The Psychology Of Emotion by K.T.Strongman - Chapter 9 -
DEVELOPMENTAL THEORY Review oleh: Agni Saraswati
Dalam bab ini, dijelaskan tentang teori perkembangan psikologi yang diawali dua contoh kasus. Kedua kasus merupakan kejadian sehari-hari yang pasti dialami semua orang. Kasus pertama bercerita tentang rasa malu yang dialami anak kecil saat beradaptasi dengan lingkungan baru di sekolah. Kasus kedua mengenai rasa cemas dan bangkitnya gairah hidup seorang wanita tua karena merasakan cinta. Teori emosi dilihat dari sudut pandang teori perkembangan mengarah pada serangkaian pertimbangan sebelum melakukan tindakan. Contoh nyata dan mendasar adalah bahwa emosi harus ditangani dari sudut pandang kemungkinan perubahan. Kedua kasus tersebut memperlihatkan adanya pertimbangan subjek sebelum melakukan tindakan dan memperkirakan kemungkinannya. Pada bab ini terdapat beberapa persoalan yang diajukan penulis. Pertanyaan yang muncul adalah apakah terdapat kemiripan atau perbedaan antara emosi orang tua dan anak? Apakah emosi seseorang berubah sama sekali dalam hidupnya? Apakah emosi mengalami proses perubahan terus menerus yang bertahap atau langsung berubah? Pertanyaan tersebut memberi peluang pembacaan teori perkembangan emosi. Teori psikologi perkembangan dibungkus oleh adanya pertimbangan dari pengaruh alam versus pengasuhan. Dari sudut pandang emosi, teori perkembangan menaruh perhatian khusus pada masalah emosi yang berbasis biologis atau sosial. Teori perkembangan emosi berangkat dari dua kelompok yang berbeda. Namun semua bersumber dari Watson (1929) dan Bridges (1932). Kedua kategori ini dibedakan oleh waktu, kelompok pertama yang paling sederhana muncul pada 1950an dan 1960an. Secara singkat, Bushfield dan Orbison (1952) menekankan dasar biologis (sistem saraf pusat dan pengembangan hormonal) dari perkembangan emosi awal. Schneirla (1959)
mengemukakan teori yang didasarkan pada dua jenis gairah. Aronfreed (1968) mengusulkan bahwa perubahan emosional yang dimediasi oleh evaluasi kognitif dari dasar perilaku mawas diri melalui internalisasi. Pada gilirannya, internalisasi mengikuti pengalaman beberapa perubahan emosional (misalnya dalam kecemasan atau sukacita) terhubung ke beberapa perilaku, bahkan melalui imitasi. Pada bab ini dijelaskan pula mengenai teori dari beberapa tokoh seperti Sroufe, Izar, dan Fischer. Sroufe (1979) mengedepankan teori perkembangan sosio-emosional dengan pembedaan emosi yang terjadi dari keadaan bahaya dan tidak bahaya. Kognisi merupakan pusat perkembangan emosional dari perspektif Sroufe. ia percaya bahwa, emosi diskrit tertentu tidak muncul sampai usia dua bulan. Pengalaman emosional datang melalui pengakuan dan penilaian yang sangat bergantung pada perkembangan kognitif. Sroufe melihat adaptasi sosial pada akhir masa kanak-kanak bergantung pada ikatan afektif awal. Teori keseimbangan Giblin menjelaskan tentang perkembangan emosi berdasarkan sifat khusus antara perasaan dan emosi. Tanggapan afektif pertama adalah perasaan, yang merupakan respon yang belum diproses oleh pancaindra dan perubahan fisiologis. Mereka menyebar dan terjadi pada preverbal children. Pada teori kasih sayang, dijelaskan bahwa kesempatan pertama bagi seorang anak untuk merasakan kasih sayang adalah dari pengasuhnya. Secara emosional, kasih sayang tersebut adalah perasaan aman. Menurut Bowlby, bayi berusia 1 dan 2 mulai mengembangkan contoh tokoh-tokoh dunia, dirinya dan sosok yang disayang. Contoh itu membantu anak untuk memahami sebuah hubungan. Teori kasih sayang tidak menunjukkan bahwa emosi diskrit ada sejak lahir, tetapi jenis perilaku tertentu dirancang untuk menghasilkan jenis respon tertentu dari pengasuh. Teori emosi Bowlby berpusat di sekitar proses penilaian, penilaian afektif yang dialami secara sadar atau tidak. Menurut Bowlby, emosi bisa hadir tanpa