REFERAT
KOLESTASIS PADA ANAK
Disusun Oleh : Deslia Chaerani 030.09.065
Pembimbing : dr. Daniel Effendi, SpA
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK PERIODE 24 Maret – 31 31 Mei 2014 RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA, MEI 2014
1
LEMBAR PENGESAHAN
Nama Mahasiswa
: Deslia Chaerani
NIM
: 030.09.065
Bagian
: Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Periode Kepaniteraan
: 24 Maret 2014 - 31 Mei 2014
Judul Referat
: Kolestasis Pada Anak
Pembimbing
: dr. Daniel Effendi, Sp.A
Jakarta, Mei 2014 Pembimbing,
dr.Daniel Effendi, Sp.A
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan izin Nya penyusun dapat menyelesaikan referat ini tepat pada waktunya. Referat ini disusun guna memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSUD Budhi Asih Jakarta. Penyusun mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dr.Daniel Effendi, Sp.A yang telah membimbing penyusun dalam mengerjakan referat ini, serta kepada seluruh dokter yang telah membimbing penyusun selama di kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSUD Budhi Asih Jakarta. Dan juga ucapan terima kasih kepada temanteman seperjuangan di kepaniteraan ini, serta kepada semua pihak yang telah memberi dukungan dan bantuan kepada penyusun. Dengan penuh kesadaran dari penyusun, meskipun telah berupaya semaksimal mungkin untuk menyelesaikan referat ini, namun masih terdapat kelemahan dan kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penyusun harapkan. Akhir kata, penyusun mengharapkan semoga referat ini dapat berguna dan memberikan manfaat bagi kita semua.
Jakarta, Mei 2014
Deslia Chaerani
3
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Kolestasis adalah terganggunya aliran empedu bahkan sampai berhentinya aliran empedu tersebut. Secara klinis dapat diketahui dengan adanya ikterus. Penyakit yang menyebabkan perlambatan atau berhentinya aliran empedu cukup banyak sehingga sering menyebabkan kesukaran dalam diagnosa. Sedangkan kepastian diagnosa adalah penting sekali karena berhubungan dengan pengobatan yang berbeda, apakah memerlukan tindakan operasi atau hanya medikamentosa.1 Kolestasis neonatal masih merupakan permasalahan di bidang ilmu kesehatan anak disebabkan spektrum penyebabnya sangat luas dengan gejala klinis serupa. Kemajuan di bidang
teknik
diagnosa
dengan
adanya
ultrasonografi,
skintigrafi,
pemeriksaan
histopatologis, dan biologi molekuler tidak serta merta dapat menegakkan diagnosa dengan cepat sebab pada kelainan ini tidak ada satupun pemeriksaan yang superior. Kesadaran akan adanya kolestasis pada bayi dengan ikterus berumur lebih dari 14 hari merupakan kunci utama dalam penegakan diagnosa dini yang berperan penting terhadap prognosa. Penyebab utama kolestasis neonatal adalah hepatitis neonatal suatu hepatopati neonatal berupa proses inflamasi nonspesifik jaringan hati karena gangguan metabolik, endokrin, dan infeksi intrauterin. Penyebab lainnya adalah obstruksi saluran empedu ekstraheptik dan sindroma paucity intrahepatik. Kerusakan fungsional dan struktural dari jaringan hati disamping disebabkan primer oleh proses penyakitnya, juga disebabkan sekunder oleh adanya kolestasis itu sendiri dimana dalam hal ini yang sangat berperan adalah asam empedu hidrofobik dengan kapasitas detergenik. Salah satu tujuan diagnostik adalah membedakan dengan segera apakah kolestasis disebabkan proses intrahepatik atau ekstrahepatik. Pada kelainan intrahepatik dapat dilakukan tindakan konservatif dan medikamentosa sedang pada kelainan ekstrahepatik terutama atresia bilier, usia saat dilakukan pembedahan sangat menentukan prognosis. Kolestasis pada bayi terjadi pada ± 1:25000 kelahiran hidup. Di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antara tahun 1999-2004 dari 19.270 penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan neonatal kolestasis.
4
B. Tujuan
1. Mengetahui definisi kolestasis 2. Mengetahui klasifikasi kolestasis 3. Mengetahui patofisiologi dan etiologi kolestasis 4. Mengetahui penatalaksanaan kolestasis
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI SISTEM HEPATOBILIER
B. DEFINISI
Kolestasis adalah gangguan pembentukan, sekresi dan pengaliran empedu mulai dari hepatosit, saluran empedu intrasel, ekstrasel dan ekstra-hepatal. Hal ini dapat menyebabkan perubahan indikator biokimia, fisiologis, morfologis, dan klinis karena terjadi retensi bahan bahan larut dalam empedu. Dikatakan kolestasis apabila kadar bilirubin direk melebihi 2.0 mg/dl atau 20% dari bilirubin total. 2 Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum dalam jumlah normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana-basolateral dari hepatosit sampai tempat masuk saluran empedu ke dalam duodenum. Dari segi klinis didefinisikan sebagai akumulasi zat-zat yang diekskresi ke dalam empedu seperti bilirubin, asam empedu, dan kolesterol di dalam darah dan jaringan tubuh. Secara patologi-anatomi kolestasis adalah terdapatnya timbunan trombus empedu pada sel hati dan sistem bilier.
