Rangkaian Magnetik Rangkaian magnetik merupakan basis dari sebagian terbesar peralatan listrik di industri maupun rumah tangga. Motor dan generator dari yang bekemampuan kecil sampai sangat besar, berbasis pada medan magnetic yang memungkinkan terjadinya konversi energi listrik. Di bab ini kita akan melihat hukum-hukum dasar, perhitungan dalam rangkaian magnetik, magnetik, rugi-rugi dan dan gaya magnetik, induktor induktor dan induktansi bersama. Seperti halnya analisis rangkaian listrik yang dilandasi oleh beberapa hukum saja, yaitu hukum Ohm dan Hukum Kirchhoff, Kirchhoff, analisis analisis rangkaian magnetik juga dilandasi oleh hanya beberapa hukum saja, yaitu hukum Faraday dan hukum Ampère. Pembahasan kita akan diawali oleh kedua hukum tersebut dan setelah itu kita akan melihat rangkaian magnetik, yang sudah barang tentu melibatkan material magnetik. Walaupun demikian, kita tidak akan membahas mengenai material magnetik itu sendiri, melainkan hanya akan melihat pada hal hal yang kita perlukan dalam kaitannya dengan pembahasan peralatan listrik. K ita juga hanya akan melibatkan melibatkan beberapa jenis jenis material saja yang telah sejak sejak lama digunakan walaupun material jenis baru telah dikembangkan.
Hukum-hukum: 1. Hukum Faraday H ukum F ar aday. Pada 1831 Faraday (1791-1867) menunjukkan bahwa gejala listrik dapat dibangkitkan dari magnet. Dari kumpulan catatan hasil percobaan yang dilakukan dilakukan oleh Faraday,suatu Faraday,suatu formulasi formulasi matematis matematis telah diturunkan untuk menyatakan hukum Faraday, Faraday, yaitu :
… (1) dengan e menunjukkan tegangan induksi [volt] pada suatu kumparan, dan λ adalah fluksi lingkup yang dicakup oleh kumparan. Jika kumparan
mempunyai _ lilitan dan setiap lilitan mencakup fluksi magnit sebesar φ [weber], maka fluksi lingkup adalah λ = _φ [weber -lilitan] -lilitan] dan (1) menjadi
… (2) Tanda negatif pada (1) diberikan oleh Emil Lenz, yang setelah melanjutkan percobaan Faraday Faraday menunjukkan menunjukkan bahwa arah arus induksi selalu sedemikian
rupa sehingga terjadi perlawanan terhadap aksi yang menimbulkannya. Reaksi demikian ini disebut hukum Lenz.
2. Hukum Ampere André Marie Ampère (1775 – 1836), melakukan percobaan yang terkenal dalam kaitan kemagnitan, yaitu mengenai timbulnya gaya mekanis antara dua kawat paralel yang dialiri arus listrik. Besar gaya F dinyatakan secara matematis sebagai
… (3) dengan I1 dan I2 adalah arus di masing-masing konduktor, l adalah panjang konduktor, dan r menunjukkan jarak antara sumbu kedua konduktor dan
besaran μ merupakan besaran yang ditentukan oleh medium dimana kedua
kawat tersebut berada. Arus I2 dapat dipandang sebagai pembangkit suatu besaran medan magnet di sekeliling kawat yang dialirinya, yang besarnya adalah
… (4) Hasil ini juga diamati oleh dua peneliti Perancis yaitu J.B. Biot dan F.Savart. Dengan (4), maka (3) menjadi lebih sederhana yaitu
… (5) Persamaan (5) ini berlaku jika kedua kawat adalah sebidang. Jika kawat
kedua membentuk sudut θ dengan kawat pertama maka (5) menjadi
