PROSES PENGOLAHAN MINYAK DAN GAS BUMI
disusun oleh:
Ir. Kardjono SA, MT
PUSAT PENDIDKAN DAN PELATIHAN MINYAK DAN GAS BUMI
(PUSDIKLAT MIGAS)
CEPU
i
KATA PENGANTAR
Menyadari akan pentingnya catatan materi perkuliahan di dalam kegiatan proses belajar-mengajar, maka dengan memanjatkan puji syukur dihadapan Tuhan Yang Maha Esa, penulis telah menyelesaikan penyusunan satu buah catatan lagi untuk yang kesekian kalinya sebagai sajian materi perkuliahan dalam bidang studi Pengetahuan Industri Migas dan Aplikasinya yang terfokus pada Proses Pengolahan Migas. Di dalam catatan ini penulis mencoba menguraikan dasar-dasar berbagai macam proses pengolahan migas secara garis besar. Kepada para pembaca saya harapkan memaklumi akan segala kekurangan yang ada pada tulisan ini, dan dengan senang hati jika kiranya sumbang saran dari para pembaca dapat saya terima sebagai bahan untuk penyempuranaannya. Mudah-mudahan tulisan yang sederhana ini dapat memberikan manfaat dan dapat dikembangkan terutama oleh para mahasiswa yang ingin mempelajari bidang studi ini.
Cepu, Juli 2006 Penyusun,
Ir. Kardjono SA, MT
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
ii
BAB 1: PENDAHULUAN
1
1. U M U M
1
2. SEKTOR EKSPLORASI DAN PRODUKSI
1
3. SEKTOR PENYEDIAAN ENERGI DOMESTIK
2
4. SEKTOR PERDAGANGAN MIGAS INTERNASIONAL
3
5. SEKTOR PRODUKSI NON-BBM ATAUPUN PETROKIMIA
4
BAB 2: DASAR-DASAR PERHITUNGAN TEKNIK
6
1. SISTEM SATUAN
6
1.1. Sistem satuan SI
6
1.2. Sistem satuan CGS
7
1.3. Sistem satuan FPS
8
1.4. Satuan-satuan persamaan yang homogen dimensinya
8
2. CARA MENYATAKAN SUHU DAN KOMPOSISI
10
2.1. Mole dan berat atau massa
11
2.2. Satuan konsentrasi liquida
12
3. DENSITAS DAN SPECIFIC GRAVITY
12
3.1. Densitas (kerapatan)
12
3.2. Specific gravity (SG)
13
3.2.1. Skala Baume
13
3.2.2. Skala API
14
3.2.3. Skala Twaddell
14
4. NERACA BAHAN
14
4.1. Neraca Bahan Sederhana
15
4.2. Neraca Bahan Bertingkat
16
4.3. Neraca Bahan Bertingkat dengan Recycle
18
5. NERACA PANAS
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
19
iii
5.1. Neraca Panas pada HE
19
5.2. Neraca Panas pada Kolom Distilasi
20
BAB 3: CRUDE OIL & HASIL-HASILNYA
22
1. U M U M
22
2. SIFAT-SIFAT UMUM MINYAK BUMI
23
3. KOMPOSISI MINYAK BUMI
23
4. KOMPOSISI ELEMENTER CRUDE OIL
28
5. HASIL-HASIL PENGOLAHAN CRUDE OIL
28
6. MACAM-MACAM PROSES PENGOLAHAN MIGAS
33
BAB 4: CRUDE OIL DESALTING
35
1. U M U M
35
2. DESALTING
36
3. ELECTRICAL DESALTER
37
4. VARIABEL OPERASI DESALTING
37
5. PENGALAMAN OPERASI
40
6. CHEMICAL DESALTING
43
7. NETRALISASI HCl
43
BAB 5: DISTILASI
44
1. U M U M
44
2. MACAM-MACAM PROSES DISTILASI
46
3. PERALATAN UTAMA DI DALAM UNIT DISTILASI
46
4. VARIABEL PROSES
48
4.1. Suhu
49
4.2. Tekanan
49
4.3. Laju alir (Flow rate)
50
4.4. Tinggi permukaan cairan (level)
51
5. TEKANAN DAN HUKUM GAS IDEAL
51
5.1. Tekanan
51
5.2. Hukum Gas Ideal
52
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
iv
5.3. Campuran Gas Ideal 6. PROSES DAN PERALATAN DISTILASI
56 63
6.1. Jenis Kolom Distilasi
65
6.2. Peralatan Pokok dan Operasinya
66
6.3. Operasi Dasar dan Terminologi
67
6.4. Internal Colums
68
6.4.1. Tray dan Plate
68
6.4.2. Packing
72
6.5. Reboilers 7. DASAR-DASAR DISTILASI
73 75
7.1. Tekanan uap dan titik didih
75
7.2. Diagram titik didih
76
7.3. Volatilitas relative
77
7.4. Kesetimbangan uap-cairan
78
7.5. Titik Dididh dan Titik Embun
81
8. PERANCANGAN KOLOM DISTILASI
81
8.1. Metoda McCabe-Thiele
82
8.2. Garis operasi untuk bagian rektifikasi
82
8.3. Garis operasi untuk bagian pelucutan
84
8.4 Garis kesetimbangan dan garis operasi
85
8.5. Jumlah tray
86
8.6. Garis umpan (garis q)
88
8.7. Pengaruh jumlah tray
89
9. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OPERASI KOLOM
92
9.1. Kondisi umpan
92
9.2. Kondisi reflux
92
9.3. Kondisi aliran uap
93
9.4. Diameter kolom
95
9.5. Keadaan tray/packing
95
9.6. Kondisi cuaca
95
BAB 6: EKSTRAKSI
96
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
v
1. U M U M
96
2. MACAM-MACAM PROSES EKSTRAKSI
98
2.1. Ekstraksi Edeleanu
99
2.2. Ekstraksi Furfural
100
2.3. Ekstraksi Udex
101
2.4. Ekstraksi Propane Deasphalting
102
2.5. Distilasi Ekstraktif
104
3. KESETIMBANGAN DALAM EKSTRAKSI
105
4. NERACA MASSA
110
BAB 7: ABSORPSI
114
1. U M U M
114
2. PRINSIP OPERASI ABSORPSI
115
3. MACAM-MACAM PROSES ABSORPSI
115
4. HYDROGEN SULFIDE REMOVAL
117
4.1. Amine Process
118
4.2. Sodium Carbonate Process
120
4.3. Jenis Proses yang lain
122
4.3.1. Potasium Carbonate Process
122
4.3.2. Iron Oxide Process
123
4.3.3. Sodium Phenolate Process
123
4.3.4. Tripotassium Phosphate Process
123
5. CARBON DIOXIDE REMOVAL
124
6. ABSORPSI DAN STEAM STRIPPING
124
6.1. Prinsip Dasar Absorpsi
124
6.2. Prinsip Dasar Steam Stripping
130
BAB 8: ADSORPSI
135
1. U M U M
135
2. PRINSIP OPERASI ADSORPSI
136
3. MACAM-MACAM ADSORBENT
137
3.1. Activated Carbon
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
137
vi
3.2. Non-Activated-Carbon
138
3.3. Sifat-Sifat Granular Activated Carbon
140
4. MACAM-MACAM ADSORPSI
142
4.1. Adsorpsi Fisika
142
4.2. Adsorpsi kimia
142
5. ADSORPSI ISOTHERMIS (FREUNDLICH)
143
6. ANALISA TIME SERIES (TREND)
145
6.1. Hal-hal yang harus diperhatikan
145
6.2. Cara-cara menentukan trend
145
6.3. Menentukan Kurva Regresi
147
BAB 9: KRISTALISASI
153
1. U M U M
153
2. STRUKTUR KRISTAL
153
2.1. Cubic Structures
155
2.2. Closest Packing
156
2.3. Sistem Kristal
157
3. KESETIMBANGAN FASE
161
4. PROGRESSIVE FREEZING
163
5. METODA KRISTALISASI
164
BAB 10: CRACKING
166
1. U M U M
166
2. THERMAL CRACKING
166
2.1. Thermal Cracking Unit
168
2.2. Visbreaking
172
2.3. Coking
174
2.3.1. Delayed Coking
175
2.3.2. Fluid Coking
176
3. CATALYTIC CRACKING AND CATALYSIS
178
3.1. Fixed-Bed Catalytic Cracking
189
3.2. Moving-Bed Catalytic Cracking
190
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
vii
3.3. Fluid Catalytic Cracking (FCC)
194
3.4. Model IV Fluid Catalytic Cracking
197
3.5. UOP Fluid Catalytic Cracking
199
3.6. Texaco Fluid Catalytic Cracking
201
3.7. Gulf Catalytic Cracking
203
3.8. Kellogg Heavy Oil Cracker (HOC)
203
3.9. Hydrocracking
206
BAB 11: REFORMING
210
1. U M U M
210
2. THERMAL REFORMING
210
3. CATALYTIC REFORMING
213
3.1. Katalis
216
3.2. Catalytic Reforming Process
218
BAB 12: POLIMERISASI DAN ALKILASI
225
1. U M U M
225
2. POLIMERISASI
225
2.1. Sulfuric Acid Polymerization
228
2.2. Phosphoric Acid Polymerization
229
3. ALKILASI
231
3.1. Alkilasi dengan katalis sulfuric acid
232
3.2. Alkilasi dengan katalis hydrofluoric acid
234
4. ISOMERISASI
235
4.1. BP. Isomerization Process
237
4.2. Penex Process
238
BAB 13: HYDROTREATING
241
1. U M U M
241
2. DESULFURISASI
241
3. DENITRIFIKASI
242
4. PEMISAHAN OKSIGEN
243
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
viii
5. PENJENUHAN OLEFIN
244
6. PEMISAHAN HALIDA
244
DAFTAR PUSTAKA
246
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1. U M U M Pada dasarnya Industri Migas di Indonesia yang diperankan oleh Pertamina mempunyai fungsi ganda yang harus dilaksanakan dalam keterpaduan yang optimal. Fungsi ganda tersebut dapat dikelompokan dalam 4 katagori, yakni: a. Sektor Explorasi dan Produksi b. Sektor Penyediaan Energi Domestik c. Sektor Perdagangan Migas Internasional d. Sektor Produksi Non-BBM ataupun Petrokimia
2. SEKTOR EKSPLORASI DAN PRODUKSI Sektor kegiatan ini mempunyai tugas menjaga kesinambungan tersedianya cadangan Sumber Daya Migas, melalui usaha-usaha explorasi untuk mencari cadangan Sumber Daya Migas yang baru maupun usaha-usaha produksi untuk dapat mengambil Migas dari cadangannya sebanyak dan seefektif mungkin. Sektor ini merupakan kegiatan yang paling mendasar, karena merupakan faktor yang menentukan kelestarian dan kesinambungan Industri Migas itu sendiri. Meskipun kawasan Nusantara ini termasuk bumi dan laut, telah terbukti banyak mempunyai cekungan yang mengandung endapan Sumber Daya Migas, tetapi untuk mencari dan memproduksinya secara nyata merupakan usaha besar tersendiri. Terutama disektor eksplorasi, usaha ini merupakan kegiatan resiko tinggi dan menuntut tingkat keahlian teknologi yang semakin tinggi, untuk menemukan dan memproduksi Sumber Daya Migas dari lokasi yang semakin sulit dan terpencil. Di sektor produksi, meskipun unsur resiko tidak sebesar sektor eksplorasi, tetapi usaha ini memerlukan usaha padat modal dan teknologi. Terlebih pula bila berkenaan dengan lokasi produksi yang sulit ataupun berkenaan dengan usaha
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
2
meningkatkan jumlah minyak yang dapat diproduksi dari cadangan tersebut (enhaced recovery).
3. SEKTOR PENYEDIAAN ENERGI DOMESTIK Sektor kegiatan ini mempunyai tugas memurnikan dan mengolah minyak mentah menjadi bahan bakar minyak (BBM) dan kemudian menyalurkannya keseluruh pelosok Nusantara. Termasuk dalam sektor kegiatan ini juga penyediaan gas alam sebagai bahan bakar di dalam negeri. Pertamina bekewajiban mengadakan dan menyediakan kebutuhan energi domestik ini dalam jumlah, jenis yang cukup dan dengan harga yang ditetapkan sama diseluruh pelosok Nusantara. Menyadari kepentingan strategis Nasional atas tersedianya energi ini, maka seluruh biaya modal dan operasi pengadaan energi domestik ini dibiayai sepenuhnya oleh Pemerintah. Sektor kegiatan ini bukan semata-mata kegiatan mikro-ekonomis bagi Pertamina, karena harga jual bahan bakar minyak (BBM) harus ditetapkan dengan lebih mementingkan daya beli masyarakat. Untuk sektor ini Pemerintah harus membangun dan mengoperasikan berbagai sarana produksi, transportasi dan distribusi BBM untuk dapat menjangkau penyediaan sarana diseluruh kawasan Nusantara yakni: - Kilang-kilang minyak - Tanker pengangkut minyak mentah ataupun produk - Jaringan distribusi - Semua sarana penunjang kegiatan tersebut Lebih lanjut sarana-sarana tersebut harus dikembangkan untuk tetap dapat secara efektif melayani kebutuhan BBM yang semakin meningkat. Kilang-kilang baru harus dibangun untuk memenuhi kebutuhan tambahan kapasitas yang diperlukan, kilang-kilang yang sudah ada harus dimodifikasi untuk melayani perubahan jenis minyak mentah yang diolah ataupun perubahan jenis produk yang diinginkan.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
3
Sarana distribusi tidak lagi dapat dilayani dengan angkutan darat semata-mata, tetapi harus ditunjang dengan jaringan pipa distribusi BBM yang semakin luas. Jumlah tangki-tangki penimbun BBM juga harus selalu ditingkatkan kapasitasnya. Sebagai gambaran kongkrit, pada tahun 1989 biaya operasi pengadaan dan penyediaan BBM sekitar Rp. 9 - 10 trillium setahun. Perlu dicatat bahwa sekitar 70% biaya pengadaan BBM ini adalah merupakan biaya bahan baku minyak mentah, sehingga pasang surut harga minyak didunia sangat mempengaruhi berat ringannya beban Pemerintah atau Pertamina dalam mengadakan dan menyediakan BBM. Pada dasarnya, kecuali biaya modal, biaya operasi pengadaan BBM ini dibayar kembali dari hasil penjualan BBM. Tetapi dalam kondisi harga minyak mentah yang tinggi, Pemerintah harus menyediakan sejumlah subsidi BBM. Dalam batas-batas lingkup tugasnya Pertamina telah merintis penggunaan CNG (atau BBG) sebagai pengganti gasoline. Program ini diharapkan pada akhirnya dapat mencapai tujuan penggantian bahan bakar transportasi (gasoline dan diesel) dengan BBG. Sehingga pada gilirannya akan dapat membebaskan sejumlah naphtha dan diesel dari komponen BBM dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku petrokimia atau komoditi eksport.
4. SEKTOR PERDAGANGAN MIGAS INTERNASIONAL Sektor kegiatan ini mempunyai tugas memperdagangkan Migas ataupun produk-produknya dipasaran Internasional untuk memperoleh devisa bagi anggaran biaya pembangunan Nasional. Termasuk dalam sektor kegiatan ini adalah kegiatan impor minyak mentah ataupun produk-produknya yang diperlukan untuk melengkapi kebutuhan dalam negeri. Pertamina berkewajiban memperdagangkan sebagian Migas atau produknya untuk menghimpun dana devisa Pemerintah. Pertamina telah mengekspor berbagai macam komoditi Migas, terutama: - Minyak mentah - LSWR - Naphtha dan high octane component
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
4
- Produk tertentu seperti JP4, JP5. - LNG - LPG Dilain pihak Pertamina juga masih harus mengimpor beberapa komoditi Migas yang tidak diproduksi atau tidak cukup diproduksi di dalam negeri, seperti: - Middle East Crude - Middle Distillate - Fuel Oil jenis khusus Usaha
pengembangan
yang
dilakukan
Pertamina
disektor
perdagangan
Internasional diarahkan pada dua tujuan, yakni: a. Mengekspor lebih banyak produk dari pada minyak mentah b. Mengurangi keharusan impor sejauh mungkin
5. SEKTOR PRODUKSI NON-BBM ATAUPUN PETROKIMIA Sektor kegiatan ini mempunyai tugas memproduksi produk-produk bukan BBM yang dimaksudkan untuk memberi nilai tambah bagi Sumber Daya Migas ataupun melaksanakan tugas Pemerintah mengadakan produk-produk tertentu yang diperlukan bagi kebutuhan Nasional. Termasuk dalam sektor ini adalah penyediaan bahan baku untuk Industri Petrokimia maupun dalam hal tertentu pembangunan industri petrokimianya sendiri. Disamping produk-produk BBM, kilang-kilang Pertamina ataupun sarana produksi lainnya, juga memproduksi produk-produk non BBM ataupun petrokimia. Sarana-sarana produksi non-BBM atau petrokimia tersebut telah dibangun atas dasar beberapa alasan, yakni: a. Kegiatan sampingan produksi yang merupakan pemanfaatan peluang yang timbul dari kegiatan pengilangan, seperti produksi wax, polypropylene, petroleum coke, beberapa jenis solvent, LPG, asphalt, lube base oil.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
5
b. Kegiatan produksi non-BBM atau petrokimia yang dirintis Pertamina karena adanya kebutuhan Nasional yang mendesak atas produk tersebut, seperti: PTA (purified terephthelic acid) dan methanol. Pola pengembangan ini akan tetap dipertimbangkan dimasa depan sebagai bagian perencanaan pengembangan kilang ataupun sebagai pelaksanaan kegiatan produksi yang ditugaskan oleh Pemerintah. Berlainan dengan produk BBM, untuk kegiatan non-BBM dan Petrokimia ini Pertamina lebih banyak berperan sebagai produsen saja dan tidak berperan sebagai pemasok tunggal. Para konsumen tetap dapat mengimpor (atau memproduksi sendiri) kekurangannya. Hanya untuk beberapa jenis produk yang mempunyai nilai strategis, Pertamina juga bertindak selaku produsen dan pemasok tunggal, seperti halnya lube oil dan LPG. Sektor kegiatan ini merupakan sektor kegiatan Pertamina dalam kegiatan menunjang pengembangan Industri Petrokimia khususnya ataupun Industri Non-Migas pada umumnya. Beberapa contoh kongkritnya: - PTA sebagai penunjang bahan baku industri tekstil - Methanol sebagai penunjang produksi plywood - Wax sebagai penunjang berbagai industri Non-Migas (packaging, produk kosmetik, dsb.) - Solvent sebagai penunjang industri kimia - Polypropylene sebagai bahan baku karung - Asphalt sebagai penunjang pembangunan jalan - Lube oil sebagai penunjang pengembangan industri automotive - Petroleum coke sebagai penunjang produksi logam aluminium - Paraxylene sebagai penunjang produksi PTA Keempat
sektor
kegiatan
tersebut
harus
berlangsung
secara
terpadu,
berkesinambungan dan dilaksanakan dengan hasil guna serta daya guna seoptimal mungkin.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
6
BAB 2 DASAR-DASAR PERHITUNGAN TEKNIK
1. SISTEM SATUAN Ada tiga sistem satuan-satuan dasar yang dipakai didalam ilmu pengetahuan dan keteknikan yakni: SI
= Systeme International d'Unites, yang mempunyai satuan-satuan dasar seperti meter (m), kilogram (kg) dan scond (s), yang disingkat dengan sebutan MKS.
CGS = Centimeter (c) - Gram (g) - Scond (s). FPS = Foot (ft) - Pound (lb) - Scond (s), yang pada umumnya disebut sebagai satuan Inggris (British Unit).
1.1. Sistem satuan SI Besaran-besaran dasar yang digunakan didalam sistem SI adalah sebagai berikut: Panjang, dengan satuan meter (m). Waktu, dengan satuan second (s). Massa, dengan satuan kilogram (kg). Suhu, dengan satuan derajad Kelvin (K). Satuan-satuan standard lain yang diturunkan dari besaran-besaran dasar tersebut dinataranya adalah: Gaya, dengan satuan Newton (N). 1 Newton (N) = 1 kg.m/s2 Kerja, energi, panas, dengan satuan Newton-meter (N.m) atau Joule (J). 1 Joule (J) = 1 Newton-meter (N.m) = 1 kg.m2/s2 Tenaga, dengan satuan Joule/second (J/s) atau Watt (W). 1 Joule/second (J/s) = 1 Watt (W) Tekanan, dengan satuan Newton/m2 atau Pascal (Pa).
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
7
1 Newton/m2 (N/m2) = 1 Pascal (Pa) Tekanan dalam satuan atmosfir (atm) adalah bukan suatu satuan standard SI, tetapi hanya digunakan selama periode transisi. Standard percepatan gravitasi dinyatakan sebagai: 1 g = 9,80665 m/s2 Beberapa awalan-awalan standard untuk mengalikan satuan-satuan dasar adalah sebagai berikut: giga (G) = 109 mega (M) = 106 kilo (k) = 103 centi (c) = 10-2 mili (m) = 10-3 micro (µ) = 10-6 nano (n) = 10-9 Suhu dinyatakan dalam derajad Kelvin (K) sebagaimana satuan yang digunakan didalam sistem SI. Namun dalam praktek secara luas digunakan dengan satuan dalam skala derajad celsius (oC), yang dinyatakan dengan: t oC = T (K) - 273,15 Ingat bahwa 1 oC = 1 K dalam hal pengukuran beda suhu. toC=TK Standard satuan waktu adalah scond (s), tetapi dapat pula dinyatakan dengan satuan-satuan seperti minut (min), hour (h) atau day (d).
1.2. Sistem satuan CGS Sistem satuan CGS dihubungkan dengan sistem satuan SI adalah seperti berikut: 1 g massa (g) = 1 X 10-3 kg massa (kg) 1 centimeter (cm) = 1 X 10-2 meter (m) 1 dyne (dyn) = 1 g.cm/s2 = 1 X 10-5 Newton (N)
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
8
1 erg = 1 dyn.cm = 1 X 10-7 Joule (J). Standard percepatan gravitasi adalah: g = 980,0665 cm/s2
1.3. Sistem satuan FPS Sistem satuan FPS dihubungkan dengan sistem satuan SI adalah seperti berikut: 1 lb massa (lbm) = 0,45359 kg 1 ft = 0,30480 m 1 lb force (lbf) = 4,4482 Newton (N) 1 ft.lbf = 1,35582 Newton.m (N.m) = 1,35582 Joule (J) 1 psia = 6,89476 X 103 Newton/m2 (N/m2) 1,8 oF = 1 K = 1 oC g = 32,174 ft/s2 Faktor proporsionalitas untuk hukum Newton adalah gc = 32,174 ft.lbm/lbf.s2 Faktor gc didalam satuan SI dan CGS adalah 1,0 sehingga gc tidak pernah digunakan didalam perhiungan-perhitungan yang menggunakan satuan SI dan CGS.
1.4. Satuan-satuan persamaan yang homogen dimensinya Suatu persamaan yang homogen dimensinya adalah suatu satuan yang semua istilahnya mempunyai satuan dasar yang sama. Satuan-satuan tersebut dapat berupa satuan dasar atau satuan yang diturunkan (sebagai contoh, kg/s2.m atau Pa). Suatu satuan yang demikian ini dapat digunakan dengan sistem satuan-satuan yang satuan dasar atau satuan turunannya digunakan didalam persamaan. Tidak ada faktor konversi yang diperlukan jika satuan-satuan yang digunakan telah konsisten.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
9
Perlu diingat bahwa dalam menggunakan persamaan harus hati-hati dan selalu mengeceknya untuk kehomogenan dimensi. Untuk mengerjakannya, suatu sistem satuan harus dipilih apakah akan menggunakan sistem satuan SI, CGS atau FPS. Untuk selanjutnya dimasukkan kedalam masing-masing istilah yang digunakan didalam persamaan.
Contoh 2-1: Suatu persamaan untuk perpindahan panas dari suatu fluida ke suatu permukaan dinyatakan seperti berikut: q = h A (Tf - Tw) dimana : q = laju perpindahan panas (energi/waktu) h = koefisien perpindahan panas (energi/waktu-luas-suhu) A = luas permukaan T = suhu Gunakan satuan SI dan cek jika persamaan tersebut adalah homogen secara dimensi.
Penyelesaian: Dengan menggunakan kg.m2/s2 ebagai satuan energi yang dipilih dan dengan mensubstitusikan satuan-satuan dasar SI kedalam persamaan energi, maka akan diperolh: kg. m 2 / s 2 kg. m 2 / s 2 2 q = h Am / ( Tf - Tw ) K 2 s s. m / .K
Tampak dari persamaan diatas menunjukkan bahwa satuan yang ada di suku kiri sama dengan yang ada di suku kanan, dan persamaan adalah homogen secara dimensi. Jika diturunkan satuan J untuk energi, maka kedua suku akan mempunyai satuan J/s atau W.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
10
2. CARA MENYATAKAN SUHU DAN KOMPOSISI Ada dua sekala suhu yang biasa digunakan didalam industri kimia, yaitu derajad Fahrenheit (oF) dan Celsius (oC). Juga sering dijumpai untuk merubah dari satu sekala ke sekala yang lainnya. Keduanya menggunakan titik beku dan titik didih air pada tekanan 1 atmosfir sebagai patokannya. Sering juga dalam menyatakan suhu dengan menggunakan derajad mutlak K (untuk standard SI) atau derajad Rankine (oR) (untuk standard FPS) sebagai pengganti oC atau oF. Tabel 1-1 menunjukkan ekivalensi empat sekala suhu.
Tabel 2-1: Sekala suhu dan ekivalensinya Celsius o C
Fahrenheit o F
Kelvin o K
Rankin o R
Titik didih air
100
212
373,15
671,7
Titik lebur es
0
32
273,15
491,7
-273,15
-459,7
0
0
Nol mutlak
Perbedaan antara titik didih air dan titik leleh es pada 1 atm adalah 100 oC atau 180 oF. Dengan demikian setiap perubahan 1,8 oF sama dengan perubahan 1 oC. Biasanya harga -273,15 oC dibulatkan menjadi -273 oC dan -459,7 dibulatkan menjadi -460 oF. Persamaan berikut dapat digunakan untuk mengubah sekala suhu dari satu sekala ke sekala yang lain. o
F = 32 + 1,8 (oC)
o
C = 1/1,8 (oF - 32)
o
R = oF + 460
o
K = oC + 273
Contoh 2-2: Suatu gas didalam bejana mempunyai suhu 120 oC. Nyatakan suhu tersebut ke dalam sekala oF, oR dan oK
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
11
Penyelesaian: o
F = 32 + 1,8 (oC) = 32 + 1,8 (120) = 248 oF
o
R = oF + 460 = 248 + 460 = 708 oR
o
K = oC + 273 = 120 + 273 = 393 K
2.1. Mole dan berat atau massa Banyak metoda yang digunakan untuk menyatakan komposisi didalam gas, loquida maupun padatan. Salah satu dari kebanyakan penggunaannya adalah satuan molar, karena hukum reaksi kimia dan gas adalah lebih sederhana untuk menyatakan dalam istilah satuan molar. Satu mol suatu zat murni dinyatakan sebagai jumlah zat yang massanya secara numerik sama dengan berat molekulnya. Oleh karena itu, 1 kgmol methane (CH4) mengandung 16,04 kg massa. Juga untuk 1 lbmol mengandung 16,04 lbm. Fraksi mol suatu zat adalah jumlah mol zat tersebut didalam suatu campuran dibagi dengan total mol campuran. Demikian halnya untuk fraksi massa, adalah jumlah massa zat tertentu didalam campuran dibagi dengan total massa campuran. Misalkan suatu campuran zat A, B dan C maka fraksi mol dan fraksi massa zat A dapat dinyatakan sebagai berikut: xA =
jumlah mol A total mol (A + B + C)
wA =
jumlah masa A total masa (A + B + C)
Contoh 2-3: Suatu campuran terdiri dari 50 gram air (B) dan 50 gram NaOH (A). Hitung fraksi massa dan fraksi mol NaOH, juga hitung massa (dalam lbm) NaOH. Penyelesaian: Total massa campuran = 50 + 50 = 100 gram. wA (fraksi massa NaOH) = 50/100 = 0,5
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
12
Jumlah mol H2O = 50/18,02 = 2,78 mol Jumlah mol NaOH = 50/40 = 1,25 mol Total mol campuran = 2,78 + 1,25 = 4,03 mol xA (fraksi mol NaOH) = 1,25/4,03 = 0,31 Massa A (dalam lbm) = (50 g)/(453,6 g/lbm = 0,1102 lbm
2.2. Satuan konsentrasi liquida Secara umum jika suatu liquida dicampur dengan liquida lain yang dapat bercampur, maka komposisi liquida tersebut dinyatakan dalam persen berat atau persen massa. Cara-cara lain untuk menyatakan konsentrasi suatu komponen didalam larutan adalah sebagai berikut: Molaritas = Jumlah mol zat terlarut tiap liter larutan. Molalitas = Jumlah mol zat terlarut tiap 1000 gram larutan. Normalitas = Jumlah grek zat terlarut tiap liter larutan. (grek = grol/valensi). Metoda yang paling umum untuk menyatakan konsentrasi per satuan volume adalah densitas (kg/m3, g/cm3, atau lbm/ft3). Sebagai contoh densitas air pada 277 K (4oC) adalah 1000 kg/m3 atau 62,43 lbm/ft3. Kadang-kadang densitas larutan dinyatakan sebagai specific gravity, yaitu yang menyatakan densitas larutan pada suhu tertentu dibagi dengan densitas suatu zat acuan (biasanya air) pada suhu tertentu. Jika sebagi zat acuan adalah air pada 277 K, maka specific gravity dan densitas zat adalah sama.
3. DENSITAS DAN SPECIFIC GRAVITY 3.1. Densitas (kerapatan) Densitas (kerapatan) adalah menyatakan jumlah masa zat persatuan volumenya. Simbul = ρ Satuan = g/cm3, kg/liter, lb/ft3
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
13
3.2. Specific gravity (SG) Specific gravity (SG) adalah perbandingan densitas suatu fluida pada suhu tertentu terhadap densitas fluida standar (untuk cairan biasanya air) pada suhu tertentu.
SG =
densitas zat densitas zat standard
Untuk gas: p V = n R T
karena: n = m/M
p V = (m/M) R T ρ = m/V ρ = (p M)/(R T)
dimana: p=
tekanan, atm, psia
V = volume, liter, ft3 n=
jumlah mol, kgmol, lbmol
m = massa, kg, lbm M = berat molekul T = suhu, oK, oR R = konstanta gas yang harganya 0,08206 (liter.atm)/(mol.oK) = 10,7315 (psia.ft3)/(lbmol.oR) Sebagai zat standard, untuk cairan dipakai air sedangkan untuk gas dipakai hidrogen kering atau udara kering. Karena perubahan densitas zat dan perubahan densitas air terhadap perubahan suhu tidak sama, maka pada umumnya specific gravity yang ditetapkan selalui disertai keterangan suhu. Sebagai contoh misalnya: SG60/60 = SG pada suhu zat 60oF dan suhu air 60oF SG60/77 = SG pada suhu zat 60oF dan suhu air 77oF
3.2.1. Skala Baume
Antoine Baume pada tahun 1768 telah membuat dua macam hydrometer yang satu untuk cairan yang lebih ringan dari air dan yang satu lainnya untuk cairan yang
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
14
lebih berat dari air. Skala tersebut linier dan dikenal dengan istilah derajad Baume (oBe). Skala tersebut ditetapkan berdasarkan persamaan berikut: 140 - 130 SG 60 o F / 60 o F
o
Be =
o
Be = 145 -
(untuk cairan lebih ringan dari air)
145 SG 60 o F / 60 o F
(untuk cairan lebih berat dari air)
3.2.2. Skala API
American Petroleum Institute telah mengeluarkan skala gravity khusus untuk produk-produk minyak bumi. Skalanya dinyatakan dalam oAPI dan khusus untuk cairan yang lebih ringan dari air yang ditetapkan berdasarkan persamaan sebagai berikut: o
API =
141,5 - 131,5 SG 60 o F / 60 o F
3.2.3. Skala Twaddell
Skala Twaddell yang digunakan di England hanya berlaku untuk cairan yang lebih berat dari air. Skala tersebut ditetapkan berdasarkan persamaan berikut: o
(
)
Tw = 200 SG 60 o F / 60 o F - 1
4. NERACA BAHAN
Salah satu hukum dasar pengetahuan fisika adalah konservasi masa. Hukum tersebut dinyatakan secara sederhana, bahwa masa tidak dapat di hasilkan atau dimusnahkan (sudah barang tentu tidak termasuk nuclear atau reaksi atom). Oleh karena itu masa (atau berat) semua bahan yang memasuki proses harus sama dengan total masa yang meninggalkan plus masa yang terakumulasi di dalam proses.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
15
Input = Output + Akumulasi Dalam kebanyakan kasus, proses yang ditinjau dalam keadaan steady atau dengan kata lain tidak ada akumulasi di dalam proses. Dengan demikian persamaan di atas menjadi Input = Output
4.1. Neraca Bahan Sederhana
Di dalam neraca bahan sederhana ini dianggap tidak terjadi reaksi kimia sehingga perhitungannya sangat sederhana karena tidak terjadi pembentukan senyawa baru. Satuan-satuan yang digunakan dalam persamaan harus konsisten agar tidak terjadi kesalahan dalam perhitungan. Untuk menyelesaikan persoalan-persoalan neraca bahan disarankan dilakukan dengan suatu urutan langkah-langkah yang telah ditetapkan seperti berikut: (1). Sketch suatu diagram proses secara sederhana, yaitu dengan menggunakan box diagram yang menunjukkan masing-masing aliran keluar maupun masuk dengan menggunakan anak panah dan dilengkapi dengan keterangan mengenai komposisi, suhu, laju alir, dan sebagainya. Semua data yang terlibat harus tercantum dalam diagram tersebut. (2). Tuliskan persamaan kimia jika ada (3). Pilih basis yang digunakan untuk perhitungan. (4). Buat suatu neraca bahan. Neraca bahan dapat berbentuk neraca total dan neraca komponen. Jenis proses yang tidak mengalami reaksi kimia adalah drying, eveporation, dilution, distilation, extraction, dan sebagainya. Dalam persoalan seperti ini dapat dipecahkan dengan dengan menetapkan neraca bahan yang mengandung besaranbesaran yang tidak diketahui dan menyelesaikan persaman untuk besaran-besaran yang tidak diketahui.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
16
V, XVA
F (A,B) XFA L, XLA
Gambar (2-1): Neraca Bahan Sederhana
Neraca Total: F = V + L
→
L = F - V
Neraca Komponen A: F. X FA = V. X VA + L. X LA F. X FA = V. X VA + F. X LA - V. X LA V =
F. ( X FA - X LA ) X VA - X LA
4.2. Neraca Bahan Bertingkat
Neraca bahan bertingakat sebagaimana kebanyakan dalam proses distilasi secara skematis ditunjukkan dalam Gambar (2-2). Melalui proses bertingkat diharapkan proses pemisahan akan dapat menghasilkan produk (top product maupun bottom product) dengan tingkat kemurnian yang lebih tinggi. Neraca Bahan di sekitar kolom 1: Neraca Total: F = V + L
→
L = F - V
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
17
Neraca Komponen A: F. X FA = V. X VA + L. X LA F. X FA = V. X VA + F. X LA - V. X LA V =
F. ( X FA - X LA ) X VA - X LA
V1, XVA1
2
V, XVA
L1, XLA1
1 F (A,B) XFA L, XLA
Gambar (2-2): Neraca Bahan Bertingkat
Neraca Bahan si sekitar kolom 2:
Neraca Total: V = V1 + L 1
→
L 1 = V - V1
Neraca Komponen A: V. X VA = V1 . X VA1 + L 1 . X LA1 V. X VA = V1 . X VA1 + V. X LA1 - V1 . X LA1 V =
V. ( X VA - X LA1 ) X VA1 - X LA1
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
18
4.3. Neraca Bahan Bertingkat dengan Recycle
V1, XVA1
2
V, XVA
1
L1, XLA1
F (A,B) XFA L, XLA
Gambar (2-3): Neraca Bahan Bertingkat dengan Recycle
Neraca Bahan di sekitar Kolom 1:
Neraca Total: F = V1 + L
→
L = F - V1
Neraca Komponen A: F. X FA = V1 . X VA1 + L. X LA F. X FA = V1 . X VA1 + F. X LA - V1 . X LA V1 =
F. ( X FA - X LA ) X VA1 - X LA
Neraca Bahan di sekitar Kolom 2:
Neraca Total: V = V1 + L 1
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
19
Neraca Komponen A: V. X VA = V1 . X VA1 + L 1 . X LA1 V1 . X VA + L 1 . X VA = V1 . X VA1 + L 1 . X LA1 L1 =
V1 . ( X VA1 - X VA ) X VA - X LA1
5. NERACA PANAS
Di dalam proses kimia, suatu perhitungan juga dibuat untuk semua panas yang masuk maupun yang meninggalkan sistem. Perhitungan ini dikenal dengan istilah "Neraca Panas", dan pada umumnya perhitungan-perhitungan yang dibuat
didasarkan pada jumlah panas karena jumlah panas tidak berubah meskipun kondisi operasi berubah. Neraca panas adalah merupakan salah satu benrtu neraca energi yang dapat digunakan untuk menghitung perubahan panas yang terjadi pada setiap aliran di dalam sistem. Khusus di dalam neraca panas tidak diperhitungkan (diabaikan) besarnya perubahan energi kinetik, potensial dan lain sebagainya. Jika di dalam suatu sistem tidak terjadi akumulasi panas maka jumlah seluruh panas yang masuk sama dengan jumlah seluruh panas yang meninggalkan sistem.
