BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Algemene Studie Club di Bandung ternyata mendorong pemimpin –
pemimpin di Bandung untuk mendirikan suatu partai politik baru yang bernama
Partai Nasional Indonesia yang didirikan tanggal 4 Juli 1927 sebagai
penjelmaan dari Algemene Studie Club. PNI didirikan di Bandung oleh delapan
pemimpin yang terdiri dari Bung Karno, Dr. Tjipto Mangunkusumo, Ir. Anwari,
Mr. Sartono, Mr. Iskak, Mr. Sunarjo, Mr. Budiarto, dan Dr. Samsi.
Dari 8 pendiri itu, 5 pendiri baru saja kembali dari Belanda dan
semuanya bekas anggota dari Perhimpunan Indonesia. Oleh karena itu, jelas
bahwa PNI didirikan untuk melanjutkan dan melaksanakan cita – cita yang
disebarkan dan dihidupkan oleh Perhimpunan Indonesia di Belanda. Maka dari
itu, sebagai tujuan juga dicantumkan dengan tegas tujuan PNI adalah untuk
mencapai Indonesia merdeka[1]. Asas dari PNI sendiri adalah berdiri di atas
kaki sendiri, non koperasi, dan marhaenisme. Anggaran dasar organisasi
diambil dari cita – cita Perhimpunan Indonesia dan ketuanya dipercayakan
kepada Ir. Soekarno[2].
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakan proses tumbuh dan berkembangnya PNI?
2. Bagaimana peranan PNI dalam bidang politik Indonesia ?
3. Bagaimana proses bubarnya PNI?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui proses tumbuh dan berkembangnya PNI.
2. Untuk mengetahui peran PNI dalam politik Indonesia.
3. Untuk mengetahui proses bubarnya PNI.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tumbuh dan Berkembangnya PNI
Soekarno selalu memperingatkan sebaiknya bangsa Indonesia bersatu
dalam satu organisasi rakyat umum yang tidak dapat dipatahkan. Dengan
berdirinya PNI diharapkan semua rakyat bersatu dan dapat menjalankan usaha
yang sudah dirancangkan untuk melenyapkan kekuasaan jajahan dengan cara
yang aman, dimana kekuasaan tidak menghalangi kemajuan rakyat. Oleh karena
itu mulanya PNI selalu mengusahakan supaya bukan hanya terdapat orang-orang
yang pandai akan dibidang itu tetapi banyak orang-orang yang menjadi
anggota dari PNI itu sendiri.untuk menjadi anggota tidak langsung diterima
melainkan harus mengikuti syarat-syarat yang diberikanoleh ketua-ketua
daerah. Untuk menjadi anggota biasa pun juga akan diberi latihan-latihan
agar mahir sesuai peranannya di PNI.
Pada kongresnya yang kedua tanggal 18-20 mei 1929 di Jakarta PNI
memutuskan akan mengadakan pelatihan-pelatihan untuk mengajarkan
sosialisme, anarkisme, komunisme, dan sebagainya. Hal itu dimaksudkan
supaya orang dapat menjunjung "nasonalisme" nya sendiri dengan sadar dan
juga dapat memisahkan dari pengaruh aliran-aliran lain.
Dengan propaganda – propaganda yang dilakukan oleh Soekarno, maka
dalam waktu yang singkat PNI telah meluas dan sangat pesat[3]. Pada akhir
tahun 1927 tercatat ada 3 cabang PNI. Selain di Bandung, terbentuk pula
cabang di Yogyakarta dan di Batavia. Pada bulan Desember dibentuk juga
sebuah panitia di Surabaya untuk persiapan pembentukan cabang baru di kota
tersebut. Puncak perkembangan PNI selama tiga tahun disertai propaganda
yang bertemakan karakter yang buruk dari penjajahan, konflik penguasa dan
dikuasai,front sawo matang melawan front sawo putih, menghilangkan
ketergantungan dan menegakan kemandirian, dan perlu membentuk "negara dalam
negara".
