I. BATASAN PENGERTIAN TENTANG ILMU HUKUM
Ilmu hukum adalah ilmu pengetahuan yang objeknya hukum. Ilmu hukum sebagai ilmu yang mempunyai objek hukum, menelaah hukum sebagai suatu gejala atau fenomena kehidupan manusia dimanapun di dunia ini dari masa kapanpun.
Dalam mempelajari hukum dapat digunakan beberapa metode sebagai berikut :
Metode idealis, adalah metode yang bertitik tolak dari suatu pandangan atau penglihatan bahwa hukum sebagai perwujudan dari nilai-nilai tertentu. Nilai-nilai tertentu yang dimaksud hukum adalah keadilan.
Metode normatif analitis, adalah metode yang melihat hukum sebagai suatu sistem aturan yang abstrak. Metode ini melihat hukum sebagai lembaga yang benar-benar otonom dan dapat dibicarakan sebagai subjek tersendiri terlepas dari hal-hal lain yang berkaitan dengan peraturan-peraturan.
Metode sosiologis, adalah metode yang bertitik tolak dari pandangan yang melihat hukum sebagai alat untuk mengatur masyarakat. Perhatian metode ini adalah pada faktor kemasyarakatan yang mempengaruhi pembentukan, wujud, dan perkembangan hukum, serta efektifitas hukum itu sendiri dalam kehidupan masyarakat.
Metode historis, adalah metode yang mempelajari hukum dengan melihat sejarah hukum itu sendiri. Dengan menggunakan metode ini orang yang mempelajari hukum dapat mengetahui bagaimana hukum yang berlaku di masa lampau dan di masa sekarang, dapat mengetahui pula bagaimana perbedaan hukum yang berlaku di masa lampau dan di masa sekarang. Dari sejarah hukum orang dapat mengetahui bagaimana lahir, berkembang dan lenyapnya hukum dan dapat melihat pula tentang perkembangan lembaga-lembaga hukum.
Metode sistematis, adalah metode yang mempelajari hukum dengan cara melihat hukum sebagai suatu sistem yang terdiri atas berbagai sub-sistem seperti hukum perdata, hukum pidana, hukum acara, hukum tata negara. Ilmu pengetahuan hukum yang melihat hukum dengan cara demikian ini dinamakan systematiche rechstwetenschap.
Metode komparatif, adalah metode yang mempelajari hukum dengan membandingkan antara tata hukum yang berlaku di suatu negara tertentu dengan tata hukum yang berlaku di negara lain, di masa lampau dan sekarang ini. Dari perbandingan hukum tersebut dapat diketahui perbedaan atau persamaan antara tata hukum yang berlaku di negara yang satu dengan yang lain baik yang berlaku di waktu lampau maupun sekarang.
II. KAIDAH SOSIAL
Kaidah sosial yang menjadi pedoman manusia berperilaku dalam masyarakat ada bermacam-macam. Macam-macam kaidah sosial itu adalah :
Kaidah agama atau kaidah kepercayaan yaitu kaidah sosial yang asalnya dari Tuhan dan berisikan larangan-larangan, perintah-perintah dan anjuran-anjuran. Kaidah ini merupakan tuntutan hidup manusia untuk menuju ke arah baik dan benar. Kaidah agama mengatur tentang kewajiban-kewajiban manusia kepada Tuhan dan kepada diri sendiri.
Kaidah kesusilaan, adalah peraturan hidup yang berasal dari suara hati manusia. Suara hati manusia menentukan perbuatan mana yang baik dan perbuatan mana yang buruk, oleh karenanya kaidah kesusilaan bergantung pada setiap pribadi manusia.
Kaidah kesopanan adalah peraturan hidup yang timbul dari pergaulan dalam masyarakat tertentu. Kaidah kesopanan, dasarnya adalah kepantasan, kebiasaan atau kepatutan yang berlaku dalam masyarakat.
Kaidah hukum adalah peraturan yang dibuat atau yang dipositifkan secara resmi oleh penguasa masyarakat atau penguasa negara, megikat setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh aparat masyarakat atau aparat negara, sehingga berlakunya kaidah hukum dapat dipertahankan. Kaidah hukum ditujukan kepada sikap lahir manusia atau perbuatan konkrit yang dilakukan oleh manusia.
Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH menggolongkan ke empat macam kaidah sosial di atas menjadi dua golongan yaitu :
Tata kaidah dengan aspek pribadi, termasuk kelompok ini adalah kaidah agama atau kepercayaan dan kaidah kesusilaan.
Tata kaidah dengan aspek kehidupan antarpribadi, termasuk di dalamnya adalah kaidah kesopanan dan kaidah hukum.
III.1 PENGERTIAN TENTANG HUKUM
Beberapa pengertian hukum menurut para ahli hukum antara lain :
Menurut pendapat Prof. Mr. E. M. Meyers, hukum ialah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat yang menjadi pedoman bagi penguasa-penguasa negara dalam melakukan tugasnya.
Menurut Leon Duguit, hukum ialah aturan tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan jika dilanggar menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu.
Menurut Immanuel Kant, hukum ialah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang yang lain menurut asas tentang kemerdekaan.
Menurut Utrech, hukum adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang pengurus tata tertib suatu masyarakat dan oleh karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu.
Menurut S. M. Amin, SH, hukum adalah kumpulan-kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi-sanksi dan tujuan hukum adalah mengadakan ketertiban dalam pergaulan manusia, sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara.
Menurut J. C. T. Simorangkir hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran terhadap peraturan tadi berakibatkan diambilnya tindakan, dengan hukuman tertentu.
Menurut M. H. Tirtaamidjaya, SH, hukum ialah semua aturan (norma) yang harus dituruti dalam aturan tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman harus mengganti kerugian jika melanggar aturan.
Dari berbagai pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa hukum itu meliputi beberapa unsur yaitu :
Peraturan tingkah laku manusia.
Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib.
Peraturan itu bersifat memaksa.
Sanksi bagi pelanggaran terhadap peraturan itu adalah tegas (pasti dan dapat dirasakan nyata bagi yang bersangkutan).
Ciri-ciri hukum adalah :
Adanya perintah dan atau larangan.
Larangan dan perintah itu harus dipatuhi/ditaati orang.
Adanya sanksi hukum yang tegas.
III.2 HUKUM OBJEKTIF DAN HUKUM SUBJEKTIF
Hukum dibedakan menjadi dua :
Hukum Objektif ialah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara sesama anggota masyarakat. Hubungan antara sesama anggota masyarakat yang diatur oleh hukum dinamakan hubungan hukum, sedangkan masing-masing anggota masyarakat yang saling mengadakan hubungan hukum dinamakan subjek hukum.
Hukum Subjektif ialah kewenangan atau hak yang diperoleh seseorang berdasarkan hukum objektif. Seseorang yang mengadakan hubungan hukum dengan orang lain akan memperoleh hak atau kewajiban, jadi hak atau kewajiban seseorang akan diperoleh karena saling mengadakan hubungan hukum itulah yang dinamakan hukum subjektif.
III.3 PENGGOLONGAN HUKUM
Berdasarkan sumber formalnya, hukum dapat digolongkan menjadi :
Hukum undang-undang, yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan.
