"Sejarah Perkembangan Kesuburan
Tanah Di INDONESIA"
Cerita mengenai perkembangan kesuburan tana di Indonesia berawal saat para petani di Indonesia masih menggunakan pola Tradisional dalam bertani . Pada saat itu petani bertani hanya menggunakan alat seaadanya , tanpa menggunakan pupuk dan hanya bergantung sepenuhnya pada alam , tanpa ada kesadaran para petani untuk mengeksplorasi tanah (sebagai media tanam ) , maupun mengeksplorasi tanaman yang diusahakannya . Pada masa ini juga dapat kita sebut sebagai masa sebelum "Revolusi hijau" , dimana pemerintah belum ada menggalakkan pertanian monokultur secara besar-besaran dan merata di seluruh indonesia , sehingga tanaman yang dibudidayakan oleh para petani pun cukup beragam , contohnya jenis tanaman pangan masih cukup beragam , seperti Padi , Sagu ,dan Jagung .Disamping itu karena sepenuhnya bergantung pada alam maka pada saat tersebut belum mengenal yang namanya pupuk kimia sintetik , sehingga pada masa ini kondisi Hara dalam tanah masih stabil dan tanah dapat dikategorikan kepada tanah yang subur .
Kemudian berlanjut dengan Penerapan sistem "Revolusi hijau" di Indonesia pada akhir tanun 1970an – 1980an , dari padi Sentra , Bimas , Inmas Insus , Supra Insus ,Gema Palagung ,Korporat Farming , dan Ketahanan Pangan . Teknologi genetika memicu terjadinya Revolusi Hijau (green revolution) yang sudah berjalan sejak 1960-an. Dengan adanya Revolusi Hijau ini terjadi pertambahan produksi pertanian yang berlipat ganda sehingga tercukupi bahan makanan pokok asal serealia.
Konsep Revolusi Hijau yang di Indonesia dikenal sebagai gerakan Bimas (bimbingan masyarakat) adalah program nasional untuk meningkatkan produksi pangan, khususnya swasembada beras. Tujuan tersebut dilatarbelakangi mitos bahwa beras adalah komoditas strategis baik ditinjau dari segi ekonomi, politik dan sosial. Gerakan Bimas berintikan tiga komponen pokok, yaitu penggunaan teknologi yang sering disabut Panca Usaha Tani, penerapan kebijakan harga sarana dan hasil reproduksi serta adanya dukungan kredit dan infrastruktur. Grakan ini berhasil menghantarkan Indonesia pada swasembada beras.Namun begitu Gerakan Revolusi Hijau sebagaimana telah umum diketahui di Indonesia tidak mampu untuk menghantarkan Indonesia menjadi sebuah negara yang berswasembada pangan secara tetap, tetapi hanya mampu dalam waktu lima tahun, yakni antara tahun 1984 – 1989
Pertanian revolusi hijau juga dapat disebut sebagai kegagalan karena produknya sarat kandungan residu pestisida dan sangat merusak ekosistem lingkungan dan kesuburan tanah.Pestisida telah lama diketahui menyebabkan iritasi mata dan kulit, gangguan pernapasan, penurunan daya ingat, dan pada jangka panjang menyebabkan kanker. Bahkan jika ibu hamil mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung residu pestisida, maka janin yang dikandungnya mempunyai risiko dilahirkan dalam keadaan cacat. Penggunaan pestisida juga menyebabkan terjadinya peledakan hama —suatu keadaan yang kontradiktif dengan tujuan pembuatan pestisida— karena pestisida dalam dosis berlebihan menyebabkan hama kebal dan mengakibatkan kematian musuh alami hama yang bersangkutan.Penyuluh pertanian tidak pernah menyampaikan informasi secara utuh bahwa pupuk kimia sebenarnya tidak dapat memperbaiki sifat-sifat fisika tanah, sehingga tanah menghadapi bahaya erosi. Penggunaan pupuk buatan secara terus-menerus juga akan mempercepat habisnya zat-zat organik, merusak keseimbangan zat-zat makanan di dalam tanah, sehingga menimbulkan berbagai penyakit tanaman. Akibatnya, kesuburan tanah di lahan-lahan yang menggunakan pupuk buatan dari tahun ke tahun terus menurun.
Pasca dampak Revolusi hijau , pola pertanian di Indonesia kembali Mengacu pada system tradisional alami (natural system) . para petani berusaha untuk berangsur-angsur menghilangkan pupuk kimia sintetik dari kebiasaan bertani mereka. Dampaknya cukup baik , meskipun sangat sulit , namun perlahan tapi pasti keseimbangan unsur hara pada tanah menjadi lebih baik dari sebelumnya , sehingga diversifikasi jenis tanaman dapat mungkin terjadi ( sebelumnya akibat dampak pola tanam monokultur dan pestisida berlebih mengakibatkan lahan tidak memungkinkan bagi tanaman lainya ) ,selain itu dampak baik lainya yaitu irigasi tidak tercemar ,sehingga para petani dapat hidup lebih sehat . Namun masalah tak berhenti disana , masalah yang terbesar pada masa ini adalah produksi yang diharapkan tidak tercapai , sehingga produksi tanaman pada masaa ini hanya mencukupi kebutuhan makan saja , tidak dapat memenuhi kebutuhan industri . selain itu kondisi unsur hara yang masih digolongkan pada kategori buruk pasca Revolusi hijau membuat petani terus memutar otak untuk menemukan solusi baru untuk dapat meningkatkan produksi tanaman yang diusahakanya sehingga dapat mencukupi hingga kebutuhan industri .