5.1. Neraca Panas pada HE
Di dalam heat exchanger (HE) yang berlangsung proses perpindahan panas dapat dihitung besarnya laju perpindahan panas dengan menggunakan perhitungan neraca panas. Sebagai contoh, anggap sebuah double pipe exchanger yang digunakan untuk proses perpindahan panas antara fluida A (fluida panas) dan fluida B (fluida dingin). Panas mengalir dari fluida panas ke fluida dingin selama kedua fluida tersebut berada di dalam HE. Sebagai akibat perpindahan panas, fluida A akan memberikan panas dan fluida B akan menerima panas. Jika di dalam sistem tidak
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
20
ada penambahan panas dari luar atau panas lepas keluar maka besarnya panas yang diberikan oleh fluida A sama dengan panas yang diterima oleh fluida B. Karena fluida A melepaskan panas maka suhu fluida A turun atau mengalami perubahan fase dari uap menjadi cair, sedangkan fluida B yang menerima panas suhunya naik atau mengalami perubahan fase dari cair menjadi uap. Jika:
mA = laju alir masa fluida A, kg/jam HA1 = enthalpy fluida A saat memasuki HE, kcal/kg HA2 = enthalpy fluida A saat meninggalkan HE, kcal/kg mB = laju alir masa fluida B, kg/jam HB1 = enthalpy fluida B saat memasuki HE, kcal/kg HB2 = enthalpy fluida B saat meninggalkan HE, kcal/kg
maka bentuk persamaan neraca panas di dalam HE adalah sebagai berikut: mA(HA1 - HA2) = mB(HB2 - HB1) Jika tidak terjadi perubahan fase, HA1 - HA2 = CpA(tA1 - tA2) HB2 - HB1 = CpB(tB2 - tB1) dimana: CpA = panas jenis fluida A, kcal/kg.oC CpB = panas jenis fluida B, kcal/kg.oC tA1 = suhu fluida A saat memasuki HE, oC tA2 = suhu fluida A saat meninggalkan HE, oC tB1 = suhu fluida B saat memasuki HE, oC tB2 = suhu fluida B saat meninggalkan HE, oC
5.2. Neraca Panas pada Kolom Distilasi
Seperti halnya pada neraca bahan, neraca panas pada suatu sistem yang mana terjadi perubahan komposisi komponen-komponen di dalam aliran maka untuk pemecahannya dapat dilakukan dengan cara membuat neraca panas keseluruhan dan neraca panas komponen-komponennya. Untuk distilasi sederhana, bentuk neraca panas dapat dinyatakan dalam persamaan seperti berikut:
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
21
Neraca bahan keseluruhan
F.HF = D.HD + R.HR atau F.HF = FA.HFA + FB.HFB Neraca bahan komponen A
FA.HFA = DA.HDA + RA.HRA atau F.wFA.HFA = D.wDA.HDA + R.wRA.RA Neraca bahan komponen B
FB.HFB = DB.HDB + RB.HRB atau F.wFB.HFB = D.wDB.HDB + R.wRB.HRB
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
22
BAB 3 CRUDE OIL & HASIL-HASILNYA
1. U M U M
Crude oil (minyak mentah) adalah merupakan suatu campuran senyawa hidrokarbon yang tidak uniform. Sifat-sifatnya amat bervariasi dari ladang minyak yang satu ke ladang yang lain, bahkan dari sumur yang satu ke sumur yang lain meskipun dalam satu ladang. Karena crude oil mempunyai komposisi kimia yang praktis jumlahnya tak terhingga, maka didalam mengklasifikasikan crude oil hingga saat ini dilakukan dengan menggunakan metoda pendekatan. Adapun metoda yang biasa digunakan adalah seperti berikut:
a. Klasifikasi berdasarkan API Gravity
Metoda ini digunakan karena ada kecenderungan bahwa jika API gravity crude oil tinggi maka crude oil tersebut mengandung fraksi ringan dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu crude oil yang mempunyai API gravity yang tinggi harga pasarannya lebih tinggi, sebab banyak mengandung fraksi ringan (seperti gasoline dan kerosene) sedangkan residunya relative sedikit. Berdasarkan API gravity, maka crude oil dibagi dalam 5 jenis:
Jenis
API Gravity
Ringan
> 39,0
Ringan-sedang
39,0 - 35,0
Berat-sedang
35,0 - 32,1
Berat
32,1 - 24,8
Sangat berat
< 24,8
°API =
141,5 SG 60/60
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
131,5
23
b. Klasifikasi berdasarkan kandungan parafin dan aspal
Menurt klasifikasi ini maka crude oil dibagi menjadi 4 golongan seperti berikut:
- Crude oil dasar parafin - Crude oil dasar aspal - Crude oil dasar campuran - Crude oil dasar aromatik.
2. SIFAT-SIFAT UMUM MINYAK BUMI
Walupun crude oil mempunyai komposisi yang berbeda, tetapi berdasarkan golongan tertentu didapat sifat-sifat umumnya seperti berikut:
Sifat-sifat
Dasar parafin
Dasar naften
API gravity
Tinggi
Rendah
Kandungan nafta
Rendah
Tinggi
Angka oktan
Rendah
Tinggi
Titik asap kerosene
Tinggi
Rendah
Angka cetan solar
Tinggi
Rendah
Titik tuang minyak pelumas
Tinggi
Rendah
Indeks viskositas
Tinggi
Rendah
3. KOMPOSISI MINYAK BUMI
Pada dasarnya minyak bumi terdiri dari dari senyawa hidrokarbon dan non hidrokarbon yang dibagi seperti berikut:
a. Senyawa hidrokarbon
Senyawa hidrokarbon yang terkandung didalam minyak bumi jumlahnya relatif lebih banyak. Walupun demikian senyawa hidrokarbon tersebut dapat dibagi dalam 5 golongan, yaitu: - Senyawa parafin
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
24
- Senyawa olefin - Senyawa diolefin - Senyawa naften - Senyawa Aromat
a.1. Senyawa parafin
Senyawa parafin adalah senyawa hidrokarbon dengan ikatan rantai lurus yang mempunyai rumus molekul CnH2n+2 dan pada umumnya mempunyai sifat seperti berikut: - Stabil pada suhu kamar. - Tidak bereaksi dengan asam sulfat pekat, larutan alkali pekat, asam nitrat, ataupun oksidator kuat seperti asam kromat, kecuali senyawa yang mempunyai atom karbon tersier. - Bereaksi lambat dengan Khlor dengan bantuan sinar matahari. - Bereaksi dengan Khlor dan Brom dengan bantuan katalisator.
Senyawa parafin dengan 4 buah atom karbon atau kurang berupa gas pada suhu kamar dan tekanan atmosfir. Metana dan etana merupakan gas alam, sedangkan propana, butana dan isobutana merupakan komponen utama LPG (Liquified Petroleum Gas). Senyawa parafin dengan 5 sampai 15 atom karbon berupa cairan pada suhu kamar dan tekanan atmosfir dan terdapat dalam fraksi nafta, bensin, kerosene, solar dan minyak bakar. Sedangkan yang dengan atom karbon lebih dari 15 pada suhu kamar dan tekanan atmosfir berbentuk kristal dan terdapat pada minyak parafin (wax).
a.2. Senyawa monoolefin
Senyawa olefin adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh dengan rumus molekul CnH2n yang mempunyai sebuah ikatan rangkap dua. Olefin tidak terdapat didalam crude oil, tetapi mungkin terbentuk pada saat proses pengolahannya. Karena mempunyai ikatan rangkap maka olefin sangat reaktif dan
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
25
merupakan bahan dasar utama industri petrokimia seperti ethylene (C2H4) dan propylen (C3H6). a.3. Senyawa diolefin
Senyawa diolefin adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh dengan rumus molekul CnH2n-2 yang mempunyai dua buah ikatan rangkap. Senyawa ini juga tidak terdapat didalam crude oil, tetapi terbentuk pada saat proses pengolahannya. Diolefin tidak stabil dan akan berpolimerisasi membentuk gum (damar). a.4. Senyawa naften
Senyawa naften adalah senyawa hidrokarbon jenuh dengan rumus molekul CnH2n. Senyawa ini sering disebut senyawa sikloparafin karena sifat kimianya sama dengan sifat kimia hidrokarbon parafin hanya saja struktur molekulnya melingkar. Senyawa hidrokarbon naften yang terdapat dalam crude oil adalah siklopentan dan sikloheksan, yang terdapat dalam fraksi nafta dan fraksi lain dengan titik didih tinggi. a.5. Senyawa aromat
Senyawa aromat adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh dengan rumus molekul CnH2n-6 dan ikatan rantainya melingkar. Senyawa ini mempunyai sifat kimia reaktif mudah teroksidasi menjadi asam dan pada kondisi operasi tertentu dapat mengalami substitusi maupun adisi. Hanya sedikit sekali crude oil yang mengandung senyawa aromat dengan titik didih rendah. b. Senyawa non hidrokarbon
Senyawa
non
hidrokarbon
yang
terdapat
dalam
minyak
bumi
dan
produk-produknya adalah senyawa organik yang mengandung belerang, oksigen, nitrogen dan logam-logam. b.1. Senyawa belerang
Kadar belerang dalam minyak bumi bervariasi antara 0,04% - 6,0% berat. Minyak (crude oil) Indonesia terkenal sebagai minyak bumi berkadar belerang sangat rendah, pada umumnya kurang dari 1 %.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
26
Distribusi belerang didalam fraksi-fraksi minyak bumi makin bertambah besar dengan makin bertambah beratnya fraksi tersebut. Senyawa belerang yang terdapat dalam minyak bumi sangat kompleks dan umumnya tidak stabil terhadap pemanasan. Senyawa belerang ini selama dalam proses pengolahan akan pecah membentuk asam sulfida serta senyawa belerang yang lebih sederhana. Senyawa belerang dalam minyak bumi dan produk-produknya menimbulkan beberapa kerugian, yaitu: * Pencemaran udara
Pencemaran udara disebabkan oleh beberapa senyawa belerang yang berbau tidak enak. Senyawa tersebut mempunyai titik didih rendah, yaitu H2S, SO2 dalam gas hasil pembakaran, RSH sampai dengan 6 atom karbon dalam metil disulfida. Pencemaran udara juga terjadi karena gas SO2 yang terlarut dalam kabut yang dikenal dengan nama smog dan terdapat di kota-kota industri yang berkabut. Gas hidrogen sulfida disamping mempunyai bau tidak enak juga beracun. * Korosi
Korosi yang disebabkan oleh senyawa-senyawa belerang terjadi pada suhu diatas 300 oF. Korosi ini akan merusakkan alat-alat pengolahan, khususnya alat-alat yang bekerja pada suhu tinggi. Senyawa belerang yang bersifat korosi pada suhu rendah adalah hidrogen sulfida, beberapa senyawa alkil sulfida dan alkil disulfida serta merkaptan yang mempunyai titik didih rendah. Beberapa contoh peristiwa-peristiwa korosi yang disebabkan oleh senyawa belerang diantara adalah: - Hidrogen sulfida dalam udara lembab akan mengubah besi menjadi besi sulfida yang rapuh. - Dalam udara lembab gas belerang oksida dalam gas hasil pembakaran akan merusakkan cerobong baja dan saluran pembuangan gas hasil pembakaran. * Menurunkan susceptibility bensin
Susceptibility bensin terhadap TEL (Tetra Ethyl Lead) yaitu pengaruh terhadap kemampuan TEL dalam menaikkan angka oktan yang diukur dalam mililiter TEL
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
27
untuk setiap US gallon bensin. Jika bensin mempunyai kandungan belerang yang cukup tinggi maka akan memerlukan lebih banyak TEL untuk menaikkan angka oktannya, berarti memerlukan biaya yang lebih tinggi dari pada bensin yang kandungan belerangnya rendah.
b.2. Senyawa oksigen
Kadar oksigen dalam minyak bumi bervariasi dari sekitar 0,1 sampai 2 % berat. Oksidasi minyak bumi dapat terjadi karena kontak yang terlalu lama dengan udara. Oksigen terutama terdapat sebagai asam organik yang terdistribusi dalam semua fraksi, dengan konsentrasi tertinggi pada fraksi minyak fase gas. Asam organik tersebut terutama terdapat sebagai asam naftenat dan sebagian kecil sebagai asam alifatik. Asam naftenat mempunyai sifat sedikit korosif dan berbau tidak enak. Pada umumnya senyawa oksigen yang ada didalam minyak bumi tidak menimbulkan masalah yang serius.
b.3. Senyawa nitrogen
Kadar nitrogen dalam minyak bumi umumnya rendah, berkisar antara 0,01 sampai 2,0 % berat. Minyak yang mempunyai kadar belerang dan aspal yang tinggi biasanya juga mempunyai kadar nitrogen yang tinggi. Senyawa nitrogen terdapat dalam semua fraksi minyak bumi, tetapi konsentrasinya akan semakin tinggi dalam fraksi-fraksi yang mempunyai titik didih tinggi. Kerugian yang diakibatkan oleh adanya senyawa nitrogen dalam minyak bumi adalah:
- Menurunkan aktifitas katalis yang digunakan dalam proses perengkahan, reforming, polimerisasi dan isomerisasi. - Jika didalam kerosene terdapat senyawa nitrogen maka warnanya yang jernih akan berubah kemerahan dengan bantuan sinar matahari. - Senyawa nitrogen dalam bensin akan mempercepat pembentukan damar dalam karburator.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
28
- Menyebabkan terjadinya endapan lumpur dalam minyak bakar selama penyimpanannya.
b.4. Senyawa logam
Praktis semua logam terdapat dalam minyak bumi, tetapi karena jumlahnya sangat kecil maka pada umumnya tidak menimbulkan persoalan. Kecuali beberapa logam seperti besi, nickel, vanadium dan arsen bersifat racun terhadap beberapa katalis. Logam vanadium bisa menurunkan mutu barang pecah-belah dalam industri keramik. Dalam distilasi crude oil, logam-logam cenderung berkumpul dalam fase residu.
4. KOMPOSISI ELEMENTER CRUDE OIL
Walaupun crude oil mempunyai komposisi kimia dan sifat fisis yang sangat beragam, tetapi mempunyai daerah komposisi elementer yang sempit. Komposisi elementer crude oil adalah sebagai berikut:
Komposisi
Prosentase
Karbon
83,00 - 87,00
Hidrogen
11,00 - 15,00
Belerang
0,04 - 6,00
Oksigen
0,10 - 2,00
Nitrogen
0,01 - 2,00
Logam
0,00 - 0,10
5. HASIL-HASIL PENGOLAHAN CRUDE OIL
Dari pengolahan crude oil dihasilkan berbagai macam
produk yang berupa
minyak cair maupun gas. Minyak dan gas hasil pengolahan didapatkan dari rentetan proses-proses pengolahan dan proses pencampuran untuk mendapatkan
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
29
produk minyak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan oleh sarat-sarat penggunaannya. Adapun produk yang dihasilkan dari pengolahan crude oil adalah: a. Liquified Petroleum Gas (LPG)
Liquified Petroleum Gas (LPG) pada umumnya terdiri dari komponen-komponen utama propana dan butana yang dicairkan pada suhu kamar dan tekanan sedang (95 psi). LPG mengandung sejumlah kecil zat aroma yang sengaja diberikan untuk mengetahui adanya kebocoran. LPG banyak digunakan untuk: - Bahan bakar rumah tangga dan industri. - Bahan bakar mesin-mesin internal combustion. - Bahan baku industri petrokimia. b. Motor gasoline (mogas)
Motor gasolin (mogas) yang sehari-hari disebut bensin adalah campuran kompleks senyawa hidrokarbon yang mempunyai trayek titik didih antara 40 200 oC dan dipergunakan sebagai bahan bakar motor-motor yang menggunakan busi (spark ignation engines). Di Indonesia menghasilkan 2 macam gasoline: - Bensin premium dengan angka oktan minimum 87 dan diberi warna kuning sebagai warna pengenalnya. - Premix sebagai pengganti bensin super dengan angka oktan minimum 98 dan diberi warna merah sebagai warna pengenalnya. Sifat-sifat yang paling penting untuk bensin adalah sifat kemudahannya untuk menguap (volatility) dan sifat anti ketukan. * Sifat penguapan
Sifat penguapan diukur dari pemeriksaan distilasi dan pemeriksaan tekanan uap Reid (Reid Vapour Pressure Test), Sifat penguapan ini mengontrol sifat bensin dalam pemakaiannya seperti:
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
30
- Mudah dinyalakan pada waktu dingin (cold starting). - Mudah mencapai panas operasi (warm up). - Penghalangan uap (vapour lock). - Pembentukan es dalam karburator (carburator icing). - Distribusi campuran didalam silinder. Jika penguapan bensin terlalu rendah, maka bensin sulit menguap sehingga sulit dinyalakan waktu dingin dan sukar mencapai panas operasi. Jika penguapan terlalu tinggi, maka terlalu banyak bensin yang teruapkan sehingga kesulitan-kesulitan seperti vapour lock dan carburator icing mungkin akan terjadi. * Sifat anti ketukan
Setiap bensin mempunyai kemampuan untuk melakukan sejumlah kerja tertentu dalam sebuah mesin. Kalau bensin dipaksa untuk melakukan kerja yang melampaui kemampuan kerja maksimum mesin, maka bensin akan memberikan reaksi yaitu daya yang diberikan menjadi berkurang serta timbul suara ketukan dalam mesin. Keadaan seperti ini sering dialami sewaktu mobil dipakai untuk memberikan tenaga dengan cepat dan dapat diketahui dari bunyi mesin menggelitik atau knocking. Bensin mempunyai kemampuan yang berbeda untuk menahan ketukan. Kemampuan untuk menahan terjadinya ketukan dinyatakan sebagai mutu anti ketukan (anti knock quality) dan diukur dengan angka oktan. Makin tinggi kwalitas anti ketukan bensin, maka makin tinggi kemampuan bensin untuk menahan terjadinya ketukan, dan semakin tinggi pula daya maksimum yang dapat dihasilkan.
c. Aviation gasoline (Avgas)
Aviation gasoline (avgas) adalah jenis bahan bakar yang digunakan untuk mesin pesawat terbang yang berbaling-baling (piston engine) yang pada prinsipnya seperti mesin motor biasa.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
31
Ada sedikit perbedaan antara mesin pesawat terbang dengan mesin motor yang mempengaruhi sarat-sarat dari spesifikasi bahan bakarnya, yaitu: - Pesawat terbang bekerja dengan kondisi yang berubah-ubah dimana pada saat tinggal landas (take off) diperlukan tenaga yang sangat besar dan pada keadaan jelajah (cruising) bekerja dengan sedkit tenaga. - Pesawat terbang bekerja pada atmosfir yang tinggi, dimana kepadatan dan temperatur udara cukup rendah sehingga memerluka supercharging yaitu sistem pemompaan campuran udara-bahan bakar dari karburator kedalam silinder yang lebih besar. d. Aviation turbo fuel (Avtur)
Avtur adalah jenis bahan bakar untuk pesawat terbang yang bermesin jet (turbo jet). Pada turbo jet proses pembakarannya tidak terjadi pada tekanan yang tinggi seperti pada pesawat terbang baling-baling. Karena mesin jet bekerja pada suhu biasa sampai sekitar 95oF, maka fraksi kerosene merupakan bahan yang paling sesuai untuk mesin jet. e. Kerosene
Kerosene adalah fraksi minyak bumi yang lebih berat dari pada bensin dan mempunyai daerah titik didih 150 - 250 oC. Kerosene dipakai sebagai bahan bakar lampu penerangan dan bahan bakar kompor untuk rumah tangga. Karena penggunaa utamanya untuk bahan bakar lampu penerangan, maka kerosene harus memberikan intensitas nyala yang baik dan sedikit mungkin timbulnya asap. f. Minyak diesel
Minyak diesel adalah fraksi minyak bumi yang mempunyai trayek titik didih antara 200 - 350 oC dan digunakan untuk bahan bakar mesin diesel. Mesin diesel sistem penyalaannya tidak menggunakan busi, tetapi penyalaannya terjadi karena suhu tinggi yang dihasilkan dari pemampatannya dengan udara didalam silinder mesin. Oleh karena itu mesin diesel dirancang dengan perbandingan kompresi (compression ratio) yang tinggi (diatas 12 : 1). Tekanan kompresi bisa mencapi 400 - 700 psi dan suhu udara setelah dimampatkan mencapai 1000 oF atau lebih. Supaya bahan bakar diesel dapat masuk kedalam
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
32
silinder yang berisi udara bertekanan tinggi, maka bahan bakar harus ditekan dengan pompa injektor sampai 20000 psi. g. Minyak bakar residu
Minyak bakar residu terdiri dari residu-residu yang berasal dari hasil distilasi dan proses perengkahan (cracking). Minyak bakar jenis ini terutama digunakan untuk furnace industri. h. Minyak pelumas
Minyak pelumas berfungsi untuk mencegah keausan pada bagian-bagian mesin yang bergerak satu sama lainnya. Karena jenis mesin dan kondisi operasinya berbeda-beda maka minyak pelumas juga disediakan dalam berbagai jenis sesuai dengan kebutuhannya. Pembagian minyak pelumas dilakukan oleh SAE (Society of Automotive Engineers) berdasarkan bilangan indeks viskositas pelumas tersebut. Kedalam pelumas ditambahkan beberapa additive dengan tujuan tertentu, misalnya: - Anti oksidan: untuk mencegah terjadinya oksidasi minyak pelumas dan pembentukan asam-asam. - Detergent dispersant: untuk mendispersikan lumpur dan mencegah terjadinya penggumpalan kotoran. - Viscosity index improver: untuk mencegah terjadinya penurunan viskositas karena kenaikan suhu. - Foam inhibitor: untuk mencegah terjadinya buih. - Alkaline reserve: untuk menetralkan asam yang terbentuk karena oksidasi. - Deemulsifier: untuk mempermudah pemisahan air dari minyak pelumas. i. Minyak gemuk (greas)
Banyak bagian-bagian mesin yang dirancang sedemikian rupa sehingga pelumas tidak dapat tinggal pada tempatnya. Untuk itu maka minyak pelumas dipertebal dengan mendispersikan sabun, clay atau bahan penebal lainnya. Gemuk untuk keperluan ini dapat dibuat dengan jalan memanaskan campuran minyak dan sabun pada suhu sekitar 300 - 600 oF di dalam sebuah ketel gemuk.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
33
j. Malam (wax)
Senyawa hidrokarbon yang terdapat didalam minyak bumi dengan jumlah atom karbon antara 20 - 75 buah mempunyai titik lebur sekitar 90 - 200 oF. Malam (wax) dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu: - Malam parafin. - Malam mikro kristal. Malam parafin diperoleh dari hasil distilasi parafin ringan, sedangkan malam mikro kristal diperoleh dari hasil distilasi parafin berat. k. Aspal
Aspal adalah bitumen setengah padat atau padat yang berwarna hitam yang berasal dari minyak bumi. Aspal terdiri dari partikel-partikel koloid yang disebut aspalten yang terdispersi didalam resin dan konstituen minyak. Aspal dapat dipisahkan dengan jalan melaritkan nafta. Aspalten yang tidak larut akan mengendap sebagai serbuk berwarna coklat atau hitam. Aspal mempunyai sifat adhesif/lengket dan kohesif (melawan tarikan), tahan terhadap air, tidak terpengaruh oleh asam maupun basa. Aspal digunakan untuk perekat pada konstruksi pengerasan jalan, untuk atap, melapisi saluran pipa sebagai bahan pelindung. l. Bahan-bahan Petrokimia
Banyak
bahan
petrokimia
yang
dapat
dihasilkan
untuk
menunjang
industri-industri lain seperti textil, pertanian dan lain sebagainya.
6. MACAM-MACAM PROSES PENGOLAHAN MIGAS
Untuk membuat agar minyak mentah tersebut dapat digunakan sebagaimana mestinya dan memenuhi persyaratan penggunaannya, sudah barang tentu harus mengalami proses pengolahan terlebih dahulu. Sesuai dengan sifat prosesnya, maka macam proses pengolahan minyak bumi dapat dikelompokkan seperti berikut:
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
34
Proses fisis:
- Distilasi - Extraksi - Absorpsi - Adsorpsi - Kristalisasi - Dsb.
Proses kemis/konversi:
- Cracking - Polimerisasi - Alkilasi - Isomerisasi - Reformasi - Hydrotreating - Dsb. Proses fisis adalah proses yang berlangsung dengan peristiwa fisika, sedangkan proses kemis adalah proses yang berlangsung dengan peristiwa kimia dimana selama proses berlangsung terjadi reaksi kimiawi dalam bentuk peruraian, penggabungan, perubahan struktur kimia, dsb.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
35
BAB 4 CRUDE OIL DESALTING
1. U M U M
Crude oil yang diperoleh dari perut bumi banyak mengandung garam-garam yang terlarud di dalam minyak seperti nickel dan vanadium. Disamping garam-garam yang terlarut di dalam minyak terdapat juga garam-garam yang terlarut di dalam air seperti sodium, magnesium, dan calsium yang berupa senyawa klorida dan sulfat (perhatikan gambar (4-1). Kandungan garam-garam yang terlarut dinyatakan sebagai ppm berat NaCl dan kandungan air dinyatakan dalam % berat. Kandungan BS + W (Bottom Sediment plus Water) biasanya berkisar antara 50 – 150 ppm wt dan 0,1 – 0,5 % berat. Meskipun demikian kadang-kadang juga dijumpai kandungannya sampai 1000 ppm dan 1,2 % berat. Garam-garam tersebut dapat menimbulkan kerak dan korosi pada peralatan unit distilasi maupun unnitunit pengolahan lain. Korosi terjadi setelah crude oil dipanaskan (sekitar suhu 130 o
C) ke atas, di mana garam-garam klorida mulai terhidrolisa dan membentuk HCl.
Gambar (4-1): Crude oil plus air yang mengandung garam
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
36
2. DESALTING
Sebelum crude oil memasuki desalter biasanya mendapatkan pemanasan awal terlebih dahulu di dalam sebuah alat penukar panas (heat exchanger) sampai sehu sekitar 120 – 140 oC. Sekitar 3 – 5 % vol. Air (air proses atau air lunak) ditambahkan ke crude oil sesudah alat penukar panas pertama atau sebelum memasuki desalter vessel, dan sebagian besar lainnya ditambahkan pada lokasi berikutnya (perhatikan gambar (4-2). Campuran crude oil dan air diemulsikan pada sebuah globe type mixing valve dan dimasukkan ke dalam electrical desalter, yang biasanya terdiri dari sebuah horizontal settling vessel yang dilengkapi dengan elektroda tegangan tinggi (10.000 – 20.000 Volt) yang beroperasi dengan arus bolak-balik. Selanjutnya campuran tersebut dipisahkan dengan cara pengendapan gravitasi di dalam bak pengendap dengan bantuan medan listrik. Waktu tinggal yang diperlukan sekitar 20 menit untuk crude ringan dan 45 menit untuk crude berat.
Gambar (4-2): Crude Desalting Unit
Medan listrik menimbulkan muatan listrik pada butiran-butiran air dan mulai terjadi getaran, getaran tersebut mempunyai dua pengaruh sebagai berikut:
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
37
(a) Lapisan antar permukaan (interfacial film) di sekitar butiran air dipecahkan dan menambah luas permukaan butiran yang kemudian diubah bentuknya menjadi ellipsoida. (b) Terjadinya tumbukan menjadi lebih sering sehingga butiran-butiran akan menyatu membentuk butiran yang berukuran lebih besar Air garam (salty water) yang telah menyatu meninggalkan desalter melalui bagian dasar dan melepaskan panasnya di dalam sebuah alat penukar panas untuk memanaskan air proses atau air segar yang akan diumpankan ke desalter. Air garam yang keluar dari desalter biasanya dikirim ke sour water stripper (SWS) untuk diturunkan kandungan H2S dan kontaminan lainnya sebelum dibuang ke perairan bebas. Crude oil bebas garam (desalted crude oil) meninggalkan desalter melalui bagian puncak dikirim menuju ke satu atau lebih alat penukar panas atau langsung ke sebuah preflah vessel.
3. ELECTRICAL DESALTER
Electrical desalter umumnya dibuat oleh Petrolite, Marsco, atau Howe-Baker. Dua macam electrical desalter yang banyak tersedia di pasaran adalah “high-velocity” cylectric desalter (dibuat oleh petrolite) dan “low-velocity” desalter (dibuat oleh Petrolite, Marsco dan Howe-Baker). Perbedaan antara kedua type tersebut adalah terletak pada konstruksi dan posisi elektroda dan crude inlet nozzles. Pada Cylectric desalter emulsi crude-air didispersikan langsung ke medan listrik melalui bagian atas vessel dengan menggunakan nozzle khusus, yakni aliran masuk diarahkan secara horisontal di antara elektroda. Pada low velocity desalter emulsi di masukkan di bawah elektroda melalui bagian dasar vessel dengan menggunakan pipa distributor.
4. VARIABEL OPERASI DESALTING
Ada lima variabel yang harus betul-betul diperhatikan dalam operasi desalting secara rinci dapat dijelaskan seperti berikut:
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
38
a). Suhu operasi
Rentang suhu operasi yang ditetapkan biasanya didasarkan pada densitas, viskositas, daya hantar listrik dan BS + W content dalam crude oil. Batas suhu minimum biasanya ditentukan oleh viskositas crude oil, kelarutan kotoran-kotoran yang pada interface dalam fase cair utama, dan perbedaan specific gravity antara air dan crude oil. Batas suhu maksimum biasanya ditentukan oleh kelarutan air di dalam cerude oil dan total water content (dissolved plus entrained water), crude hasil desalting yang disyaratkan tidak boleh lebih tinggi dari 0,5 % wt. Meskipun demikian untuk heavy crude desalting, batasan suhu maksimum juga ditentukan oleh dua faktor berikut: (1). Daya hantar listrik yang naik secara tajam dengan naiknya suhu membentu kebutuan untuk kapasitas transformer lebih besar. (2). Titik interaksi kurva specific gravity untuk air dan crude oil. Suhu operasi ekonomis maksimum adalah sekitar 145 oC dan sekali suhu operasi telah dipilih untuk suatu perancangan tertentu hanya dapat divariasikan dengan batas yang sempit (± 10 oC).
b). Air Proses
Jumlah air proses dapat divariasikan antara 3 dan 7 % vol pada crude intake, laju air ditentukan oleh jumlah garam yang ada di dalam crude oil dan kandungan garam yang tersisa memenuhi syarat dalam desalted crude oil. Dimanapun sedapat mungkin sour water dari catalytic cracking unit, crude distilling unit, hydrotreater dan hydrodesulfurizer harus digunakan untuk desalting. Jenis air lain misalnya dari high vacuum unit, bitumen blowing unit, steam naphtha cracker dan thermal cracker water dapat meningkatkan untuk emulsi, oleh karena itu harus dihindari. Untuk menjamin tidak terjadinya kerak dan dapat memberikan hasil pemisahan garam dianjurkan harus menggunakan air lunak. Petrolite menetapkan maksimum kandungan garam sadah tetap dalam air 85 ppm wt. Sebagai CaCO3.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
39
Komposisi maksimum yang diijinkan pada air jernih untuk desalting adalah sebagai berikut: Total dissolved solid
: max. 625 ppm wt
Total hardness (sebagai CaCO3)
: max. 140 ppm wt
Chloride content (sebagai Cl-)
: max. 263 ppm wt
Sulphate content (sebagai SO4--)
: max. 63 ppm wt
PH
: 6,7 – 7,0
Untuk menjamin kontak yang baik antara air dan crude oil minimum jumlah air yang diperlukan adalah 5 % vol. dari total air pada crude intake. Jika jumlah air tersebut tidak tersedia, sirkulasikan sebagian dari air effluent (direkomendasikan tidak lebih dari 1 : 1).
c). Pressure drop pada mixing valve
Sebuah globe-type mixing valve digunakan untuk mencampurkan air dan crude oil, untuk mendapat percampuran yang baik dianjurkan pressure drop di dalam mixing valve sekitar 1,0 – 2,0 kg/cm2. Pressure drop yang terlalu rendah dapat mengakibatkan pencampuran kurang sempurna, sebaliknya jika pressure drop yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan emulsi yang terbentuk relatif stabil. Untuk pemrosesan slop, pressure drop harus dijaga mendekati angka minimum, hal ini dikarenakan slop mempunyai kecenderungan membentuk emulsi yang stabil, dalam beberapa hal dianjurkan untuk menambahkan demulsifier agent jika diperlukan. Maksimum jumlah slop yang diproses secara kontinyu telah ditetapkan 2 % dari feed.
d). Demulsifier
Jenis dan jumlah demulsifier yang dibutuhkan untuk diinjeksikan tergantung pada jenis crude oil dan/atau pada impurities yang ada di dalam crude oil. Untuk alasan keselamatan, semua desalter harus dilengkapi dengan fasilitas injeksi demulsifier.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
40
Jenis demulsifier umum yang sering digunakan adalah Tretolite R-35 (Petreco) dan Nalco 537-D (Howe-Baker). Jika crude oil yang khususnya sulit untuk dipisahkan garamnya, maka demulsifier khusus untuk keperluan tersebut dapat dipesan pada pabrik pembuatnya. Dua macam demulsifier untuk keperluan ini adalah “water-soluble type” dan “crude-soluble type”, Dalam kenyataannya tergantung pada rekomendasi pabrik pembuat desalter atau pabrik kimia yang memproduksi demulsifier. Jumlah sebenarnya demulsifier yang diinjeksikan harus ditetapkan oleh hasil pengujian. Untuk pemrosesan slop, secara perkiraan jumlah demulsifier telah ditetapkan sekitar 2 – 7 ppm wt. Namun demikian injeksi demulsifier dalam kaitannya dengan injeksi slop direkomendasikan sebagai berikut: Injeksi slop % wt on crude
Jenis demulsifier
Jumlah ppm wt. On crude
1,5 – 2,0 (continuously)
Nalco 537-D Tretolite R-35
1,5 – 7,0 5,0
2,5 – 4,0 (intermittently)
Nalco 537-D
5,0 – 10,0
e). Tekanan operasi di dalam desalter vessel
Jika crude oil dan/atau air mendidih di dalam desalter vessel akan menimbulakn turbulensi tinggi dan pencampuran berulang crude oil dan air, dengan demikian akan menyulitkan pengendapan; selanjutnya pembentukan gelembung gas akan memicu pembentukan electrical “flash over”. Untuk mencegah terjadinya hal ini, tekanan operasi di dalam vessel biasanya diatur sekurang-kurangnya 1,7 kg/cm2 di atas tekanan sistem. Yang dimaksud tekanan sistem adalah jumlah dari tekanan uap crude oil dan tekanan uap air.
