RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR … TAHUN … TENTANG EKSTRADISI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
a. bahwa pembangunan hukum nasional nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 harus dapat mendukung dan menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran; b. bahwa untuk kepentingan nasional perlu dikembangkan dan ditingkatkan persahabatan dan kerja sama luar negeri baik bilateral maupun multilateral guna mewujudkan tatanan dunia baru berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial; c. bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya di bidang transportasi, komunikasi, dan informasi memberikan peluang lebih besar terhadap pelaku tindak pidana untuk meloloskan diri dari penyidikan, penuntutan, proses persidangan, dan pelaksanaan hukuman dari Negara tempat tindak pidana dilakukan, sedangkan disisi lain aparat penegak hukum mempunyai kewenangan terbatas hanya pada wilayah yurisdiksi negaranya, sehingga perlu diatur suatu dasar hukum penyerahan pelaku tindak pidana dari Negara Peminta kepada Negara Diminta; d. bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum dalam masyarakat; e. berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Ekstradisi;
Mengingat : Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan
:
UNDANG-UNDANG TENTANG EKSTRADISI.
2
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Ekstradisi adalah keputusan untuk penyerahan seseorang atau beberapa orang tersangka, terdakwa, atau terpidana pelaku kejahatan di Negara Peminta yang melarikan diri ke Negara Diminta, untuk menjalani proses penuntutan atau pelaksanaan hukuman pidana di Negara Peminta, atas perbuatan tindak pidana yang dilakukan di jurisdiksi Negara Peminta atau karena adanya kewenangan oleh jurisdiksi Negara Peminta. 2. Tersangka adalah seseorang atau beberapa orang pelaku kejahatan yang akan menjalani proses penuntutan di Negara yang berwenang untuk melakukan penuntutan atas perbuatan kejahatan, dimana proses penuntutan telah sesuai dengan ketentuan hukum acara di Negara yang berwenang tersebut. 3. Terpidana adalah seseorang atau beberapa orang pelaku kejahatan yang akan menjalani hukuman di Negara yang berwenang untuk melaksanakan eksekusi hukuman penjara, sesuai dengan keputusan lembaga peradilan. 4. Negara Peminta adalah Negara yang mengajukan permintaan Ekstradisi dengan memenuhi persyaratan hukum di Negara Diminta. 5. Negara Diminta adalah Negara yang menerima permintaan Ekstradisi dari Negara Peminta, dimana permintaan tersebut wajib memenuhi persyaratan hukum di Negara yang menerima permintaan. 6. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia. 7. Jaksa Agung adalah pimpinan dan penanggung jawab tertinggi kejaksaan yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, dan wewenang kejaksaan. 8. Kapolri atau Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pimpinan dan penanggung jawab tertinggi institusi kepolisian yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, dan wewenang kepolisian. 9. Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang selanjutnya disingkat KPK adalah lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002. 10. Menteri Luar Negeri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri.
BAB II PRINSIP EKSTRADISI Bagian Kesatu Umum Pasal 2 Undang-Undang ini bertujuan memberikan dasar hukum bagi Pemerintah Republik Indonesia dalam meminta dan/atau memberikan ekstradisi bagi
3
tersangka atau terpidana yang melarikan diri serta menjadi pedoman dalam membuat perjanjian ekstradisi dengan negara asing.
(1) (2) (3)
(1)
(2)
(3)
Pasal 3 Ekstradisi dilaksanakan berdasarkan perjanjian ekstradisi. Ekstradisi dapat juga dilaksanakan berdasarkan konvensi internasional dimana Pemerintah Republik Indonesia telah mengesahkannya. Dalam hal belum ada perjanjian, maka Ekstradisi dapat dipertimbangkan untuk diterima jika terdapat jaminan resiprositas dari Negara Peminta. Pasal 4 Dalam hal permintaan ekstradisi kepada Pemerintah Republik Indonesia dilaksanakan berdasarkan Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3), maka surat permintaan dari Negara Peminta harus mencantumkan pernyataan khusus yang menjamin bahwa orang yang dimintakan ekstradisi tidak akan ditahan, dituntut, diadili, atau dipidana dengan ketentuan pidana lain selain ketentuan tindak pidana yang mendasari permintaan ekstradisi. Negara Peminta wajib meminta persetujuan kepada Menteri untuk menuntut seseorang yang telah diekstradisikan dengan ketentuan pidana lain selain ketentuan tindak pidana yang mendasari permintaan ekstradisi. Dalam hal permintaan ekstradisi dari Pemerintah Republik Indonesia dilaksanakan berdasarkan Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3), permohonan harus mencantumkan pernyataan khusus dari Kapolri, Jaksa Agung, atau Pimpinan KPK yang menjamin bahwa orang yang dimintakan ekstradisi tidak akan ditahan, dituntut, diadili, atau dipidana dengan ketentuan pidana lain selain ketentuan tindak pidana yang mendasari permintaan ekstradisi.
