Respirasi adalah proses penguraian bahan makanan yang menghasilkan energi. Respirasi dilakukan oleh semua penyusun tubuh, baik sel-sel tumbuhan maupun sel hewan dan manusia. Respirasi dilakukan baik pada siang maupun malam hari. Sebagaimana kita ketahui dalam semua aktivitas makhluk hidup memerlukan energy begitu juga dengan tumbuhan. Respirasi terjadi pada seluruh bagian tubuh tumbuhan, pada tumbuhan tingkat tinggirespirasi terjadi baik pada akar, batang maupun daun dan secara kimia pada respirasi aerobic pada karbohidrat (glukosa) adalah kebalikan fotosintesis. Pada respirasi pembakaran glukosa oleh oksigen akan menghasilkan energy karena semua bagian tumbuhan tersusun atas jaringan dan jaringan tersusun atas sel, maka respirasi terjadi pada sel (Campbell, 2002). Tumbuhan hijau bernapas dengan mengambil oksigen dari lingkungan, tidak semua tumbuhan bernapas dengan menggunkan oksigen.Tumbuhan tak berklorofil benapas tanpa memerlukan oksigen. Tujuan proses pernapasan, yaitu untuk memperoleh energi. Pada peristiwa bernapas terjadi pelepasan energi. Tumbuhan yang bernapas secara anaeraob mendapatkan energy dengan cara menguraikan bahan – bahan – bahan bahan tertentu dimana mereka hidup. Dalam proses pernapasan aerob / anaerab.akan dihasilkan gas karbondioksida dan uap air. Gas dan uap air tersebut dikeluarkan dari tubuh. Oksigen diperlukan dan karbondioksida yang dihasilkan masuk dan keluar dari tubuh secara difusi. Gas – Gas – gas gas tersebut masuk dan keluar melalui stomata yang ada pada permukaan daun dan inti sel yang ditemukan pada kulit batang pegangan. Akar yang berada dalam tanah juga dapat melakukan proses keluar masuknya gas. Tumbuhan yang hidup di daerah rawa/berlumpur mempunyai akar yang mencuat keluar dari tanah. Akar ini disebut akar napas. Kandungan katalis disebut juga enzim, enzim sangat penting untuk siklus reaksi respirasi (sebaik-baiknya proses respirasi ). Beberapa reaksi kimia membolehkan mencampur d engan fungsi dari enzim atau mengkombinasikan sisi aktifnya. Peng gunaan ini akan dapat dilihat hasilnya pada inhibitor dari aktivitas enzim (Kimball, 1983). 2.2 Faktor yang Mempengaruhi Proses Respirasi Laju respirasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain yaitu : a. Ketersediaan substrat. Tersedianya substrat pada tanaman merupakan hal yang penting dalam melakukan respirasi. Tumbuhan dengan kandungan substrat yang rendah akan melakukan respirasi dengan laju yang rendah pula. Demikian sebaliknya bila substrat yan g tersedia cukup banyak maka mak a laju respirasi akan meningkat. b. Ketersediaan Oksigen Ketersediaan oksigen akan mempengaruhi laju respirasi, namun besarnya pengaruh tersebut berbeda bagi masing-masing spesies dan bahkan berbeda antara organ pada tumbuhan yang sama. Fluktuasi normal kandungan oksigen di udara tidak banyak mempengaruhi laju respirasi, karena jumlah oksigen yang dibutuhkan tumbuhan untuk berrespirasi jauh lebih rendah dari oksigen yang tersedia di udara. c. Suhu Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait dengan faktor Q10, dimana umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10o C, namun hal ini tergantung pada masing-masing spesies. d. Tipe dan umur tumbuhan. Masing-masing spesies tumbuhan memiliki perbedaan metabolsme, dengan demikian kebutuhan tumbuhan untuk berespirasi akan berbeda pada masing-masing spesies. Tumbuhan muda
menunjukkan laju respirasi yang lebih tinggi dibanding tumbuhan yang tua. Demikian pula pada organ tumbuhan yang sedang dalam masa pertumbuhan (Ross, 1995). e. Kadar CO2 dalam udara Kurangnya O2 atau kelebihan CO2 tampak pada kegiatan respirasi biji-bijian, akar maupun batang yang terpendam dalam tanah. Jika kadar CO2 naik sampai 10 % dan kadar O2 turun sampai 0 % maka respirasi akan terhenti. f. Persediaan air Jika kadar air sedikit maka respirasi kecil. Jika biji (direndam air) maka respirasi menjadi lebih giat. Pada daun yang layu maka respirasi lebih giat ++ gula (timbunan tepung/KH) g. Cahaya Cahaya fotosintesis + substrat repirasi. Cahaya menambah panas , panas menambah kegiatan respirasi.
2.2 Penggolongan Respirasi 1 Respirasi Aerob Respirasi aerob merupakan proses pembakaran zat yang melibatkan oksigen dari pernapasan. Oksigen akan digunakan sebagai penerima elektron terakhir dalam pembentukan ATP. ATP. Respirasi pada tingkat organisme berupa pertukaran oksigen dengan karbon dioksida di dalam alveolus paru-paru. Sedangkan respirasi pada tingkat sel terjadi didalam mitokondria. Secara singkat reaki yang terjadi pada respirasi aerob adalah sebagai berikut: C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 6H2O+ 6H2O+ 36 ATP Respirasi aerob terjadi dalam tiga tahap, yaitu glikolisis, siklus kreb dan system transport elektron. Hubungan antara glikolisis.
2. Tahap – Tahap – tahap tahap respirasi aerob a. Glikolisis Glikolisis terjadi didalam sitoplasma sel. Pada tahap glikolisis terjadi dua langkah reaksi, yaitu langkah memerlukan energi dan langkah melepaskan energi. Saat langkah memerlukan energi, 2 molekul ATP diperlukan untuk mentransfer gugus fosfat ke glukosa sehingga gukosa memiliki simpanan energi yang lebih tinggi. Energi ini akan diperlukan untuk reaksi pelepasan energy. b. Dekarboksilasi Oksidatif Senyawa hasil glikolisis akan masuk ke tahapan dekarboksilasi oksidatif, yaitu tahapan pembentukan CO2 melalui reaksi oksidasi reduksi (redoks) dengan O2 sebagai penerima elektronnya. Dekarboksilasi oksidatif ini terjadi di dalam mitokondria sebelum masuk ke dalam siklus krebs. Oleh karena itu tahapan ini disebut sebagai tahapan lanjutan antara glikolis dengan siklus krebs. Pada tahapan ini asam piruvat hasil glikolisisdari sitosol diubah menjadi asetil KoA di dalam mitokondria. Pada tahap 1 molekul piruvat melepaskan elektron (oksidasi) membentuk CO2 (piruvat pecah menjadi CO2 dan molekul berkarbon 2). Pada tahap 2, NAD+ direduksi (menerima elektron menjadi NADH + H+. Pada tahap 3 molekul berkarbon 2 di dioksidasi dan
mengikat KoA sehingga terbentuk asetil KoA. Hasil akhir tahapan ini adalah asetik KoA, CO2 dan 2NADH. c. Siklus krebs Nama siklus ini berasal dari orang yang menemukan secara rinci tahap ketiga respirasi aerob ini, yaitu Hans Krebs (tahun 1930-an). Siklus ini disebut juga siklus asam sitrat. Tahap awal siklus kreb adalah 2 molekul asam piruvat yang dibentuk pada glikolisis meninggalkan sitoplasma dan memasuki mitokondria. Siklus kreb terjadi di dalam mitokondria. Selama reaksi tersebut dilepaskan 3 molekul karbon dioksida, 4 NADH, 1 FADH2 dan 1 ATP. Reaksi ini terjadi 2 kali karena pada glikolisis, glukosa di pecah menjadi 2 molekul asam piruvat. Jadi siklus krebs menghasilkan 8 NADH, 2 FADH2 DAN 2 ATP. d. Transport Elektron Transport elektron terjadi di membran dalam mitokondria. Pelepasan atom H pada waktu glikolisis, dan siklus Kreb’s jika tdak ditangkap oleh NAD at au FAD akan menyebabkan peningkatan ion H di bagian dalam sel dan akan menyebabkan sel keracun an. NAD ataupun FAD bisa berikatan dengan atom H adalah karena sifat dari kedua molekul tersebut (NAD/FAD) bersifat sebagai oksidator yang kuat sehingga sangat mudah untuk berikatan dengan H. Selanjutnya NAD atau FAD harus tetap tersedia di dalam sel sebagai oksidator, oleh karenanya NAD/FAD yang sudah berikatan dengan atom H menjadi bentuk NADH/FADH harus segera melepas/membuang ion H tersebut. NADH atau FADH akan melepaskan atom H sebagai elektron pada suatu sistem yang disebut Sistem Trasnport Elektron. Alasan harus digunakan Sistem Transport Elektron adalah ka rena sistem ini akan melepas energi yang besar secara bertahap. Jika atom H langsung dilepaskan dari NAD/FAD dan diterima oleh oksigen tanpa melalui Sistem Transport Elektron maka akan terjadi ledakan energi di dalam sel. oleh karenanya agar tidak terjadi ledakan dilepaskanlah energi itu perlahan-lahan dalam sistem ini. ATP dapat dibentuk pada waktu elektron dipindahkan dari NADH dan FADH2 ke O2 adalah karena ada pembebasan energi yang cukup besar untuk menyatukan 1 gugus phosphat dengan 1 molekul ADP antara senyawa penerima elektron sebelum dan sesudahnya. Q-cytochrome c oxidoreductase iii. Q-sitokrom c oksidoreduktase juga dik enal dengan, kompleks sitokrom bc1, atau kompleks III. setiap kompleks mengandung 11 subunit protein , sebuah[2Fe-2S] klaster besi-sulfur dan 3 cytochromes: 1 cytochrome c1 and 2 bcytochromes.[35] Sitokrom adalah semacam protein yang bisa mentransfer elektron yang mengandung sekurangkurangnya gugus heme. atom besi yang terdapat pada kompleks III memberikan bentuk alternatif antara ferro yang tereduksi dan feri yang teroksidasi karena elektron yang ditranser sepanjang membran. Reaksi yang dikatalisis oleh kompleks III adalah mengoksidasi satu moleku l ubikuinol dan mereduksi 2 molekul sitokrom c., Sebuah protein heme kehilangan hubungan dengan mitokondria. Tidak sperti koenzim Q, yang membawa 2 elektron, sitokrom c hanya memwabawa 1 elektron saja. Karena hanya bisa mengangkut satu elektron saja dari OH2 ke sitokrom c dalam sekali waktu makaharus terjadi dalam 2 tahap yang disebut siklus Q. Kemudian karena koenz im Q tereduksi menjadi ubikuinol pada sisi dalam membran dan teroksidasi menjadi bentuk ubikuinon di bagian luar, pengeluaran proton terjadi lagi sehingga menambahkan kekuatan gradient proton.