Hukum kebiasaan dan hukum adat, yaitu hukum yang berbentuk peraturan kebiasaan dan adat.
Hukum yurisprudensi, yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim.
Hukum traktat, yaitu hukum yang ditetapkan oleh negara-negara peserta perjanjian internasional.
Hukum perjanjian, yaitu hukum yang dibuat oleh para pihak yang mengadakan perjanjian.
Hukum ilmu (hukum doktrin), yaitu hukum yang bersumber dari pendapat para sarjana terkemuka atau hukum yang berasal dari doktrin.
Berdasarkan isi atau kepentingan yang diatur, hukum dapat digolongkan menjadi :
Hukum privat, adalah hukum yang mengatur kepentingan pribadi. Misalnya hukum perdata, hukum dagang.
Hukum publik, ialah hukum yang mengatur kepentingan umum atau kepentingan publik. Contoh : hukum pidana, hukum tata negara, hukum acara pidana, hukum internasional publik.
Berdasarkan kekuatan berlakunya atau sifatnya, hukum dapat digolongkan menjadi :
Hukum memaksa (imperatif) yaitu kaidah hukum yang tidak dapat di kesampingkan oleh para pihak. Jadi hukum memaksa harus dilaksanakan. Contoh : pasal 147 dan 148 KUH Perdata, ps. 326, ps. 338 KUHP.
Hukum mengatur (fakultatif) yaitu kaidah hukum yang dapat dikesampingkan oleh para pihak yang bersangkutan. Contoh : pasal 1476 dan 1477 KUH Perdata.
Berdasarkan fungsinya, hukum dapat digolongkan menjadi :
Hukum materiil, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum antara sesama anggota masyarakat, antara anggota masyarakat dengan penguasa negara, antara masyarakat dengan penguasa negara, dan antara anggota masyarakat dengan masyarakat itu sendiri. Hukum materiil menimbulkan hak dan kewajiban sebagai akibat yang timbul karena adanya hubungan hukum.
Hukum formal, yaitu hukum yang mengatur bagaimana cara melaksanakan hukum (bagi penguasa) dan bagaimana cara menuntutnya bila hak-hak seseorang telah dilanggar oleh orang lain. Hukum formal lazimnya disebut hukum acara dan meliputi hukum acara perdata dan hukum acara pidana.
Berdasarkan luas berlakunya, hukum dapat digolongkan menjadi :
Hukum umum, ialah hukum yang berlaku bagi setiap orang dalam masyarakat tanpa membedakan jenis kelamin, warga negara, maupun jabatan seseorang. Contoh : hukum pidana.
Hukum khusus, ialah hukum yang berlakunya hanya bagi segolongan orang tertentu saja. Contoh : hukum pidana militer.
Berdasarkan bentuknya, hukum dapat digolongkan menjadi :
Hukum tertulis, biasanya dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Dibedakan menjadi dua macam hukum tertulis yaitu : Hukum tertulis yang dikodifikasikan. Contoh : KUHP, KUH Perdata, KUHAP, KUH Dagang. Hukum tertulis yang tidak dikodifikasikan. Contoh : undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden.
Hukum tidak tertulis ialah kaidah yang hidup dan diyakini oleh masyarakat serta ditaati berlakunya sebagai kaidah hukum. Hukum demikian lazim disebut hukum kebiasaan.
Berdasarkan tempat berlakunya, hukum dapat digolongkan menjadi :
Hukum nasional, ialah hukum yang berlakunya pada suatu negara tertentu.
Hukum internasional, ialah hukum yang mengatur hubungan antara negara satu dengan negara lain (hubungan internasional).
Hukum asing, adalah hukum yang berlaku di negara lain jika dipandang dari suatu negara tertentu
Berdasarkan waktu berlakunya, hukum dapat digolongkan menjadi :
Hukum positif (ius constitutum), ialah hukum yang sedang berlaku di suatu negara tertentu.
Hukum yang diharapkan akan berlaku pada masa yang akan datang (ius constituendum).
III.4 TUJUAN HUKUM
Tujuan hukum itu sebenarnya menghendaki adanya keseimbangan kepentingan, ketertiban, keadilan, ketenteraman, kebahagiaan setiap manusia. Dengan demikian jelas bahwa yang dikehendaki oleh hukum adalah agar kepentingan setiap orang baik secara individual maupun kelompok tidak diganggu oleh orang atau kelompok lain yang selalu menonjolkan kepentingan pribadinya atau kepentingan kelompoknya.
III.5 FUNGSI HUKUM
Hukum berfungsi sebagai alat ketertiban dan keteraturan masyarakat.
Hukum berfungsi sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir batin.
Hukum berfungsi sebagai alat penggerak pembangunan karena ia mempunyai daya mengikat dan memaksa dapat dimanfaatkan sebagai alat otoritas untuk mengarahkan masyarakat ke arah yang lebih maju.
Hukum berfungsi sebagai alat kritik (fungsi kritis).
Hukum berfungsi sebagai sarana untuk menyelesaikan pertikaian.
IV. SUMBER HUKUM
Sumber hukum artinya segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mengikat dan memaksa, sehingga apabila aturan-aturan itu di langgar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata bagi pelanggarnya. Yang dimaksud dengan istilah segala sesuatu yaitu faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya hukum, faktor-faktor yang merupakan sumber kekuatan berlakunya hukum secara formal, dari mana hukum itu dapat ditemukan, dari mana asal mulanya hukum dan lain sebagainya. Sumber hukum pada hakikatnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sumber hukum materiil dan sumber hukum formal.
Sumber Hukum Materiil
Sumber hukum materiil adalah faktor-faktor yang turut serta menentukan isi hukum. Faktor-faktor yang turut serta menentukan isi hukum adalah faktor idiil dan faktor kemasyarakatan. Faktor idiil adalah patokan-patokan yang tetap mengenai keadilan yang harus ditaati oleh para pembentuk undang-undang ataupun para pembentuk hukum yang lain dalam melaksanakan tugasnya. Faktor kemasyarakatan adalah hal-hal yang benar-benar hidup dalam masyarakat dan tunduk pada aturan-aturan yang berlaku sebagai petunjuk hidup masyarakat yang bersangkutan.
Sumber Hukum Formal
Sumber hukum formal adalah sumber hukum dengan bentuk tertentu yang merupakan dasar berlakunya hukum secara formal. Jadi sumber hukum formal merupakan dasar kekuatan mengikatnya peraturan-peraturan agar ditaati oleh masyarakat maupun oleh para penegak hukum. Termasuk dalam sumber hukum formal ialah :
Undang-undang.
Undang-undang ialah peraturan negara yang dibentuk oleh alat perlengkapan negara yang berwenang dan mengikat masyarakat. Undang-undang dibedakan menjadi dua yaitu undang-undang dalam arti materiil dan undang-undang dalam arti formal. Undang-undang dalam arti materiil adalah setiap peraturan perundang-undangan yang isinya mengikat langsung masyarakat secara umum. Undang-undang dalam arti formal adalah setiap peraturan perundangan yang dibentuk oleh alat perlengkapan negara yang berwenang melalui tata cara dan prosedur yang berlaku.
Kebiasaan.