5. PENGALAMAN OPERASI
Berdasarkan pengalaman operasi telah menunjukkan bahwa banyak keuntungankeuntungan dan persoalan-persoalan yang timbul baik terhadap peralatan maupun operasinya.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
41
a). Manfaat desalter
Berikut adalah manfaat yang diperoleh dari desalter: (1). Menurunkan biaya operasi Dengan melakukan penyempurnaan desalter dapat menurunkan 50 – 70 % caustic soda dan ammonia yang diperlukan untuk netralisasi. Konsumsi bahan bakar dapat ditekan karena terbentuknya kerak di dalam furnace maupun alat penukar panas dapat ditekan. Kebutuhan bahan kimia dan tenaga kerja untuk pembersihan dapat ditekan karena terbentuknya kerak dapat ditekan. (2). Menurunkan kandungan garam fuel oil dan bitumen Akibat lain karena menurunnya konsumsi caustic soda adalah bahwa kadungan garam tersisa (Na+) dalam bahan bakar juga menurun (3). Operasi kilang lebih lancar Adanya desalter membantu kelancaran operasi distilling unit karena desalter dapat mencegah terjadinya penyumbatan. Harus diingat bahwa preflash vessel juga dapat berperan sebagai buffer. (4). Kontribusi positif terhadap persoalan pencemaran air. Dapat menurunkan kandungan phenol sampai batas yang disyaratkan dalam stripped sour water jika pemrosesan sour water digunakan sebagai wash water dalam desalter.
c). Persoalan yang terjadi setelah pemasangan desalter
Beberapa persoalan yang telah ditimbulkan setelah pemasangan desaalter dapat dijelaskan sebagai berikut: (1). Menurunnya efisiensi desalter ketika crude oil lain selain crude oil yang dirancang diproses. Hal ini disebabkan oleh karena menurunnya suhu operasi di dalam desalter yang dapat menurunkan proses desalting. (2). Pembentukan emulsi di dalam desalter vessel, tingkat ketergantungan terhadap jenis air proses yang digunakan. Jika air berasal dari high vacuum unit (sour water) dapat menimbulkan emulsi, oleh karena itu
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
42
sebelum digunakan harus dilewatkan terlebih dahulu ke sour water stripper. (3). Pembentukan emulsi di dalam desalter vessel, tingkat ketergantungan terhadap jenis crude oil dan slop yang diproses. Pemrosesan slop yang mengandung bahan-bahan rengkahan atau teroksidasi akan memicu terbentuknya emulsi yang stabil di dalam desalter. Untuk light slop, straight-run slop dan hydrotreating slop dapat diproses secara kontinyu sampai maksimum 1 – 2 % wt. atau untuk intermediate slop sampai 3 – 4 % wt. On crude tanpa menimbulkan gangguan. Stabilitas emulsi tergantung pada jenis crude oil yang diproses, jenis wash water yang digunakan, suhu, laju air yang diinjeksikan, harga BS+W dan pressure drop dalam mixing valve. Sebagai contoh naphthenic crude cenderung menstabilkan emulsi. Pemrosesan crude oil yang kandungan BS+W tinggi akan meningkatkan kecenderungan pembentukan emulsi. (4). Terjadinya korosi pada bagian bawah desalter vessel dan rundown water piping. Korosi yang terjadi umumnya dikarenakan adanya endapan lumpur, erosi yang disebabkan oleh sludge yang terbawa air dapat menimbulkan erosi pada bagian pipa atau valve. Pengendapan slude dapat terjadi karena pemrosesan crude berat, pengembalian slop dari oil catcher, wash water yang mengandung oksida besi dan kalsium karbonat atau jenis padatan lain. Untuk menghindari hal tersebut dapat dilakukan dengan melapisi bagian-bagian dimana sludge berada dengan menggunakan cat pelapis seperti misalnya silica-EPIKOTE paint. Dapat juga dilakukan dengan memasang steam jet yang berfungsi untuk membantu membuang sludge dan memecahkan emulsi. Jika harga pH wash water turun hingga di bawah harga normal (7 – 8,5), maka harus diinjeksikan caustic soda untuk menaikkannya
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
43
(5). Pembentukan kerak di dalam alat penukar panas setelah desalter. Pada suhu sekitar 150 oC semua air bebas akan terlarut dan meninggalkan kristal garam dalam bentuk suspensi di dalam crude oil. Kristal garam yang terbentuk akan menempel pada dinding tube sebagai kerak yang akan menghambat proses perpindahan panas. (6). Kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan penentuan garam dan repeatability of the analysis. Persoalan analisis adalah terletak pada penentuan kandungan garam dalam crude oil. Tahapan kritis adalah pada saat ekstraksi garam-garam dari crude oil.
6. CHEMICAL DESALTING
Jika waktu penyimpanan di dalam tangki cukup lama, maka harus dilengkapi dengan coil pemanas dan fasilitas-fasilitas untuk menambahkan demulsifier dan sekitar 1 % vol air yang memenuhi syarat untuk desalting. Meskipun cara chemical desalting ini dapat menjadi lebih murah daripada electrical desalting, namun harus diingat bahwa biaya pemeliharaan bisa menjadi lebih mahal.
7. NETRALISASI HCl
Ketika crude oil dipompakan ke crude desalting unit masih mengandung sejumlah tertentu air yang mengandung garam, hal ini dapat menimbulkan korosi pada bagian atas desalter. Adanya garam-garam MgCl2, CaCl2, NaCl sebagian akan terhidrolisa pada suhu sekitar 120 oC, dan HCl akan terbentuk di dalam alat penukar panas dan furnace. HCl tidak akan menimbulkan korosi sepanjang dalam keadaan kering, tetapi pada lokasi dimana terjadi pengembunan uap air seperti pada bagian puncak kolom distilasi asam klorida akan terbentuk dan korosi akan terjadi. Untuk menghindari hal tersebut, bahan konstruksi yang digunakan harus terbuat dari Monel atau logam paduan tahan korosi, dan cara yang paling murah adalah dengan menetralkan HCl yang terbentuk. Bahan kimia yang dapat digunakan untuk menetralisir adalah caustic soda atau ammonia.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
44
BAB 5 DISTILASI
1. U M U M
Distilasi adalah salah satu teknik pemisahan yang didasarkan atas perbedaan volatility atau titik didih komponen-komponen dalam campuran. Proses ini dilakukan didalam sebuah kolom yang didalamnya dilengkapi alat kontak yang tersusun diatas tray dengan jarak antara tray tertentu. Untuk pemisahan yang sangat komplek sering kali digunakan lebih dari satu kolom, dan untuk mendapatkan kemurnian yang tinggi pada hasil puncak dapat dilakukan dengan cara mengembalikan sebagian kondensat melalui puncak kolom tersebut sebagai reflux. Karena dari kolom ini diperoleh produk dalam berbagai fraksi maka proses ini dikenal sebagai distilasi fraksional atau fraksinasi. Di dalam proses distilasi mencakup kegiatan proses penguapan dan pengembunan.
Proses penguapan:
Campuran larutan dipanaskan pada suhu tertentu sehingga komponen-komponen yang lebih ringan akan lebih banyak berubah fasenya menjadi uap.
Proses pengembunan:
Uap yang terbentuk didinginkan kemudian berubah fasenya menjadi cair kembali dan kemudian ditampung di dalam tempat penampungan. Didalam proses distilasi terjadi dua kejadian lain yaitu transfer panas dan transfer masa. Transfer panas berlangsung pada saat campuran diberi panas dari sumber panas tertentu. Transfer masa ditunjukkan oleh adanya perubahan fase cair menjadi uap dan demikian juga sebaliknya, berkurangnya masa cairan sebanding dengan bertambahnya masa uap. Fase uap kontak dengan fase cair dan sekaligus terjadi transfer masa dari cairan ke uap dan dari uap ke cairan. Di dalam fase cair dan uap biasanya mengandung komponen-komponen sama tetapi berbeda jumlahnya. Sebagai contoh distilasi sederhana untuk memisahkan larutan yang terdiri dari dua komponen A dan B (biner) seperti yang ditunjukkan dalam Gambar (5-1).
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
45
Komponen A adalah lebih volatile (atau lebih mudah menguap) sedangkan komponen B kurang volatile. Feed (umpan) memasuki kolom distilasi berupa campuran yang terdiri dari komponen A dan B pada suhu TF. Di dalam kolom distilasi campuran tersebut terpisah berdasarkan titik didihnya, yang mempunyai titik didih rendah berupa uap dan keluar melalui bagian puncak kolom dan setelah dilewatkan melalui condenser berubah fasenya menjadi cair (condensate) pada suhu TC. Sedangkan yang mempunyai titik didih lebih besar keluar melalui bagian dasar kolom berupa cairan kemudian didinginkan oleh cooler dan keluar pada suhu TR.
Gambar (5-1): Skema Distilasi Sederhana
Dalam praktek, hasil puncak tidak pernah mencapai kemurnian 100 % A, demikian pula untuk hasil bawah (bottom product) tidak pernah mencapai kemurnian 100 % B. Untuk mendapatkan kemurnian hasil yang lebih tinggi, maka di dalam kolom distilasi dilengkapi dengan peralatan kontak yang tersusun secara bertingkat.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
46
2. MACAM-MACAM PROSES DISTILASI
Menurut tekanan kerjanya proses distilasi dibedakan dalam tiga macam sebagai berikut: •
Distilasi atmosferik (Atmospheric distillation)
•
Distilasi hampa (Vacuum distillation)
•
Distilasi bertekanan (presurized distillation)
Distilasi atmosferik adalah distilasi yang tekanan kerjanya sebagaimana tekanan atmosfir, distilasi hampa adalah distilasi yang tekanan kerjanya dibawah tekanan atmosfir, sedangkan distilasi bertekanan adalah distilasi yang tekanannya diatas tekanan atmosfir. Dengan distilasi hampa dimaksudkan untuk menurunkan titik didih sehingga suhu operasinya dapat lebih rendah dari pada suhu pada distilasi pada
tekanan
atmosfir.
Cara
ini
diterapkan
untuk
memisahkan
komponen-komponen minyak berat (misalnya gasoil dalam residu) yang mana apabila dilakukan dengan metoda distilasi atmosferik harus pada suhu kerja yang amat tinggi, dan hal ini dapat mengakibatkan perengkahan (cracking) dan bahkan dapat menimbulkan pembentukan arang (cooking) pada dinding tube yang tidak dikehendaki dalam proses ini. Distilasi hampa dalam pelaksanaannya biasanya digabung secara integral dengan distilasi atmosferik, yang mana residu yang diperoleh dari distilasi atmosferik selanjutnya dipisahkan lagi fraksi-fraksi yang masih terikut didalamnya dengan cara distilasi hampa. Distilasi bertekanan banyak diterapkan untuk memisahkan komponen-komponen yang sangat ringan yang pada tekanan atmosfir suhu operasinya harus jauh dibawah suhu atmosfir dan hal ini tidak mungkin dapat dilakukan dengan mudah. Cara ini biasanya untuk memisahkan campuran antara metane, etane, propane dan butane atau untuk memisahkan nitrogen dari udara.
3. PERALATAN UTAMA DI DALAM UNIT DISTILASI
Banyak macam peralatan yang digunakan dalam unit distilasi, beberapa peralatan utama yang perlu dikenal diantaranya adalah:
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
47
a. Kolom distilasi
Kolom distilasi yang berbentuk bejana silinder yang terbuat dari bahan baja dimana di dalamnya dilengkapi dengan alat kontak yang berfungsi untuk memisahkan komponen-komponen campuran larutan. Beberapa sambungan yang dipasang pada kolom adalah untuk saluran umpan, hasil puncak, reflux, reboiler, hasil samping, steam serta hasil bawah.
b. Kolom stripper
Bentuk dan konstruksi stripper seperti kolom distilasi hanya pada umumnya ukurannya lebih kecil. Peralatan ini berfungsi untuk menajamkan pemisahan komponen-komponen dengan cara mengusir atau melucuti fraksi-fraksi yang lebih ringan di dalam produk yang dikehendaki. Prosesnya adalah penguapan biasa, yang secara umum untuk membantu penguapan diinjeksikan steam dari bagian dasar stripper.
c. Furnace (dapur)
Furnace yang dimaksud disini adalah berfungsi sebagai tempat mentransfer panas yang diperoleh dari hasil pembakaran bahan bakar. Di dalam dapur terdapat pipa pemanas yang etrsusun sedemikian rupa sehingga proses perpindahan panas dapat berlangsung sebaik mungkin. Minyak yang dialirkan melalui pipa-pipa tersebut akan menerima panas dari hasil pembakaran di dalam dapur hingga suhunya o
o
mencapai sekitar 300 C - 350 C, kemudian masuk kedalam kolom distilasi untuk dipisahkan komponen-komponennya.
d. Heat Exchanger (HE)
Heat exchanger atau alat penukar panas berfungsi untuk berlangsungnya proses perpindahan panas antara fluida satu ke fluida lain yang saling mempunyai kepentingan. Sebagai contoh crude oil dengan residu, dimana crude oil membutuhkan panas sedangkan residu perlu melepaskan panas. Dengan demikian melalui pertukaran panas ini dapat dimanfaatkan panas yang seharusnya terbuang, dan apabila dinilai dari segi ekonominya hal ini akan memberikan penghematan biaya operasi.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
48
e. Condenser
Sebagaimana hasil puncak yang berupa uap kiranya tidak dapat ditampung dalam bentuk demikian, oleh karena itu perlu diembunkan hingga bentuknya berubah menjadi kondensat. Untuk mengembunkan uap tersebut harus dilewatkan kedalam condenser, dan umumnya yang digunakan sebagai media pendingin adalah air. Panas yang diserap didalam condenser sebagaimana panas pengembunannya (untuk merubah fase uap menjadi fase cair) dalam hal ini setara dengan panas latennya. Secara teoritis penyerapan panas didalam condenser tanpa diikuti dengan perubahan suhu.
f. Cooler
Bentuk dan konstruksi cooler seperti halnya pada condenser, hanya fungsinya yang berbeda. Cooler berfungsi sebagai peralatan untuk mendinginkan produk yang masih mempunyai suhu tinggi yang tidak diijinkan untuk disimpan di dalam tangki. Jika condenser fungsinya untuk mengubah fase uap hingga menjadi bentuk cair, maka cooler lain halnya, yaitu hanya untuk menurunkan suhu hingga mendekati suhu sekitarnya atau suhu yang aman. Jika didalam condenser yang diserap adalah panas latennya, lain halnya di dalam cooler yang diserap adalah panas sensibelnya, yaitu panas untuk perubahan suhu tanpa diikuti perubahan fase.
g. Separator
Sesuai dengan namanya, peralatan ini berfungsi untuk memisahkan dua zat yang tidak saling melarutkan, misalnya gas dan cairan, minyak dan air dan lain sebagainya. Prinsip pemisahannya adalah berdasarkan pada perbedaan densitas antara kedua fluida yang akan dipisahkan. Semakin besar perbedaan densitas antara kedua fluida maka akan semakin mudah dalam pemisahannya.
4. VARIABEL PROSES
Pengaturan variabel proses adalah penting sekali untuk mendapatkan kwalitas maupun kwantitas produk yang dikehendaki. Perubahan variabel proses akan
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
49
mengakibatkan penyimpangan yang menyuluruh terhadap mutu maupun jumlah produk. Oleh karena itu kontrol terhadap kwalitas produk dilaboratorium sangat penting artinya untuk mengendalikan/mengatur variabel proses. Variabel proses yang pokok dan perlu dikendalikan secara cermat di dalam proses distilasi adalah: •
Suhu
•
Tekanan
•
Laju alir (flow rate)
•
Tinggi permukaan cairan (level) didalam kolom
4.1. Suhu
Pengaruh suhu di dalam suatu proses distilasi merupakan faktor yang sangat menentukan, karena pada proses ini terjadi pemisahan atas komponen-komponen campuran berdasarkan titik didihnya. Pengaruh suhu operasi yang terlalu tinggi pada crude oil akan menimbulkan perengkahan (cracking) di dalam tube yang kemudian dapat berkelanjutan pembentukan coke (coking) didalam tube yang efeknya dapat menghambat transfer panas, dan bahkan dapat merusak tube karena panas yang berlebihan (overheating) pada dinding tube. Pengaruh suhu operasi yang terlalu tinggi pada kolom fraksinasi dapat dilihat dengan mudah melalui hasil analisis laboratorium. Jika suhu didalam kolom fraksinasi terlalu tinggi akan mengakibatkan naiknya titik didih akhir (Final Boiling Point) hasil puncak atau naiknya titik didih awal (Initial Boiling Point) hasil bawah (bottom product). Demikian pula sebaliknya jika suhu di dalam kolom fraksi nasi terlalu rendah.
4.2. Tekanan
Untuk distilasi atmosferik, pengaruh tekanan tidak begitu tampak, tidak seperti distilasi hampa atau distilasi bertekanan. Pengaturan tekanan biasanya bervariasi dengan pengaturan suhu operasi. Pengaruh tekanan di dalam kolom fraksinasi
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
50
yang terlalu tinggi akan mengakibatkan tidak sempurnanya fraksinasi di dalam kolom, dan disamping itu kemampuan peralatan juga akan membatasi hal tersebut. Pengaruh tekanan operasi yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan naiknya titk didih dengan kata lain penguapan akan menjadi lebih sulit. Dalam hal ini dapat dilihat dari hasil analisis laboratorium, jika tekanan didalam kolom fraksinasi naik akan mengakibatkan titik didih akhir hasil puncak akan menjadi rendah dan demikian pula titik didih awal hasil bawah juga menjadi rendah. Demikian pula sebaliknya jika tekanan di dalam kolom fraksinasi terlalu rendah.
4.3. Laju alir (Flow rate)
Biasanya pengaruh laju alir berpengaruh terhadap tingginya permukaan cairan (level) di dalam kolom fraksinasi ataupun stripper. Jika aliran masuk kedalam kolom terlalu besar akan mengakibatkan naiknya permikaan cairan didalam kolom karena tidak sebanding dengan laju penguapan yang terjadi di dalam kolom. Dan akibat terhadap hasil bawah akan menurunkan titk didih awal dan flah point. Jika perubahan aliran terjadi pada hasil samping (side stream) maka pengaruhnya adalah terhadap titik didih awal, titik didih akhir dan flash point produk tersebut. Perubahan laju alir juga dapat mempengaruhi kesetabilan suhu. Hal tersebut dapat dilihat pada jumlah aliran dari feed sewaktu melalui dapur. Bila pada suatu saat jumlah aliran terlalu kecil, maka sejumlah panas yang diterima oleh crude oil di dalam tube akan menaikkan suhu yang cukup tinggi karena jumlah panas tidak sebanding dengan jumlah aliran crude yang dipanasi sehingga untuk aliran yang rendah akan menerima panas yang berlebihan. Jika peristiwa ini berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama dapat menimbulkan efek sampingan yaitu terjadinya perengkahan yang kemudian berlanjut terjadi pembentukan coke. Dengan terbentuknya coke akan menghalangi transfer panas yang kemudian panas akan terakumulasi di dalam tube dan menimbulkan pemanasan setempat (hot spot) yang selanjutnya menimbulkan panas yang berlebihan (overheating), bengkoknya
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
51
tube (tube bending), bergesernya tube (tube sagging) yang semuanya itu dapat menimbulkan kerusakan fatal bahkan kebocoran dan kebakaran.
4.4. Tinggi permukaan cairan (level)
Tinggi rendahnya permukaan cairan di dalam kolom fraksinasi akan mempengaruhi keadaan cairan pada tiap-tiap tray. Bila permukaan cairan pada down comer suatu tray terlalu tinggi, maka hal ini akan menimbulkan peristiwa banjir (floading), cairan akan meluap dan tumpah ke tray di bawahnya, dan mengakibatkan produk pada tray dibawahnya akan terkontaminasi oleh fraksi ringan dan mutunya rusak (off spec). Demikian pula bila permukaan cairan pada dasar kolom terlalu tinggi maka akan menimbulkan kemungkinan produk pada tray diatasnya akan menjadi off spec karena kemasukan fraksi berat. Demikian pula sebaliknya jika permukaan cairan di dasar kolom terlalu rendah maka kemungkinan timbulnya loss suction pada pompa besar sekali. Untuk menjaga kesetabilan permukaan cairan pada dasar kolom biasanya dikendalikan dengan sistem kontrol yang dapat bekerja secara otomatis.
5. TEKANAN DAN HUKUM GAS IDEAL 5.1. Tekanan
Ada tiga cara untuk menyatakan tekanan yang bekerja di dalam fluida atau sistem. Tekanan udara atmosfir yang dinyatakan sebagai 1 atm adalah sama dengan 760 mm Hg pada 0 oC, 29,921 inch Hg, 0,760 m Hg, 14,696 lb force per square inch (psi), atau 33,90 ft H2O pada 4 oC. Tekanan lebih (gage pressure) adalah tekanan di atas tekanan atmosfir sebagaimana umumnya yang ditunjukkan oleh alat pengukur tekanan. Tekanan mutlak (absolute pressure) adalah tekanan yang sekalanya diukur mulai dari tekanan udara 0 atm, dengan kata lain tekanan absolut sama dengan tekanan lebih ditambah 1 atm. Sebagai contoh jika suatu bejana mempunyai tekanan yang ditunjukkan oleh alat pengukur sebesar 2 atm gage
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
52
(atg), maka tekanan mutlaknya sama dengan 2 + 1 = 3 atm absolut (ata), perhatikan gambar 1 berikut.
Gambar. (5-2): Skala tekanan gage dan absolute
Di dalam beberapa kasus, khususnya dalam pengupan tekanan dinyatakan sebagai inch air raksa (inch Hg) vakum, artinya tekanan tersebut diukur sebagai inch Hg diukur dibawah tekanan barometrik absolut. Sebagai contoh, suatu pembacaan dari alat ukur menunjukkan 25,4 inch Hg, maka besarnya tekanan vakum adalah 29,92 - 25,4 = 4,52 inch Hg absolut.
5.2. Hukum Gas Ideal
Gas ideal dinyatakan sebagai gas pada kondisi atmosfir berupa gas sempurna (tidak sebagianpun yang menyusut volumenya karena tekanan, apa lagi terkondensasi). Dengan kata lain gas ideal adalah gas yang menduduki volume ruangan sebagaimana volume molekul-molekulnya sendiri. Perilaku gas ideal mengikuti hukum-hukum gas ideal. Gas nyata (real gas) dinyatakan gas yang
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
53
tidak mengikuti hukum-hukum gas ideal karena volume ruangan yang diduduki tidak menggambarkan volume molekul-molekulnya sendiri. Umumnya gas pada kondisi tekanan yang cukup tinggi dikatakan sebagai gas tidak sempurna, oleh karena itu diperlukan koreksi dalam melakukan perhitungan-perhitungan. Hukum gas ideal yang oleh Boyle keadaannya dinyatakan bahwa volume gas berbanding langsung terhadap suhu absolutnya dan berbanding terbalik terhadap tekanannya absolutnya. Secara matematis dinyatakan seperti berikut: pV = nRT dimana: p = tekanan absolut, N/m2 V = volume gas, m3 n = jumlah molekul, kgmol T = suhu absolut, K R = konstanta gas, 8314,3 kg.m2/kgmol.s2.K Jika volume gas dinyatakan dalam satuan ft3, n dalam lbmol, dan T dalam oR, maka R mempunyai harga 0,7302 ft3.atm/lbmol.oR. Untuk satuan cgs, V = cm3, T = K, R = 82,057 cm3.atm/gmol.K, dan n = gmol. Besaran gas biasanya dinyatakan dalam volume (m3) pada kondisi standar dengan tujuan agar dapat dibandingkan. Mengacu pada rekomendasi AGA dan API, keadaan standard yang disebut “standard condition of temperature and pressure” (disingkat STP atau SC) yang dalam sistem satuan internasional (SI) dinyatakan pada tekanan 101,325 kPa (1,0 atm) absolute dan suhu 288,15 K (15 oC). Dalam satuan British volume dinyatakan ft3, tekanan 14,73 psia (101,563 kPa) dan suhu 60 oF (15,56 oC). Dalam acuan juga sering menggunakan keadaan normal yang disebut “normal condition of temperature and pressure” (disingkat NTP atau NC) yang dalam
system satuan international (SI) dinyatakan pada tekanan 101,325 kPa absolute dan suhu 273,15 K (0 oC). Dibawah kondisi ini volume gas dinyatakan sebagai berikut:
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
54
volume 1 kgmol (NC) = 22,414 m3 volume 1 gmol (NC) = 22,414 liter = 22414 cm3 volume 1 lbmo (NC) = 359,05 ft3
Contoh 5-1:
Hitung harga konstanta gas R jika tekanan dinyatakan dalam satuan psia, mol dalam lbmol, voulme dalam ft3, dan suhu dalam oR. Ulangi untuk satuan SI.
Penyelesaian:
Pada kondisi standard: p = 14,7 psia V = 359 ft3 T = 460 + 32 = 492 oR ( 273,15 K) n = 1 lbmol Gunakan persamaan: R =
Dalam satuan Inggris: R =
Dalam satuan SI: R =
pV nT
(14,7 psia) (359 ft 3 ) (1 lbmol) (492 o R)
(1,01325 x 10
5
Pa
= 10,73
) (22,414 m )
(1 kgmol) (273,15 K)
ft 3 . psia lbmol. o R
3
= 8314
m 3 . Pa kgmol. K
Untuk berbagai kondisi dapat dinyatakan dalam persamaan-persamaan seperti berikut: p 1 V1 = n R T1 p 2 V2 = n R T2
Jika dibandingkan:
T p 1 V1 = 1 T2 p 2 V2
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
55
Contoh 5-2:
10 liter gas nitrogen (N2) mempunyai tekanan 1,2 atm absolute dan suhu 100 oC ditekan hingga mencapai 3,0 atm absolute dan kemudian didinginkan hingga suhunya menjadi 50 oC. Hitung jumlah molekul gas nitrogen tersebut dan volume akhir dalam satuan liter dan m3.
Penyelesaian: p 1 V1 R T1
Gunakan persamaan: n =
dimana: p1 = 1,2 atm V1 = 10 liter T1 = 273,2 + 100 = 373,2 K R = 0,08205 liter.atm/gmol.K n =
(1,2 atm) (10 liter ) ⎛ liter. atm ⎞ ⎜ 0,08205 ⎟ ( 373,2 K) gmol. K ⎠ ⎝
= 0,393 gmol
Untuk menghitung volume akhir: Gunakan persamaan: V2 =
n R T2 p2
dimana: p2 = 3,0 atm T2 = 273,2 + 50 = 323,2 K ⎛ ⎝
( 0,393 gmol) ⎜ 0,08205 V2 =
liter. atm ⎞ ⎟ (323,2 K) gmol. K ⎠
3,0 atm
= 3,46 liter
Alternatif lain: V2 =
T2 p 1 V1 = T1 P2
(323 K) (1,2 atm) (10 lietr ) (373,2 K) (3,0 atm)
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
= 3,46 liter = 0,00346 m 3
56
5.3.
Campuran Gas Ideal
Konsep “gas ideal”, “cairan ideal”, “campuran gas ideal”, dan “campuran cairan ideal” telah membentuk basis untuk berbagai hubungan kuantitatif dalam membahas kesetimbangan. Prinsip dasar yang berkaitan dengan distilasi adalah hukum Dalton yang menjelaskan tentang tekanan parsial, dan hukum Raoult yang mengkaitkan tekanan yang ditimbulkan oleh suatu komponen dalam fase uap dari suatu campuran gas terhadap konsentrasi dalam fase cair dan tekanan uapnya. Dalam keadaan ideal, hukum Raoult dapat didefinisikan untuk fase uap-cairan dalam kesetimbangan seperti berikut: p i = p *i x i dimana: pi = tekanan parsial komponen i dalam fase uap p *i = tekanan uap komponen i xi = fraksi mol komponen i dalam fase cair Hukum ini hanya berlaku untuk larutan ideal seperti methane-ethane, ethanepropane, propane- butane, dan sebagainya. Banyak sistem berupa larutan ideal atau non ideal mengikuti hukum Henry jika dalam larutan encer. Dalam hukum Henry dinyatakan pi = H x i
dimana: H adalah konstanta Henry (atm/fraksi mol). Jika kedua sisi persamaan tersebut dibagi dengan tekanan total, maka diperoleh persamaan seperti berikut: pi H x i = p p Karena y i =
pi H dan = K , maka persamaan tersebut menjadi p p yi = K x i
dimana K adalah konstanta konstanta atau konstanta Henry (fraksimol gas/fraksi mol cairan), dan ingat bahwa K tergantung pada tekanan total sedangkan H tidak.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
57
Gambar (5-3): Konstanta Kesetimbangan Hidrokarbon pada suhu rendah
Hukum Dalton menyatakan bahwa tekanan total suatu campuran gas sama dengan jumlah dari tekanan parsial masing-masing komponen gas dalam campuran. Secara matematis dinyatakan n
p = ∑ p i = p1 + p 2 + p 3 + ...... + p n 1
Dalton juga menyatakan bahwa tekanan parsial gas ideal sebanding dengan jumlah relatif molekul-molekul gas dalam campuran (atau fraksi mol) yang dinyatakan seperti berikut.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
58
pi = yi p Sedangkan Roult menyatakan bahwa tekanan parsial dalam fase uap berkaitan dengan tekanan uap dan komposisinya (fraksi mol) dalam fase cair sebagaimana dinyatakan dalam persamaan sebelumnya. pi = xi pi*
Gambar (5-4): Konstanta Kesetimbangan Hidrokarbon pada suhu tinggi
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
59
Dengan menggabungkan persamaan Dalton dan Raoult diperoleh suatu pernyataan untuk menjelaskan campuran uap dan cairan ideal dalam keadaan stimbang sebagai berikut. n
n
n
1
1
1
p = ∑ p i = ∑ y i p = ∑ x i .p *i dan untuk komponen tunggal yi p = xipi* Jika suatu cairan ditempatkan dalam sebuah wadah yang tertutup rapat, molekulmolekul cairan akan menguap ke atas permukaan cairan dan memenuhi seluruh ruangan di atas cairan tersebut. Setelah beberapa saat kesetimbangan akan dicapai. Uap tersebut akan memberikan tekanan seperti halnya gas, dan ini disebut sebagai tekanan uap cairan. Besarnya tekanan uap tidak tergantung pada jumlah cairan dalam wadah tersebut. Dengan demikian tekanan uap dapat dinyatakan sebagai tekanan yang diberikan oleh uap yang dalam kesetimbangan dengan cairannya (dalam keadaan jenuh) pada suhu tertentu. Tekanan uap pi* suatu komponen adalah sifat fisis yang unik dari komponen (tidak ada duanya) dan merupakan suatu fungsi dari suhu. Tekanan uap meningkat harganya dengan meningkatnya suhu. Komponen yang mempunyai tekanan uap lebih tinggi dari komponen lainnya dinyatakan bahwa komponen tersebut relatif lebih mudah menguap (lebih volatile). Tekanan uap untuk brbagai zat dapat ditentukan dari tabel atau grafik dalam berbagai pustaka. Hubungan antara tekanan uap dan suhu, Oleh Antoine dinyatakan dalam bentuk persamaan berikut.
log p *i = A -
B C+t
dimana A, B, dan C adalah konstanta untuk suatu komponen tertentu pada rentang suhu yang relatif sempit (biasanya tidak lebih dari 100 oC). Harga konstanta tersebut untuk berbagai macam senyawa dapat ditentukan berdasarkan data tekanan uap pada berbagai suhu. Dreisbach, API Project Report, Perry, dan beberapa ilmuwan lainnya telah menurunkan konstanta Antoine berdasarkan data
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
60
tekanan uap pada berbagai suhu. Konstanta Antoine untuk beberapa senyawa dapat dilihat dalam tabel (5-1).