Berikut ini adalah komponen – komponen yang terlibat dalam sistem transport elektron : 1. NAD+ dan NADH Nicotinamide Adenine Dinucleotide, dibentuk oleh penambahan inti Hidrogen dan dua elektron hydride ion ke NAD+. Cincin Nicotinamide akan kurang stabil saat menerima ion hidrida, akibatnya elektron ion hidrida dari NADH dapat dengan mudah ditransfer. 2. Protein Fe-S(Besi Sulfur) Berikatan dengan flavoprotein (metaflavoprotein) dan dengan sitokrom b 3. Ubiquinone/Coenzyme Q Terdapat dalam mitokondria dalam bentuk kuinon teroksidasi (aerob) dan kuinol tereduksi (anaerob), merupakan unsure pembentuk lipida, rumus bangun mirip vitamin K dan E, menyerupai plastokuinon (pada kloroplas), rantai samping poliisosprenoid, pengumpul ek ivalen pereduksi dari suksinat kolinn, gliserol-3-fosfat, sarkosin, dimetilglisin, asilkoa, yang berikatan langsung dengan rantai respirasi lewat enzim (Flavoprotein dehidrogenase), menerima aliran ekivalen pereduksi dari NADH Dehidrogenase, men galirkan elektron melewati rangkaian sitokrom menuju molekul Oksigen. 4. sitokrom c oksidase (kompleks IV) .Complex IV: cytochrome c oxidase. Cytochrome c oxidase, dikenal juga sebagai kompleks IV, merupakan kompleks protein yang terakhir dalam STE. mengandung 13 subunits protein, 2 gugus heme, 3 atoms ion metal yaitu 1 copper, 1 magnesium and 1 zinc. Enzim ini berfungsi mentransfer elektron ke oksigen, sementara memompa proton melewati membran sehingga berkontribusi dalam menciptkan gradien proton. Oksigen sebagai aseptor elektron terakhir akan direduksi menjadi air pad a tahap ini. reaksinya yaitu mengkatalisis oksidasi sitokrom c dan reduksi oksigen.Inter membrane dehidrogenase, men erima aliran ekivalen pereduksi dari NADH Dehidrogenase, men galirkan elektron melewati rangkaian sitokrom menuju molekul Oksigen. 2. Respirasi Anaerob Respirasi anaerob merupakan respirasi yang tidak membutuhkan oksigen bebas sebagai penerima elektron akhir pada saat pembentukan ATP. Respirasi anaerob juga memerlukan glukosa sebagai substrat. Respirasi anaerob merupakan proses fermentasi. Beberapa organism yang melakukan fermentasi diantaranya adalah bakteri dan protista yang hidup di rawa, lumpur, makanan yang diawetkan atau tempat-tempat lain yang tidak mengandung oksigen. Beberapa organisme dapat menggunaka oksigen untuk respirasi tetapi juga melakuka fermentasi. Organisme ini melakukan fermentasi jika lingkungannya miskin oksigen. Sel-sel otot juga dapat melakukan fermentasi jika sel-sel otot k ekuranga oksigen. Contoh fermentasi adalah fermentasi alcohol dan fermentasi asam laktat. Fermentasi alcohol dilakukan oleh jamur ragi secara anaerob. Sebagai substrat fermentasi adalah asam piruvat. Molekul asam piruvat di fermentasi menjadi asetal dehid. NADH memberikan elektron dan hydrogen kepada asetal dehid, sehingga terbentuk produk akhir alcohol, yaitu etanol. Pada fermentasi ini dihasilkan 2 ATP. Fermentasi asam laktat terjadi pada otot manusia saat melakukan kerja keras dan persediaan oksigen kurang mencukupi. Pada fermentasi asam laktat, molekul asam piruvat hasil glikolisis menerima elektron dan hydrogen dari NADH. Transfer elektron dan hydrogen menghasilkan NAD+ kembal. Pada saat yang sama, asam piruvat diubah menjadi asam laktat menghasilkan 2 ATP. Kerja otot terus-menerus akan menimbulkan asam laktat dal am jumlah besar. Penimbunan
asam laktat pada otot menyebabkan elastisitas otot menjadi berkurang dan menimbulkan gejala kram dan kelelahan. 2.3 Perbedaan Respirasi Aerob dengan Respirasi Anaerob a. Respirasi Aerob Secara sederhana, respirasi yang satu ini diartikan seba gai sebuah reaksi katabolisme yang memerlukan suasana aerobic dengan demikian dalam prosesnya keberadaan oksigen sangat dibutuhkan. Hasil dari reaksi ini adalah energi dengan jumlah yang besar. Energi tersebut disimpan dalam bentuk energi kimiawi yang dikenal dengan kode ATP. Energi ATP ini akan digunakan oleh sel di dalam tubuh makhluk hidup untuk menunjang beberapa hal seperti pertumbuhan, gerak, transportasi, reproduksi dan kegiatan lainnya. Secara sederhana, rumus yang menggambarkan respirasi aerob adalah C6H12 + 6O2 = 6CO2 + 6H20. Respirasi aerob ini dibagi ke dalam 3 tahapan, yang secara berturut-turut mencakup: 1) Glikolisis, yakni proses pemecahan molekul c6 atau glukosa menjadi senyawa bernama asam piruvat atau dikenal dengan rumus kimia C3. 2) Siklus krebs, yakni reaksi CoA atau molekul asetil yang akan menghasilkan oksalosetat dan juga asam sitrat. 3) Transpor electron, yakni reaksi reduksi atau o ksidasi NADH2 dan molekul FADH2 yang pada akhirnya menghasilkan H2O juga energi berupa ATP. b. Respirasi Anaerob Respirasi anaerob merupakan pernapasan yang tidak memerlukan oksigen atau O2. Respirasi yang satu ini terjadi pada bagian sitoplasma dan tujuannya untuk mengurai senyawa organik. Tidak seperti respirasi aerob, respirasi anaerob hanya menghasilkan sejumlah energi yang jauh lebih kecil yakni 2 ATP. Proses respirasi anaerob ini bisa dijumpai pada reaksi fermentasi juga pernapasan intra-molekul. Jika pada reaksi aerob, terdapat pembebasan CO2 juga H2O secara sempurna, maka pada respirasi anaerob glukosa dipecah secara tidak sempurna menjadi komponen H2O dan juga CO2. Pada respirasi anaerob ini pula , hodrogen bergabung bersama sejumlah komponen yakni asam piruvat, asetaldehida yang kemudian membentuk asam laktat juga etanol. Sementara itu pada respirasi aerob, hydrogen yang dibebaskan justru akan bergabung bersama dengan 02 dan pada akhirnya membentuk H2O . Jika didata secara detil, maka perbedaan respirasi aerob dan anaerob bisa dilihat pada list berikut: 1) Respirasi Aerob: Memerlukan oksigen, prosesnya terjadi di dalam matriks mitokondria, respirasi ini bertujuan untuk memecah senyawa organik ke an-organik, menghasilkan energi dalam jumlah yang besar yakni 36 ATP. 2) Respirasi Anaerob: tidak memerlukan kehadiran oksigen dalam prosesnya, berlangsung di dalam sitoplasma, tujuannya untuk mengurai senyawa org anik, hasil akhirnya berupa energi tapi dalam jumlah yang sedikit yakni 2 ATP. 2.4. MANFAAT RESPIRASI Respirasi banyak memberikan manfaat bagi tumbuhan. Manfaat tersebut terlihat dalam proses respirasi dimana terjadi proses pemecahan senyawa organik, da ri proses pemecahan tersebut maka dihasilkanlah senyawa-senyawa antara yang penting sebagai “Building Block”. Building Block merupakan senyawa- senyawa yang penting sebagai pembentuk tubuh. Senyawa-senyawa tersebut meliputi asam amino untuk protein; nukleotida untuk asam nukleat; dan prazat karbon
untuk pigmen profirin (seperti klorofil dan sitokrom), lemak, sterol, karotenoid, pigmen flavonoid seperti antosianin, dan senyawa aromatik tertentu lainnya, seperti lignin. Telah diketahui bahwa hasil akhir dari respirasi adalah CO2 dan H2O, hal ini terjadi bila substrat secara sempurna dioksidasi, namun bila berbagai senyawa di atas terbentuk, substrat awal respirasi tidak keseluruhannya diubah menjadi CO2 dan H2O. Hanya beberapa substrat respirasi yang dioksidasi seluruhnya menjadi CO2 dan H2O, sedangkan sisanya digunakan dalam proses anabolik, terutama di dalam sel yang sedang tumbuh. Sedangkan energi yang ditangkap dari proses oksidasi sempurna beberapa senyawa dalam proses respirasi dapat digunakan untuk mensintesis molekul lain yang dibutuhkan untuk pertumbuhan.
