B oehm oehm er i a ni vea vea
SEBAGAI BIOMATERIAL INDUSTRI
MAKALAH Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Sains dan Teknologi Hayati
Oleh
Veronica Grace 19813005 Hadiyan Rahimi 19813030 Eunike Lily C. S 19813065 Sylvania Wulandari 19813114 Raexsyaf Arrahman 19813104
SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG BANDUNG 2013
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia
adalah
suatu
negara
adidaya
yang
kaya
akan
berbagai
keanekaragaman hayati. Indonesia juga merupakan negara dengan letak wilayah yang strategis, yaitu berada di kawasan tropis. Dengan iklim yang menunjang serta keanekaragaman yang begitu mutlak terbentang di sepanjang khatulistiwa, menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang sesungguhnya berpotensi untuk mengolah berbagai kekayaan tersebut menjadi berbagai bahan produksi yang membawa banyak keuntungan. Berbagai macam keanekaragaman tersebut seperti variasi tanaman dapat diolah menjadi menjadi obat-obatan, pakaian, serta berbagai material lainnya. Obat-obatan serta pakaian yang dihasilkan tentu akan mengalami proses pengolahan terlebih dahulu pada industri masing-masing. Kenyataannya, proses tersebut tidaklah selalu berjalan mulus tanpa hambatan. Berbagai faktor, termasuk keterbatasan material menjadi pemicu utama penghalang maju dan berkembangnya berbagai berba gai industri yang ada di Indonesia. Sebagai bukti nyata, industri tekstil sebagai salah satu industri yang terus berevolusi tiada henti sepanjang masa juga tengah bergelut dengan ketersediaan material utama sebagai kendala utama penggerak industrinya. Kapas sebagai bahan baku tekstil di Indonesia sampai saat ini masih diimpor dari luar negeri. Suplai kapas di pasaran dunia semakin berkurang karena banyak negara penghasil kapas dunia mengurangi ekspor kapasnya untuk digunakan pada industri sendiri. Sebanyak 565 ribu ton kapas pada tahun 2000 telah diimpor dan jumlahnya kerap mengalami peningkatan menjadi 762 ribu ton pada tahun 2001. Kenyataan lain yang menyedihkan yakni produksi kapas dalam negeri yang hanya mencapai 2.000 ton hanya mampu mencukupi sebesar 0,4% saja dari kebutuhan masyarakat
nasional. Memang bahan baku tekstil bukan hanya terbuat dari kapas saja dan bisa berasal dari serat sintetis seperti rayon dan polyester, tetapi serat-serat sintesis tersebut mempunyai kelemahan antara lain sulit menyerap keringat. Hal ini berakibat pada timbulnya ketidaknyamanan ketika bahan tersebut digunakan sebagai bahan baku pembuatan pakaian meskipun harganya tergolong murah. Oleh karena itu, melihat penggunaan serat sintesis yang kurang optimal, seharusnya kita dapat melihat lebih jauh kepada serat alam yang mungkin akan jauh memberikan manfaat lebih bila dikritisi komponen dan d an pengolahnnya. Salah satu serat alam yang menarik perhatian saat ini ialah tanaman rami atau Boehmeria nivea. Serat ini selain dinilai dapat menyerap keringat, juga akan
memberikan kenyamanan lebih apabila digunakan sebagai bahan pembuatan pakaian. Menurut Soemarno (1984), (19 84), serat rami yang diusahakan diusah akan di Indonesia Indonesi a memenuhi syarat sebagai bahan tekstil karena mempunyai beberapa kelebihan, antara lain: lebih kuat, lebih tahan air, dan lebih mengkilap dari pada serat kapas. Tak hanya sebagai bahan dasar sandang, Boehmeria nivea atau yang biasa kita kenal dengan sebutan tanaman rami dalam kehidupan sehari-hari dirasa memenuhi berbagai kualifikasi untuk dapat menjadi sumber daya yang akan berpotensi berpot ensi di masa yang akan datang. Namun perlu kita ketahui bahwa penggunaan serat rami di Indonesia saat ini masih sebatas sebagai campuran serat kapas pada industri tekstil dan produk tekstil. Oleh karena itu, melalui makalah ini, penulis mencoba meganalisis berbagai potensi lain yang dimiliki oleh tanaman rami untuk lebih dapat diolah menjadi sumber daya yang lebih berkualitas. Didukung oleh beriklim tropis dengan curah hujan yang cukup sehingga dapat menjadi lahan yang ideal sebagai pertumbuhan dan perkembangan tanaman ini. Selain itu, dengan didukung oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat di era globalisasi ini, diharapkan pengolahan tanaman rami yang lebih baik kedepannya dapat terlaksana sehingga tak hanya Indonesia saja yang menjadi negara utama yang memproduksi tanaman ini, tetapi juga negara-negara maju dan berkembang lainnya, seperti China, Korea, Filipina, Brazil juga dapat menerapkan hal yang serupa sehingga akan dapat
terjalin kerjasama bilateral ataupun multilateral yang akan mampu meningkatkan devisa dan kesejahteraan masyarakatnya.
1.2 Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai melalui penulisan makalah ini antara lain : 1. Pengoptimalisasian penggunaan Boehmeria nivea atau tanaman rami sebagai bahan dasar dan substitusi berbagai material 2. Mengetahui berbagai teknik dan proses budidaya tanaman rami di Indonesia 3. Pemanfaatan potensi tanaman rami sebagai salah satu penunjang industri berskala besar 4. Mengetahui proses produksi dan pemasaran tanaman rami baik secara lokal maupun ekspor impor
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Biologi dari Komoditas Spesies :
Boehmeria nivea
Nama Indonesia :
Rami
Nama Lokal :
Haramay (Sunda).
Deskripsi :
Merupakan tumbuhan berumah satu, tegak, tinggi 12(-3) m, dengan rhizome panjang dan akar tuber sebagai penyimpan cadangan makanan. batang tidak bercabang dan kosong, diameter 8-16 mm, pada awalnya berwarna hiaju dan berambut kemudian berubah menjadi kecoklatan dan berkayu, lapisan kulit kayu menghasilkan serat rami. Daun berseling, sederhana, dengan 3 tulang daun basal utama; stipula axillary, pangkal connate, lanset menggaris, panjang mencapai 1,5 cm; panjang tangkai daun 6-12 cm, berambut; helaian daun membundar telur, triangular to suborbicular, 7-20 cm x 4-18 cm, pangkal membaji hingga
agak
menjantung,
tepi
daun
bergigi,
menggergaji
atau
beringgitan,
ujung
meruncing
panjang, berwarna hiaju dan berambut di permukaan atas, pada permukaan bawah gundul dan berwarna hijau atau putih. Inflorescence axiller, tandan, malai, panjang 3-8 cm. Buah agak membulat hingga bulat telur, diameter sekitar 1 mm, berambut, crustaceous, coklat-kuning. Biji agak menbulat hingga bulat telur, coklat tua. Distribusi/Penyebaran :
Merupakan tumbuhan asli daerah Cina Barat dan Tengah.
Asal
dan
penyebaran
geografi
Ramie,
kemungkinan dari China Barat dan Tengah dan telah dibudidayakan
di
China
karena
keantikannya.
Penanaman menyebar dari China ke negara - negara Asia lainnya. Tanaman dan produk Ramie dibawa ke Eropa pada abad ke 18 dan penanaman percobaan dibangun di beberapa negara - negara troopis, subtropis dan temperate. Meskipun dengan adanya kemajuan serat sintetik, namun tanaman ini masih di beberapa negara tropis dan subtropis, seperti Filipina, Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, Kamboja dan Laos. Habitat :
Ekologi tanaman ini adalah di daeerah temperate yang hangat hingga hutan deciduous subtemperate, juga di daerah tropis datarn rendah dan dataran tinggi, terutama di daerah dengan iklim musim.
Perbanyakan :
Rami dapat diperbanyak dengan menggunakan biji, tetapi membutuhkan waktu 1-2 tahun untuk produktif dan biasanya mutunya lebih rendah dari induknya. Rami biasanya diperbanyak secara vegetatif dengan memotong rhizomenya, sepanjang 15-30 cm, yang didapat dari tanaman yang umurnya sedikitnya 3 tahun. Untuk pertumbuhan yang optimal, rhizhome
harus
ditanam
segera
setelah
dipotong.
Jika
penanaman segera tidak mungkin dilakukan, rhizhome harus dijaga kelembabannya dengan ditutup atau ditempatkan di tempat yang ternaungi. Potongan rhizome biasanya ditanam secara manual dengan kedalaman
5-7.5
tergantung
pada
cm.