Tabel (5-1): Konstanta Antoine Senyawa
Acetylene Benzene 1,2-Butadiene 1,3-Butadiene n-Butane i-Butane 1-Butene cis-2-Butene trans-2-Butene Ethane Ethanol Ethylbenzene Ethylene n-Hexane n-Heptane 2-Heptene 1-Hexene Methane Methanol n-Nonane n-Octane 1,3-Pentadiene 1,4-Pentadiene n-Pentane i-Pentane 1-Pentene Propane n-Propanol i-Propanol Propylene Toluene Water 2-Xylene 3-Xylene 4-Xylene Nitrogen CO2 H2S Oksigen
A 8.28096 6.96477 6.77025 6.90060 6.80835 6.78433 6.84242 6.90140 6.84190 6.78960 8.10872 6.95670 6.88202 6.91038 6.95620 6.88929 6.87447 6.94083 7.81604 7.03465 7.01704 6.93627 6.85674 6.85685 6.80518 6.84532 6.81021 8.22986 8.26422 6.85455 6.93637 7.90050 6.96063 6.96645 6.95064 7.35335 8.97082 7.42363 7.14510
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
Konstanta Antoine B 923.449 1240.810 988.103 946.081 937.107 895.586 926.468 972.941 949.613 653.819 1581.831 1423.700 619.855 1187.179 1298.944 1278.428 1167.596 437.614 1440.028 1501.408 1409.155 1107.372 1035.508 1066.400 1026.136 1044.375 805.180 1702.136 1646.386 796.074 1332.421 1599.836 1452.541 1436.981 1428.740 357.674 1070.445 862.544 386.253
C 254.960 223.781 235.485 239.855 239.095 241.223 240.197 238.297 238.829 255.834 224.104 213.120 258.703 225.947 220.304 220.285 226.460 269.685 226.707 210.348 215.136 231.001 234.041 232.141 233.718 233.281 246.999 220.418 223.325 248.063 217.986 220.000 211.564 212.571 212.723 276.202 253.858 250.476 273.789
61
Menurut Dreisbach, konstanta C dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut. C = 239 – 0,19 tB Dimana tB adalah titik didih normal. Sedangkan untuk menentukan harga konstanta A dan B dapat dilakukan dengan menganalogikan
persamaan
Antoine
menjadi
persamaan
yang
dapat
disederhanakan untuk diturunkan dan diintegralkan kembali. Persamaan Antoine yang non linier dapat dianalogikan menjadi persamaan linier sebagai berikut. log p *i = A -
B C+t
→
y=A-x
Jika persamaan linier tersebut diturunkan, maka akan menjadi →
y=A-x x=
B U
→
dy = - dx
dx = - B U -2 dU →
U=t+C
dU = dt
Jika persamaan sebelumnya diintegralkan maka akan diperoleh: U2
t2
U1
t1
∫ dU = ∫ dt
U2 – U1 = t2 – t1 (t2 + C) – (t1 + C) = t2 – t1 y2
U2
y1
U1
-2 ∫ dy = B ∫ U dU
→
y 2 - y 1 = - B (U -21 - U 1-1 )
⎛ 1 1 ⎞⎟ y 2 - y1 = B (U1-1 - U -21 ) = B ⎜ ⎜ t +C t +C⎟ 2 ⎝ 1 ⎠
y -y ⎛ log p *2 log p1* ⎞ 2 1 ⎟⎟ = ⎜⎜ B= 1 1 + + t C t C 2 ⎝ 1 ⎠ t1 + C t 2 + C
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
62
B12 =
log (p 2 /p1 ) 1 1 t1 + C t 2 + C
Contoh 5-3:
Berikut adalah data suhu dan tekanan uap ethane dan propane. Suhu didih, oC
Tekanan, mmHg Ethane
Propane
40
-129,8
-92,4
100
-119,3
-79,6
760
-88,6
-42,1
Tentukan suhu didih kedua senyawa tersebut pada tekanan 3000 mmHg dengan menggunakan persamaan Antoine.
Penyelesaian
Konstanta Antoine ethane ditentukan dengan langkah-langkah perhitungan seperti berikut: C = 239 – 0,19 tB = 239 – 0,19 x (-88,6) = 255,834 B12 =
log (p 2 /p1 ) log (100/40) = = 652,164 1 1 1 1 t 1 + C t 2 + C - 129,8 + 255,834 - 119,3 + 255,834
B13 =
log (p 3 /p1 ) log (760/40) = = 654,187 1 1 1 1 t 1 + C t 3 + C - 129,8 + 255,834 - 88,6 + 255,834
B 23 =
log (p 3 /p 2 ) log (760/100) = = 655,105 1 1 1 1 t 2 + C t 3 + C - 119,3 + 255,834 - 88,6 + 255,834
B AV =
652,164 + 654,187 + 655,105 = 653,819 3
log p *i = A -
B t+C
→
A = log p *i +
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
B t+C
63
A1 = log 40 +
653,819 = 6,78970 - 129,6 + 255,834
A 2 = log 100 +
653,819 = 6,78869 - 119,3 + 255,834
A 3 = log 760 +
653,819 = 6,79042 - 88,6 + 255,834
A AV =
6,78970 + 6,78869 + 6,79042 = 6,78960 3
Konstanta Antoine untuk propane dapat dihitung dengan cara yang sama dan hasilnya ditunjukkan dalam tabel berikut:
Konstanta Antoine
Senyawa
Ethane Propane
A 6,78960 6,81021
B 653,819 805,180
C 255,834 246,999
Suhu didih ethane pada tekanan 3000 mmHg t=
B 653,819 -C= - 255,834 = - 58,45 o C * 6,78960 - log 3000 A - log p i
Suhu didih propane pada tekanan 3000 mmHg t=
B 805,180 -C= - 246,999 = - 5,43 o C * 6,81021 - log 3000 A - log p i
6. PROSES DAN PERALATAN DISTILASI
Di dalam proses distilasi melibatkan penggunaan panas untuk penguapan dan pelepasan panas untuk pengembunan. Seperti yang terlihat dalam Gambar (5-5) menunjukkan terjadinya penguapan dan pengembunan yang dialami dalam proses distilasi.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
64
Berdasarkan suatu kenyataan, bahwa campuran dalam fase uap banyak mengandung
komponen
yang
titik
didihnya lebih rendah. Sebaliknya, campuran dalam fase cair banyak mengandung
komponen
yang
titik
didihnya lebih tinggi. Oleh karena itu, ketika Gambar (5-5): Proses Distilasi
uap
didinginkan
dan
mengembun, kondensat yang dihasilkan banyak mengandung komponen yang lebih mudah menguap.
Pada saat yang sama, campuran semula yang didistilasi akan berkurang kandungan komponen ringannya, dalam hal ini sering dikenal dengan istilah “residu”. Untuk mendapatkan tingkat kemurnian yang tinggi, kolom distilasi harus dirancang untuk mendapatkan hasil pemisahan yang efektif dan efisien. Oleh karena itu banyak kolom distilasi yang dirancang dengan menggunakan sistem pemisahan bertingkat. Meskipun banyak orang telah mengetahui apa arti distilasi, namun perlu diktehui juga aspek-aspek penting yang berikut ini, bahwa: •
Distilasi adalah teknik pemisahan yang paling banyak digunakan
•
Distilasi memerlukan energi untuk penguapan maupun pengembunan
•
50 % lebih dari biaya operasi pabrik adalah untuk distilasi
Cara terbaik untuk menurunkan biaya operasi adalah dengan meningkatkan efisiensinya hingga mencapai titik optimum. Untuk melakukan hal tersebut perlu memahami dasar-dasar distilasi dan bagaimana sesungguhnya sistem distilasi dirancang. Beberapa hal dalam istilah yang digunakan sebagai dasar untuk memahami dasar-dasar distilasi adalah sebagai berikut: •
Jenis kolom
•
Peralatan pokok dan operasinya
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
65
•
Bahan konstruksi kolom
•
Reboiler
•
Kesetimbangan uap-cairan
•
Perancangan kolom distilasi
•
Faktor-faktor yang mempengaruhi operasi kolom
6.1. Jenis Kolom Distilasi
Banyak jenis kolom distilasi yang dirancang untuk melakukan pemisahan dengan tujuan tertentu dan sesuai dengan tingkat kesulitannya. Salah satu cara yang digunakan untuk mengklasifikasikan kolom distilasi adalah berdasarkan cara operasinya, yakni batch-column atau continuous-column.
Batch-Column
Cara pengoperasian batch-column dilakukan dengan memasukkan umpan ke dalam kolom kemudian umpan diuapkan hingga mencapai suhu tertentu untuk menghasilkan produk yang dikehendaki telah tercapai. Setelah itu sisa penguapan di keluarkan dari kolom sampai bersih. Selanjutnya kolom diisi umpan lagi dan dilakukan penguapan lagi seperti sebelumnya, dan cara ini dilakukan berualngulang.
Continuous-Column
Umpan dimasukkan ke dalam kolom secara terus-menerus, demikian pila hasil distilasi dikeluarkan dari kolom secara terus-menerus. Cara operasi seperti ini banyak diterapkan karena lebih efektif dan efisien (lebih cepat dan lebih murah). Continuous-column dapat diklasifikasikan lagi sesuai dengan jumlah komponen umpannya, jumlah pruduknya, letak masuknya umpan tambahan, dan jenis alat kontak yang berada di dalam kolom.
Sesuai dengan jumlah komponen umpannya: Binary column: umpannya hanya mengandung dua komponen. Multi-component column: umpannya mengandung lebih dari dua komponen.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
66
Sesuai dengan jumlah produknya: Multi-product column: kolom mempunyai lebih dari dua aliran produk.
Sesuai dengan letak masuknya umpan tambahan: Extractive distillation: letak masuknya umpan berada di daerah aliran produk
bawah (bottom). Azeotropic distillation: letak masuknya umpan berada di daerah aliran produk atas
(top).
Sesuai dengan jenis alat kontak yang berada di dalam kolom: Tray column: alat kontak yang digunakan untuk mempertahankan kontaknya
cairan dan uap di dalam kolom berupa tray. Packed column: alat kontak yang digunakan untuk mempertahankan kontaknya
cairan dan uap di dalam kolom berupa packing.
6.2. Peralatan Pokok dan Operasinya
Kolom distilasi dibuat berikut beberapa komponennya yang masing-masing digunakan untuk mentransfer panas maupun masa selama proses distilasi berlangsung. Beberapa komponen peralatan pokok distilasi yang dimaksud adalah: Vertical shell: dimana pemisahan komponen-komponen cair dilakukan. Tray/plate dan/atau packing: yang berfungsi untuk menajamkan pemisahan
komponen. Reboiler: untuk menguapkan kembali produk bawah yang akan dikembalikan lagi
ke dalam kolom. Condenser: untuk mengembunkan uap yang meninggalkan puncak kolom. Reflux drum: untuk menampung kondensat yang akan di kembalikan lagi kedalam
kolom.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
67
Sebuah yang
vertical di
shell
dalamnya
dilengkapi dengan alat kontak (misalnya bubble cap tray, valve tray, sieve tray, atau jenis tray yang lain), condenser, reflux drum,
dan
reboiler
dikenal sebagai sebuah kolom Gambar (5-6): Kolom Distilasi
distilasi
secara ditunjukkan
yang
skematik dalam
Gambar (5-6).
6.3. Operasi Dasar dan Terminologi
Campuran cairan yang diproses dikenal sebagai umpan (feed) dan biasanya diumpankan dekat dengan pertengahan kolom menuju ke sebuah tray yang dikenal sebagai feed tray. Feed tray berada di antara dua bagian, bagian di atas feed tray dikenal dengan istilah enriching atau rectification section, dan bagian di bawah feed tray dikenal dengan istilah stripping section.
Gambar (5-7): Stripping section
Feed yang mengalir ke bawah dan terkumpul di bagian dasar kolom ditarik keluar dan sebagian menuju ke reboiler untuk dikembalikan lagi ke dalam kolom, perhatikan Gambar (5-7).
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
68
Panas dipasok ke reboiler untuk menguapkan cairan yang berada di dalam reboiler sebelum menuju ke kolom. Sumber panas yang digunakan sebagai pemanas di dalam reboiler biasanya steam. Di dalam refinery banyak dijumpai steam bekas (exhaust steam) dan lebih ekonomis jika steam ini yang digunakan sebagai media pemanas. Sebagian cairan yang ditarik dari bagian dasar kolom dan tidak dikembalikan lagi ke kolom melalui reboiler dikenal sebagai bottom product atau simply bottom.
Gambar (5-8): Enriching section
Uap yang keluar meninggalkan bagian puncak kolom didinginkan di dalam condenser untuk diembunkan. Kondensat yang dihasilkan daricondenser di
tampung di dalam sebuah bejana yang dikenal sebagai reflux drum. Sebagian dari cairan dikembalikan ke bagian puncak kolol dan dikenal sebagai reflux. Sedangkan sebagian lainnya yang tidak dikembalikan dikenal sebagai distillate atau top product. Dengan demikian ada internal flow yang berupa uap dan cairan di dalam kolom dan external flow berupa umpan dan produk di luar kolom.
6.4. Internal Colums 6.4.1. Tray dan Plate
Istilah “tray” dan “plate” digunakan secara bergantian. Ada berbagai macam rancangan tray yang tersedia di pasaran, tetapi salah satu yang paling banyak digunakan di antaranya adalah bubble cap tray, valve tray dan sieve tray. Tidak semua jenis tray cocok untuk menangani berbagai macam cairan yang akan didistilasi, tetapi harus dipilih yang sesuai dengan karakteristik campuran cairan
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
69
yang akan didiatilasi dan juga yang tidak kalah pentingnya adalah dengan mempertimbangkan hidrodinanikanya.
Bubble cap tray
Sebuah bubble cap tray seperti yang terlihat dalam Gambar (5-9) mempunyai riser atau chimney yang terpasang pada setiap lubang, dan sebuah cap (mangkok) yang menutupi riser.
Gambar (5-9): Bubble cap tray
Cap dipasang sedemikian rupa sehingga ada suatu jarak antara riser dan cap untuk memberikan jalan uap yang melewatinya. Uap naik melalui chimney dan diarahkan oleh cap untuk membelok ke bawah menuju ke lubang kecil (slot) yang terdapat di ujung bibir cap. Di dalam slot inilah uap melakukan kontak dengan cairan dan menimbulkan gelembung-gelembung uap, dan di sini pula transfer panas dan transfer masa terjadi.
Valve tray
Di dalam valve tray seperti yang terlihat dalam Gambar (5-10), terdiri dari lubang-lubang yang ditutupi oleh liftable caps (yaitu mangkok-mangkok yang dapat terangkat karena tekanan uap. Jika tekanan uap cukup akan mengankat valve, tetapi jika tekanan uap tidak mencukupi valve akan turun merapat dengan lubang tray. Dengan demikian kemungkinan cairan mengalir melalui lubang-lubang tray dapat dihindari. Uap naik melalui lubang-lubang tersebut dan mengangkat cap, dengan demikian akan menimbulkan luasan celah aliran untuk lewatnya tersebut.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
70
Dengan
terangkatnya
mengarahkan
uap
cap
untuk
akan
mengalir
secara horisontal menembus cairan yang ada didekatnya. Oleh karena itu menimbulkan pencampuran antara uap dan cairan yang lebih baik daripada Gambar (5-10): Valve tray
yang dilakukan di dalam sieve tray.
Sieve tray
Sieve tray seperti yang terlihat dalam Gambar (5-11) adalah pelat biasa yang diberikan lubang-lubang kecil sebagai jalan lewatnya uap. Uap naik ke atas lurus melalui lubang-lubang tersebut dan kontak dengan cairan yang berada di atas plate. Supaya tidak terjadi tetesan cairan melalui lubang tersebut maka tekanan uap harus cukup untuk melawan tekanan hidrostatis yang ditimbulkan sesuai dengan ketinggian cairan di atas plate. Susunan, jumlah, dan ukuran lubang merupakan parameter penting dalam perancangan.
Karena
rentang
operasinya yang cukup luas, maka dari segi
pemeliharaannya
yang
cukup
mudah, dan faktor biasa, maka sieve tray dan valve tray sering digunakan sebagai pengganti bubble cap tray Gambar (5-11): Sieve tray
dalam beberapa hal.
Gambar (5-12) dan (5-13) menunjukkan arah aliran uap dan cairan pada penampang sebuah tray dan sebuah kolom. Setiap tray mempunyai dua buah saluran (satu pada setiap sisi), saluran tersebut dikenal dengan istilah downcomer. Cairan mengalir turun secara gravitasi melalui downcomer dari satu tray ke tray di bawahnya. Sebuah weir (tanggul) juga dipasang di atas tray yang digunakan untuk menjamin agar di atas tray selalu ada genangan cairan (liquid holdup). Dengan
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
71
mempetahankan genangan cairan pada ketinggian tertentu dimaksudkan agar uap dan cairan selalu kontak. Tingginya genangan cairan di atas tray harus sesuai dengan permukaan cairan yang dapat menutupi slot.
Gambar (5-12): Lintasan uap dan cairan di dalam kolom
Aliran uap di dalam kolom yang mendesak cairan melalui lubang-lubang tray efektifitasnya tergantung pada luasnya seluruh lubang yang dilaluinya. Luasnya seluruh lubang yang dilalui uap setiap tray dikenal sebagai active tray area.
Gambar (5-13) menunjukkan foto dari sebuah kolom dalam sekala kecil yang dilengkapi dengan bubble cap tray. Tampak di dalam kolom tersebut dilengkapi
dengan
pipa
kecil
merupakan downcomer. Besar-kecilnya hamburan cairan di atas tray tergantung dari banyaknya uap yang menembus Gambar (5-13): Kolom sekala kecil
lubang-lubang tray.
Uap yang lebih panas menembus cairan di atas tray sambil mentrasfer panasnya ke cairan yang lebih rendah suhunya. Oleh karena itu sebagian uap akan mengembun dan sebagian cairan ikut menguap. Hal ini dapat dikatakan bahwa
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
72
komponen berat didalam uap dan komponen ringan di dalam cairan akan berkurang jumlahnya. Sebagian uap yang belum terkondensasi bersama-sama dengan uap yang dihasilkan dari cairan terus menuju ke tray di atasnya, sedangkan cairan yang tidak teruapkan bersama-sama dengan kondensat yang dihasilkan dari pengembunan uap terus menuju ke tray di bawahnya. Demikian seterusnya kontak antara caairan dan uap dilakukan pada setiap tray, sehingga pemisahan komponen semakin tajam untuk mendapatkan hasil distilasi dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Sebuah tray sesungguhnya merupakan sebuah kolom mini, yang masing-masing melakukan tugas pemisahan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa semakin banyak jumlah tray akan semakin banyak tingkat pemisahannya, dan semakin tinggi tingkat kemurnian hasilnya, dan efisiensi secara keseluruhan secara signifikan tergantung pada perancangan tray. Tray dirancang untuk memaksimalkan kontak antara uap dan cairan dengan mempertimbangkan distribusi cairan dan distribusi uap pada tray. Karena, semakin baik kontak antara uap dan cairan akan semakin baik pemisahan pada setiap tray, dan semakin baik pula kinerja kolom. Semakin sedikit jumlah tray yang diperlukan untuk mendapatkan tingkat pemisahan yang sama, semakin kecil energi yang dibutuhkan, dan semakin murah biaya konstruksinya. Dewasa ini ada kecenderungan untuk memperbaiki tingkat pemisahan (kinerja kolom) dengan cara menambahkan packing dalam pemakaian tray. Hal ini sudah banyak dilakukan dan menunjukkan keberhasilannya.
6.4.2. Packing
Packing, beberapa diantaranya seperti yang terlihat dalam Gambar (5-14) adalah peralatan pasive (passive devices) yang dirancang untuk meningkatkan luas permukaan antara uap dan cairan yang saling melakukan kontak. Bentuk packing dibuat sedemikian rupa dengan maksud untuk mendapatkan kontak antara uap dan cairan lebih baik ketika sejumlah packing ditempatkan di packed section di dalam sebuah kolom. Ketebalan tumpukan packing yang
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
73
diletakkan pada packed section diperhitungkan agar jangan sampai menimbulkan penurunan tekanan (pressure drop) yang berlebihan.
Gambar (5-14): Beberapa macam packing
Hal ini harus betul-betul diperhatikan karena semakin tinggi pressure drop akan mengakibatkan semakin besar energi yang dibutuhkan untuk mendorong uap naik di dalam kolom distilasi. Sebuah tray column yang menghadapi persoalan terbatasnya kapasitas untuk memisahkan komponen-komponennya, dapat diatasi dengan mengganti sebagian atau seluruh tray dengan packing. Hal ini dikarenakan: •
Packing menyediakan luas permukaan kontak antara uap dan cairan lebih besar
•
Efisiensi pemisahannya bertambah untuk ketinggian kolom yang sama
•
Packed column lebih pendek dari pada trayed column
Packed column disebut sebagai continuous-contact columns, sedangkan trayed column disebut sebagai staged-contact column.
6.5. Reboilers
Ada beberapa macam perancangan reboiler yang banyak diaplikasikan dalam proses separasi yang khususnya distilasi, dan kadang-kadang ada juga yang diluar lingkup prinsip-prinsip perancangan. Tetapi, semuanya itu dapat dipandang sebagai alat penukar panas yang diperlukan untuk mentransfer panas ke cairan yang keluar dari dasar kolom hingga mencapai titik didihnya. Terlihat dalam
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
74
gambar (5-15) dan (5-16) berikut menunjukkan contoh beberapa macam reboiler yang banyak digunakan dalam proses distilasi. Dalam perkembangan perancang reboiler telah mengalami kemajuan pesat. Sebagai contoh misalnya, Klarex Technology telah mengembangkan sebuah reboiler yang dikenal dengan nama self-cleaning shell-and-tube heat exchanger yang mana untuk membersihkan permukaan pemanasnya dapat dilakukan secara mudah dengan menggunakan partikel yang dimasukkan ke dalam reboiler bersama-sama dengan cairan.
Gambar (5-15): Macam-macam reboiler
Suatu sistem distribusi yang unik di bagian inlet channel memungkinkan campuran partikel dan cairan terdistribusi secara merata ke dalam seluruh tube. Dari bagian outlet channel partikel dibawa menuju ke separator di mana partikel dipisahkan dari cairan dan kemudian dikembalikan lagi melalui external downcomer menuju control channel. Dari sini dilewatkan sebuah connecting line
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
75
yang berada diantara control channel dan inlet channel, yang selanjutnya menuju inlet channel.
Aliran partikel diaktifkan oleh control liquid flow, yang mana sebagian dari aliran cairan dimasukkan ke dalam exchanger. Dengan mengubah control liquid flow, maka intensitas pembersihan dapat divariasikan. pembersiahn
Jika juga
dikehendaki, dapat
dilakukan
secara berkala (intermitent).
Gambar (5-16): Self-cleaning reboiler
7. DASAR-DASAR DISTILASI
Telah disebutkan sebelumnya bahwa pemisahan komponen-komponen suatu campuran cairan dengan proses distilasi tergantung pada perbedaan titik didih dari masing-masing komponen. Juga tergantung pada
konsentrasi komponen-
komonen yang ada. Oleh karena itu, proses distilasi tergantung pada karakteristik tekanan uap campuran.
7.1. Tekanan uap dan titik didih
Tekanan uap suatu cairan pada suatu sushu tertentu adalah tekanan kesetimbangan yang ditimbulkan oleh molekul-molekul yang meninggalkan dan memasuki permukaan cairan, atau dapat dikatakan bahwa jumlah masa cairan yang diuapkan
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
76
sama dengan jumlah masa uap yang diembunkan. Di sini ada beberapa hal penting yang berkaitan dengan tekanan uap yang perlu difahami, yakni: •
Energi yang ditambahkan akan menaikkan tekanan uap
•
Tekanan uap berkaitan dengan titik didih
•
Suatu cairan dikatakan mendidih apabila tekanan uapnya sama dengan tekanan sekitarnya atau dengan kata lain titik didih suatu cairan tergantung volatilitasnya.
•
Cairan dengan tekanan uap tinggi (cairan yang mudah menguap) akan mendidih pada suhu yang lebih rendah.
•
Tekanan uap dan titik didih suatu campuran cairan tergantung pada komposisi campuran tersebut.
•
Distilasi terjadi karena perbedaan volatilitas komponen-komponen yang ada di dalam suatu campuran.
7.2. Diagram titik didih
Apa yang terlihat di dalam diagram titik didih menunjukkan bagaimana komposisi kesetimbangan dari komponen-komponen dalam suatu campuran cairan berubah dengan perubahan suhu pada tekanan tertentu. Sebagai contoh, misalnya suatu campuran cairan mengandung 2 komponen (A dan B) yang dikenal dengan istilah campuran biner, yang mana komponen A lebih mudah menguap (volatile) disbanding komponen B, mempunyai diagram titik didih seperti yang terlihat dalam Gambar (5-17). Titik didih komponen A diibaratkan sebagai suhu didih yang harga fraksi mol komponen A sama dengan 1 (satu), dan titik didih komponen B diibaratkan sebagai suhu didih yang harga fraksi mol komponen A sama dengan 0 (nol). Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa komponen A lebih mudah menguap (volatile), maka komponen A mempunyai titik didih relative lebih rendah dari pada komponen B. Kurva yang berada di atas pada diagram ini disebut sebagai garis uap jenuh dimana titik-titik embun (dew points) berbagai komposisi dalam fase uap terletak pada garis tersebut, sedangkan kurva yang ada
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
77
di bawah disebut sebagai garis cairan jenuh dimana titik-titik didih (boiling points) berbagai komposisi dalam fase cair terletak pada garis tersebut.
Titik embun adalah suhu di mana uap jenuh mulai mengembun, sedangkan titik didih adalah suhu di mana cairan jenuh mulai mendidih. Daerah di atas kurva titik
embun
menunjukkan
komposisi kesetimbangan uap lewat jenuh (superheated vapor), sedangkan
daerah
di
bawah
kurva titik didih menunjukkan komposisi kesetimbangan cairan Gambar (5-17): Diagram titik didih
lewat jenuh (subcooled liquid).
Sebagai contoh, jika suatu cairan lewat jenuh dengan fraksi mol komponen A = 0,4 (titik A) dipanaskan, maka konsentrasinya tetap konstan sampai mencapai titik didihnya (titik B), dan pada saat ini pula ia mulai mendidih. Uap secara berangsur-angsur terus dihasilkan tanpa diikuti perubahan suhu sampai mencapai komposisi kesetimbangannya di titik C, dan menunjukkan fraksi mol komponen A di dalam fase uap sekitar 0,8. Perbedaan komposisi antara uap dan cairan inilah yang digunakan sebagai dasar operasi distilasi.
7.3. Volatilitas relatif
Volatilitas relatif (relative volatility) adalah suatu tolok ukur untuk menunjukkan perbedaan bolatilitas dan sekaligus perbedaan titik didih dari kedua komponen dalam suatu campuran. Hal ini menunjukkan juga tingkat kesulitan atau kemudahan untuk dipisahkan dengan cara distilasi. Volatilitas relatif komponen “i” terhadap komponen “j” dinyatakan sebagai berikut.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
78
α ij =
y i /x i y j /x j
dimana: yi = fraksi mol komponen “i” di dalam fase uap xi = fraksi mol komponen “j” di dalam fase cair Jika volatilitas relatif kedua komponen tersebut mendekati satu, maka ini suatu indikasi bahwa kedua komponen tersebut mempunyai tekanan uap yang hampir sama. Ini berarti bahwa kedua komponen tersebut mempunyai titik didih yang hampir sama, dan sudah barang tentu sulit untuk memisahkannya dengan cara distilasi.
7.4. Kesetimbangan uap-cairan
Kolom distilasi dirancang berdasarkan pada titik didih yang dimiliki oleh komponen-komponen yang ada dalam suatu campuran yang akan dipisahkan. Oleh karena itu diameter dan tinggi kolom distilasi ditentukan oleh data kesetimbangan uap-cairan (vapor liquid equilibrium, VLE) dalam campuran.
Data
kesetimbangan
uap-cairan
dapat diperoleh dari diagram titik didih atau dari literatur yang memuat data empiris lainnya. Data
kesetimbangan
uap-cairan
campuran biner sering ditampilkan sebagai sebuah plot seperti yang terlihat dalam Gambar (6-18). Gambar (5-18): Diagram kesetimbangan uap-cairan
Diagram kesetimbangan uap-cairan menyatakan hubungan antara komposisi komponen-komponen dalam fase uap dan fase cair dari suatu campuran biner
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
79
pada tekanan konstan. Garis lengkung dalam plot tersebut dikenal sebagai garis kesetimbangan (equilibrium line) dan menjelaskan komposisi cairan dan uap dalam kesetimbangan pada tekanan tertentu. Dalam gambar (5-18) tersebut juga menunjukkan suatu campuran biner yang mempunyai suatu kesetimbangan uapcairan yang seragam, yaitu reltif mudah untuk dipisahkan karena bentuk kurva kesetimbangannya berupa garis lengkung yang beraturan. Tampak dalam gambar berikutnya, yaitu Gambar (5-19) yang menunjukkan dua buah plot kesetimbangan uap-cairan untuk sistem non-ideal yang lebih sulit pemisahannya, hal ini ditunjukkan oleh bentuk kurva yang meruncing di bagian ujung bawah maupun ujung atas. Sempitnya daerah yang dibatasi antara garis kesetimbangan dan garis diagonal menunjukkan tingkat kesulitan pemisahannya. Semakin sempit berarti semakin sulit pemisahannya.
Gambar (5-19): Diagram kesetimbangan uap-cairan sistem non ideal
Ada satu istilah lagi yang cukup penting untuk difahami adalah istilah sistem azeotopik, bahwa untuk sistem azeotropik mempunyai kurva kesetimbangan uap-
cairan yang berbeda dengan sistem yang telah dibahas sebelumnya. Kurva kesetimbangan uap-cairan sistem azeotropik ditunjukkan seperti yang terlihat dalam Gambar (5-20). Pengertian sistem azeotropik adalah suatu campuran cairan yang apabila diuapkan menghasilkan komposisi di dalam fase uapnya yang sama sebagaimana komposisi di dalam fase cairannya. Dua buah plot kesetimbangan uap-cairan seperti yang terlihat dalam Gambar (5-20) tersebut menunjukkan dua sistem azeotropik yang
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
80
berbeda. Yang satu (disebelah kiri) mempunyai titik didih maksimum dan yang satu lainnya (di sebelah kanan) mempunyai titik didih minimum.
Gambar (5-20): Diagram kesetimbangan uap-cairan sistem azeotripik
Di dalam kedua plot tersebut terlihat bahwa kurva kesetimbangan uap-cairan memotong garis diagonal, dan titik perpotongannya dikenal sebagai titik azeotropik, atau dapat dikatakan bahwa campuran azeotrop terjadi (komposisi dalam fase uapnya sama sebagaimana komposisi di dalam fase cairannya).
Seperti
yang
terlihat
jelas
dalam Gambar (5-21) juga menunjuk-kan azeotropik, dikenal
sistem
dalam
hal
dengan
ini
istilah
heteronenous azeotropic.
Untuk mengetahui bahwa suatu campuran termasuk katagori heterogenous azeotropic atau Gambar (5-21): Diagram kesetimbangan uap-cairan sistem heterogenous azeotropic
tidak
dapat
diketahui
dari
kurva kesetimbangannya.
Jika pada kurva kesetimbangannya terdapat bagian yang mendatar, maka sistem tersebut dikenal sebagai heterogenous azeotropic, perhatikan Gambar (5-21).
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
81
Untuk memisahkan komponen-komponen yang ada dalam sistem heterogenous azeotropic harus dilakukan dengan dua buah kolom distilasi karena kedua komponen tersebut biasanya membentuk dua fase cair dengan suatu perbedaan komposisi yang cukup jauh. Kedua fase cair tersebut dapat dipisahkan secara mudah dengan menggunakan tangki pengendap (settling tank) pada kondisi tertentu.
7.5. Titik Didih dan Titik Embun
Titik didih (boiling point) zat murni nilainya sama dengan titik embunnya (dew point). Titik didih suatu campuran dapat dicapai apabila memenuhi criteria berikut: Z
∑ yi
= y A + y B + y C + .......... + y Z = 1
i=A
Sedangkan titik embun campuran dapat dicapai apabila memenuhi kriteria berikut: Z
∑ xi
= x A + x B + x C + .......... + x Z = 1
i=A
8. PERANCANGAN KOLOM DISTILASI
Sebagaimana telah disinggung pada pembahasan sebelumnya, kolom distilasi di rancang dengan menggunakan data kesetimbangan uap-cairan suatu campuran yang akan dipisahkan. Karakteristik kurva kesetimbangan uap-cairan (ditunjukkan oleh bentuk kurva kesetimbanganya) suatu campuran akan menentukan jumlah tingkat pemisahannya, dalam hal ini jumlah tray yang diperlukan untuk pemisahan. Salah satu metoda yang cukup banyak diterapkan untuk menentukan jumlah tray yang diperlukan untuk distilasi campuran biner adalah metoda McCabe-Thiele.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
82
8.1. Metoda McCabe-Thiele
Pendekatan
metoda
McCabe-Thiele
adalah
dengan
cara
grafis,
yaitu
menggunakan sebuah diagram kesetimbangan uap-cairan untuk menentukan jumlah tray teoritis yang diperlukan untuk memsisahkan suatu campuran biner. McCabe-Thiele membuat asumsi bahwa di dalam kolom terjadi luapan aliran molar konstan (constant molar overflow) yang berarti bahwa: •
Panas penguapan molal komponen-komponennya dianggap sama
•
Pengaruh panas (panas pelarutan dan panas yang hilang) diabaikan
•
Untuk setiap mol uap yang diembunkan mengembunkan satu mol cairan
Prosedur perancangannya cukup sederhana. Dari diagram kesetimbangan yang telah diketahui, pertama kali ditarik garis operasi. Garis operasi yang menyatakan neraca masa menghubungkan antara fase cair dan fase uap di dalam kolom. Ada dua buah garis operasi yang dapat ditarik dari diagram kesetimbangan. Satu adalah garis operasi untuk bagian atas kolom yang disebut sebagai garis operasi rektifikasi (rectification or enriching operating line), dan satu lainnya adalah garis operasi untuk bagian bawah kolom yang disebut sebagai garis operasi pelucutan (stripping operating line).
8.2. Garis operasi untuk bagian rektifikasi
Garis operasi untuk bagian rektifikasi (garis operasi enriching) dibuat dengan langkah-langkah sebagai berikut: •
Langkah pertama harus dietapkan terlebih dahulu titik yang menyatakan komposisi produk puncak yang diinginkan (dalam hal ini xD) pada sumbu absis dalam diagram kesetimbangan uap-cairan seperti yang terlihat dalam Gambar (5-22).
•
Dari titik xD yang menyatakan komposisi produk puncak tersebut ditarik sebuah garis lurus vertikal hingga memotong garis diagonal dan tetapkan titik perpotongannya.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
83
•
Tetapkan slope garis operasi rektifikasi yang diperoleh dari persamaan neraca bahan komponen di bagian puncak kolom yang besarnya sama dengan R/(R+1).
•
Untuk menarik garis operasi rektifikasi juga dapat dilakukan dengan cara menetapkan intersep garis operasi rektifikasi yang tentunya juga diperoleh dari persamaan neraca bahan komponen di bagian puncak kolom yang besarnya sama dengan xD/(R+1).
•
Dari titik perpotongan tersebut dilakukan penarikan garis operasi rektifikasi dengan slope R/(R+1) atau dengan cara menghubungkan titik perpotongan antara garis diagonal dan garis vertical dari xD dengan titik intersep xD/(R+1) di sumbu ordinat.
Gambar (5-22): Cara membuat garis operasi rektifikasi
Perlu diketahui bahwa notasi “R” menunjukkan harga perbandingan laju alir reflux (L) terhadap laju alir distillate (D) atau R = L/D yang dikenal dengan istilah reflux ratio. Harga R (reflux ratio) digunakan sebagai tolok ukur untuk
menentukan seberapa banyak masa yang mengalir menuju bagian puncak kolom dikembalikan lagi ke kolom sebagai reflux. Besar-kecilnya harga R akan menentukan seberapa banyak jumlah tray atau tingkat kontak uap-cairan yang dibutuhkan. Jika garis operasi rektifikasi
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
84
berhimpit dengan garis diagonal menunjukkan bahwa semua distillate dikembalikan sebagai reflux (total reflux) yang akibatnya jumlah tray yang dibutuhkan adalah paling sedikit (minimum tray). Sebaliknya, jika reflux yang dikembalikan sangat sedikit (reflux minimum) maka jumlah tray yang dibutuhkan tak berhingga. Hal ini dapat dilihat dari diagram bahwa pertongan antara garis operasi rektifikasi dengan garis umpan (garis) q berada pada garis kesetimbangan. Pengertian garis q yang disebutkan di sini akan dibahas lebih lanjut pada pembahasan berikutnya.