Translokasi Translokasi adalah perpindahan bahan terlarut yang dapat terjadi di seluruh bagian tumbuhan. Translokasi ini membahas yang terjadi pada Floem. Maka translokasi ini adalah pengangkutan hasil fotosintesis keseluruh bagian tumbuhan melalui floem & merupakan transportasi simplas karena floem merupakan sel hidup.
Translokasi meliputi gerakan berbagai materi dalam sistem tumbuhan termasuk gas-gas, air, mineral, karbohidrat terlarut dan hormon. Seperti halnya pembuluh tapis atau floem yang merupakan jaringan pengangkut pada tumbuhan berpembuluh (Tracheophyta) yang berfungsi dalam transportasi hasil fotosintesis , terutama gula sukrosa, dan berbagai metabolit lainnya dari daun menuju bagian-bagian tumbuhan lainnya, seperti batang, akar, bunga, buah, biji, dan umbi. Proses transpor ini disebut sebagai translokasi . Contoh proses pengangkutan bahan makanan dalam tumbuhan (translokasi) melalui pengangkutan hasil fotosintesis :
Struktur floem : a.Unsur tapis (sieve elements) b.Sel penyerta / transfer c.Sel-sel antara ( intermediary cells)
a). Unsur tapis (sieve elements) - Bergabung bersama membentuk tabung (pembuluh tapis) - Banyak terdapat plasmodesmata antara unsur tapis dan sel penyerta - Tabung tapis yang pecah / retak akan di tambal oleh protein dan kalosa. b). Sel penyerta / transfer - Melakukan dasar fungsi sel bagi anggota tabung tapis, seperti sintesis protein, banyak mitokondria untuk sintesis ATP. - Plasmodesmata hanya terdapat pada sisi yang melekat dengan unsur tapis saja (tidak/jarang terdapat plasmodesmata pada sisi yang berlawanan). c). Sel-sel antara ( intermediary cells ) - Beberapa tanaman memiliki sel-sel antara dengan banyak plasmodesmata yang berhubungan dengan sel-sel parenkim selain dengan unsur tapis.
Arah translokasi dan translokasi fotosintat : Senyawa karbon hasil fotosintesis di daun di distribusikan keseluruh bagian tanaman melalui jaringan pembuluh khusus yang disebut floem. Proses ini disebut translokasi fotosintat. Jika pergerakan air dan hara via pembuluh xilem dipicu oleh tekanan negatif (tegangan) sepanjang lintasan, translokasi via floem dipicu oleh tekanan hidrostatik positif. Senyawa organik seperti gula, asam amino, beberapa hormon dan bahkan mRNA di transport dalam floem melalui tabung tapis. Senyawa utama yang di translokasikan dalam floem adalah sukrosa.
Perbedaan transport via floem & transport via xilem: Floem : } Berlangsung melalui sel-sel hidup } Untuk transport senyawa organik } Pergerakan dua arah } Lambat/laju aliran maksimum 1 m/jam Xilem : } Berlangsung melalui sel-sel mati } Untuk transport air dan hara (anorganik)
} Pergerakannya searah } Cepat/laju aliran maksimum 15 m/jam.
Translokasi fotosintat : Transport air dan hara terutama berlangsung via xilem, dari akar ke daun (tajuk), sedangkan transport fotosintat terjadi dalam pembuluh floem, buktinya yaitu : 1. Pergerakan kulit batang tidak berpengaruh langsung terhadap transport air, namun gula akan terakumulasi di atas sayatan dan jaringan membengkak, sedangkan jaringan di bawah sayatan akan mati. 2. Aplikasi 14CO2 atau 14C-sukrosa, kemudian visualisasi radioaktif menunjukkan bahwa fotosintat bergerak melalui pembuluh floem.
Mekanisme pengangkutan hasil fotosintesis (translokasi) pada floem antara lain sebagai berikut : §Teori aliran sitoplasma Translokasi dapat terjadi karena adanya aliran sitoplasma di dalam sel-sel melalui plasmodesmata. Adanya plasmodesmata memungkinkan pengangkutan hasil fotosintesis secara difusi dari satu sel ke sel lain. § Teori aliran massa (tekanan ) oleh Erns Munch, 1930 Translokasi terjadi karena adanya perbedaan tekanan osmosis yang terjadi didalam pembuluh floem antar organ yaitu daun, batang dan akar. Peningkatan kadar gula didalam floem daun akan meningkatkan tekanan osmosis daun, sehingga larutan (hasil fotosintesis) akan mengalir dari daun menuju ke akar. Faktor-faktor yang mempengaruhi translokasi : 1.Temperatur 2. Cahaya 3. Gradien konsentrasi
4. Hormon
II.I TRANSLOKASI FOTOSINTAT
A. PENGERTIAN TRANSLOKASI
Senyawa karbon hasil fotosintesis di daun didistribusikan ke seluruh bagian tanaman melalui jaringan pembuluh khusus yang disebut FLOEM. Proses ini disebut translokasi fotosintat. Jika pergerakan air dan hara via pembuluh xilem dipicu oleh tekanan negatif (tegangan) sepanjang lintasan, translokasi via floem dipicu oleh tekanan hidrostatik positif. Senyawa organik seperti gula, asam amino, beberapa hormon, dan bahkan mRNA ditransport dalam floem melalui tabung tapis. Senyawa utama yang ditranslokasikan dalam floem adalah sukrosa. Adapun perbedaan transport via floem dengan transport via xilem: NO
FLOEM
XILEM
1
Berlangsung melalui sel-sel hidup
Berlangsung melalui sel-sel mati
2
Untuk transport senyawa organik
Untuk transport air dan hara (anorganik).
3
Pergerakan dua arah
Pergerakannya searah
4
Lambat/ laju aliran maksimum 1 m/jam
Cepat/laju aliran maksimum 15 m/jam
Fungsi floem adalah sebagai jaringan translokasi bahan organik yang terutama berisi karbohidrat. Crafts dan Lorenz (1994) mendapatkan persentase nitrogen (dalam bentuk protein) sebesar 45%. Sebenarnya gula yang menjadi linarut terbesar yang ditranslokasikan dalam cairan floem. Diantara gula ini, sukrosa yang paling banyak jumlahnya. Gula lain seperti gula rafinosa : glukosa, rafinosa, stakiosa, dan fruktosa juga ada pada gula alcohol: manitol, sorbitol, galaktitol, serta mio-inositol.