… (6) Secara umum (6) dapat ditulis
… (7) B dengan f(θ) adalah suatu fungsi sudut antara medan B dan arus I , dan K adalah suatu konstanta untuk memperhitungkan berbagai faktor, seperti misalnya panjang kawat. B mempunyai satuan [weber/meter2] Jadi B menunjukkan kerapatan fluksi magnetik dengan satuan [weber/m2] atau [tesla]. Arah B ditentukan sesuai dengan kaidah tangan kanan yang menyatakan bahwa : jika kawat yang
dialiri arus digenggam dengan tangan kanan dengan ibu jari mengarah sejajar aliran arus maka arah B adalah sesuai dengan arah penunjukan jari jari yang menggenggam kawat tersebut. Permeabilitas. Dalam persamaan (3), μ mewakili sifat medium tempat kedua konduktor berada; besaran ini disebut permeabilitas. Untuk ruang hampa, permeabilitas ini adalah
… (8) dengan satuan [Henry ]/[meter ]. Dalam hal ini mediumnya bukan vakum maka permeabilitasnya dinyatakan sebagai
… (9)
dengan μr adalah permeabilitas relatif, yang merupakan perbandingan antara permeabilitas medium terhadap vakum. Intensitas Medan Magnet. Dalam perhitungan-perhitungan rangkaian magnetik, akan lebih mudah jika kita bekerja dengan besaran magnetic yang tidak tergantung dari medium. Hal ini terutama kita temui pada mesin-mesin listrik dimana fluksi magnetik menembus berbagai macam medium. Oleh karena itu didefinisikan besaran yang disebut intensitas medan magnetik , yaitu
… (10) H merupakan besaran yang tidak tergantung dari medium. Secara umum satuan H adalah [lilitan amper]/[meter] dan bukan [amp]/[meter] agar tercakup pembangkitan medan magnit oleh belitan yang terdiri dari banyak lilitan. Hukum Rangkaian Magnetik Ampère . Hukum rangkaian magnetic Ampère menyatakan bahwa integral garis tertutup dari intensitas medan magnet sama dengan jumlah arus (ampere turns) yang membangkitkannya. Hukum ini dapat dituliskan sebagai
... (11)
Fm dipandang sebagai besaran pembangkit medan magnit dan disebut magnetomotive force yang disingkat mmf. Besaran ini sama dengan jumlah ampere-turn yang dilingkupi oleh garis fluksi magnit yang tertutup. Dari relasi di atas, diturunkan relasi-relasi yang sangat bermanfaat untuk perhitungan rangkaian magnetik. Jika panjang total dari garis fluksi magnit adalah L, maka total Fm yang diperlukan untuk membangkitkan fluksi tersebut adalah
… (12) Apabila kerapatan fluksi adalah B dan fluksi menembus bidang yang luasnya A , maka fluksi magnetnya adalah
… (13) dan jika (13) dimasukkan ke (12) akan diperoleh
… (14) Apa yang berada dalam tanda kurung pada (14) ini sangat menarik, karena sangat mirip dengan formula resistansi dalam rangkaian listrik. Persamaan (14) ini dapat kita tuliskan
… (15) Pada (15) ini, Fm merupakan besaran yang menyebabkan timbulnya fluksi magnit φ. Besar fluksi ini dibatasi oleh suatu besaran ℜ yang kita sebut reluktansi dari rangkaian magnetik, dengan hubungan
… (16) Persamaan (15) sering disebut sebagai hukum Ohm untuk rangkaian magnetik. Namun kita tetap harus ingat bahwa penurunan relasi ini dilakukan dengan pembatasan bahwa B adalah kostan dan A tertentu. Satuan dari reluktansi tidak diberi nama khusus.