Mengingat kebutuhan yang belum tercukupi , kondisi tanah yang buruk , ditambah lagi lahan semakin menyempit , mengakibatkan Ekstensifikasi tidak mungkin dilaksanakan , sehingga satu-satunya langkah yang dapat diambil adalah Intensifikasi lahan budidaya tanaman yang akan diusahakan oleh petani . Intensifikasi dilakukan dengan jalan menggunakan Pupuk N,P,K , artifisial dosis tinggiterus menerus tanpa imbangan unsur hara lain , pestisida nonselektif , yang ujung-ujungnya berdampak sangat buruk bagi lingkungan termasuk kesuburan tanah , seperti pencemaran air irigasi , tanaman yang diusahakan menghasilkan produksi yang kurang baik bagi konsumennya karena pada saat budidaya diberlakukan pestisida dan herbisida secara non selektif (karena pengetahuan para petani yang masih kurang ) Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada masa ini Produktivitas tanaman dinaikan dengan jalan Intensifikasi dengan kembali mengabaikan dampak yang diakibatkanya , selain itu penyebab lainya adalah kebiasaan menggunakan pupuk dan pestisida yang salah aturan oleh para petani yang sudah menjadi hal yang wajar . Dan pada saat ini kondisi kesuburan tanah kembali memburuk pasca penambahan pupuk kimia N,P,K serta pestisida dan herbisida secara non selektif oleh para petani yang ada di Indonesia
Menanggulangi permasalahan sebelumnya, serta mencegah datangnya masalah yang lebih besar mengenai kesuburan tanah dan keseimbangan hara di dalamanya , maka muncul Paradigma baru bahwa kesuburan tanah bersifat suistainable, yaitu tanah tidak statis melainkan dinamis. Pada saat ini permasalahan mengenai kesuburan tanah tidak hanya dipandang dari sifat fisiknya saja namun juga sifat biologinya , Peran bahan organic multipurpose (ganda) digalakkan, responnya nyata terlihat, dan langkah ini dapat menjadi bahan organic kunci kesuburan tanah, serta kunci kesuburan tanah secara suistainable .
Sampai pada saat ini, Indonesia dinilai sudah memasuki fase krisis lahan dan pangan karena 75% lahan pertanian Indonesia dalam keadaan 'sekarat'.Menurut Winarno Tohir, Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), lahan pertanian di Indonesia semakin berkurang dan kualitas kesuburannya tanah kian menurun."Saat ini, kita bahkan sudah mulai masuk ke dalam fase krisis lahan dan pangan," ujarnya kemarin.Sementara itu, Guru Besar Bioteknologi Tanah IPB Iswandi Anas menjelaskan lahan produkitif di Indonesia paling tidak berkurang puluhan ribu hektare per tahun karena alih fungsi.Kondisi itu diperparah oleh penurunan kualitas kesuburan tanah yang disebabkan pemakaian pupuk kimia berkonsentrasi tinggi dan dengan dosis tinggi dalam kurun waktu yang panjang dan terus menerus tanpa menggunakan pupuk organik." yang menjadikan tanah kita sakit, hampir 75% lahan tanah kita di Indonesia sudah kritis," kata Iswandi.Winarno menambahkan di Pulau Jawa tinggal 3,5 juta hektare lahan yang masih produktif. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik luas panen pada saat musim hujan pada tahun 2011 tidak lebih dari 6,2 juta ha."Jika dibagi dengan jumlah penduduuk Indonesia sekitar 250 juta jiwa, sangat kecil sekali tanah produktif kita," ujarnya.
Keprihatinan turunnya kondisi lahan produktif mengancam keberlanjutan usaha pertanian dan krisis pangan nasional. Dia menambahkan lahan sudah tidak mungkin diperluas, kualitas tanah juga semakin menurun, peningkatan penduduk meningkatJika tidak ditanggulangi dengan cepat, tambahnya, jelas kesediaan pangan pada akhirnya akan mengalami krisis. "Lihat saja, per tahun 2011, jumlah impor pangan kita mencapai 2,1 juta Ton, Menandakan ketersediaan produksi kita sangat memprihatinkan sekali sehingga harus impor pangan," lanjutnya. Demi meningkatkan kualitas kesuburan tanah, Iswandi menjelaskan pentingnya menggunakan bahan organik dan memberikan pendidikan kepada petani untuk menggunakan pupuk organik."Pupuk organik adalah solusi dalam krisis pangan ini, Kalau tanahnya bisa di upayakan menjadi subur kembali, tentu peningkatan produksi juga dapat meningkat, pupuk organik sangat baik untuk memperbaiki sifat fisik, sifat kimia dan sifat biologi tanah. "KTNA yang merupakan paguyuban petani ini sudah menyadari akan terjadinya krisis lahan dan pangan sejak lama. "Kami sudah memprediksi akan seperti ini. KTNA sudah mengupayakan langkah untuk menanggulangi hal ini salah satunya kami menggunakan pupuk organik untuk mengingkatkan kualitas kesuburan tanah dan juga mengirimkan petani kami ke Thailand untuk mendapat pendidikan, " tutur Wirnarno.Iswandi memandang kebijakan pemerintah sudah berjalan baik dengan mulai mengampanyekan dan menyubsidi penggunaan organik dan di samping pupuk kimia. "Tetapi tentu harus menggunakan pupuk organik yang berkualitas, sehingga dapat menjaga kepercayaan para petani karna terbukti menyuburkan tanah dan meningkatkan produksi."
TUGAS
KESUBURAN TANAH DAN PEMUPUKAN
"Sejarah Perkembangan Kesuburan Tanah Di INDONESIA"
Oleh :
DICKY ADITAMA PUTRA
( 1510211007 )
KELAS A
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2016