B. PEMBULUH PENGANGKUT DAN KOMPOSISI LARUTAN
Fotosintat yang dihasilkan pada daun dan sel-sel fotosintetik lainnya harus diangkut ke organ atau jaringan lain agar dapat dimanfaatkan oleh organ atau jaringan tersebut untuk pertumbuhan atau ditimbun sebagai bahan cadangan. Telah diketahui bahwa hasil fotosintesis diangkut dari daun ke organ organ lain pada tumbuhan melelui pembuluh floem. Sesungguhnya yang diangkut melalui floem tidak hanya senyawa hasil fotosintesis tetapi juga senyawa organik lainnya dan beberapa senyawa anorganik.
C. STRUKTUR FLOEM
1. Unsur tapis (sieve elements):
Bergabung bersama membentuk tabung (pembuluh) tapis.
Banyak terdapat plasmodesmata antara unsur tapis dan sel penyerta.
Tabung tapis yang pecah/retak akan ditambal oleh protein dan kalosa.
Tabung tapis mungkin minim organel, tapi punya banyak mitokondria, RE, modifikasi plastida, membran plasma.
Berasosiasi dengan sel penyerta
2. Sel penyerta/transfer:
Melakukan dasar fungsi sel bagi anggota tabung tapis, seperti sintesis protein; banyak mitokondria untuk sintesis ATP.
Plasmodesmata hanya terdapat pada sisi yang melekat dengan unsur tapis saja (tidak/jarang terdapat plasmodesmata pada sisi yang berlawanan).
3. Sel-sel antara (Intermediary Cells):
Beberapa tanaman memiliki sel-sel antara dengan banyak plasmodesmata yang berhubungan dengan sel-sel seludang pembuluh/sel-sel parenkim selain dengan unsur tapis.
D. ANATOMI FLOEM
Jaringan floem terdiri dari beberapa kompenen sesuai dengan fungsinya masing-masing, yakni elemen saringan, sel peneman, sel parenkim floem, dan serat floem. Elemen saringan merupakan sel hidup yang memanjang tetapi tidak memiliki inti sel. Sel peneman yang bersebelahan dengan elemen sarinng merupakan sel dengan sitoplasma yang pekat dan memiliki inti yang je las. fungsi sel ini belum diketahui dengan jelas. Namun, sel ini selau ada di sekitar tabung floem yang masih berfungsi dan sel ini akan terdegradasi jika tabung floem mulai rusak. Pada daun sel ini berperan menyerap gula dan kemudian mentransfernya melalui plasmodesmata ke tabung floem. Sel parenkhima floem merupakan sel yang berdinding tipis dan pada dasarnya sama dengan sel parenkhima lainnya. Sel ini berfungsi menyimpan dan mengangkut lateral dari air dan bahan yang terlarut didalamnya. Serat floem merupakan sel dengan dinding yang tebal. Berfungsi sebagai penyangga agar jaringan floem menjadi kokoh. Pada beberapa spesies, sel peneman mempunyai pertumbuhan dinding sel ke arah dalam sehingga membentuk tonjolan-tonjolan. Sel peneman dengan pertumbuhan ke dalam ini disebut sel transfer, yang hanya dapat ditemukan pada beberapa spesies leguminosa dan keluarga aster.
E. MEKANISME PENGANGKUTAN MELALUI FLOEM Model pengangkutan floem yang dipakai sekarang berdasarkan model yang di kemukakan oleh E. Munch di Jerman tahun 1926, yang di kenal dengan Hipotesis Aliran Tekanan Munch (Munch’s pressure flow hypothesis).
Pengangkutan melalui floem dianalogikan dengan model Munch dengan menggunakan 2 osmometer. Osmometer pertama diasosiasikan dengan daun (sebagai sumber) dan osmometer kedua diasosiasikan denngan organ-organ penerima (sebagai limbung, misalnya buah, jaringan meristem dan akar).
Perbedaan antara model osmometer dan pengangkutan floem terletak pada sumber dan
limbungnya. Pada daun, bahan terlarut yang telah terangkut segera ditambahkan kembali dari hasil fotosintesis, dan bahan terlarut yang telah sampai ke limbunng akan dikeluarkan dari pembuluh floem dimanfaatkan untuk pertumbuhan atau ditimbun di organ penampung, misalnya dalam bentuk pati atau
lemak. Larutan pada model osmometer setara dengan bagian apoplas tanaman, yakni dinding sel dan pembuluh xilem.
F. LAJU PENGANGKUTAN MELALUI FLOEM
Laju pengangkutan melalui pembuluh floem ke suatu organ secara sederhana dapat diestimasi dengan cara menghitung penambahan berat organ selama kurun waktu tertentu. kemudian diukur luas penampang melintang dari pembuluh floem. Berdasarkan data tersebut dapat dihitung laju transfer massa. Selain laju transfer massa dapat pula dihitung kecepatan pengangkutan (velositas), yakni jarak yang ditempuh per satuan waktu. Dengan teknik yang lebih maju, pengukuran velositas dapat dilakukan
dengan isotop ¹¹C dalam bentuk CO₂ yang diberikan pada daun. Isotop ini terkandung dalam fotointat yang akan diangkut melalui pembuluh floem. Untuk kebanyakan spesies, velositas pengngkutan berkisar
antara 500 sampai 1.500 mm.jam⁻¹.
G. PENGISIAN FLOEM
Pengisian floem merupakan proses peningkatan konsentrasi gula pada sel-sel floem yang berada dekat dengan sel-sel fotosintetik pada daun.Berdasarkan pengukuran terlihat bahwa potensi osmotik sel-sel mesofil (sekitar -0,8 Mpa sampai -1,8 MPa) lebih tinggi dibanding pada pembuluh floem (antara 2,0 Mpa sampai -3,0 MPa). Karena bahan
terlarut yang dominan baik pada sel mesofil maupun
pembuluh floem daun adalah sukrosa, massska nilai potensi osmotik tersebut mengisyaratkan bahwa konsentrasi sukrosa pada pembuluh floem le bih tinggi dibanding pada sel-sel mesofil. Sukrosa diangkut secara simplastik melalui plasmodesmata antara sel-sel mesofil sampai ke sel mesofil yang berdampingan dengan sel peneman pada jaringan floem. Masuknya sukrosa ke sel peneman tidak secara simplatik, karena pada dinding sel antara sel mesifil dengan sel peneman floem sangat jarang terdapat palsmodesmata.
Sukrosa sebelum masuk ke sel peneman harus terlebih dulu disekresikan ke luar sitoplasma sel mesofil dengan menggunakan senyawa asam p-khloromekuribenzen sulfonat (p-chloromercuribenzene sulfonic acid, disingkat PCMBS) yang dapat menghambat serapan sukrosa. Senyawa PCMBS tidsk dapat masuk ke sitoplasma, sehingga hambatan hanya terjadi pada ssaat sukrosa berada pada apoplas. Serapan sukrosa oleh sel peneman menyebabkan potensi osmotik sitoplasma sel ini menjadi turun dan akan merangsang air untuk masuk secara osmosis ke dalam sel ini dari sel-sel mesofil disekitarnya. Sehingga tekanan internal pada sel peneman akan meningkat dan menimbulkan sukrosa bergerak masuk ke pembuluh floem secara simplatik melalui plasmodesmata.Masuknya larutan ini mengakibatkan tekanan internal pada pembuluh floem pada daun lebih tinggi sehingga menjadi faktor pendorong aliran larutan floem yang berarti terjadinya pengangkutan senyawa-senyawa yang terlarut di dalamnya. Proses pengisian floem bersifat selektif. Pengisian floem ini membutuhkan energi metabolik. Oleh sebab itu, proses ini akan terhambat jika metabolisme untuk menghasilkan ATP terhambat. Akan terapi, proses pengangkutan di dalam pembuluh floem tidak membutuhkan energi.
H. PEMILAHAN ARAH PENGANGKUTAN
Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa daun pada bagian bawah akan lebih banyak mengangkut fotosintat ke akar, sedangkan daun pada bagian atas akan lebih banyak mengirim fotosintat ke organ hasil seperti biji, buah atau daun-daun muda yang sedang tumbuh. Pada suatu tanaman banyak organ sumber dan juga organ atau jaringan yang berfungsi sebagai limbung.
