapan,
dinasti
ini
memanfaatkan
kemajuan
ekonomi
untuk
mengembangkan penelitian-penelitian ilmiah di berbagai bidang sehingga mencapai prestasi-prestasi gemilang yang mengagumkan dunia. 4. Periode Turki Abad Modern Menurut J. Suyuthi Pulungan, pemerintahan Abbasiyah runtuh tahun 1258 M di tangan bangsa Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan pada masa pemerintahan Al-Musta‟s Al-Musta‟sim. im. Sejak saat itu, dunia Islam tidak lagi memiliki khalifah yang diakui oleh semua umat Islam sebagai lambang persatuan – persatuan – yang yang ada hanya kerajaan-kerajaan kecil di daerah-daerah dengan gelar sultan. sultan. 36
Usman Jafar, Islam Jafar, Islam dan Politik (Dinamika Pemikiran Politik dalam Islam), Islam) , h. 103-104. Usman Jafar, Islam Jafar, Islam dan Politik (Dinamika Pemikiran Politik dalam Islam), Islam) , h. 112.
37
45
Keadaan ini berlangsung lama hingga munculnya kerajaan Turki Usmani dan mengangkat khalifah yang baru di Istanbul pada abad XVI. 38 Keruntuhan kerajaan Turki Usmani tidak terlepas dari peran Mustafa Kemal Attaturk, seorang militer yang berlatar belakang pendidikan Barat kelahiran Turki. Baginya, pemerintahan konstitusional yang berbentuk republik adalah sebuah keharusan, sebab suatu negara akan maju apabila negara tersebut melaksanakan sistem pemerintahan konstitusional dan meninggalkan sistem pemerintahan absolut.39 Semenjak penghapusan jabatan sultan, kedudukan berada di tangan Majelis Nasional Agung dan kekuasaan eksekutif terletak di tangan Majelis Negara – yang yang sebelumnya bersifat dualisme, dimana raja Turki di satu pihak dan Majelis Negara di pihak lain. Dengan terpisahnya kekuasaan eksekutif dari kekuasaan legislatif, maka Khalifah Abdul Majid yang berkuasa waktu itu, hanya merupakan lambang keislaman Turki, dalam arti bahwa beliau tidak memiliki kekuasaan sama sekali.40 Tujuan Mustafa Kemal bukan untuk menghilangkan Islam dari masyarakat Turki, namun untuk menghilangkan kekuasaan agama di bidang politik (pemerintahan). Dari pembahasan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa ciri khusus dari sistem pengelolaan pemerintahan Islam di masa pemerintahan nabi Muhammad saw. dan khulafaur-rāsyidin khulafaur-rāsyidin adalah mengedepankan nilai-nilai musyawarah dalam hal pengangkatan khalifah. Setelah masa khulafaur38
J. Suyuthi Pulungan , Fiqh Siyasah: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran (Cet. V; Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), h. 178. 39 Usman Jafar, Islam Jafar, Islam dan Politik (Dinamika Pemikiran Politik dalam Islam), Islam) , h. 113-114. 40 Usman Jafar, Islam Jafar, Islam dan Politik (Dinamika Pemikiran Politik dalam Islam), Islam) , h. 116.
46
rāsyidin rāsyidin berakhir, maka sistem pengelolaan pemerintahan Islam beralih menjadi monarki absolut. Hal ini wajar, mengingat proses peralihan kekuasaan yang terjadi antara Mu‟awiyah bin Abi Sufyan dan Ali bin Abi Thalib diwarnai dengan unsur-unsur politis dan etnis. Se lain itu, Mu‟awiyah juga sangat berambisi menduduki jabatan khalifah dengan memanfaatkan situasi yang terjadi di masa itu. Namun, bukan berarti sistem pemerintahan tersebut tidak Islami, karena Islam sendiri tidak menetapkan sistem pemerintahan yang harus diikuti, melainkan hanya memberikan prinsip-prinsip dasar yang bersifat umum.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tipologi Penelitian Penelitian ini bersifat penelitian hukum empiris, sebab penelitian ini menitik-beratkan pada data primer atau dasar, yakni data yang diperoleh langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama melalui penelitian lapangan, yang dilakukan melalui pengamatan (observasi) dan wawancara. Penelitian hukum sebagai penelitian sosiologis (empiris) dapat direalisasikan kepada penelitian terhadap efektivitas hukum yang berlaku ataupun penelitian terhadap identifikasi hukum. Dalam kaitannya dengan skripsi ini, penulis ingin membandingkan antara strata sosial yang terjadi dalam masyarakat Balanipa dengan ketatanegaraan Islam.
B. Teknik Penelitian Penelitian sebagai upaya untuk memperoleh kebenaran, harus didasari oleh proses berpikir ilmiah yang dituangkan dalam teknik penelitian. Teknik penelitian didasari oleh pemikiran bahwa apabila suatu pernyataan ingin diterima sebagai suatu kebenaran, maka pernyataan tersebut harus dapat diuji kebenarannya secara empiris (berdasarkan fakta). Adapun tahapannya adalah sebagai berikut. 1. Merumuskan masalah; mengajukan pertanyaan untuk dicari jawabannya. Tanpa adanya masalah tidak akan terjadi penelitian, karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah.
47
48
2. Kerangka berpikir; penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis. Merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling terkait dan membentuk konstelasi permasalahan, yang disusun secara rasional berdasarkan premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya. 3. Mengajukan hipotesis; merupakan jawaban sementara (masih bersifat dugaan) terhadap pertanyaan yang diajukan sebelumnya dan merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir. 4. Pengujian hipotesis; merupakan pengumpulan data yang relevan dengan hipotesis yang diajukan, kemudian mengolah dan menganalisis data secara empiris untuk menguji kebenaran hipotesis. 5. Menarik kesimpulan; menentukan jawaban definitif atas setiap pertanyaan yang diajukan (menerima atau menolak hipotesis). Kesimpulan merupakan jawaban atas rumusan masalah penelitian yang disusun dalam bentuk preposisi atau pernyataan yang telah teruji kebenarannnya. kebenarannnya.