6
Kolestasis merupakan respon alternatif atau bersamaan terhadap jejas. Kolestasis ini didefinisikan sebagai akumulasi dari bahan-bahan dalam serum yang secara normal diekskresi ke dalam empedu seperti bilirubin, kolesterol, asam empedu, dan elemen renik. Biopsi hati menampakkan akumulasi empedu dan pigmen empedu di parenkim. Pada obstruksi ekstrahepatik, pigmen empedu mungkin bisa dilihat di duktus biliaris intralobularis atau seluruh parenkim sebagai danau-danau empedu atau infark. Kolestasis bisa juga terlihat tanpa bukti adanya obstruksi duktus biliaris apabila ada jejas hepatosit atau perubahan pada fisiologi hati menyebabkan pengurangan kecepatan sekresi larut dan air. Agaknya penyebab dapat meliputi perubahan pada ultrastruktur atau sitoskeleton hepatosit, perubahan pada organela yang menyebabkan sekresi empedu, perubahan dalam aktivitas enzim, atau perubahan pada permeabilitas aparatus kanalikuler empedu. Hasil akhirnya tidak bisa dibedakan secara klinis dari kolestasis obstruktif.2,3
C. PATOFISIOLOGI
Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan merupakan kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu mengandung asam empedu, kolesterol, phospholipid, toksin yang terdetoksifikasi, elektrolit, protein, dan bilirubin terkonyugasi. Kolesterol dan asam empedu merupakan bagian terbesar dari empedu sedang bilirubin terkonyugasi merupakan bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu adalah sirkulasi enterohepatik dari asam empedu. Hepatosit adalah sel epetelial dimana permukaan basolateralnya berhubungan dengan darah portal sedang permukaan apikal (kanalikuler) berbatasan dengan empedu. Hepatosit adalah epitel terpolarisasi berfungsi sebagai filter dan pompa bioaktif memisahkan racun dari darah dengan cara metabolisme dan detoksifikasi intraseluler, mengeluarkan hasil proses tersebut ke dalam empedu. Salah satu contoh adalah penanganan dan detoksifikasi dari bilirubin tidak terkonjugasi (bilirubin indirek). Bilirubin tidak terkonjugasi yang larut dalam lemak diambil dari darah oleh transporter pada membran basolateral, dikonyugasi intraseluler oleh enzim UDPGTa yang mengandung P450 menjadi bilirubin terkonjugasi yang larut air dan dikeluarkan ke dalam empedu oleh transporter mrp2. mrp2 merupakan bagian yang bertanggungjawab terhadap aliran bebas asam empedu. Walaupun asam empedu dikeluarkan dari hepatosit ke dalam empedu oleh transporter lain, yaitu pompa aktif asam empedu. Pada keadaan dimana aliran asam empedu menurun, sekresi dari bilirubin terkonyugasi juga terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia terkonyugasi. Proses yang terjadi di hati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan iskemia 7
menimbulkan gangguan pada transporter hepatobilier men yebabkan penurunan aliran empedu dan hiperbilirubinemi terkonjugasi. 2 Terdapat 4 mekanisme dimana hiperbilirubinemia dan ikterus dapat terjadi : 1. Pembentukan bilirubin berlebihan 2. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonyugasi oleh hati 3. Gangguan konyugasi bilirubin 4. Pengurangan eksresi bilirubin terkonyugasi dalam empedu akibat faktor intra hepatik dan ekstra hepatik yang bersifat obstruksi fungsional/mekanik.
Metabolisme Bilirubin ERITROSIT
Hemoglobin
Heme
Hemoksigenase
Biliverdin Biliverdin
Bilirubin indirek (bebas)
HATI
- reductase Lipofilik
kompleks bilirubin - albumin
Ambilian : protein - y ; protein – z Konjugasi (glukuronil transferase)
Bilirubin direk (conjugated) EMPEDU
Hidrofilik
Hidrolisis bakteri usus USUS
Bilirubin :
SIKLUS enterohepatik
Sterkobilin Urobilinogen
8
Metabolisme Bilirubin
Penyebab ikterus kholestatik bisa intra hepatik atau ekstra hepatik. Penyebab intra hepatik adalah inflamasi, batu, tumor, kelainan kongenital duktus biliaris. Kerusakan dari sel paremkim hati menyebabkan gangguan aliran dari garam bilirubin dalam hati akibatnya bilirubin tidak sempurna dikeluarkan ke dalam duktus hepatikus karena terj adinya retensi dan regurgitasi. Jadi akan terlihat peninggian bilirubin terkonyugasi dan bilirubin tidak terkonjugasi dalam serum. Penyumbutan duktus biliaris yang kecil intrahepatal sudah cukup menyebabkan ikterus. Kadang-kadang kholestasis intra hepatal disertai dengan obstruksi mekanis di daerah ekstra hepatal. Obstruksi mekanik dari aliran empedu intra hapatal yang disebabkan oleh batu/hepatolith biasanya menyebabkan fokal kholestasis, keadaan ini biasanya tidak terjadi hiper bilirubinemia karena dikompensasi oleh hepar yang masih baik. Kholangitis supuratif yang biasanya disertai pembentukan abses dan ini biasanya yang menyebabkan ikterus. Infeksi sistemik dapat mengenai vena porta akan menyebabkan invasi ke dinding kandung empedu dan traktus biliaris. Pada intra hepatik kholestasis biasanya terjadi kombinasi antara kerusakan sel hepar dan gangguan metabolisme (kholestasis dan hepatitis).2,3
9
Ekstra hepatik kholestatik disebabkan gangguan aliran empedu ke dalam usus sehingga akibatnya terjadi peninggian bilirubin terkonyugasi dalam darah. Penyebab yang paling sering dari ekstra hepatik kholestatik adalah batu di duktus kholedekhus dan duktus sistikus, tumor duktus kholedekus, kista duktus kholeskhus, tumor kaput pankreas, sklerosing kholangitis.
