Teori lama mengungkapkan bahwa kemampuan navigasi burung disebabkan oleh adanya “magnet” pada tubuh hewan tersebut. Misalnya, burung merpati mempunyai magnet di dalam kepala dan lehernya. Magnet akan memandu burung merpati pada saat hari mendung ketika burung merpati tidak bisa melihat matahari. Burung merpati dapat mencari jalan pulang dari tempat yang jauh. Para ilmuwan berpendapat bahan magnet di kepala burung merpati membantunya mengikuti medan magnet bumi. Sekarang, teori itu diperbarui dengan mengenali kemampuan mata burung yang bisa melihat medan magnet bumi. Pada tahun 2000, jurnal ilmiah Nature bahwa para peneliti telah berhasil mengindentifikasi protein yang mampu burung burung melihat medan magnet. Adalah Henrik Mauritsen dari Universitas Oldenburg, Jerman menemukan menemukan bahwa protein tersebut terkandung dalam retina burung migran. Sel-sel protein juga diketahui aktif setiap petang menjelang saat burung tersebut tidak dapat mengandalkan cahaya untuk melihat benda-benda di sekitarnya. Selama ini, cryptochrome banyak diketahui sebagai jenis protein yang sensitif te rhadap cahaya. Protein ini diketahui berperan dalam mengatur jam biologis, seperti pengaturan tahap pertumbuhan pada tanaman dan waktu waktu kawin. Membuat tiruan bahkan menemukan menemukan protein cryptochrome tergolong sulit. Jadi, untuk mempelajarin ya, digunakan senyawa yang memiliki sifat mirip yakni CPF (carrotenoid-porphyrin-fullerene). Jika diberi medan magnet, meskipun sangat kecil, senyawa ini bereaksi dengan melepaskan dua jenis radikal bebas. Kolega Mouritsen, Peter Hore dari Universitas Oxford dapat mengatur konsentrasi radikal bebas sesuai medan magnet yang dipaparkan. Ia berpendapat, berpendapat, cryptochrome pada burung mungkin diaktifkan cahaya biru yang muncul saat senja dan mulai bekerja dengan mekanisme pelepasan radikal bebas tersebut untuk melihat medan magnet Bumi. Hal ini membuktikan teori yang diusung oleh, pada akhir 1970-an, fisikawan Schulten Klaus menyimpulkan bahwa burung menavigasi diri dengan mengandalkan reaksi biokimia geomagnetik pada mata mereka. Teori kompleks ini melibatkan pemeriksaan proses dimana cahaya dipancarkan oleh mata seekor burung, yang telah menarik perhatian komunitas ilmiah lebih dari 30 tahun. Perkembangan Perkembangan di Tahun 2011
Ketika sebuah foton cahaya masuk ke mata burung, ia masuk ke dalam kontak mata dengan cryptochrome dan memberikan energi dorong yang meletakkannya ke dala m ruang kuantum, suatu keadaan dimana elektron terpisah tetapi masih mampu mempengaruhi satu sama lain. Para ilmuwan telah lama berpendapat bahwa mata burung memiliki belit an-berbasis kompas, tetapi sekarang dalam jurnal terbaru mereka mengklaim proses itu bisa menghasilkan gambar medan elektromagnetik bumi pada matanya. Tulisan ini ditulis oleh fisikawan kuantum Simon Benjamin dari Universitas Oxford dan Universitas Nasional Singapura. Dia mengatakan cara kerja mata burung ‘benar - benar benar luar biasa’ dan lebih baik dari usaha mereka untuk mengulangi proses itu di laboratorium.
“Burung, apa pun yang dilakukannya dan apa pun yang dihasilkannya, mereka memiliki kelebihan yang luar biasa dibanding apa yang kami buat, molekul yang sangat indah, ” katanya. “Itu sangat mengejutkan.” Dr Schulten, yang tidak terlibat dalam penelitian terakhir menambahkan: “Sa ya rasa ini adalah hasil penelitan yang sangat bagus yang mengupas masalah dari sudut yang menarik.