Kebiasaan adalah perbuatan manusia mengenai hal tertentu yang dilakukan berulang-ulang. Kebiasaan yang diterima oleh suatu masyarakat, selalu dilakukan oleh orang lain sedemikian rupa, sehingga masyarakat beranggapan bahwa memang harus berlaku demikian, jika tidak berbuat demikian merasa berlawanan dengan kebiasaan dan merasa melakukan pelanggaran terhadap hukum.
Yurisprudensi.
Yurisprudensi adalah keputusan pengadilan atau keputusan hakim yang terdahulu. Ada dua macam yurisprudensi yaitu :
Yurisprudensi tetap, ialah keputusan hakim yang terjadi karena rangkaian keputusan serupa dan dijadikan dasar atau patokan untuk memutuskan suatu perkara (standard arresten).
Yurisprudensi tidak tetap, ialah keputusan hakim terdahulu yang bukan standard arresten.
Traktat (perjanjian antarnegara).
Traktat atau perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih. Perjanjian antarnegara sebagai sumber hukum formal harus memenuhi syarat formal tertentu. Dalam pasal 11 UUD 1945 ditentukan bahwa Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan membuat perjanjian dengan negara lain. Ada beberapa bentuk traktat yaitu :
Traktat bilateral, yaitu perjanjian antarnegara yang diikuti oleh dua negara.
Traktat multilateral, adalah perjanjian antarnegara yang pesertanya lebih dari dua negara.
Traktat kolektif, ialah traktat multilateral yang masih memungkinkan masuknya negara lain menjadi peserta asal negara itu menyetujui isi perjanjian yang sudah ada.
Perjanjian antarnegara yang harus disetujui oleh DPR adalah perjanjian yang penting-penting saja yang lazimnya dinamakan traktat (treaty). Perjanjian yang tidak memerlukan persetujuan DPR lazimnya dinamakan agreement. Agreement ini hanya perlu diberitahukan kepada DPR setelah berbentuk keputusan Presiden.
Perjanjian.
Perjanjian (overeenkomst) adalah suatu peristiwa dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan tertentu. Perjanjian adalah sah bila memnuhi syarat-syarat tertentu (ps. 1320 KUH Perdata) yaitu :
Orang yang mengadakan perjanjian harus cakap artinya mampu membuat perjanjian (orang harus dewasa, tidak sakit ingatan).
Ada kata sepakat atau persesuaian kehendak antara para pihak yang bersangkutan.
Mengenai objek tertentu.
Dasar yang halal atau kausa.
Perjanjian mengandung beberapa unsur :
Unsur essentiala adalah unsur yang merupakan syarat untuk sahnya perjanjian.
Unsur yang melekat pada perjanjian atau unsur naturalia.
Unsur accidentalia adalah unsur yang harus secara tegas dimuat dalam perjanjian, misalnya mengenai tempat tinggal yang dipilih.
Asas-asas yang ada dalam perjanjian ialah :
Asas konsensualisme, adalah perjanjian itu telah terjadi apabila telah ada konsesus antara pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.
Asas kebebasan berkontrak, artinya sesorang bebas untuk mengadakan perjanjian, bebas mengenai apa yang diperjanjikan, bebas pula menentukan bentuk perjanjiannya.
Asas pacta sunt servanda, maksudnya bila perjanjian itu telah disepakati berlaku mengikat para pihak yang bersangkutan, sebagai undang-undang.
Doktrin.
Doktrin adalah pendapat para sarjana hukum terkemuka yang besar pengaruhnya terhadap hakim dalam mengambil keputusannya. Doktrin yang belum digunakan hakim dalam mempertimbangkan keputusannya belum merupakan sumber hukum formal. Jadi suatu doktrin untuk dapat menjadi sumber hukum formal harus memenuhi syarat tertentu yaitu doktrin itu telah menjelma menjadi keputusan hakim.
V.1 PENGERTIAN HUKUM TATA NEGARA
Prof. Kusmadi Pudjosewojo, SH memberikan batasan tentang pengertian hukum tata negara sebagai hukum yang mengatur bentuk negara, bentuk pemerintahan, menunjukkan masyarakat hukum atasan dan masyarakat hukum atasan dan masyarakat hukum bawahan menurut tingkatannya, menegaskan wilayah lingkungan dan rakyat masing-masing masyarakat hukum; menunjukkan alat-alat perlengkapan negara yang berkuasa dalam masing-masing masyarakat hukum dan susunannya, wewenang serta imbangan dari alat-alat perlengkapan tersebut.
V.2 PENGERTIAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
Hukum administrasi negara adalah aturan-aturan hukum yang mengatur bagaimana cara alat-alat perlengkapan negara harus berbuat sesuatu dalam melaksanakan tugasnya. Menurut isitlah yang lazim hukum administarsi negara mengatur negara dalam keadaan bergerak. Dari pengertian dan penjelasan singkat tersebut tampak jelas perbedaan antara hukum tata negara dengan hukum administrasi negara yaitu hukum tata negara mengatur negara dalam keadaan diam sedangkan hukum administrasi negara mengatur negara dalam keadaan bergerak.
V.3 PENGERTIAN HUKUM PERDATA
Hukum perdata ialah aturan-aturan hukum yang mengatur tingkah laku setiap orang terhadap orang lain berkaitan dengan hak dan kewajiban yang timbul dalam pergaulan masyarakat maupun pergaulan keluarga. Menurut ilmu pengetahuan, hukum perdata dibagi menjadi :
Hukum perorangan (personenrecht).
Hukum keluarga (familierecht).
Hukum harta kekayaan (vermogensrecht).
Hukum waris (erfrecht).
Menurut KUH Perdata (BW) hukum perdata dibagi menjadi 4 yaitu :
Hukum tentang orang (buku ke I).
Hukum tentang benda (buku ke II).
Hukum tentang perikatan (buku ke III).
Hukum tentang pembuktian dan kadaluwarsa (buku ke IV).
V.4 PENGERTIAN HUKUM DAGANG
Hukum dagang menurut pendapat lazim adalah merupakan bagian dari hukum perdata umum dan ia menjadi satu dengannya. Bagian yang merupakan hukum dagang dari hukum perdata umum adalah bagian yang mengatur tentang beberapa perjanjian (overeenkomst) dan perikatan-perikatan (verbintenissen) yang sebagian sudah dikodifikasi dalam buku ke III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Di samping bagian itu ada bagian lain yang erat hubungannya dengan perkembangan perniagaan misalnya tentang perjanjian pengangkutan di darat, laut, di perairan pedalaman dan di udara, untuk pengangkutan barang maupun orang. Di luar masalah pengangkutan barang dan orang masih ada lagi yang di urus oleh hukum dagang yaitu tentang pertanggungan kerugian jiwa ataupun barang, dan aneka peraturan misalnya makelar, komisioner serta aneka perjanjian tentang kehendak untuk mendirikan usaha perniagaan misalnya firma, perseroan terbatas dan persekutuan komanditer. Sebagian besar dari hal-hal tersebut sudah dikodifikasikan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).