Jarak
kesuburan
tanam
tanah,
bervariasi,
kultivar
dan
kemampuan untuk ditanam. Jarak antara garis berkisar antara 25-140 cm dan di dalam garis 5-60 cm. Rami dapat juga ditanam dengan pembagian lapisan udara dan potongan batang. Perbanyakan secara in vitro memungkinkan,
sebagai
tanaman
lengkap
yang
diperoleh dari kotiledon, daun, segmen batang, segmen daun dan hipokotil rami untuk memproduksi kalus. Manfaat tumbuhan :
Serat dari batang rami merupakan salah satu serat tekstil
tertua,
digunakan
sejak
sebelum
jaman
prasejarah China, India dan Indonesia. Sekarang, serat rami digunakan untuk produksi tambang, benang string, jala ikan, pabrik jahit. Serat dapat dibuat menjadi pakaian (pakaian kasar, linen kasar atau linen China) yang dipakai untuk pakaian, taplak meja, lap makan, tissue, sarung bantal, handuk, dsb. Serat rami diproses menjadi produk lainnya seperti kanvas, jaring nyamuk, pakaian saring, mantel gas, sol sepatu dan karpet. Rami biasanya dicempur dengan polyester, wool, sutra atau katun. Sinonim :
Urtica nivea L. (1753), Boehmeria tenacissima Gaudich. (1830), Boehmeria utilis Blume (1853).
2.2 Potensi Industri
2.2.1 Skala Usaha Besar Budidaya tanaman rami memang akan lebih ekonomis bila dilakukan dalam skala usaha yang cukup besar.Untuk mendapatkan nilai tambah dari budidaya tanaman rami ini,sebaiknya dilakukan pengolahan awal di tingkat usahatani,sehingga produk yang dihasilkan berupa bahan serat yang siap masuk pabrik.Untuk itulah suatu usahatani tanaman rami perlu dilengkapi dengan mesin pengolah dekortikator. Proses pertamanya adalah batang hasil panen terlebih dahulu dibuang daun-daunnya,kemudian diolah untuk diambil seratnya dengan mesin dekortikator tersebut.Hasil dekortikator ini adalah berupa serat basah kasar yang harus dipisahkan
atau
dipilih-pilih,lalu
dicuci
dan
dikeringkan.
Selama
pengeringan,jangan sampai terkena air,karena bisa menghasilkan warna yang jelek
dan sisa-sisa
getahnya
bisa
mengakibatkan
lengketnya
serat-serat
tersebut.Hasil pengeringan serat rami ini disebut China Grass dan bahan inilah yang biasa dijual untuk bahan baku industri yang kini berkembang pesat. Agar harga jual serat rami mencapai tingkat yang ekonomis, maka produk serat yang dihasilkan harus memenuhi standar mutu yang dibutuhkan berbagai industri antara lain : serat tidak mudah putus, kuat, bersih, berwarna kuning gading, kuning sampai kecokelat atau hijau tua kehijau-hijauan, serta memenuhi criteria panjang serat. Kriteria panjang serat rami yang sesuai standar mutu dari 6 kelas yakni super long, dengan panjang lebih dari 200 cm, ekstra long dengan panjang antara 150 sampai dengan 200 cm, very long dengan panjang berkisar 125 sampai dengan 150 cm, long dengan interval panjang antara 100 sampai 125 cm, normal dengan panjang 80 sampai 100 cm dan yang terakhir adalah short yang memiliki panjang antara 40 sampai 80 cm.
2.2.2 Rami Sebagai Substitusi Kapas Komoditas rami, china grass, semakin banyak diminta oleh industri pemintalan dalam negeri sejalan dengan semakin berkurangnya suplai kapas di pasaran dunia karena banyak negara penghasil kapas dunia mengurangi ekspor kapasnya untuk dipakai untuk industri sendiri. Industri garmen lokal sudah sejak tahun 1980 an melakukan impor rami khususnya dari negara China. Belakangan suplai rami produksi lokal semakin menurun, yang menyulitkan pabrik-pabrik pemintalan lokal. Pernah dilakukan impor serat rami kasar dari Philipina tetapi belum berhasil menyelesaikan permasalahan. Dibandingkan kapas, rami sebenarnya memiliki beberapa keunggulan antara lain kualitas tekstil yang dihasilkannya lebih baik karena memiliki kehalusan serat (dyener) seperti halnya kapas, dengan elastisitas yang baik dan lebih sejuk apabila dipakai. Industri pertekstila nasional dulunya banyak mengandalkan kapas tetapi 98 % kebutuhan kapas nasional masih tergantung pada suplai impor. Sementara itu, program Intensifikasi kapas Rakyat (IKR) baru mampu memasok sebanyak 2 % dari total yang dibutuhkan industri tekstil sebesar 746.730 ton (tahun 2000).Ketua Komite Serat Alam Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Drs Soerpto, memperkirakan bahwa kebutuhan kapas dunia pada tahun 2005 akan mencapai 23 juta ton yaitu meningkat 10,58 % dibandingkan tahun 2000 sebesar 20 juta. Akan terdapat kekurangan suplai sebesar 440.000 ton. Impor rami untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri menurut catatan Badan Pusat Statistik dari tahun ke tahun semakin meningkat. Apabila impor serat rami tercatat 38.185 kg dan benang 15.485 kh pada tahun 1996, maka pada tahun 1999 impor melonjak menjadi 472.312 kg untuk serat rami dan 78.834 kg untuk benang. Kebutuhan rami pada saat ini diperkirakan sudah mencapai 500 ton per hari. Meskipun kebutuhan rami meningkat tetapi masih ada banyak hambatan yang mengganjal pengembangan budidaya rami dan proses pengolahan serat rami kasar. Kualitas serat rami produksi lokal masih rendah mengingat kurang memadainya peralatan pengolahan yang digunakan dan masih terbatasnya sumber daya manusia yang terlibat. Jenis mesin pintal yang dimiliki industri lokal kebanyakan diperuntukkan untuk mengolah kapas. Pembuatan benang
pintal dari rami harus menggunakan long fiber spinning system agar bisa menghasilkan benang dan kain berkualitas halus dan baik. Teknik budidaya rami sudah berjalan dengan baik tetapi proses sesudahnya untuk pengolahan serat masih banyak hambatan. Serat rami produksi lokal masih kasar dan agak kaku yang menyulitkan proses pemintalan selanjutnya. Meskipun demikian, industri pemintalan di Indonesia sekarang ini sudah memungkinkan untuk mengolah rami.
2.3 Teknologi
2.3.1 Teknologi masa prapanen rami Di Indonesia, klon-klon tanaman rami yang ditanam adalah Pujon 10, Pujon 13, Pujon 301, Indochina, Florida, dan lain-lain. Pada umumnya kepadatan tanam per hektar mencapai 25.000 – 30.000 rumpun per ha. Tanaman rami dapat dipanen setelah berumur 50 – 70 hari. Bila keadaan tanaman normal, dalam arti kecukupan hara dan air, hasil panen dapat mencapai 10 – 15 ton batang basah per ha. Setelah panen, tanaman harus dirawat dalam arti dipupuk lagi dengan pupuk yang sesuai agar hara yang telah diserap oleh tanaman rami dikembalikan lagi. Dengan demikian kesuburan tanah dapat dipertahankan. Dengan perawatan yang intensif, tanaman rami dapat bertahan 6 – 8 tahun sebelum diremajakan kembali dengan hasil yang relatif konstan. Daerah perintis penanaman rami adalah Wonosobo, Garut, Sukabumi, Subang, Lampung Utara, Lampung Barat, Muara Enim, Pagar Alam, Oku, Musi Rawas, Lahat, Rejang Lebong, dan lain-lain. Di Sumatra Utara, rami dikembangkan di daerah sekitar Toba Samosir dan di Provinsi Jambi, rami dikembangkan di Bungo. Tanaman rami merupakan tanaman yang serba guna. Selain serat, dari proses dekortikasi akan didapatkan sisa hasil proses dekortikasi. Bahan ini dapat diuraikan lagi menjadi senyawa sederhana yang berguna untuk pupuk tanaman. Dengan proses pengomposan sisa hasil proses dekortikasi dapat dipakai untuk pupuk hijau yang dapat dikembalikan ke lahan pertanaman rami.