C. Populasi dan Sampel Dalam penelitian, populasi digunakan untuk menyebutkan seluruh elemen dari suatu wilayah yang menjadi sasaran penelitian atau merupakan keseluruhan dari objek penelitian. Dilihat dari kompleksitas objek populasi, populasi dapat dibedakan menjadi populasi populasi homogen dan populasi populasi heterogen. Sampel adalah sejumlah anggota yang dipilih dari populasi. Subjek adalah suatu anggota dari sampel, sebagaimana elemen anggota dari populasi. Sebelum ditentukan sampel, peneliti harus menetapkan populasi penelitian.
49
Misalnya, penelitian dilakukan terhadap pegawai di Departemen X, maka semua pegawai di departemen ini adalah populasi. Penelitian terhadap desa di kecamatan X, maka seluruh desa yang ada di kecamatan i ni adalah populasi. 41
Gambar 4. Perbedaan Populasi dan Sampel
Pendefinisian populasi merupakan langkah pertama yang sangat penting. Dari sini dapat tergambar bagaimana keadaan populasi, sub-sub unit populasi, karakteristik umum populasi, serta keluasan dari populasi tersebut. Dalam hubungan ini perlu dibedakan antara populasi target dan populasi terjangkau. Populasi target adalah sasaran pengamatan dan merupakan pilihan ideal yang akan digeneralisasi oleh peneliti. Adapun populasi terjangkau adalah populasi terjangkau adalah populasi pilihan yang realistis yang dapat digeneralisasi oleh peneliti. Setelah diperoleh gambaran tersebut kemudian ditentukan prosedur apa yang akan diambil dalam penentuan sampel. Setelah langkah ini baru kemudian ditentukan besarnya sampel yang akan dijadikan objek penelitian. 42
41
Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah , h.
148. 42
Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah , h.
149.
50
Gambar 5. Pembagian Sampel
Dalam skripsi ini, yang menjadi populasi adalah seluruh desa yang berada di wilayah kecamatan kecam atan Balanipa. Adapun populasi target adalah seluruh s eluruh warga desa yang ada di wilayah kecamatan Balanipa, dan populasi terjangkau adalah tokoh masyarakat tiap desa yang ada di wilayah kecamatan Balanipa.
D. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data merupakan cara mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk menjawab rumusan masalah penelitian. Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut. 1. Wawancara Wawancara merupakan alat pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya. Adapun teknik wawancara yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah wawancara mendalam (in( indepth interview), interview), yaitu proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama.
51
2. Observasi Teknik ini menuntut adanya pengamatan dari peneliti baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap objek penelitian. Beberapa informasi yang diperoleh dari hasil observasi antara lain: ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu, dan perasaan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam observasi yaitu topografi, jumlah dan durasi, intensitas atau kekuatan respons, stimulus kontrol (kondisi di mana perilaku muncul), dan kualitas perilaku. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan jenis observasi kelompok tidak terstruktur, yaitu observasi yang dilakukan secara berkelompok terhadap suatu atau beberapa objek sekaligus. 3. Dokumentasi Dokumentasi dapat diasumsikan sebagai sumber data tertulis yang terbagi dalam dua ketegori yaitu sumber resmi dan sumber tidak resmi. Sumber resmi merupakan dokumen yang dibuat atau dikeluarkan oleh lembaga atau perorangan atas nama lembaga. Sumber tidak resmi adalah dokumen yang dibuat atau dikeluarkan oleh individu dan tidak atas nama lembaga. Dokumen yang akan dijadikan sebagai sumber referensi dapat berupa artikel di surat kabar, artikel di internet, dan lain-lain. lain-l ain. 4. Triangulasi (gabungan), adalah sebagai seba gai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Dalam hal ini, penulis menggabungkan ketiga metode tersebut (wawancara, observasi, dan dokumentasi).
52
E. Metode Pengolahan dan dan Analisis Data Metode pengolahan data secara sederhana diartikan sebagai proses mengartikan data-data lapangan sesuai dengan tujuan, rancangan, dan sifat penelitian. Metode pengolahan data dalam skripsi ini adalah sebagai berikut. 1. Editing data, adalah pemeriksaan data hasil penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
relevansi relevansi (hubungan)
dan
keabsahan
data
yang
akan
dideskripsikan dalam menemukan jawaban pokok permasalahan. Hal ini dilakukan dengan tujuan memperbaiki kualitas data serta menghilangkan keraguan-raguan atas data yang diperoleh dari hasil wawancara. 2. Koding data adalah penyesuaian data yang diperoleh dalam melakukan penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan dengan pokok pangkal pada permasalahan dengan cara memberi kode-kode tertentu pada setiap data tersebut. Sementara analisis data adalah proses penyederhanaan data dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan ditafsirkan. ditafs irkan. Analisa data dalam penelitian ini bersifat kualitatif – suatu suatu metode penelitian untuk menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Dalam penelitian kualitatif tidak ada panduan baku untuk melakukan analisis data, namun secara umum dalam analisis data selalu ada komponen-komponen komponen-komponen yang wajib ada, yaitu: 1. Pengumpulan data Peneliti melakukan pengumpulan data-data yang berhubungan dengan penelitian melalui wawancara, kajian pustaka, observasi dan sebagainya.
