Apakah Hukum Perdata Internasional (disingkat H.P.I) ? VAN BRAKEL di dalam bukunya ―Grondslagen en Beginselen Van Nederlands International Privaatrecht‖ memberikan definisi HPI sebagai berikut: ―International Privatrecht is national recht, voor internationale rechtsverhoudingen geschreven‖ (HPI adalah Hukum Nasional yang khusus diperuntukkan bagi perkara - perkara internasional). di dalam bukunya ―Private International Law‖ juga
CHESHIRE
memberikan definisi HPI sebagai berikut : ―That pert of English Law Known as Private International Law comes into operation, whenever the court is seised of a suit that contain a foregin element‖. GOUW GIOK SIONG (SOEDARGO GAUTAMA) memberikan definisi ―Hukum
Perdata International Indonesia‖ sebagai berikut:
―Keseluruhan peraturan dan keputusan hukum yang menunjukkan stelsel hukum manakah yang berlaku atau apakah yang merupakan hukum, jika hubungan
hukum dan peristiwa-peristiwa
negara pada suatu waktu tertentu
antara
memperlihatkan
warga (warga) titik-titik pertalian
dengan stelsel-stelsel dan kaidah-kaidah hukum dari dua negara, yang berbeda
atau lebih
dalam lingkungan-lingkungan kuasa, tempat,
(pribadi) dan soal-soal‖. Yang dimaksud dengan HPI, yaitu hukum perdata untuk perkara – perkara International, yang ―bercorak‖ international. Jadi adanya ―unsur asing‖ inilah yang menentukan, apakah suatu masalah/ perkara termasuk HPI atau tidak. Istilah ―internasional‖ pada HPI
hanya mempunyai
arti
yang
kosmopolitis, yang dipergunakan secara umum, bukan hukumnya yang internasional, melainkan materinya. HPI
tumbuhnya sedikit demi sedikit, dan tersebar diperbagai
perundang-undangan. Umpamanya dai dalam BW, WvK, undang-undang
1
kepailitan, Rv (hukum acara untuk RvJ dahulu); namun tidak terdapat di dalam HIP Ketentuan-ketentuan HPI tersebar dimana-mana, ada juga wadah utamanya (sedes materiae) yaitu Algemene Bepalingen van Wetgeving (AB). Disitu terdapat tiga ketentuan-ketentuan pokok HPI, yaitu pasal 16, 17, dan 18. Isi ketiga ketentuan dasar HPI ? 16 AB : Status
dan wewenang seseorang harus
dinilai
menurut
hukum nasionalnya jadi seorang WNI, dimanapun ia berada tetap terikat kepada hukumnya sendiri yang menyangkut status dan wewenang. Ketentuan
ini dianalogkan pula terhadap
orang asing, jadi orang asingpun
mengenai status dan
wewenangnya harus kita nilai, menurut hukumnya sendiri. Ini sudah merupakan pendapat umum para sarjana. 17 AB : Mengenai benda-benda tetap harus dinilai menurut hukum dari negara atau tempat dimana benda tetap itu terletak (Lex resitae). 18 AB : Bentuk tindakan hukum dinilai menurut
hukum dimana
tindakan itu dilakukan (Locus regit actum). Ketiga pasal tersebut di atas yang merupakan ketentuan dasar HPI, merupakan contoh-contoh ketentuan penunjuk, karena menunjuk suatu sistem hukum tertentu, mungkin nasional, mungkin pula hukum asing. Sumber –sumber HPI HPI
adalah bagian daripada
sumbernya juga nasional, seperti
hukum nasional, jadi sumber-
sumber-sumber
intern.
2
hukum materiel –
Di dalam
hukum materieel – intern sumber utama adalah
perundang-undangan ; jadi hukum tertulis. Sebaliknya dalam bidang HPI sumber utama
dalah kebiasaan dan juriprudensi, yaitu perundang-
undangan dan traktat. Di bidang HPI pun, Hukum terikat pada ketentuan ps. 22 AB, yang menentukan, bahwa hakim yang menolak mengadili (rechtsweigening) dengan alasan tidak ada undang-undang atau aturan-aturannya tidak jelas, dapat dituntut. Jadi nyatalah pada kita, betapa pentingnya peranan hakim di bidang HPI. Pada 16, 17 dan 18 berasal dan merupakan jiplakan dari pasal 6 dan 7 AB Nederland, sedangkan yang terakhir ini bersumber pula dari pasal 3 CC Perancis. Memang pasal 6 dan 7 AB Nederland isinya sejiwa dengan pasal 3 CC tersebut. Pasal 3 CC ini memang
berisi dasar
prinsipiel yang dikenai sebagai status personel dan status rieel. Memang merupakan prinsip-prinsip
saja, maka
pengolahan lebih lanjut.