Pasal 5 (1) Ekstradisi dilakukan untuk suatu tindak pidana yang dapat diekstradisikan, yaitu perbuatan tindak pidana yang melanggar ketentuan hukum pidana di Indonesia dan di Negara Peminta yang dapat dihukum dengan ancaman pidana penjara tidak kurang dari 24 bulan atau ancaman pidana yang lebih berat. (2) Termasuk dalam pengertian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka perbuatan perbantuan, atau penganjuran yang dilakukan sebelum atau sesudah perbuatan dilakukan, atau percobaan atau permufakatan untuk melakukan tindak pidana juga dapat diekstradisikan. (3) Dalam menentukan apakah suatu tindak pidana merupakan tindak pidana yang dapat dihukum berdasarkan hukum di Republik Indonesia dan di Negara Peminta maka tidak menjadi masalah apakah di Republik Indonesia dan di Negara Peminta menempatkan tindak pidana dalam kategori tindak pidana yang sama atau mendefinisikan tindak pidana dengan terminologi yang sama.
4
Bagian Kedua Penolakan dan Penundaan Ekstradisi Pasal 6 Permintaan ekstradisi terhadap warga negara Republik Indonesia ditolak.
(1)
(2)
(3) (4)
(5)
(1)
Pasal 7 Menteri tetap dapat memutuskan ekstradisi terhadap Warga Negara Republik Indonesia jika berdasarkan pertimbangan bahwa pada saat tindak pidana dilakukan orang tersebut belum menjadi Warga Negara Indonesia. Menteri juga dapat memutuskan ekstradisi terhadap warga negara Republik Indonesia jika berdasarkan pertimbangan apabila orang yang bersangkutan karena keadaan lebih baik diadili atau menjalani hukuman di tempat dilakukannya kejahatan. Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus diberikan sebagai proses awal setelah permintaan ekstradisi diterima. Sebelum memberikan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Menteri harus meminta pendapat dari Kapolri, Jaksa Agung, Menteri Luar Negeri, Ketua Mahkamah Agung atau Pimpinan KPK untuk kasus tindak pidana korupsi. Menteri sewaktu-waktu dapat menarik kembali keputusan untuk mengekstradisi Warga Negara Republik Indonesia sebelum proses penyerahan dilakukan jika kepentingan hukum di Indonesia menghendakinya. Pasal 8 Permintaan ekstradisi kepada Pemerintah Republik Indonesia ditolak: a. apabila orang yang dimintakan sedang diperlukan dalam proses hukum pidana di Indonesia; b. apabila terhadap perbuatan kejahatan yang mendasari permintaan terkait dengan ketentuan tindak pidana politik atau terkait dengan latar belakang politik, kecuali tindak pidana pembunuhan atau percobaan pembunuhan terhadap kepala negara atau anggotakeluarganya serta terkait dengan kejahatan terorisme; c. apabila terhadap perbuatan kejahatan yang mendasari permintaan terkait dengan tindak pidana militer; d. apabila terdapat dugaan yang cukup kuat, bahwa orang yang dimintakan ekstradisi akan dituntut atau dipidana karena alasan diskriminasi yang berkaitan dengan agama, keyakinan, kewarganegaraan, ras, etnis, warna kulit, atau jenis kelamin; e. apabila terhadap orang yang dimintakan untuk diekstradisi terdapat dugaan yang cukup kuat bahwa proses penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, atau atas putusan peradilan atas tindak pidana yang mendasari permintaan ekstradisi sudah pernah dibebaskan, diberi pengampunan, atau telah selesai menjalani pemidanaan di Negara Peminta atau di negara lain; f. apabila terhadap perbuatan kejahatan yang mendasari permintaan, setelah melalui proses pertimbangan dan konsultasi dengan Negara
5
(2)
(1)
(2)
(3)
Peminta, diperoleh kesimpulan bahwa perbuatan tersebut bukan merupakan perbuatan tindak pidana di Indonesia. g. apabila menurut hukum di Negara Peminta, hak untuk menuntut atau hak untuk melaksanakan putusan pidana telah daluwarsa di Negara Peminta. h. Permintaan ekstradisi ditolak apabila orang yang dimintakan ekstradisi akan diserahkan kepada Negara ketiga untuk tindak pidana lain yang dilakukan sebelum adanya permintaan ekstradisi. Permintaan ekstradisi kepada Pemerintah Republik Indonesia dapat ditolak: a. apabila tindak pidana yang dimintakan ekstradisi, diancam dengan pidana mati menurut hukum Negara Peminta kecuali terdapat jaminan bahwa pidana mati tidak diterapkan atau dilaksanakan; b. apabila tindak pidana yang dituduhkan sebagian atau seluruhnya dilakukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia, kecuali tindak pidana yang bersifat lintas negara terorganisir. c. apabila Negara Peminta tidak dapat menyampaikan asli atau salinan otentik dokumen permintaan ekstradisi. Pasal 9 Dalam hal permintaan ekstradisi kepada Pemerintah Republik Indonesia, maka Pemerintah Republik Indonesia dapat menunda penyerahan seseorang yang akan diekstradisikan apabila orang yang akan diminta diperlukan untuk proses pemeriksaan, penuntutan, atau pemeriksaan di pengadilan di Indonesia; Dalam hal permintaan ekstradisi kepada Pemerintah Republik Indonesia, maka Pemerintah Republik Indonesia wajib menunda penyerahan seseorang yang akan diekstradisikan apabila orang tersebut sedang diperiksa atau diadili atau sedang menjalani pidana untuk perbuatan tindak pidana lain yang dilakukan di Indonesia. Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak menunda proses permintaan ekstradisi seseorang hingga keputusan ekstradisi diberikan. Bagian Ketiga Otoritas Pusat
(1) (2) (3)