Daun rami dapat dipakai untuk pakan ternak. Adapun kotoran ternak dapat dikembalikan ke pertanaman. Dengan demikian, apabila usaha tani rami ini dikombinasikan
dengan
peternakan,
bukan
tidak
mungkin
memberikan
keuntungan bagi petani/pengelola yang melaksanakannya. 2.3.2 Teknologi masa panen rami Pada perkebunan yang berdrainase baik, tanaman rami sudah bisa dipanen ketika umur 3-4 bulan. Namun, untuk varietas Florida umumnya panen sekitar 60 hari, dan varietas Formosa sekitar 45 hari. Hal yang pasti bahwa tanda-tanda tanaman yang siap panen, yakni pertumbuhannya berhenti, batang bagian bawah berwarna cokelat, batang mudah pecah, seratnya telah sampai ke pucuk dan tunastunas baru bermunculan pada pangkal batang. Apabila tanaman telah memperlihatkan tanda-tanda panen tersebut, sebaiknya pemanenan segera dilakukan. Bila dibiarkan lebih dari 2 minggu, maka kualitas serat rami yang dihasilkannya kurang begitu baik dan tunas baru tidak segera diberi kesempatan untuk tumbuh lebih baik. Adapun pemanenan dilakukan dengan cara memotong batang dekat permukaan tanah. Selain itu, disarankan agar hasil pemanenan pertama kali tidak diambil seratnya, melainkan dibenamkan untuk dijadikan pupuk dikarenakan mutu serat tanaman ini dinilai masih kurang baik. Sedangkan untuk pemanenan berikutnya dapat dilakukan setiap 60-80 hari sekali. Sehingga untuk tahun pertama bisa panen rami dan tahun-tahun berikutnya sebanyak 6 kali panen setiap tahun. Produksi batang segar rami setiap kali panen bisa mencapai sekitar 10 ton per hektar.Usia produksi tanaman rami berkisar antara 5-10 tahun, tergantung varietasnya,
kondisi
lingkungan
dan
juga
dalam
pemeliharaannya.
Jika
produksinya sudah menurun, maka perlu dilakukan peremajaan tanaman, yakni tanaman yang sudah tua dibongkar rhizome dan akar-akarnya. Kemudian dilakukan pengolahan tanah dan penanaman baru seperti pada penanaman pertama.
2.3.3 Teknologi masa pascapanen rami Pascapanen rami merupakan rangkaian panjang sebelum batang rami dapat dimanfaatkan menjadi serat rami siap pintal yang biasa disebut rami top. Rangkaian ini meliputi: proses dekortikasi batang rami menjadi china grass, degumming china grass menjadi serat bebas gum, pelunakan ( softening ) serat
bebas gum agar serat menjadi lemas. Perlakuan selanjutnya pembukaan bundelan serat menjadi helaian serat elementer agar mudah dipintal atau di-blending dengan serat sintetis atau serat alami lainnya. Serat yang telah mengalami perlakuan di atas disebut rami top. Selanjutnya rami top dapat diperdagangkan dalam bentuk aslinya atau dipotong-potong sepanjang serat kapas apabila akan diblending dengan serat kapas. Selanjutnya, proses diatas akan diuraikan sebagai berikut : Yang pertama ialah teknologi dalam proses pemisahan serat dari batang. Proses dekortikasi atau proses pemisahan serat dari batang dilakukan dalam keadaan tanaman masih basah; hasil proses dekortikasi yang berupa serat kasar (china grass) kemudian di- keringkan. Sistem kerja alat ini ialah pemukulan batang basah oleh batang besi yang melintang te- gak lurus atas batang tersebut. Bagian kayu akan hancur dan serat mengelupas, kemudian akan terpi- sah bersama dengan keluarnya serat dari mesin. Serat inilah yang biasa disebut china grass. Mesin dekortikator yang digunakan adalah mesin diesel atau bensin
berkekuatan 2 – 5 pk. Ada juga mesin dekortikator yang digerakkan dengan motor listrik, namun sangat jarang. Kemampuan proses dekorti- kasi per mesin sekitar 1 ton batang basah per hari. Output berupa serat mentah (china grass) = 525 kg per 15 ton hasil panen batang basah per hektar (rendemen 3,5%). Efektivitas pemakaian per mesin dapat mencapai 4 – 5 hektar dan mesin dioperasikan di lokasi perkebunan. Proses dekortikasi dengan sistem penggilasan dan kontinu dapat menghasil- kan serat mentah dengan rendemen ± 6%. Proses selanjutnya yakni proses penerapan teknologi degumming. Proses ini merupakan upaya penguraian china grass menjadi serat elementer dengan cara mendekomposisi gum/pektin/zat perekat yang ber- ada di antara helaian serat. Pada umumnya proses merupakan proses kimiawi yang disertai dengan
pemanasan. Bahan kimia yang digunakan ialah NaOH dengan konsentrasi 2 sampai 5%, suhu pemanasan sekitar 90 sampai 95%, serta lama pemanasan yakni sekitar 2 sampai 3 jam. Kemampuan mesin degumming melakukan proses ini yaitu sebanyak 50 kg per batch, dengan jumlah per hari sebanyak 4 sampai 5 batch, bergantung pada jenis dan kapasitas mesin. Proses degumming serat rami dimaksudkan untuk menghilangkan perekat yang melengketkan serat-serat rami pada serat kasar rami (yang biasa disebut china grass) yang sudah dipisahkan dari batangnya (di-dekorikasi). Ini mutlak diperlukan agar serat rami terlepas dalam helaian-helaian sehingga dapat dengan mudah dipintal. Proses degumming dengan metode biologis atau enzimatis merupakan cara alternatif dengan mempergunakan bakteri atau enzim. Cara ini tidak menggunakan bahan kimia dan suhu yang dipertinggi; merupakan suhu optimal untuk kegiatan enzimatis yang dilakukan oleh bakteri/enzim pe- rombak. Berbeda dengan proses degumming cara kimia yang memerlukan waktu proses cukup singkat (2 – 3 jam pemasakan), proses ini memerlukan waktu lebih lama. Hal ini disebabkan karena kegi atan enzimatis tersebut yang tidak dapat dipercepat. Untuk mempercepat proses ini jalan yang di- tempuh ialah dengan mengondisikan tempat proses pada keadaan optimal untuk kegiatan bakteri perombak/enzim yang dipergunakan dalam proses degumming . Cara ini masih belum banyak dipakai di kalangan praktisi, karena memerlukan tempat proses yang lebih besar/banyak. Namun bila diinginkan proses tanpa bahan kimia, proses degumming dengan menggunakan metode ini layak dipertimbangkan.
Dari berbagai hasil penelitian dan uji coba, dapat disimpulkan bahwa proses degumming dengan cara enzimatis akan menghasilkan serat berkualitas yang lebih baik dan bermutu melalui cara kimia. Degumming cara enzimatis in imasih terus dikembangkan dan kini aplikasinya masih terbilang cukup kecil dengan begitu banyaknya lapangan yang sudah tersedia. Tantangan yang dihadapi untuk diatasi segera ialah waktu yang diperlukan untuk menjalankan proses degumming enzimatis yang masih cukup lama, yakni 5 sampai 7 hari. Hasil proses degumming ini berupa degum- med fiber dengan rendemen 90% yang mengan- dung ± 90% selulosa.