3
jelas masih memerlukan
KUALIFIKASI
Di dalam menghadapi sesuatu problem hukum, harus mulai terlebih dahulu dengan kualifikasi. Kualifikasi itu tidak hanya mengenai fakta-faktanya, tetapi juga mengenai ketentuan-ketentuan hukumnya yang seharusnya diterapkan. Kualifikasi Penting Di bidang HPI Contoh : 1. Kadaluwarsa (verjaring, statute of limitations) Menurut
sistem
hukum di
―verjaring‖ ini dianggap
negara-negara Eropa kontinental,
sebagai lembaga
hukum
materieel
(substantive law). Tetapi menurut sistim common – law (negaranegara Anglo – Saxon), ini dikualifiseer sebagai hukum acara (procedural law) 2. Harta peninggalan tanpa ahli waris (onbeheerde nalatenschap) Ini banyak terjadi dalam praktek. Dapat dikatakan di dalam sistimsistem hukum semua negara terdapat ketentuan-ketentuan, yang mengatakan, bahwa harta kekayaan seseorang yang meninggal tanpa ahli waris, akan jatuh ke tangan negara. Ini sudah merupakan pendapat yang umum dianut. Di negara kita hal ini diatur di dalam ps. 1126 – 1130 BW. Ada 3 (tiga) Teori Tentang Kualifikasi 1. Kualifikasi Menurut Lex Fori Menurut pendirian ini, pengertian hukum dalam kaidah-kaidah HPI, umpamanya domisili, perjanjian kawin, gugatan perbuatan melawan hukum, tempat lahirnya kontrak, dan sebagainya harus dikualifiseer
4
menurut dan sesuai dengan pengertian-pengertian hukum intern – materieel dari hukum sang hakim sendiri.
2. Kualifikasi Menurut Lex Causae Kualifikasi hendaknya dilakukan menurut sistem hukum dari mana pengertian ini berasal (―to which it belongs‖)
3. Kualifikasi Otonom Kualifikasi harus dilakukan terlepas dari sesuatu sistem hukum tertentu.
Ketentuan
penunjuk
terbina
dengan
pengertian-
pengertian yang khas HPI, jadi tidak perlu identik
dengan
pengertian-pengertian dalam hukum materieel hakim, atapun dengan hukum asing. Ketentuan kualifikasi harus dilakukan dengan membanding-bandingkan pengertian-pengertian
HPI,
yang
supaya
dapat
dapat
berlaku
mendasarkan diri pada ilmu perbandingan hukum.
5
ditemukan
umum.
Jadi
RENVOI Renvoi
adalah
penunjukkan
kembali
hukum
yang
semula
menunjukkan sebagai hukum yang harus diterapkan. Ketentuan-ketentuan hukum materieel dinamakan Sachnorm, kalau termasuk juga ketentuanketentuan HPI – nya, disebut Gesamjtnorm. Dalam
hal
demikian
dikatakan
terjadi
Renvoi
(Remission,
Ruckverweisung) 1. Yang Menerima Renvoi Golongan ini berpendapat, bahwa tidak perlu terjadi circuluc vituosis. Jadi di dalam pendapat yang pro-Renvoi terkandung suatu pendirian,
bahwa
penunjukkan
semula
kepada
hukum
asing
merupakan suatu Gesamtnormverweisung, tapi penunjukkan kembali oleh hukum asing itu tadi berupa suatu Sachnormverweisung. Maka penunjukkan kembali ini haruslah kita terima, demi penghormatan kita terhadap pendapat asing. Kita tidak boleh mengembalikkannya lagi. 2. Yang Menolak Renvoi Ketentuan penunjuk hanya menunjuk kepada lex cause, yang terdapat di dalam hukum materieel. Lex cause dapat berupa hukum asing, tapi mungkin pula berupa hukum intern ketentuan penunjuk kita menuju
kita sendiri. Kalau
kepada hukum asing, maka
penunjukkan ditujukan hanya kepada hukum materieel (lex causae) yang langsung menyelesaikan persoalan; tidak ditujukan kepada HPInya. Sebab ketentuan-ketentuan HPI tidak langsung menyelesaikan persoalan,
HPI
hanya
menentukan
hukum
mana
yang
akan
diterapkan. Golongan yang menolak
Renvoi, menunjuk kepada hukum
asing adalah suatu Schnomverweisung.