Pasal 10 Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia bertindak sebagai Otoritas Pusat dalam proses ekstradisi di Indonesia. Sebagai Otoritas Pusat, Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menunjuk atau membentuk unit pelaksana teknis Otoritas Pusat. Tata cara prosedur teknis ekstradisi lebih lanjut di unit Otoritas Pusat ditetapkan melalui Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
6
BAB III PENAHANAN SEMENTARA Bagian Kesatu Umum
(1)
(2)
(3)
Pasal 11 Negara asing dapat meminta penahanan sementara terhadap seseorang terlebih dahulu kepada Pemerintah Republik Indonesia atas dasar alasan yang mendesak jika penahanan itu tidak bertentangan dengan hukum Negara Republik Indonesia. Negara asing dalam pengajuan permintaan penahanan sementara harus secara jelas mencantumkan pernyataan yang mendasari alasan mendesak dan dokumen Permintaan Ekstradisi sudah tersedia dan bahwa negara tersebut segera dalam waktu yang telah ditentukan akan menyampaikan permintaan ekstradisi. Batas waktu kewajiban untuk penyampaian permintaan ekstradisi setelah pengajuan penahanan sementara akan ditentukan: a. sesuai batas waktu yang ditentukan dalam perjanjian ekstradisi; b. sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, dalam hal tidak terdapat perjanjian ekstradisi yang mengatur tentang penahanan sementara. Bagian Kedua Prosedur Penahanan Sementara
(1) (2)
(3)
(1)
(2)
(3)
Pasal 12 Permintaan penahanan sementara harus diajukan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang di Negara Asing. Surat permintaan penahanan sementara disampaikan secara langsung atau melalui saluran diplomatik kepada Interpol Indonesia dan/atau Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Penyampaian surat permintaan penahanan sementara kepada pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui media komunikasi elektronik, faksimili, pos, atau telegram. Pasal 13 Setelah menerima permintaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Interpol Indonesia dan/atau Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia segera melakukan langkah koordinasi kepada Menteri dan Jaksa Agung. Menteri dan Jaksa Agung paling lama 2 (dua) hari harus memberikan pertimbangan atas dapat atau tidaknya penahanan sementara dilakukan. Jika pertimbangan dari Menteri dan Jaksa Agung menyetujui penahanan sementara, maka Interpol Indonesia dan/atau Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia segera melakukan penangkapan dan penahanan atas orang yang dimintakan tersebut.
7
(4)
(1)
(2)
(3)
Pengeluaran surat perintah untuk menangkap dan atau menahan orang yang bersangkutan dilakukan berdasarkan ketentuan yang terkait dalam Hukum Acara Pidana Indonesia. Pasal 14 Setelah melakukan penahanan sementara, maka Interpol Indonesia dan/atau Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia segera memberitahukan kepada Negara Asing secara langsung atau melalui saluran diplomatik. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mencantumkan waktu dimulainya penahananan dan batas waktu kewenangan penahanan sementara untuk pengajuan permintaan ekstradisi. Selain pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Interpol Indonesia dan/atau Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia harus juga menyampaikan pemberitahuan kepada Menteri dan Jaksa Agung.
Pasal 15 Apabila dalam batas waktu yang telah ditentukan permintaan ekstradisi tidak diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, terhadap orang yang telah ditahan berdasarkan permintaan penahanan sementara harus dilepaskan demi hukum.
BAB IV PERMINTAAN EKSTRADISI KEPADA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA Bagian Kesatu Permintaan
(1) (2)
(1) (2)
Pasal 16 Negara asing dapat mengajukan permintaan ekstradisi kepada Pemerintah Republik Indonesia. Permintaan ekstradisi dari Negara Peminta kepada Pemerintah Republik Indonesia tunduk pada Undang-Undang ini dan ketentuan hukum lainnya di Indonesia. Pasal 17 Permintaan ekstradisi kepada Pemerintah Republik Indonesia harus disampaikan melalui saluran diplomatik. Dalam hal permintaan berdasarkan perjanjian dan/atau berdasarkan konvensi internasional dimana Pemerintah Republik Indonesia telah mengesahkannya, maka saluran diplomatik dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari meneruskan permintaan ekstradisi kepada Menteri.
8
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Pasal 18 Dalam hal tidak ada perjanjian ekstradisi antara Pemerintah Republik Indonesia dan Negara Peminta, saluran diplomatik menyampaikan permintaan ekstradisi kepada Menteri. Setelah menerima permintaan ekstradisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri harus terlebih dahulu meminta pertimbangan Menteri Luar Negeri dan Jaksa Agung. Setelah menerima pertimbangan dari Menteri Luar Negeri dan Jaksa Agung, Menteri dapat menyetujui atau tidak menyetujui permintaan ekstradisi. Dalam hal Menteri menyetujui permintaan ekstradisi tanpa perjanjian, Menteri menugaskan unit otoritas pusat untuk memproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Dalam hal Menteri tidak menyetujui permintaan ekstradisi tanpa perjanjian, Menteri menugaskan unit otoritas pusat untuk memberitahukan Negara Peminta melalui saluran diplomatik.