V.5 PENGERTIAN HUKUM PIDANA
Hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan pelanggaran dan kejahatan tersebut diancam dengan hukuman yang merupakan penderitaan atau siksaan bagi yang bersangkutan. Pelanggaran adalah tindak pidana ringan yang diancam dengan hukuman denda. Pelanggaran dapat dilakukan terhadap keamanan umum bagi manusia, barang, kesehatan umum dan terhadap ketertiban umum, penguasa umum, dan lain-lain. Kejahatan adalah tindak pidana berat yang diancam dengan hukuman denda, kurungan, penjara dan hukuman mati. Hukum pidana Indonesia menagtur pelanggaran dalam buku ketiga KUHP dan mengatur tentang kejahatan dalam buku kedua KUHP. KUHP yang berlaku di Indonesia adalah KUHP yang dikodifikasikan tahun 1918 yang telah diubah dan ditambah disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia yang telah semakin maju dan berkembang.
VI. ASAS-ASAS HUKUM
Tentang batasan pengertian asas hukum ada berbagai pendapat yang dikemukakan oleh beberapa ahli seperti berikut :
Pendapat Ballefroid. Asas hukum umum adalah norma dasar yang dijabarkan dari hukum positif dan yang oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari aturan-aturan yang lebih umum. Asas hukum umum merupakan pengendapan dari hukum positif.
Pendapat P. Scholten. Asas hukum adalah kecenderungan-kecenderungan yang disyaratkan oleh pandangan kesusilaan kita pada hukum dan merupakan sifat-sifat umum dengan keterbatasannya sebagai pembawaan yang umum itu, tetapi harus ada.
Pendapat Eikema Hommes. Asas hukum bukanlah norma-norma hukum kongkrit, tetapi ia adalah sebagai dasar-dasar pikiran umum atau petunjuk-petunjuk bagi hukum yang berlaku. Asas hukum adalah dasar-dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif.
Pendapat Satjipto Rahardjo. Asas hukum adalah unsur yang penting dan pokok dari peraturan hukum. Asas hukum adalah jantungnya peraturan hukum karena ia merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya peraturan hukum atau ia adalah sebagai ratio legisnya peraturan hukum. Satjipto Rahardjo selanjutnya mengatakan bahwa pada akhirnya peraturan-peraturan hukum itu harus dapat dikembalikan kepada asas-asas tersebut.
Asas-asas hukum lain misalnya :
Asas presumption of innocence (praduga tidak bersalah) ialah bahwa seseorang dianggap tidak bersalah sebelum ada keputusan hakim yang menyatakan bahwa ia bersalah dan keputusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Asas in dubio pro reo ialah dalam keraguan diberlakukan ketentuan yang paling menguntungkan bagi si terdakwa.
Asas similia similibus ialah bahwa perkara yang sama (sejenis) harus diputus sama (serupa).
Asas pacta sunt servanda yaitu bahwa perjanjian yang sudah disepakati berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang bersangkutan.
Asas tiada hukuman tanpa kesalahan (geen straft zonder schuld).
VII.1 SUBJEK HUKUM
Subjek hukum adalah sesuatu yang menurut hukum dapat memiliki hak dan kewajiban. Jadi subjek hukum adalah pendukung hak dan kewajiban, maka ia memiliki kewenangan untuk bertindak. Kewenangan untuk bertindak yang dimaksud adalah bertindak menurut hukum. Yang dapat menjadi subjek hukum adalah :
manusia/orang (natuurlijke persoon).
badan hukum (rechts persoon).
VII.2 OBJEK HUKUM
Objek hukum adalah segala sesuatu yang dapat berguna bagi subjek hukum dan dapat menjadi pokok suatu hubungan hukum yang dilakukan oleh subjek-subjek hukum. Objek hukum biasanya dinamakan benda atau hak yang dapat dimiliki dan dikuasai oleh subjek hukum. Menurut pasal 503 KUH Perdata benda dibedakan menjadi dua :
Benda berujud, ialah segala sesuatu yang dapat dilihat dan diraba dengan indera manusia. Contoh : rumah, tanah, meja, kursi, dan sebagainya.
Benda tidak berujud yaitu semua hak. Contoh : hak cipta, hak atas merek, dan sebagainya.
Menurut pasal 504 KUH Perdata benda dibedakan menjadi dua yaitu :
Benda bergerak
dibedakan lagi menjadi :
Benda yang dapat bergerak sendiri (hewan).
Benda yang dapat dipindahkan (meja, kursi).
Benda bergerak karena penetapan undang-undang (hak pakai, sero, bunga yang dijanjikan).
Benda tidak bergerak
dibedakan lagi menjadi :
Benda tidak bergerak karena sifatnya (tanah, rumah).
Benda tidak bergerak karena tujuannya (gambar, kaca, alat percetakan yang ditempatkan di gedung).
Benda tak bergerak karena penetapan undang-undang (hak pakai, hak numpang, hak usaha).
VII.3 PERISTIWA HUKUM
Peristiwa hukum ialah peristiwa kemasyarakatan yang membawa akibat yang diatur oleh hukum. Peristiwa hukum dapat dibedakan menjadi dua :
Peristiwa hukum karena perbuatan subjek hukum, yaitu peristiwa hukum yang terjadi karena akibat perbuatan subjek hukum. Contoh : peristiwa tentang pembuatan surat wasiat, peristiwa tentang menghibahkan barang.
Peristiwa hukum yang bukan perbuatan subjek hukum atau peristiwa hukum lainnya, yaitu peristiwa hukum yang terjadi dalam masyarakat yang tidak merupakan akibat dari perbuatan subjek hukum. Contohnya : kelahiran seorang bayi, kematian seseorang, kadaluarsa (aquisitief dan extinctief). Kadaluarsa aquisitief adalah kadaluarsa atau lewat waktu yang menimbulkan hak. Kadaluarsa extinctief adalah kadaluarsa yang melenyapkan kewajiban.
VII.4 PERBUATAN HUKUM
Perbuatan hukum adalah perbuatan atau tindakan subjek hukum yang dapat menimbulkan suatu akibat hukum yang dikehendaki oleh pelaku. Misalnya tindakan subjek hukum dalam hal mengadakan perjanjian sewa menyewa rumah. Perbuatan hukum dibedakan menjadi :
Perbuatan hukum bersegi satu (sepihak).
Perbuatan hukum bersegi dua (timbal balik).
Perbuatan hukum bersegi banyak.
VII.5 PERANAN HUKUM
Hukum mempunyai peranan sangat besar dalam pergaulan hidup di tengah-tengah masyarakat. Peranan hukum yang besar itu dapat kita lihat dari ketertiban, ketentraman, dan tidak terjadinya ketegangan di dalam masyarkat, karena hukum mengatur, menentukan hak dan kewajiban serta melindungi kepentingan individu dan kepentingan sosial.
J. F. Glastra Van Loon mengatakan bahwa dalam menjalankan peranannya hukum mempunyai fungsi yang sangat penting yaitu :
Menertibkan masyarakat dan pengaturan pergaulan hidup.
Menyelesaikan pertikaian.
Memelihara dan mempertahankan tata tertib dan aturan-aturan jika perlu dengan kekerasan.
Memelihara dan mempertahankan hal tersebut.
Mengubah tata tertib dan aturan-aturan, dalam rangka penyesuaian dengan kebutuhan masyarakat.