3. Rugi-rugi dalam rangkaian magnetic
Rugi H isteri sis. Dalam rekayasa, material ferromagnetik sering dibebani dengan medan magnit yang berubah secara periodik dengan batas positif dan negatif yang sama. Pada pembebanan seperti ini terdapat kecenderungan bahwa kerapatan fluksi, B, ketinggalan dari medan magnetnya, H . Kecenderungan ini kita sebut histerisis dan kurva B-H membentuk loop tertutup seperti terlihat pada Gb.2. dan kita sebut loop histerisis. Hal ini telah kita pelajari dalam fisika. Di sini kita akan membahas akibat dari karakteristik material seperti ini dalam rekayasa. Loop histerisis ini menunjukkan bahwa untuk satu nilai H tertentu terdapat dua kemungkinan nilai B. Dalam memecahkan persoalan rangkaian magnetic pada contoh-contoh di subbab 1.2. kita menggunakan kurva B-H yang kita sebut kurva B-H normal atau kurva magnetisasi normal, dimana satu nilai H terkait dengan hanya satu nilai B, yaitu kurva B-H pada Gb.1. Itulah sebabnya kesalahan perhitungan sebesar ± 5 % masih dapat kita terima jika kita menggunakan kurva B-H normal karena sesungguhnya B tidak mempunyai nilai tunggal, melainkan tergantung dari riwayat magnetisasi material.
Jelaslah bahwa HB mempunyai satuan kerapatan energi. Jadi luas bidang abda pada Gb.2 menyatakan kerapatan energi, yaitu energi magnetik. Karena luas abda diperoleh dar i integrase ∫HdB pada waktu H dan B naik, atau dengan kata lain medan magnetik bertambah, maka ia menggambarkan kerapatan energi yang disimpan ke material. Luas bidang bdcb yang
diperoleh dari integrasi ∫HdB pada waktu medan magnit berkurang,
menggambarkan kerapatan energi yang dilepaskan. Dari gambar loop histerisis jelas terlihat bahwa luas bdcb < luas abda. Ini berarti bahwa kerapatan energi yang dilepaskan lebih kecil dari kerapatan energi yang disimpan. Sisa energi yang tidak dapat dilepaskan digambarkan oleh luas bidang abca, dan ini merupakan energi yang diserap oleh material dan tidak
keluar lagi (tidak termanfaatkan) sehingga disebut rugi energi histerisis. Analisis di atas hanya memperhatikan setengah siklus saja. Untuk satu siklus penuh, kerapatan rugi energi histerisis adalah luas bidang dari loop histerisis. Jika kerapatan rugi energi histerisis per siklus (= luas loop histerisis) kita sebut wh , dan jumlah siklus per detik (frekuensi) adalah f, maka untuk material dengan volume v m3 besar rugi energi histerisis per detik atau rugi daya histerisis adalah
… (17) Untuk menghindari perhitungan luas loop histerisis, Steinmetz memberikan formula empiris untuk rugi daya histerisis sebagai
… (18) dengan Bm adalah nilai maksimum kerapatan fluksi, n mempunyai nilai antara 1,5 sampai 2,5 tergantung dari jenis material. Kh adalah konstanta yang juga tergantung dari jenis material; untuk cast steel 0,025; silicon sheet steel 0,001; permalloy 0,0001. Rugi Arus Pusar. Jika medan magnetik berubah terhadap waktu, selain rugi daya histerisis terdapat pula rugi daya yang disebut rugi arus pusar. Arus pusar timbul sebagai reaksi terhadap perubahan medan magnet. Jika material berbentuk balok pejal, resistansi material menjadi kecil dan rugi arus pusar menjadi besar. Untuk memperbesar resistansi agar arus pusar kecil, rangkaian magnetik disusun dari lembar-lembar material magnetic yang tipis (antara 0,3 ÷ 0,6 mm). Formula empiris untuk rugi arus pusar adalah
… (19) dengan Ke = konstanta yang tergantung dari jenis material; f = frekuensi
(Hz); Bm = kerapatan fluksi maksimum; τ = tebal laminasi; v = volume
material. Perhatikan bahwa rugi arus pusar sebanding dengan pangkat dua dari frekuensi, sedangkan rugi histerisis sebanding dengan pangkat satu frekuensi. Rugi histerisis dan rugi arus pusar secara bersama-sama disebut rugi-rugi inti. Rugi-rugi inti akan menaikkan temperature rangkaian magnetik dan akan menurunkan efisiensi peralatan.