53
Dalam hal wawancara peneliti menggunakan perekam suara seperti tape recorder atau handphone, handphone, daftar pertanyaan dan lain-lain. Pada saat pengumpulan data, peneliti berhati-hati dalam mencatat data jangan sampai dicampurkan dengan pikiran peneliti. Data-data yang dikumpulkan adalah data-data yang relevan, sehingga dapat digambarkan secara jelas pada hasil penelitian yang berupa kesimpulan. 2. Sajian data Data
yang
dikumpulkan
kemudian
disajikan
dalam
bab
pembah pem bahas asan an dan sebaga se baga i pijaka pij akan n untu k menari men arik k kesimp kes impula ulan. n. Dalam Dal am penyaji pen yaji an ini, ini , data dat a kemudia kem udia n digabun dig abun gkan menjad men jadii sebuah seb uah inform in formasi asi yang tersusun dalam suatu bentuk yang terpadu sehingga apa yang terjadi mudah diamati yang akan membantu peneliti dalam menentukan penarikan kesimpulan secara benar. Penyajian data ini berupa analisis peneliti tentang objek yang diteliti. Pada tahap penyajian data penulis mengelompokkan data berdasarkan kelompok informan, sehingga diketahui beberapa informasi dari informan berdasarkan pokok masalah dan sumber (informan). Sajian data yang dilakukan bertujuan untuk memahami berbagai hal yang terjadi dalam strata sosial masyarakat di kecamatan Balanipa. Semua data yang ada kemudian dirancang untuk menyampaikan informasi secara lebih sistematis mengenai hal tersebut dan kaitannya dengan fikih siyasah sebagai sumber ketatanegaraan Islam.
54
3. Kesimpulan akhir Kesimpulan merupakan ujung terakhir dari
proses penelitian ini.
Kesimpulan ini berbentuk deskriptif kualitatif, yang merupakan kristalisasi dan konseptualisasi konseptualisasi dari temuan di lapangan. lapangan. Kesimpulan akhir mengenai strata sosial masyarakat di kecamatan Balanipa peneliti ambil ketika peneliti sudah merasa bahwa data yang didapatkan sudah jenuh (saturated) (saturated) dan setiap penambahan data baru hanya berarti ketumpang tindihan (redunddant).
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Lokasi Penelitian Kecamatan Balanipa terletak terletak pada 119005‟40.41” lintang 05‟40.41” lintang selatan dan 3030‟10.30” bujur timur . Adapun batas wilayah kecamatan Balanipa, yaitu: 1.
Sebelah barat
: Kecamatan Tinambung
2.
Sebelah timur
: Kecamatan Campalagian
3.
Sebelah utara
: Kecamatan Limboro dan Kecamatan Campalagian
4.
Sebelah selatan : Teluk Mandar Pada tahun 2012, luas total wilayah kecamatan Balanipa adalah 37, 42
km2 – meliputi meliputi sepuluh desa dan satu kelurahan, yakni: 1. Kelurahan Balanipa; 2. Desa Tammangalle; 3. Desa Galung Tulu; 4. Desa Sabang Subik; 5. Desa Pambusuang; 6. Desa Bala; 7. Desa Tammejarra; 8. Desa Lambanan; 9. Desa Lego; 10. Desa Mosso; dan 11. Desa Pallis.
55
56
Gambar 6. Peta administratif administratif Kecamatan Balanipa
Menurut data, desa terluas adalah desa Mosso (7, 57 km 2) dan desa terkecil adalah desa Pambusuang (1 km 2). Ibukota kecamatan Balanipa berada di kelurahan Balanipa yang berjarak 44 km dari ibukota Polewali Mandar. Desa terjauh dari ibukota kecamatan adalah desa Lego (7 km) dan yang terdekat adalah desa Tammangalle (1 km). Adapun struktur organisasi kecamatan Balanipa serta nama-nama kepala desa dan wakilnya adalah sebagai berikut. 43
Gambar 7. Struktur Organisasi Kecamatan Balanipa
43
Kantor Camat Balanipa (Kab. Polewali Mandar, 2012), diambil tanggal 25 Oktober
2013.
57
NO.
NAMA KEPALA DESA
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Muinuddin, S.Pd. Husain, S.Pd. Nurdin S. Idrus Drs. Ridwan Abdul Basit Sarkiah, S.Pd. Khairuddin Asri Supri Zainuddin
NAMA SEKRETARIS DESA Sirajuddin Syarifuddin Agussalim Madjid Musdalipa Wahab Iskip Radi Abdul Rahim -
DESA/KELURAHAN
Kelurahan Balanipa Desa Tammangalle Desa Galung Tulu Desa Sabang Subik Desa Pambusuang Desa Bala Desa Tammejarra Desa Lambanan Desa Lego Desa Mosso Desa Pallis
Tabel 1. Nama Kepala Desa dan Wakil Kepala Desa di Kecamatan Balanipa
Pusat pemerintahan kecamatan Balanipa terletak di kelurahan Balanipa. Dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahannya, kecamatan kecamatan ini mempunyai mempunyai 40 (empat puluh) pegawai pria dan 36 (tiga puluh enam) pegawai wanita yang bertugas di beberapa instansi, seperti yang tertera pada tabel 2 dan tabel 3 berikut44. BANYAKNYA PEGAWAI NEGERI NO.
(1) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
NAMA INSTANSI PEMERINTAH
(2) PEMERINTAH PEMERINTAH WILAYAH KECAMATAN KECAMATAN UPTD DIKNASPORA KANTOR URUSAN AGAMA PENERANGAN DEPARTEMEN DEPARTEMEN SOSIAL PERIKANAN KEHUTANAN POS PLN PERKEBUNAN MARITIM PERTANIAN BKKBN KESEHATAN BPS Jumlah
PRIA
WANITA
JUMLAH
(3) 11 8 2 1 1 4 2 7 -
(4) 14 1 5 19 1
(5) 25 9 9 1 1 4 2 26 1
36
40
86
Tabel 2. Banyaknya Pegawai di Instansi/Kantor Pemerintah di Kecamatan Balanipa
44
Kantor Camat Balanipa (Kab. Polewali Mandar, 2012).
58
NO.