6
Sampai disini kita membuat beberapa schema : Neg. B (dom)
Menunjuk
Neg. A (Nas)
Renvoi Remission Rucverwisung Single Renvoi
Menunjuk Kembali
(Sistem Kontinental)
Tapi ada kemungkinan lain: Neg. A (Nas)
Neg. B (dom) Tapi domisilinya Bukan di B tapi di C
Transmission Weiterverweisung Menunjuk terus
C
Kalau menerima Renvoi (remission), maka konsekwensinya harus pula menerima transmission, atau sebaliknya. — 3 —— ———
Foreign Court
Renvoi II Inggris (Dom)
Theory Foreign Court
Italia Perancis (Nas)
I
Renvoi I
Doctrine Double Renvoi (Sistem Inggris)
2
Renvoi I : ditinjau dari hukum Inggris Renvoi II : ditinjau dari hukum Italia / Perancis
7
OPENBARE ORDE
Openbare orde berasal
dari bahasa Belanda, ordre public
(Perancis), publik policy (Inggris). Vorbehaltklausel (Jerman). SOEDARGO GAUTAMA menggunakan istilah : ketertiban umum : merupakan terjemahan
harfiah dari ―openbare orde‖. MASMOEIN condong
menggunakan istilah ―Tata Tertib Negara/ Masyarakat‖ atau ―Ketertiban Hukum‖. Fungsi HPI yaitu untuk menemukan dan menerapkan huku perdata tertentu, apabila hubungan-hubungan perdata
melibatkan unsur-unsur
asing. Hukum perdata tertentu tadi mungkin hukum nasional, mungkin ―Jiwa Internasional‖ dari HPI. Dibidang Hukum Acara Perdata
dikenal
suatu prinsip yang
mewajibkan hakim karena jabatannya (ex opfficio, ambtnalve) untuk menerapkan
ketentuan-ketentuan
perdata,
karena
ketentuan
ini
mempunyai sifat ―Van openbare orde‖. Dibidang Hukum Publik, makna dan fungsinya openbare masyarakat, agar
orde adalah untuk menjamin kepentingan
kehidupan
kemasyarakatan
sehari-hari berjalan
lancar dan tertib. Di bidang Hukum Pidana ditemukan ketentuanketentuan
tentang pelanggaran openbare orde yang dicantumkan
di
dalam Bab V Buku UU KUHP dengan judul ; Tentang kejahatan terhadap ketertiban
umum;
openbare
orde
disini
dalam
arti
kehidupan
kemasyarakatan dan tata tertib kenegaraan. Arti dan makna openbare orde di bidang Hukum Perdata Intern tercantum dalam pasal 23 AB yang isinya sebagai berikut : ―Undangundang yang menyangkut ketertiban umum (publieke orde) dan kesulitan (goedezeden) tidak dapat ditiadakan kekuatan berlakunya oleh tindakantindakan dan perjanjian-perjanjian apapun. Jadi disini fungsi openbare
8
orde adalah untuk membatasi kebenaran orang untuk membuat perjanjian atau tindakan-tindakan tertentu lainnya. Pasal 23 AB ini ―dioper‖ dari pasal 6-CC Perancis, hanya pembatasan atas prinsip otonomi para pihak. Kesimpulan : pasal 23 AB lebih luas dibandingkan dengan pasal 6 CC. Dari isinya pasal 23 AB tersebut sudah jelas, bahwa ketentuan tersebut diperlakukan sebagai pedoman untuk menilai, apakah sesuatu tindakan atau perjanjian bertentangan dengan openbare orde di bidang Hukum Perdata Intern atau tidak. Pasal 23 AB meliputi perjanjian dan tindakan hukum yang terjadi di dalam wilayah negara. Perjanjian-perjanjian dengan orang asing atau tindakan-tindakan orang asing yang terjadi disini, turut dibatasi oleh ketentuan tersebut. Hubungan antara pengertian openbare orde dalam pasal 23 AB dengan pengertian openbare orde di bidang HPI ? Menurut VAN BRAKEL terdapat persamaan tidak tolak antara openbare orde dari pasal 23 AB dan openbare orde di bidang HPI, namun ada perbedaan di dalam perumusan makna dan isinya. 1. Di dalam perumusan pasal 23 AB, disamping istilah ―openbare orde‖ disebut pula istilah ―kesusilaan‖ (goede zeden). Tetapi dalam pengertian openbare orde di bidang HPI dianggap sudah tercakup azas-azas umum tentang kesusilaan. 2. Isinya openbare orde pasal 23 AB dapat dianggap lebih luas daripada isinya openbare orde di bidang HPI . Di dalam openbare orde HPI tidak semua ketentuan-ketentuan yang bersifat memaksa dianggap termasuk di dalamnya. Jadi walaupun kedua pengertian itu bertumpu pada azas yang sama dan walaupun kedua-duanya melindungi kepentingan-kepentingan yang sama, namun luasnya ruang lingkup masing-masing bidang itu tidaklah sama. Yang internasional lebih sempit daripada yang intern – nasional.