Bagaimana Burung Merpati Tahu Jalan Pulang ? 2 tahun ago by Aneh.co.id Komentar Dinonaktifkan pada Bagaimana Burung Merpati Tahu Jalan Pulang ? Burung merpati atau burung dara merupakan burung peliharaan istimewa, karena dilepas di mana pun bisa menemukan jalan pulang ke rumahnya. Tak heran, burung merpati selama berabad-abad dijadikan burung pos pengantar surat. Selama berpuluh-puluh tahun ilmuwan mencari tahu sistem navigasi yang dikembangkan pada hewan ini. Apakah hewan ini bisa merekam peta bumi layaknya google map?
naturemappingfoundation.org
Belakangan baru terungkap mereka mengembangkan sistem peta akustik. Dalam Jurnal Experimental Biology, Kepala penelitian, Dr Jonathan Hagstrum, dari Survei Geologi AS, mengatakan burung-burung tersebut menciptakan peta akustik lingkungan sekitar mereka. Walaupun hipotesa ini masih jadi bahan perdebatan diantara ahli. Bagaimana metode penelitiannya? Professor Bill Keeton dari Universitas Cornell berupaya untuk memahami kemampuan merpati untuk mencari jalan kembali ke tempat yang pernah mereka kunjungi. Dia melepaskan sejumlah burung di negara bagian New York, tetapi mendapati bahwa burung yang diterbangkan di Jersey Hill, dekat Ithaca, menjadi disorientasi dan terbang tanpa tujuan. Kejadian ini terjadi berulang kali, terpisah dari sebuah peristiwa pada 13 Agustus 1969, dimana burung dapat kembali lagi ke tempat mereka. “Burung terbang dengan menggunakan kompas dan peta. Kompas yang digunakan biasanya adalah posisi Matahari dan ladang
magnetik Bumi, tetapi peta yang digunakan tidak diketahui selama beberapa dekade,” jelas Dr Hagstrum “Saya telah menemukan bahwa mereka menggunakan suara sebagai peta mereka… dan ini akan menjelaskan mereka berhubungan dengan rumahnya. “Merpati, kata dia, menggunakan “bunyi infra”, yang merupakan suara dengan frekuensi sangat rendah yang tidak ditangkap oleh alat pendengaran manusia. Dia menjelaskan: ” Suara asli samudera. Gelombang di laut dalam mempengaruhi dan mereka menciptakan suara diantara atmosfir dan Bumi. Anda dapat mengambil energi ini dimanapun di Bumi, bahkan di pusat daratan.” Dia meyakini ketika burung dilepaskan di wilayah yang tidak dikenalnya, mereka mendengarkan tanda dari sinyak bunyi infra dari rumah – dan kemudian menggunakannya untuk menentukan sikap mereka. Bagaimanapun, bunyi infra dapat dipengaruhi oleh perubahan di atmosfer. Mengapa beberapa burung yang dilepas tak bisa kembali pulang ke New York ? “Struktur suhu dan angin di atmosfer di atas New York telah berbelok dan diatas Jersey Hill,” jelasnya. Artinya burung ini tak dapat mendengarnya dan tersesat. Bunyi infra yang terganggu dapat menjelaskan teka-teki cara burung untuk mencari jalan pulang, dan ini menjelaskan mengapa ada kasus burung merpati tak bisa menemukan jalan pulang. Para ilmuwan telah lama menyelidiki kemampuan navigasi burung merpati yang menakjubkan. Burung yang satu ini memang sangat cerdas. Kemampuan mereka dalam menemukan arah jalan membuat manusia memanfaatkannya sebagai burung pembawa pesan selama ribuan tahun.Para ilmuwanberpendapat bahwa burung merpati menggunakan berbagai macam kemampuan untuk menentukan arahnya contohnya seperti penglihatan visual, tanda magnet bumi, indera penciuman dan rasa, kemampuan untuk meneliti perbedaan gravitasi atau gaya tarik bumi dengan kompas matahari, Burung merpati dapat menentukan arah terbangnya dengan tepat dalam berbagai keadaan, seperti siang hari, malam hari, cuaca mendung, maupun cuaca berkabut.
a.