(1) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
DESA/KELURAHAN
LINGKUNGAN
DUSUN DUSUN
RUKUN TETANGGA
(3) 4 4
(4) 3 3 3 3 4 4 3 2 2 4 31
(5) -
(2) Kelurahan Balanipa Desa Tammangalle Desa Sabangsubik Desa Pambusuang Desa Mosso Desa Galungtulu Desa B a l a Desa Tammajarra Desa Lambanan Desa L e g o Desa Pallis Jumlah
Tabel 3. Struktur Organisasi Desa/Kelurahan di Kecamatan Balanipa
Menurut data tahun 2012, penduduk kecamatan Balanipa berjumlah 25.613 jiwa – yang yang terdiri dari 12.270 jiwa laki-laki laki-la ki dan 13.310 jiwa perempuan, dengan jumlah rumah tangga sebanyak 6.089 rumah tangga. Untuk lebih jelasnya perhatikan grafik berikut.45 5.218
5,500 5,000 4,500
4.123
4,000 3,500 3,000
2.814 2.814
2.835
2,500 2.010
2,000 1,500
1.234
1,000
693
500
457
692
815 222
692
1.018 361
620
532 129
223
0
Grafik 1. Banyaknya Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga di Setiap Desa/Kelurahan
45
Penduduk Rumah tangga
1.768
1.689
Kantor Camat Balanipa (Kab. Polewali Mandar, 2012).
169
59
Grafik 2. Banyaknya Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Setiap Desa/Kelurahan
Di bidang pendidikan, partisipasi masyarakat dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini berkaitan dengan berbagai program pendidikan yang telah dicanangkan oleh pemerintah. Peningkatan partisipasi pendidikan tentunya haruslah diikuti penyediaan sarana fisik (bangunan) dan tenaga pendidikan yang memadai. Data mengenai sekolah, guru, dan murid pada setiap jenjang pendidikan disajikan pada tabel berikut. 46
46
Kantor Camat Balanipa (Kab. Polewali Mandar, 2012).
60
BANYAKNYA NO.
(1) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
DESA/KELURAHAN
(2) Kelurahan Balanipa Desa Tammangalle Desa Sabangsubi k Desa Pambusuang Desa Mosso Desa Galungtulu Desa B a l a Desa Tammajarra Desa Lambanan Desa L e g o Desa Pallis Jumlah
SEKOLAH
(3) 1 2 2 2 3 1 1 12
KELAS
MURID
GURU PNS
(4) 3 6 9 9 5 3 2 37
(5) 44 87 130 143 126 89 49 668
(6) 2 1 5 3 12 1 4 6 34
GURU HONOR/ SUKARELA (7) 2 6 6 11 12 4 6 6 53
Tabel 4. Banyaknya Sekolah, Kelas, Murid, dan Guru TK Tiap Desa/Kelurahan di Kecamatan Balanipa
BANYAKNYA NO.
(1) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
DESA/KELURAHAN
(2) Kelurahan Balanipa Desa Tammangalle Desa Sabangsubik Desa Pambusuang Desa Mosso Desa Galungtulu Desa B a l a Desa Tammajarra Desa Lambanan Desa L e g o Desa Pallis Jumlah
SEKOLAH
(3) 3 2 2 3 2 2 2 2 1 1 2 22
KELAS
MURID
GURU PNS
(4) 18 12 12 18 12 12 12 12 6 6 12 132
(5) 321 251 437 681 134 353 494 242 70 162 84 3.229
(6) 21 15 17 25 9 16 13 13 4 6 9 144
GURU HONOR/ SUKARELA (7) 15 11 11 14 7 12 9 9 6 5 12 110
Tabel 5. Banyaknya Sekolah, Kelas, Murid, dan Guru SD Negeri Tiap Desa/Kelurahan di Kecamatan Balanipa
BANYAKNYA NO.
(1) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
DESA/KELURAHAN
(2) Kelurahan Balanipa Desa Tammangalle Desa Sabangsubik Desa Pambusuang Desa Mosso Desa Galungtulu Desa B a l a Desa Tammajarra Desa Lambanan Desa L e g o Desa Pallis Jumlah
SEKOLAH
(3) 1 1 2
KELAS
MURID
GURU PNS
(4) 4 14 18
(5) 92 456 548
(6) 7 19 26
Tabel 6. Banyaknya Sekolah, Kelas, Murid, dan Guru SMTP Negeri Tiap Desa/Kelurahan di Kecamatan Balanipa
GURU HONOR/ SUKARELA (7) 5 6 11
61
BANYAKNYA NO.
(1) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
DESA/KELURAHAN
(2) Kelurahan Balanipa Desa Tammangalle Desa Sabangsubik Desa Pambusuang Desa Mosso Desa Galungtulu Desa B a l a Desa Tammajarra Desa Lambanan Desa L e g o Desa Pallis Jumlah
SEKOLAH
(3) 1 1
KELAS
MURID
(4) 18 18
(5) 735 735
GURU PNS (6) 38 38
GURU HONOR/ SUKARELA (7) 13 13
Tabel 7. Banyaknya Sekolah, Kelas, Murid, dan Guru SMTA Negeri Tiap Desa/Kelurahan di Kecamatan Balanipa
BANYAKNYA NO.