Banyaknya
limbung
pada
tanaman
membuat
terjadinya
kompetisi
antara
organ-
organ/jaringan-jaringan limbung tersebut, terutama jika bahan yang dibutuhkan tidak sepenuhnya dapat disediakan oleh organ-organ sumber yang ada. Kompetisi antara organ atau jaringan limbung akan ditentukan oleh laju pengeluaran bahan dari pembuluh floem pada masing-masing limbung. Limbung yang dengan cepat memanfaatkan bahan terlarut (menyerap sukrosa)dari pembuluh floem akan berpeluang lebih besar untuk memperoleh lebih banyak lagi bahan terlarut yang dikirim dari organ sumber. Hal ini disebaabkan karena jika sukrosa diserap sel-sel organ limbung dari pembuluh floem, maka potensi air sel-sel limbung tersebut turun.
Sehingga air akan bergerak keluar dari pembuluh floem dan tekanan internal pembukuh floem pada organ atau jaringan limbung akan turun.
I.
PERGERAKAN ZAT MAKANAN MELALUI FLOEM
Floem mengangkut zat- zat makanan yang disintesis di daun menuju seluruh bagian tumbuhan. Ada saatnya, zat- zat dalam floem dan xylem yang bersebelahan mengalir kearah yang berlawanan, meskipun tidak selamanya demikian. Karena daun paling banyak terdapat di daerah yang jauh dari batang pohon (trunk ) atau batang tumbuhan, aliran floem pada umumnya mengarang ke batang dan akar. Berbagai zat bergerak sepanjang protoplasma floem, tetapi yang paling banyak biasanya adalah sukrosa. Tidak seperti xylem, sel- sel floem tetap hidup saat melaksanakan fungsi transpornya. Pada dasarnya, ada dua tipe sel floem, yaitu sel tapis (sieve cell) dan sel tetangga atau sel penyerta (companion cell). Sebuah kolom panjang sel- sel tapis. Terkadang disebut tabung tapis (sieve tube), dibentuk oleh sel- sel tapis yang ujung- ujungnya saling terhubung. Dinding- dinding sel ujung
berpori- pori, sehingga ada hubungan protoplasmic dari satu sel tapis dengan sel tapis lain yang terletak vertical di atas atau di bawahnya. Dinding yang berlubang- lubang itu disebut lempeng tapis (sieve plate). Terdapat pula pori- pori di bagian samping sel- sel tapis. Susunan sel- sel tapis menjadi tabung
tapis yang panjang menyebabkan adanya jaringan protoplasmic yang sambung- menyambung dalam floem. Tepat di sebelah sel- sel tapis adalah sel- sel parenkima yang berdinding tipis dan sangat terspesialisasi, yang dinamakan sel penyerta. Sel- sel tapis biasanya kehilangan nucleus dan banyak organelnya saat dewasa, tetapi sitoplasma yang menghantarkan zat- zat tetap ada. Sel- sel penyerta tetap utuh sepenuhnya sepanjang hidupnya, dan barangkali menyediakan control- control nucleus bagi sel tapis. ATP yang diperlukan bagi fungsi- fungsi dalam sel tapis juga mungkin berasal dari sel penyerta, yang dapat dianggap sebagai perawat apparatus floem. Terdapat sejumlah bukti bahwa saat ada cedera, pori- pori di lempeng tapis tersegel sebagian. Terdapat suatu lendir yang berasal dari zat berprotein, protein floem (P protein), dalam sel- sel tapis
yang mungkin berperan dalam proses penyegelan. Hal itu analog dengan penyegelan kompartemen pada lambung kapal untuk mencegah masuknya air. Suatu polisakarida yang disebut kalosa mungkin juga berfungsi dalam penyegelan lempeng tapis. Sukrosa, fruktosa, dan asam amino, biasanya bergerak dari daun menuju batang dan akar tumbuhan melalui tabung tapis floem dalam suatu proses yang dikenal sebagai translokasi . Mekanismemekanisme yang terlibat dalam transport itu belum sepenuhnya dipahami. Pada bagian tertentu dari tumbuhan, arah aliran translokasi pun tak selalu sama. Bagian- bagian tumbuhan yang mengandung nutrien organic berkadar tinggi cenderung mengekspor zat- zat tersebut, dan dianggap
sebagai sumber (source) zat- zat itu. Organ- organ
tumbuhan yang miskin akan nutrient organic cenderung mengimpor zat- zat tersebut, dan dianggap sebagai wadah pembuangan (sink) bai zat- zat tersebut. Salah satu interpretasi translokasi dengan perspektif source-to-sink memusatkan perhatian pada teori aliran tekanan (pressure flow theory). Menurut pandangan ini, konsentrasi yang tinggi dari gula atau zat terlarut lainnya dalam suatu kompartemen sumber menyebabkan pergerakan air menuju kompartemen tersebut melalui osmosis. Hal itu meninggikan tekanan kompartemen tersebut, dan mendorong zat cair beserta zat- zat terlarut menuju kompartemen bersebelahan yang tidak mengandung zat terlarut dalam konsentrasi tinggi. Saat zat terlarut memasuki kompartemen kedua, zat terlarut pun akan menarik air dari daerah- daerah disekitar sel. Karenanya, terjadi peningkatan tekanan hidrostatik, yang akan mendorong air dan zat terlarut menuju kompartemen ketiga. Dengan demikian, zat terlarut terus menginduksi peningkatan tekanan yang akan mendorong zat cair dan zat- zat terlarut dari sumber awal menuju waddah pembuangan. Terdapat suatu graddien sukrosa di sepanjang floem, dan air menggerakkan zat- zat terlarut sepanjang tabung tapis yang sambung menyambung. Keseluruhan proses itu sebenarnya sangat kompleks, dan dalam beberapa kasus, mungkin transport aktif melalui membrane sel- sel tapis juga berperan serta.
2.1 Pengertian Respirasi dan Macam Respirasi 2.1.1. Pengertian Respirasi
Respirasi adalah suatu proses pembebasan energi yang tersimpan dalam zat sumber energi melalui proses kimia dengan menggunakan oksigen. Respirasi bisa juga diartikan sebagai reaksi oksidasi senyawa organik untuk menghasilkan energi. Energi ini digunakan untuk
aktivitas sel dan kehidupan tumbuhan seperti sintesis (anabolisme), gerak, pertumbuhan, perkembangan. Energi kimia yang dihasilkan dari proses respirasi adealah energi kimia dalam bentuk ATP atu senyawa berenergi tinggi lainnya (NADH dan FADH). Respirasi juga menghasilkan karbondioksida yang berperan pada keseimbangan karbon di alam. Respirasi pada tumbuhan berlangsung siang dan malam karena cahaya bukan merupakan syarat. Jadi proses respirasi selalu berlangsung sepanjang waktu selama tumbuhan hidup .
2.1.2. Macam respirasi
Berdasarkan kebutuhannya terhadap oksigen, respirasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: 1.
Respirasi Aerob, yaitu respirasi yang memerlukan oksigen, penguraiannya lengkap sampai menghasilkan energi, karbondioksida, dan uap air.
2.
Respirasi Anaerob, yaitu respirasi yang tidak memerlukan oksigen tetapi penguraian bahan organiknya tidak lengkap. Respirasi ini jarang terjadi, hanya dalam keadaan khusus.
2.1.3. Perbedaan Respirasi Aerob dan Respirasi Anaerob
Perbedaan antara respirasi aerob dan respirasi anaerob dapat dijabarkan sebagai berikut: 1.
Respirasi Aerob : Umum terjadi pada semua makhluk hidup termasuk tumbuhan, berlangsung seumur hidup, energi yang dihasilkan besar, tidak merugikan tumbuhan, memerlukan oksigen, hasil akhir berupa karbondioksida dan uap air.
2.
Respirasi Anaerob : Hanya terjadi dalam keadaan khusus, bersifat sementara (hanya pada fase tertentu saja), energi yang dihasilkan kecil, jika terjadi terus menerus akan menghasilkan senyawa yang bersifat racun bagi tumbuhan, tidak memerlukan oksigen, hasil akhirnya berupa alkohol atau asam laktat dan karbondioksida.
2.2 Substrat Respirasi
Substrat respirasi adalah setiap bahan organik tumbuhan yang teroksidasi sebagian (menjadi senyawa teroksidasi) atau reteduksi sempurna (menjadi karbondioksida dan uap air) dalam metabolisme respiratoris. Umumnya substrat untuk respirasi adalah zat yang tertimbun dalam jumlah yang relatif banyak dalam sel tumbuhan dan bukan zat yang merupakan senyawa antara hasil dari penguraian. Hasil penguraian biasanya disebut metabolik antara.