Memenuhi tuntutan keadilan dan kepastian hukum, dengan cara merealisir fungsi-fungsi di atas.
Jadi hukum harus mampu mewujudkan tentang keadilan, kegunaannya bagi kepentingan sosial, dan kepastian hukum yang umum sifatnya.
VIII.1 METODE PENAFSIRAN HUKUM
Penafsiran gramatikal yaitu penafsiran berdasarkan pada bunyi undang-undang dengan pedoman pada arti kata-kata dalam hubungannya satu sama lain dalam kalimat yang dipakai dalam undang-undang. Penafsiran gramatikal semata-mata hanya berdasarkan pada arti kata-kata menurut tata bahasa atau kebiasaan dalam penggunaan sehari-sehari. Contoh : Pasal 1140 KUH Perdata menentukan bahwa pemilik rumah mempunyai hak privilege terhadap seluruh perabot rumah yang disewakan, artinya apabila penyewa menunggak pembayaran uang sewa, dan terjadi penyitaan semua perabot rumah itu, jika dilelang maka hasil penjualan perabot rumah itu terlebih dahulu digunakan untuk melunasi tunggakkan uang sewa, sisanya baru untuk keperluan lain.
Penafsiran historis yaitu penafsiran yang berdasarkan pada sejarah baik sejarah terbentuknya undang-undang (proses pembentukan undang-undang dari memori penjelasan, laporan sidang di DPR, surat menyurat antara Menteri dan DPR), maupun sejarah hukum (termasuk penyelidikan terhadap maksud pembentuk undang-undang pada waktu membentuk undang-undang tersebut) dengan menyelidiki asal usul suatu peraturan dikaitkan dengan suatu sistem hukum yang pernah berlaku atau dengan suatu sistem hukum asing tertentu. Contoh : Seseorang yang melanggar hukum atau melakukan tindak pidana dihukum denda Rp. 200 -, denda sebesar itu jika diterapkan saat ini jelas tidak sesuai maka harus ditafsirkan sesuai dengan keadaan harga saat ini.
Penafsiran sistematis yaitu penafsiran yang memperhatikan susunan kata-kata yang berhubungan dengan bunyi pasal-pasal lainnya baik dalam undang-undang itu sendiri maupun undang-undang lainnya. Asas monogami yang tercantum dalam pasal 27 KUH Perdata adalah menjadi dasar pasal-pasal 34, 60, 64, dan 86 KUH Perdata.
Penafsiran teleologis (sosiologis) yaitu penafsiran yang memperhatikan tentang tujuan undang-undang itu, mengingat kebutuhan masyarakat berubah menurut masa atau waktu, sedang bunyi undang-undang tetap. Konkritnya walaupun suatu undang-undang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan akan tetapi kalau undang-undang itu masih berlaku, maka tetap diterapkan terhadap kejadian atau peristiwa masa kini. Namun pengertiannya disesaikan dengan situasi pada saat ketentuan itu diterapkan.
Penafsiran otentik adalah penjelasan terhadap kata-kata, istilah dan pengertian di dalam peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh pembuat undang-undang itu sendiri dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. Contohnya :
Pasal 95 KUH Pidana : "Kapal Indonesia adalah kapal yang menurut undang-undang memiliki surat-surat untu dapat berlayar".
Pasal 98 KUH Pidana : "Malam hari adalah waktu antara matahari terbenam sampai dengan matahari terbit".
Pasal 101 KUH Pidana : "Ternak berarti hewan yang berkuku satu, hewan yang memamah biak dan babi".
VIII.2 METODE KONSTRUKSI HUKUM
Penafsiran analogis yaitu penafsiran dengan memberi ibarat (kias) pada kata-kata tersebut sesuai dengan asas hukumnya, sehingga suatu peristiwa yang tidak cocok dengan peraturannya, dianggap sesuai dengan bunyi peraturan itu. Contohnya :
Istilah menyambung listrik dianggap sama dengan mengambil aliran listrik.
Menjual yang dimaksud dalam pasal 1576 KUH Perdata dianggap sama dengan memberikan, mewariskan atau mengalihkan suatu hak pada orang lain.
Penafsiran a contrario yaitu penafsiran dengan cara melawankan pengertian antara soal yang dihadapi dengan masalah yang diatur dalam suatu pasal undang-undang. Contoh : Dalam pasal 34 KUH Perdata ditentukan bahwa seorang janda dilarang menikah lagi sebelum lewat 300 hari setelah perkawinan yang terdahulu putus. Ketentuan pasal 34 KUH Perdata tersebut tidak berlaku bagi duda, karena pasal tersebut tidak menyebut apa-apa tentang laki-laki.
Penghalusan hukum ialah penafsiran dengan cara menyempitkan berlakunya ketentuan undang-undang karena jika tidak akan terjadi kerugian yang lebih besar. Contoh : Perbuatan melawan hukum sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1365 KUH Perdata adalah sangat luas lingkupnya sehingga pasal tersebut dapat diterapkan terhadap kasus tertentu yang khusus sifatnya. Jika terjadi suatu peristiwa dimana karena akibat perbuatan seseorang orang lain menderita rugi, tetapi orang yang menderita rugi itu turut melakukan perbuatan tersebut, maka orang yang menderita rugi itu hanya berhak menuntut ganti rugi sebagian saja, karena dia juga turut merugikan dirinya sendiri. Penghalusan hukum ini menurut istilah Prof. Dr. Sudikno adalah penyempitan hukum.
Di samping penafsiran-penafsiran tersebut di atas masih ada penafsiran lain yaitu :
Penafsiran ekstentif yaitu penafsiran dengan memperluas arti kata-kata dalam peraturan sehingga suatu peristiwa dapat dimasukannya. Contoh : Aliran listrik ditafsirkan sebagai benda.
Penafsiran restriktif yaitu penafsiran dengan membatasi arti kata-kata dalam peraturan. Contoh : Kerugian ditafsirkan tidak termasuk kerugian yang tidak berwujud (imateriil).
Penafsiran komparatif yaitu penafsiran dengan cara membandingkan dengan penjelasan-penjelasan berdasarkan perbandingan hukum, agar dapat ditemukan kejelasan suatu ketentuan undang-undang.
Penafsiran futuristis yaitu penafsiran dengan penjelasan undang-undang dengan berpedoman pada undang-undang yang belum mempunyai kekuatan hukum.
IX. MAZHAB-MAZHAB ILMU HUKUM
Mazhab Hukum Kodrat
Mazhab hukum kodrat adalah suatu aliran yang menelaah hukum dengan bertitik tolak dari keadilan yang mutlak, artinya bahwa keadilan tidak boleh diganggu. Hukum kodrat adalah hukum yang memiliki sifat-sifat seperti berikut :
Terlepas dari kehendak manusia, atau tidak bergantung pada pandangan manusia.
Berlaku tidak mengenal batas waktu, artinya berlaku kapan saja.
Bersifat universal artinya berlaku bagi semua orang.
Berlaku di semua tempat atau berlaku di mana saja tidak mengenal batas tempat.
Bersifat jelas dengan sendirinya bagi manusia.