(1) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
DESA/KELURAHAN
(2) Kelurahan Balanipa Desa Tammangalle Desa Sabangsubik Desa Pambusuang Desa Mosso Desa Galungtulu Desa B a l a Desa Tammajarra Desa Lambanan Desa L e g o Desa Pallis Jumlah
SEKOLAH
(3) 1 1
KELAS
MURID
GURU PNS
(4) 3 3
(5) 33 33
(6) 1 1
GURU HONOR/ SUKARELA (7) 4 4
Tabel 8. Banyaknya Sekolah, Kelas, Murid, dan Guru SMK Negeri Tiap Desa/Kelurahan di Kecamatan Balanipa
DESA/ KELURAHAN
(1) elurahan Balanipa esa Tammangalle esa Sabangsubik esa Pambusuang esa Mosso esa Galungtulu esa B a l a esa Tammajarra esa Lambanan esa L e g o esa Pallis Jumlah
IBTIDAIYAH TSANAWIYAH ALIYAH GURU GURU GURU SEK. MURID SEK. MURID SEK. MURID PNS HONOR PNS HONOR PNS HONOR (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) 1 95 1 8 1 173 5 8 1 328 8 18 1 131 2 7 2 268 6 16 1 328 8 18 1 131 2 7 Tabel 9. Banyaknya Sekolah, Kelas, Murid, dan Guru Madrasah Tiap Desa/Kelurahan di Kecamatan Balanipa
62
B. Hubungan Antara Strata Sosial dan Kepemimpinan dalam Masyarakat Balanipa Masyarakat Balanipa secara umum masih menganut dengan kuat nilainilai strata sosial dalam masyarakat. Meskipun nilai-nilai tersebut perlahanlahan terkikis seiring dengan perkembangan zaman di beberapa desa – salah salah satunya di Desa Tammejarra yang kepala desanya bukan berasal dari strata sosial tertinggi dalam masyarakat berdasarkan keturunan (ascribed (ascribed status) status) – – namun nilai-nilai ini masih tetap dipertahankan sebagai sebuah keharusan dalam kehidupan sehari-hari. Hingga saat ini, pesan to dzilaling masih dipegang oleh masyarakat Balanipa yang berbunyi: “ Madondong duanbongi anna matea’, mau ana’u mau appou, da muannai menjari mara’dia, mua’ tania to na maasayangngi lita’, da muannai dai’ di pe’uluang mua masu’angi pulu - pulunna, pulunna, mato’dori kedo-kedona, kedo-kedona, apa’ iyamo tu’u na marruppu’ marruppu’ -ruppu’ lita’ .” .” (Besok atau lusa manakala saya mangkat, walau dia putraku ataupun cucuku, janganlah hendaknya diangkat menjadi raja jika ia tidak cinta tanah air dan tidak membela rakyat kecil, jangan pula mengangkat seorang raja bila ia memiliki tutur kata dan perbuatan yang kasar, karena orang seperti itulah yang akan menghancurkan negeri.) 47 Dari ungkapan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa sebenarnya leluhur sangat demokratis dalam mengangkat seorang pemimpin – tidak tidak berdasar pada garis keturunan. Namun, seiring berlalunya waktu, masyarakat mulai membentuk opini bahwa yang pantas menjadi pemimpin adalah dari turunan daeng atau puang . Terkadang masyarakat masih merasa risih apabila
47
Muh. Idham Khalid Bodi, Local Wisdom: Benang Untaian Mutiara Hikmah Dari Mandar Sulawesi Barat (Cet. (Cet. II; Jakarta Timur: Nuqtah, 2008), h. 46.
63
ada seorang masyarakat yang berniat menjadi seorang pemimpin di suatu wilayah namun ia bukan berasal dari “kalangan atas”.
C. Mekanisme Strata Sosial dalam Masyarakat Balanipa Perbedaan kedudukan dan derajat terhadap individu-individu dalam masyarakat telah menjadi dasar dan pengikat gejala pelapisan sosial yang ada dalam hampir semua masyarakat di dunia. Pelapisan sosial masyarakat di Balanipa telah dikenal dalam masyarakat berdasarkan pada keturunan, status, dan peranannya dalam masyarakat. Pelapisan sosial dalam masyarakat Balanipa pada masa lalu yang berlaku adalah sebagai berikut 48: 1. Todiang laiyana, laiyana , adalah tingkat sosial masyarakat yang menempati tingkatan tertinggi (bangsawan), yang meliputi: a. Arajang , yaitu yang memegang fungsi raja; b. Anaq Mattola Payung Payung , yaitu putra mahkota yang bisa menjadi raja; c. Puang Tallu Papaq Papaq;; d. Puang Sassigiq; Sassigiq; dan e. Puang Siparapaq Siparapaq . 2. Tau maradeka, maradeka , adalah tingkatan menengah dalam pelapisan masyarakat, karena dalam pelapisan sosial tersebut yang mendiami tempat ini adalah kaum rakyat kebanyakan yang meliputi tau piya dan piya dan tau samar .
48
Rahman Halim (67 tahun), Budayawan Mandar, Wawancara, Wawancara, Makassar, 17 Agustus
2013.
64
3. Batua, Batua, adalah lapisan sosial masyarakat yang terendah, karena di dalamnya adalah kaum budak atau hamba sahaya meliputi: a. Batua sossorang (budak (budak turunan); b. Batua nialli (budak belian); dan c. Batua inrangang (budak (budak pembayaran).
Gambar 8. Strata Sosial Masyarakat Balanipa
Dalam kehidupan sehari-hari, golongan bangsawan di kecamatan Balanipa dapat dibedakan dalam bangsawan raja – yang yang dalam kehidupan sehari-hari disapa dengan sebutan daeng – dan dan bangsawan adat (hadat (hadat ) – yang yang disapa dengan sebutan puang sebutan puang . Pelapisan sosial tersebut dalam pembagian fungsi atau pekerjaan pada zaman dahulu secara singkat diuraikan sebagai berikut: 1. Lapisan Todiang laiyana. laiyana . Pada pelapisan ini terdapat turunan raja yang berdarah murni ( puang ressuq). ressuq). Mereka yang termasuk lapisan ini berhak dipilih menjadi raja oleh dewan adat. Selain jabatan maraqdia, maraqdia, „raja‟ turunan ini dapat menduduki jabatan semacam Perdana Menteri ( Maraqdia ( Maraqdia Matoa) Matoa) dan Menteri Pertahanan atau Panglima Perang ( Maraqdia Malolo). Malolo). 2. Lapisan Tau maradeka. maradeka . Lapisan ini dibagi dalam dua bagian, yaitu:
65
a. Golongan Tau piya. piya. Golongan ini menempati lapisan kedua sesudah Todiang laiyana. laiyana . Mereka yang termasuk dalam golongan ini menempati kedudukan sebagai Paqbicara, Paqbicara, Pappuangang , dan Pukkali Pukkali atau Puang Kali (Kadhi‟). Kedudukan Paqbicara, Paqbicara, Pappuangang , dan Pukkali Pukkali dapat dikatakan sebagai menteri-menteri kerajaan. b. Golongan Tau samar . Golongan ini terbesar jumlahnya dalam lapisan tau maradeka, maradeka, seperti petani, pedagang, nelayan, pegawai, tukang, dan sebagainya. 3. Lapisan Lapisan Batua. Batua. Adapun pekerjaannya ialah mengabdi kepada raja atau kepada tuan yang memperbudaknya. Dahulu, mobilitas sosial secara vertikal masyarakat hanya terbatas pada lapisan batua ke batua ke lapisan tau maradeka. maradeka. Dalam hal ini seorang batua dapat batua dapat naik ke lapisan tau maradeka dengan maradeka dengan syarat-syarat tertentu menurut adat. Misalnya, seorang batua batua yang dibeli (batua ( batua nialli) nialli ) dapat dibebaskan dengan jalan menebus harga penjualan atas dirinya sebanyak yang diminta oleh tuannya. Adapun mobilitas sosial dari tau samar ke tau piya piya dapat saja terjadi, apabila seseorang memiliki keistimewaan seperti seseorang memiliki kekayaan (tosugi), tosugi), orang pandai ( panrita), panrita), dan orang berani (tobarani ( tobarani). ). Sedangkan mobilitas sosial dari lapisan batua dan batua dan lapisan tau maradekaya naik maradekaya naik ke lapisan todiang laiyana atau laiyana atau ke pelapisan maraqdia adalah maraqdia adalah tertutup.