Merpati mampu mengembangkan sistem peta akustik, burung tersebut menciptakan peta akustik lingkungan di sekitar mereka. mereka menggunakan suara sebagai peta mereka. merpati menggunakan ‘’bunyi infra’’yang merupakan suara dengan frekuensi sangat rendah yang tak bisa ditangkap oleh indra pendengaran manusia. ketika burung dilepaskan di
wilayah yang tak dikenalnya, mereka mendengarkan tanda sinyal bunyi infra dari rumahnya, kemudian menggunakannya untuk menentukan sikap mereka. b. Pedoman utama yang dijadikan patokan arah oleh burung merpati selama terbang bermigrasi adalah kompas matahari pada siang hari dan pola bintang pada malam hari. Selain itu dapat juga menggunakan pola bintang, yang dimaksud dengan pola bintang adalah perhatian burung-burung itu terpusat pada gerak putar keseluruhan bintang di langit. Di atas khatulistiwa, bintang-bintang tampak bergerak cepat, tetapi pada saat mendekati kutub, kecepatannya berkurang dan pada saat tepat di atas kutub, bintang akan "berhenti". Burung migrasi mengenal itu sebagai titik perputaran langit. c. Merpati yang kehilangan kemampuan untuk mencium bau, tidak akan dapat melakukan navigasi. Begitu pula ketika menipu mereka dengan bau-bauan untuk menuju ke tempat yang salah, dan mereka akan terbang ke arah yang salah pula. Hal ini terdengar sederhana, namun sebenarnya pengujian hipotesis navigasi penciuman merpati ini sangatlah berat dan hingga kini masih ada ahli yang meragukannya dengan sejumlah alasan yang masuk akal. d. Merpati menggunakan medan magnet bumi untuk mengemudikan arah jalan pulang setelah menempuh perjalanan jauh. Caranya adalah dengan menggunakan partikel magnet yang sangat kecil, yang berada dalam paruh untuk merasakan medan magnet bumi. Burung umumnya memiliki naluri bermigrasi besar-besaran. Namun, naluri tersebut ternyata mengacu pada kemampuan burung untuk mencari keberadaan medan magnet bumi. Burung terbang dengan menggunakan kompas dan peta. Kompas yang digunakan biasanya adalah posisi matahari dan ladang magnetik bumi. DAFTAR PUSTAKA
Able, K. P. 1982. Skylight polarization patterns at dusk influence migratory orientation in birds. Nature, 299, 550 – 551. Hagstrum, J.T., 2007. The Case for Infrasound as the Long-Range Map Cue in Avian Navigation: Proceedings of the 63rd Annual Meeting, Institute of Navigation, April 2007, Cambridge, MA, 14 pp. M Hutton. GT. Goodman, Metal contamination of feral Pigeons (Columba livia) from London area: Part 1. Tissue accu. Peralatan navigasi
Untuk bisa dengan mulus sampai di Afrika, mengandalkan orientasi arah saja belum cukup. Bagaimana kalau teralang gunung tinggi atau ada arus angin yang berlawanan, misalnya? Ternyata burung memiliki alat navigasi lain yaitu kompas matahari. Ini ‘ditemukan’ oleh Gustav Kramer, peneliti burung, pada 1950. Dengan kompas itu burung migran tidak akan kehilangan arah. Dengan bantuan jam tubuhnya, ia juga bisa memperhitungkan kalau matahari setiap jam bergerak makin tinggi membuat lengkungan sebesar 15°. Itu bagi burung yang terbang siang hari. Bagaimana bagi penerbang malam? Ternyata pada tubuh burung gelatik nila ditemukan kompas lain. Seorang zoolog Amerika, S.T. Emlen, berhasil membuktikannya tahun 1967. Saat melesat di kegelapan malam, burung itu ternyata menggunakan bintang sebagai kompas. Mereka mengorientasikan diri pada gerak putar keseluruhan bintang di langit. Di atas khatulistiwa, bintang-bintang tampak bergerak cepat. Tetapi mendekati kutub, kecepatannya berkurang. Tepat di atas kutub, bintang akan ‘berhenti’. Burung migrasi mengenal itu sebagai titik perputaran langit.