Proses yang ketiga yaitu proses pelemasan. Serat hasil proses degumming , baik cara kimia maupun biologis/enzimatis masih memerlukan perlakuan lanjutan berupa proses pelemasan ( softening ). Proses ini dilakukan dengan tujuan agar serat rami tidak kaku. Adapun cara-caranya sebagai berikut: cara kimiawi melalui metode perendaman atau penyemprotan dengan zat pelemas sedangkan cara mekanik melalui mekanisme penggilasan. Setelah melalui proses ini serat akan menjadi lemas dan siap untuk mendapat perlakuan selanjutnya. Setelah itu teknologi juga masih berperan dalam proses pembukaan. Proses ini dilakukan agar serat berubah menjadi helaian serat atau serat elementer yang menyerupai serat kapas tetapi dengan panjang yang berbeda. Prinsip kerja alat ini ialah mengurai, membuka, dan melepas serat-serat yang masih saling melekat. Peralatan yang digunakan ialah: mesin fiber opener atau waste opener. Hasil proses ini ialah serat stapel rami siap pintal atau yang biasa disebut rami top. Serat ini dapat dikempa dan dikemas dalam satu kemasan atau dipotong
sepanjang serat kapas, apabila akan dicampur dengan serat kapas. 2.3.4 Pemeliharaan Adapun pemeliharaan tanaman yang pokok adalah penyiangan, pengairan, perbaikan drainase dan pemupukan. Pada proses penyiangan harus disesuaikan dengan kondisi pertumbuhan gulma dan lahan. Jika pengairan meliputi penyiraman pada musim kering dan perbaikan dranase pada musim penghujan. Tanaman rami termasuk jenis tanaman yang sensitif terhadap tanah yang tergenang air. Itulah sebabnya jika terjadi genangan air lebih dari 24 jam, maka akan mengakibatkan tanaman rami menjadi layu dan bahkan akan mati seketika. Dalam upaya mempercepat pertumbuhan danmeningkatkan produktivitas, maka tanaman rami perlu diberi pupuk buatan,selainpupuk kandang yang diberikan sebelum tanaman..Pupuk buatan diberikan pada saat tanaman berumur 2-3 minggu berupa campuran Urea,TSP dan KCL.Pada umumnya, dosis pupuk tergantung pada kesuburan tanahnya,tetapi bisa menggunakan patokan jumlah TSP25-50 kg/ha,Urea 100-150 kg/ha dam KCl sebanyak 50-100 kg/ha.Lantas,campuran
pupuk buatan ini dimasukkan pada lubang pupuk yang ditugal pada jarak 10 cm daripangkal batang tanaman rami.
2.4 Industri yang Telah Berkembang
Salah satu industri yang tengah berkembang pesat saat ini dalam proses pengolahan rami yakni industri kain yang berasal dari serat Rami. Rami bahkan telah menjelajah dan menembus mancanegara. Berikut adalah satu dari sekian banyak bukti yang merujuk pada keunggulan rami sebagai material berkualitas yang menjanjikan. Ruang tamu berukuran 5 x 5 meter itu tampak penuh. Di setiap sisi dinding terdapat kursi panjang. Sedangkan di tiap pojok terlihat manekin. Sebuah etalase kaca berisi tumpukan kain diletakkan di sebelah kiri pintu masuk. Di atas etalase itu terdapat deretan benang bertumpuk-tumpuk. Jangan salah. Baju, kain, dan benang itu bukan dari bahan kapas, melainkan terbuat dari serat rami (Boehmeria nieca). Mien Aminah Musaddad, sang pemilik rumah, lantas menunjuk sebuah kardus besar di dekat pintu masuk yang berisi ikatan batang pohon rami sebagai bukti. “Ikatan pohon itu untuk contoh bila ada tamu yang ingin melihat langsung bentuk pohon rami,” ujarnya .
Dari rumah sederhana itulah kini berkembang industri baru: kain serat rami. Peminatnya pun bukan hanya pasar dalam negeri, melainkan juga pasar mancanegara, terutama Cina. Karena itu, Pemerintah Kabupaten Garut, Jawa Barat, merancang konsep perencanaan pembangunan industri kain berbahan baku rami secara besar- besaran. Di wilayah “kota dodol” itu, tanaman rami bakal dikembangkan hingga seluas 300 hektare. Pada saat ini, Garut menghasilkan 600 ton rami per bulan dari lahan seluas 200 hektare. Prospek tanaman itu dipercaya sangat moncer lantaran hingga kini
Indonesia masih mengimpor serat kapas lebih dari 95 persen kebutuhan dalam negeri. Apalagi, hasil penelitian membuktikan, daun rami mengandung 21 persen23 persen protein, 10 persen-11 persen lemak, 14 persen-16 persen serat kasar, 22 persen fosfor, dan 4,9 persen kalsium, bahkan kaya lisin dan karoten. Belakangan ini, kain rami mulai dikembangkan untuk pakaian militer. Bahkan penelitian untuk menciptakan rami sebagai baju anti-peluru dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Semua potensi itu terkuak berkat kegigihan Aminah yang mengembangkan serat rami menjadi kain berkualitas. Akhirnya setelah melewat jatuh-bangun, Aminah menjadi potret warga yang sukses menjadi juragan kain rami. Berdasarkan contoh nyata diatas, sudah jelas bahwa tanaman rami kini tidak bisa dianggap remeh. Bahan rami banyak dipilih dengan beberapa asumsi. Misalnya, dapat diproduksi dengan investasi rendah, prosesnya mudah, tidak memerlukan alat khusus, dan tidak menyebabkan iritasi pada kulit. Namun, seperti serat alam pada umumnya, kelemahan rami terletak pada ketahanan panasnya yang lebih rendah dibandingkan dengan kevlar. Keawetannya lebih rendah dan dapat terpengaruh oleh kelembapan. Panjang serat dan kualitasnya pun dapat berubah, tergantung panen. Kekurangan sifat serat rami itu diperbaiki dengan menambahkan crosslink agent agar lebih tahan panas sekaligus tahan terhadap kelembapan. Sedangkan panjang serat dan kualitasnya dapat diperbaiki dengan kontrol sejak budi daya serta kontrol proses pengambilan dan pengolahan serat.
2.5 Manajemen
Budidaya tanaman rami ( Boehmerianivea) bila dilakukan dalam skala besar dan intensif, ternyata bernilai ekonomi yang cukup tinggi. Hal ini dikarenakan saat ini industri-industri yang memanfaatkan serat alam sudah jauh lebih berkembang dibandingkan pada tahun 1970-an. Seiring hal tersebut, budidaya rami mempunyai prospek cerah dengan pola pembudidayaan mulai dari penanaman sampai menjadi bahan siap masuk pabrik. Apalagi tanaman rami termasuk jenis perdu yang dapat tumbuh pada semua jenis tanah yang berada pada ketinggian 250 sampai dengan 1.500 meter dpl. Namun, pertumbuhan tanaman rami yang terbaik akan tercapai pada tanah-tanah lempung berpasir dengan pH tanah 4,5 sampai dengan 6,5, gembur, kaya akan bahan organik, dan curah hujan 100 sampai dengan 150 mm/bulan dengan bulan basah selama 9 bulan. 2.5.1 Pengolahan Tanah Tanaman rami membutuhkan tanah yang gembur, kaya akan unsur hara dan tidak menghendaki air yang menggenang. Lahan yang digunakan untuk pertanaman rami dapat berupa tegalan atau lahan sawah. Pada lahan sawah setelah dibajak perlu dibuat bedengan-bedengan dan drainase agar tidak ada air yang menggenangi tanaman. Sedangkan pada lahan tegalan setelah dibajak/dicangkul perlu dibuat saluran irigasi dan drainase untuk mengatur ketersediaan air bagi tanaman. Pada lahan tegalan tidak perlu dibuat bedengan (Sjafei, 1988). Penanaman dengan pola bedengan masih digunakan di kebun inti, namun secara bertahap pola tersebut diganti tanpa bedengan. Setelah tanah diolah kemudian dibagi menjadi beberapa kapling (petak), selanjutnya dibuat alur pupuk dengan jarak sesuai jarak tanam yang digunakan. Pupuk yang diberikan berupa pupuk dasar yaitu urea, KCl dan pupuk kandang.