Gambar 9. (Kiri) Sifat Lapisan Sosial Masyarakat (Secara Visual) dari Tau Samar ke Tau Piya dan dan Gambar 10. (Kanan) Sifat Lapisan Sosial Masyarakat (Secara Visual) dari Batua ke ke Tau Mar adeka adeka
66
Di masa sekarang ini, tolak ukur tersebut perlahan-lahan terkikis akibat perkembangan zaman. Pada umumnya, umumnya, masyarakat sekarang menilai tinggi dan rendahnya kelas seseorang itu dari kepemilikan harta atau dari kedudukan.
D. Perspektif D. Perspektif Siyasah Syar’iyyah Terhadap Strata Sosial dalam Masyarakat Balanipa Untuk lebih memahami perspektif siyasah syar’iyyah syar’iyyah terhadap strata sosial dalam masyarakat Balanipa, penulis mengambil contoh periwayatan hadis mengenai pengangkatan khalifah dari suku Quraisy. Hampir di seluruh kitab hadis meriwayatkan mengenai syaratnya seorang pemimpin dari suku Quraisy, sehingga sebagian besar ulama sepakat bahwa syarat tersebut menjadi hal yang mutlak untuk mengangkat khalifah. Salah satunya adalah hadis berikut.
49
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah mendengar kepada kami Syu’aib dari Az -Zuhri, -Zuhri, dia berkata: Muhammad bin Jubair bin Muth’im menceritakan bahwa Mu’awiyah mendapat berita 49
Abu „Abdullah Muḥammad bin Ismā‟īl al - Bukhārī, Ṣ aḥī ḥ ḥ al- Bukhārī al- Bukhārī , Juz 9 ([t.t.]: Dār Muṭabī Muṭabī Syabī, [t.th.]), h. 77 -78.
67
bahwa Abdullah bin Amr menceritakan bahwa akan ada raja berasal dari Qat han, han, maka Mu’awiyah marah lalu berdiri seraya memuji Allah dengan pujian yang menjadi hak- Nya, hak- Nya, lalu berkata: ”Amma ba’du, sesungguhnya aku menerima kabar bahwa beberapa orang laki-laki memberitakan pembicaraan-pembicaraan yang tidak terdapat dalam kitab Allah swt. dan tidak diambil dari sunnah Rasulullah saw., mereka itu adalah orang yang bodoh di antaramu. Maka takutlah kamu terhadap angan-angan yang akan menyesatkan pemiliknya; karena sesungguhnya aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: ‘Sesungguhnya kepemimpinan kepe mimpinan itu ada pada suku Quraisy, siapa saja yang memusuhi mereka, pastilah Allah swt. akan membuatnya jatuh tersungkur, selama mereka masih menegakkan hukum-hukum hukum-hukum agama ini.’”. (HR. Bukhari)
Bagi yang menganut pemahaman tekstual akan membuat kesimpulan bahwa hadis ini memerintahkan kepada segenap umat muslim untuk mengangkat pemimpin dari suku Quraisy. Hal ini tentu saja bertentangan dengan Alquran, karena menurut Allah bahwa yang paling utama di sisi-Nya ialah orang yang paling bertakwa. Mengutamakan suku Quraisy memang bukan ajaran dasar dari agama Islam yang dibawa oleh Nabi. Hadis itu dikemukakan sebagai ajaran yang bersifat temporal. Ibnu Khaldun telah menjelaskan bahwa bangsa Arab pada waktu itu adalah pendukung utama Daulah Islamiyah dan “tulang punggungnya”, dan bahwa kesepakatan bangsa Arab – apabila apabila hal itu mudah dicapai – – merupakan merupakan hal yang amat penting sebagaimana juga persyaratan kekhalifahan suku Quraisy. Apabila khilafah dijabat oleh seseorang dari suku lainnya, besar kemungkinan akan timbul pertikaian; perselisihan; dan perpecahan. Itulah sebabnya Rasulullah saw. menasihatkan agar “para imam (hendaknya) dari suku Quraisy”. Rasulullah saw. sendiri ketika menasihatkan hal tersebut telah menjelaskan bahwa jabatan ini tetap berada di tangan mereka selama masih ada
68
sifat-sifat khusus pada diri mereka. Maka, secara otomatis jabatan khilafah ini akan berada di luar lingkungan Quraisy apabila sifat-sifat khusus tersebut tidak ada lagi.50 Jadi, dari hadis ini dapat diambil kesimpulan bahwa pada dasarnya siapapun berhak menjadi pemimpin selama ia memiliki kapabilitas, tanpa mengutamakan
suku
atau
turunan
manapun,
karena
permasalahan
kepemimpinan merupakan ajaran yang bersifat non-substansi – – ajaran ajaran yang selalu berubah dan berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat dengan tidak meninggalkan Alquran dan hadis sebagai patokan.