Jadi hukum kodrat adalah hukum yang tidak bergantung pada pandangan manusia, berlaku kapan saja, di mana saja, bagi siapa saja dan jelas bagi semua manusia tanpa ada yang menjelaskannya. Ajaran mengenai hukum kodrat dikemukakan antara lain oleh : Aristoteles, Thomas Aquino, Hugo de Groot, dan Rudolf Stammler.
Mazhab Sejarah
Mazhab sejarah dipelopori oleh Friedrich Carl von Savigny. Mazhab sejarah berpendapat bahwa tiap-tiap hukum itu ditentukan secara historis, selalu berubah menurut waktu dan tempat. Salah satu sebab timbulnya mazhab sejarah adalah dorongan nasionalisme yang tumbuh pada akhir abad XVIII sebagai reaksi terhadap semangat revolusi dan ekspansi Perancis. Mazhab sejarah menitikberatkan pandangannya pada jiwa bangsa (volksgeist).
Hukum hidup dalam kesadaran bangsa, maka hukum berpangkal pada kesadaran bangsa. Menurut mazhab sejarah hukum bersumber pada perasaan keadilan yang naluriah yang dimiliki seiap bangsa. Timbulnya hukum positif tidak terjadi oleh akal manusia yang secara sadar memang menghendakinya, tetapi hukum positif itu tumbuh dan berkembang di dalam kesadaran bangsa secara organik. Jadi tumbuh dan berkembangnya hukum itu bersama-sama dengan tumbuh dan berkembangnya suatu bangsa.
3. Mazhab Imperatif
Mazhab Imperatif dipelopori oleh John Austin. Hukum menurut Austin adalah perintah dari penguasa yang berdaulat. Hukum yang berlaku menurut aliran ini adalah peraturan bagi perilaku manusia yang berlaku umum, dan berasal dari golongan yang secara politis berkedudukan lebih tinggi, untuk golongan yang statusnya lebih rendah. ini berarti bahwa hukum yang berlaku pada suatu negara adalah perintah dari penguasa dari negara yang berdaulat, dimana para penguasa itu terdiri atas sejumlah person dalam negara tersebut.
Tugas ilmu pengetahuan hukum menurut Austin adalah mempelajari sifat dan hakekat dari hukum, perkembangannya dan hubungannya dengan masyarakat. John Austin memberikan definisi hukum adalah perintah dari penguasa maka ia melaksanakan penelitiannya terbatas pada sistem-sistem hukum yang telah maju saja. Metode yang digunakan adalah metode analisis dan ia membatasi penelitianya pada peraturan-peraturan yang benar-benar berlaku saja , oleh karena itu ajaran John Austin sering disebut mazhab positivistis analisis. Austin membagi studi terhadap hukum menjadi dua yaitu Jurisprudence dan science of legislation.
4. Teori murni tentang hukum dari Hans Kelsen
Hans Kelsen adalah penganut aliran Neo Kantian. Ajarannya didasarkan pada doktrin Immanuel Kant yang memisahkan secara tajam antara pengertian hukum sebagai sollen dan hukum sebagai sein. Hans Kelsen ingin memurnikan hukum dari anasir-anasir yang metafisis-filosofis, karena ia menghendaki terciptanya suatu ilmu pengetahuan ilmu hukum yang murni.
Menurut Kelsen hukum tidak menggambarkan apa yang sebenarnya terjadi , tetapi menentukan peraturan-peraturan tertentu, yaitu melatakan norma-norma bagi tindakan yang harus dilakukan orang. Setiap perbuatan hukum harus dapat dikembalikan pada suatu norma yang memberi kekuatan hukum pada tindakan manusia tertentu. Sebagai contoh misalnya hukuman penjara terhadap A dapat dibenarkan karena merupakan putusan pengadilan. Pengadilan mempunyai wewenang memutuskan karena ada hukum pidana. Hukum pidana mempunyai kekuatan berlaku karena dibuat oleh badan legislatif, sedangakan badan legeslatif mempunyai wewenang untuk itu atas dasar ketentuan udang-undang dasar (Konstitusi).
5. Mazhab Sosiologis
Mazhab sosiologis dipelopori oleh Eugen Ehrlich, Max Weber dan Hammaker. Mazhab ini berpandangan bahwa hukum itu sebenarnya merupakan hasil pertentangan-pertentangan dan hasil perimbangan antara kekuatan-kekuatan sosial, cita-cita sosial, perkembangan ekonomi, dan pertentangan serta perimbangan kepentingan-kepentingan golongan atau kelas-kelas dalam masyarakat. Ilmu pengetahuan hukum tidak dapat hanya mendasarkan diri pada analisis logika saja terhadap kaidah hukum melainkan juga harus menggunakan pendekatan secara sosiologis. Sosiologis adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hubungan antara gejala masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain, sedangkan ilmu pengetahuan hukum menurut mazhab sosiologis memberikan suatu gambaran tentang tingkah laku manusia dalam masyarakat. Jadi hukum adalah gejala masyarakat. Hukum bukan norma tetapi kebiasaan-kebiasaan manusia yang menjelma dalam perbuatan atau prilakunya dalam masyarakat.
Eugen Ehrlich menyatakan bahwa berlakunya hukum bergantung pada penerimaan masyarakat dan sebenarnya tiap golongan menciptakan sendiri masing-masing hukumnya yang hidup. Dalam konteks ini Leon Duguit berpendapat bahwa berpendapat bahwa berlakunya hukum itu sebagai suatu realita bahwa ia diperlukan oleh manusia yang secara bersama hidup dalam masyarakat. Hukum bukan bergantung pada kehendak penguasa melainkan bergantung pada kenyataan sosial. Suatu peraturan adalah hukum apabila mendapat dukungan dari masyarakat secara efektif . Menurut Duguit pembentuk undang-undang tugasnya hanya mentransformasikan saja hukum yang sudah hidup di tengah-tengah masyarakat menjadi suatu bentuk yang bersifat teknis yuridis.
6. Mazhab Fungsional
Tokoh mazhab fungsional adalah Roscoe Pound. Menurut Roscoe Pound manusia tidak mungkin dapat memahami sesuatu kalau belum tahu apa dan bagaimana kerjanya sesuatu itu. Proses yuridis tidak dapat memberi jawaban dengan tepat terhadap masalah konkrit yang terjadi dalam masyarakat. Menurut Roscoe Pound hukum bukan hanya merupakan kumpulan norma-norma abstrak atau tertib hukum saja tetapi menurut dia hukum merupakan suatu proses untuk mengadakan keseimbangan antara kepentingan-kepentingan yang saling bertentangan.
Untuk menjelaskan pendiriannya ini Roscoe Pound menggunakan istilah "social engineering" sebagai analogi. Jadi menurut Roscoe Pound tugas tugas atau fungsi hukum adalah melakukan social engineering dalam masyarakat. Hukum dalam hal ini adalah merupakan social machineering yaitu suatu alat sosial. Menurut Rocoe Pound hukum yang berlaku mungkin sangat berbeda dengan hukum yang terdapat dalam buku-buku hukum atau kitab-kitab hukum.