Perubahan Fungsi Hati pada Kolestasis
Pada kolestasis yang berkepanjangan terjadi kerusakan fungsional dan struktural: A. Proses Transpor Hati
Proses sekresi dari kanalikuli terganggu, terjadi inversi pada fungsi polaritas dari hepatosit sehingga elminasi bahan seperti bilirubin terkonjugasi, asam empedu, dan lemak kedalam empedu melalui plasma membran permukaan sinusoid terganggu.
B. Transformasi dan Konjugasi dari Obat dan Zat Toksik
Pada kolestasis berkepanjangan efek detergen dari asam empedu akan menyebabkan gangguan sitokrom P-450. Fungsi oksidasi, glukoronidasi, sulfasi dan konjugasi akan terganggu.
C. Sintesis Protein
Sintesis protein seperti alkali fosfatase dan GGT, akan meningkat sedang produksi serum protein albumin-globulin akan menurun.
D. Metabolisme Asam Empedu dan Kolesterol
Kadar asam empedu intraseluler meningkat beberapa kali, sintesis asam empedu dan kolesterol akan terhambat karena asam empedu yang tinggi menghambat HMG-CoA reduktase dan 7 alfa-hydroxylase menyebabkan penurunan asam empedu primer sehingga menurunkan rasio trihidroksi/dihidroksi bile acid sehingga aktifitas hidropopik dan detergenik akan meningkat. Kadar kolesterol darah tinggi tetapi produksi di hati menurun karena degradasi dan eliminasi di usus menurun.
10
E. Gangguan pada Metabolisme Logam
Terjadi penumpukan logam terutama Cu karena ekskresi bilier yang menurun. Bila kadar ceruloplasmin normal maka tidak terjadi kerusakan hepatosit oleh Cu karena Cu mengalami polimerisasi sehingga tidak toksik.
F. Metabolisme Cystein yl L eukotr i enes
Cysteinyl leukotrienes suatu zat bersifat proinflamatori dan vasoaktif dimetabolisir dan dieliminasi di hati, pada kolestasis terjadi kegagalan proses sehingga kadarnya akan meningkat menyebabkan edema, vasokonstriksi, dan progresifitas kolestasis. Oleh karena diekskresi diurin maka dapat menyebabkan vaksokonstriksi pada ginjal.
G. Mekanisme Kerusakan Hati Sekunder
1. Asam Empedu Terutama litokolat merupakan zat yang menyebabkan kerusakan hati melalui aktifitas detergen dari sifatnya yang hidrofobik. Zat ini akan melarutkan kolesterol dan fosfolipid dari sistim membran sehingga intregritas membran akan terganggu. Maka fungsi yang +
+
++
berhubungan dengan membran seperti Na , K -ATPase, Mg -ATPase, enzim-enzim lain dan fungsi transport membran dapat terganggu, sehingga lalu lintas air dan bahan-bahan lain melalui membran juga terganggu. Sistem transport kalsium dalam hepatosit juga terganggu. Zat-zat lain yang mungkin berperan dalam kerusakan hati adalah bilirubin, Cu, dan cysteinyl leukotrienes namun peran utama dalam kerusakan hati pada kolestasis adalah asam empedu. 2. Proses Imunologis Pada kolestasis didapat molekul HLA I yang mengalami display secara abnormal pada permukaan hepatosit, sedang HLA I dan II diekspresi pada saluran empedu sehingga menyebabkan respon imun terhadap sel hepatosit dan sel kolangiosit. Selanjutnya akan terjadi sirosis bilier. D. ETIOLOGI
Kolestasis Intrahepatik a. Idiopatik 1.
Hepatitis neonatal idiopatik
2.
Lain-lain : Sindrom Zellweger
11
b. Anatomik 1. Hepatik fibrosis kongenital/ penyakit polikistik infantil 2. Penyakit Caroli 3. Sepsis 4.
Hepatitis virus dan hepatitis karena obat
5. Mutasi transpor empedu 6. Sirosis bilier primer 7. Reaksi penolakan transplantasi hati
Gambar 1. Penyebab ikterus obstruksi secara anatomi c. Kelainan Metabolik 1. Kelainan metabolisme asam amino, lipid, karbohidrat, asam empedu 2. Penyakit metabolik lain : def α 1 – antitripsin, hipotiroid, hipopituitarisme d. Infeksi 1. Hepatitis virus A, B, C 2. TORCH, reovirus, dll e. Genetik/ kromosomal 1. Sindrom Alagile 2. Sindrom Down, Trisomi E f. Lain-lain Nutrisi parenteral total, histiositosis x, renjatan, obstruksi intestinal, sindrom polisplenia, lupus neonatal.