50
Abul A‟la al-Maududi, al-Maududi, al-Khilafah Wal Mulk , terj. Muhammad al-Baqir, Khilafah dan Kerajaan, Kerajaan, h. 293-294.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan skripsi ini yaitu: 1. Pada umumnya, masyarakat Balanipa menganggap bahwa strata sosial merupakan hal yang penting untuk menentukan seseorang menjadi penguasa di suatu wilayah. 2. Secara umum, mekanisme strata sosial masyarakat Balanipa adalah berdasarkan keturunan (ascribed (ascribed status). status). 3. Pada dasarnya siapapun berhak menjadi pemimpin selama ia memiliki kapabilitas, tanpa mengutamakan suku atau turunan manapun, karena permasalahan kepemimpinan merupakan ajaran yang bersifat non-substansi.
B. Implikasi Penelitian Implikasi terhadap penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Masyarakat Balanipa – melalui melalui ulama ( pukkali) pukkali) dan tokoh masyarakat – – perlu dijelaskan lebih mendalam terkait kriteria pemimpin dengan melakukan pendekatan Alquran, hadis, dan petuah-petuah petuah-petuah Mandar. 2. Strata sosial dalam masyarakat Balanipa tidak harus dihilangkan, tetapi dipertahankan dalam kehidupan sehari-hari sebagai nilai khas dari budaya Mandar pada umumnya.
69
KEPUSTAKAAN
“Perbudakan”. Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia http://id.wikipedia.org/wiki/Perbudakan (17 Desember 2013).
bebas . bebas.
Asdy, Ahmad. Dalam Selayang Pandang Tentang Makam Raja-raja Balanipa (Pakkuburanna Mara’dia Balanipa) Balanipa).. [t.t.]: Yayasan Mahaputra Mandar, 2013. Asshiddiqie, Jimly. Hukum Jimly. Hukum Tata Negara Darurat . Jakarta: Rajawali Press, 2008. Azhary, Muhammad Tahir. Beberapa Tahir. Beberapa Aspek Hukum Tata Negara, Hukum Pidana, Pidana, dan Hukum Islam. Islam . Jakarta: Prenade, 2012. Bodi, Muh. Idham Khalid. Local Khalid. Local Wisdom: Benang Untaian Mutiara Hikmah Dari Mandar Sulawesi Barat . Cet. II; Jakarta Timur: Nuqtah, 2008. al-Bukhārī, al-Bukhārī, Abu „Abdullah Muḥammad bin Ismā‟īl, Ṣ aḥī ḥ ḥ alal- Bukhārī Bukhārī , Juz 9 ([t.t.]: Dār Muṭabī Syabī, [t.th.]). Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Indonesia . Jakarta: Balai Pustaka, 2005. Duverger, Maurice. The Study of Politics. Politics . Terj. Daniel Dhakidae, Sosiologi Politik . Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002. Echols, John M. and Hassan Shadily. An Indonesian-English Dictionary, Third Edition. Edition. Cet. IX; Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003. Edi, Busra. Balanipa Busra. Balanipa.. Artikel. Makassar: Disimpan oleh penulis, [t.th.]. -------. Sejarah Peradaban Mandar . Artikel. Makassar: Disimpan oleh penulis, [t.th.]. Effendy, Bahtiar. Islam Bahtiar. Islam dan Negara: Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam di Indonesia. Indonesia. Terj. Ihsan Ali Fauzi. Cet. I; Jakarta: Paramadina, 1998. Hafid, Muh. Yunus, dkk. Tata Krama Suku Bangsa Mandar . Mandar . Sulawesi Selatan: UD. Dipajaya, 2000. Halim, Rahman. Mandar Rahman. Mandar . Artikel. Makassar: Disimpan oleh penulis, 2012. Horton, Paul B. and Chester L. Hunt. Sociology: Sixth Edition. Edition. Terj. Aminuddin Ram, Sosiologi: Edisi Keenam. Keenam. Jakarta: Penerbit Erlangga, [t.th.]. Jafar, Usman. Islam dan Politik (Dinamika Pemikiran Politik dalam Islam). Islam) . Makassar, Alauddin University Press, 2012. Kementerian Agama RI. Al-Qur’an Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan). Disempurnakan) . Jakarta: PT. Lentera Abadi, 2010. al-Maududi, al-Maududi, Abul A‟la. al-Khilafah Wal Mulk . Terj. Muhammad al-Baqir, Khilafah dan Kerajaan. Kerajaan. Cet. I; Bandung: Penerbit Kharisma, 2007.
70
71
Munawwir, Ahmad Warson. Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia Terlengkap. Terlengkap . Surabaya: Pustaka Progresif, 1997. Narwoko, J. Dwi dan Bagong Suyanto. Sosiologi: Teks, Pengantar, dan Terapan . Cet. III; Jakarta: Kencana, 2007. Noor, Juliansyah. Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah. Ilmiah. Jakarta: Kencana, 2011. Outhwaite, William. The Blackwell Dictionary of Modern Social Thought . Thought . Terj. Tri Wibowo B.S., Kamus Lengkap Pemikiran Sosial Modern. Modern . Jakarta: Kencana, 2008. Pulungan, J. Suyuthi. Fiqh Siyasah: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran. Pemikiran . Cet. V; Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002. Samin, Sabri. Menguak Konsep dan Implementasi Ketatanegaraan dalam Islam . Makassar: Alauddin University Press, 2011. Sawiy, Khairuddin Yujah. Tathawwuru al-Fikr as-Siyasi as-Siyasi ‘Inda Ahli as-Sunnah as -Sunnah.. Terj. Asmuni M th dan Imam Muttaqien, Perebutan Kekuasaan Khalifah: Menyingkap Dinamika dan Sejarah Politik Kaum Sunni. Sunni . Cet. II; Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2005. Sjadzali, Munawir. Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran. Pemikiran . Jakarta: UI-Press, 1993 Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Hukum. Cet. III; Jakarta: UI-Press, 1986. -------. Sosiologi: Suatu Pengantar . Edisi keempat. Cet. XXXIII; Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002. Syafiie, Inu Kencana. Ilmu Pemerintahan Pemerint ahan.. Cet. III; Bandung: CV. Mandar Maju, 2007. Syarif, Mujar Ibnu dan Khamami Zada. Fiqhi Siyasah: Doktrin dan Pemikiran Politik Islam. Islam. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama, 2008. Sztompka, Piötr. The Sociologi of Social Change . Terj. Alimandan, Sosiologi Perubahan Sosial . Cet. V; Jakarta: Prenada, 2010. de Tocqueville, Alexis. Alexis de Tocqueville on Democracy, Revolution, and Society, eds. John Stone and Stephen Mennell. Terj. Yusi A. Pareanom, Alexis de Tocqueville tentang Revolusi, Demokrasi, dan Masyarakat . Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005. Weber, Max. From Max. From Max Weber: Essays in Sociology. Sociology . Terj. Noorkholish dan Tim Penerjemah Promothea, Sosiologi. Sosiologi. Cet. II; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Pembimbing penulisan skripsi Saudari Nurul Wardani Yahya , NIM. 10300109022, mahasiswi Jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar, setelah meneliti dan mengoreksi secara seksama proposal skripsi berjudul, “Strata “ Strata Sosial Masyarakat Balanipa (Studi Atas Ketatanegaraan Islam)”, memandang bahwa proposal skripsi tersebut telah memenuhi syarat-syarat ilmiah dan dapat disetujui untuk diseminarkan. Demikian persetujuan ini diberikan untuk diproses lebih lanjut.