Pada akhir tahun 1928 sudah ada 2.787 orang yang menjadi anggota PNI
; dua pertiga dari jumlah itu terdapat di Bandung (564), Batavia (869),
Surabaya (482), dan Yogyakarta (80). Cabang – cabang lainnya terdapat di
Semarang, Pekalongan, Palembang, Makassar, dan Manado. Di beberapa tempat
kebanyakan dari anggotanya termasuk golongan kelas menengah – bawah seperti
pedagang dan pegawai perusahaan swasta.
Jelas sekali bahwa popularitas rapat –rapat umum yang diselenggarakan
PNI disebabkan oleh pengaruh Soekarno dengan pidato – pidatonya yang
menarik rakyat. Bahasa politiknya serta retoriknya benar – benar dapat
mengikat perhatian rakyat yang senantiasa penuh keasyikan mendengarkan
pidato Soekarno yang penuh semangat itu[4].
B. Menuju ke Arah Integrasi : Peranan PNI dan PPPKI
PNI dibentuk sebagai organisasi nasionalis, namun pada hakikatnya
nasionalisme yang diwujudkan itu menambah kompleksitas arena politik
Indonesia. Di samping itu, rupanya ada faktor positif yang menopang
pembentukan lembaga interaktif yang telah diidam – idamkan oleh kalangan
tertentu. Faktor tersebut adalah jumlah elite politik masih terbatas, lebih
– lebih pemimpin – pemimpinnya. Pada umumnya mereka saling mengenal
pribadi masing – masing sebagai anggota PI.
Dengan memperhatikan faktor tersebut itulah dapat secara lebih mudah
dipahami mengapa kongres PPPKI dapat diselenggarakan di Surabaya dari
tanggal 30 Agustus sampai dengan 2 September 1928. Dalam kongres
Permufakatan Perhimpunan – Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI)
itu hadir pula Tjokoroaminoto (PSI), Soekarno (PNI), Otto Subrata
(Pasundan). Dalam kongres itu Soetomo dipilih sebagai ketua Majelis
Pertimbangan, Anwari selaku sekretaris dan bendahara. Dengan demikian pusat
badan federasi pindah ke Surabaya sehingga agak jauh dari pusat – pusat
kegiatan politik, yaitu Bandung, Batavia, dan Yogyakarta. Rupanya pemilihan
itu merupakan pencerminan perbandingan politik antar organisasi yang
menempatkan tokoh moderat pada tampuk pimpinan.
Ide federasi sebagai bentuk kesatuan seperti telah direalisasikan
dalam PPPKI sejak awal mengandung benih – benih kelemahan serta keretakan.
Pertama, kepemimpinan yang dipegang oleh Soetomo beserta Anwari dapat
dipandang sebagai jalan tengah dalam artian sebagai satu cara menengahi
golongan berhaluan religius moderat di pihak lain. Meskipun tokoh itu dapat
mempertahankan keseimbangan antara kedua golongan tersebut, namun tidak
dapat dicegah bahwa loyalitas kepada organisasi sendiri tetap menduduki
tempat utama. Kedua, oleh karena hubungan antara pusat dan cabang belum
teratur maka timbulah inisiatif dan aktivitas lokal yang bermacam – macam
sehingga tidak dapat diawasi lagi oleh pusat. Ketiga, perbedaan gaya
perjuangan politik lambat laun menciptakan kesenjangan antara organisasi
- organisasi yang tergabung dalam PPPKI.
Perjuangan nasional yang dikhususkan menjadi perjuangan politik
seperti yang dijalankan oleh PNI di bawah pimpinan Soekarno semakin
memperuncing pertentangan dengan penguasa kolonial. Agitasi politiknya
semakin mengakselerasikan konflik serta ketegangan yang mengarah ke suatu
konfrontasi[5].
