SIFAT-SIFAT SURFAKTAN
1. Tegangan Permukaan dan Tegangan Antar Muka
Tegangan permukaan merupakan sifat khusus yang dimiliki molekul-molekul pada permukaan cairan dan tidak memiliki oleh sebagian besar molekul di dalam cairan tersebut. Tegangan permukaan dapat terjadi disebabkan adanya kecenderungan permukaan cairan untuk memperkecil luas permukaan secara spontan. Molekul yang berada di dalam cairan mengalami gaya tarik menarik (gaya van der waals) yang sama besarnya ke segala arah, sedangkan molekul pada permukaan cairan mengalami ketidakseimbangan gaya sehingga menghasilkan resultan yang mengarah ke dalam cairan.
Sebagai akibat langsung dari ketidakseimbangan gaya yang dialami oleh molekul pada permukaan, maka apabila molekul-molekul dalam carian akan pindah ke permukaan untuk memperluas permukaan akan dibutuhkan kerja untuk mengatasi gaya tarik tadi. Karena itu, cairan cenderung untuk meminumumkan permukaannya. Dengan demikian, tegangan permukaan didefenisikan sebagai banyaknya kerja yang dibutuhkan untuk memperluas permukaan cairan sebanyak satu satuan luas. Tegangan permukaan suatu cairan merupakan suatu keadaan tidak seimbang antara gaya-gaya yang dialami oleh molekul-molekul yang berada di permukaan suatu cairan.
Tegangan permukaan suatu larutan tergantung pada sifat zat terlarut. Jika molekul zat terlarut cenderung mengumpul pada permukaan, tegangan permukaan akan menurun. Kecenderungan molekul surfaktan berkumpul pada permukaan menyebabkan terjadinya penurunan tegangan permukaan disebabkan kemampuan surfaktn menghasilkan tekanan permukaan yang melawan kecenderungan suatu permukaan untuk menyusut.
Semakin panjang rantai hidrokarbon molekul srufaktan menyebabkan jumlah molekul yang terdapat pada permukaan semakin banyak, sehingga meningkatkan nilai tekanan permukaan. Semakin besar nilai tekanan permukaan yang diberikan surfaktan.
Tegangan antar muka merupakan tegangan yang terjadi antar dua permukaan dua jenis cairan yang tidak dapat bercampur satu sama lain. Tegangan antar muka akan menurun dengan adanya surfaktan yang membentuk layer (lapisan), semakin besar konsentrasi surfaktan yang ditambahkan akan semakin menurunkan tegangan antar muka campuran. Kemampuan surfkatan memiliki gugus hodrofilik dan gugus hidrofobil. Tegangan antar mukan yang semakin kecil memungkinkan terbentuknya sebuah emulsi dan meningkatkan kestabilan emulsi.
2. Emulsifikasi
Jika campuran minyak dan air di kocok dnegan keras, maka akan terbenuk dispersi droplet air dalam minyak dan dispersi droplet minyak dalam air. Jika pengocokan dihentikan, maka fase air dan minyak akan terpisah kembali, akhirnya emulsi minyak-air akan terhenti. Penambahan surfaktan pada kedua campuran tersebut akan merubah sistem pencampuran, dimana salah saru cairan (minyak atau air) akan menjadi fase kontinyu dan yang lainnya terdispersi.
Emulsifikasi merupakan proses dispersi suatu cairan yang tidak bercampur dengan cairan lain dalam bentuk droplet-droplet cairan. Emulsifikasi dapat terjadi dengan cara menurunkan tegangan antar muka dua cairan yang saling tidak bercampur yang diikuti dengan meningkatnya energi bebas antar muka sebagai akibat dari meningkatnya luas permukaan.
Surfaktan membantu pembentukan emulsi dnegan dua cara yaitu dengan menurunkan tegangan permukaan salah satu zat cair, dan mencegah penggabungan droplet-droplet zat cair lainnya. Zat cair dengan tegangan permukaan lebih kecil akan cepat menyebat dan menjadi fase kontinyu. Pada saat yang sama, molekul surfaktan akan mengumpul di batas antar muka cairan untuk mencegah penggabungan kembali fase terdispersi.