Karbohidrat merupakan substrat utama respirasi dalam sel-sel tumbuhan dengan glukosa sebagai molekul pertama. Substrat respirasi yang paling penting di antara karbohidrat adalah sukrosa (disakarida= glukosa dan fruktosa) dan pati (sering terdapat dalam sel tumbuhan sebagai cadangan karbohidrat). Dalam beberapa jaringan tumbuhan, selain karbohidrat, senyawa lain kadang-kadang dapat menjadi substrat respirasi. Pada biji-biji tertentu, seperti jarak, mengandung lemak yang sangat tinggi sebagai bahan cadangan yang terdapat di dalam jaringan endosperma yang mengelilingi embrio. Selama beberapa hari pertama perkecambahan, lemak ini akan diubah menjadi sukrosa yang selanjutnya diserap dan direspirasi oleh embrio yang sedang tumbuh. Pada keadaan tertentu dalam beberapa jaringan tumbuhan juga, beberapa asam organik dapat digunakan sebagai substrat respirasi, misalnya asam organik be rkerbon empat (asam malat) yang ditimbun dalam daun tumbuhan sukulen familia Crassulaceae, asam malat ini direspirasi menjdi karbondioksida dan air melalui mekanisme khusus; asam organik berkarbon dua (asam glikolat), yang ditimbun dalam daun yang disinari sebagian besar tumbuhan tinggi juga dapat digunakan untuk respirasi. Protein jarang direspirasi kecuali dalam keadaan tertentu. Protein berperan sebagai substrat respirasi selama tahap awal perkecambahan biji yang mengandung protein tinggi sebagai cadangan makanan. Protein akan diubah menjadi asam-asam amino yang kemudian asam amino diubah menjadi senyawa antara respirasi karbohidrat. Dengan demikian, asam amino direspirasi oleh jalur yang digunakan oleh respirasi glukosa.
2.3 Mekanisme Respirasi 2.3.1. Mekanisme Respirasi Aerob
Reaksi respirasi (disebut juga oksidasi biologis) suatu karbohidrat, misalnya glukosa, berlangsung dalam empat tahapan, yaitu glikolisis, dekarboksilasi oksidatif piruvat, daur sitrat, dan oksidasi terminal dalam rantai respiratoris. 2.3.1.1. Glikolisis
Glikolisis adalah serangkaian reaksi kimia yang mengubah gula heksosa, biasanya glukosa, menjadi asam piruvat. Reaksi glikolisis berlangsung di dalam sitoplasme sel dan tidak memerlukan adanya oksigen. Glikolisis dapat dibagi dalam dua fase utama, yaitu: a.
Fase Persiapan (Glukosa diubah menjadi dua senyawa tiga karbon)
Pada fase ini pertama sekali glukosa difosforilasi oleh ATP dan enzim heksokinase membentuk glukosa-6-fosfat dan ADP. Reaksi berikutnya melibatkan perubahan gula aldosa menjadi gula ketosa. Reaksi ini dikatalis oleh enzim fosfoglukoisomerase dan menyebabkan perubahan glukosa-6-fosfat yang difosforilasi oleh ATP dan enzim fosfofruktokinase menghasilkan fruktosa-1,6-difosfat dan ADP. Selanjutnya fruktosa-1,6-difosfat dipecah menjadi dua molekul senyawa tiga karbon yaitu gliseraldehida-3-fosfat dan dihidroasetonfosfat, dengan bantuan enzim aldolase. Dihidroasetonfosfat dikatalis oleh enzim fosfotriosa isomerase menjadi senyawa gliseraldehida-3-fosfat. Jadi pada fase ini dihasilkan dua gliseldehida-3-fosfat. Pada fase ini tidak dihasilkan energi tetapi membutuhkan energi 2 ATP. b. Fase Oksidasi (Senyawa tiga karbon diubah menjadi a sam piruvat) Dua senyawa gliseraldehida-3-fosfat diubah menjadi 1,3-difosfogliserat. Reaksi ini melibatkan penambahan fosfat anorganik pada karbon pertama dan reduksi NAD menjadi NADH2 yang dibantu oleh enzim fosfogliseraldehida dehidrogenase. Dengan adanya ADP dan enzim fosfogliserat kinase, asam 1,3-difosfogliserat diubah menjadi asam 3-fosfogliserat dan ATP dibentuk. Asam 3-fosfogliserat selanjutnya diubah menjadi asam 2-fosfogliserat oleh aktivitas enzim fosfogliseromutase. Pelepasan air dari 2-fosfogliserat oleh enzim enolase membentuk asam fosfoenolpiruvat. Dengan adanya ADP dan piruvat kinase, asam fosfoenolpiruvat diubah menjadi asam piruvat dan ATP dibentuk. Pada fase ini dihasilkan dua molekul asam piruvat. Pada fase ini juga dihasilkan energi sebesar 2 NADH2 dan 4 ATP. Untuk lebih jelas, jalur glikolisis dapat diamati pada gambar b erikut ini.
Gambar 2.1. Proses Glikolisis
2.3.1.2 Dekarboksilasi Oksidatif Piruvat
Dekarboksilasi oksidatif piruvat adalah reaksi antara yang menghasilkan asetil-CoA. Dekarboksilasi oksidatif piruvat adalah proses pengubahan asam piruvat yang dihasilkan pada tahap akhir glikolisis menjadi senyawa asetil-CoA, yang jika direaksikan dengan asam oksaloasetat akan masuk ke dalam siklus krebs. Reaksi berlangsung pada membran luar mitokondria. Reaksi ini sangat kompleks dan memerlukan beberapa kofaktor dan suatu kompleks enzim. Langkah pertama adalah pembentukan suatu kompleks antara TPP dan piruvat diikuti dengan dekarboksilasi asam piruvat. Pada langkah kedua, unit asetaldehida yang tertinggal setelah dekarboksilasi, bereaksi dengan asam lipoat membentuk kompleks asetil-asam lipoat. Asam lipoat tereduksi dan aldehida dioksidasi menjadi asam yamg membentuk suatu tioster dengan asam lipoat. Pada langkah ketiga, terjadi pelepasan gugus asetil dari asam lipoat ke CoASH, hasil reaksinya adalah asetil-ScoA dan asam lipoat tereduksi. Langkah terakhir, adalah regenerasi asam lipoat dengan memindahkan elektron dari asam lipoat tereduksi ke NAD. Reaksi terakhir ini penting agar suplai asam lipoat teroksidasi secara berkesinambungan selalu tersedia untuk pembentukan asetil-SCoA dari asam piruvat. Pada reaksi ini dihasilkan dua molekul asetilCoA, energi sebanyak 2 NADH2, dan 2 CO2. Berikut ini adalah reaksi sederhana dekarboksilasi oksidatif piruvat:
Asam piruvat + CoA + NAD+
→ Asetil-CoA + CO2 + NADH + H+
Gambar 2.2. Proses Dekarboksilasi Oksidatif Piruvat
2.3.1.3 Siklus Krebs
Siklus krebs (daur asam sitrat atau daur trikarboksilat) merupakan pembongkaran asam piruvat secara aerob menjadi karbondioksida dan air serta sejumlah energi kimia. Asetil-CoA
merupakan mata rantai penghubung antara glikolisis dan siklus krebs. Reaksi ini berlangsung di dalam matriks mitokondria. Siklus krebs terjadi dalam 2 fase utama : a.
Fase Pembentukan Asam Sitrat Reaksi pertama siklus krebs adalah kondensasi asetil-CoA denga asam oksaloasetat (asam dikarboksilat berkarbon empat) membentuk asam sitrat (asam dikarboksilat berkarbon enam) dan membebaskan koenzim A (CoSH) dengan bantuan enzim kondensasi sitrat.
b. Fase Regenerasi Asam Oksaloasetat Hidrasi asam sirat oleh enzim akonitase membentuk asam sis-akonitat. Dengan reaksi yang sama, asam sis-akonitat diubah menjadi asam isositrat. Reaksi berikutnya adalah asam isositrat diubah menjadi asam oksalosuksinat dengan bantuan enzim isositrat dehidrogenase dan NAD atau NADP yang pada akhirnya membentuk NADH2 atau NADPH2. Reaksi siklus krebs berikutnya adalah dekarboksilasi asam oksalosuksinat membentuk asam α-ketoglutarat, dikatalis enzim karboksilase sehingga menghasilkan CO2. Selanjutnya, asam α-ketoglutarat diubah menjadi asam suksinil-SCoA dengan bantuan enzim α-ketoglutarat dehisrogenase dan NAD serta CoASH. Pada reaksi ini dibentuk NADH2 dan CO2. Suksinil-SCoA diubah oleh suksinat tiokinase menjadi asam suksinat dan CoASH. Pada reaksi tiokinase energi yang tersimpan dalam tioester dari suksinil-SCoA digunakan untuk mengubah ADP+iP menjadi ATP. Oksidasi asam suksinat membentuk asam fumarat dengan bantuan suksinat dehidrogenase dan FAD. Pada reaksi ini FAD diubah menjadi FADH2. Asam fumarat mengalami hidrasi menjadi asam malat oleh enzim fumarase. Asam malat diubah menjadi asam oksaloasetat oleh malat dehidrogenase. Dalam proses ini NAD direduksi menjadi NADH2. Jadi regenerasi asam oksaloasetat melengkapi siklus krebs. Pada reaksi siklus krebs (dua asetil-CoA) dihasilkan energi sebanyak 6 NADH2, 2 FADH2, 2 ATP dan 4 CO2. Untuk lebih jelas, dapat diamati pada gambar berikut ini.