4. Gaya Magnetik Energi yang tersimpan dalam medan magnetik dapat digunakan untuk melakukan kerja mekanik (misalnya menarik tuas rele).
Untuk mempelajari bagaimana gaya ini dapat timbul, kurva B-H normal yang tidak linier seperti terlihat pada Gb.3.a, kita dekati dengan suatu kurva linier seperti pada Gb.3.b. Jika kita menaikkan H dari 0 ke H1, maka B naik dari 0 ke B1. Luas bidang 0ab0 menyatakan kerapatan energi yang tersimpan dalam material, dan besarnya adalah
Secara umum, dengan medan magnetik sebesar H dalam suatu material akan terdapat kerapatan simpanan energi sebesar
… (20) Perhatikan bahwa (20) kita peroleh setelah kita melakukan linierisasi kurva B-H. Karena (20) menunjukkan kerapatan energi, maka jika kita kalikan dengan volume dari rangkaian magnetik kita akan mendapatkan energy total yang tersimpan dalam rangkaian tersebut. Misalkan luas penampang rangkaian A dan panjangnya L, maka energi total menjadi
… (21) Antara fluksi φ dan Fm terdapat hubungan φ = Fm /
ℜ ,
sehingga (21) dapat
juga dituliskan
… (22)
Untuk memahami timbulnya gaya magnetik, kita lakukan percobaan dengan suatu rangkaian magnetic yang terdiri dari tiga bagian yaitu gandar, celah udara, dan jangkar, seperti terlihat pada Gb.4. Rangkaian ini dicatu oleh sumber tegangan Vs yang diserikan dengan resistor variabel R. Luas penampang gandar sama dengan luas penampang jangkar. Untuk suatu kedudukan jangkar tertentu, dengan Vs dan R tertentu, terjadi eksitasi sebesar Fm yang akan membuat simpanan energi dalam rangkaian magnetik ini sebesar
… (23) Indeks g, u, dan j berturut-turut menunjukkan gandar, udara dan jangkar. Karena ketiga bagian rangkaian terhubung seri maka jika penyebaran fluksi di bagian pinggir di celah udara diabaikan fluksi di ketiga bagian tersebut akan sama. Kerapatan fluksi juga akan sama di ketiga bagian tersebut. Dengan demikian maka persamaan (23) dapat kita tulis
… (24) Besar reluktansi total adalah
… (25) Karena kita melakukan linierisasi kurva B-H, maka permeabilitas material menjadi konstan. Hal ini ditunjukkan oleh kemiringan kurva B-H. Jadi μg dan μj dianggap
konstan sedangkan permeabilitas udara dapat dianggap sama dengan μ0 .