12
Diagnosis diferensial kolestasis intrahepatik pada bayi dan upaya diagnostiknya Penyakit
Strategi Diagnostik Utama
IgM-anti toksoplasma 1. Infeksi
IgM-anti rubella Kultur virus urin, IgM-anti CMV
*Infeksi congenital
Mikroskop elektron/ kultur virus vesikel
- Toksoplasma
STS, VDRL, FTA-ABS, Ro Tulang panjang
- Rubella
Serologi
- Cytomegalovirus
HBsAg, IgM-antiHBc, HBV-DNA
- Herpes simpleks
HCV-RNA (RT-PCR)
- Sifilis
Anti-HIV, immunoglobulin, CD4
- Human herpesvirus-6, herpes
IgM antibody
zoster
Giant cell hepatitis pada biopsi hati
- Hepatits B
Mantoux, radiologi toraks
- Hepatitis C
Kultur darah
- Human immunodeficiency virus
Serologik, kultur virus cairan likuor
- Parvovirus B19 - Syncytial giant cell hepatitis * Infeksi lain - Tuberkulosis - Sepsis - Sepsis virus enterik (echoviruses, Coxsackie A dan B, adenovirus) 2. Kelainan genetik
Kariotip
- Trisomi 18 (21), cat eye syndrome
GGT, tes genetik
- Penyakit Byler
3. Kelainan endokrin - Hipopituitarism (displasia septo-
TSH↑, T4↓, free T4↓, T3↓
optik) - Hipotiroidism
4. Paucity duktus biliaris
Ekokardiogram,
embriotokson
posterior,
“butterfly 13
- Sindrom Alagille
vertebrae” Paucity pada biopsi
- Paucity duktus non sindromik
5. Kelainan struktur
USG, kolangiografi
- Carolli disease 6. Kelainan metabolik
Kadar alfa 1 antitripsin serum, tipe PI
- Def. alfa 1 antitripsin
Sweat chloride, immunoreactive trypsin
- Fibrosis kistik
Galaktose 1-6 phospate uridyltransferase
- Galaktosemia
Tirosin serum, methionin, AFP, suksinilaseton urin
- Tirosinemia
Biopsi hati: mik.elektron, aktivitas enzim Biopsi hati
- Fruktosemia herediter
Aspirasi sum – sum tulang, spingomielinase
- Glycogen storage disease tipe IV
Storage cells pada aspirasi sum-sum tulang, hati; biopsi
- Niemann-Pick Tipe A
rektum
- Niemann-Pick tipe C
Radiologi kel.adrenal As.empedu urin
- Penyakit Wolman
Gambaran very long chain fatty acid
- Kel.sintesis as.empedu primer - Sindrom Zellweger
7. Imunologik
Antibodi anti-Ro (bayi dan ibu)
- L.E. neonatal
Coombs’ test , giant cell hepatitis
- Hepatitis neonatal dengan AHA
8. Toksik
Riwayat TPN
- TPN
obat
- Obat
14
Kolestasis Ekstrahepatik a. Atresia bilier b. Hipoplasia bilier, stenosis duktus bilier c. Massa (kista, neoplasma, batu) d. Inspissated bile syndrome , dll
Saluran empedu ekstrahepatik Biliary atresia Choledochal cyst dan choledochocele Biliary hipoplasia Choledocholithiasis Bile duct perforation Neonatal sclerosing cholangitis Saluran empedu intrahepatik Syndromic paucity (sindrom Alagille, mutasi pada JAGGED1) Nonsyndromic Paucity Hypothyroidism Bile duct disgenesis Congenital hepatic fibrosis Ductal plate malformation Polycystic kidney disease Caroli’s disease Hepatic cyst Cystic fibrosis Langerhans cell histiocytosis Hyper-Ig-M syndrome Hepatocytes Sepsis-associated cholestasis Neonatal hepatitis Viral infections Hepatitis B Cytomegalo virus (juga menginfeksi cholangiocytes)
4,6
E. Klasifikasi
Secara garis besar kolestasis dapat diklasifikasikan menjadi : 1. Kolestasis Ekstrahepatik, Obstruksi Mekanis Saluran Empedu Ekstrahepatik
Secara umum kelainan ini disebabkan lesi kongenital atau didapat. Merupakan kelainan nekroinflamatori yang menyebabkan kerusakan dan akhirnya pembuntuan saluran empedu ekstrahepatik, diikuti kerusakan saluran empedu intrahepatik. Penyebab utama yang pernah 15
dilaporkan adalah proses imunologis, infeksi virus terutama CMV dan Reo virus tipe 3, asam empedu yang toksik, iskemia dan kelainan genetik. Biasanya penderita terkesan sehat saat lahir dengan berat badan lahir, aktifitas dan minum normal. Ikterus baru terlihat setelah berumur lebih dari 1 minggu. 10-20% penderita disertai kelainan kongenital yang lain seperti asplenia, malrotasi dan gangguan kardiovaskuler. Deteksi dini dari kemungkinan adanya atresia bilier sangat penting sebab efikasi pembedahan hepatik-portoenterostomi (Kasai) akan menurun apabila dilakukan setelah umur 2 bulan. Pada pemeriksaan ultrasound terlihat kandung empedu kecil dan atretik disebabkan adanya proses obliterasi, tidak jelas adanya pelebaran saluran empedu intrahepatik. Gambaran ini tidak spesifik, kandung empedu yang normal mungkin dijumpai pada penderita obstruksi saluran empedu ekstrahepatal sehingga tidak menyingkirkan kemungkinan adanya atresi bilier. Gambaran histopatologis ditemukan adanya portal tract yang edematus dengan proliferasi saluran empedu, kerusakan saluran dan adanya trombus empedu didalam duktuli. Pemeriksaan kolangiogram intraoperatif dilakukan dengan visualisasi langsung untuk mengetahui patensi saluran bilier sebelum dilakukan operasi Kasai. Jika terjadi obstruksi empedu, perubahan hepar dapat terjadi dengan cepat dan ikterus