Namun, bantuan orientasi terpenting bagi sebagian besar penerbang malam itu adalah magnet Bumi. Roswitha dan Wolfgang Wiltschko dari Institut Zoologi, Universitas Frankfurt, belum lama ini berhasil membuktikannya. Di bawah langit berbintang buatan di laboratorium, mereka menguji perilaku prenjak kutub dan sikatan dada putih, yang biasa terbang ke arah barat daya. Dalam serangkaian percobaan, burung-burung ini baru mampu menuju ke barat daya yang benar, ketika diberi tambahan kesempatan mengorientasikan diri pada medan magnet Bumi. Bila medan magnet diubah, mereka akan terbang ke selatan. Sudah lama orang mencari alat indera yang menyimpan kompas medan magnet Bumi itu. Para biolog dari Frankfurt, Elke Holtkamp-Rotzler dan Gerta Fleissner, me nemukan sejumlah kristal magnetis renik pada kulit sebelah atas dekat paruh pada jenis burung merpati pos. Kristal magnetis ini berhubungan dengan otak yang penting peranannya sebagai alat orientasi. Apakah kristal magnetis itu yang berperan sebagai navigasi, masih belum jelas. Satu hal yang pasti, kompas magnet para burung itu berbeda fungsi: dia bukan membedakan utara atau selatan seperti biasanya kompas, melainkan membedakan ‘arah kutub’ dan ‘arah khatulistiwa’. Untuk itu kompas milik burung itu akan mencatat sudut inklinasi antara garis medan magnet dengan permukaan Bumi. Karena sudut ini berada lebih dekat ke garis khatulistiwa daripada ke kutub, maka burung itu senantiasa bisa tahu dengan tepat, pada garis lintang utara atau selatan berapa ia berada. Ketiga kompas ini masing-masing digunakan sesuai kebutuhan. Pada awal perjalanan, ia bernavigasi dengan kompas matahari atau bintang (tergantung berangkatnya siang atau malam hari). Lalu untuk orientasi perjalanan jarak jauh, ia menggunakan kompas magnet. Namun, bagaimana mereka bisa menemukan kembali dengan tepat tempat asalnya, hingga saat ini belum ada kesepakatan di kalangan ilmuwan. Ada yang meyakini kalau burung itu memiliki ‘peta’ topografi di otaknya. Sedangkan yang lain memperkirakan burung itu berorientasi pada cahaya, tekanan udara, atau aroma lingkungan daerahnya. 1. Merpati menentukan arah menggunakan medan magnet
Burung-burung merpati ternyata menggunakan medan magnet Bumi untuk menemukan jalan pulang setelah terbang jauh, demikian diungkapkan para ilmuwan dalam tulisan di majalah Nature. Menurut para peneliti, burung-burung itu sepertinya menggunakan partikel magnetik kecil di paruh mereka untuk mengindera medan magnet planet kita. Burung merpati memakai kemampuan mereka untuk menciptakan semacam peta dari medan magnet, lalu memanfaatkannya untuk menemukan arah kembali ke rumah, demikian diungkapkan ilmuwan-ilmuwan Selandia Baru. Pandangan ini merupakan tantangan bagi teori yang mengatakan bahwa burung-burung merpati menggunakan bau untuk menentukan arah. Dalam penelitiannya, Cordula Mora dan rekan-rekannya dari Universitas Auckland, Selandia Baru, menempatkan burung-burung merpati dalam sebuah lorong-lorong kayu dengan sebuah platform tempat makanan di masing-masing ujung lorong. Di bagian luar sistem lorong diletakkan juga kumparan magnet.Burung merpati tersebut telah dilatih untuk berjalan