Surfaktan non ionik membantu meningkatkan stabilitas emulsi dnegan memproduksi lapisan antar muka yang memiliki elastisitas yang sangat tinggi. Elastisitas antar muka yang tinggi dari suatu sistem emulsi memungkinkan tidak terjadinya penggabungan droplet-droplet sebagai akibat tubrukan antar droplet emulsi.
3. Pembentukan Busa
Busa merupakan dispersi gas dalam cairan atau padatan. Pembentukan busa terjadi pada saat surfaktan yang berada pada antar muka air-udara, dengan gugus hidropobik memanjang pada bagian fase gas. Pada saat fase gas terbagi, maka busa akan terbentuk. Pada keadaan ini udara merupakan media nonpolar.
Dalam kaitannya dengan keterlibatan energi, busa mirip dengan emulsi. Mekanisme inkorporasi udara dalam sistem busa sama dengan pada sistem emulsi. Begitu juga dengan faktor yang mempengaruhi stabilitas busa sama dengan faktor yang mempengaruhi stabilitas emulsi. Volume fraksi gas dalam busa lebh besar dari volume fraksi gas pada emulsi.
Pembentukan busa dari sistem emulsi melalui jalur Ostwald ripening. Ostwald ripening merupakan sebuah fenomena dimana droplet besar terbentuk dari tetesan yang sangat kecil. Proses ini dimediasi oleh kelarutan parsial fase terdispersi dalam fase kontinyu yang memungkinkan terjadinya difusi molekuler dari droplet kecil kepada droplet yang lebih besar.
Efek pembusaan pada surfaktan non-ionik dapat dihilangkan memlui dua cara yaitu:
1. Mempengaruhi karakter difusi yaitu dnegan merusak elastisitas lapisan film permukaan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengganti rantai lurus gugus hidrofobik dengan rantai bercabang, atau menempatkan gugus hidrofilik di rantai tengah gugus hidrofibik.
2. Meningkatkan luas molekul, yaitu dnegan cara memadatkan lapisan film. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan gugus hidrofibik yang sangat besar baik rantai lurus maupun bercabang.
4. Pelarutan
Pelarutan adalah penggabungan spontan suatu zat melalui interaksi dapat balik, dengan surfaktan dalam suatu larutan untuk membentuk larutan stabil. Pelarutan dalam media cairan merupakan hal sangat penting antara lain dalam proses pembersihan dan penghilangan pengotor lemak, serta polimerisasi emulsi. Pelarutan suatu surfaktan terhadap pengotor lemak dimulai dengan larutnya gugus hidrofobik pada pengotor lemak tersebut. Secara berangsur bercak pengotor lemak akan terlepas dari serat bahan (kain) dan terperangkap dalam kapsul misel-misel surfaktan yang menangkap sedikit demi seidikit butir pengotor lemak tersebut. Hal ini mengemulsikan pengotor lemak tersebut dalam suatu suspensi sehingga dapat dicuci dengan air.
Pelarutan dengan menggunakan surfaktan nonionik polyoxyethylene (rantai karbon panjang) diduga bahwa molekul polar kotoran terlarutkan pada bagian luar ekor polyoxyethylene. Daya larut suatu surfaktan, ditinjau dari struktur surfaktan, dipengaruhi oleh sifat zat yang dilarutkan dengan memperhatikan mekanisme larutan. Dalam larutan cair, pelarutan surfaktan dengan gugus hidrofobik rantai hidrokarbon alifatik akan meningkat dengan meningkatnya panjang rantai karbon serta dengan adanya peningkatan jumlah agregat misel surfaktan akan meningkatkan peluang terlarutnya solubisate di dalam inti misel. Surfaktan nonionik polyoxyethylene sangan efisien dalam menghilangkan pengotor lemak dari substrat hidrofobik dan mampu mencegah pengotor balik kembali.