Gambar 2.3. Proses Siklus Krebs
2.3.1.4. Transpor Elektron dan Fosforilasi Oksidatif
Proses glikolisis dan siklus krebs menghasilkan energi yang tersimpan dalam bentuk NADH dan FADH. Untuk menghasilkan ATP diperlukan sistem transpor elektron. Transpor elektron ini berlangsung di dalam membran mitokondria sebelah dalam. Walaupun dalam reaksi ini akan diserap O2 dan dihasilkan H2O, namun NADH dan FADH tidak dapat bereksi langsung dengan oksigen dan molekul air tersebut. Elektron yang terlibat ditransfer melalui beberapa senyawa perantara sebelum H2O dibentuk. Senyawa-senyawa ini membentuk sistem pengangkutan elektron pada mitokondria. Pengangkutan elektron berlangsung mulai dari senyawa perantara yang secara termodifikasi sulit direduksi (senyawa dengan potensial reduksi negatif) menuju senyawa yang mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk menerima elektron (senyawa dengan potensial reduksi yang lebih tinggi atau bahkan positif). Oksigen mempunyai kecenderungan tertinggi untuk menerima elektron. Setiap senyawa pembawa elektron dalam sistem ini hanya menerima elektron dari senyawa pembawa lainnya yang letaknya berdekatan dengannya. Senyawa-senyawa pembawa elektron ini tersusun secara terbaris pada bagian dalam membran mitokondria. Pada setiap mitokondria terdapat ribuan sistem pengangkutan elektron. Lintasan utama transpor elektron dimulai dengan dua elektron dan dua ion H+ dipindahkan ke NAD, sehingga direduksi menjadi NADH2. NADH2 memindahkan dua elektron
dan dua ion H+ ke suatu enzim flavin, flavin mononukleotida (FMN) atau flavin adenin dinukleotida (FAD), sehingga mereduksi senyawa tersebut. Energi yang diperlukan untuk mereduksi FAD kurang dari yang dilepaska oleh oksidasi NADH2 dan energi sisanya digunakan untuk sintesis satu molekul ATP dari ADP dan iP. Selanjutnya FADH2 mereduksi suati enzim besi yang terkait dengan gugus SH. Senyawa ini mereduksi dua molekul enzim porfirin-besi pemindah elektron yaitu sitokrom b. Sitokrom b mereduksi senyawa fenolik menjadi kinon dan ubiquinon; pada titik ini perlu ditambahkan ion H+ dan eklektron. Elektron dari ubiquinon kemudian mereduksi sitokrom c, dua ion H+ meninggalkan sistem angkutan. Pada titik ini, dibebaskan energi yang cukup untuk sintesis molekul aTP kedua untuk setiap dua elektron yang dipindahkan. Sitokrom c mereduksi sitokrom a yang selanjutnya mereduksi sitokrom a3 dan pada titik ini dibentuk ATP ketiga untuk setiap dua elektron yang dipindahkan. Sitokrom a3 merupakan anggota sistem transpor elektron yang dapat bereaksi dengan molekul oksigen. Sitokrom a dan a3 membentuk suatu asosiasi molekuler yang disebut sitokrom oksidase yang secara kimia belum dapat dipisahkan. Dua elektron dipindahkan ke satu atom oksigen ( O2). Ini menyempurnakan pemindahan dua elektron dari tingkat energi tinggi yang dimiliki substrat (AH2) ke tingkat energi rendah yang terdapat dalam air. Energi yang dilepaskan oleh oksidasi substrat disimpan dalam tiga molekul ATP yang disintesis di sepanjang proses angkutan gambar berikut.
elektron.
Untuk
lebih
jelasnya
perhatikan
Gambar 2.4. Proses Transpor Elektron Pembentukan ATP dalam sistem transpor elektron (rantai respiratoris) dikenal juga sebagai fosforilasi oksidatif biologis. Proses keseluruhan oksidasi biologis mempunyai dua fungsi yaitu menghasilkan energi dan menyediakan senyawa antara untuk sintesis. Jika dihitung jumlah ATP yang dihasilkan dalam oksidasi biologis, dengan bahan awal adalah satu molekul glukosa, maka akan diperoleh 38 molekul ATP.
2.3.1.5. Jalur Pentosa Fosfat
Setelah tahun 1950, mulai disadari bahwa glikolisis dan siklus krebs bukan merupakan rangkaian reaksi satu-satunya bagi tumbuhan untuk mendapatkan energi dari oksidasi gula menjadi karbondioksida dan air. Lintasan yang berbeda ini disebut dengan Lintasan Pentosa Fosfat (LPF), karena terbentuk senyawa antara yang terdiri atas lima atom karbon. Lintasan ini juga disebut sebagai Lintasan Fosfoglukonat. Beberapa senyawa lintasan pentosa fosfat juga anggota daur calvin, tempat gula fosfat disintesis di kloroplas. Perbedaan utama antara daur calvin dan lintasan pentosa fosfat adalah pada lintasan pentosa fosfat gula fosfat tidak disintesis melainkan dirombak. Dalam hal ini, reaksi pentosa fosfat serupa dengan reaksi glikolisis hanya perbedaannya lintasan pentosa fosfat penerima elektronnya selalu NADP+, sedangkan di glikolisis penerima elektronnya adalah NAD+. Jalur pentosa fosfat ini terjadi di dalam sitoplasma sel.
Reaksi LPF pertama melibatkan glukosa-6-fosfat, yang berasal dari perombakan pati fosforilase di glikolisis, dari penambahan fosfat akhir pada ATP ke glukosa atau langsung dari fotosintesis. Senyawa ini segera dioksidasi oleh glukosa-6-fosfat dehidrogenase menjadi 6fosfoglukono-laktona. Laktona ini secara cepat dihodrolisis oleh laktonase menjadi 6fosfoglukonat, kemudian senyawa ini diderkaboksilasi secara oksidatif menjadi ribulosa-5-fosfat oleh 6-fosfoglukonat dehidrogenase. Selanjutnya ribulosa-5-fosfat oleh isomerase diubah menjadi ribosa-5-fosfat, dan oleh epimerase diubah menjadi xilulosa-5-fosfat. Ribosa-5-fosfat dan
xilulosa-5-fosfat
yang
dihasilkan
kemudian
oleh
transketolase
diubah
menjadi
sedoheptulosa-7-fosfat dan 3-fosfogliseraldehid (gliseraldehida-3-fosfat). Selanjutnya oleh transsaldolase, sedoheptulosa-7-fosfat dan 3-fosfogliseraldehid diubah menjadi eritosa-4-fosfat dan fruktosa-6-fosfat. Setelah itu xilulosa-5-fosfat dengan eritosa-4-fosfat oleh transkelotase diubah menjadi 3-fosfogliseraldehida dan fruktosa-6-fosfat, yang merupakan senyawa antara pada glikolisis. Jadi, LPF dapat dianggap sebagai jalur alternatif menuju senyawa yang akan dirombak oleh glikolisis. Reaksi-reaksi ini dipicu oleh enzim isomerase, epimerase, transketolase, dan transaldolase. Dari jalur LPF, dua molekul NADP direduksi bagi setiap molekul CO2 yang dilepaskan dari glukosa, yang akan menghasilkan enam molekul ATP. Jika 3-fosfogliseraldehida yang dihasilkan LPF masuk ke jalur glikolisis dan selanjutnya ke siklus krebs, maka energi yang dihasilkan adalah 37 ATP per molekul glukosa yang dioksidasi. Untuk lebih jelasnya dapat diamati pada gambar berikut ini.