menuju salah satu platform makanan bila kumparan magnet dimatikan, dan ke platform lain bila kumparan dinyalakan. Para ilmuwan kemudian melakukan uji coba untuk mempelajari kemampuan merpati mendeteksi medan magnet. Mula-mula mereka menempelkan magnet pada paruh burung. Akibatnya, kemampuan mengetahui apakah kumparan magnet dinyalakan atau dimati kan menjadi berkurang secara drastis. Kedua, tim peneliti membuat mati rasa bagian atas paruh merpati. Hasilnya, merpati juga menjadi kesulitan mendeteksi apakah kumparan menyala atau mati. Dalam percobaan selanjutnya, para ilmuwan memotong saraf trigeminal (saraf yang membawa sinyal optis dan sinyal lain ke otak) merpati dan mereka menemukan bahwa sense magnetiknya kembali terganggu. Adapun gangguan di atas tidak terjadi ketika para peneliti memotong saraf olfactory (yang menghantarkan sinyal bau-bauan ke otak), suatu hal yang berlawanan dengan teori bahwa merpati menentukan arah menggunakan bau-bauan. Secara keseluruhan, riset di atas sesuai dengan pandangan bahwa merpati mendeteksi medan magnet menggunakan partikel di bagian paruh atasnya. Keberadaan partikel magnetik di paruh ini telah diketahui sejak tahun 1970-an. Pada penelitian sebelumnya, selain menggunakan medan magnet, burung merpati ternyata juga menghapalkan tanda-tanda jalan untuk menemukan arah, bila ia terbang pada jarak dekat (bbc.co.uk/wsn).
2. Kemampuan mengingat jalan
Seperti manusia, burung merpati ternyata juga mengikuti jalan raya, rel ker eta api, dan tandatanda lain untuk pulang ke rumahnya. Menurut para peneliti, burung-burung itu seringkali tidak menggunakan sistem navigasi alaminya yang bergantung pada medan magnet dan matahari, dan lebih memilih mengingat ‘landmark’ jalan. Penelitian yang dilakukan selama sepuluh tahun oleh para peneliti dari Universitas Oxford, menemukan bahwa beberapa burung merpati ternyata mengikuti jalan untuk menentukan arah. Mereka seringkali ikut membelok ketika jalan berbelok, dan memanfaatkan bangunan bangunan untuk menentukan dimana dia berada. Untuk mengetahui jalur penerbangan merpati, para ilmuwan memasang piranti pelacak kecil yang memanfaatkan teknologi ‘Global Positioning System’. Dengan cara itu para peneliti dapat mengikuti ke mana merpati terbang. “Mereka ternyata tidak mengikuti jalur lurus sepanjang waktu. Kadang-kadang merpati mengikuti jalan raya,” kata Dr Tim Guilford, peneliti. “Kami mencatat jalur yang ditempuh burung, dan terkejut saat hewan-hewan itu ternyata berbelok ketika jalan berbelok.”
Burung merpati sesungguhnya memiliki kemampuan navigasi alami dengan cara melihat posisi matahari. Mereka juga mampu menggunakan medan magnet Bumi untuk menentukan arah. Namun kemampuan ini kebanyakan hanya dipakai saat burung terbang di atas wilayah yang kurang dikenal. Menurut Dr Guilford, di wilayah yang dikenalnya merpati sering tidak terbang lurus, dan memilih mengikuti jalan atau tanda yang dikenalnya. Para ilmuwan yakin, burung-burung ini melakukan hal tersebut agar perjalanannya simpel dan tidak repot. Mereka juga sependapat bahwa bagi merpati, ada hal yang lebih penting daripada sekedar menghemat tenaga. (BBC/wsn)