8.3. Garis operasi untuk bagian pelucutan
Garis operasi untuk bagian pelucutan dibuat dengan cara yang sama seperti pembuatan garis operasi rektifikasi. Tetapi, titik awalnya adalah ditentukan dari komposisi produk dasar (bottom product) yang diinginkan, kemudian dari titik tersebut ditarik garis vertikal hingga memotong garis diagonal. Dari titik perpotongan ini di tarik garis operasi pelucutan dengan slope Ls/Vs sebagaimana diilustrasikan dalam Gambar (5-23).
Gambar (5-23): Cara membuat garis operasi pelucutan
Ls adalah laju alir cairan yang menuju ke daerah pelucutan (stripping section), sedangkan Vs adalah laju alir uap yang meninggalkan daerah pelucutan. Dengan
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
85
demikian slope garis operasi pelucutan adalah harga perbandingan laju alir cairan terhadap laju alir uap pada bagian dasar kolom distilasi (Ls/Vs).
8.4 Garis kesetimbangan dan garis operasi
Metoda McCabe-Thiele menganggap bahwa cairan pada sebuah tray dan uap yang di atasnya dalam keadaan setimbang. Bagaimana keterkaitan antara garis kesetimbangan dan garis operasi dijelaskan secara grafis seperti yang terlihat dalam Gambar (5-24).
Gambar (5-24): Hubungan garis kesetimbangan dan garis operasi
Sebuah penampang yang diperbesar sebagaimana yang ditunjukkan dalam Gambar (20) mengilustrasikan garis operasi pelucutan pada tingkat (tray) ke “n” dalam kolom distilasi. Arti notasi yang digunakan dalam gambar tersebut adalah: Ln = laju alir cairan meninggalkan tray ke “n” Vn = laju alir uap meninggalkan tray ke “n” Ln+1 = laju alir cairan dari tray ke “n+1” memasuki tray ke “n”
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
86
Vn-1 = laju alir uap dari tray ke “n-1” memasuki tray ke “n” xn = fraksi mol komponen dalam cairan yang meninggalkan tray ke “n” yn = fraksi mol komponen dalam uap yang meninggalkan tray ke “n” xn+1 = fraksi mol komponen dalam cairan dari tray ke “n+1” memasuki tray ke “n” yn-1 = fraksi mol komponen dalam uap dari tray ke “n-1” memasuki tray ke “n”. “n+1” berarti tray di atas tray ke “n”, sedangkan “n-1” berarti tray di bawah tray ke “n”. Cairan pada tray ke “n” dan uap di atasnya dalam keadaan setimbang, oleh karena itu xn dan yn terletak pada satu titik dalam kurva kesetimbangan. Karena uap dibawa ke tray di atasnya tanpa mengalami perubahan komposisi, dalam hal ini dilukiskan sebagai garis horisontal pada plot diagram kesetimbangan hingga memotong garis operasi. Dalam titik perpotongan ini menunjukkan komposisi cairan pada tray ke “n+1” sebagaimana garis operasi menyatakan neraca bahan pada tray. Komposisi uap di atas tray ke “n+1” diperoleh dari titik perpotongan garis vertikal dari titik ini ke kurva kesetimbangan.
8.5. Jumlah tray
Dengan menarik garis vertikal dan horisontal diperoleh titik-titik pada kurva kesetimbangan, dan setiap satu titik menunjukkan kesataraannya dengan satu tray (tahap kesetimbangan). Dengan cara ini digunakan sebagai dasar untuk menentukan ukuran kolom distilasi dengan menggunakan metoda grafis yang dikembangkan oleh McCabe-Thiele sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar (525). Dengan mengetahui kedua garis operasi pada bagian pelucutan dan bagian rektifikasi, maka pembuatan grafik dengan menarik garis tahapan seperti yang dijelaskan di atas dapat dilakukan. Dari Gambar (5-25) menunjukkan bahwa 7 tahapan teoritis diperlukan untuk mencapai hasil pemisahan yang dikehendaki. Jumlah tray teoritis yang diperlukan adalah satu tahap lebih kecil dari jumlah tahapan yang dihitung, karena jumlah tahapan yang dihitung sudah termasuk satu tahap yang diperhitungkan untuk reboiler. Jumlah tray sebenarnya yang diperlukan dihitung berdasarkan jumlah tray teoritis dibagi dengan efisiensi yang dirumuskan dalam bentuk persamaan seperti berikut berikut:
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
87
NA =
N T n -1 = η η
dimana: NA = jumlah tray yang sebenarnya NT = jumlah tray teoritis n = jumlah tahapan η = efisiensi tray
Gambar (5-25): Penentuan jumlah tahapan (McCabe-Thiele)
Harga efisiensi tray tertentu berkisar antara 0,5 – 0,7 (50% - 70%) dan tergantung pada sejumlah faktor seperti misalnya jenis tray yang digunakan, dan kondisi internal aliran uap dan cairan. Kadang-kadang tambahan tray diberikan sampai 10% untuk menjamin kemungkinannya kolom mengalami pembebanan yang berlebihan.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
88
8.6. Garis umpan (garis q)
Sebagaimana yang terlihat dalam Gambar (5-25) juga menunjukkan campuran biner yang diumpankan pada tahapan ke empat. Tetapi, jika komposisi umpan sedemikian rupa sehingga garis q tidak bersama-sama memotong pada perpotongan garis operasi maka berarti bahwa umpan tidak dalam keadaan jenuh cair. Kondisi umpan dapat dikenali dari slope garis q seperti terlihat dalam Gambar (5-26). Garis q ditarik antara titik perpotongan garis operasi dan titik di mana komposisi umpan terletak pada garis diagonal.
Garis q mempunyai slope yang besarnya tergantung pada kondisi umpan, sebagai contoh: q = 0 (uap jenuh) q = 1 (cairan jenuh) 0 < q < 1 (camp. uap-cairan) q > 1 (cairan lewat jenuh) q < 0 (uap lewat jenuh) Garis q untuk berbagai kondisi umpan ditunjukkan dalam Gambar Gambar (5-26): Berbagai garis q
(5-26).
Jika kita mempunyai informasi tentang kondisi umpan, maka kita dapat menarik garis q dan menggunakannya dalam menentukan jumlah tingkat pemisahan dengan
menggunakan
metoda
McCabe-Thiele.
Tetapi,
di
luar
garis
kesetimbangan, kita dapat menggunakan dua pasang gais saja dari tiga pasang garis yang dapat ditarik untuk menetapkan jumlah tingkat pemisahan, yakni: •
feed-line and rectification section operating line
•
feed-line and stripping section operating line
•
stripping and rectification operating lines
Penentuan jumlah tahapan yang diperlukan untuk tingkat pemisahan sesuai dengan yang diinginkan dan lokasi tray untuk pengumapanan, adalah merupakan
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
89
langkah pertama dari keseluruhan langkah yang dibutuhkan untuk perancangan kolom distilasi. Lainnya lagi yang diperlukan dalam perancangan kolom distilasi adalah meliputi: jarak antar tray (tray spacing), diameter kolom, konfigurasi internal, beban pemanasan dan pendinginan. Kesemuanya itu dapat menimbulkan kesulitan dalam perancangan kolom distilasi. Oleh karena itu, perancangan kolom distilasi sering menggunakan prosedur dengan maksud-maksud tertenti. Jika kesulitan-kesulitan yang yang ada tidak terselesaikan pada tahap perancangan, maka kolom distilasi tidak akan mempunyai unjuk kerja yang baik. Berikut ini akan dibahas faktor-faktor yang dapat mempengaruhi unjuk kerja kolom distilasi.
8.7. Pengaruh jumlah tray
Sebagaimana telah dibahas sebelumnya bahwa jumlah tray yang memadai/sesuai akan memperlancar dalam proses pemisahan sesuai dengan tingkat kemurnian yang diinginkan. Hal ini diilustrasikan oleh contoh berikut. Anggap sebagai suatu dasar kasus, sebuah kolom dengan 10 buah tray, perhatikan Gambar (5-27).
Umpannya
berupa
campuran
cairan biner yang mempunyai komposisi komponen ringan 50 % (0,5 dalam fraksi mol), dan diumpankan pada tray ke 5. Komposisi
komponen
ringan
dalam produk puncak adalah 67 % dan dalam produk bottom 12 Gambar (5-27): Profil komposisi, 10 tray, Umpan masuk pada tray ke 5
%. Perhatikan Gambar (5-27).
Jika jumlah tray ditambah atau dikurangi maka akan mengakibatkan perubahan komposisi produk di bagian puncak maupun di bagian dasar kolom. Sebagai ilustrasi berikut ini di berikan contoh-contoh dalam bentuk simulasi dengan memvariasikan jumlah tray.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
90
Anggap saja jumlah tray kita turunkan hingga menjadi 8 buah, dan pertahankan umpan masuk tetap di tengah-tengah kolom, yakni pada tray yang ke 4. Yang akhirnya diperoleh bahwa profil komposisi seperti terlihat dalam Gambar (5-28). Gambar (5-28): Profil komposisi, 8 tray, Umpan masuk pada tray ke 4
Dari sini kita melihat bahwa komposisi dalam produk puncak menurun sedangkan dalam produk bottom meningkat. Dapat dikatakan pemisahannya kurang baik.
Anggapan selanjutnya, jika kita coba menaikkan jumlah tray menjadi 12 buah, dan umpan tetap dimasukkan melalui bagian tengah kolom, yakni tray yang ke 6 seperti yang terlihat Gambar (5-29). Dari sini terlihat bahwa ada perubahan komposisi dalam Gambar (5-29): Profil komposisi, 12 tray, Umpan masuk pada tray ke 6
produk puncak maupun dasar kolom.
Terlihat jelas bahwa dalam produk puncak lebih banyak lagi kandungan komponen ringannya, sedangkan untuk produk bottom mempunyai kandungan komponen ringan lebih sedikit. Di sini kita melihat bagaimana posisi masuknya umpan mempengaruhi efisiensi pemisahan.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
91
Gambar (5-30): Profil komposisi, 20 tray, Umpan masuk pada tray ke 5
Gambar (5-31): Profil komposisi, 20 tray, Umpan masuk pada tray ke 10
Anggap kolom mempunyai 20 buah tray yang akan memisahkan suatu campuran biner yang mempunyai kandungan komponen ringan 50 % mol. Kemudian, seperti apa komposisi produk puncak maupun bottom yang diperoleh jika umpannya dimasukkan pada tray yang ke 5, 10 dan 15 dengan laju reflux maupun reboiling yang tetap sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar (5-30), (5-31) dan (5-32).
Sebagaimana tray di mana umpan dimasukkan diturunkan bergeser ke bawah, maka komposisi komponen ringan di dalam produk puncak semakin rendah, sedangkan dalam produk bottom semakin tinggi. Tetapi perubahan
komposisi
di
dalam
produk puncak tidak sebesar dalam Gambar (5-32): Profil komposisi, 20 tray, Umpan masuk pada tray ke 15
produk bottom.
Dari contoh-contoh tersebut mengilustrasikan apa yang dapat terjadi jika posisi pengumpanannya digeser-geser untuk sistem tertentu. Tetapi kejadian ini tidak dapat digunakan untuk menyama-ratakan untuk sistem distilasi lain.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
92
9. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OPERASI KOLOM
Kinerja sebuah kolom distilasi ditentukan oleh banyak faktor, sebagai contoh: •
Kondisi umpan
•
Keadaan umpan
•
Komposisi umpan
•
Adanya elemen-elemen yang mempengaruhi kesetimbangan uap cairan
•
Kondisi cairan dan aliran fluida di dalam kolom
•
Keadaan tray atau packing
•
Kondisi cuaca
9.1. Kondisi umpan
Keadaan campuran umpan dan komposisi umpan mempengaruhi garis operasi dan selanjutnya akan mempengaruhi jumlah tahapan pemisahan yang diperlukan. Di samping itu juga mempengaruhi lokasi tray untuk umpan. Selama operasi, jika penyimpangan cukup besar dari spesifikasi perancangannya, maka kan menimbulkan kesulitan untuk mencapai hasil yang diharapkan. Untuk mengatasi persoalan yang berkaitan dengan umpan, beberapa kolom dirancang dengan mempunyai beberapa tempat pengumpanan (multiple feed points) jika di dalam umpannya mengandung komponen-komponen yang jumlahnya bervariasi.
9.2. Kondisi reflux
Sebagaimana reflux ratio semakin tinggi, maka slope garis operasi bagian rektifikasi akan semakin besar (maksimum 1), perhatikan Gambar (5-33. Dengan kata lain bahwa cairan yang banyak mengandung komponen ringan semakin banyak yang disirkulasikan kembali ke dalam kolom. Pemisahan menjadi lebih baik dan selanjutnya tray yang diperlukan untuk mencapai derajat pemisahan yang sama menjadi lebih sedikit. Jumlah tray yang dibutuhkan akan mencapai minimum jika seluruh kondensat dikembalikan lagi ke dalam kolom (total reflux).
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
93
Sebaliknya, jika reflux semakin berkurang, maka slope garis operasi bagian rektifikasi semakin kecil atau mendekati garis kesetimbangan uap-cairan, dan sebagai akibatnya jumlah tray yang diperlukan semakin banyak. Hal ini mudah difahami dengan menggunakan metoda McCabe-Thiele. Kondisi batas terjadi pada minimum reflux ratio, dan jumlah tray yang dibutuhkan menjadi tak terbatas.
Kebanyakan kolom dirancang dengan reflux ratio berkisar antara 1,2 sampai 1,5 kali dari minimum reflux ratio. Oleh
karena
pertimbangan
itu,
dengan
pengalaman
yang
berdasarkan kondisi ini maka biaya operasi yang optimum umumnya diperoleh pada harga reflux ratio di atas. Semakin besar reflux ratio berarti semakin besar beban reboiler, Gambar (5-33): Pengaruh reflux
namun dilihat dari sisi investasi semakin
kecil
biaya
investment
karena tray yang dibutuhkan semakin kecil.
9.3. Kondisi aliran uap
Kondisi aliran uap dapat menimbulkan: •
Foaming
•
Entrainment
•
Weeping/dumping
•
Flooding
Foaming
Foaming merupakan ekspansi cairan karena uap yang menembus cairan membentuk gelembung-gelembung. Meskipun hal ini dapat memperbesar luas permukaan kontak antara uap dan cairan, namun jika hal ini terjadi secara
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
94
berlebihan dapat menimbulkan pengglembungan cairan (liquid buildup) pada tray. Dalam beberapa kasus, foaming dapat mengakibatkan terjadinya pencampuran buih dan cairan pada tray di atasnya. Foaming akan terjadi atau tidak tergantung juga pada sifat fisis dari campuran cairan tersebut, tetapi kadang-kadang juga tergantung pada kondisi dan perancangan tray. Apapun penyebabnya, yang jelas foaming akan menurunkan efisiensi pemisahan.
Entrainment
Istilah entrainment digunakan untuk menyatakan terbawanya cairan oleh uap ke tray di atasnya, dan hal ini diakibatkan oleh laju alir uap yang tinggi. Hal ini dapat menurunkan efisiensi karena: komponen yang lebih ringan terbawa ke dalam tray yang menahan komponen berat. Entraiment yang berlebihan dapat menimbulkan flooding (banjir) dan menurunkan kemurnian distilat.
Weeping/dumping
Kejadian ini disebabkan oleh laju alir uap yang rendah. Tekanan yang ditimbulak oleh uap tidak mampu untuk menahan cairan pada tray di atasnya, akibatnya cairan akan merembas melalui lubang tray. Weeping yang berlebihan akan menimbulkan dumping, yaitu mengucurnya cairan memalui lubang tray dan berlangsung seperti domino effect. Weeping ditandai dengan menurunnya tekanan secara tajam di dalam kolom dan menurunkan efisiensi pemisahan.
Flooding
Flooding adalah peristiwa membanjirnya cairan sebagai akibat desakan uap yang sangat berlebihan, dan hal ini mengakibatkan terbawanya cairan ke dalam uap. Meningkatnya tekanan dari uap yang berlebihan juga dapat menimbulkan desakan kepada cairan di dalam downcomer, yang mengakibatkan cairan yang tertahan di dalam tray di atasnya terus menumpuk. Flooding dapat mengakibatkan turunnya kapasitas kolom dan menurunnya efisiensi pemisahan. Terjadinya flooding ditandai oleh meningkatnya perbedaan tekanan kolom.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
95
9.4. Diameter kolom
Kebanyakan faktor-faktor yang telah disebutkan mempengaruhi operasi kolom sesuai dengan kondisi aliran uap (apakah berlebihan atau kekurangan). Kecepatan aliran uap tergantung pada diameter kolom. Weeping menentukan aliran uap minimum yang diperlukan, sedangkan flooding menentukan aliran uap maksimum yang diijinkan. Oleh karena itu, jika diameter kolom tidak memenuhi ukuran, maka kinerja kolom akan memenuhi harapan.
9.5. Keadaan tray/packing
Perlu diingat bahwa jumlah tray yang diperlukan untuk beban pemisahan tertentu ditentukan oleh efisiensi tray, dan packing jika menggunakan packing. Dengan demikian ada beberapa faktor yang menyebabkan turunnya efisiensi tray dan juga akan menurunkan kinerja kolom. Efisiensi tray dipengaruhi oleh kerak, korosi dan laju alir yang mana terjadinya tergantung pada sifat-sifat cairan yang ditangani.
9.6. Kondisi cuaca
Kebanyakan kolom distilasi terbuka pada cuaca atmosfir. Meskipun kolom terisolasi, perubahan kondisi cuaca dapat mempengaruhi operasi kolom. Dengan demikian reboiler harus dirancang dengan ukuran yang memadai agar supaya dapat membangkitkan uap yang cukup pada saat musim dingin dan dapat diturunkan kembali pada saat musim panas. Demikian pula halnya untuk condenser. Ada beberapa faktor prnting lainnya yang dapat menurunkan kinerja kolom distilasi. Faktor-faktor yang dimaksud meliputi perubahan kondisi operasi, kapasitas, perubahan jenis product karena permintaan pasar. Semua faktor tersebut berkaitan dengan sistem pengendalian, oleh karena itu harus dipertimbangkan pada saat melakukan perancangan agar kemungkinankemungkinan yang bakal terjadi dapat diantisipasi.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
96
BAB 6 EKSTRAKSI
1. U M U M
Ekstraksi adalah proses pemisahan komponen-komponen yang berada dalam suatu larutan yang didasarkan atas perbedaan kelarutan (solubility) dari komponen-komponen yang saling melarut tersebut terhadap zat lain yang mempunyai daya larut yang lebih tinggi dari salah satu komponen yang ada dalam larutan. Zat lain yang dimaksud di atas disebut sebagai bahan pelarut (solvent) tertentu. Ekstraksi cairan yang sering disebut dengan istilah “solvent extraction”, yakni suatu proses pemisahan suatu komponen yang ada di dalam suatu larutan dengan cara mengkontakkan solvent ke dalam larutan tersebut. Dengan adanya solvent, larutan akan terpisah menjadi dua lapisan (fase) yang tidak dapat tercampur. Di dalam setiap lapisan mengandung semua komponen yang ada saling melarutkan dengan komposisi yang berbeda. Karena tingkat kelarutan komponen tertentu yang ada di dalam kedua lapisan cukup berbeda, maka pemisahan komponen dapat dilakukan dengan cara ini meskipun tingkat pemisahannya sangat tergantung pada berbagai faktor. Sebagai contoh sederhana, jika larutan asam asetat di dalam air dicampur dan diaduk dengan ethyl asetat sebagai solvent, maka setelah dihentikan pengadukannya akan terjadi dua lapisan (fase) yang terpisah. Sebagian besar asam asetat dengan sedikit air akan memasuki lapisan ethyl asetat, sedangkan lapisan air mengandung sedikit asam asetat dan ethyl asetat, dengan demikian kandungan asam asetat dalam lapisan air (larutan asli) akan berkurang. Dengan bahasa sederhana proses ini dapat dikatakan untuk memisahkan asam asetat dari larutannya dengan cara melarutkannya ke dalam ethyl asetat yang mempunyai daya larut lebih besar terhadap asam asetat disbanding terhadap air. Proses ekstraksi merupakan salah satu alternatif dari sekian macam metoda proses pemisahan. Oleh karena itu proses ekstraksi hanya dilakukan apabila proses pemisahan dengan cara distilasi atau cara lain selain ekstraksi tidak mungkin
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
97
dilaksanakan. Kebanyakan didalam penerapan proses ekstraksi, sering kali dilakukan secara bersam-sama (diikuti) dengan proses distilasi. Proses distilasi yang mengiringi proses ekstraksi dimaksudkan untuk mengambil kembali solvent (solvent recovery) dari ekstrak maupun rafinat yang dihasilkan. Dengan cara ini diharapkan efisiensi proses ekstraksi menjadi lebih tinggi. Demikian juga proses distilasi kadang-kadang diikuti dengan proses ekstraksi apabila campuran yang dipisahkan mempunyai titik azeotrop (pada komposisi tertentu komponenkomponen yang akan dipisahkan mempunyai titik didih yang sama). Sebagaimana dalam proses distilasi, maka didalam proses ekstraksi pun diperlukan adanya suatu kontak yang baik antara solvent dan larutan yang akan diekstrak. Oleh karena itu di dalam kebanyakan ekstraktor dilengkapi dengan alat kontak yang berupa pengaduk ataupun bed (tumpukan alat kontak). Proses ekstraksi secara sederhana dapat dilihat sebagaimana yang ditunjukkan dalam gambar (6-1).
Gambar (6-1): Proses Ekstraksi Sederhana
Terlihat dalam gambar tersebut, solvent memasuki extracting unit melalui bagian atas dan feed masuk dari bagian bawah. Raffinate keluar dari bagian atas dan extract keluar dari bagian bawah. Alat kontak yang terpasang di dalam extractor
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
98
membuat kontak antara solvent dan feed lebih intim. Demikian pula reflux yang diperlukan untuk memperoleh kemurnian produk yang tinggi. Didalam industri migas dan petrokimia, proses ekstraksi banyak digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa hidrokarbon seperti parafin, aromatik, naphthene, dsb. Proses ekstraksi pertama kali banyak digunakan untuk memperbaiki mutu kerosene, tetapi sekarang untuk memperbaiki mutu minyak pelumaspun kebanyakan menggunakan proses ini. Senyawa-senyawa aromatik yang terdapat di dalam kerosene dapat menimbulkan smoke point yang tinggi, sehingga kurang baik untuk lampu penerangan maupun untuk bahan bakar pesawat terbang yang bermesin jet. Komponen-komponen aromatik yang terkandung di dalam fraksi minyak pelumas dari hasil distilasi vakum sangat tidak disukai karena dapat membentuk sludge setelah teroksidasi. Disamping itu senyawa tersebut mempunyai viscosity index rendah. Di dalam proses ekstraksi dikenal beberapa istilah yang sering digunakan dalam operasi sehari-hari, yakni: •
Solvent
: Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi.
•
Solut
: Zat yang terlarut di dalam feed.
•
Extract
: Bahan yang dipisahkan atau terekstrak dari feed.
•
Raffinate
: Produk yang tidak terlarut dalam solvent.
•
Extract phase
: Phase yang kaya solvent.
•
Raffinate phase
: Phase yang miskin solvent.
•
Reflux
: Extract yang dikembalikan ke extractor.
•
Lean solvent
: Solvent yang memasuki extractor.
•
Rich solvent
: Solvent yang keluar dari extractor.
2. MACAM-MACAM PROSES EKSTRAKSI
Khususnya di dalam Industri Minyak dan Gas Bumi, beberapa macam proses ekstraksi yang digunakan diantaranya adalah: a. Ekstraksi Edeleanu b. Ekstraksi Furfural
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
99
c. Ekstraksi Udex d. Ekstraksi Propane Deasphalting e. Distilasi Ekstraktif
2.1. Ekstraksi Edeleanu
Bahan pelarut yang digunakan untuk proses ekstraksi ini adalah cairan belerang dioksida (SO2) dan dikenal dengan nama Edeleanu. Jika proses ini digunakan untuk memperbaiki mutu gasoline, suhu operasinya sekitar -20 oF, tetapi jika untuk lubricating oil, suhu operasinya berkisar antara 50 - 75 oF. Biasanya perbandingan volume solvent terhadap volume feed sekitar 1 : 1. Gambar (6-2) menunjukkan proses ekstraksi Edeleanu, proses ini digunakan untuk memisahkan senyawa aromatik yang terdapat di dalam fraksi kerosene. Adanya senyawa aromatik yang cukup tinggi kadarnya di dalam kerosene akan mengakibatkan sifat pembakarannya jelek, yaitu kecenderungan kerosene membentuk jelaga apabila dipakai sebagai bahan bakar.
Gambar (6-2): Proses Ekstraksi Edeleanu
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
100
Karena kerosene mempunyai densitas lebih rendah, maka diumpankan dari bagian bawah mengalir ke atas dan kontak dengan solvent (belerang dioksida) yang mengalir kebawah karena densitasny lebih berat. Selama kontak berlangsung, solvent melarutkan senyawa-senyawa aromatik yang terkandung di dalam kerosene. Dalam proses ekstraksi ini diperoleh dua macam aliran produk yang disebut ekstrak dan rafinat. Ekstrak yang keluar dari bagian bawah ekstraktor adalah larutan solvent yang banyak mengandung senyawa aromatik, sedangakn rafinat yang keluar dari bagian puncak ekstraktor adalah kerosene yang telah diambil senyawa aromatiknya dengan sedikit solvent yang terikut. Untuk meningkatkan efisiensi proses, solvent di dalam ekstrak dan rafinat dapat dimurnikan kembali dengan cara distilasi atau evaporasi yang selanjutnya dapat digunakan kembali di dalam ekstraktor, dan demikian seterusnya proses ekstraksi Edeleanu berlangsung.
2.2. Ekstraksi Furfural
Furfural, dengan rumus kimia HO2CHC=CHCO2H adalah sejenis solvent yang mempunyai titik didih 324oF. Karena furfural mempunyai struktur siklis, maka ia sangat efektif untuk mengekstrak senyawa aromatik dan beberapa senyawa siklis lainnya. Proses ini digunakan secara luas untuk memperbaiki mutu minyak pelumas yang masih mengandung senyawa aromat atau senyawa asphaltis. Suhu operasi dalam proses ekstraksi ini bervariasi antara 150 - 250 oF, tetapi pada kebanyakan refinery menggunakan suhu operasi sekitar 200 oF. Perbandingan jumlah solvent terhadap feed tergantung dari karakter umpannya, tetapi dalam kebanyakan plant biasanya sekitar 2 : 1. Perhatikan Gambar (6-3), di dalam gambar tersebut menunjukkan skema sederhana proses ekstraksi furfural yang digunakan untuk memperbaiki kualitas bahan pelumas (menghilangkan senyawa aromat). Kontak antara solvent dan feed biasanya dilakukan dengan aliran yang berlawanan arah (counter current). Untuk membuat kontak yang lebih intim, di dalam extractor dilengkapi alat kontak, seperti yang terlihat dalam gambar adalah rotating disk contactor (RDC). Peralatan kontak tersebut terdiri dari sebuah silinder vertikal yang dibagi menjadi
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
101
beberapa kompartemen. Dalam operasinya rotary disk dihubungkan dengan sebuah poros yang digunakan untuk menggerakkannya, dengan berputarnya disk tersebut akan membuat kontak antara solvent dan feed menjadi lebih intim dan oleh karenanya maka laju perpindahan masa akan terpacu oleh kecepatan perputaran disk dalam proses pengadukan tersebut.
Gambar (6-3): Proses Ekstraksi Furfural
Tingkat keberhasilan proses ekstraksi ini salah satunya dipengaruhi oleh derajat pencampurannya. Derajat pencampuran antara kedua fluida tersebut dapat diatur dengan mengatur kecepatan putaran disk.
2.3. Ekstraksi Udex
Solvent yang digunakan untuk proses ekstraksi ini adalah larutan Udex, yaitu berupa larutan yang terdiri dari campuran glycol dan air. Dalam proses ini biasanya suhu operasinya ditetapkan berkisar antara 170 - 358 oF, yang tepatnya sangat tergantung dari karakteristik umpannya maupun konsentrasi larutan solvent yang digunakan.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
102
Gambar (6-4): Proses Ekstraksi Udex
Udex adalah solvent yang sangat baik untuk mengekstrak light aromatic. Jika produk dari proses ekstraksi ini digunakan sebagai bahan baku petrokimia yang memerlukan kemurnian yang tinggi, maka untuk keperluan tersebut di dalam operasi ekstraksi harus menggunakan reflux. Rich solvent dari extractor menuju ke solvent stripper untuk dipisahkan dari solvent-nya dengan bentuan steam, extract keluar dari bagian puncak stripper dan lean solvent keluar dari bagian bawah stripper. Sebagian dari extract dikembalikan ke extractor sebagai reflux. Raffinat yang keluar dari bagian puncak extractor dicuci dengan air untuk mengambil glycol. Larutan glycol-water yang dihasilkan dicampur bersama-sama dengan lean solvent dikembalikan lagi ke extractor.
2.4. Ekstraksi Propane Deasphalting
Proses ekstraksi ini diterapkan untuk memisahkan asphalt (bitumen) dari minyak yang mengandung asphalt atau untuk membersihkan minyak lumas dari asphalt yang terkandung di dalamnya. Sebagai bahan pelarut yang digunakan berupa cairan propane, dimana propane akan melarutkan minyak (biasanya senyawa
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
103
paraffinic) dan sekaligus memisahkan asphalt. Proses ini sangat popular di dalam industri minyak karena hampir seluruhnya menggunakannya.
Gambar (6-5): Proses Ekstraksi Propane Deasphalting
Deasphalting sesungguhnya adalah proses ekstraksi bertekanan diatas tekanan atmosfir dengan mengontakkan feed dengan cairan propane secara berlawanan arah melalui sebuah packed column. Minyak masuk melalui bagian tengah kolom dan
propane
melalui
bagian
dasar
kolom.
Propane
akan
melarutkan
senyawa-senyawa paraffinic dan keluar dari bagian puncak kolom. Asphalt yang telah terpisahkan turun ke bagian dasar dan keluar menuju furnace untuk dipanaskan yang selanjutnya dipisahkan dari propane di dalam flash drum dan stripper. Sedangkan minyak yang keluar dari bagian puncak kolom dipisahkan propanenya di dalam evaporator bertingkat dan stripper. Minyak lumas yang dihasilkan telah bebas dari asphalt, dan propane yang telah dipisahkan dapat digunakan kembali. Demikian selanjutnya proses ini berlangsung. Suhu operasi ekstraksi ditetapkan berdasarkan tekanan operasi, semakin tinggi tekanannya semakin tinggi suhu operasinya. Proses ini biasanya diikuti dengan proses ekstraksi furfural untuk mendapatkan tingkat kemurnian produk yang tinggi.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
104
Pengembangan proses ini adalah dengan menggunakan dua macam solvent, yaitu propane dan campuran phenol-cresol atau selecto. Dua macam solvent ini dikenal dengan nama duo-sol. Propane dalam hal ini digunakan untuk melarutkan paraffinic hydrocarbons, sedangkan campuran phenol-cresol digunakan untuk melarutkan naphthenic hydrocarbon.
2.5. Distilasi Ekstraktif
Suatu proses yang digunakan untuk memisahkan senyawa aromatik murni dari fraksi gasoline adalah dikenal sebagai distilasi ekstractif (extractive distillation). Aromatik-aromatik tersebut adalah benzene, toluen dan xylene (BTX). Ketiga macam senyawa aromat tersebut adalah banyak digunakan sebagai feed stock untuk industri petrokimia. Fraksi gasoline, apakah dari straight run, thermally cracked, catalytically cracked atau catalytically reformed digunakan dalam proses ini. Feed yang mengandung senyawa-senyawa aromatik dan aliphatic dipanaskan hingga mencapai suhu yang dikehendaki dan diumpankan ke dalam kolom distilasi. Solvent yang mana senyawa aromatik lebih mudah dilarutkan dari pada senyawa yang lain diumpankan dekat dengan bagian puncak kolom. Solvent mengekstrak senyawa aromatik dan keluar melalui bagian dasar kolom menuju ke kolom yang kedua (kolom distilasi). Pada kolom yang kedua senyawa aromatik dipisahkan dari solvent yang melarutkannya dengan cara distilasi. Dalam hal ini solvent yang digunakan adalah phenol, disirkulasikan kembali ke kolom ekstraksi. Jenis solvent lain yang dapat digunakan untuk proses ini diantaranya adalah sulfolane dan acetonitrile. Jika hydrogen fluoride (HF) yang digunakan sebagai solvent-nya, maka suhu operasinya diatur berkisar antara 100 - 125oF. Laju sirkulasi solvent sekitar 0,15 0,3 volume solvent per volume feed. Hydrogen fluoride dapat memisahkan senyawa belerang dan senyawa-senyawa aromatik komplek secara efektif. Asam sulfat digunakan untuk mengekstrak isobutene. Konsentrasi asam sulfat untuk keperluan ini sekitar 65%. Isobutene diekstrak dari campuran butane-butene. Isobutene murni sangat berguna di dalam pembuatan karet sintetis.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
105
Gambar (6-6): Proses Distilasi Ekstraktif
Solvent jenis lain yang disebut dengan nama ammoniacal copper acetate banyak digunakan untuk mengekstrak butadiene. Produk butadene dapat dipisahkan dari solvent dengan cara fraksinasi pada tekanan sekitar 15 psig dan suhu pada bagian dasar kolom sekitar 175 oF.
3. KESETIMBANGAN DALAM EKSTRAKSI
Sistem di dalam ekstraksi sekurang-kurangnya terdiri dari tiga komponen, dan dalam kebanyakan kasus ketiga komponen berada di dalam dua lapisan cairan (fase) yang tidak saling melarut. Oleh karena itu proses ekstraksi meliputi dua operasi utama, yakni bagaimana memperoleh kesetimbangan dan bagaimana cara melakukan pemisahan antara bahan-bahan yang saling kontak. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa di dalam proses extraksi terdapat dua lapisan (fase) yang keduanya dalam fase cair yang mempunyai perbedaan densitas relatif kecil tentunya perlu dipertimbangkan bagaimana cara memisahkan kedua fase ini dan bagimana pula cara memisahkan komponen-komponen yang ada pada kedua fase
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
106
tersebut sehingga setiap komponen yang dipisahkan mempunyai tingkat kemurnian yang tinggi. Sebagai dasar teori yang diterapkan dalam proses ekstraksi ini adalah Hukum Distribusi, yaitu keadaan diamana perbandingan konsentrasi suatu komponen yang terdistribusi ke dalam dua phase (rafinate dan extract) yang saling tidak melarut adalah konstan, perhatikan Gambar (6-7).