Pasal 19 Dalam hal permintaan ekstradisi tanpa perjanjian tidak disetujui sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Menteri dapat memberikan alasan permintaan ekstradisi tidak disetujui. Pasal 20 Menteri harus melaporkan kepada Presiden Republik Indonesia terhadap persetujuan atas permintaan ekstradisi tanpa perjanjian. Pasal 21 Jika permintaan ekstradisi tanpa perjanjian tidak disetujui dan penahanan telah dilakukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, maka terhadap orang yang telah dilakukan penahanan harus dibebaskan. Bagian Kedua Persyaratan
(1)
(2) (3)
(4)
Pasal 22 Surat permintaan ekstradisi harus diajukan secara tertulis disertai lampiran-lampiran persyaratan serta ditujukan kepada Otoritas Pusat di Republik Indonesia. Negara Peminta harus menyampaikan asli atau salinan otentik dokumen permintaan ekstradisi. Negara Peminta dapat menyampaikan terlebih dahulu salinan dokumen permintaan ekstradisi kepada saluran diplomatik untuk ditindaklanjuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dengan jaminan bahwa dalam waktu paling lama 15 (lima belas) hari dokumen asli atau salinan otentik segera disampaikan. Dalam hal dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum disampaikan dalam waktu yang ditentukan, maka Otoritas Pusat dapat mempertimbangkan untuk perpanjangan batas waktu paling lama 15 (lima belas) hari.
9
(5)
(1)
(2)
(3)
(4)
Jika dalam batas waktu yang ditentukan beserta perpanjangannya dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum disampaikan maka Otoritas Pusat dapat menolak permintaan ekstradisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf c. Pasal 23 Surat permintaan ekstradisi harus mencantumkan paling sedikit pernyataan dari pejabat yang berwenang di Negara Peminta atau dari Otoritas Pusat Negara Peminta tentang: a. tingkat pemeriksaan atau proses hukum di Negara Peminta; b. nama institusi yang berwenang dalam pemeriksaan atau proses hukum di Negara Peminta; c. dokumen yang mendasari penahanan dan penuntutan di Negara Peminta disertai ketentuan hukum yang mendasarinya; d. uraian tindak pidana yang dimintakan ekstradisi, dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana dilakukan dengan disertai bukti tertulis yang diperlukan; e. hukuman maksimal yang dapat diterapkan sesuai dengan ketentuan pidana yang mendasari permintaan; f. pembatasan pemberlakuan ketentuan hukum di Negara Peminta; g. keterangan mengenai dasar dan/atau alasan dugaan keberadaan orang yang dicari di wilayah Republik Indonesia; h. jaminan bahwa orang yang dimintakan ekstradisi tidak akan ditahan, dituntut, atau dipidana karena melakukan tindak pidana lain daripada tindak pidana yang dimintakan ekstradisi. i. nama pejabat penghubung di Negara Peminta. Surat permintaan ekstradisi harus melampirkan dokumen: a. keterangan pendukung menganai identitas dan kewarganegaraan orang yang dicari; b. teks ketentuan hukum dari Negara Peminta yang dilanggar atau yang akan diterapkan. Surat permintaan ekstradisi bagi tersangka atau terdakwa harus melampirkan: a. dokumen asli atau salinan otentik surat perintah penahanan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang di Negara Peminta. b. jika ada, dapat melampirkan dokumen keterangan saksi di bawah sumpah mengenai pengetahuannya tentang tindak pidana yang dilakukan. Surat permintaan ekstradisi bagi terpidana harus melampirkan dokumen lembaran asli atau salinan otentik putusan pengadilan mengenai pemidanaan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pasal 24 Surat permintaan ekstradisi beserta lampiran persyaratan pendukung harus disampaikan dalam satu kesatuan yang disertifikasi dan/atau diotentikasi oleh pejabat yang berwenang di Negara Peminta.
10
Bagian Ketiga Proses Ekstradisi Pasal 25 Setelah menerima surat permintaan ekstradisi beserta lampiran persyaratan pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Otoritas Pusat paling lama 7 (tujuh) hari segera menyampaikan pemberitahuan dan/atau informasi yang diperlukan kepada Negara Peminta.
(1) (2)
(3)
(4)
Pasal 26 Surat permintaan ekstradisi beserta lampiran persyaratan pendukung harus diperiksa dan/atau dianalisa oleh Otoritas Pusat. Jika surat permintaan ekstradisi belum memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 atau syarat lain yang ditetapkan dalam perjanjian, Otoritas Pusat secara langsung atau saluran diplomatik dapat memberitahukan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang di Negara Peminta. Kepada pejabat Negara Peminta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kesempatan untuk melengkapi persyaratan dalam jangka waktu yang dipandang cukup oleh Otoritas Pusat. Jika dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Negara Peminta tidak melengkapi persyaratan permintaan ekstradisi, maka surat permintaan ekstradisi dikembalikan kepada Negara Peminta melalui saluran diplomatik.
Pasal 27 Terhadap surat permintaan ekstradisi yang telah dikembalikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (4), Negara Peminta dapat menyampaikan kembali surat permintaan ekstradisi untuk kasus yang sama dengan persyaratan yang telah dipenuhi. Pasal 28 Terhadap orang yang telah dilakukan penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan persyaratan permintaan ekstradisi tidak dapat dipenuhi hingga batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3), terhadap orang tersebut harus segera dibebaskan dari tahanan.