9
PENYELUNDUPAN HUKUM Terjemahan dari bahasa Belanda ―wesontduiking‖. Istilah lain : ―Gesetzesumgehung‖ (Jerman), ―legal fraud‖ (Inggris), fraud legis (latin). Artinya halal. MASHOEIN condong pada pemakaian istilah ―pengingkaran hukum‖.
Tapi
dari
segi
praktisnya,
kita
gunakan
saja
istilah
―westsontduiking‖. Mengapa sampai timbul praktek wetsontduiking itu ? Mengapa seseorang mengingkari undang-undang/ hukumnya sendiri ? Jawabannya tentunya : karena hukumnya sendiri tidak akan memberikan akibat-akibat hukum yang dikehendaki. Tapi sifat umum daripada ketentuan itu malahan berakibat, bahwa daya cakupnya terlalu luas, sehingga termasuk pula didalamnya kejadiankejadian atau hal-hal yang sebetulnya tidak dimaksudkan untuk ditempatkan dibawah kekuasaan ketentuan tersebut. Dengan jalan demikian, maka dapat disesuaikan bekerjanya ketentuan
itu dengan maksud
dan tujuan (Strekking) yang tersirat
didalamnya. Contoh interpretasi ekstensif : pasal 1576 BW yang isinya adalah : ―penjualan tidak menghapuskan sewa‖ (koop breekt geen huur). Disitu hanya disebut ―jual‖. Contoh rechtverfijning : pasal 1977 BW. Pasal ini dirasakan terlalu luas. Isinya : penguasaan atas benda bergerak merupakan title yang sempurna bezit geldt als volkomen title. Adanya dua syarat wetsontduiking sebagai berikut : 1. Dengan sengaja
melahirkan
fakta-fakta
atau peristiwa-peristiwa
sebagai alat untuk memperlakukan hukum asing yang ditunjuk oleh
10
ketentuan
penunjuk
nasionalnya, selaku gantinya ketentuan-
ketentuan undang-undang nasionalnya sendiri. 2. Dari undang-undangnya sendiri ini ada kewajiban bagi orang yang bersangkutan mentaatinya. Fakta-fakta yang diajukan belum cukup dijadikan alasan menggunakan dalil wetsontduiking. Sebab ini baru memenuhi syarat pertama. Paling jauh dapat dikatakan, bahwa niat/maksud itu baru merupakan suatu petunjuk (semacam tanda bahaya) bagi hakim, untuk secara teliti menyelidiki, apakah orang yang bersangkutan memang boleh menghindari diri dari undang-undang yang normaliter berlaku baginya. Jadi yang pokok dan menentukan di dalam wetsontduiking ini adalah syarat-syarat kedua yang dengan kata-kata lain dapat dirumuskan sebagai berikut : undang-undang yang normaliter berlaku terhadap
tindakan-tindakan
orang
yang
bersangkutan
tidak
memperbolehkan penghindaran akibat-akibat hukum yang terbawa oleh undang-undang. Contoh wetsontduiking dibidang hukum intern : mengenai jaminan hutang. Menurut BW kita disamping benda tetap – benda bergerak juga dapat dijadikan jaminan hutang. Ini diatur dalam pasal 1150. Di dalam hukum material (BW) terdapat banyak ketentuan yang jelas merupakan hukum mutlak (dwingend recht), jadi tidak boleh diingkari. Tapi banyak pula diantara ketentuan-ketentuan yang bersifat mutlak menyebabkan tindakanya itu tidak sah. Wetsontduiking ini sering juga terjadi di bidang hukum perjanjian dan dibidang-bidang hukum asing, yang seharusnya tidak akan
diterapkan,
jika
tidak
diambil
tindakan-tindakan
yang
mengelakkan. Tujuannya adalah untuk menghindarkan akibat hukum
11
yang tidak dikehendaki atau untuk menimbulkan akibat hukum yang diingini. Segi-segi persamaan antara wetsontduiking dengan openbare orde yaitu : kedua-duanya mengecualikan penerapan secara wajar undang-undang asing yang normaliter harus diterapkan, demi melindungi undang-undang nasional. Tapi ada juga perbedaannya. Kalau openbare orde didalilkan, bahwa penerapan hukum asing akan membawa akibat yang berlawanan dengan prinsip-prinsip hukum, moral dan kesusilaan, maka pada wetsontduiking penerapan hukum asing secara normal tidak ada halangan hanya saja cara diperolehnya kemungkinan untuk menerapkan hukum asing ini yang dianggap tidak tepat. Pembenaran penerimaan dan penggunaan teori wetsontduiking ini? Didalam pasal 14 AB (= pasal 23 AB kita). Wetsontduiking itu baru boleh digunakan, kalau upaya yang akan dapat menghasilkan hasil yang sama memang sudah tidak terdapat dan jangan tanpa alasan.