2.5.2 Penanaman Penanaman rhizom dilakukan pada lubang tanam yang dibuat dengan menggunakan pencong kemudian stek ditanam miring 45º dan sepertiga
bagiannya berada di atas permukaan tanah. Rhizom yang ditanam sebaiknya yang telah memiliki tunas serta memiliki perakaran yang baik. Jarak tanam yang digunakan di kebun inti adalah 75 cm x 25 cm, 70 cm x 30 cm, 80 cm x 30 cm, 60 cm x 50 cm dan 90 cm x 30 cm. Penanaman dilakukan minimal satu minggu setelah pemberian pupuk dasar. Waktu penanaman yang baik adalah pada awal musim hujan untuk mengurangi kegagalan akibat kekurangan air. Apabila pada saat penanaman tidak turun hujan, maka perlu dilakukan pernyiraman. 2.5.3 Penyulaman Penyulaman bertujuan untuk menggantikan tanaman yang mati,
tidak
tumbuh atau pertumbuhannya tidak normal. Penyulaman menggunakan bibit yang berasal dari rhizom yang telah disemai. Penyulaman dilakukan pada saat tanaman berumur 10 sampai 14 hari setelah penanaman. Penyulaman pada tanaman yang telah dewasa biasanya tidak dilakukan karena biasanya kurang berhasil. Sulaman sering kali tercabut pada saat panen karena tidak diberi tanda. 2.5.4 Pemangkasan Kosmetik Selama tiga sampai lima bulan setelah penanaman, tanaman dibiarkan tidak dipangkas untuk memberikan kesempatan supaya perakaran tanaman dapat tumbuh dengan baik. Pertumbuhan tanaman pertama seringkali tidak serempak, sehingga tinggi tanaman tidak seragam. Pemangkasan kosmetik biasanya dilakukan pada saat tanaman telah berumur tiga sampai lima bulan, agar pertumbuhan tanaman menjadi seragam. Pemangkasan kosmetik dilakukan dengan memangkas batang tepat pada permukaan tanah. Dengan cara ini diharapkan tunas yang tumbuh nantinya memiliki pertumbuhan yang serempak dan merata. Batang rami hasil pangkas kosmetik tidak dapat diambil seratnya karena kandungan serat yang dimiliki masih rendah. Batang tersebut kemudian dikembalikan ke lahan untuk dijadikan kompos. 2.5.5 Pemupukan
Tanaman rami merupakan tanaman yang rakus akan unsur hara. Tanaman ini memiliki pertumbuhan yang cepat dan dapat dipanen setiap dua bulan (Rukmana, 2003). Dalam setahun rami dapat dipanen sampai enam kali dengan syarat ketersediaan air selalu dijaga. Pemupukan dilakukan bersamaan dengan pemanenan dan merupakan rangkaian dari kegiatan borongan panen. Pupuk ditempatkan pada lubang-lubang yang dibuat dengan menggunakan pencong kemudian ditutup dengan tanah. 2.5.6 Penyiangan dan Pendangiran Penyiangan bertujuan untuk mengendalikan gulma agar tidak merugikan tanaman, sedangkan pendangiran bertujuan untuk menggemburkan tanah, sehingga menyediakan struktur tanah yang baik bagi tanaman. Penyiangan gulma biasanya
dilakukan
bersamaan
dengan
kegiatan
pemanenan,
sedangkan
pendangiran dilakukan setelah tanaman dipanen atau tergantung kondisi di lapangan. Penyiangan gulma dilakukan dengan cara membersihkan gulma yang ada disekitar tanaman, sedangkan pendangiran dilakukan dengan cara menggali tanah yang berada di antara barisan tanaman dan membuang rhizom yang tumbuh di antara barisan tanaman. Gulma yang tumbuh juga dibersihkan kemudian ditimbun di antara barisan tanaman sebagai kompos. 2.5.7 Pengairan Tanaman rami merupakan tanaman yang membutuhkan curah hujan 100 sampai 150 mm/bulan. Hal ini identik dengan pengairan sebanyak 1 000 sampai 1 500 m3/ha/bulan (Dirjenbun, 1986). Pada kondisi air yang selalu tersedia rami dapat dipanen 5 – 6 kali/tahun, namun jika air tidak tersedia sepanjang tahun, frekuensi panennya bisa turun hingga 3 – 4 kali/tahun.
2.5.8 Drainase Tanaman rami meskipun memerlukan air dalam jumlah banyak tetapi tidak menyukai keadaan yang tergenang. Tanaman rami jika tergenang dalam waktu yang relatif lama akan menyebabkan pertumbuhan terganggu (Dirjenbun, 1986).
Drainase diperlukan untuk membuang kelebihan air yang ada di sekitar pertanaman. 2.5.9 Masa panen Pada perkebunan yang berdrainase baik, tanaman rami sudah bisa dipanen ketika umur 3-4 bulan. Namun, untuk varietas Florida umumnya panen sekitar 60 hari, dan varietas Formosa sekitar 45 hari. Hal yang pasti bahwa tanda-tanda tanaman yang siap panen, yakni pertumbuhannya berhenti, batang bagian bawah berwarna cokelat, batang mudah pecah, seratnya telah sampai ke pucuk dan tunastunas baru bermunculan pada pangkal batang. Apabila tanaman telah memperlihatkan tanda-tanda panen tersebut, sebaiknya pemanenan segera dilakukan. Bila dibiarkan lebih dari 2 minggu, maka kualitas serat rami yang dihasilkannya kurang begitu baik dan tunas baru tidak segera diberi kesempatan untuk tumbuh lebih baik. Adapun pemanenan dilakukan dengan cara memotong batang dekat permukaan tanah. Selain itu, disarankan agar hasil pemanenan pertama kali tidak diambil seratnya, melainkan dibenamkan untuk dijadikan pupuk dikarenakan mutu serat tanaman ini dinilai masih kurang baik. Sedangkan untuk pemanenan berikutnya dapat dilakukan setiap 60-80 hari sekali. Sehingga untuk tahun pertama bisa panen rami dan tahun-tahun berikutnya sebanyak 6 kali panen setiap tahun. Produksi batang segar rami setiap kali panen bisa mencapai sekitar 10 ton per hektar.Usia produksi tanaman rami berkisar antara 5-10 tahun, tergantung varietasnya,
kondisi
lingkungan
dan
juga
dalam
pemeliharaannya.
Jika
produksinya sudah menurun, maka perlu dilakukan peremajaan tanaman, yakni tanaman yang sudah tua dibongkar rhizome dan akar-akarnya. Kemudian dilakukan pengolahan tanah dan penanaman baru seperti pada penanaman pertama.
2.6 Pemasaran
Penggunaan serat rami sebagai bahan baku industri tekstil di Indonesia sudah mulai berkembang. Hal itu terlihat dari mulai banyak industri tekstil yang menggunakannya, meskipun masih dipadukan dengan serat lain. Namun demikian, tentu hal itu menjadi awal dari kebangkitan serat rami. Berkembangnya penggunaan serat rami sebagai bahan baku tekstil ternyata belum diikuti dengan perluasan penanaman rami. Salah satunya adalah masih terbatasnya informasi yang diberikan kepada masyarakat tentang potensi budi daya rami. Akhirnya kalangan industri melakukan impor serat rami. Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), impor rami untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri dari tahun ke tahun terus meningkat. Impor serat rami pada tahun 1996 tercatat 38.185 kg dan benang 15.485 kg. Pada tahun 1999 meningkat menjadi 472.312 kg untuk serat rami dan 78.834 kg untuk benang. Serat rami diimpor dari China, Vietnam, dan Bangladesh. Kebutuhan rami pada saat ini diperkirakan sudah mencapai 500 ton per hari. Dalam perdagangan dunia, serat rami dipasarkan dalam berbagai bentuk berikut ini
China grass (serat kasar)
Raw rami atau decorticated & degumming rami fibres.
Rami tow and waste yaitu limbah dekortiasi maupun dari proses lanjutan.
Staple fiber, sliver, tops, and roving, yaitu serat rami yang telah diolah
melalui proses degumming.
Benang atau kain rami, baik murni maupun campuran serat lain. Meskipun kebutuhan rami menignkat, tetapi masih banyak hambatan yang
mengganjal pengembangan budi daya dan proses pengolahan serat rami. Kualitas serat rami produksi lokal masih rendah. Hal ini tidak lepas dari kurang memadainya peralatan pengolahan yang digunakan dan masih terbatasnya sumber daya manusia yang terlibat.
Jenis mesin pintal yang dimiliki industri lokal kebanyakan diperuntukkan mengolah kapas sehingga pemintalan serat rami benang pintal dari rami seharusnya menggunakan long fiber spinning system
agar bisa menghasilkna
benang dan kain berkualitas halus dan baik.