Percobaan pertama adalah memegang jangkar tetap pada tempatnya dan menambah eksitasi dengan menurunkan nilai resistor R sehingga arus catu
naik. Eksitasi akan naik menjadi (Fm+ΔFm) dan simpanan energi pada seluruh rangkaian magnetik akan naik pula. Artinya tambahan energi sebesar
ΔW yang disebabkan oleh tambahan eksitasi sebesar ΔFm tersimpan sebagai
tambahan energi di semua bagian rangkaian yaitu gandar, jangkar dan celah udara. Untuk percobaan kedua, kita kembalikan dulu eksitasi pada keadaan semula dengan mengembalikan R pada nilai semula sehingga eksitasi kembali menjadi Fm dan kita jaga konstan. Jangkar kita lepaskan sehingga celah udara menjadi (x−Δx). Berkurangnya celah udara ini akan menyebabkan reluktansi ℜu menurun sehingga secara keseluruhan ℜtot juga menurun. Menurunnya ℜtot akan memperbesar fluksi karena eksitasi Fm dipertahankan tetap. Ini berarti bahwa simpanan energi dalam rangkaian magnetik bertambah. Pertambahan simpanan energi yang terjadi pada percobaan ke-dua ini berbeda dengan pertambahan energi pada percobaan pertama. Pada percobaan pertama pertambahan energi berasal dari pertambahan masukan, yaitu ΔFm . Pada percobaan ke-dua, Fm dipertahankan tetap. Oleh karena itu satu-satunya kemungkinan pertambahan energi adalah dari gerakan jangkar. Jadi perubahan posisi jangkar memberikan tambahan simpanan energi dalam rangkaian magnetik. Penafsiran kita dalam peristiwa ini adalah bahwa perubahan posisi jangkar telah menurunkan energi potensial jangkar. Penurunan energi potensial jangkar itu diimbangi oleh naiknya simpanan energi pada rangkaian magnetik sesuai dengan prinsip konservasi energi. Jika dx adalah perubahan posisi jangkar (Δx→0), Fx adalah gaya mekanik pada jangkar pada posisi x, maka perubahan energi potensial jangkar adalah
… (26) Perubahan energi tersimpan dalam rangkaian magnetik adalah dW. Karena tidak ada masukan energi dari luar (sumber listrik) maka
… (27) Karena Fm kita jaga konstan, kita dapat memasukkan persamaan (22) bentuk yang ke-dua ke (27) sehingga kita peroleh
Dengan persamaan (28) ini kita dapat menghitung gaya mekanik pada jangkar rele elektromekanik, plunger, dan lain-lain peralatan listrik yang memanfaatkan gaya magnetik. 5. Induktor
Perhatikan rangkaian induktor (Gb.5). Apabila resistansi belitan dapat diabaikan, maka menurut hukum Kirchhoff
… (29) Persamaan (29) adalah persamaan rangkaian listrik yang terdiri dari sumber v1 dan beban induktor L. Tegangan e1 adalah tegangan jatuh pada induktor, sesuai dengan konvensi pasif pada dalam analisis rangkaian listrik.
Sekarang kita lihat rangkaian magnetiknya dengan menganggap inti induktor ideal (luas kurva histerisis material inti sama dengan nol). Dalam rangkaian magnetik terdapat fluksi magnetik φ yang ditimbulkan oleh arus if. Perubahan fluksi φ akan membangkitkan tegangan induksi pada belitan sesuai dengan hukum Faraday dan hukum Lenz.
… (30) Tanda “−” pada (30) mempunyai arti bahwa tegangan induksi et harus mempunyai polaritas yang akan dapat memberikan arus pada rangkaian tertutup sedemikian rupa sehingga arus tersebut akan memberikan fluksi
lawan terhadap fluksi pembangkitnya, yaitu φ. Menurut kaidah tangan
kanan, polaritas tersebut adalah seperti polaritas e1 pada Gb.5. Jadi tanda
“−” pada (30) terpakai untuk menetapkan polaritas et sedangkan nilai et tentulah sama dengan tegangan jatuh e1. Jadi
… (31)
Persamaan (31) menunjukkan bahwa φ dan if berubah secara bersamaan. Jika φ berbentuk sinus maka ia harus dibangkitkan oleh arus if yang juga berbentuk sinus dengan frekuensi sama dan mereka sefasa. Arus if sendiri berasal dari sumber tegangan yang juga harus berbentuk sinus. Jadi dalam sistem ini baik tegangan, arus maupun fluksi mempunyai frekuensi sama dan dengan demikian konsep fasor yang kita pelajari dapat kita gunakan untuk melakukan analisis pada sistem ini, yang merupakan gabungan dari rangkaian listrik dan rangkaian magnetik. Jika resistansi belitan diabaikan, persamaan (29) dan (31) dapat kita tulis dalam bentuk fasor sebagai
dengan Φ adalah fluksi dalam bentuk fasor.
… (32)
Dengan memperhatikan (32), diagram fasor tegangan , arus, dan fluksi dari induktor tanpa memperhitungkan rugi-rugi inti dan resistansi belitan adalah seperti pada Gb.6.a. dimana arus yang membangkitkan fluksi yaitu Iφ sama dengan If.