Gambar (6-7): Terbentuknya Rafinate dan Extract
Dalam Gambar (6-7a) menunjukkan suatu campuran yang terdiri dari dua komponen, yakni A (carrier) dan C (solute) yang keduanya saling melarut. Campuran tersebut ditambahkan zat B (solvent) dan diaduk seperti yang terlihat dalam Gambar (6-7b) sampai mencapai keadaan setimbang, dimana transfer massa sudah tidak terjadi lagi. Misalkan komposisi dalam campuran tersebut terdiri dari 40 % komponen A, 40 % komponen B, dan 20 % komponen C, maka titik koordinat komposisi campuran tersebut terletak pada diagram segitiga sama sisi seperti yang terlihat dalam gambar (6-8), dalam hal ini ditunjukkan sebagai titik K.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
107
Gambar (6-8): Diagram Segitiga Sama Sisi
Setelah pengadukan dihentikan maka akan terjadi dua lapisan yang tidak saling melarut (rafinate dan extract) seperti yang terlihat dalam Gambar (6-7c). Jika dilakukan analisis terhadap kedua lapisan tersebut maka masing-masing mengandung ketiga komponen (A, B dan C), namun komposisi di dalam rafinate berbeda dengan komposisi yang berada di dalam extract. Jika komposisi komponen yang ada di dalam kedua lapisan tersebut diplot di dalam diagram segitiga sama sisi maka akan diperoleh dua titik koordinat komposisi dalam kesetimbangan. Dari kedua titik kesetimbangan tersebut dapat ditarik garis yang disebut sebagai garis penghubung (tie line). Seperti yang terlihat dalam Gambar (6-8), garis RE adalah tie line garis menghubungkan titik koordinat komposisi di dalam rafinate (R) dengan titik koordinat komposisi di dalam extract (E). Sedangkan titik M adalah titik koordinat komposisi campuran. Jika salah satu komponen ditambahkan lagi dari keadaan semula, maka setiap penambahannya akan mengakibatkan perubahan komposisi kesetimbangannya pada lapisan rafinate maupun lapisan extract dan titik koordinat komposisinya akan bergeser. Jika titik-titik koordinat komposisi yang ada di lapisan rafinat dihubungkan akan membentuk garis kesetimbangan rafinate (rafinate equilibrium
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
108
line), dan yang ada pada lapisan extract disebut sebagai garis kesetimbangan
extract (extract equilibrium line), seperti yang terlihat dalam Gambar (6-9).
Gambar (6-9): Diagram Kesetimbangan Extract - Rafinate
Daerah yang dibatasi oleh garis kesetimbangan rafinate dan extract disebut sebagai daerah terjadinya dua lapisan.Sedangkan daerah yang berada di luar garis kesetimbangan disebut daerah tidak terjadi lapisan (ketiga komponen saling melarutkan). Dalam proses ekstraksi misalnya ada larutan yang terdiri dari dua komponen, yakni 60 % A dan 40 % C maka titik koordinatnya berada pada garis AC. Dengan menambahkan komponen B secara terus-menerus maka akan diperoleh titik-titik koordinat komposisi campuran yang membentuk garis lurus yang menuju titik B, perhatikan Gambar (6-10). Titik koordinat rafinate dan extract ditentukan dengan melakukan perhitungan neraca massa dan berada pada garis lurus X1B. Melalui titik koordinat komposisi campuran (M) dengan menarik tie line secara interpolasi
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
109
untuk menentukan titik koordinat komposisi rafinate dan extract (R dan E). Dari titik B ditarik garis lurus melalui titik E untuk menetapkan harga y2, dan melalui titik R untuk menetapkan harga x2.
Gambar (6-10): Metoda Penentuan Rafinat dan Extract
Jika: A = carrier B = solvent C = solute C1 = fraksi massa solut di dalam extract C2 = fraksi massa solut di dalam rafinate C ⎛ ⎞ C1 = ⎜ ⎟ ⎝ A + B + C ⎠E
dan
Koefisien distribusi : K =
C ⎛ ⎞ C2 = ⎜ ⎟ ⎝ A + B + C ⎠R
C1 C2
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
110
4. NERACA MASSA
Proses ekstraksi sederhana yang dapat dilihat dalam Gambar (6-11) memberikan penjelasan bahwa umpan yang akan diekstrak dan solvent sebagai bahan pengekstrak dikontakkan di dalam sebuah ekstraktor dengan arus yang berlawanan arah (counte rcurrent extraction).
Solvent yang telah melakukan
penyerapan dan melarutkan sejumlah solut disebut sebagai “extract”, sedangkan minyak yang kehilangan sebagian solut yang dibawanya disebut sebagai “rafinate”.
Rafinate R, x2, C2
Solvent S, y1 Extractor M, xm
Minyak F, x1
Extract E, y2, C1
Gambar (6-11): Skema Neraca Massa di sekitar Ekstraktor
Di dalam petroleum extraction system pada umumnya menggunakan solvent yang lebih berat dari minyak, dan solvent yang telah melarutkan sebagian solut dari minyak akan membentuk lapisan bawah (phase cairan berat) yang kemudian dapat ditarik dari bagian bawah ekstraktor. Untuk keperluan perancangan maupun evaluasi kinerja ekstraktor diperlukan perhitungan-perhitungan yang salah satu diantaranya adalah neraca massa yang dinyatakan dalam bentuk persamaan seperti berikut: F+S=M=E+R
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
(Neraca Massa Total)
111
F.x1 + S.y1 = M.xM = E.y2 + R.x2 E=
M (x M - x 2 ) y2 - x 2
dan
(Neraca Massa Solut)
S x1 - x M = F x M - y1
Dimana: F = laju massa umpan R = laju massa rafinate E = laju massa extractsolut M = laju massa campuran di dalam ekstraktor x1 dan x2 = fraksi massa solut berturut-turut dalam umpan dan rafinate y1 dan y2 = fraksi massa solut berturut-turut dalam solvent dan extract xM = fraksi massa solut dalam campuran
Contoh 6-1 :
Hitung besarnya rafinate dan extract serta masing-masing konsentrasi solutnya (x2 dan y2) untuk sistem extraksi seperti yang terlihat dalam gambar dibawah ini.
Penyelesaian :
Tarik garis lurus dari x1 ke titik B, dan kemudian harga xM seperti berikut: xM =
F x1 = M
(1000) (0,45) 3000
= 0,15
Tetapkan itik potong antara tie line dengan garis x1-B di xM.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
112
Tarik garis dari titik B melalui titik potong garis kesetimbangan dengan tie line pada garis extract dan rafinate untuk menentukan harga x2 dan y2. Diperoleh x2 = 0,1 dan y2 = 0,62. E =
M (x M - x2 ) y2 - x2
=
(3000) (0,15
- 0,1)
0,62 - 0,1
= 288,5 kg / jam
R = 3000 - 288,5 = 2711,5 kg / jam
Dalam penerapan sistem ekstraksi minyak kebanyakan beberapa komponen saling melarut, oleh karena itu harus dibuat diagram segitiga yang menunjukkan komposisi pada masing-masing phase dan hubungannya.
Di dalam diagram
terdapat tiga sekala persentase yang dapat dibaca dari 0 % sampai dengan 100 %. Pada setiap titik dalam diagram tersebut menggambarkan komposisi komponen (carrier, solute, solvent). Hubungn phase untuk sistem petroleum-oil dapat diilustrasikan misalnya dalam ekstraksi furfural (atau dengan jenis solvent lain yang biasa digunakan). Ketika furfural ditambahkan ke dalam heavy lubricating oil stock, maka akan diperoleh dua phase (layer). Pertama adalah extract yang relatih lebih banyak mengandung furufural dan asphaltic material yang terlarut di dalamnya, dan kedua adalah raffinate yang banyak mengandung lube oil yang viscosity index-nya tinggi.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
113
Di dalam campuran kompleks seperti fraksi minyak sangat sulit untuk menyatakan apa arti raffinate murni (R) dan extract murni (E), oleh karena itu sekala Rdan E tidak dibaca secara langsung dalam persen R dan E tetapi dengan beberapa sifat-sifat penting yang dimiliki oleh minyak seperti specific gravity, viscosity index. Untuk menggambarkan diagram yang menggambarkan hubungan tersebut diperlukan data percobaan (experiment).
Konversi SG ke Fraksi Massa SG A .x A + SG C .x C = SG F
xA =
SG F - SG C SG A - SG C
dimana: SGA = specific gravity komponen A dalam feed SGC = specific gravity komponen C dalam feed SGF = specific gravity feed xA = fraksi massa komponen A dalam feed xC = fraksi massa komponen C dalam feed
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
114
BAB 7 ABSORPSI
1. U M U M
Sebagaimana telah dibicarakan sebelumnya, dengan distilasi pada tekanan atmosfir dapat dipisahkan campuran berbagai senyawa hidrokarbon menurut perbedaan titik didihnya. Hidrokarbon-hidrokarbon yang terlalu berat harus didistilasi pada tekanan vakum karena terlalu tinggi titik didihnya pada tekanan atmosfir. Sebaliknya, hidrokarbon-hidrokarbon yang terlalu ringan harus didistilasi pada tekanan tinggi karena terlalu rendah titik embunnya (juga titik didihnya) pada tekanan atmosfir. Cara lain untuk memisahkan hidrokarbon yang sangat ringan tanpa memakai tekanan yang terlalu tinggi atau pendinginan yang terlalu rendah adalah absorpsi. Absorpsi adalah suatu proses pemisahan komponen gas berdasarkan atas perbedaan kelarutan gas terhadap cairan pelarut (solvent). Gas-gas yang lebih berat (lebih mudah mengembun) akan lebih mudah larut dari pada gas-gas ringan. Solvent yang khusus untuk proses ini disebut absorbent. Absorbent yang telah digunakan dapat dimurnikan kembali dengan cara distilasi dan kemudian digunakan kembali kedalam absorber. Sebagai alasan mengapa proses absorpsi dipilih, pertimbangannya adalah faktor ekonomis. Sebagai contoh, pemisahan hidrokarbon ringan dalam campuran gas mungkin lebih ekonomis jika menggunakan cara absorpsi dari pada fraksinasi yang harus menggunakan suhu rendah dan tekanan tinggi. Ada gas alam yang dihasilkan dari beberapa ladang gas tanpa mengandung senyawa belerang dan sedikit sekali mengandung carbon dioxide, gas semacam ini disebut sweet gas dan tidak menjadi persoalan dalam proses pemurniannya. Tetapi tidak sedikit ladang-ladang gas yang produksi gas-nya banyak mengandung senyawa sulfur, gas semacam ini disebut sour gas dan dalam proses pemurniannya banyak kesulitan yang timbul. Untuk keperluan distribusi gas, total sulfur content di dalam gas alam disyaratkan harus dibawah 1 grain/Cscf (1 grain = 64,8 mg; Cscf = 100 standard cubic feet),
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
115
tetapi untuk keperluan industri disyaratkan total sulfur content harus dibawah 0,25 grain/Cscf. Kandungan carbon dioxide (CO2) di dalam gas alam umumnya berkisar antara 0,1 - 6 %, namun di Indonesia seperti dilapangan Natuna kandungan carbon dioxide di dalam gas alam mencapai 70 %. CO2 tidak begitu berpengaruh terhadap peralatan operasi tetapi cukup berpengaruh terhadap nilai kalori bahan bakar.
2. PRINSIP OPERASI ABSORPSI
Proses absorpsi dapat dikatakan hampir mirip dengan proses distilasi, gas yang mengandung komponen-komponen berat diumpankan melalui bagian bawah (bottom) kolom absorpsi dan solvent (lean solution) diumpankan dari bagian atas (top) kolom. Gas kering sebagai hasil proses absorpsi meninggalkan kolom melalui bagian puncak dan sementara solvent beserta komponen yang terlarut (rich solution) keluar melalui bagian dasar kolom. Suhu di dalam unit absorpsi dikendalikan oleh jumlah dan suhu lean solution. Operasi absorpsi akan lebih baik fleksibilitasnya jika digabung dengan stripping dalam satu menara, dan menara untuk keperluan ini disebut "rectifying absorber".
3. MACAM-MACAM PROSES ABSORPSI
Didalam industri migas dan petrokimia, proses absorpsi banyak diterapkan untuk pemurnian misalnya pemisahan CO2 dan H2S dari gas alam atau pengambilan kembali (recovery) suatu komponen/bahan tertentu misalnya benzene, toluene, dsb. Absorpsi juga banyak digunakan secara luas untuk proses pemisahan hidrokarbon-hidrokarbon dengan 3 atau 4 atom karbon (C3 dan C4) misalnya propan, propylen, butan, butylen dan hidrokarbon dengan 1 atau 2 atom karbon (C2 dan C2) seperti metan, etylen, acetylen, atau gas-gas ringan lainnya. Karbon dioksida (CO2) yang terbawa oleh gas alam dapat dihilangkan dengan cara absorpsi, dan karena yang digunakan sebagai solvent jenis organic amine,
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
116
maka proses ini sering disebut "amine process". Solvent yang digunakan bisa berupa monoethanol amnine (MEA), diethanolamine (DEA), atau triethanolamine (TEA). Dalam proses ini beberapa reaksi kimia antara gas asam yang ada di dalam gas alam dan amine dapat terjadi. Dari reaksi yang terjadi menghasilkan amine carbonate, bicarbonate dan hidrosulfida. Konsentrasi amine untuk keperluan ini direkomendasi antara 15 - 25% dalam air. Gambar
(7-1)
menunjukkan
diagram
sederhana
aliran
proses
untuk
menghilangkan karbon dioksida dari gas alam dengan menggunakan amine solution.
Gambar (7-1): Proses Absorbsi dengan Larutan Amine
Gas alam diumpankan melalui bagian bawah menara absorber sedangkan MEA melalui bagian puncak menara. Di dalam menara dipasang alat kontak, dan kebanyakan untuk jenis gas yang korosif menggunakan bahan inert seperti
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
117
ceramic. Bentuk ceramic dibuat sedemikian rupa sehingga mempunyai luas permukaan kontak yang besar. Gas yang telah bebas CO2 meninggalkan menara melalui bagian puncaknya sedangkan rich solution (MEA dan CO2) melalui bagian bagian dasar menara. Rich solution selanjutnya diumpankan ke menara distilasi atau stripper untuk memurnikan kembali MEA yang kemudian digunakan kembali ke absorber. Larutan MEA yang memasuki absorber ini disebut lean solution (larutan miskin) karena miskin akan kandungan CO2, dengan kata lain kemampuan larutan MEA telah pulih kembali untuk mengikat CO2. Karena persoalan korosi besar kemungkinannya terjadi, maka larutan MEA yang digunakan harus ditambahkan additive sebagai corrosion inhibitor. Stripper atau menara distilasi sesungguhnya merupakan unit regenerasi. Steam yang digunakan untuk meregenerasikan larutan MEA sekitar 0,5 kg steam setiap 4 liter larutan MEA. Gas alam yang telah dimurnikan biasanya mengandung kurang dari 20 ppm CO2 dan 1 ppm air. Contoh lain adalah absorpsi untuk treatment gas basah dari hasil perengkahan katalitik (catalytic cracking). Zat cair pelarut yang digunakan adalah fraksi gasoline yang telah dipisahkan dari C4 yang berasal dari kolom debutanizer. Gasoline yang belum distabilkan (unstabilized gasoline) dipakai sebagai feed. Dalam proses ini dilakukan secara serentak stabilisasi gasoline. Macam proses lain sesuai dengan penggunaannya diantaranya adalah "Girbotol process", yaitu digunakan untuk membersihkan sulfur dalam bentuk hidrogen
sulfida (H2S) yang terkandung didalam gasoline, kerosine, dll. Jenis pelarut yang digunakan adalah diethanol amine (DEA).
4. HYDROGEN SULFIDE REMOVAL
Untuk menghilangkan hydrogen sulfide (H2S) dalam gas alam dapat dilakukan dengan berbagai cara proses, Beberapa proses yang dapai diterapkan diantaranya adalah sebagai berikut: • Amine process
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
118
• Sodium carbonate process • Potasium Carbonate process • Iron oxide process • Sodium phenolate process • Tripotasium process
Hingga dewasa ini jika dibanding dengan proses-proses yang lain, amine process masih cukup dikenal dan banyak diterapkan karena mempunyai banyak keuntungan. Amine process lebih fleksibel untuk menangani gas alam yang mempunyai kandungan sulfur maupun corbon dioxide dengan variasi yang tinggi.
4.1. Amine Process
Amine process tidak hanya digunakan untuk menghilangkan hydrogen sulfide, tetapi juga carbon dioxide dari gas alam maupun dari gas hasil pengolahan minyak bumi. Jenis amine yang digunakan umumnya adalah MEA (monoethanol amine), DEA (diethanol amine), TEA (triethanol amine). Jika menggunakan MEA, kaonsentrasi larutan sekitar 15 - 20 %; DEA dengan konsentrasi larutan sekitar 20 - 30 %, dan TEA dengan konsentrasi larutan sekitar 50 %. Jika di dalam gas alam tidak mengandung carbonyl sulfide (COS) maka larutan monoethanol amine sering digunakan untuk keperluan ini, namun kandungan H2S di dalam gas alam tidak boleh lebih besar dari 0,25 grain/Cscf. Untuk keperluan ini MEA mampu menurunkan kandungan H2S hingga mencapai 0,05 grain/Cscf. Jika di dalam gas alam mengandung carbonyl sulfide maka harus menggunakan larutan Diethanol amine, karena carbonyl sulfide akan bereaksi dengan amine primer membentuk senyawa yang tidak dapat diregenerasi. Gas yang ditangani dengan menggunakan DEA pada umumnya jarang yang kandungan H2S-nya lebih rendah dari 0,5 grain/Cscf. Prinsip kerja proses ini adalah absorpsi yang diikuti dengan reaksi kimia dalam larutan air antara aliphatic alkoholamine dengan gas asam seperti H2S dan CO2 pada temperatur sebagaimana kondisi atmosfir. Kesetimbangan reaksi akan
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
119
menurun secara cepat dengan sedikit naiknya temperatur dan melepaskan gas tersebut. Proses semacam ini termasuk proses absorpsi yang disertai dengan reaksi kimia. Reaksi tersebut dapat dinyatakan dalam persamaan berikut dimana RNH2 menunjukkan monoethanol amine (MEA) dan R menunjukkan gugus HOCH2CH2.
1. 2 RNH2 + H2S
100 oF ⇔ (RNH2) 2.H2S 240 oF
2. 2 RNH2 + CO2
120 oF + H2O ⇔ (RNH2) 2.H2CO2 300 oF
atau
3. 2 RNH2 + H2S
100 oF ⇔ (RNH3) 2.S o 240 F
4. 2 RNH2 + CO2
120 oF + H2O ⇔ (RNH3) 2.CO3 300 oF
Setiap kelompok persamaan yang sama dapat dipakai untuk diethanol amine dan triethanol amine. Perlu diingat bahwa berdasarkan persamaan reaksi tersebut, reaksi akan membalik ke arah kiri dan diawali oleha H2S dan amine pada temperatur yang lebih rendah dibanding untuk CO2. Oleh karena itu temperatur kontak untuk menghilangkan H2S harus sama atau lebih rendah dari 100 oF. Juga, temperatur disosiasi untuk CO2 lebih tinggi dari pada untuk H2S. Oleh karena itu untuk proses stripping nantinya temperatur yang ditetapkan harus lebih besar dari 300 oF. Karena proses ini proses secara fisika yang disertai dengan reaksi kimia, maka naiknya kekuatan larutan atau rate of flow akan dapat meningkatkan kapasitas penghilangan gas asam. Namun demikian kenaikan tersebut harus betul-betul dievaluasi secara cermat karena larutan yang lebih kuat atau naiknya flow rate
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
120
yang berlebihan justru akan menurunkan kemampuan regenerasinya, dan akibatnya konsumsi amine akan menjadi lebih tinggi. Larutan amine yang meninggalkan ractifying still (sering disebut lean solution) masih membawa panas dan panas tersebut dapat dimanfaatkan untuk pemanasan foul solution di dalam heat exchanger. Keluar dari heat exchanger lean amine dimasukkan ke dalam cooler untuk mendapatkan pendinginan dan kemudian untuk sementara ditampung di dalam surge tank. Dari surge tank lean solvent dipompakan kembali ke absorber untuk digunakan sebagai absorbent kembali. Demikian terus berulang siklus amine di dalam proses gas treater ini.
4.2. Sodium Carbonate Process
Sodium carbonate process (soda ash trater) seperti yang terlihat dalam gambar 467 umumnya digunakan untuk pemurnian gas buatan. Tekanan operasi absorber sangat rendah dan kemampuan menghilangkan H2S sekitar 85 % jika dioperasikan untuk gas buatan, sedangkan jika untuk gas alam tekanan operasinya bisa sampai 500 psig. Gas meninggalkan absorber dengan kandungan H2S sekitar 1 - 5 grain/Cscf. Konsentrasi larutan biasanya sekitar 3 - 3,5 % sodium carbonate. Gas asam bereaksi dengan larutan sodium carbonate dengan persamaan reaksi seperti berikut: H2S + Na2CO3
→
CO2 + Na2CO3 + H2O
2 NaHS + NaHCO3 →
2 NaHCO3
Secara teoritis absorbent dapat menyerap H2S sampai tekanan uap H2S sama dengan tekanan parsial uap di dalam inlet gas, namun dalam kenyataannya tidak mungkin hal itu dapat dicapai. Flow rate larutan sodium carbonat (absorbent) yang digunakan untuk keperluan ini pada umumnya berkisar antara 60 sampai150 gal/Mscf gas, dan hal ini sangat tergantung pada konsentrasi H2S dan CO2 dalam gas. Untuk jenis oven gas (atau gas buatan) yang mengandung H2S berkisar antara 3 5 grain/scf, CO2 antara 1,5 - 2,0 %, flow rate larutan yang diperlukan untuk pemurnian gas tersebut jumlahnya sekitar 60 - 70 gal/Mscf dengan carrying
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
121
capasity sekitar 50 grain/gal. Larutan meninggalkan absorber kemudian dipanaskan dengan steam dan menuju ke bagian puncak aerating tower atau actifier, dimana reaksi yang disebutkan sebelumnya mengarah ke kiri. Reaksi tersebut sesuai dengan pengaruh temperatur dan di dalam stripping gas H2S dan CO2 lepas dan keluar melalui bagian puncak. Umumnya absorber berupa kolom yang dilengkapi dengan bubble tray atau packed column dengan larutan masuk melalui bagian puncak dan sour gas melalui bagian dasar. Jika digunakan untuk pemurnian gas alam, maka tekanan operasinya sekitar 500 psig. Larutan yang telah membawa gas asam (spent solution) keluar dari bagian dasar absorber menuju ke heat exchanger untuk mendapatkan pemanasan. Dari heat exchanger spent solution masuk ke dalam aerating tower melalui bagian puncaknya, kemudian kontak dengan udara secara berlawanan arah. Udara dihembuskan dari bagian bawah aerating tower dengan bantuan fan. Kemungkinan terbentuknya thiosulfate bisa saja terjadi karena terjadinya oksidasi larutan. Thiosulfate tersebut tidak dapat diregenerasi, oleh karena itu beberapa larutan harus dipisahkan dan fresh solution ditambahkan untuk menjaga agar konsentrasi thiosulfate relatif rendah. Jika gas yang ditangani ini banyak mengandung CO2, maka larutan harus dipanaskan agar mencapai temperatur yang lebih tinggi sehingga reaksinya menjadi lebih efektif. Pada temperatur yang relatif lebih tinggi akan menyebabkan jumlah air yang hilang menjadi lebih banyak, oleh karena itu diperlukan air tambahan (make up) dalam jumlah yang memadai. Jika di dalam air mengandung disolved solid, maka konsentrasi disolved solid lama kelamaan akan menjadi tinggi dan pada batas konsentrasi tertentu disolved solid tersebut akan keluar dari larutan dan membentuk endapan. Endapan tersebut dapat terjadi di dalam aerating tower dan kemudian menimbulkan penyumbatan dan akhirnya menurunkan kapasitas. Dalam prakteknya untuk mengetahui seberapa besar kandungan garam-garam di dalam larutan absorbent dapat dilakukan dengan pengujian contoh, yaitu dengan cara mendinginkan contoh hingga mencapai temperatur minimum plant dan kemudian ditambahkan beberapa sodium bicarbonate padat. Larutan tersebut kemudian di test untuk melihat alkalinitasnya naik atau tidak. Jika alkalinitas naik
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
122
menunjukkan bahwa larutan telah melarutkan beberapa sodium karbonate. Dari hasil seperti ini dapat disimpulkan bahwa deposit tidak akan terjadi pada lokasi yang dingin. Jika hasil test menunjukkan tidak ada kenaikan alkalinitas, maka kondisi operasi plant harus dikoreksi dengan menaikkan temperatur atau dengan mengencerkan larutan untuk menurunkan konsentrasi garam-garam thiosulfate. Keuntungan proses seperti ini adalah unitnya kecil sehingga tidak banyak memakan tempat, absorbent yang digunakan relatif murah, dan operasinya lebih sederhana. Konsumsi sodium carbonate untuk mengolah gas alam pada tekanan 500 psig berkisar antara 0,01 - 0,05 lb/Mscf. Biaya operasi untuk mengolah gas alam yang kandungan CO2 lebih kecil dari 1 % cukup rendah, tetapi jika lebih besar dari 1 % biaya operasinya relatif mahal. Untuk menurunkan pembentukan garam thiosulfate karena reaksi, maka proses ini dapat dimodifikasi dengan melengkapi vacuum system yang sering dikenal sebagai "Vacuum Carbonate Process". Pengembangan pertama proses ini dengan menggunakan steam untuk stripping sebagai pengganti udara yang digunakan untuk regenerasi larutan.
4.3. Jenis Proses yang lain
Proses-proses yang lain yang dapat digunakan untuk keperluan sulfur removal banyak jenisnya. Amine process dapat digabung dengan hot potash atau glycol dengan tujuan untuk menurunkan biaya operasi, demikian juga modifikasi yang dilakukan pada dasarnya adalah untuk menekan biaya operasi tanpa mengurangi target hasil yang diinginkan.
4.3.1. Potasium Carbonate Process
Hot potasium carbonate dapat menyerap CO2 dan H2S, dan untuk memulihkannya dapat diregenerasi dengan menggunkan steam. Jumlah steam yang diperlukan umumnya lebih kecil dibanding dengan untuk amine process.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
123
4.3.2. Iron Oxide Process
Seperti yang ditunjukkan dalam gambar 4-68, H2S dapat dihilangkan dengan menggunakan Iron oxide sekitar 5 - 10 lb/cuft dalam campuran dengan serpihan kayu. Penghilangan H2S akan lebih efisien pada tekanan tinggi. Reaksi yang terjadi dalam proses ini seperti berikut: Fe2O3 + 3 H2S
→
Fe2S3 + 3H2O
2 Fe2S3 + 3 O2
→
2 Fe2O3 + 6 S
2 H2S + O2
→
2 H2O + 2 S
4.3.3. Sodium Phenolate Process
Proses ini ditunjukkan dalam gambar 4-69 dan jarang digunakan untuk mengolah gas alam karena efisiensinya rendah. Disamping itu konsumsi steam yang diperlukan sangat tinggi. Reaksi yang terjadi dalam proses ini seperti berikut: →
NaOC6H5 + H2S
NaHS + C6H5OH →
NaOC6H5 + CO2 + H2O
NaHCO3 + C6H5OH
4.3.4. Tripotassium Phosphate Process
Jenis proses ini kebanyakan digunakan untuk menangani refinery gas. Dengan menggunakan proses seperti ini kandungan H2S dapat diturunkan dari 3000 menjadi 15 grain/Cscf dengan menggunakan larutan yang mengandung 32 % K3PO4. Reaksi yang terjadi dalam proses ini seperti berikut: K3PO4 + H2S
→
K3PO4 + CO2 + H2O
KHS + K2HPO4 →
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
KHCO3 + K2HPO4
124
5. CARBON DIOXIDE REMOVAL
Carbon dioxide (CO2) yang terkandung di dalam gas alam dapat dipisah bersamasama dengan hydrogen sulfide dengan menggunakan amine process atau proses yang lainnya sebagaimana dibahas sebelumnya. Proses yang dibahas sebelumnya pada umumnya hanya sekedar menurunkan kandungan CO2 dalam gas alam, sedangkan yang akan dibahas disini adalah untuk menghilangkan CO2 dalam jumlah yang besar. Pada prinsipnya proses yang diterapkan untuk keperluan ini adalah absorpsi dengan menggunakan organic solvent. Tekanan operasi bervariasi antara 300 - 1000 psig dengan kandungan CO2 di dalam gas alam cukup tinggi, yaitu sekitar 5 - 60 %. Di dalam proses ini tidak terjadi reaksi kimia dan murni proses fisika dengan menggunakan absorbent seperti propylene carbonate, glycol triacetate, butoxy diethylene glycol acetate, dan methoxy triethylene glycol acetate. Jenis solvent ini juga dapat menghidrasi air yang terdapat di dalam gas alam. Sebagai contoh penerapan cara ini yaitu pada sebuah plant yang dirancang untuk memurnikan gas alam dengan kandungan CO2 dari konsentrasi 53 % menjadi 2 % pada kapasitas operasi berkisar 220 MMscfd gas alam. Solvent yang digunakan adalah jenis propylenen carbonate. Untuk meregenerasikan solvent dilakukan dengan cara flash operation, yaitu dengan memisahkan fase uap dan fase cair dalam campuran di dalam flash chamber. Hydrocarbon yang terlarut di dalam solvent dipisahkan di dalam flash camber tingkat pertama dengan cara menurunkan suhu. Hydrocarbon yang terpisah keluar melalui bagian puncak kemudian ditekan dan dikirim kembali ke absorber bersama-sama dengan feed. Gas CO2 yang masih terbawa oleh solvent dipisahkan di dalam flash chamber tingkat kedua dengan cara yang sama. Dengan cara regenerasi seperti ini diharapkan tingkat kemurnian solvent dapat dijaga tetap tinggi.
6. ABSORPSI DAN STEAM STRIPPING 6.1. Prinsip Dasar Absorpsi
Proses penyerapan sebagian gas ke dalam cairan non volatile sesungguhnya banyak diterapkan seperti halnya fraksinasi. Prinsip dasar operasi absorpsi juga
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
125
tergantung pada kesetimbangan antara uap dan cairan. Oleh karena itu pelaksanaannya dapat dilakukan dengan mengontakkan secara berlawanan arah di dalam sebuah kolom. Perbedaannya adalah bahwa di dalam absorber suhunya relatif konstan.
Gambar (7-2): Skema Neraca Bahan dalam Proses Absorpsi
Neraca Komponen:
(
G y 1' - y '2
)
(
= L x '2 - x 1'
)
Liquid / Gas Ratio: y ' - y '2 L = 1' G x 2 - x 1'
di mana: L = Jumlah mol cairan absorbent murni G = Jumlah mol inert gas murni x’ = Jumlah mol komponen per mol absorbent murni (mol ratio) y’ = Jumlah mol komponen per mol gas murni
Jika fraksi mol komponen dalam gas dan liquid diketahui, maka x' =
x 1 - x
dan
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
y' =
y 1 - y
126
Proses absorpsi sebagian gas ke dalam nonvolatile liquid pada dasarnya sama seperti fraksinasi.
Sebagaimana dalam fraksinasi, proses absorpsi ini juga
tergantung pada kesetimbangan antara uap dan cairan (yaitu didasarkan pada hukum Raoult). p *i x i pi = y = pt pt
Gambar (7-3): Penetapan Jumlah Tahapan dalam Proses Absorpsi
Liquid/Gas ratio (L/G) adalah konstan di setiap titik disepanjang kolom absorber sehingga slopenya konstan. Garis dengan slope konstan ini disebut sebagai garis operasi (operating line). Garis operasi ini mempunyai titik terminal pada ( x '2 ; y 1' )
dan ( x 1' ; y '2 ), yaitu garis A-B. Perpindahan masa komponen dari gas ke cairan adalah kejadian diffusi, dan oleh karena itu laju perpindahan tergantung pada perbedaan konsentrasi komponen di dalam gas dan di dalam cairan. Dengan demikian perpindahan akan terjadi hanya jika ada perbedaan konsentrasi, dan perpindahan masa akan terhenti jika kesetimbangan tercapai.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
Kebutuhan
127
minimum absorbent yang digunakan dapat ditentukan dengan memperhatikan gas yang keluar yang dalam kesetimbangan dengan absorbent yang masuk. Garis operasi untuk kondisi tersebut akan memotong garis kesetimbangan pada y '2 .
Dalam kondisi seperti ini akan membutuhkan jumlah plate yang tak
terhingga.
Contoh 7-1:
Udara dari sebuah solvent plant mengandung 2 % n-pentane. Konsentrasi npentane akan diturunkan hingga mencapai 0,1 % dengan mengontakkan gas pada suhu 80 oF dan tekanan 147 psia, minyak yang digunakan sebagai absorbent sebanyak 6.950 lb/jam dan mengandung 0,05 % berat n-pentane.
Gas yang
o
diumpankan laju alirnya 100.000 cuft/jam diukur pada 60 F. Berat molekul absorbent 220. Hukum Raoult dan Dalton dianggap berlaku dalam kondisi ini. Hitung jumlah plate teoritis.
Penyelesaian: Jumlah mol gas memasuki absorber:
Udara murni 98 % vol, G =
100.000 x 0,98 = 259 lbmol / jam 379 (pada 32 oF: 1 lbmol = 359 ft3)
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
128
(pada 60 oF: 1 lbmol = 379 ft3)
Pentane murni 2 % vol, C5 =
100.000 x 0,02 = 5,28 lbmol / jam 379
Mole ratio: y 1' =
C5 5,28 = = 0,0204 G 259
Jumlah mol gas meninggalkan absorber:
Udara murni sama dengan saat masuk, G = 259 lbmol/jam Pentane murni 0,1 % vol, C 5 = 259 x
0,1 = 0,26 lbmol / jam 99,9
Mole ratio: y '2 =
C5 0,26 = = 0,001 G 259
Jumlah mol absorbent memasuki absorber:
Absorbent murni 99,95 % berat, L =
6.950 x 0,9995 = 31,6 lbmol / jam 220
Pentane murni 0,05 % berat, C5 =
6.950 x 0,0005 = 0,05 lbmol / jam 72
Mole ratio: x 1' =
C5 0,05 = = 0,00158 L 31,6
Jumlah mol absorbent meninggalkan absorber:
Absorbent murni sama dengan saat masuk, L = 31,6 lbmol/jam Pentane murni ,
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
129
(C5)dlm absorbent keluar = (C5)dlm gas masuk - (C5)dlm gas keluar + (C5)dlm absorbent masuk 5,28 - 26 + 0,05 = 5,07 lbmol/jam Mole ratio: x '2 =
C5 5,07 = = 0,161 L 31,6
Titik-titik kordinat garis operasi: A = ( x 1' ; y '2 ) = (0,00158 ; 0,001) B = ( x '2 ; y 1' ) = (0,161 ; 0,0204) Tarik garis operasi dari titik A ke B
Garis Kesetimbangan
Hitung fraksi mol kesetimbangan dengan menggunakan persamaan berikut: p* yi = xi pt log p * = A -
B C + t
atau
A = 6,85685 B = 1066,4 *
p = 10
1066,4 ⎛ ⎞ ⎜ 6,85685 ⎟ ⎝ 232,141 + 26,667 ⎠
⎛ ⎜A -
p * = 10 ⎝
B ⎞ ⎟ C + t⎠
C = 232,141 = 545,02 mm Hg
p = 147 psia = 7.600 mm Hg yi =
545,02 xi 7.600
Tetapkan harga x dengan increament 0,015 untuk menghitung harga y, kemudian hitung mole ratio kesetimbangan dengan persamaan berikut: x' =
x 1 - x
dan
y' =
y 1 - y
x
0 0,015 0,030 0,045 0,060 0,075 0,090 0,105 0,120 0,135 0,150 0,165 0,180
y
0 0,001 0,002 0,003 0,004 0,005 0,006 0,008 0,009 0,010 0,011 0,012 0,013
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
130
x'
0 0,015 0,031 0,047 0,064 0,081 0,099 0,117 0,136 0,156 0,176 0,198 0,220
y'
0 0,001 0,002 0,003 0,004 0,005 0,006 0,008 0,009 0,010 0,011 0,012 0,013
Menghitung jumlah plate
Tarik garis siku antara garis operasi dan garis kesetimbangan dan hitung jumlah siku yang terbentuk. Nt = 3,9.