Gambar 2.5. Proses Jalur Pentosa Fosfat Fungsi lintasan pentosa fosfat adalah: 1. Produksi NADPH, senyawa ini kemudian dapat dioksidasi untuk menghasilkan ATP. 2.
Terbentuknya senyawa eritosa-4-fosfat, senyawa ini merupakan bahan baku essensial untuk pembentukan senyawa fenolik seperti sianin dan lignin.
3.
Menghasilkan ribulosa-5-fosfat yang merupakan bahan baku unit ribosa dan deoksiribosa pada nukleutida pada RNA dan DNA.
2.3.4
2.3.2. Mekanisme Respirasi Anaerob
Pada kebanyakan tumbuhan dan hewan respirasi yang berlangsung adalah respirasi aerob, namun demikian dapat saja terjadi respirasi aerob terhambat pada suatu hal, maka hewan dan tumbuhan tersebut akan melangsungsungkan respirasi anaerob untuk dapat bertahan hidup. Pada umumnya respirasi anaerob pada makhluk hidup hanya terjadi jika persediaan oksigen bebas ada di bawah batas minimum. Respirasi anaerob lazim disebut sebagai fermentasi.
2.3.2.1 Fermentasi
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel tanpa membutuhkan oksigen. Gula adalah bahan yang umum dalam fermentasi. Beberapa contoh hasil fermentasi adalah etanol, asam laktat, dan hidrogen. Akan tetapi beberapa komponen lainnya dapat juga dihasilkan dari proses fermentasi ini seperti asam butirat dan aseton. Ragi dikenal sebagai bahan yang umum
digunakan dalam fermentasi untuk menghasilkan etanol dalam bir, anggur, dan minuman beralkohol lainnya. Pada banyak tumbuhan yang biasa tumbuh di darat, penggenangan dalam air dalam waktu yang lama merupakan ancaman bagi kehidupannya. Hal ini dikarenakan respirasi aerob akan terhenti sama sekali, sehingga terjadilah respirasi anaerob yang terkadang tidak mencukupi energi yang dibutuhkannya, dan akumulasi zat beracun akibat respirasi anaerob dalam waktu yang lama akan mengakibatkan kematian bagi tumbuhan tersebut. Fermentasi yang umum terjadi pada tumbuhan adalah fermentasi alkohol atau fermentasi etanol. Pada proses fermentasi, satu molekul glukosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua molekul karbondioksida. Seperti pada glikolisis, glukosa diubah menjadi asam piruvat selama proses fermentasi. Kemudian asam piruvat diubah menjadi etanol dan karbondioksida dengan bantuan enzim karboksilase dan alkohol dehidrogenase. Berikut ini adalah gambar proses fermentasi etanol.
Gambar 2.6. Proses Fermentasi Etanol
2.3.2.2. Respirasi IntraMolekuler
Respirasi antar atau intramolekul terjadi sama seperti pada proses fermentasi. Respirasi anaerob pada tumbuhan disebut juga respirasi intramolekul, mengingat, bahwa respirasi ini hanya terjadi di dalam molekul saja.dalam respirasi anaerob, oksigen tidak diperlukan; juga di dalam proses ini hanya ada pengubahan zat organik yang satu menjadi zat organik yang lain. Contohnya perubahan gula menjadi alkohol, di mana pada hakikatnya hanya ada pergeseran tempat-tempat antara molekul glukosa dan molekul alkohol.
Beberapa spesies bakteri dan mikroorganisme dapat melakukan respirasi intramolekuler. Oksigen yang diperlukan tidak diperoleh dari udara bebas, melainkan dari suatu persenyawaan. Contoh : CH3CHOH.COOH + HNO3 → CH3.CO.COOH + HNO2 + H2O + Energi (asam susu) (asam piruvat) Respirasi anaerob dapat berlangsung pada biji-bijian seperti jagung, kacang, padi, biji bunga matahari dan lain sebagainya yang tampak kering. Akan tetapi pada buah-buhan yang basah mendaging pun terdapat respirasi anaerob. Hasil dari respirasi anaerob di dalam jaringan jaringan tumbuhan tinggi tersebut kebanyakan bukanlah alkohol, melainkan bermacam-macam asam organik seperti asam sitrat, asam malat, asam oksalat, asam tartarat dan asam susu.
2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Respirasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi dapat dibedakan menjadi dua faktor, yaitu: 1. Faktor internal, merupakan faktor yang berasal dari dalam tubuh tumbuhan itu sendiri, yaitu : a. Jumlah plasma dalam sel Jaringan-jaringan meristematis muda memiliki sel-sel yang masih penuh dengan plasma dengan viabilitas tinggi biasanya mempunyai kecepatan respirasi yang lebih besar daripada jaringan jaringan yang lebih tua di mana jumlah plasmanya sudah lebih sedikit. b. Jumlah substrat respirasi dalam sel Tersedianya substrat respirasi pada tumbuhan merupakan hal yang penting dalam melakukan respirasi. Tumbuhan dengan kandungan substrat yang sedikit akan melakukan respirasi dengan laju yang rendah pula. Sebaliknya, tumbuhan dengan kandungan substrat yang banyak akan melakukan respirasi dengan laju yang tinggi. S ubstrat utama respirasi adalah karbohidrat. c. Umur dan tipe tumbuhan Respirasi pada tumbuhan muda lebih tinggi dari tumbuhan yang sudah dewasa atau lebih tua. Hal ini dikarenakan pada tumbuhan muda jaringannya juga masih muda dan sedang berkembang dengan baik. Umur tumbuhan juga akan memepengaruhi laju respirasi. Laju respirasi tinggi pada saat perkecambahan dan tetap tinggi pada fase pertumbuhan vegetatif awal (di mana laju pertumbuhan juga tinggi) dan kemudian akan menurun dengan bertambahnya umur tumbuhan. 2. Faktor eksternal, adalah faktor yang berasal dari luar sel a tau lingkungan, terdiri atas: a.
Suhu
Pada umumnya dalam batas-batas tertentu kenaikan suhu menyebabkan pula kenaikan laju respirasi. Kecepatan reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10oC, namun hal ini tergantung pada masing-masing spesies tumbuhan. Perlu diingat, kenaikan suhu yang melebihi batas minimum kerja wnzim, akan menurunkan laju respirasi karena enzim respirasi tidak dapat bekerja dengan baik pada suhu tertalu tinggi. b. Kadar O2 udara Pengaruh kadar oksigen dalam atmosfer terhadap kecepatan respirasi akan berbeda-beda tergantung pada jaringan dan jenis tumbuhan, tetapi meskipun demikian makin tinggi kadar oksigen di atmosfer maka makin tinggi kecepatan respirasi tumbuhan. c.
Kadar CO2 udara Semakin tinggi konsentrasi karbondioksida diperkirakan dapat menghambat proses respirasi. Konsentrasi karbondioksida yang tinggi menyebabkan stomata menutup sehingga tidak terjadi pertukaran gas atau oksigen tidak dapat diserap oleh tumbuhan. Pengaruh hambatan yang telah diamati pada respirasi daun mungkin disebabkan oleh hal ini.
d. Kadar air dalam jaringan Pada umumnya dengan naiknya kadar air dalam jaringan kecepatan respirasi juga akan meningkat. Ini nampak jelas pada biji yang sedang berkecambah. e.
Cahaya Cahaya dapat meningkatkan laju respirasi pada jaringan tumbuhan yang berklorofil karena cahaya berpengaruh pada tersedianya substrat respirasi yang dihasilkan dari proses fotosintesis.
f.
Luka dan stimulus mekanik Luka atau kerusakan jaringan (stimulus mekanik) pada jaringan daun menyebabkan laju respirasi naik untuk sementara waktu, biasanya beberapa menit hingga satu jam. Luka memicu respirasi tinggi karena tiga hal, yaitu: (1) oksidasi senyawa fenol terjadi dengan cepat karena pemisahan antara substrat dan oksidasenya dirusak; (2) proses glikolisis yang normal dan katabolisme oksidatif meningkat karena hancurnya sel atau sel-sel sehingga menambah mudahnya substrat dicapai enzim respirasi; (3) akibat luka biasanya sel-sel tertentu kemb ali ke keadaan meristematis diikuti pembentukan kalus dan penyembuhan atau perbaikan luka.
g. Garam-garam mineral
Jika akar menyerap garam-garam mineral dari dalam tanah, laju respirasi meningkat. Hal ini dikaitkan dengan energi yang diperlukan pada saat garam/ion diserap dan diangkut. Keperluan energi itu dipenuhi dengan menaikkan laju respirasi. Fenomena ini dikenal dengan respirasi garam.