Dari
gambaran
yang
telah
dijelaskan
dapat
disimpulkan
bahwa
pengembangan rami di Indonesia sebagai tanaman serat sangat tergantung pada jaminan pasar, baik lokal maupun pasar ekspor. Untuk menembus pasar ekspor, semua kalangan yang terlibat dalam lingkup agribisnis dan agroindustri rami harus bekerja keras agar menghasilkan serat rami berkualitas tinggi (rami top). Saingan berat dalam menembus pasar ekspor adalah Cina, Filipina, Hongkong, Brasil, Vietnam, dan Bangladesh. Pada tahun 2005, produksi serat rami dunia mencapai 280.000 ton, sebagian besar berasal dari negara Cina. Serat rami yang dihasilkan digunakan oleh negara itu sendiri dan hanya sedikit yang mencapai pasar Internasional (FAO, 2009). Data dari Alibaba.com (2010), perusahaan pemasok serat rami murni paling banyak berada di negara Cina (sebanyak 923 perusahaan), sedangkan di India (64 perusahaan), Hongkong (5 perusahaan), dan Taiwan (1 perusahaan). Negara-negara seperti Brazil, Filipina, Laos, India,
Thailand, Vietnam, dan Indonesia juga membudidayakan rami dalam skala yang tidak terlalu luas. Negara pengimpor serat rami utama adalah Jepang, Jerman, Perancis dan Inggris (FAO, 2009), namun data pengimpor yang tersedia pada statistik FAO tahun 2007 adalah negara Cina, Libya dan Angola (FAO, 2010). Kebutuhan rami dunia hingga tahun 2010 diprediksi mencapai ± 500.000 ton/tahun (Anonim, 2007). Kebutuhan tersebut dipenuhi oleh Cina sebesar 280.000 ton (56%), sisanya dari Brazil dan Filipina dengan persentase yang sangat kecil. Di Indonesia, produksi serat rami nasional sebesar 11 ton pada tahun 2007, hanya memenuhi 0,006% konsumsi serat nasional yang mencapai 500 ton/hari (Tirtosuprobo et al., 2007a). Berdasarkan kebutuhan rami di pasar dunia maupun domestik, peluang pengembangan rami untuk mensuplei serat sebagai bahan baku tekstil masih terbuka. 2.7 Kebijakan
SK Nomor 34/KEP/Meneg/VI/2001 itu menetapkan pembentukan tim terpadu pengembangan usaha kecil dan menengah dibidang agroindustri serat rami. 2.8 Komoditas Aspek Sosial
Komoditas rami semakin banyak diminta oleh industri permintalan dalam negeri sejalan dengan semakin berkurangnya suplai kapas di pasaran dunia karena banyak negara penghasil kapas mengurangi ekspor. Belakangan ini suplai rami produksi lokal semakin menurun, yang menyulitkan pabrik-pabrik permintalan lokal. Fungsi sosial budaya rami adalah digunakannnya rami sebagai bahan baku pembuatan baju-baju berkualitas tinggi, beberapa designer Indonesia sudah banyak yang tertarik dengan bahan rami salah satu designer Nelwan Anwar. Aspek sosial mencakup hubungan masyarakat serta penanganan perburuhan dalam berkelanjutan produksi serat rami jangka panjang. Industri tekstil di Indonesia masih sangat tergantung pada kapas impor. Hal ini tentu menjadi rawan karena tingkat ketergantungan mencapai 99%. Oleh
karena itu, kerawanan tersebut dapat diatasi jika tanaman rami dikembangkan menjadi salah satu komoditas ungggul penghasil serat. Bayangkan, bila serat rami mampu menutupi kebutuhan serat impor hingga 50%. Jangankan setengahya, 20% saja bisa menutupi serat impor tentu dampaknya besar. Tidak hanya untuk industri tekstil dalam negeri, tetapi sangat mendukung kemajuan ekonomi nasional, terutama dampak perubahan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan bagi para petani. Untuk mengembangan suatu komoditas unggulan secara nasional perlu dilaksanakan secara terpadu yang didukung oleh kebijakan pemerintah. Disamping itu, perlu pula ditinjauan dari fungsi sosial, budaya, ekonomi, dan ekologi. Ternyata, dari berbagai hasil penelitian membuktikan bahwa rami bisa memenuhi semua aspek tersebut. Tinjauan dari sisi ekologi, akar rami bisa membantu rehabilitasi lahan kritis. Tanaman rami tidak membutuhkan waktu lama seperti halnya tanaman industri lainnya untuk dapat mencegah terjadinya bencana alam. Pemerintah Propinsi Jawa Barat telah melakukan penanaman rami seluas 240 hektar melalui Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK). Dampak yang dirasakan oleh masyarakat di sekitar lokasi penanaman lokasi rami antara lain volume air tanah menjadi meningkat. Jika biasanya pada waktu musim kemarau ketersediaan air tanah sangat terbatas maka setelah adanya tanaman rami kondisi air tanah tetap tersedia atau tidak berubah. Dampak tersebut sangat cepat dirasakan oleh masyarakat karena rami termasuk tanaman yang cepat tumbuh. Hanya dalam jangka 5-6 bulan kondisi lahan berubah dari kritis menjadi produktif. Pohon rami merupakan vegetasi bersifat rapat dan berakar panjang yang mampu mencegah erosi dan banjir. Dengan dari limbah daun, batang, dan akar menjadi tepung rami juga bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia. Sebaliknya, kotoran domba dan ayam dapat dimanfaatkan oleh petani untuk dijadikan pupuk kandang pada tanaman rami. Rami merupakan spesies yang paling penting secara ekonomi, karena memiliki serat yang baik untuk diperdagangkan. Ada dua golongan rami yang
secara komersial diusahakan, yaitu rami hijau (Boehmeria nivea var. tenaccisima) dan rami putih (Boehmeria nivea var. proper). Ciri khas tanaman rami putih adalah pada daun bagian bawah berwarna putih keperakan yang sangat kontras, sedangkan rami hijau warna putih keperakannya agak kurang jelas.
Devisa Komoditas Ekspor
Propinsi Lampung dikenal sebagai “Bumi Agribisnis” yang memiliki berbagai keunggulan komparatif dengan berbagai jenis komoditas unggulan selain untuk memenuhi kebutuhan domestik juga untuk memenuhi pasar internasional sehingga mampu memberikan sumbangan devisa ekspor negara yang cukup besar. Tindakan karantina tumbuhan terhadap komoditas ekspor merupakan fungsi pelayanan sertifikasi sekaligus akselerasi ekspor yang memberikan jaminan kesehatan tumbuhan. Jaminan sertifikasi komoditas ekspor ini disamping untuk memenuhi
persyaratan
negara
tujuan
ekspor
diharapkan
juga
mampu
meningkatkan daya saing sekaligus meningkatkan nilai jual yang akan memberikan nilai tambah/penerimaan bagi petani. Tindakan karantina terhadap komoditas ekspor tahun 2010 mencapai 856.726.673,76 Kg, 741,42M3 M3 dan 39.695,00 Batang serta 7.265,00 KOLI dengan frekuensi 7.454 kali. Komoditas ekspor sebagai media pembawa OPT meliputi 67 jenis yaitu: Asam Jawa, Basil, Bibit Kelapa Sawit, Buah Jeruk Purut, Buah Pisang, Bubuk Jahe, Bumbu Macam-Macam, Cabe Jamu, Cengkeh, Cengkeh Bubuk, Creamer, Damar, Damar Batu, Getah Damar, Getah Damar Mata Kucing, Getah Karet, Gum Benjamin Black, Gum Benjamin Red, Gum Benjamin White, Inti Sawit, Jahe, Kakao Biji, Karet Lembaran, Karet Lempengan, Karung Goni, Kayu Karet, Kayu Manis, Kayu Manis Bubuk, Kayu Olahan, Kelapa Bulat, Kelapa Parut, Kelapa Serabut, Kemenyan, Kopi Biji, Kopi Instan, Kopra, Kulit Kayu Manis, Lada Biji, Lada Bubuk, Lengkuas Bubuk, Marjoram, Media Tanam/Serbuk Kelapa, Minyak Sawit Mentah, Nenas Irisan, Nenas Sirup, Oregano, Pala Biji, Pala Bubuk, Palm Kernel, Palm Kernel Meal, Palm Kernel Oil, Parsley, Pinang Biji, Rosemary, Rotan, Rumput Kering, Santan Kelapa, Sawit Cangkang, Serai, Serat Rami Kering, Tanaman Kering, Tepung Kelapa, Tepung
Onggok, Tepung Sabut Kelapa, Tepung Tapioka, Thyme, Vanili. Apabila dibandingkan dengan tahun 2009 volume tindakan karantina tumbuhan ekspor tahun 2010 meningkat sebesar 23,89% dengan frekuensi meningkat 6,26 %. Hal ini disebabkan antara lain disamping produksi tahun 2010 cukup baik juga disertai permintaan yang cukup besar di dunia internasional serta meningkatnya jenis komoditas yang diekspor. Lebih kurang ada 87 negara antara lain seperti Australia, Mesir, Vietnam, Jepang, Prancis, Selandia Baru (Aotearoa), Pakistan, Cina, Amerika Serikat, India, Saudi Arabia, Libya, Uni Emirat Arab, Yunani, Maroko, Jerman, Taiwan, Turki, Korea Selatan, Bangladesh, Singapura, Ekuador, Itali, Malaysia, Meksiko, Kanada, Thailand, Belgia, Brasil, Republik Dominika, Swedia, Afrika Selatan, Argentina, Azerbaijan, Belanda, Kosta Rica, Macedonia, Polandia, Rusia, Sri Lanka, Latvia, Spain, Ukraina, Algeria, Ethopia, Sudan, Armenia, Bulgaria, Czech Republic, Estonia, Georgia, Hongkong, Inggris, Iran, Kolombia, Nikaragua, Philipina, Portugal, Republik Ceko, Rumania, Swiss, Hungaria, Hong Kong, Jamaika, Pantai Gading, Tanzania, Austria, Bahrain, Cile, Irak, Kuwait, Libanon, Netherlands, Antilles, Roman, Panama, Peru, Puerto Rico, Qatar, Slovenia, Yaman, Yordania, Gabon, Israel, Kamerun, Siria, Venezuela dan Nepal.