6.2. Prinsip Dasar Steam Stripping
Steam stripping mempunyai tugas sama seperti sebuah reboiler, ia digunakan jika suhu bottom yang tinggi tidak dikehendaki. Dalam operasi sebuah menara absorpsi, suhu dipertahankan dan/atau tekanan dipertahankan tinggi, tetapi di dalam stripping sebaliknya, yaitu suhu dipertahankan tinggi dan/atau tekanan rendah.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
131
Gambar (7-4): Skema Neraca Bahan dalam Proses Steam Stripping
L = Jumlah mol cairan carrier murni S = Jumlah mol steam murni x’ = Jumlah mol komponen per mol carrier murni (mol ratio) y’ = Jumlah mol komponen per mol steam murni
Gambar (7-5): Penetapan Jumlah Tahapan dalam Proses Steam Stripping
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
132
Neraca Komponen:
(
S y 1' - y 2'
)
(
Liquid / Steam Ratio:
(
= L x 2' - x 1'
S y 1' = L x 2' - x 1'
)
)
y' L = ' 1 ' S x 2 - x1
Contoh 7-2:
Selvent yang berasal dari absorber dalam contoh 1 diregenerasi dengan menggunakan sebuah stripper yang dioperasikan pada suhu 267 oF dan tekanan 1 psig (812 mmHg). Hitung jumlah plate teoritis.
Penyelesaian:
Jumlah mol steam memasuki stripper:
S =
180 = 10 lbmol / jam 18
C5 = 0 lbmol/jam y 'S2 = 0
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
133
Jumlah mol steam meninggalkan stripper:
S = 10 lbmol/jam
(
C 5 = L x '2 - x 1' y 'S1 =
)
= 31,575 (0,1605 - 0,0015) = 5,0182 lbmol / jam
C5 5,0182 = = 0,50182 S 10
Jumlah mol absorbent memasuki stripper:
L = 31,575 lbmol/jam C5 = 0 lbmol/jam x '2 = 0,1605
Jumlah mol absorbent meninggalkan stripper:
C5 = 0,0483 lbmol/jam x 1' = 0,00158 Titik-titik kordinat garis operasi: A = ( x 1' ; y 'S2 ) = (0,00158 ; 0) B = ( x '2 ; y 'S1 ) = (0,161 ; 0,50182) Tarik garis operasi dari titik A ke B
Garis Kesetimbangan
Hitung fraksi mol kesetimbangan pada suhu 267 menggunakan persamaan berikut: p* xi pt
yi =
B log p = A C + t *
atau
A = 6,85685 B = 1066,4 *
p = 10
1066,4 ⎛ ⎞ ⎜ 6,85685 ⎟ ⎝ 232,141 + 130,56 ⎠
*
p = 10
B ⎞ ⎛ ⎟ ⎜A ⎝ C + t⎠
C = 232,141 = 8253,7 mm Hg
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
o
F (130,56
o
C)dengan
134
p = 1 psig = 812 mm Hg yi =
545,02 xi 7.600
Tetapkan harga x dengan increament 0,0028 untuk menghitung harga y, kemudian hitung mole ratio kesetimbangan dengan persamaan berikut: x' =
x 1 - x
dan
y' =
y 1 - y
x: 0 0,002 0,005 0,008 0,011 0,014 0,016 0,019 0,022 0,025 0,028 0,030 0,033 y: 0 0,028 0,056 0,085 0,113 0,142 0,170 0,199 0,227 0,256 0,284 0,313 0,341 x': 0 0,002 0,005 0,008 0,011 0,014 0,017 0,02 0,022 0,025 0,028 0,031 0,034 y': 0 0,029 0,060 0,093 0,128 0,165 0,205 0,248 0,294 0,344 0,397 0,455 0,518
Menghitung jumlah plate
Tarik garis siku antara garis operasi dan garis kesetimbangan dan hitung jumlah siku yang terbentuk. Nt = 3,4.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
135
BAB 8 ADSORPSI
1. U M U M
Adsorpsi adalah proses pemisahan suatu zat dalam campuran/larutan dengan cara penyerapan melalui permukaan zat padat berpori yang disebut adsorbent. Campuran/larutan yang dimaksud dalam hal ini dapat berupa gas atau cairan. Molekul-molekul yang terakumulasi di dalam pori-pori dan interface atau yang diserap oleh adsorbent disebut adsorbat. Adsorbent adalah zat padat alami ataupun synthesis yang mempunyai porositas dan luas permukaan tinggi (misalnya activated charcoal, silica gel, molecular sieve). Hasil adsorpsi sangat dipengaruhi oleh luas permukaan adsorbent, semakin luas semakin besar daya serapnya, namun tergantung juga pada efektifitasnya. Contoh penerapan adsorpsi yang banyak dilakukan di dalam industri diantaranya adalah untuk: a. Pemisahan bahan dari fase gas:
• Pengeringan udara • Pengeringan gas • Penghilangan bau atau warna • Penghilangan impurities • Pengambilan uap yang bermanfaat dari udara/gas b. Pemisahan bahan dari cairan:
• Penghilangan kadar air dalam produk minyak • Penghilangan warna dalam produk minyak • Menghilangkan warna atau bau dalam air • Memisahkan umpan hidrokarbon parafin dan aromat. Di dalam pengendalian polusi udara, adsorpsi dilakukan untuk menghilangkan volatile organic compounds (VOCs) dari gas stream. Adsorpsi sendiri adalah suatu phenomena dimana molekul-molekul gas dilewatkan melalui suatu tumpukan (bed) partikel padat yang secara selektif ditentukan oleh gaya atraktif.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
136
Selama adsorpsi, molekul-molekul gas berpindah dari gas stream ke permukaan padatan dimana ia akan mengalami pelepasan energi, yaitu panas adsorpsi, yang dalam praktiknya sama atau melampaui panas kondensasinya.
2. PRINSIP OPERASI ADSORPSI
Perpindahan massa pada proses adsorpsi berlangsung setelah terjadi kontak antara larutan yang berbentuk gas ataupun cairan pada permukaan adsorbent sehingga zat-zat yang mempuyai daya difusi lebih besar akan menembus interface dan poripori adsorbent akan terikat pada permukaan tersebut. Dalam operasi pemisahan solid-liquid dengan cara adsorpsi ada juga yang mekanismenya melalui pertukaran ion (ion exchange). Ion-ion yang dapat bertukar secara reversible antara solid dan larutan elektrolit dapat memisahkan zat terlarut elektrolitik (electrolitic solute). Mekanisme pertukaran ion seperti ini tidak hanya karena interaksi antara ion dan solid, tetapi juga karena diffusi ion-ion ke dalam fase padat (solid phase).
Gambar (8-1): Sistem Adsorpsi Sederhana
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
137
Gambar (8-1) menunjukkan skema sederhana sistem adsorpsi dan regenerasi adsorbent. Hidrokarbon berat yang terkandung di dalam suatu campuran gas biasanya mudah mengembun pada permukaan zat padat berpori seperti activated charcoal, alumina, dan silica gel. Oleh karena itu untuk pengolahan gas alam banyak menggunakan metoda adsorpsi. Kapasitas penyerapan padatan untuk gas cenderung meningkat dengan naiknya konsentrasi fase gas, berat molekul diffusivitas, polaritas, dan titik didih. Gas membentuk ikatan kimia yang sebenarnya dengan kelompok-kelompok permukaan adsorbent. Phenomena ini diistilahkan sebagai “chemisorption”. Kebanyakan gas (adsorbat) dapat dipisahkan (“desorbed”) dari adsorbent dengan pemanasan, dan media pemanas yang digunakan biasanya berupa steam atau gas panas hasil pembakaran. Cara lain yaitu dengan menurunkan tekanan sampai mencapai tekanan yang cukup rendah (vacuum desorption). Secara fisik species yang diserap ke dalam pori paling kecil membutuhkan suhu tinggi untuk menghilangkannya.
3. MACAM-MACAM ADSORBENT 3.1. Activated Carbon
Activated carbon dapat dibuat dari bahan-bahan berkarbon, termasuk batubara (bituminous, subbituminous, and lignite), gambut, kayu, atau batok kelapa. Proses pembuatan adsorbent jenis ini terdiri dari dua fase, yakni karbonisasi dan aktifasi. Proses karbonisasi meliputi pengeringan dan kemudian pemanasan untuk memisahkan produk sampingannya seperti tars dan hidrokarbon lainnya dari bakunya. Proses karbonisasi disempurnakan dengan memanaskan bahan pada suhu sekitar 400–600°C.
(1). General. Carbonized particles diaktifkan dengan memaparkannya ke suatu activating agent, yaitu steam pada suhu tinggi. Steam akan membakar dan mendekomposisi produk dari fase karbonisasi untuk mengembangkan poripori sehingga membentuk struktur graohite lattic tiga dimensi. Pori-pori yang dikembangkan selama aktifasi merupakan fungsi dari waktu pemaparan,
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
138
Semakin lama waktu pemaparannya semakin besar ukuran pori-porinya. Jenis aqueous phase carbons yang paling popular adalah yang berbasis bituminous karena kekerasannya, ketahanannya terhadap abrasi, distribusi ukuran porinya, dan biaya rendah, tetapi keefektifannya perlu diuji dalam setiap penggunaannya untuk menentukan produk yang optimal. Struktur pori graphite lattice tiga dimensi dari suatu partikel karbon aktif ditunjukkan dalam Gambar (8-2).
(2). Powdered Activated Carbon (PAC). PAC dibuat dari pecahan karbon atau partikel karbon tanah yang diserbukkan. American Water Works Association Standard (AWWA, 1997) menyatakan GAC (Granular Activated Carbon) sebagai bahan yang tertahan pada 50-mesh sieve (0.297 mm) dan PAC sebagai bahan yang lebih halus, sedangkan American Society for Testing and Materials (ASTM D5158) mengklasifikasikan ukuran partikel sesuai dengan 80-mesh sieve (0.177 mm) dan yang lebih halus sebagai PAC. PAC biasanya digunakan secara langsung pada raw water intakes, rapid mix basins, clarifiers, dan gravity filters.
(3). Granular Activated Carbon (GAC). GAC dapat dibuat apakah dalam bentuk granular atau extruded. GAC diproduksi dengan ukuran 8 ⋅ 20, 20 ⋅ 40, or 8
⋅ 30 untuk pemakaian dalam fase cair dan 4 ⋅ 6, 4 ⋅ 8 or 4 ⋅ 10 dipakai dalam fase uap. Aqueous phase carbons yang paling banyak digunakan adalah yang mempunyai ukuran 12 ⋅ 40 dan 8 ⋅ 30 karena mempunyai keseimbangan ukuran yang baik, luas permukaannya besar dan headloss-nya rendah. Yang berukuran 12 ⋅ 40 biasanya direkomendasi untuk proses pengolahan air minum yang mengandung suspended solid rendah.
3.2. Non-Activated-Carbon
Dewasa ini banyak pilihan adsorbent (media adsorpsi) yang digunakan untuk menghilangkan zat-zat organic yang terkandung di dalam cairan maupun gas. Organically modified clays, polymeric adsorbents, and zeolite molecular sieves
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
139
adalah jenis adsorbent non-activated-carbon yang dewasa ini banyak digunakan untuk hazardous waste treatment. Tabel (8-1): Macam-macam adsorbent dan penggunaannya ADSORBENT DAN PENGGUNAANNYA
Bentuk partikel
Porositas Bulk dry Diameter Luas per Kap. internal density serap pori mukaan % kg/l nm km2/kg kg/kg dry
ALUMINA Low porosity (fluoride sorbent) High porosity (drying, separation) Desiccant, CaCl2-coated
G,S
40
0,70
7
0,32
0,20
G
37
0,85
4 - 14
0,30
0,30
G
30
0,91
4-5
0,2
0,22
G
35
0,85
5
G,P,S
30
0,93
5
0,14
- Type 3A (dehydration)
S,C,P
30
0,65
0,3
0,70
0,22
- Type 4A (dehydration)
S,C,P
32
0,65
0,4
0,70
0,24
- Type 5A (dehydration)
S,C,P
34
0,65
0,5
0,70
0,25
- Type 13X (purification)
S,C,P
38
0,60
1,0
0,60
0,30
G,P
38 - 48
0,75
2-5
0,70
0,45
G,P
33
0,50
0,25
P
75 - 80
0,30
0,10
Activated bauxite Chromatographic alumina
0,15
SILICATE & ALUMINA Molecular sieve:
Silica gel (drying, separation) Magnesium silicate (decolorizing) Calcium silicate (fatty-acid removal) Clay, acid treated (refining) Fuller's earth (refining) Deatomaceous earth (refining)
G
0,85
G,P
0,50
G
0,45
0,002
CARBONS Shell-based
G
60
Wood-based
G
80
G,C
80
Petroleum-based Peat-based
2 2
1,2
0,40
1,3
0,70
1,1
0,35
G,C,P
55
3
1,2
0,50
Lignite-based
G,P
70 - 85
3
0,5
0,30
Bituminous-coal-based
G,P
60 - 80
3
1,1
0,40
S
20 - 60
40 - 50
0,64
4-9
0,50
G,S
20 - 60
50 - 55
0,65
10 -25
0,50
G
16 - 50
45
0,42
ORGANIC POLYMERS Polystyrene (removal of organics) Polyacrylic ester (purification) Phenol (decolorizing, deodorizing)
Catatan:
C = cylindrical pallets G = granular P = powder S = spheres nm = nano meter = 10-9 meter
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
140
Silica gel dan charcoal dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti tulang, kayu, lignite, dsb. yang sangat efektif sebagai bahan adsorbent. Bahan-bahan tersebut mempunyai struktur yang sangat berpori dan permukaannya sangat luas sehingga daya serapnya sangat besar. Untuk meningkatkan daya adsorpsi adsorbent dapat dilakukannya dengan mengaktifkannya melalui berbagai cara. Salah satu contoh, arang kayu dapat diaktifkan dengan cara memanaskannya antara suhu 350 1000oC di ruang vakum. Dengan cara ini untuk mengadsorp carbon tetra chloride pada suhu 24oC dapat meningkat dari 0,011 kg/kg arang menjadi 1,48 kg/kg. Pengaktifan tersebut sesungguhnya meliputi penguapan impurities sehingga permukaan bebasnya menjadi sangat luas. Pada dasarnya jumlah gas yang dapat diadsorp tergantung pada sifat adsorbent dan sifat gas yang diadsorp. Sedangkan variabel lain yang mempengaruhi adalah luas permukaan adsorbent, suhu dan tekanan gas. Tabel (8-1) berikut menunjukkan beberapa adsorbent yang sering digunakan secara komersial. Hubungan antara jumlah zat yang diadsorp oleh adsorbent dan tekanan kesetimbangan atau konsentrasi pada suhu konstan disebut "adsorption isotherm". Karena adsorpsi merupakan suatu peristiwa yang terjadinya pada permukaan, maka adsorbent yang baik harus mempunyai porositas yang besar dan luas permukaannya, misalnya lignite mempunyai luas permukaan bisa sampai 1.000.000 m2/kg. Sifat lain bagi adsorbent yang penting adalah diffusion rate-nya, yaitu laju perpindahan masa antara cairan atau gas dan adsorbent solid. Semakin pendek lintasan difusinya, maka akan semakin tinggi transfer rate-nya.
3.3. Sifat-Sifat Granular Activated Carbon
Sifat-sifat yang dimiliki (properties) Granular activated carbon dinyatakan dalam ASTM D2652. Disamping itu ada informasi tambahan tentang sifat-sifat yang dimaksud sebagaimana uraian berikut ini. a. Distribusi Ukuran Partikel (Particle Size Distribution). Suatu prosedur uji
standar untuk particle size distribution (PSD) dinyatakan dalam ASTM D2862. Informasi yang diberikan dari uji tersebut digunakan untuk menetapkan
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
141
keseragaman ukuran partikel karbon. Dua criteria ukuran partikel meliputi ukuran efektif dan dan keseragaman ukuran. Ukuran efektif menunjukkan keseuaiannya dengan ukuran lobang saringan yang dilalui 10 % partikel. Keseragaman partikel dinyatakan dengan koefisien keseragaman (uniformity coefficient), yaitu perbandingan antara ukuran lobang saringan yang meloloskan 60 % terhadap ukuran efektif. Biasanya laju adsorpsi akan meningkat dengan menurunnya ukuran partikel, seperti tahapan proses difusi pada permukaan karbon akan menjadi lebih cepat pada partikel yang lebih kecil. b. Surface Area (Luas Permukaan). Yang dimaksud luas permukaan adalah luas
permukaan partikel yang tersedia untuk penyerapan. Umumnya semakin besar luas permukaan partikel semakin besar kapasitas penyerapannya, tetapi luas permukaan tersebut memerlukan efektifitas. Dan suatu tingkat luasan yang tinggi membutuhkan daerah “adsorption pore” yang besar agar dapat dijangkau oleh kontaminan dengan struktur “transport pore” yang efektif. Hal ini diukur dengan menentukan jumlah nitrogen yang diserap oleh partikel dan dilaporkan sebagai meter persegi per gram (umumnya berkisar antara 500 and 2000 m2/g). ASTM D 3037 adalah prosedur untuk menentukan luas permukaan dengan menggunakan menota nitrogen BET (Brunauer, Emmett, and Teller). Kenapa nitrogen digunakan tidak lain karena kecilnya ukuran, sehingga dapat menjangkai micopores partikel karbon. c. Pore Volume (Volume Pori). Volume pori adalah suatu ukuran volume total
untuk setiap gram sekumpulan partikel yang satuannya dinyatakan dalam centimeters kubik per gram (cm3/g). d. Iodine Number (Angka Iodine). Iodine number menunjukkan berapa
milligram suatu larutan 0.02 normal iodine yang adapat diserap selama dilakukan uji standar (ASTM D4607). Iodine number adalah suatu ukuran persen volume dalam pori-pori yang berukuran diameter dari 10 hingga 28 Å (10–10 m). Karbons dengan persentase tinggi ukuran pori-porinya, pada umumnya bcocok untuk penggunaan dalam fase uap. Untuk fase cair, biasanya mempunyai iodine number 1000.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
142
e. Abrasion
Number
(Angka
Abrasi).
Abrasion
number
menunjukkan
kemampuan carbon terhadap ketahanannya untuk menangani slurry transfer. Ada dua metoda uji yang berbeda dapat digunakan untuk mengetahui abrasion number tergantung pada jenis bahan karbon. Uji abrasi Ro Tap digunakan untuk bituminous-coal-based GAC, dan uji abrasi Stirring digunakan untuk yang lebih lunak seperti lignite-coal-based GAC. Abrasion number adalah angka perbandingan rata-rata akhir diameter terhadap rata-rata awal diameter partikel (ditentukan dengan sieve analyses) kali 100. Rata-rata ukuran partikel yang dikehendaki dari GAC yang tertahan harus lebih besar atau sama dengan 70%.
4. MACAM-MACAM ADSORPSI
Secara umum adsorpsi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu adsorpsi fisik dan adsorpsi kimia.
4.1. Adsorpsi Fisika
Adsorpsi fisika (van der Waals adsorption) adalah suatu peristiwa reversible (timbal
balik)
secara
cepat
yang
dihasilkan
oleh
gaya
tarik
antara
molekul-molekul adsorbent dan zat yang diadsorp. Sebagai contoh, jika gaya tarik intermolekular antara adsorbent dan gas lebih besar dari yang ada di dalam gas itu sendiri, maka gas akan mengembun pada permukaan adsorbent meskipun tekanannya lebih rendah dari tekanan uap pada suhu dimana ia beroperasi.
4.2. Adsorpsi kimia
Adsorpsi kimia (activated adsorption) adalah hasil interaksi kimia antara adsorbent dan zat yang diserap. Kekuatan ikatan kimia sangat berpengaruh terhadap kemampuan adsorpsi, senyawa kimia yang dapat dikenali biasanya tidak dalam bentuk yang sebenarnya, tetapi daya ikatnya umumnya jauh lebih besar dari pada adsorpsi fisik. Panas yang dilepas selama adsorpsi kimia biasanya cukup
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
143
besar. Proses adsorpsi secara kimia ini biasanya bersifat irreversible, dan pada desorpsi-nya sering didapati telah mengalami perubahan kimia.
5. ADSORPSI ISOTHERMIS (FREUNDLICH)
Adsorpsi isothermis adalah Adsorpsi yang mempunyai keterkaitan dengan distribusi adsorbat (bahan yang diadsorp) antara fase terserap (yang terserap pada permukaan adsorbent) dan fase larutan dalam keadaan setimbang. Banyak perusahaan pembuat adsorbent terus melakukan penelitian untuk meningkatkan
kualitas
produknya
mencari
mencari
kecocokan
dalam
penggunaannya terhadap bahan kimia tertentu (yakni untuk menunjukkan bahwa adsorbent tertentu dapat menyerap bahan kimia tertentu dengan baik). Kemampuan kerja adsorpsi sebenarnya bisa saja jauh dibawah kesetimbangannya yang diakibatkan oleh adanya senyawa-senyawa lain yang terikut di dalam larutan. Ada tiga persamaan matematis yang dikembangkan untuk menjelaskan distribusi kesetimbangan suatu solute antara fase terlarut (liquid) dan fase terserap (solid). Hubungan tersebut digunakan untuk membantu mengiterpretasikan data yang diperoleh selama pengujian pada suhu konstan sesuai dengan adsorpsi isotermis.
•
Persamaan Langmuir isotermis menganggap bahwa sisi individual tetap ada pada permukaan adsorbent, setiap sisi mampu menyerap satu molekul, hasilnya dalam suatu lapisan satu molekul yang terletak pada seluruh permukaan adsorbent. Model Langmuir juga menganggap bahwa seluruh sisi menyerap adsorbat sama besar.
•
Persamaan Brunauer, Emmett, dan Teller (BET) juga menganggap bahwa permukaan adsorbent terdiri dari sisi-sisi individual yang tetap. Tetapi, persamaan BET menganggap bahwa molekul-molekul dapat diserap lebih dari satu lapisan yang terletak pada permukaan adsorbent. Persamaan BET menganggap bahwa energi yang diperlukan untuk menyerap lapisan partikel pertama untuk mempertahankan lapisan tunggal (monolayer) di tempat.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
144
•
Persamaan
Fruendlich
isotermis
menganggap
bahwa
adsorbent
mempunyai suatu gabungan permukaan heterogen pada sisi adsorpsi yang potensial adsorpsinya berbeda. Persamaan tersebut juga menganggap bahwa setiap kelas sisi adsorpsi menyerap molekul-mplekul, sebagaimana dalam persamaan Langmuir.
Persamaan Fruendlich Isotermis merupakan persamaan yang secara luas banyak digunakan dalam menyelesaikan persoalan-persoalan adsorpsi yang secara matematis penjelasannya seperti berikut: 1
X = a Cn M dimana: X = satuan impurities yang diserap (mg, g) M = massa adsorbent (mg, g) C = konsentrasi impurities di dalam minyak atau gas yang berada dalam kesetimbangan dengan adsorbent (mg/liter) a,n = konstanta empiris yang nilainya tergantung dari jenis adsorbent, impurities, suhu serta minyak/gas dalam sistem. Khusus untuk gas, konsentrasi impurities dapat dinyatakan sebagai tekanan yang dapat dijelaskan sebagai berikut: PV=nRT
PV=
C=
dimana : n =
m RT BM
karena C =
m P BM = V RT
m , maka V
dimana : BM, R, T = konstan 1
X ⎛ P BM ⎞ n = a Cn = a ⎜ ⎟ M ⎝ RT ⎠ 1
m BM
1
dan
⎛ BM ⎞ n k=a⎜ ⎟ ⎝RT⎠ 1
X = k Pn M
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
145
6. ANALISA TIME SERIES (TREND)
Didalam peyelesaian persoalan adsorpsi sering dilakukan dengan mencari hubungan antara dua buah variabel atau lebih dan megukur hubungan itu secara statistik. Disamping itu, untuk dapat meramalkan sesuatu, yaitu menentukan nilai sesuatu variabel sesudah mengetahui nilai-nilai variabel yang lain. Untuk mendapatkan nilai yang berguna untuk meramal, kita harus mengetahui lebih dahulu hubungan antara variabel-variabel itu. Dalam analisa time series ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan cara-cara menentukan trend.
6.1. Hal-hal yang harus diperhatikan
1). Bagaimana panjangnya rentetan waktu yang harus diamati (diusahakan harus cukup panjang). 2). Waktu permulaan dan akhir pengamatan harus bersamaan (untuk gerak yang berulang misalnya keduanya diambil yang dekat pada daerah lembah). 3). Jika terjadi perubahan yang menyolok dan terjadi hanya satu kali sepanjang pengamatan seluruhnya, maka hal ini dapat diabaikan (dilewati).
6.2. Cara-cara menentukan trend
1). Dengan cara memakai tangan (manual). 2). Dengan cara semi average. 3). Dengan cara rata-rata bergerak (moving average). 4). Dengan cara least square. (a). Cara manual
Adalah cara yang paling sederhana. Mula-mula dibuat scatter diagram, kemudian dengan perasaan saja ditarik garis trend. Cara ini hanya untuk menunjukkan gerak dan arah rentetan waktu secara umum. (b). Cara semi average
Cara ini juga sangat sederhana. Mula-mula dibagi dua rentetan waktu dengan sama panjang. Dari setiap bagian dihitung harga rata-rata hitungnya dan ditetapkan dua buah titik kemudian ditarik garis melalui dua titik tersebut.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
146
(c). Cara rata-rata bergerak
Cara ini lebih obyektif dibandingkan dengan cara sebelumnya. Bentuk trend yang diperoleh seluruhnya ditentukan oleh rentetan waktu itu sendiri dengan memakai harga rata-rata bergerak. Dalam menghitung harga rata-rata bergerak diambil setiap tiga harga Y yang kemudian dijumlahkan yang hasilnya disebut jumlah bergerak, selanjutnya dibagi dengan tiga dan hasilnya disebut harga rata-rata bergerak. Demikian seterusnya harga rata-rata bergerak dihitung. Dengan menghubungkan titik-titik dari harga rata-rata bergerak diperoleh garis trend. (d). Cara least square
Pemakaian cara least square akan menghasilkan trend yang berupa garis lurus atau lengkung, bergantung pada bentuk mana yang paling sesuai dengan rentetan waktu yang sedang diamati. Pada dasarnya mencari trend dengan cara ini prinsipnya sama seperti cara mencari garis regresi yaitu dengan meminimumkan simpangan-simpangan antara garis trend dan garis pengamatan yang sebenarnya. Oleh karena itu, trend yang ditentukan dengan cara ini dinamakan juga garis trend yang terbaik (the line of the best fit). Tetapi haruslah diperhatikan bahwa cara least square didasarkan pada beberapa asumsi yang sebenarnya sangat sulit dipenuhi oleh rentetan waktu. Asumsi-asumsi tersebut adalah: 1). Nilai-nilai perobah tidak bebas (y) harus terpencar secara normal. 2). Variance dari pencaran-pencaran normal pada setiap nilai x harus sama. 3). Setiap pengamatan dan simpangannya dari garis regresi (trend) harus independent dari pada pengamatan-pengamatan dan simpangan-simpangan yang lain. 4). Tidak ada hubungan fungsional antara data sebelumnya dengan yang akan datang. Dengan demikian dapat dianggap bahwa analisa rentetan waktu (time series) terlebih-lebih penentuan trend sebagai bentuk istimewa dari analisa regresi. Didalam analisa rentetan waktu, variabel yang diamati dinyatakan dengan simbul y dan variabel bebas yaitu waktu dinyatakan dengan simbul x. Untuk memudahkan perhitungan, angka-angka yang menunjukkan waktu perlu dirubah
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
147
untuk menghindari penggunaan angka-angka yang besar yang menyebabkan akan terasa bila angka tersebut dipangkatkan didalam perhitungan. Cara yang paling sering diambil orang untuk mengecilkan angka dari tahun kalender adalah dengan mengurangi setiap angka dengan angka yang menunjukkan tahun pertengahan didalam rentetan waktu.
6.3. Menentukan Kurva Regresi
Kurva regresi dapat dicari dengan menggunakan metode jumlah kwadrat terkecil (least square method). Metoda ini dapat memberi gambaran terbaik tentang hubungan suatu variabel. Cara ini berpangkal pada pemikiran bahwa jumlah pangkat dua dari pada jarak antara titik-titik dengan kurva regresi yang sedang dicari harus sekecil mungkin. Metoda "least square" ini dapat digunakan untuk mencari kurva regresi yang berupa kurva garis lurus, parabola dan fungsi eksponen. (a). Garis lurus sebagai garis regresi
Jika variabel x dan y mempunyai hubungan berupa garis lurus, maka dapat dimisalkan persamaan umumnya adalah y = a + bx Dengan xi sebagai variabel bebas dan yi sebagai variabel tak bebas, dimana i = 1, 2, 3, ....... n dan n menyatakan jumlah sampel, maka konstanta a dan b dapat dihitung dengan rumus: b =
n ∑ ( xy) - ∑ x ∑ y
( )
n ∑ x 2 - ( ∑ x)
a =
r =
2
∑ y - b ( ∑ x) n
n ∑ ( xy) - ∑ x ∑ y
[n ∑ (x ) - (∑ x) ] [n ∑ (y ) - (∑ y) ] 2
2
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
2
2
148
(b). Polynomial (parabola) sebagai kurva regresi
Jika variabel x dan y mempunyai hubungan berupa kurva polynomial (parabola), maka persamaan umumnya dinyatakan: y' = a + b x + c x 2 dimana konstanta a, b dan c dapat dicari dengan persamaan: y = a + b x + c x2
x y = a x + b x2 + c x3 x2 y = a x2 + b x3 + c x4 (c). Fungsi power sebagai kurva regresi
Bentuk umum dari fungsi power adalah : y = a xb dimana: a dan b = bilangan tetap (konstanta) x = variabel bebas y = variabel tidak bebas Fungsi tersebut dapat dirubah menjadi fungsi linier dengan cara menarik logaritma dari ruas kiri dan ruas kanan dari dari persamaan itu, yaitu: log y = log a + log x b Dengan memisalkan log y = z, log a = c dan log xb = b log x = b x, maka akan diperoleh suatu fungsi berbentuk z = c + bx (d). Fungsi eksponen sebagai kurva regresi
Bentuk umum dari fungsi eksponen adalah : y = a e bx dimana: a dan b = bilangan tetap (konstanta) x = variabel bebas y = variabel tidak bebas
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
149
Contoh 8-1:
Berikut adalah data empiris yang diperoleh dari hasil adsorpsi aromatic hydrocarbon di dalam fraksi minyak dengan menggunakan silica gel pada suhu 180 oC. C, mg/liter
2,34
14,65 41,03 88,62 177,69 268,97
X/M, mg/g 0,208 0,618 1,075 1,500
2,080
2,880
Tentukan harga konstanta a dan n.
Penyelesaian: C, mg/lt
X/M, mg/g
ln C (x)
ln X/M (y)
xy
x2
y2
2,340
0,208
0,8502
-1,5702
-1,3349
0,7228
2,4656
14,650
0,618
2,6844
-0,4813
-1,2919
7,2062
0,2316
41,030
1,075
3,7143
0,0723
0,2686
13,7961
0,0052
88,620
1,500
4,4844
0,4055
1,8183
20,1095
0,1644
177,690
2,080
5,1800
0,7324
3,7937
26,8328
0,5364
268,970
2,880
5,5946
1,0578
5,9179
31,2995
1,1189
22,5079
0,2165
9,1716
99,9669
4,5221
Σ 1/n = 0,5382
ln a = -1,98287
n = 1,85806
r = 0,99832
a = 0,13767
1.50
1.00 y = 0.5382x - 1.9829
Y = ln X/M
0.50
0.00
-0.50
-1.00
-1.50
-2.00 0.00
1.00
2.00
3.00
X = ln C
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
4.00
5.00
6.00
150
Contoh 8-2:
Berikut adalah data empiris yang diperoleh dari hasil adsorpsi CO dalam gas alam dengan menggunakan 10 g wood charcoal pada 0 oC. Tekanan dalam mmHg dan X adalah volume gas dalam cc yang diukur pada kondisi standard. P, mmHg
73
X, cc
180
309
540
882
37,5 82,5 125,1 190,5 261,5
Tentukan harga konstanta empiris k dan n
Penyelesaian:
Jumlah adsorben yang digunakan 10,0 gram p, mmHg
X, cc
X/M, cc/g
ln p (x)
ln X/M (y)
x2
xy
y2
73,00
37,50
3,750
4,290
1,322
5,671
18,408
1,747
180,00
82,50
8,250
5,193
2,110
10,958
26,967
4,453
309,00
125,50
12,550
5,733
2,530
14,504
32,871
6,399
540,00
190,50
19,050
6,292
2,947
18,542
39,584
8,685
882,00
261,50
26,150
6,782
3,264
22,136
45,998
10,653
28,291
12,173
71,811
163,828
31,937
Σ 1/n = 0,78162
ln k = -1,98796
n = 1,27940
r = 0,99837
k = 0,13697
3.50
3.00 y = 0.7816x - 1.988
Y = ln X/M
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00 4.00
4.50
5.00
5.50
X = ln p
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
6.00
6.50
7.00
151
Contoh 8-3:
Berikut adalah data empiris yang diperoleh dari hasil adsorpsi aromatic hydrocarbon di dalam fraksi minyak dengan menggunakan 50 gram silica gel pada suhu 95 oC. C, mg/liter X, mg
9,40
58,70
164,10 314,50 677,60 975,80
103,30 250,60 425,39 610,38 761,44 928,72
Tentukan harga konstanta a dan n.