(1)
(2)
Pasal 29 Dalam hal permintaan ekstradisi telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24, maka Otoritas Pusat menyerahkan kesimpulan dan analisa kepada Menteri untuk mendapat persetujuan proses tindak lanjut. Berdasarkan kesimpulan dan analisa Otoritas Pusat, Menteri menyampaikan surat persetujuan proses tindak lanjut kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan/atau Jaksa Agung Republik Indonesia dan/atau Pimpinan KPK sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
11
(1)
(2)
Pasal 30 Menyimpang dari ketentuan masa penahanan sebagaimana ditentukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, terhadap pelaku tindak pidana yang permintaan ekstradisinya telah memenuhi syarat dilakukan penahanan sampai dengan diperolehnya keputusan. Prosedur administratif penahanan dan jenis-jenis penahanan terhadap pelaku tindak pidana yang permintaan ekstradisinya telah memenuhi syarat dilakukan sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Bagian Keempat Proses Hukum
(1)
(2)
(3)
Pasal 31 Setelah menerima surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2), Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau Penyidik KPK melakukan langkah pencarian, penangkapan, dan penahanan terhadap orang yang dimintakan ekstradisinya. Apabila penahanan telah dilakukan, Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau Penyidik KPK mengadakan pemeriksaan terhadap orang tersebut atas dasar keterangan atau bukti dari Negara Peminta paling lama 14 (empat belas) hari. Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicatat dalam berita acara dan diserahkan kepada Kejaksaan Negara Republik Indonesia setempat paling lama 7 (tujuh) hari setelah pemeriksaan.
Pasal 32 Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau Penyidik KPK wajib memberitahukan Otoritas Pusat terhadap penahanan yang telah dilakukan untuk selanjutnya Otoritas Pusat menyampaikan pemberitahuan resmi tentang penahanan tersebut kepada Negara Peminta. Pasal 33 (1) Setelah menerima berita acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3), Kejaksaan Negara Republik Indonesia melakukan pemeriksaan paling lama 60 (enam puluh) hari (2) Kejaksaan Negara Republik Indonesia dapat meminta Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau Penyidik KPK untuk menyempurnakan berita acara ekstradisi. (3) Jika diperlukan, Kejaksaan Negara Republik Indonesia dapat meminta informasi tambahan kepada Otoritas Pusat untuk selanjutnya disampaikan kepada Negara Peminta.
(1)
Pasal 34 Kejaksaan Negara Republik Indonesia dengan mengemukakan alasan secara tertulis mengajukan permintaan kepada Pengadilan Negeri untuk memeriksa permintaan ekstradisi beserta kelengkapan dokumen yang diajukan oleh Negara Peminta, untuk memberikan penetapan dapat atau tidaknya orang yang diminta tersebut diekstradisikan.
12
(2)
(3)
(1)
(2)
Pengadilan Negeri wajib menetapkan hari sidang pemeriksaan paling lama 14 (empat belas) hari setelah menerima surat permintaan dari Kejaksaan Negara Republik Indonesia. Pengadilan Negeri wajib memberikan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal penetapan hari sidang. Pasal 35 Apabila penahanan dilakukan oleh Kejaksaan, maka setelah menerima permintaan surat ekstradisi, Kejaksaan mengadakan pemeriksaan terhadap orang tersebut atas dasar keterangan atau bukti dari Negara Peminta paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal surat permintaan ekstradisi diterima. Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dalam berita acara dan diserahkan kepada Pengadilan setempat untuk memeriksa permintaan ekstradisi beserta kelengkapan dokumen yang diajukan oleh Negara Peminta, untuk memberikan penetapan dapat atau tidaknya orang yang diminta tersebut diekstradisikan paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal penetapan hari sidang.
Pasal 36 Pemeriksaan terhadap permintaan ekstradisi beserta kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dan Pasal 35 harus didahulukan dari perkara lainnya.
(1) (2)
(3)
(4)
Pasal 37 Pada hari sidang, orang yang dimintakan ekstradisi harus menghadap ke sidang pengadilan negeri. Kejakasaan menyampaikan surat panggilan kepada orang yang dimintakan ekstradisi untuk menghadap pengadilan negeri pada hari sidang dan surat panggilan tersebut harus sudah diterima oleh orang yang bersangkutan paling lama 3 (tiga) hari sebelum hari sidang. Pemeriksaan oleh pengadilan negeri dilakukan dalam sidang terbuka, kecuali apabila ketua sidang menganggap perlu dilakukan sidang tertutup. Jaksa menghadiri sidang dan memberikan pendapatnya.
Pasal 38 Dalam sidang terbuka pengadilan negeri memeriksa apakah: a. identitas dan kewarganegaraan orang yang dimintakan ekstradisi itu sesuai dengan keterangan dan bukti-bukti yang diajukan oleh Negara Peminta; b. tindak pidana yang dimaksud merupakan tindak pidana yang dapat di ekstradisikan dan bukan merupakan tindak pidana politik atau tindak pidana militer; c. hak penuntutan atau hak melaksanakan putusan pengadilan sudah atau belum kadaluwarsa;
13
d.
e. f.
tindak pidana yang dilakukan oleh orang yang dimintakan ekstradisi telah atau belum dijatuhkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. tindak pidana tersebut diancam dengan pidana mati di Negara Peminta, sedangkan di Indonesia tidak diancam dengan pidana mati; dan orang yang dimintakan ekstradisi itu sedang diperiksa di Indonesia atas tindak pidana yang sama.