Berdasarkan kebutuhan rami di pasar dunia maupun domestik, peluang pengembangan rami untuk mensuplai serat sebagai bahan baku tekstil masih terbuka luas dalam penyediaan lapangan kerja, baik untuk pertanian maupun industri tekstil.
2.9 Industri prospektif
Aktivitas industri TPT (Tekstil dan Produk Tekstil) nasional tengah mengalami peningkatan yang signifikan sebagai respon untuk pemenuhan kebutuhan pasar internasional dan domestik terhadap komoditas tekstil Indonesia. Pada periode Januari-Juli tahun 2010 ekspor produk TPT mencapai US$ 6,4 miliar, naik 18,8% dari periode yang sama pada tahun 2009 dan menyumbang 4% dari total ekspor manufaktur Indonesia (Tabel 1) (Kementerian Perdagangan, 2010). Disamping itu, komoditi yang mengalami peningkatan cukup tinggi sampai dengan periode ini adalah serat tekstil yang mengalami pertumbuhan sebesar 110,9% jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2009. Indonesia termasuk negara yang memiliki pertumbuhan rata-rata paling tinggi dibandingkan negara pesaing lainnya, yaitu mencapai 20,5% jauh melebihi pertumbuhan rata-
rata dunia yang mengalami penurunan 11,7%. Tahun 2011 Produk TPT ditargetkan meningkat 10,4%, sehingga merupakan peluang pula bagi Indonesia untuk meningkatkan pangsa pasarnya di dalam negeri (Kementerian Perdagangan, 2011). Tabel 1. Perkembangan ekspor produk TPT Indonesia
Respon positif untuk terus mengupayakan perkembangan insdustri tekstil nasional juga datang dari berbagai pihak. Miranti E (2007) mengemukakan bahwa Asosiasi Pertekstilan Indonesia menargetkan nilai ekspor TPT sebesar USD 14 miliar pada 2010. Hal itu berarti meningkat sebesar 48% dibanding tahun 2006. Upaya untuk meningkatkan kapasitas produksi pun mulai gencar dilakukan dalam setahun terakhir yaitu melalui restrukturisasi mesin. Pemerintah setiap tahunnya meningkatkan anggaran untuk program percepatan peremajaan mesin TPT. Sebagai contoh adalah yang terjadi pada tahun 2007 dimana anggaran peremajaan mesin dalam APBN hanya sebesar 255 miliar rupiah kemudian meningkat menjadi 400 miliar rupiah pada APBN 2008. Selain itu, pemerintah juga menetapkan
program
meningkatkan mutu produk TPT
dengan
memberikan
bantuan revitalisasi mesin dan peralatan pada tahun 2010 hingga 2015 (Kementerian Perdagangan, 2011). Namun, peningkatan produksi tekstil tersebut sayangnya belum diimbangi dengan optimalisasi pengelolaan dan pengembangan industri nasional secara terintegrasi dari sektor hulu hingga ke hilir. Sebagai contoh adalah permasalahan yang muncul pada sektor hulu dimana fakta menunjukan bahwa impor bahan baku serat kain alam (terutama kapas) terus mengalami peningkatan. Padahal, pada awal Januari 2011 terjadi kenaikan harga kapas yang dipicu oleh penurunan
pasokan kapas dunia akibat curah hujan yang tinggi di negara eksportir kapas seperti Australia. Pemerintah RI mengimpor bahan baku serat kapas sebesar lebih dari 95,5 % dari kebutuhan dalam negeri dan tercatat sebagai pengimpor kapas terbesar ke-2 di dunia (Pamuji H, et al ., 2009). Selama periode Januari-Juni 2010, impor serat kapas Indonesia secara kumulatif mengalami kenaikan signifikan baik dalam volume maupun nilai. Untuk volume naik 24% menjadi 318,51 ribu ton dari impor kapas periode yang sama tahun lalu yang tercatat sebanyak 256,91 ribu ton. Untuk nilai meningkat 54% menjadi US$ 543,37 juta atau terjadi peningkatan dari US$ 1,3/kg menjadi US$ 1,7/kg. Sementara itu, produksi kapas dalam negeri tidak lebih dari 25.000 ton dari total kebutuhan 550.000 ton (Rachman A.H, 2010). Selain itu, konsumsi serat sintetis di Indonesia juga cukup tinggi dan terus mengalami kenaikan. Padahal, serat sintetis tidak ramah lingkungan dan harganya pun lebih mahal dibandingkan serat alam. Pada tahun 2010 total produksi industri serat sintetis nasional sekitar 900.000 ton, sedangkan pada tahun 2007 dan tahun 2008 masing-masing sebesar 750.000 ton dan 800.000 ton. Sebanyak 60% dari total produksi digunakan untuk memenuhi konsumsi serat sintetis nasional dan sisanya (40%) diekspor (Kementerian Perdagangan, 2010). Contoh jenis serat sintetis yang banyak digunakan di Indonesia adalah serat aramid dan rayon. Serat aramid memang sangat kuat (5 kali kekuatan baja), ringan, tahan bahan kimia, tahan panas, tahan bakar, dan rendah dalam menghantar panas. Namun, harga serat aramid seperti kevlar cukup mahal. Fakta lainnya menunjukkan bahwa industri tekstil berbasis kain dan benang terancam kekurangan bahan baku berupa serat rayon (viscose staple fibre) sebesar 33% atau sekitar 100.000 ton. Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ade Sudrajat Usman, mengatakan bahwa total kebutuhan serat rayon di industri kain dan benang mencapai 300.000 ton per tahun. Namun, pasokan serat rayon dari dalam negeri masih terbatas. Hal ini mengakibatkan harga rayon di dalam negeri justru mencapai US$2,750 per ton atau lebih mahal US$ 250 per ton dari harga serat rayon ekspor yang hanya US$2,500 per ton. Produsen tekstil lokal merasa sangat kesulitan karena setiap tahun impor rayon
tidak lebih dari 30.000 ton. Pasalnya, produksi rayon dunia hanya 3,6 juta ton dan habis digunakan untuk produksi TPT dunia (Yati YW, 2010). Keterbatasan bahan baku serat di dalam negeri tidak boleh dibiarkan berlarut-larut mengingat komoditas serat alam dan serat sintetis yang menjadi semakin vital seiring dengan menurunnya produksi serat alam lain berbasis kapas (cotton) atau serat sintetis yang harganya semakin mahal dan tidak ramah lingkungan. Oleh karena itu, berdasarkan pertimbangan di atas, saat ini diperlukan upaya intensifikasi untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi serat di Indonesia dengan tetap memperhatikan kearifan lokal dan lingkungan. Alternatif solusi yang dapat diterapkan adalah melalui pengembangan serat alam berbasis nanoteknologi (natural nanofiber ) dari tanaman rami ( Boehmeria
nivea
[L.]