X.1 SEJARAH HUKUM
Sejarah hukum adalah salah satu bidang studi hukum yang mempelajari perkembangan dan asal-usul hukum dalam masyarakat tertentu dan membandingkan antara hukum yang berbeda karena di batasi oleh waktu yang berbeda pula. Menurut Von Savigny hukum adalah ekspresi dari jiwa bangsa di mana hukum itu berlaku. Apabila dapat diterima bahwa hukum sekarang berasal dari hukum yang sebelumnya atau hukum pada waktu lampau, maka hal ini berarti bahwa hukum yang sekarang dibentuk melalui proses-proses yang berlangsung pada waktu lampau.
Mengetahui dan memahami secara sistematis proses-proses terbentuknya hukum, faktor-faktor yang menyebabkannya, memberi tambahan pengetahuan yang berharga untuk memahami gejala hukum dalam masyarakat. Dalam rangka pembinaan hukum nasional tidak hanya di butuhkan perkembangan hukum masa kini tetapi diperlukan juga bahan-bahan tentang perkembangan hukum masa lampau.
X.2 SOSIOLOGI HUKUM
Sosiologi hukum adalah cabang ilmu pengetahuan yang secara analitis dan empiris mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainya. Sosiologi hukum mempunyai ciri-ciri khusus sebagai berikut :
1. Sosiologi hukum bermaksud memberi penjelasan terhadap praktek-praktek hukum, misalnya dalam hal pembuatan atau pembentukan peraturan perundang-undangan dan praktek dalam peradilan. Sosiologi hukum berusaha menjelaskan mengapa praktek-praktek dalam peradilan.
2. Sosiologi hukum selalu menguji kebenaran empiris dengan usaha untuk mengetahui antara isi kaidah dan kenyataannya baik dengan dengan data empiris maupun non empiris.
3. Sosiologi hukum tidak melakukan penelitian terhadap hukum, tetapi mendekati hukum dari segi objektivitas dengan tujuan memberikan penjelasan terhadap gejala hukum yang nyata. Nilai kepatutan tidak di berikan oleh sosiologi hukum. Objek sasaran dari sosiologi hukum adalah pengorganisasian sosial dari hukum misalnya badan-badan pembentuk undang-undang, pengadilan, polisi, advokat, yang merupakan badan-badan atau person-person yang terlibat dalam penyelenggaraan hukum.
Dalam rangka pendidikan keserjanaan dalam bidang hukum, sosiologi hukum bermanfaat besar sekali karena :
a. Sosiologi hukum memberikan kemampuan pemahaman terhadap hukum dalam hubungannya dengan faktor-faktor sosial lainnya.
b. Dalam penyusunan konsep-konsep, sosiologi hukum dapat memberikan kemampuan-kemampuan untuk menganalisis efektivitas hukum dalam masyarakat, baik sebagai sarana pengendalian sosial maupun sarana untuk merubah masyarakat agar mencapai keadilan sosial tertentu.
c. Sosiologi hukum memberikan kemungkinan-kemungkinan dan kemampuan untuk mengevaluasi efektivitas hukum dalam masyarakat.
d. Mempelajari sosiologi hukum berarti mencoba untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan hukum terutama hukum tertulis dalam masyarakat yang berarti dapat menyoroti secara teoritis, empiris dan analisis pengaruh faktor-faktor sosial terhadap hukum dan sebaliknya.
X.3 PERBANDINGAN HUKUM
Perbandingan hukum adalah ilmu yang mempelajari perbandingan antara dua sistem hukum atau lebih. Dalam studi perbandingan itu dilakukan dengan cara:
Menunjukan perbedaan dan persamaan yang ada dalam sistem hukum atau bidang hukum yang dipelajari.
Menjelaskan mengapa terjadi persamaan atau perbedaan yang demikian itu, faktor-faktor apa yang menyebabkannya.
Memberikan penilaian terhadap masing-masing sistem yang digunakan.
Memikirkan kemungkinan-kemungkinan apa yang dapat ditarik sebagai kelanjutan dari hasil-hasil studi perbandingan yang telah dilakukan.
Memutuskan kecenderungan-kecenderungan umum pada perkembangan hukum, termasuk didalamnya irama dan keteraturan yang dapat dilihat pada perkembangan hukum tersebut.
Mempelajari kemungkinan untuk menemukan asas-asas umum yang didapat sebagai hasil dari pelacakan yang dalakukan dengan cara membandingkan tersebut.
Perbandingan hukum dapat dilakukan terhadap sistem hukum yang berasal dari negara yang berlainan, dapat juga dari satu negara saja, tetapi untuk yang terakhir ini dengan ketentuan bahwa hukum yang berlaku di negara itu bersifat majemuk.
X.4 ANTROPOLOGI HUKUM
Antropologi hukum mempelajari hukum dari konteks kultur masyarakat tertentu baik pada masyarakat modern maupun masyrakat sederhana. Dengan perkataan lalin antropologi hukum adalah antropologi yang mempelajari hukum sebagai salah satu aspek dari kebudayaan. Ciri khas penyelidikan seorang antropolog adalah pengamatan yang menyeluruh terhadap kehidupan manusia.
Hukum sebagai salah satu aspek budaya manusia tercakup dalam objek penelitianya seorang antropolog. Penelitian antropolog dibedakan menjadi:
Penelitian antropologis terhadap hukum untuk pengembangan antropologi sebagai ilmu pengetahuan.
Penelitian antropologis terhadap hukum demi kepentingan pengembangan ilmu hukum.
Antropologi hukum menekankan pada penelitian antropologi yang kedua karena tujuanya adalah untuk pengembangan ilmu hukum. Hubungan antara antropologi dengan ilmu hukum adat Indonesia sering di singgung oleh Van Vollenhoven, B. Ter Haar BZN, Soepomo, dan lain-lain. Dari pendapat-pendapat mereka itu dapat disimpilkan bahwa:
Banyak data hukum adat yang dapat dicatat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh para etnolog.
Bahan tentang struktur budaya suku bangsa di Indonesia banyak diberikan oleh etnologi.
Etnologi banyak mengungkapkan latar belakang dan dasar alam pikiran suku-suku bangsa di Indonesia.
Banyak data etnografis tentang terjadinya akulturasi.
Hubungan antara hukum adat dengan unsur-unsur kebudayaan banyak diungkapkan oleh data etnologi.
Manfaat antropologi hukum bagi perkembangan ilmu hukum adalah:
Hasil penelitian antropologi hukum dapat memberikan gambaran tentang hukum dalam kontes kebudayaan suatu masyarakat.
Dapat ditelesuri sistem nilai-nilai yang menjadi dasar dari sistem hukum tertentu.
Dengan menelaah bahan-bahan antropologi hukum dapat diketahui pola-pola proses hukum manakah yang digunakan untuk menegakkan sistem nilai-nilai dalam masyarakat.
Penelitian antropologi hukum memberi data tentang penerapan hukum tertulis dalam masyarakat majemuk.
Antropologi hukum memberikan pengetahuan tentang kemungkinan digunakannya proses peradilan yang tidak resmi yang mungkin lebih efektif daripada peradilan yang resmi.
Dari penelitain antropologi hukum dapat diketahui sebab-sebab atau latar belakang mengapa warga masyarakat enggan untuk menyelesaikan masalah-masalah hukum pada pengadilan.
Dari penelitian antropologi hukum dapat diidentifikasikan tentang kebutuhan-kebutuhan hukum warga masyarakat, serta latar belakang sosial budayanya.