Dalam praktek, inti induktor tidaklah bebas dari rugi-rugi. Pada pembebanan siklis (dalam hal ini secara sinus) rugi-rugi inti menyebabkan fluksi yang
dibangkitkan oleh if ketinggalan dari if sebesar γ yang disebut sudut
histerisis. Keadaan ini diperlihatkan pada Gb.6.b.dimana arus magnetisasi If
mendahului φ sebesar γ. Melihat kenyataan ini, If dapat dipandang sebagai terdiri dari dua komponen yaitu Iφ yang diperlukan untuk membangkitkan φ, dan Ic yang diperlukan untuk mengatasi rugi-rugi inti. Jadi arus magnetisasi menjadi If = Iφ + Ic. Komponen Ic merupakan aru s fiktif yang jika dikalikan dengan E1 akan memberikan rugi-rugi inti
… (33) Apabila resistansi belitan tidak dapat diabaikan, maka V1 ≠ E1. Misalkan resistansi belitan adalah R1, maka
… (34) Diagram fasor dari keadaan terakhir ini diperlihatkan oleh Gb.6.c. Dalam keadaan ini, daya masuk yang diberikan oleh sumber, selain untuk mengatasi rugi-rugi inti juga diperlukan untuk mengatasi rugi daya pada belitan yang kita sebut rugi-rugi tembaga, Pcu.
… (35) dengan V1 dan If adalah nilai-nilai efektif dan cosθ adalah faktor daya. Induktansi. Menurut (15) besarnya fluksi magnetik adalah
Dengan mengabaikan fluksi bocor, Fm = N i dan jika φ ini dimasukkan ke (31) akan diperoleh
sehingga
… (36) Induktansi Bersama. Jika pada induktor Gb.5. kita tambahkan belitan
kedua, maka pada belitan kedua ini akan diimbaskan tegangan oleh φ seperti halnya pada belitan pertama. Besar tegangan imbas ini adalah
… (37) Jika belitan kedua ini tidak dialiri arus (dalam keadaan terbuka), kita tahu dari pembahasan di bab terdahulu mengenai induktansi bersama bahwa
sehingga kita peroleh induktansi bersama
… (38) Pembahasan di atas memperlihatkan bahwa rangkaian induktor dapat kita analisis dari sudut pandang rangkaian listrik dengan mengaplikasikan hukum Kirchhoff yang kemudian menghasilkan persamaan (29). Kita dapat pula memandangnya sebagai rangkaian magnetik dan mengaplikasikan hukum Faraday dimana fluksi magnetik yang berubah terhadap waktu (dibangkitkan oleh arus magnetisasi if) menimbulkan tegangan induksi pada belitan.
Catatan Tentang Diagram Fasor . Dalam menurunkan fasor tegangan
induksi Et , kita berangkat dari persamaan (30) dengan mengambil tanda “−” sebagai penentu polaritas. Hasilnya adalah Et merupakan tegangan jatuh pada belitan, sama dengan E1, dan hal ini ditunjukkan oleh persamaan (32). Kita dapat pula memandang tegangan terbangkit Et sebagai tegangan naik
Et=−E1, dengan mengikutsertakan tanda “−” pada (30) dalam perhitungan dan bukan menggunakannya untuk menentukan polaritas. Jika ini kita lakukan maka
… (39) Dengan memperhatikan (39), diagram fasor tegangan, arus, dan fluksi untuk induktor ideal adalah seperti pada Gb.7.a. Di sini fasor tegangan terbangkit
Et berada 90o dibelakang fluksi pembangkitnya yaitu Φ. Fasor Φ sefasa dengan Iφ = If dan ter tinggal 90o dari E1.
Gb.7.b. dan Gb.7.c. adalah diagram fasor induktor dengan memperhitungkan rugi-rugi inti dan tembaga.