dialami secara sadar. Kasih sayang terjadi secara alami tanpa perlu proses sosialisasi. Kualitas kasih bergantung pada interaksi anak dan ibu atau pengasuhnya selama tahap awal perkembangan. Teori kasih sayang adalah teori tentang perkembangan sosial yang didasarkan pada aspek emosi interaksi antara anak dan pengasuh. Thompson membuat banyak teori tentang perkembangan emosi. Pola umum adalah kasih sayang yang mengarah ke hubungan harmonis orang tua dan anak. Ini membuat anak mudah memahami dan menerima pengaruh soaialisasi, sehingga memfasilitasi pengembangan nurani, aturan dan kontrol
diri. Ini juga akan membantu anak menciptakan dan mempertahankan hubungan dekat. Dalam hal ini kondisi rumah dan status sosial sangat berpengaruh. Fischer, Shaver, dan Carnochan (1988, 1990) menguraikan teori perkembangan terlengkap. Teori berawal dari perspektif tentang bagaimana emosi berkembang dan pengaruhnya terhadap tujuan perkembangan. Baginya, dasar emosi ditimbulkan oleh penilaian yang sangat sederhana di masa kanak-kanak, kemudian lebih kompleks dan secara kultural emosi bergantung pada penilaian yang lebih kompleks. Emosi dimaknai, diatur, diadaptasi, dan itulah emosi dasar yang terjadi di masa kanak-kanak. Emosi dimulai dari penilaian, perubahan pertama kemudian kemampuan meniru. Para teoritis menggabungkan pandangan berlawanan dari aspek biologis dan konstruksi sosial. Teori ketrampilan merupakan bagian penting dari teori Fischer. Dinyatakan bahwa dalam teori perkembangan, yang berubah adalah organisasi perilaku dan ini terjadi melalui ketrampilan terstruktur bahwa anaklah yang membangun dan mengontrol. Ketrampilan diartikan sebagai kmampuan anak untuk mngendalikan beragam tindakan dan mentalnya yang diproses dalam konteks tertentu. Pada ketrampilan rasa, untuk mengendalikan emosi sama halnya dengan konsep pentingnya interaksi antara seseorang dan lingkungan. Para teoritis membedakan 4 tingkatan terkait usia, yaitu refleks, tindakan sensorimotor, representasi dan abstraksi. Teori Izard dan Malatesta menyajikan asumsi bahwa emosi membentuk sistem yang mandiri, tapi saling terkait dengan sistem khidupan, perilaku, dan kognitif. Keduanya melihat bahwa emosi sebagai diskrit motifator perilaku manusia, yang terdiri dari neurokimia, ekpresi motorik dan proses mental. Malatesta Magai, Izard dan Camras mempertimbangkan persoalan khusus tentang emosi masa bayi, meskipun dari sudut pandang teori emosi yang berbeda. Berawal dari apakah bayi memiliki perasaan dan bagaimana kita dapat mengetahuinya? Apakah perilaku ekspresif bayi terjadi dalam konteks yang sama dengan perilaku ekspresif orang dewasa? Apakah ekspresi ini merupakan peristiwa adaptif secara fungsional ataukah acak? Dinyatakan bahwa letak teori emosi adalah bahwa ekspresi pada masa bayi merupakan sebuah petunjuk atau pernyataan dari perasaannya. Sementara teori lain menyatakan kalau ekspresi bayi itu acak dan tak teratur. Perkembangan ahli teori lain dari teori emosi diferensial, yaitu Abe dan Izard, membahas tentang peran emosi yang bermain dalam perkembangan kognitif sosial.
Keduanya menganggap bahwa emosi memiliki fungsi adaptif dan juga sebagai motivasi seseorang. Menurut Campos, emosi adalah proses membangun, memelihara, atau mengganggu hubungan antara orang dan lingkungan internal maupun eksternal. Analisis mengenai aturan emosi yang paling komprehensif adalah teori yang dikemukakan Gross. Gross melihat emosi sebagai tanggapan yang cenderung mengikuti persepsi tanggapan atau peluang. Gross mengartikan aturan emosi sebagai proses individu dalam mempengaruhi emosi yang dimilikinya. Perkembangan emosional didasarkan melalui sifat biasa atau campuran biologis dan sosial. Secara umum, teori perkembangan dikonstruksi sebagai upaya untuk menjelaskan perkembangan emosi. Namun fokusnya cenderung agak kabur dan sulit diprediksi.