Pasal 39 Dari hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 pengadilan negeri menetapkan dapat atau tidaknya orang tersebut diekstradisikan. Pasal 40 Penetapan Pengadilan Negeri harus mencantumkan keterangan bahwa seorang yang dapat atau tidak dapat diekstradisikan harus tetap ditahan sampai dengan keputusan terhadap ekstradisinya diperoleh.
(1)
(2)
Pasal 41 Dalam penetapannya mengenai permintaan ekstradisi, Pengadilan Negeri menetapkan pula barang yang diserahkan kepada Negara Peminta dan dikembalikan kepada orang yang bersangkutan. Pengadilan Negeri dapat menetapakan bahwa barang tertentu hanya diserahkan kepada Negara Peminta dengan syarat bahwa barang tersebut segera akan dikembalikan sesudah selesai digunakan.
Pasal 42 Salinan Otentik Penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 disampaikan oleh Pengadilan Negeri kepada Kejaksaan Negara Republik Indonesia dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal penetapan.
(1)
(2)
Pasal 43 Setelah menerima Salinan Otentik Penetapan Pengadilan, untuk selanjutnya Kejaksaan Negara Republik Indonesia menyampaikan kepada Jaksa Agung Republik Indonesia dan/atau Pimpinan KPK paling lama 14 (empat belas) hari. Setelah menerima Salinan Otentik Penetapan Pengadilan, Jaksa Agung Republik Indonesia dan/atau Pimpinan KPK menyerahkan Salinan Otentik Penetapan Pengadilan tersebut kepada Menteri disertai pertimbangannya paling lama 30 (tiga puluh) hari. Bagian Kelima Keputusan Ekstradisi
(1)
Pasal 44 Setelah menerima penetapan Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2), Menteri segera menyampaikan surat permohonan bahan pertimbangan keputusan Presiden Republik Indonesia kepada Kapolri dan Menteri Luar Negeri.
14
(2)
Bahan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan Menteri paling lama 30 (tiga puluh) hari.
Pasal 45 Menteri menyampaikan Salinan Otentik Penetapan Pengadilan beserta pertimbangan dan melampirkan surat pertimbangan dari pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 kepada Presiden Republik Indonesia untuk memperoleh keputusan.
(1)
(2)
(3)
Pasal 46 Presiden Republik Indonesia berwenang untuk mengeluarkan Keputusan Presiden tentang Permintaan Ekstradisi kepada Republik Indonesia. Setelah menerima penetapan Pengadilan beserta pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, Presiden memutuskan dapat tidaknya seseorang diekstradisikan. Keputusan Presiden mengenai dikabulkan atau ditolaknya permintaan ekstradisi dilaksanakan oleh Menteri.
Pasal 47 (1) Setelah menerima Keputusan Presiden, Menteri menyampaikan pemberitahuan resmi kepada Negara Peminta melalui saluran diplomatik dan kepada orang yang diekstradisikan tentang keputusan ekstradisi tersebut. (2) Selain pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri juga menyampaikan pemberitahuan resmi kepada Kapolri, Jaksa Agung Republik Indonesia, Menteri Luar Negeri, dan/atau Pimpinan KPK. (3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari. Pasal 48 Jika Keputusan Presiden Republik Indonesia menolak permintaan ekstradisi, terhadap orang yang dimintakan ekstradisinya harus dilepaskan dari tahanan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia paling lama 7 (tujuh) hari setelah pemberitahuan resmi diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3).
BAB V PERMINTAAN EKSTRADISI DARI PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA Bagian Kesatu Permintaan
(1)
Apabila seseorang menjalani pidana diekstradisikan di diduga berada di
Pasal 49 disangka melakukan sesuatu kejahatan atau harus karena melakukan sesuatu kejahatan yang dapat dalam yurisdiksi Negara Republik Indonesia dan negara asing, atas permohonan Kapolri dan/atau
15
Jaksa Agung Republik Indonesia, Menteri atas nama Presiden dapat meminta ekstradisi orang tersebut. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat diajukan oleh Pimpinan KPK terkait dengan tindak pidana korupsi. (3) Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diajukannya melalui saluran diplomatik.