Samata, 16 Desember 2013
PEDOMAN WAWANCARA
1. Seberapa baik Anda mengenal strata sosial di kampung Anda? 2. Apa tingkatan tingkatan strata sosial yang yang paling tertinggi di kampung Anda? 3. Dari segi mana Anda menilai bahwa orang tersebut memiliki strata sosial yang yang tertinggi di kampung Anda? 4. Menurut Anda, apakah pantas bila seseorang yang bukan berasal dari golongan ningrat menjadi seorang pemimpin di suatu daerah selama memiliki kapabilitas? 5. Menurut Anda, pantaskah pantaskah bila seorang turunan ningrat memimpin suatu daerah meskipun ia bersifat kurang baik di mata mas yarakat? 6. Menurut Anda, Anda, dapatkah seorang yang bukan turunan ningrat menikah dengan turunan ningrat, dan sebaliknya? 7. Menurut Anda, Anda, masih perlukah strata sosial di kampung Anda dipertahankan? 8. Menurut Anda, apakah nilai-nilai strata sosial dalam masyarakat masih melekat kuat dalam kampung Anda? 9. Bagaimana kriteria seorang pemimpin menurut menurut Anda di masa masa yang akan datang? 10. Menurut Anda, bagaimana sistem pemerintahan masa kini di kampung Anda, apakah sudah terlaksana dengan baik? 11. Menurut Anda, pantaskah bila bil a saat s aat ini sistem pemerintahan khilafah khilaf ah diterapkan di masa sekarang?
FOTO-FOTO
Wawancara dengan H. Ahmad Asdy, salah seorang budayawan Mandar.
Wawancara dengan Drs. Abd. Karim, M.Si., Camat Balanipa.
Kantor Camat Balanipa, Sulawesi Barat.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nurul Wardani Yahya,
dilahirkan
di
Bandung,
22
November 1991. Anak kedua dari empat bersaudara pasangan H. Sjarif Ridha Yahja, BE. dan Warniah, BA. ini menempuh pendidikan formal di Taman Kanak-kanak Nurul Falah Ujung Pandang (1996-1997), Sekolah Dasar Negeri Labuang Baji II Makassar (1997-2003), Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Model Makassar (2003-2006), Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Model Makassar (2006-2009), dan UIN Alauddin Makassar Fakultas Syariah dan Hukum jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan (2009-2013). Pengalaman organisasi penulis di antaranya; Pengurus OSIS MTsN Model Makassar periode 2005-2006 (Seksi Pendidikan dan Pendahuluan Belanegara), Pratama (Pi) Pramuka MTsN Model Makassar Gudep 199-200 periode 20052006, Pengurus HMJ Hukum Pidana dan Ketatanegaraan periode 2011-2012 (Bendahara), dan Pengurus BEM Fakultas Syariah dan Hukum periode 2012-2013 (Departemen Keperempuan). Prestasi yang pernah penulis raih antara lain; Juara I Penulisan Berita Putri Porseni MTsN Model Makassar tahun 2003, Juara II Penulisan Berita Putri MTsN Model Makassar tahun 2004, dan Juara III Lomba Pidato PKBI Daerah Sulawesi Selatan tahun 2007. Selain itu, pada wisuda ke-67 UIN Alauddin Makassar yang diadakan tanggal 31 Desember 2013 lalu, penulis meraih predikat sebagai lulusan
terbaik pertama program strata satu (S1) dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3.90 (tiga koma sembilan nol). Penggemar berat Detektif Conan (anime ( anime yang diciptakan oleh Aoyama Gōshō), Gōshō), Sherlock Holmes (serial detektif yang ditulis oleh Sir Arthur Conan Doyle), dan Raditya Dika ini sejak kecil menaruh minat pada bidang tulismenulis. Jika ingin melihat karya-karyanya, kunjungi: http://www.curahan-hati bebek.blogspot.com/. Saat ini, kegiatan penulis adalah bergabung di berbagai komunitas – komunitas – yakni yakni komunitas
yang
bergerak
dalam
bidang
penghijauan
penyelamatan spesies langka akibat kerusakan hutan. Komunikasi dengan penulis dapat dilakukan lewat: 1. Email:
[email protected] Email:
[email protected] 2. Facebook: Nurul Wardani Yahya 3. Twitter: https://twitter.com/nurul_wy Twitter: https://twitter.com/nurul_wy 4. Plurk: htt Plurk: http://www.plurk.com/Erdh p://www.plurk.com/Erdha_itu_Bebek a_itu_Bebek 5. Google+: google.com/+NurulWardaniYahy google.com/+NurulWardaniYahya221191 a221191 6. Yahoo! Messenger: erdha_thesoul
lingkungan
dan