Proses Pembuatan Surfaktan
Pada dasarnya surfaktan terdiri dari banyak jenis. Tiap-tiap surfaktan memiliki proses yang berbeda. Saya akan membahas proses pembuatan beberapa surfaktan
1. Surfaktan alkanolamida
Amida adalah turunan asam karboksilat yang paling tidak reaktif, karena itu golongan senyawa ini banyak terdapat di alam. Amida yang terpenting adalah protein. Amida dapat bereaksi dengan asam dan reaksi ini tidak membentuk garam karena amida merupakan basa yang sangat lemat. Selain itu, senyawa amida merupakan nukleofilik yang lemah dan bereaksi sangat lambat dengan alkil halida. Amida asam lemak pada industri oleokimia dapat dibuat dengan mereaksikan amina dengan trigliserida, asam lemak atau metil ester asam lemak. Senyawa amina yang digunakan dalam reaksi amidasi sangat bervariasi seperti etanolamina dan dietanolamina, yang dibuat dengan mereaksikan amonia dengan etilen oksida.
Alkanolamina seperti etanolamnina, jika direaksikan dengan asam lemak akan membentuk suatu alkanolamida dan melepaskan air. Alkanolamida merupakan kelompok surfaktan nonionik yang berkembang dengan pesat. Alkanolamida asam lemak dapat diproduksi dengan dua cara yaitu sintesis alkanolamida dari asam laurta dan sintesis alkanolamida dari ester asam. Pada reaksi pertama sebagai produk samping akan dihasilkan air, sedangkan pada reaksi kedua dihasilkan alkohol.
2. Dietanolamida
Dietanolamida pertama kali diperoleh dengan mereaksikan dua mol dietanolamina dengansatu mol asam lemak. Senyawa ini diberi nama Kritchevsky amida sesuai dengan nama penemunya. Bahan baku yang digunakan dalam produksi dietanolamida dapat berupa asam lemak, trigliserida atau metil ester. Dietanolamida biasanya diproduksi secara kimia konvensional pada temperatur 150 oC selama 6-12 jam. Dari hasil reaksi akan dihailkan dietanolamida dan hasil sampirng berupa sabun amina. Kehadiran sabun amina ini, tentu saja akan menaikkan ph produk. Pada tahap pemurnian diperlukan pemisahan produk utama dengan sabun amina.
3. Linear Alkylbenzene Sulfonate
Alkylbenzene dan oleum dipompakan ke tangki sulfonator yang sebelumnya dipanaskan dalam heater 1 dan heater 2 hingga mencapai suhu 46 oC. selanjutnya alkylbenzene dan oleum yang berada didalam tangki sulfonator dicampur secara perlahan-lahan. Sulfonator beroperasi pada suhu 46 oC dan tekanan 1 atm. Waktu tinggal dalam sulfonator 4 jam dengan konversi 98%.
Campuran dari sulfonator dicampur dengan air di dalam mixer untuk mencegah reaksi samping dan membantu memisahkan antara campuran asam sulfonate dengan asam sulfat dalam dekanter I dan dekanter II. Campuran larutan alkylbenzene sulfonate, asam sulfat, alkylbenzene yang tidak berekai dan benzene dipisahkan dalam dekanter berdasarkan berat jenis (densitas). Alkylbenzene sulfonate memiliki denseitas lebih kecil daripada asam sulfat akan terpisah sebagai lapisan atas dan asam sulfonate sebagai lapisan bawah. Selain berdasarkan perbedaan densitas pemisahan asam sulfat dan alkylbenzene sulfonate pada dekanter karena kedua larutan ini tidak saling larut. Asam sulfat sebagai lapisan bawah kemudian dipompa ke tangki penyimpan sedangkan asam sulfonate dipompa ke heat exchanger untuk dipanaskan.
Alkylbenzene sulfonate dinetralisasi menggunakan larutan NaOH 20% di dalam netralizer. Netralizer beroperasi pada temperatur 55 oC dan tekanan 1 atm dengan konversi 99%. Hasil yang keluar dari netralizer berupa sodium alkylbenzene sulfonate dan natrium sulfonate berbentuk slurry.
Pada proses pengeringan, slurry yang berasal dari tangki netralizer dipompakan kedalam spray dryer. Kemudian slurry dikontakkan dengan udara panas yang berasal dari furnace pada temperatur 300 oC, dimana pengeringan berlangsung cepat menghasilkan produk berbentuk powder. Powder dari spray dryer terdiri dari 96% bahan aktif surfaktan, natrium sulfonate inert dan sedikit air.
Nama : Ely
Nim : 100405038
Kelompok : V (Lima)