dapat terlihat dalam 36 jam. Setelah 2 minggu akan ditemukan ruptur dari duktus interlobuler. Pada kolangitis akan ditemukan lekosit polimorfonuklear pada kandung empedu dan sinusoid. Ikterus obstruktif ekstrahepatik kemungkinan disebabkan oleh adanya obstruksi fisik pada saluran empedu pada umumnya diluar hati, menimbulkan gejala kolestasis akut. Kolestasis ekstrahepatik disebabkan oleh : · Batu empedu · Carsinoma pancreas dan ampula · Striktur saluran empedu · Cholangiocarsinoma · Sklerosing Cholangitis primer atau sekunder Ikterus obstruksi ekstra hepatik memberikan 3 perubahan klasik pada traktus portal : 1. Oedema jaringan ikat 2. Proliferasi duktus 3. Infiltrasi neutrofil Gambaran ini dinamakan “ductular reaction”. Pada gambaran mikroskopik ikterus obstruktif selalu ditemukan cairan empedu karena adanya peningkatan tekanan di traktus porta, sehingga terjadi reaksi duktuler yang salah satunya adalah proliferasi duktus bilier yang baru. Proliferasi duktus dipengaruhi oleh peningkatan perfusi di daerah perivaskuler 16
pleksus bilier, stimulasi reseptor adrenergik dan dopaminergik yaitu taurocholate dan taurolithocholate dan peningkatan AMP siklik dan interleukin 6. Infiltrasi netrofil akan terjadi pada ikterus obstruksi dengan adanya reaksi sitokin kompleks dan chemokine. Gambaran periduktus dan fibrosis seperti kulit bawang ( onion-skin fibrosis) dapat ditemukan pada kolestasis ekstrahepatik dimana terjadi obstr uksi aliran empedu dalam waktu yang lama. Keadaan ini dapat juga terjadi pada Primary Sclerosing Cholangitis. Pada keadaan ikterus obstruktif yang disebabkan oleh batu empedu, striktur empedu atau karsinoma pankreas, gambaran klinik jelas dengan ikterus progresif dan peningkatan kadar alkali fosfatase serum dan bilirubin serum. Diagnosis umumnya tegak dengan pemeriksaan Ultrasonografi dengan konfirmasi pada saat tindakan operasi.
Pri mar y Scler osin g Cholangi ti s
Primary sklerosing cholangitis terjadi penyempitan dari saluran empedu karena adanya stenosis dan dilatasi duktus bilier intrahepatik dan ekstrahepatik. Karakteristik Sklerosis kolangitis primer adalah peradangan/inflamasi kronik pada saluran empedu (periduktus ekstra hepatik) yang menyebabkan fibrosis obliterasi dan striktur pada sistem bilier. Gambaran patologi anatomi tampak infiltrasi pada zona portal oleh limfosit besar, sel polimorfonuklear, kadang makrofag dan eosinofil. Pada duktus interlobuler tampak inflamasi periduktus. Tahap lanjut gambaran fibrosis pada traktus portal sampai duktus bilier yang kecil (“ onion skin appearance”). Diagnosis pasti jika ditemukan pengurangan jumlah duktus bilier, proliferasi duktus dan deposisi substansi cooper dengan “ piecemeal necrosis”.
2. Kolestasis Intrahepatik a. Saluran Empedu
Digolongkan dalam 2 bentuk, yaitu: (a) Paucity saluran empedu, dan (b) Disgenesis saluran empedu. Oleh karena secara embriologis saluran empedu intrahepatik (hepatoblas) berbeda asalnya dari saluran empedu ekstrahepatik (foregut) maka kelainan saluran empedu dapat mengenai hanya saluran intrahepatik atau hanya saluran ekstrahepatik saja. Beberapa kelainan intrahepatik seperti ekstasia bilier dan hepatik fibrosis kongenital, tidak mengenai saluran ekstrahepatik. Kelainan yang disebabkan oleh infeksi virus CMV, sklerosing kolangitis, Caroli’s disease mengenai kedua bagian saluran intra dan ekstra-hepatik. Karena primer tidak menyerang sel hati maka secara umum tidak disertai dengan gangguan fungsi hepatoseluler. Serum transaminase, albumin, faal koagulasi masih dalam batas normal. Serum alkali fosfatase dan GGT akan meningkat. Apabila proses berlanjut terus dan mengenai 17
saluran empedu yang besar dapat timbul ikterus, hepatomegali, hepatosplenomegali, dan tanda-tanda hipertensi portal. Paucity saluran empedu intrahepatik lebih sering ditemukan pada saat neonatal dibanding disgenesis, dibagi menjadi sindromik dan nonsindromik. Dinamakan paucity apabila didapatkan < 0,5 saluran empedu per portal tract . Contoh dari sindromik adalah sindrom Alagille, suatu kelainan autosomal dominan disebabkan haploinsufisiensi pada gene JAGGED 1. Sindroma ini ditemukan pada tahun 1975 merupakan penyakit multiorgan pada mata ( posterior embryotoxin), tulang belakang (butterfly vertebrae), kardiovaskuler (stenosis katup pulmonal), dan muka yang spesifik ( triangular facial yaitu frontal yang dominan, mata yang dalam, dan dagu yang sempit). Nonsindromik adalah paucity saluran empedu tanpa disertai gejala organ lain. Kelainan saluran empedu intrahepatik lainnya adalah sklerosing kolangitis neonatal, sindroma hiper IgM, sindroma imunodefisiensi yang menyebabkan kerusakan pada saluran empedu.