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Pasal 50 Surat permohonan untuk permintaan ekstradisi harus diajukan secara tertulis disertai lampiran persyaratan serta ditujukan kepada Menteri dan disampaikan kepada Otoritas Pusat di Republik Indonesia. Surat permohonan permintaan ekstradisi beserta lampiran persyaratan pendukung harus diperiksa dan/atau dianalisa terlebih dahulu oleh Otoritas Pusat di Republik Indonesia. Jika surat permintaan ekstradisi belum memenuhi persyaratan sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini, perjanjian, dan/atau ketentuan hukum lainnya di Negara Diminta Otoritas Pusat segera memberitahukan pemberitahuan kepada instansi pemohon. Kepada instansi pemohon dalam hal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan kesempatan untuk melengkapi persyaratan dalam jangka waktu yang dipandang cukup oleh Otoritas Pusat. Jika dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) instansi pemohon tidak melengkapi persyaratan permintaan ekstradisi, surat permintaan ekstradisi dikembalikan kepada instansi pemohon untuk dilengkapi kemudian. Bagian Kedua Persyaratan
(1)
(2)
Pasal 51 Surat permohonan untuk pengajuan permintaan ekstradisi harus mencantumkan paling sedikit pernyataan dari pejabat yang berwenang di Republik Indonesia yang menerangkan tentang: a. tingkat pemeriksaan atau proses hukum yang sedang dilakukan; b. ringkasan perbuatan tindak pidana; c. ketentuan pidana dalam peraturan perundang-undangan yang mendasari permintaan; d. nama Negara Diminta dan dasar dan/atau alasan dugaan keberadaan orang yang dicari di wilayah Negara Diminta; e. tempat dilakukannya proses penuntutan atau pelaksanaan hukuman pidana terhadap orang yang dimintakan ekstradisinya. f. nama pejabat penghubung yang ditunjuk. Surat permohonan harus melampirkan dokumen terkait: a. keterangan pendukung menganai identitas dan kewarganegaraan orang yang dicari; b. uraian tindak pidana yang dimintakan ekstradisi, dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana dilakukan dengan disertai bukti tertulis yang diperlukan;
16
(3)
(5)
Surat permintaan ekstradisi bagi tersangka atau terdakwa harus melampirkan dokumen asli atau salinan otentik: a. surat perintah penangkapan dan penahanan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang di Republik Indonesia; b. surat pernyataan dari pejabat yang akan melakukan penuntutan (Dokumen P-21). Surat permintaan ekstradisi bagi terpidana harus melampirkan dokumen lembaran asli atau salinan otentik putusan pengadilan di Republik Indonesia mengenai pemidanaan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pasal 52 Proses hukum terkait permohonan ekstradisi kepada Negara Diminta tunduk pada ketentuan hukum lainnya di Negara Diminta.
BAB VI EKSTRADISI SEDERHANA
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6) (7)
(1) (2)
Pasal 53 Dalam hal terdapat permintaan ekstradisi dari Negara Peminta dan orang yang diminta bersedia dengan sukarela untuk diekstradisi, maka ekstradisi dilaksanakan dengan prosedur sederhana. Prosedur sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan bahwa yang bersangkutan atau kuasa hukumnya mengajukan permohonan kepada Menteri dengan melampirkan surat pernyataan kesediaan untuk diekstradisikan ke Negara Peminta tanpa paksaaan dari pihak manapun yang dibuat di atas kertas bermaterai. Salinan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan juga kepada Menteri Luar Negeri, Jaksa Agung, dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia seta perwakilan negaranya di Indonesia. Menteri memutuskan permohonan ekstradisi sederhana dikabulkan atau ditolak setelah memperhatikan pertimbangan Menteri Luar Negeri, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Keputusan Menteri disampaikan Negara Peminta, dan salinannya disampaikan pemohon atau kuasanya, Menteri Luar Negeri, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Proses penyerahan orang yang akan diekstradisikan berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46. Dalam hal permohonan proses ekstradisi sederhana ditolak, berlaku ekstradisi sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini. Pasal 54 Pemerintah Republik Indonesia dapat menerapkan prosedur ekstradisi sederhana berdasarkan perjanjian bilateral ekstradisi. Permintaan ekstradisi sederhana harus diajukan setelah surat permintaan ekstradisi diterima oleh Negara Diminta melalui saluran diplomatik.
17
(3)
(1)
(2)
(3)
(1)
(2)
(3)
(4)
(1) (2)
(1)
(2)
Prosedur ekstradisi sederhana kepada Negara Diminta tunduk pada ketentuan hukum di Negara Diminta. Pasal 55 Apabila orang yang dicari menyatakan kesediaan untuk segera diekstradisikan kepada Negara Diminta, Pemerintah Republik Indonesia dapat segera melakukan prosedur ekstradisi sederhana. Prosedur ekstradisi sederhana kepada Republik Indonesia harus dilakukan langkah-langkah sesuai dengan Undang-Undang ini untuk mempercepat keputusan dan penyerahan orang yang dicari tersebut. Prosedur ekstradisi sederhana kepada Negara Diminta tunduk pada ketentuan hukum di Negara Diminta. Pasal 56 Negara Peminta dapat mengajukan surat permohonan kepada Menteri untuk prosedur ekstradisi sederhana dengan melampirkan surat pernyataan kesediaan dari orang yang sedang dicari oleh Negara Peminta untuk diekstradisikan ke Negara Peminta tanpa paksaaan dari pihak manapun yang dibuat di atas kertas bermaterai. Dalam surat pernyataan yang dibuat oleh orang yang sedang dicari harus mencantumkan pernyataan tentang alasan kesediaan untuk diekstradisikan dan pernyataan tentang kesediaan untuk menjalani proses penuntutan atau menjalani hukuman pidana di Negara