Gaud)
dengan
metode
pemintalan
elektrik
(electrospinning ). Dalam dasawarsa terakhir nanoteknologi betul-betul mengalami perkembangan yang luar biasa. Melalui teknologi ini dapat dihasilkan berbagai material atau produk berukuran nano yang dapat diaplikasikan pada berbagai bidang, seperti kesehatan, perindustrian, pangan, elektronik, dan sebagainya. Kualitas materinya pun tidak dapat diragukan lagi, terlebih lagi jika dikembangkan dengan metode electrospinning atau pemintalan elektrik yang baru-baru ini sedang dikembangkan. Menurut Zubaidin (2009) nanofiber sendiri telah banyak dikembangkan di negara Jepang, Amerika Serikat, Jerman, dan negara maju lainnya. Prospek serat nano rami meliputi bidang ekonomi, lingkungan, sosial, dan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pertama, program ektensifikasi serat nano rami akan meningkatkan kebutuhan dan nilai guna tanaman rami. Efeknya, budidaya tanaman rami dapat menjadi peluang usaha atau bisnis yang semakin diminati dan prospekif. Perluasan budidaya rami sangat berkontribusi dalam meningkatkan produktivitas lahan tidur tanah air sebesar 1,62% dan mengurangi jumlah penganggur terbuka tanah air hingga 6,77%. Kedua, produk serat nano rami dapat menjadi tambahan pasokan atau bahkan menjadi pasokan utama untuk menggantikan serat tekstil alam terutama serat kapas. Ketiga, serat nano rami dapat menjadi alternatif pengganti penggunaan serat sintetis yang tingkat kebutuhannya cukup tinggi, sifatnya tidak ramah lingkungan, dan harganya
mahal. Keempat, pengembangan nanofiber dari tanaman rami di Indonesia diharapkan dapat memunculkan ide-ide kreatif baik individu akademisi maupun institusional
dalam
mengembangkan
serat
nano
rami
dengan
metode
electrospinning. Hasil survei dari Kemenegristek yang dimodifikasi menunjukan bahwa sejak tahun 2005 hingga kini telah terdata sekurangnya 70 periset di bidang iptek nano (Kementerian Perindustrian, 2008)
Pemilihan
tanaman
rami
sebagai
bahan
baku
nanofiber adalah
dengan
mempertimbangkan berbagai aspek. Serat rami memiliki keunggulan dibandingkan dengan jenis serat alam yang berasal dari tanaman lainnya. Menurut hasil penelitian Penelitian LIPI menunjukkan bahwa rami memiliki modulus elastisitas dan densitas yang setara dengan aramid (kevlar), dengan regangan patah (break strain) pada rami yang lebih tinggi daripada kevlar (rami 2% dan kevlar 1-3%), bersifat terbarukan, dan tentunya tidak mencemari lingkungan (Tarmansyah US, 2007). Bahkan kualitas serat rami dapat mengalahkan serat kapas. Serat nano dari rami sangat prospektif untuk keperluan industri tekstil, terutama sebagai subtitusi serat kapas, serat rayon, atau bahkan serat sintetis yang harganya mahal. Pemanfaatan serat rami ternyata juga merambah industri kertas (sebagai pulp), alat pertahanan (sebagai NC/bahan peledak, baju anti peluru), migas (sebagai bahan tabung gas), kesehatan (sebagai bahan kaki palsu), otomotif, dan industri lainnya (Pamuji H, 2009). Selain itu, di Indonesia terdapat banyak daerah penghasil rami seperti Wonosobo, Lahat, Pagar Alam, Muara Enim, Lampung Utara, Lampung Barat, Jawa Barat, Tanggamus, Toba Samosir, Jawa Barat, dan wilayah lainnya. Pada tahun 2004 luas lahan budidaya rami di Indonesia adalah 480 ha (Tarmansyah US, 2007). Sementara ini kebutuhan rami pada saat ini diperkirakan sudah mencapai 500 ton per tahun. Namun, selama ini pemanfaatannya memang baru sebatas sebagai pakan ternak atau sebagai serat alam dengan metode konvensional. Melalui ekspansi produksi serat alam nano dari rami diharapkan semakin membuka peluang budidaya tanaman rami pada lahan-lahan tidur di Indonesia yang saat ini luasnya mencapai 7,2 juta ha (Darwansyah Y, 2010). Nanofiber rami dengan electrospinning mempunyai andil besar dalam menunjang nanoteknologi dan sangat bermanfaat untuk intensifikasi industri tekstil nasional atau bahkan bidang industri lainnya. Dalam rentan waktu yang cukup lama di masa depan, serat rami akan semakin berkembang dalam proses industri, terlebih dalam dunia sandang. Serat rami ini merupakan bahan yang dapat diolah untuk kain fashion berkualitas tinggi dan bahan pembuatan selulosa berkualitas tinggi (selulosa α). Selain itu, selulosa α berkualitas tinggi merupakan salah satu
unsur pokok pembuatan bahan peledak dan atau propelan (propellant) yaitu isian dorong untuk meledakkan peluru. Di masa mendatang, kayu dan serat rami dapat diolah menjadi pulp berkualitas tinggi sebagai bahan baku pembuatan aneka jenis kertas berharga. Serat dari batang tanaman rami sebenarnya memiliki beberapa keunggulan, antara lain kualitas tekstil yang dihasilkan cukup baik karena memiliki kehalusan serat, seperti halnya
kapas. Serat rami juga memiliki tingkat elastisitas yang baik dan lebih sejuk bila dipakai. Serat rami juga dapat dijadikan sebagai campuran kain lainnya seperti : katun, rayon, linen, & polyester. Dibandingkan dengan kapas, serat rami lebih kuat sehingga banyak dimanfaatkan untuk bahan pakaian atau perlengkapan militer. Bahkan sudah ada penelitian yang menyebutkan bahwa serat rami anti peluru.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Boehmeria Nivea atau rami adalah salah satu tanaman tahunan yang berbentuk
rumpun mudah tumbuh dan dikembangkan di daerah tropis, tahan terhadap penyakit dan hama, serta dapat mendukung pelestarian alam dan lingkungan. Tanaman Rami yang dikenal dengan nama latinnya Boehmeria nivea yang dapat menghasilkan serat alam nabati dari pita (ribbons) pada kulit kayunya yang sangat keras dan mengkilap. Rami merupakan spesies yang paling penting secara ekonomi, karena memiliki serat yang baik untuk diperdagangkan. Serat rami mempunyai sifat dan karakteristik serat kapas (cotton) yaitu sama-sama dipintal ataupun dicampur dengan serat yang lainnya untuk dijadikan bahan baku tekstil. Serat dari batang rami merupakan salah satu serat tekstil tertua, digunakan sejak sebelum jaman
prasejarah
China, India dan Indonesia. Serat rami yang telah diproses sampai
menyerupai serat kapas sudah dapat dipintal menjadi benang untuk ditenun menjadi tekstil dari rami peringkat No.2 setelah sutera. Sekarang, serat rami digunakan untuk produksi tambang, benang string, jala ikan, pabrik jahit. Serat dapat dibuat menjadi pakaian (pakaian kasar, linen kasar atau linen China) yang dipakai untuk pakaian, taplak meja, lap makan, tissue, sarung bantal, handuk, dsb. Serat rami diproses menjadi produk lainnya seperti kanvas, jaring nyamuk, pakaian saring, mantel gas, sol sepatu dan karpet. Rami biasanya dicempur dengan polyester, wool, sutra atau katun. Serat rami diteliti dan dikembangkan untuk kepentingan alat pertahanan karena serat alam rami mempunyai keunggulan lebih baik dari serat alam yang lain termasuk serat sintetis seperti fiber glass, kevlar dan spectra untuk digunakan sebagai material anti balistic seperti helm tahan peluru, plat dada anti peluru, tameng anti huru hara, rompi tahan peluru, komponen senjata dan lain-lain. Prospek pengembangan pasar untuk serat rami sangat baik karena harga jual yang relatif tinggi. Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk mengembangkan rami karena memiliki lahan yang relatif luas dan iklim yang cocok untuk tanaman rami. Rami sangat cocok dikembangkan di Indonesia bagian barat yang beriklim
basah karena tanaman ini memerlukan curah hujan sepanjang tahun. Tumbuhan rami dapat diolah menjadi bahan bahan yang sangat bermanfaat dan bermutu tinggi. Proses dekortikasi menghasilkan limbah rami yang sangat baik untuk pupuk organik ( kompos). dapat digunakan untuk tanaman hortiku-tura atau tanaman perkebunan lainnya.Kegunaan batang rami yang lain adalah sebagai bahan baku pulp (kertas), bahan baku particle board serta mempunyai kandungan selulosa yang cukup baik untuk dijadikan bahan baku propelant double base (bahan baku isian dorong peluru). Berdasarkan persyaratan tumbuhnya banyak daerah yang sesuai antara lain: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara dan Sumatera Selatan. Dari hasil penelitian, serat rami di Indonesia kualitasnya mampu bersaing dengan serat rami dari Cina, Brazil, Filipina, Taiwan, Korea, Komboja, Thailand dan Vietnam. Dengan demikian pengembangan tanaman ini memiliki prospek yang sangat cerah, karena sampai saat ini Indonesia merupakan potensi yang besar untuk menggerakkan ekonomi rakyat melalui perekonomian pedesaan, pendapatan petani dan komoditi ekspor non migas.