b. Kelainan Hepatosit
Kelainan primer terjadi pada hepatosit menyebabkan gangguan pembentukan dan aliran empedu. Hepatosit neonatus mempunyai cadangan asam empedu yang sedikit, fungsi transport masih prematur, dan kemampuan sintesa asam empedu yang rendah sehingga mudah terjadi kolestasis. Infeksi merupakan penyebab utama yakni virus, bakteri, dan parasit. Pada sepsis misalnya kolestasis merupakan akibat dari respon hepatosit terhadap sitokin yang dihasilkan pada sepsis. Hepatitis neonatal adalah suatu deskripsi dari variasi yang luas dari neonatal hepatopati, suatu inflamasi nonspesifik yang disebabkan oleh kelainan genetik, endokrin, metabolik, dan infeksi intra-uterin. Mempunyai gambaran histologis yang serupa yaitu adanya pembentukan multinucleated giant cell dengan gangguan lobuler dan serbukan sel radang, disertai timbunan trombus empedu pada hepatosit dan kanalikuli. Diagnosa hepatitis neonatal sebaiknya tidak dipakai sebagai diagnosa akhir, hanya dipakai apabila penyebab virus, bakteri, parasit, gangguan metabolik tidak dapat ditemukan.
F. MANIFESTASI KLINIK
Tanpa memandang etiologinya, gejala klinis utama pada kolestasis bayi adalah ikterus, tinja akholis, dan urine yang berwarna gelap. Selanjutnya akan muncul manifestasis klinis
18
lainnya, sebagai akibat terganggunya aliran empedu dan bilirubin. Dibawah ini bagan yang menunjukkan konsekuensi akibat terjadinya kolestasis.
2,3,4
G. DIAGNOSIS
Tujuan utama evaluasi bayi dengan kolestasis adalah membedakan antara kolestasis intrahepatik dengan ekstrahepatik sendini mungkin. Diagnosis dini obstruksi bilier ekstrahepatik akan meningkatkan keberhasilan operasi. Kolestasis intrahepatik seperti sepsis, galaktosemia atau endrokinopati dapat diatasi dengan medikamentosa. Anamnesis
a. Adanya ikterus pada bayi usia lebih dari 14 hari, tinja akolis yang persisten harus dicurigai adanya penyakit hati dan saluran bilier. b. Pada hepatitis neonatal sering terjadi pada anak laki-laki, lahir prematur atau berat badan lahir rendah. Sedang pada atresia bilier sering terjadi pada anak perempuan dengan berat badan lahir normal, dan memberi gejala ikterus dan tinja akolis lebih awal.
19
c. Sepsis diduga sebagai penyebab kuning pada bayi bila ditemukan ibu yang demam atau disertai tanda-tanda infeksi. d. Adanya riwayat keluarga menderita kolestasis, maka kemungkinan besar merupakan suatu kelainan genetik/metabolik (fibro-kistik atau defisiensi α1-antitripsin). Pemeriksaan fisik
Pada umumnya gejala ikterik pada neonatus baru akan terlihat bila kadar bilirubin sekitar 7 mg/dl. Secara klinis mulai terlihat pada bulan pertama. Warna kehijauan bila kadar bilirubin tinggi karena oksidasi bilirubin menjadi biliverdin. Jaringan sklera mengandung banyak elastin yang mempunyai afinitas tinggi terhadap bilirubin, sehingga pemeriksaan sklera lebih sensitif. Dikatakan pembesaran hati apabila tepi hati lebih dari 3,5 cm dibawah arkus kota pada garis midklavikula kanan. Pada perabaan hati yang keras, tepi yang tajam dan permukaan noduler diperkirakan adanya fibrosis atau sirosis. Hati yang teraba pada epigastrium mencerminkan sirosis atau lobus Riedel (pemanjangan lobus kanan yang normal). Nyeri tekan pada palpasi hati diperkirakan adanya distensi kapsul Glisson karena edema. Bila limpa membesar, satu dari beberapa penyebab seperti hipertensi portal, penyakit storage, atau keganasan harus dicurigai. Hepatomegali yang besar tanpa pembesaran organ lain dengan gangguan fungsi hati yang minimal mungkin suatu fibrosis hepar kongenital. Perlu diperiksa adanya penyakit ginjal polikistik. Asites menandakan adanya peningkatan tekanan vena portal dan fungsi hati yang memburuk. Pada neonatus dengan infeksi kongenital, didapatkan bersamaan dengan mikrosefali, korioretinitis, purpura, berat badan rendah, dan gangguan organ lain. Alagille mengemukakan 4 keadaan klinis yang dapat menjadi patokan untuk membedakan antara kolestasis ekstrahepatik dan intrahepatik. Dengan kriteria tersebut kolestasis intrahepatik dapat dibedakan dengan kolestasis ekstrahepatik ± 82% dari 133 penderita. Moyer menambah satu kriteria lagi gambaran histopatologi hati. Pemeriksaan Penunjang