12
VESTED RIGHTS
Istilah ―vested right‖ dapat diterjemahkan dengan ―hak-hak yang telah diperoleh‖. Istilah-istilah lain ―droits
acquis‖
(Perancis),
―wohlerworbenen
Rechte‖
adalah
―acquired rights‖ (Inggris)
―verkregen
(Jerman),
―iura
rechten‖ quesita‖
(Belanda), (Latin),
yang
kesemuanya mengandung arti ―hak-hak yang telah diperoleh‖. Di bidang HPI yang dimaksud adalah hak-hak yang telah diperoleh di luar negeri atau yang lahir dan berasal dari tata hukum asing. Di dalam pembahasan ―vested rights‖ di bidang HPI, yang diartikan dengan hak, bukan saja hak-hak rechten),
melainkan
di bidang kebendaan (vermogens
juga tercakup didalamya
hak-hak di bidang
kekeluargaan (familierechten) dan status personil meliputi tiap hubungan hukum dan tiap keadaan hukum, misalnya kawin atau tidak, dewasa atau tidak
anak sah atau tidak, warga
negara
X
atau negara Y, dan
sebagainya. ―Vested rights‖ yaitu bahwa perubahan fakta-fakta atau keadaankeadaan hukum hukum
yang menyebabkan suatu hubungan
diterapkan
suatu
kaidah
hukum
atau
tertentu,
keadaan
tidak
akan
mempengaruhi berlakunya kaidah semula. Teori “VESTED RIGHTS” Ajaran HUBBER bertumpu pada tiga prinsip: 1. Hukum sesuatu negara hanya mempunyai kekuatan berlaku di dalam batas – batas territori kedaulatannya. 2. Semua orang yang tinggal menetap
atau sementara
territoir suatu negara yang berdaulat, dianggap
13
di dalam
dan diperlukan
sebagai warganya (subjects) dan dengan demikian tunduk kepada hukum negara tersebut. 3. Tetapi
atas dasar komitas (comitas gentium), setiap penguasa
yang berdaulat
mengakui, bahwa hukum yang sudah bekerja
(operated) di negara asalnya,
akan diakui
pula dimana saja,
dengan syarat, bekerjanya hukum tersebut tidak akan merugikan para warga dari negara, dimana pengakuan itu diminta. DICEY merumuskan konsepnya tentang ―vested
rights‖
sebagai berikut: ―Setiap hak yang telah diperoleh secara sah (duly acquired) menurut hukum dari tiap negara beradap, diakui dan pada umumnya dilaksanakan (enforced) oleh pengadilan. Kekecualian terhadap konsepsi ini hanya ada, apabila pengakuan itu bertentangan dengan ―public policy‖. Pembedaan demikian agak terlalu teoritas dan nilai praktisnya boleh dikatakan tidak ada. Dalam melaksanakan
suatu hak yang
diciptakan di luar negeri, pengadilan harus melihat kepada
hukum
asing yang menciptakan hak itu dan mempergunakannya atas faktafakta bersangkutan, sehingga akhirnya dapat menentukan, apakah memang terdapat suatu hak atau tidak.
14