X.5 PSIKOLOGI HUKUM
Psikologi hukum adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari hukum sebagai perwujudan dari perkembangan jiwa manusia. Psikologi sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang perilaku manusia dalam hubungannya dengan studi hukum, dan melihat hukum itu merupakan pencerminan dari perilaku manusia. Hubungan antara hukum dan psikologi tampak pada paksaan psikologis yang diperankan oleh sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana. Leon Petrazychi berpendapat bahwa gejala-gejala hukum itu terdiri dari proses-proses psikis yang unik, yang dapat dilihat dengan menggunakan metode introspeksi.
Hak-hak dan kewajiban-kewajiban menurut Petrazychi hanya ada dalam pikiran manusia, dengan pengertian mempunyai arti sosial yang penting, karena ia menciptakan pengalaman imperatif-atributif yang mempengaruhi tingkah laku mereka yang merasa terikat olehnya.
X.6 POLITIK HUKUM
Politik hukum adalah suatu bidang ilmu yang mempunyai ciri tertentu yaitu kegiatan untuk menentukan atau memilih hukum mana yang sesuai untuk mencapai tujuan yang dikehendaki oleh masyarakat.
Di dalam studi politik hukum ada beberapa pertanyaan sebagai berikut:
Tujuan apakah yang hendak dicapai dengan sistem hukum yang ada? Tujuan ini dapat berupa suatu tujuan yang besar dan tunggal, tetapi dapat juga dipecah-pecah menjadi tujuan yang lebih spesifik menurut bidangnya misalnya, bidang ekonomi, sosial yang kemudian masih dapat dipecah-pecah lagi dalam tujuan yang lebih kecil.
cara-cara apakah dan yang manakah yang paling baik untuk dapat dipakai mencapai tujuan tersebut? Termasuk di dalamnya masalah pemilihan antara hukum tertulis dan tidak tertulis, antara sentralisasi atau desentralisasi.
Kapankah hukum itu perlu diubah dan melalui cara-cara bagaimana perubahan itu harus dilakukan.
Dapatkah dirumuskan suatu pola yang mapan yang dapat membantu kita dalam proses pemilihan tujuan serta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut? Termasuk di dalamnya proses untuk memperbarui hukum secara efisien, dengan perubahan total, atau perubahan bagian demi bagian.
X.7 FILSAFAT HUKUM
Filsafat hukum adalah refleksi tentang hukum yang memasalahkan hukum dari berbagai pertanyaan yang mendasar misalnya:
Apakah hakikat hukum? (quit ius)
apa dasar-dasar mengikatnya hukum?
mengapa hukum berlaku umum?
Hubungan antara hukum dan kekuasaan?
Hubungan antara hukum dan moral?
Hubungan antara hukum dan keadilan?
Dengan demikian jelas apa yang menjadi sasaran perhatian filsafat hukum yaitu hukum sebagai gejala umum, kemudian dianalisis dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan mendasar di atas. Perbedaan antara filsafat hukum dan ilmu hukum dalah sebagai berikut: ilmu hukum positif mempelajari hukum yang berlaku pada suatu tempat tertentu atau suatu tata hukum negara tertentu, sedangkan filsafat lebih ke memahami hukum sebagai gejala umum atau fenomena universal yang tidak bisa di jawab oleh ilmu hukum. Soedjono mengatakan bahwa filsafat hukum adalah perenungan dan perumusan nilai-nilai, juga mencakup penyesuaian nilai-nilai, misalnya penyerasian antara ketertiban dengan ketentraman, antara kebendaan dengan keakhlakan, dan di antara kelangsungan dan pembaruan.
I.2 Batasan Pengertian tentang Pengantar Ilmu Hukum
Pengantar Ilmu Hukum adalah mata kuliah dasar bagi setiap orang yang akan mempelajari ilmu hukum yang sangat luas ruang lingkupnya, dan menanamkan kepada setiap orang yang mempelajari ilmu hukum tentang pengertian-pengertian dasar dari berbagai istilah dalam ilmu hukum, dengan demikian dapat dikemukakan hakikat Pengantar Ilmu Hukum adalah sebagai dasar dari pengetahuan hukum yang mengandung pengertian-pengertian dasar yang menjadi akar dari ilmu hukum sendiri.
I.3 Kedudukan dan Fungsi Pengantar Ilmu Hukum
Kedudukan Pengantar Ilmu Hukum dalam kesatuan kurikulumyang diajarkan pada fakultas hukum Indonesia adalah sebagai mata kuliah dasar keahlian, oleh karena itu Pengantar Ilmu Hukum berfungsi memberikan pengertian-pengertian dasar baik secara garis besar maupun mendalam mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan hukum, selain itu Pengantar Ilmu Hukum juga berfungsi pedagogis yakni menumbuhkan sikap adil dan membangkitkan minat untuk dengan penuh kesungguhan mempelajari ilmu hukum.
I.4 Perbedaan dan Hubungan antar Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Hukum Indonesia
Perbedaan dan Hubungan antar Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Hukum Indonesia. Pengantar Ilmu Hukum sebagaimana diutarakan dimuka adalah mata kuliah yang merupakan dasar bagi setiap orang yang akan mempelajari ilmu hukum dan memberikan pengertian-pengertian dasar berbagai istilah dalam ilmu hukum dan lain-lain, mempunyai sifat umum artinya tidak terbatas pada ilmu hukum yang berfokus pada negara tertentu dan pada masa tertentu.
Pengantar Ilmu Hukum Indonesia adalah mata kuliah dasar yang mempelajari keseluruhan hukum positif Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia dalam garis besarnya. Jadi objek dari Pengantar Hukum Indonesia adalah hukum positif Indonesia. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara Pengantar Ilmu Hukum dengan Pengantar Hukum Indonesia adalah terletak pada objek dan fungsinya.
pengantar Ilmu Hukum objeknya adalah hukum pada umumnya dan tidak terbatas pada waktu dan tempatnya. Pengantar Ilmu Hukum berfungsi mendasari setiap orang yang akan mempelajari hukum dengan segala hal yang berkaitan dengannya. Pengantar Hukum Indonesia objeknya adalah hukum positif Indonesia. Fungsinya adalah mengantarkan setiap orang yang akan mempelajari hukum yang sedang berlaku di Indonesia.
Hubungan antara Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Hukum Indonesia. Hubungan antara pengantar Pengantar Ilmu Hukum dengan Pengantar Hukum Indonesia ialah bahwa Pengantar Ilmu Hukum mendukung atau menunjang pada setiap orang yang akan mempelajari hukum positif Indonesia. Sebagai suatu ilmu yang berstatus pengantar, kedua-duanya adalah sama-sama sebagai mata kuliah dasar keahlian. Karena itu keduanya sangat erat hubungannya. Pengantar Ilmu Hukum perlu di pelajari dahulu sebelum seseorang mempelajari entang hukum positif Indonesia, karena pengertian-pengertian dasar yang berhubungan dengan hukum di berikan didalam Pengantar Ilmu Hukum. Sebaiknya pokok-pokok bahasan Pengantar Hukum Indonesia merupakan contoh konkrit apa yang dibahas di dalam Pengantar Ilmu Hukum.