Secara garis besar, pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu pemeriksaan : A. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan Rutin Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar komponen bilirubin untuk membedakannya dari hiper-bilirubinemia fisiologis. Selain itu dilakukan pemeriksaan darah tepi lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar bilirubin direct < 4mg/dl tidak 20
sesuai dengan obstruksi total. Peningkatan kadar SGOT/SGPT > 10 kali dengan peningkatan gamma-GT < 5 kali, lebih mengarah ke suatu kelainan hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan SGOT < 5 kali dengan peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih mengarah ke kolestasis ekstrahepatik. Menurut Fitzgerald, kadar gamma-GT yang rendah tidak menyingkirkan kemungkinan atresia bilier. Data laboratorik awal kolestasis pada bayi Kolestasis Ekstrahepatik
Kolestasis Intrahepatik
Bilirubin Total (mg/dl)
10,2±4,5
12,1±9,6
Bilirubin Direk (mg/dl)
6,2±2,6
8,0±6,8
SGOT
<5XN
>10 X N />800U/l
SGPT
<5XN
>10 X N />800U/l
GGT
>5X N / >6000U/l
< 5 X N/N
2) Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya diagnostik yang cukup sensitif, tetapi penulis lain mengatakan bahwa pemeriksaan ini tidak lebih baik dari pemeriksaan visualisasi tinja. B. Pencitraan
1) Pemeriksaan Ultrasonografi Ultrasonografi sangat berperan dalam mendiagnosa penyakit yang menyebabkan kholestasis.meriksaan USG sangat mudah melihat pelebaran duktus biliaris intra/ekstra hepatal sehingga dengan mudah dapat mendiagnosis apakah ada ikterus onstruksi atau ikterus non obstruksi. Apabila terjadi sumbatan daerah duktus biliaris yang paling sering adalah bagian distal maka akan terlihat duktus biliaris komunis melebar dengan cepat yang kemudian diikuti pelebaran bagian proximal. Untuk membedakan obstruksi letak tinggi atau letak rendah dengan mudah dapat dibedakan karena pada obstruksi letak tinggi atau intrahepatal tidak tampak pelebaran dari duktus biliaris komunis. Apabila terlihat pelebaran duktus biliaris intra dan ekstra hepatal maka ini dapat dikategorikan obstruksi letak rendah (distal). Pada dilatasi ringan dari duktus biliaris maka kita akan melihat duktus biliaris kanan berdilatasi dan duktus biliaris daerah perifer belum jelas te rlihat berdilatasi. Gambaran duktus biliaris yang berdilatasi bersama-sama dengan vena porta terlihat sebagai gambaran double 21
vessel, dan imajing ini disebut “double barrel gun sign” atau sebagai “paralel channel sign”. Pada potongan melintang pembuluh ganda tampak sebagai gambaran cincin ganda membentuk “shot gun sign”. Pada dilatasi berat duktus biliaris maka duktus biliaris intra hepatal bagian sentral dan perifer akan sangat jelas terlihat berdilatasi dan berkelok-kelok.
2) Schintigrafi Hati Pemeriksaan skintigrafi ini berguna untuk mengevaluasi kelainan obstruktif sistem bilier termasuk atresia bilier.
3) Pemeriksaan Kolangiografi Kolangiografi intra-operatif dilakukan saat laparatomi eksplorasi pada kasus yang kemungkinan atresia bilier tidak dapat disingkirkan dengan cara lain. Pemeriksaan ERCP jarang dilakukan karena memerlukan anestesi umum, alat yang canggih, serta keterampilan yang khususdan kemungkinan positif palsu yang tinggi.
C. Biopsi Hati Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat diandalkan. Di tangan seorang ahli patologi yang berpengalaman, akurasi diagnostiknya mencapai 95% sehingga dapat membantu pengambilan keputusan untuk melakukan la-paratomi eksplorasi, dan bahkan berperan untuk penentuan operasi Kasai. Keberhasilan aliran empedu pasca operasi Kasai ditentukan oleh diameter duktus bilier yang paten di daerah hilus hati. Bila diameter duktus 100-200 u atau 150-400 u maka aliran empedu dapat terjadi.
22
Algoritme diagnosis kolestasis
23
4
Kriteria Klinik Intrahepatik dan Ekstrahepatik
H. DASAR TERAPEUTIK KOLESTASIS
Tujuan tatalaksana kolestasis adalah2 : A. Memperbaiki aliran empedu dengan cara :
Mengoreksi/mengobati etiologi kolestasis dengan operasi pada kolestasis obstruktif dan medikamentosa pada kolestasis hepatoseluler yang dapat diobati. Operasi portoenterostomi kasai untuk atresia bilier seyogyanya dikerjakan pada umur < 6-8 minggu karena angka keberhasilannya mencapai 80-90 %, sementara bila dilakukan pada umur 10-12 minggu angka keberhasilannya hanya sepertiga.
Menstimulasi aliran empedu dengan :
Fenobarbital : dapat menginduksi enzim glukoronil transferase, sitokrom P-450 dan NaKATPase. Dosisnya 3 – 10 mg/ kgBB/ hr dibagi dalam dua dosis.