C. Proses Bubarnya Partai Nasional Indonesia
Pemerintah Hindia Belanda mengawasi dengan ketat perkembangan PNI
meskipun pada waktu itu gerakannya masih ada dalam taraf kewajaran. Akibat
PNI yang melalui Soekarno mampu menarik minat masyarakat dengan sangat
cepat, maka Gubernur Jendral dalam pembukaan sidang Volksraad pada tanggal
15 Mei 1928 memandang perlu memberikan peringatan kepada pemimpin –
pemimpin PNI supaya menahan diri di dalam ucapan dan propaganda. Para
pemimpin PNI tidak menghiraukan peringatan itu dan pemerintah memberikan
peringatan kedua dalam bulan Juli 1929. Pada akhir 1929 tersiar kabar yang
bersifat provokasi bahwa PNI akan mengadakan pemberontakan pada awal tahun
1930. Berdasarkan berita itu, pemerintah mengadakan penggeledahan dan
menangkap pemimpin PNI, yaitu Ir. Soekarno, Maskun, Gatot Mangkupraja, dan
Supriadinata pada tanggal 24 Desember 1929. Soekarno sendiri ditangkap
sepulang menghadiri kongres PPPKI di Surakarta[6].
PNI pun dinyatakan sebagai suatu perkumpulan yang bertujuan melakukan
kejahatan. Jadi, ada kemungkinan bahwa anggota – anggota yang masih
meneruskan PNI mengalami bahaya untuk ditangkap. Maka, atas pertimbangan
inilah pengurus besar PNI memutuskan untuk membubarkan PNI pada April 1931
untuk menyelamatkan para anggota karena ada bahaya dengan menjadi anggota
PNI.
BAB III
KESIMPULAN
Algemene Studie Club di Bandung ternyata mendorong pemimpin –
pemimpin di Bandung untuk mendirikan suatu partai politik baru yang bernama
Partai Nasional Indonesia yang didirikan tanggal 4 Juli 1927 sebagai
penjelmaan dari Algemene Studie Club. Puncak perkembangan PNI selama tiga
tahun disertai propaganda yang bertemakan karakter yang buruk dari
penjajahan, konflik penguasa dan dikuasai,front sawo matang melawan front
sawo putih, menghilangkan ketergantungan dan menegakan kemandirian, dan
perlu membentuk "negara dalam negara".
Perjuangan nasional yang dikhususkan menjadi perjuangan politik
seperti yang dijalankan oleh PNI di bawah pimpinan Soekarno semakin
memperuncing pertentangan dengan penguasa kolonial. Agitasi politiknya
semakin mengakselerasikan konflik serta ketegangan yang mengarah ke suatu
konfrontasi. Partai Nasional Indonesia akhirnya dibubarkan pada April 1931
karena ancaman penangkapan dan hukuman bagi anggota PNI.
DAFTAR PUSTAKA
Kartodirdjo, Sartono. 1990.Pengantar Sejarah Indonesia Baru : Sejarah
Pergerakan Nasional: Jilid 2. Jakarta : PT Gramedia.
Suhartono, Dr. 1994. Sejarah Pergerakan Nasional. Dari Budi Utomo sampai
Proklamasi 1908 – 1945. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset.
Tirtoprodijo, Susanto. 1962. Sedjarah Pergerakan Nasional Indonesia.
Jakarta : PT Pembangunan
-----------------------
[1] Mr Susanto Tirtoprodjo. Sedjarah Pergerakan Nasional Indonesia. 1962.
P.T. Pembangunan: Jakarta. Hal. 63
[2] Dr. Suhartono. Sejarah Pergerakan Nasional. Dari Budi Utomo Sampai
Proklamasi 1908-1945.
1994. Pustaka Pelajar Offset: Yogyakarta. Hal. 70
[3] Mr Susanto Tirtoprodjo. Sedjarah Pergerakan Nasional Indonesia. 1962.
P.T. Pembangunan: Jakarta. Hal. 64
[4] Sartono Kartodirdjo. Pengantar Sejarah Indonesia Baru. Sejarah
Pergerakan Nasional : jilid 2. 1990. PT Gramedia : Jakarta. Hal 157
[5] Sartono Kartodirdjo. Pengantar Sejarah Indonesia Baru. Sejarah
Pergerakan Nasional : jilid 2. 1990. PT Gramedia : Jakarta. Hal 158 - 159
[6] Mr Susanto Tirtoprodjo. Sedjarah Pergerakan Nasional Indonesia. 1962.
P.T. Pembangunan: Jakarta. Hal. 65