Peminta. Setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri segera mengajukan surat permohonan pertimbangan dari Kapolri, Jaksa Agung, dan/atau Pimpinan KPK. Setelah menerima surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kapolri, Jaksa Agung, dan/atau Pimpinan KPK dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari segera menyampaikan pertimbangan kepada Menteri. Pasal 57 Menteri memutuskan permintaan ekstradisi sederhana dikabulkan atau ditolak. Keputusan terhadap permintaan ekstradisi sederhana disampaikan kepada Negara Peminta melalui saluran diplomatik. Pasal 58 Apabila permintaan ekstradisi sederhana dikabulkan, maka Menteri dapat melakukan langkah-langkah penyerahan atas orang yang dimintakan kepada Negara Peminta sesuai dengan ketentuan penyerahan dalam Undang-Undang ini. Dalam hal permohonan proses ekstradisi sederhana ditolak, maka berlaku ekstradisi sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
18
BAB VII PENYERAHAN Bagian Kesatu Penyerahan kepada Negara Peminta Pasal 59 (1) Jika permintaan ekstradisi disetujui berdasarkan Keputusan Presiden, orang yang dimintakan ekstradisi segera diserahkan kepada pejabat yang bersangkutan dari negara peminta, di tempat dan pada waktu yang ditetapkan oleh Menteri. (2) Penetapan waktu dan tempat penyerahan oleh Menteri dilakukan berdasarkan pertimbangan dari Otoritas Pusat. (3) Otoritas Pusat memberitahukan penetapan waktu dan tempat penyerahan kepada Negara Peminta melalui saluran diplomatik disertai dengan syarat dan kondisi tanggung jawab dalam penyerahan. Pasal 60 Dalam proses penyerahan kepada Negara Peminta, Otoritas Pusat dapat mengkordinasikan teknis penyerahan kepada instansi berdasarkan kewenangannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 61 (1) Dalam hal orang yang dimintakan ekstradisinya tidak diambil pada waktu dan tempat yang ditentukan, maka orang tersebut dapat dilepaskan sesudah lampau 30 (tiga puluh) hari dan bagaimanapun juga ia wajib dilepaskan sesudah lampau 60 (enam puluh) hari. (2) Permintaan ekstradisi berikutnya terhadap kejahatan yang sama, setelah dilampauinya waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditolak. Pasal 62 Jika keadaan di luar kemampuan kedua negara baik negara peminta untuk mengambil maupun negara yang diminta untuk menyerahkan orang yang bersangkutan, negara dimaksud wajib memberitahukan kepada negara lainnya dan kedua negara akan memutuskan bersama tanggal yang lain untuk pengambilan atau menyerahkan yang dimaksud. Dalam hal demikian berlaku ketentuan-ketentuan dalam Pasal ... yang waktunya dihitung sejak tanggal ditetapkan sebagaimana dimaksudkan dalam ayat tersebut. Bagian Kedua Penyerahan dari Negara Peminta Pasal 63 Jika permintaan ekstradisi dari Pemerintah Republik Indonesia disetujui berdasarkan keputusan Negara Diminta, orang yang dimintakan ekstradisi segera diserahkan kepada Pemerintah Republik Indonesia di tempat dan pada waktu yang ditetapkan oleh Negara Diminta.
19
(1)
(2)
Pasal 64 Dalam proses penyerahan Otoritas Pusat menetapkan nama-nama petugas pengawal yang bertugas untuk proses pengawalan dan penjemputan orang yang dimintakan ekstradisinya ke Indonesia. Seluruh biaya yang timbul dalam proses penyerahan kepada Pemerintah Republik Indonesia menjadi beban biaya instansi pemohon ekstradisi.
Pasal 65 Dalam prosedur penyerahan terkait permohonan ekstradisi kepada Negara Diminta tunduk pada ketentuan hukum di Negara Diminta.
BAB VIII KETENTUAN LAIN
(1)
(2)
(1)
(2)
Pasal 66 Barang-barang yang diperlukan sebagai bukti yang terdapat pada orang yang dimintakan ekstradisinya dapat disita atas permintaan pejabat yang berwenang dari Negara Peminta. Dalam hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku ketentuanketentuan dalam Hukum Pidana Indonesia dan Hukum Acara Pidana Indonesia mengenai penyitaan barang-barang bukti. Pasal 67 Dalam penetapannya mengenai permintaan ekstradisi Pengadilan Negeri menetapkan pula barang-barang yang diserahkan kepada negara peminta dan yang dikembalikan kepada orang yang bersangkutan. Pengadilan Negeri dapat menetapkan bahwa barang-barang tertentu hanya diserahkan kepada negara peminta dengan syarat bahwa barangbarang tersebut segera akan dikembalikan sesudah selesai digunakan.
Pasal 68 (1) Jika ditentukan dalam perjanjian atau konvensi internasional dimana Pemerintah Republik Indonesia menjadi Pihak, maka Pemerintah Republik Indonesia dapat mempertimbangkan prosedur untuk pemindahan proses perkara ke Republik Indonesia untuk tujuan penuntutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di Republik Indonesia. (2) Prosedur pemindahan perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas dasar jika Pemerintah Republik Indonesia menolak permintaan ekstradisi kepada Pemerintah Republik Indonesia untuk mengekstradisi Warga Negara Indonesia.
20
BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 69 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku: a. semua perjanjian ekstradisi yang telah disahkan sebelumnya merupakan perjanjian ekstradisi sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang ini. b. semua permohonan ekstradisi yang diajukan baik berdasarkan perjanjian maupun tidak berdasarkan perjanjian, tetap diproses sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 70 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3130), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 71 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan UndangUndang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal ... PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal ... MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN … NOMOR …