24
Asam ursodeoksikolat : asam empedu tersier yang mempunyai sifat hidrofilik serta tidak hepatotoksik bila dibandingkan dengan asam empedu primer serta sekunder. Jadi asam ursodeoksikolat merupakan competitive binding terhadap asam empedu toksik, sebagai suplemen empedu, hepatoprotektor serta bile flow inducer. Dosis : 1030 mg/kgbb/hari.
Kolestiramin 0,25 – 0,5 g/ kgBB/ hr -
Menyerap empedu toksik
-
Menghilangkan gatal
Rifampisin 10 mg/ kgBB/ hr -
aktivitas
-
Menghambat ambilan empedu
mikrosom
B. Menjaga tumbuh kembang bayi seoptimal mungkin dengan :
-
Terapi nutrisi Formula MCT ( medium chain trigyceride ), menghindarkan makanan yang banyak mengandung kuprum.
Vitamin yang larut lemak A,D,E,K -
A 5.000 – 25.000 U/ hr
-
D3 0,05 – 0,2 μg/ kgBB/ hr
-
E 25 – 50 IU/ kgBB/ hr
-
K 1 2,5 – 5 mg/ 2 – 7 x/ mig
Mineral dan trace element Ca, P, Mn, Zn, Se, Fe
C. Terapi komplikasi yang sudah terjadi misalnya Hiperlipidemia/ xantelasma dengan kolestipol dan pada gagal hati adalah transplantasi. Transplantasi hati pada anak 50-70 % disebabkan oleh atresia bilier.
I. PROGNOSIS
Keberhasilan portoenterostomi ditentukan oleh usia anak saat dioperasi,gambaran histologik porta hepatis, kejadian penyulit kolangitis, dan pengalaman ahli bedahnya sendiri. Bila operasi dilakukan pada usia < 8 minggu maka angka keberhasilannya 71-86%, sedangkan bila operasi dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka keberhasilannya hanya 34-43,6%. Sedangkan bila operasi tidak dilakukan, maka angka keberhasilan hidup 3 tahun 25
hanya 10% dan meninggal rata-rata pada usia 12 bulan. Anak termuda yang mengalami operasi Kasai berusia 76 jam. Jadi faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan operasi adalah usia saat dilakukan operasi > 60 hari, adanya gambaran sirosis pada sediaan histologik had, tidak adanya duktus bilier ekstrahepatik yang paten, dan bila terjadi penyulit hipertensi portal.
26
BAB III KESIMPULAN
Deteksi dini dari kolestasis neonatal merupakan tantangan bagi dokter dan dokter spesialis anak. Kunci utama adalah kesadaran adanya kolestasis pada bayi yang mengalami ikterus pada usia diatas 2 minggu. Dengan ditemukannya peningkatan kadar bilirubin terkonyugasi maka proses diagnosa untuk mencari penyebab harus segera dilakukan agar mendapatkan hasil yang optimal dalam pengobatan maupun pembedahan. Kegagalan dalam deteksi dini etiologi kolestasis menyebabkan terlambatnya tindakan sehingga mempengaruhi pgrognosis. Pada evaluasi diagnostik selanjutnya harus segera dibedakan antara kolestasis hepatoseluler ( intrahepatik ) dan kolestasis obstruktif terutama atresia bilier agar terapi dini yang tepat(berdasarkan etiologinya)yaitu tindakan bedah maupun medikamentosa yang tepat dapat dilakukan sehingga kerusakan hati yang lanjut dapatdicegah dan tumbuh kembang dipertahankan optimal.Evaluasi diagnostik ini seringkali tidak mudah karena memerlukan berbagai sarana pemeriksaan penunjang yang canggih/mutakhir dan mahal, bahkan kadangkala memerlukan tindakan laparatomi percobaan dan akhirnya penderita dilabel sebagai hepatitis neonatal idiopatik. Dalam tatalaksana suportif, tidak boleh dilupakan terapi nutrisi serta simtomatik gejala komplikasi yang sudah terjadi. Pada stadium yang lanjut, pilihan terapi adalah transplantasi.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Desmet VJ, Callea F. Cholestatic syndromes of infancy and childhood . Dalam: Zakim D, Boyer TD, penyunting. Hepatology. A Textbook of liver disease; edisi ke-2. Philadelphia: Saunders. 1990: 1355-95. 2. Juffrie,M. Buku ajar gastroenterology-hepatologi. Jakarta : Balai Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009. p.374-87. 3. Mews C, Sinarta FR. Cholestasis in infancy. Pediatr Rev. 1994; 15: 233-40. 4. Alagille D, 1992, Cholestasis in the newborn and infant . In: Alagille D, Odievre M. Liver and biliary tract disease in children. Paris: Flammarion. PP:426-38. 5. Nazer,
H.
Cholestasis.http://emedicine.medscape.com/article/927624-overview.
Update at June 6th, 2012. Accessed at May 10 th, 2014. 6. Arce DA, Costa H, Schwarz SM. Hepatobiliary disease in children. Clinics in Family Practice. 2000; 2: 1-36. 7. Roberts EA. The jaundiced baby. Dalam: Kelly DA, penyunting. Diseases of the liver and biliary system in children, edisi ke-1. Oxford: Blackwell Science. 1999: 11-45.
28