Penyelesaian: C, mg/lt
X, mg
X/M, mg/g
ln C (x)
ln X/M (y)
xy
x2
y2
9,40
103,30
2,066
2,241
0,726
1,626
5,021
0,527
58,70
250,60
5,012
4,072
1,612
6,564
16,585
2,598
164,10
425,39
8,508
5,100
2,141
10,920
26,015
4,584
314,50
610,38
12,208
5,751
2,502
14,389
33,074
6,260
677,60
761,44
15,229
6,519
2,723
17,751
42,492
7,416
975,80
928,72
18,574
6,883
2,922
20,111
47,379
8,537
30,566
12,625
71,362
170,565
29,921
Σ 1/n = 0,47435
ln k = -0,31226
n = 2,10817
r = 0,99799
k = 0,73179
3.50
3.00 y = 0.4743x - 0.3123
Y = ln X/M
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00 2.00
3.00
4.00
5.00
X = ln C
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
6.00
7.00
8.00
152
Contoh 8-4:
Berikut adalah data empiris yang diperoleh dari hasil adsorpsi aromatic hydrocarbon di dalam fraksi minyak dengan menggunakan 50 gram silica gel pada suhu 95 oC. C, mg/liter
9,40
58,70
164,10 314,50 677,60 975,80
X, mg
91,89
191,20 288,45 374,18 508,65 588,54
Tentukan harga konstanta a dan n. Penyelesaian: C, mg/lt
X, mg
X/M, mg/g
ln C (x)
ln X/M (y)
xy
x2
y2
9,40
91,89
1,838
2,241
0,609
1,364
5,021
0,370
58,70
191,20
3,824
4,072
1,341
5,462
16,585
1,799
164,10
288,45
5,769
5,100
1,752
8,939
26,015
3,071
314,50
374,18
7,484
5,751
2,013
11,575
33,074
4,051
677,60
508,65
10,173
6,519
2,320
15,121
42,492
5,381
975,80
588,54
11,771
6,883
2,466
16,972
47,379
6,079
30,566
10,500
59,432
170,565
20,752
Σ 1/n = 0,40001
ln k = -0,28772
n = 2,49996
r = 1,00000
k = 0,74997
3.00
2.50 y = 0.4x - 0.2877
Y = ln X/M
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00 2.00
3.00
4.00
5.00
X = ln C
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
6.00
7.00
8.00
153
BAB 9 KRISTALISASI
1. U M U M
Kristalisasi dapat dinyatakan sebagai proses pemisahan komponen-komponen dalam suatu campuran melalui solidifikasi (yaitu mengubah salah satu kompenen berbentuk padat). Kristalisasi dapat dilakukan dengan dua cara, yakni dengan pengkristalan larutan (solution crystallization) dan dengan pengkristalan dari bentuk lelehan (melt crystallization). Perbedaan antara kedua cara tersebut tidak begitu tegas sehingga banyak orang yang mencampur-adukkan kedua istilah ini. Melt crystallization telah didefinisikan sebagai pemisahan komponen dari suatu campuran biner tanpa penambahan solvent, tetapi definisi ini sifatnya agak terbatas. Sedangkan yang dimaksud dengan solution crystallization yaitu kristalisasi yang dilakukan dengan penambahan solvent ke dalam campuran, dan larutan kemudian didinginkan secara langsung atau tidak langsung dan/atau solvent diuapkan untuk pembentukan kristal. Fase padat biasanya dibentuk dan dipertahankan pada temperatur sedikit dibawah titik beku komponen murni. Pada melt crystallization tidak ada solvent yang ditambahkan ke dalam lelehan, dan fase padat terbentuk secara langsung atau tak langsung dengan mendinginkan lelehan. Suhu operasinya biasanya dijaga sedikit diatas titik beku komponen murni.
2. STRUKTUR KRISTAL
Zat dalam keadaan padat umumnya terdiri dari suatu susunan atom, molekul, atau ion-ion yang teratur. Suatu bentuk geometric dari zat tertentu yang disebut kristal berbeda dengan zat lain. Konfigurasi partikel berkembang pada seluruh arah melalui kristal disebut sebagai space lattic (kisi-kisi permukaan). Bagian terkecil dari space lattic yang menunjukkan pola untuk seluruh kisi-kisi disebut unit cell. Unit cell ini dapat dinyatakan sebagai unit structur yang apabila diulang secara tidak menentu disebut sebagai kristal. Jumlah tetangga terdekat suatu partikel di
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
154
dalam sebuah kisi kristal disebut sebagai jumlah koordinasinya. Beberapa prinsip dasar dan sering dijumpai dalam membahas struktur kristal akan dipelajari di sini. Untuk membantu dalam penjelasan, bola-bola styreofoam akan digunakan untuk menggambarkan atom-atom kristal. Unit Cell adalah volume terkecil yang berulang dalam kristal. Sebagai contoh misalnya, untuk kristal kubik konstanta kisi (a) sama dalam ketiga arah koordinat, perhatikan Gambar (9-1).
Model ini memperlihatkan beberapa pola atom kisi yang dapat terjadi bila terdapat satu jenis atom. Karena pola atom ini berulang secara tak terhingga jumlahnya, maka untuk mudahnya kristal ini dibagi dalam unit
cell.
Di
dalam
kristal
mempunyai jarak sumbu yang selalu terulang yang disebut dengan istilah kisi konstan, dalam pola jangkau yang panjang, kristal menentukan ukuran sel satuan. a3
Kristal
kubik
memiliki a1 = a2 = a3
a2 a1 Gambar (9-1): Unit Cell
pola
(cubic yang
crystal) sama
di
sepanjang ketiga sumbunya, yaitu a1 = a2 = a3. Sedangkan kubik
untuk
(non-cubic
kristal crystal),
bukan pola
ulangnya tidak sama dalam ketiga arah koordinatnya atau sudut antara ketiga sumbu kristalnya tidak sama dengan 90o.
Bahan tertentu mulai membentuk kristal ketika bahan tersebut membeku atau mencapai titik jenuh kelarutannya. Dengan pengertian ini dimaksudkan bahwa
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
155
atom-atom mengatur diri secara teratur dan berulang dalam pola tiga dimensi, struktur semacam ini disebut kristal. Selain ikatan antar atom, yang tidak kalah pentingnya dalam mebahas masalah kristal adalah menelaah pola susunan atom. Hal ini cukup sederhana untuk bahan padat kristalin karena terdapat sel satuan berulang dalam tiga dimensi. Setiap sel satuan memiliki karakteristik geometrik seluruh kristal. Dalam pembahasan ini akan dibahas secara khusus pengaturan atom dalam struktur yang sederhana dan menelaahnya dari segi perhitungan berat jenis.
2.1. Cubic Structures
Bentuk geometris kristal sederhana ditunjukkan secara detail seperti yang terlihat dalam Gambar (9-2)dan (9-3). Dalam gambar terlihat tiga macam struktur kubik (body-centered cubic, dan face-centered cubic structures) yang masing-masing dapat memberikan gambaran secara jelas untuk difahami. Susunan bola sebagaimana seluruh atom-atom ditunjukkan pertama kali, kemudian diikuti dengan gamar-gambar yang menunjukkan secara lebih jelas konfigurasi kubik atom-atom tersebut.
Gambar (9-2): Body-Centered Cubic (bcc)
Satu hal penting yang berbeda antara jenis-jenis struktur kristal adalah efisiensi kemasan dalam susunan tertentu. Jumlah kedudukan atau ruang yang terisi sebagai partikel terhadap ruang kosong dihitung sebagai efisiensi kemasan. Volume yang diduduki dapat dihitung dengan menghitung volume bola-bola yang
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
156
ada untuk menunjukkan volume kemasan atom. Total volume, adalah jumlah volume seluruh bola dan volume ruang kosong, ditentukan dengan menghitung volume unit cell. Ruang kosong adalah perbedaan antara total volume dan volume yang diduduki oleh seluruh bola. Perlu diingat bahwa unit cell hanya menuju ke pusat atom-atom yang terdiri dari sudut masing-masing unit cell.
Gambar (9-3): Face-Centered Cubic (fcc)
Ruang kosong dapat memainkan suatu bagian penting dalam menentukan sifatsifat zat. Sebagai contoh misalnya, atom-atom karbon yang secara intensif menyisip kedalam beberapa ruang kosong pada struktur body-centered cubic (bcc) besi, yang hasilnya akan memadatkan dan mengeraskan besi yang disebut sebagai besi baja.
2.2. Closest Packing
Diantara kisi-kisi kubik, efisiensi kemasan meningkat dari simple through bodycentered ke face-centered cubic. Istilah closest packing mengacu pada suatu tata
menyusun bola yakni ruangan yang terisi yang paling efisien, dengan demikian setiap bola kontak dengan bola-bola yang lain sebanyak mungkin. Sebuah sarang tawon adalah suatu contoh kongkrit dari closest packing. Ada beberapa kemungkinan untuk membuat susunan close-packed yang diperoleh dengan cara menyusun lapisan-lapisan atom secara sempurna. Sebagai contoh susunan close-packed yang paling sederhana adalah hexagonal closest packing (hcp) dan cubic closest packing (ccp), dicapai dengan menumpuk lapisan A dan B
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
157
atau lapisan A, B, dan C. Sebagaimana terlihat dalam Gambar (9-4) menunjukkan struktur Hexagonal Closest Packing (hcp).
Gambar (9-4): Hexagonal Closest Packing (hcp)
Perlu diketahui bahwa lapisan A, B, dan C adalah gabungan dari bola-bola yang identik. Dalam ccp, lapisan B berada di atas satu set lobang-lobang pada lapisan A, dan lapisan C diatas satu set lobang-lobang yang berbeda pada lapisan A. Unit cells susunan hcp dan ccp ditunjukkan dan diilustrasikan secara grafik bahwa ccp adalah struktur yang terdahulu disebut face-centered cubic (fcc). Gambaran seperti ini memungkinkan untuk menyusun struktur hcp untuk mendapatkan struktur ccp.
2.3. Sistem Kristal
Untuk membedakan struktur kristal dapat dikelompokkan atau ditinjau menurut sistemnya. Ada tujuh sistem kristal dengan karakteristik geometriknya seperti yang terlihat dalam Gambar (9-5). Dalam mengelompokkan sistem kristal umumnya didasarkan pada besarnya sudut-sudut antara permukaannya, panjangnya sumbu, dan kisi-kisi dalam sistem. Dalam sistem ini, berbagai macam bentuk kristal tidak ada kaitannya dengan ukuran permukaannya, namun semata-mata hanya karena perbedaan besarnya sudut, panjangnya sumbu, dan kisi-kisi dalam sistem. Ketujuh system kristal tersebut diberikan nama sesuai dengan besarnya sudut dan panjang sumbunya. Nama-nama system kristal tersebut adalah cubic, trigonal, tetragonal, hexagonal, orthorhombic, monoclinic, dan triclinic.Ada enam
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
158
golongan kristal yang dibedakan menurut susunan sumbu terhadap sudut-sudutnya sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel (9-1). Sesuai dengan system kristalnya, ada beberapa bahan yang dijumpai selalu mengkristal
sedemikian
rupa
yang
mana
besarnya
sudut-sudut
antara
permukaannya sama dan panjang ketiga sumbunya juga sama.. Sebagai contoh misalnya, kristal yang berbentuk kubus (cubic).
Gambar (9-5): Sistem kristal
Kristal trigonal adalah kristal yang ketiga sumbunya sama panjang, ketiga sumbunya sama besar tetapi tidak sama dengan 90o. Kristal tetragonal adalah kristal yang salah satu sumbunya panjangnya tidak sama dengan panjang dua sumbu lainnya, sedangkan ketiga sudutnya besarnya sama yaitu 90o.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
159
Kristal hexagonal adalah kristal yang salah satu sumbunya panjangnya tidak sama dengan panjang dua sumbu lainnya, sedangkan salah satu sudutnya besarnya 120o dan dua lainnya sama besar yaitu 90o. Kristal orthorhombic adalah kristal yang ketiga sumbunya tidak sama panjangnya, sedangkan ketiga sudutnya sama besar yaitu 90o. Kristal monoclinic adalah kristal yang ketiga sumbunya tidak sama panjangnya, sedangkan salah satu sudutnya besarnya tidak sama dengan dua sudut lainnya (kedua sudutnya masing-masing besarnya 90o).
Tabel (9-1): Nama Sistem Kristal dan kriterianya
Kristal triclinic adalah kristal yang ketiga sumbunya panjangnya tidak sama, dan ketiga sudutnyapun tidak sama besar. Istilah "crystal habit" (sifat/adat kebiasaan kristal) digunakan untuk perkembangan relatif dari jenis permukaan yang berbeda. Sebagai contoh sodium chloride (NaCl) mengkristal dari larutan berair hanya
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
160
dengan permukaan yang berbentuk kubus. Disamping itu, jika sodium chloride dikristalkan dari suatu larutan berair yang mengandung sedikit urea, maka kristal yang dihasilkan permukaannya akan berbentuk octahedral. Kedua kristal tersebut termasuk sistem kubus tetapi berbeda sifatnya. Sesuai dengan bentuk kisi-kisinya, secara rinci kristal dapat dibedakan dalam empat belas maca seperti yang terlihat dalam Gambar (9-6).
Gambar (9-6): Bentuk Kisi-kisi Kristal
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
161
3. KESETIMBANGAN FASE
Kesetimbangan fase solid-liquid adalah merupakan dasar untuk membahas metoda kristalisasi. Gambar (9-7) dan (9-8) berturut-turut menunjukkan diagram kesetimbangan untuk binary solid solution system dan eutectic system. Dalam hal binary solid-solution system seperti yang diilustrasikan dalam Gambar (9-7), fase solid dan liquid mengandung kedua komponen dalam keadaan kesetimbangan. Sifat seperti ini menyebabkan kesulitan dalam pemisahannya karena memerlukan pemisahan bertingkat (multi stage). Pada prinsipnya, produk dengan kemurnian yang tinggi dapat dicapai karena tidak ada eutectic.
Gambar (9-7): Diagram Fase Liquid - Solid
Jika impurities atau minor component dapat larut secara sempurna atau sebagian dalam fase solid atau komponen yang dimurnikan, maka untuk menentukan koefisien distribusi "k" dapat dinyatakan dengan persamaan berikut: k=
Cs Cl
dimana: k = koefisien distribusi Cs = konsentrasi impurities atau minor component dalam fase solid
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
162
C1 = konsentrasi impurities dalam fase liquid
Gambar (9-8): Diagram Fase Eutectic Sederhana
Koefisien distribusi nilainya berubah-ubah sebagaimana perubahan komposisi. Harga k akan lebih besar dari 1 jika melting point (titik leleh) naik, dan lebih kecil dari 1 jika melting point-nya turun. Pada daerah dekat A atau B murni garis solid dan liquid menjadi linier, dan karena itu koefisien distribusi harganya konstan. Hal ini dapat digunakan sebagai dasar asumsi bahwa harga k konstan dalam penyelesaian matematis fraksional solidification. Dalam hal suatu sistem eutectic sederhana, fase solid murni didapatkan dengan pendinginan jika komposisi campuran feed tidak pada komposisi eutectic. Jika komposisi liquid adalah eutectic, maka akan terbentuk kristal-kristal yang terpisah dari kedua komponen. Dalam praktek mengalami kesulitan untuk mencapai pemisahan yang sempurna satu komponen dengan kristalisasi suatu campuran eutectic. Fase solid akan selalu mengandung sejumlah impurities karena pemisahan solid-liquid tidak sempurna.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
163
Konsep koefisien distribusi umumnya digunakan untuk fractional solidification sistem eutectic di dalam diagram kesetimbangan fase. Jika jumlah impurities di dalam fase solid sebanding dengan yang terkandung di dalam lelehan maka asumsi k konstan berlaku.
4. PROGRESSIVE FREEZING
Progressive freezing, kadang-kadang disebut normal freezing, adalah solidifikasi lambat suatu lelehan. Pada dasarnya kristalisasi seperti ini meliputi solidifikasi lambat pada bagian dasar bejana atau tube yang mendapatkan pendinginan secara langsung.
Gambar (9-9): Peralatan Progressive Freezing
Impurities dipisahkan pada fase cair dengan melalui interface padatan. Teknik ini dapat dilakukan terhadap consetrat impurities atau dengan solidifikasi berulang dan pemisahan cairan untuk mendapatkan produk dengan tingkat kemurnian tinggi. Gambar (9-9) mengilustrasikan peralatan progressive freezing. Laju solidifikasi dan posisi interface dikendalikan oleh laju gerakan tube dan suhu
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
164
media pendingin. Bagian cairan residu dapat diagitasi dan arah pembekuan dapat dilakukan secara vertical atau horizontal. Biasanya ada suatu redistribusi solute ketika campuran komponen dibekukan secara langsung. Ketika koefisien distribusi kurang dari 1, maka padatan yang mengkristal mengandung sedikit solute disbanding cairan yang terbentuk. Sebagaimana fraksi yang membeku meningkat, maka konsentrasi impurities di dalam cairan yang tertinggal meningkat, dan oleh karena itu fase padat meningkat (for k < 1). Gradien konsentrasi berbalik untuk k > 1. Dengen demikian, dengan tidak adanya difusi pada fase padat maka gradient konsentrasi ditetapkan pada bagian yang beku. Suatu yang menyolok dari progressive freezing adalah equilibrium freezing (pembekuan dalam keadaan setimbang). Dalam hal ini laju pembekuan harus diatur cukup pelan untuk memungkinkan berlangsungnya difusi dalam fase padat untuk menghindari terjadinya gradient konsentrasi. Ketika hal ini terjadi, maka tidak akan terjadi pemisahan jika seluruh tube tersolidifikasi. Pemisahan akan dapat dicapai , namun dengan menghentikan pembekuan sebelum seluruh cairan tersolidifikasi. Jika fase cair bercampur dengan baik dan tidak ada difussi yang terjadi di dalam fase padat maka suatu pernyataan sederhana yang berkaitan dengan komposisi fase padat terhadap fraksi yang membeku dapat diperoleh untuk kasus dimana koefisien distribusi tidak tergantung komposisi dan fraksi yang membeku.
5. METODA KRISTALISASI
Banyak metoda yang dapat digunakan dalam proses kristalisasi, pada dasarnya pengelompokannya menurut metoda supersaturation (kelewat jenuhan) yang diterapkan. Supersaturation yang dimaksud adalah sebagai berikut: • Supersaturation dengan pendinginan • Supersaturation dengan penguapan solvent • Supersaturation dengan pendinginan adiabatis (cooling dan evaporation) • Salting out dengan menambahkan bahan yang dapat menurunkan kelarutan.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
165
Metoda pertama dapat digunakan hanya untuk zat-zat yang mempunyai kurva kelarutan menurun tajam dengan menurunnya suhu. Secara umum kristalisasi dengan cara ini banyak diterapkan untuk kebanyakan zat. Supersaturation dengan penguapan solvent banyak diterapkan untuk pengkristalan garam, yang mana kurva kelarutannya mendatar dan tidak mungkin dikristalkan dengan cara pendinginan. Metoda ketiga yang disebut supersaturation dengan pendinginan adiabatis yaitu pengkristalan dengan penguapan tetapi tetap dengan pendinginan. Penguapan dapat terjadi karena tekanan didalam bejana dibuat vakum. Jika larutan panas dimasukkan ke dalam bejana vakum dimana tekanannya lebih kecil dari tekanan uap solvent pada suhu larutan, maka solvent akan menguap. Gabungan antara pendinginan dan penguapan memungkinkan menghasilkan supersaturation sebagaimana yang dikehendaki. Metoda terakhir (salting out) tidak banyak digunakan, penerapan metoda ini dijumpai dalam penguapan larutan soda elektrolitik dan penguapan glyserin. Hal ini menunjukkan bahwa caustic soda atau glyserin dalam konsentrasi tinggi akan menurunkan kelarutan solut sehingga konsentrasi komponen-komponen yang dapat larut sangat tinggi, sedangkan kelarutan komponen-komponen yang lebih sukar larut (misalnya NaCl) turun hingga mencapai titik dimana ia mulai mengkristal.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
166
BAB 10 CRACKING
1. U M U M
Didalam industri perminyakaan istilah cracking diartikan memecah senyawa hidrokarbon yang rantai molekulnya besar menjadi senyawa hidrokarbon yang rantai molekulnya kecil. Produk yang dihasilkan dalam proses cracking tergantung pada stabilitas dinamika panasnya dan laju reaksi yang terjadi. Faktor-faktor tersebut tergantung pada suhu dan tekanan. Tiga macam proses cracking yang banyak diterapkan adalah thermal cracking, catalytic cracking, dan hydrocracking.
2. THERMAL CRACKING
Minyak bila dipanaskan pada suhu dan tekanan yang cukup tinggi akan mengalami perubahan struktur kimianya. Pada umumnya senyawa hidrokarbon jika dipanasi akan mengalami perengkahan (cracking). Didalam peristiwa perengkahan rantai molekul hidrokarbon yang panjang akan pecah menjadi dua atau lebih rantai-rantai molekul hidrokarbon yang lebih pendek. Proses cracking yang hanya dilakukan dengan panas saja disebut "Thermal Cracking", sedangkan yang menggunakan katalisator untuk mempercepat laju reaksi disebut "Catalytic Cracking".
Untuk merengkah minyak berat dengan cara thermal suhunya berkisar antara 450 - 730oC dan tekanan sekitar 70 atm. Reaksi yang terjadi dalam proses cracking untuk mengkonversikan fraksi berat menjadi gasoline kemungkinannya adalah seperti berikut: • Isomerisasi
: n-parafine → isoparafine
• Fragmentasi
: parafine → parafine pendek + olefin
• Dehidrogenasi
: parafine → olefin + hidrogen
• Siklodehidrogenasi
: parafine → sikloparafine + hidrogen
• Aromatisasi
: sikloparafine → aromatik + hidrogen
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
167
Perengkahan hidrokarbon parafine adalah reaksi endotermis (memerlukan panas) dan berlangsung secara irreversible (reaksi bolak-balik) yang menghasilkan parafine lebih pendek dan olefin seperti contoh berikut:
dimana: R = radikal hidrokarbon Dehidrogenasi parafine menghasilkan olefin dan hidrogen seperti reaksi berikut:
Reaksi endothermis tersebut terjadi dengan melalui mekanisme pembentukan radikal bebas. Olefin juga dapat merengkah dengan membentuk diolefin dan hidrogen yang sering pula disebut dengan reaksi dehidrogenasi seperti berikut: a). Dehidrogenasi
b). Isomerisasi
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
168
c). Polimerisasi
Aromatik adalah senyawa hidrokarbon yang paling sulit direngkah. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa semakin kecil hidrogen/karbon (H/C) ratio semakin sulit untuk direngkah. Pembentukan coke selama thermal cracking merupakan hasil dari degradasi molekul-molekul berat yang berkelanjutan. Olefin yang terbentuk cenderung berpolimerisasi dan jika polimer tersebut terengkah dan berpolimerisasi kembali maka kandungan hidrogen akan terus menurun, dan akhirnya akan membentuk coke. Demikian pula senyawa-senyawa aromat dapat membentuk polisiklik yang akhirnya akan membentuk coke. Beberapa reaksi kondensasi dengan senyawa siklis juga dapat terjadi. Kemudian senyawa tersebut terkonversi menjadi tar yang mempunyai berat molekul tinggi dan coke yang mempunyai H/C ratio sangat rendah. Hasil cracking sangat tergantung pada temperatur, tekanan, dan jenis bahan bakunya. Dekomposisi akan meningkat secara cepat jika suhu operasi naik. Pengaruh tekanan pada thermal cracking menentukan fase reaksi yang ditetepkan. Sebagai contoh pada tekanan rendah sekitar 1 - 100 psig dan suhu lebih tinggi dari 1000oF dipilih sebagai kondisi operasi dalam fase gas, sedangkan pada tekanan 200 - 1000 psig dan suhu lebih rendah dari 900oF dipilih sebagai kondisi operasi dalam fase campuran atau cair.
2.1. Thermal Cracking Unit
Dalam gambar (10-1) menunjukkan salah satu jenis thermal cracking unit. Reduced crude diumpankan kedalam fractionation tower yang secara langsung mendapatkan pemanasan dari hasil cracking. Cracked gasoline dan heating oil diambil dari bagian atas kolom, sedangkan light dan heavy oil diambil dari bagian
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
169
bawah kolom, kemudian dipompakan ke heater secara terpisah yang suhunya berkisar 1000 - 1100oF pada tekanan 350 - 700 psig. Light gasoil mempunyai konsentrasi sisa karbon lebih rendah dari pada heavy oil. Thermal cracking pada umumnya digunakan untuk proses fase cair. Sebagaimana terlihat pada gambar (10-1), dua aliran dari heater bergabung menjadi satu aliran dan memasuki soaking chamber (juga disebut reaction chamber). Disini light gasoil yang lebih panas memberikan panas tambahan untuk memacu perengkahan heavy oil lebih lanjut. Waktu tambahan juga membantu reaksi perengkahan tersebut. Dari reaktor aliran memasuki flash chamber untuk dipisahkan antara komponen-komponen
ringan
dan
komponen-komponen
berat.
Komponen-komponen ringan meninggalkan flash chamber melalui bagian puncak, sedangkan komponen-komponen berat melalui dasar kolom yang kemudian dimurnikan di dalam stripper sebagai fuel oil residue.
Gambar (10-1): Conventional Thermal Cracking Process
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
170
Dari bagian puncak kolom flash chamber komponen-komponen ringan memasuki menara fraksinasi untuk dipisahkan fraksi-fraksinya. Melalui bagian puncak kolom fraksinasi campuran gas dan gasoline dipisahkan di dalam separator. Sebagian gasoline ditarik kembali ke kolom distilasi digunakan sebagai reflux, sedangkan sisanya menuju ke stabilizer dimana gas propan, etan dan metan yang masih terikut dipisahkan. Gas meninggalkan separator dapat dimurnikan dengan cara absorpsi dengan menggunakan light gasoil sebagai absorbent untuk memisahkan pentan dan butan yang masih terbawa. Gasoil (absorbent) yang mengandung gas pentan dan butan dapat dikembalikan lagi ke kolom fraksinasi atau dapat digunakan sebagai quench oil untuk pendinginan didalam flash chamber. Laju reaksi (reaction rate) pada thermal cracking dapat dijelaskan dengan menggunakan persamaan laju reaksi order satu. Prsamaan dimaksud sesuai dengan tingkat awal atau menengah dari operasi thermal cracking yang bentuk persamaannya seperti berikut: K =
1 100 ln t 100 - X
dimana: K = konstanta laju reaksi order satu, 1/sec t=
residence time, sec (berdasarkan volume feed cairan dan volume dari reaction section)
X = persentase feed yang terkonversi menjadi komponen yang mempunyai beda jumlah karbon atau menjadi senyawa jenuh. Konstanta laju reaksi diturunkan oleh Arrhenius dalam bentuk persamaan diferensial seperti berikut: d ( ln K) dt
=
dimana: T = suhu perengkahan, oK Q = panas aktivasi, cal R = konstanta gas, 1,987 cal/gmol. oK
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
Q R T2
171
Persamaan tersebut juga dapat ditulis seperti berikut: Q dt R T2
d ( ln K) =
Dengan mengintegrasikan persamaan tersebut dapat diperoleh ln K =
Q + C RT
dimana: C = konstanta Berdasarkan
hubungan
garis
lurus
(linear),
untuk
perengkahan
gasoil
menggunakan harga Q = 53.400 cal C = 28,8 Laju reaksi berlipat dua kali untuk setiap kenaikan 12oC pada suhu antara 370 425oC. Pada suhu 600oC kelipatannya terjadi pada setiap kenaikan 17oC. Biasanya feed stock yang lebih berat akan lebih mudah direngkah dan gasoline yang dihasilkan lebih banyak untuk periode waktu yang sama. Untuk operasi komersial, suhu yang lebih tinggi biasanya diterapkan jika feed stocknya berupa hidrokarbon ringan. Oleh karena waktu yang diperlukan berkurang, namun demikian konversi ke gasoline pada suhu tertentu dapat menaikkan waktu reaksi. Karena ada kemungkinan terjadinya reaksi samping seperti kondensasi dan polimerisasi yang dapat menurunkan hasil gasoline. Untuk menghindari terjadinya reaksi-reaksi demikian dapat dilakukan dengan mensirkulasikan kembali gasoil yang belum terkonversi. Dalam praktek hasil gasoline per pass dijaga pada konversi 40% dengan maksud untuk mengurangi terjadinya reaksi-reaksi sampingan yang tidak dikehendaki. Naiknya konversi per pass dapat menimbulkan: • Jumlah gasoline yang dihasilkan berkurang • Angka oktan gasoline lebih tinggi • Tendensi terbentuknya coke naik • Produksi gas meningkat • Daya penguapan (volatility) gasoline meningkat
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
172
2.2. Visbreaking
Istilah visbreaking sesungguhnya berasal dari singkatan viscosity breaking. Visbreaking adalah operasi perengkahan ringan dimana reduced crude (apakah dari distilasi atmosferik atau vacuum) dikonversi melalui thermal cracking menjadi middle distillates dan heavy fuel oil yang stabil, perhatikan gambar (102) dan (10-3).
Gambar (10-2): Visbreaking
Rentang suhu untuk operasi visbreaking berkisar antara 850 - 900oF dan tekanannya 200 - 500 psig. Produk meninggalkan heater kemudian didinginkan secara mendadak (quenching) dengan maksud untuk mencegah terjadinya perengkahan yang berkelanjutan, perhatikan gambar (10-4). Quench stream dapat berupa make-up gasoil atau gasoil hasil dari proses itu sendiri. Reaksi visbreaking adalah dalam fase cair dan produk utamanya adalah fuel oil meskipun gas, gasoline, dan gasoil juga dihasilkan. Gas dan gasoline yang dihasilkan biasanya tidak akan lebih dari 10%, demikian pula light distillate yang dihasilkan juga tidak akan lebih dari 10%.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
173
Gambar (10-3): Simple Visbreaking Process
Gambar (10-4): Schematic Flow Diagram for a Visbreaking Process
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
174
Variabel-variabel penting yang pada dasarnya berpengaruh terhadap hasil operasi visbreaking adalah: • Properties dari feed stock • Suhu reaksi • Residence time
2.3. Coking
Operasi coking menggunakan prinsip-prinsip dasar yang sama seperti visbreaking, yaitu
reduced
crude
dikonversikan
secara
sempurna
komponen-komponen ringan dan berat, perhatikan gambar (10-5).
Gambar (10-5): Simple Coking
Salah satu contoh hasil proses coking adalah seperti berikut: Component
Yield, %
Gas
5 wt
Gasoline
20 vol
Gasoil
60 - 70 vol
Coke
10 - 15 wt
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
menjadi
175
Kelebihan coking dibanding visbreaking adalah bahwa hasil yang berupa distillate lebih banyak pada jenis feed yang sama. Gasoil dan distillate yang dihasilkan biasanya diperbanyak dengan menggunakan tekanan menengah. Pada tekanan tinggi akan menghasilkan gas dan coke yang lebih banyak, dan produk cairnya lebih banyak ke gasoline component. Demikian juga pengaruh suhu, semakin tinggi suhu operasi akan semakin banyak produk berupa gas dan gasoline sedangkan gasoil menurun. Angka oktan gasoilne naik secara linear dengan kenaikan suhu. Sebagai contoh pada suhu 930oF angka oktan yang dicapai 72 dan pada suhu 1050oF angka oktan 87. Coke dihasilkan dari proses ini dapat digunakan sebagai bahan keperluan pembuatan berbagai bahan kimia dan metalurgical coke. Proses coking dapat dikatagorikan menjadi dua yaitu "Delayed Coking" dan "Fluid Coking".
2.3.1. Delayed Coking
Delayed coking adalah proses semi kontinyu yang mana pemberian panasnya ditransfer dalam coking drum yang besar dengan membiarkannya dalam waktu yang cukup lama untuk reaksi cracking. Feed yang digunakan umumnya adalah residu termasuk reduced crude, asphalt dan cracked tar. Hasil coking meliputi gas, gasoline, gasoil, dan coke, perhatikan gambar (10-6). Coke yang dihasilkan dari proses ini umumnya digunakan untuk industri aluminium dan baja. Residu diumpankan memasuki bagian dasar kolom fraksinasi, demikian juga uap panas yang datang dari coke drums juga memasuki bagian dasar kolom tersebut. Campuran dari kedua aliran tersebut difraksinasikan dan menghasilkan gas, gasoline, gasoil, dan heavy residue. Selanjutnya heavy residue yang keluar melalui dasar kolom dipompakan menuju ke sebuah direct fired heater untuk dipanaskan dan keluar dari heater suhunya sekitar 950oF. Cairan yang sangat panas ini kemudian dimasukkan kedalan coke drum yang tekanannya berkisar antara 20 - 50 psig, dan recycle ratio-nya berkisar antara 0,1 - 1 berdasarkan equivalent fresh feed.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
176
Gambar (10-6): Delayed Coking
Didalam coke drum cairan terpisah dari uapnya, dan coke terbentuk ketika ia lepas dari cairannya dan mengendap. Uap yang terpisah meninggalkan coke drum dan memasuki fractionator tower. Sementara itu coke terus terbentuk dan setelah mencapai level tertentu maka aliran masuk ke coke drum dihentikan. Untuk mengeluarkan coke dari drum dapat dilakukan dengan menggunakan high-pressure water-jet system. Namun ada juga beberapa refinery yang menggunakan cara mekanik misalnya drilling shaft. Sebuah coke drum biasanya beroperasi selama 24 jam untuk mencapai drum penuh coke. Demikian pula untuk keperluan cleaning dibutuhkan waktu sekitar 24 jam juga.
2.3.2. Fluid Coking
Fluid coking adalah suatu proses kontinyu yang menggunakan fluidized-solids technique untuk mengkonversi residue menjadi produk-produk yang berguna. Meskipun cara ini telah diterapkan pada proses catalytic cracking dan hydroforming, namun ini mempunyai arti penting didalam coking operation. Pusat
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
177
perhatian operasi ini adalah pada fluidized bed panas yang berupa partikel-partikel coke yang sangat halus dari hasil proses itu sendiri. Gambar (10-7) menunjukkan aliran proses fluid coking, residue diumpankan dalam bentuk spray (pancaran) ke dalam reactor dan langsung kontak dengan fluidized bed panas. Reaksi coking terjadi dalam waktu yang sangat singkat dan pada suhu yang lebih tinggi dibanding dengan cara delayed coking. Karena kondisi tersebut maka coke yang dihasilkan lebih sedikit, tetapi jumlah komponen-komonen hidrokarbon ringan lebih banyak. Partikel-partikel coke yang sangat halus terus mengalir diantara dua vessel (yaitu burner dan reactor). Sebagian dari coke yang disirkulasikan dibakar didalam burner untuk membangkitkan panas yang diperlukan untuk penguapan dan cracking. Partikel coke panas tersebut bertemu dengan feed (residu) didalam reactor dan terjadilah coking.
Gambar (10-7): Fluid Coking
Ukuran partikel coke dijaga berkisar antara 75 - 150 μ, dimana pada ukuran tersbut fluiditasnya didalam reactor dapat dijamin. Pada bagian dasar reactor
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
178
diinjeksikan steam dengan maksud untuk membantu pengaliran partikel. Residu (misalnya dari vacuum unit yang suhunya sekitar 600oF) diinjeksikan kedalam fluidized bed reactor tersebut. Sebagian dari residu tersebut akan menguap dan sebagian lainnya menyusup kedalam partikel coke yang terus mengalir. Didalam partikel-partikel coke yang mengalir secara sirkulasi tersedia panas yang cukup untuk reaksi pembentukan coke (coking) dan sekaligus untuk mengendalikan suhu didalam reactor. Residu yang menyusup ke dalam partikel coke akan terengkah dan menguap sedangkan sisanya tetap tertinggal dan kering sebagai produk coke yang baru. Uap yang meninggalkan bed dilewatkan sebuah cyclone dengan maksud untuk menahan partikel-partikel coke yang kemungkinannya ikut terbawa uleh uap. Steam yang bergerak ke atas membawa serta komponen-komponen yang volatile. Sekitar 5% berat coke terbakar ketika kontak dengan udara dan sisanya dipisahkan sebagai produk yang ditarik melalui quench vessel untuk mendapatkan pendinginan. Komponen-komponen ringan atau uap dari hasil operasi coking di dalam reactor melalui cyclone memasuki scrubber-fractionator section untuk dipisah-pisahkan antara gas, gasoline, dan gasoil. Suhu didalam burner sekitar 1150oF, Udara ditambahkan sebagaimana diperlukan untuk menjaga suhu tersebut dengan membakar sebagaian coke tersebut. Tekanan didalam burner berkisar 2 - 25 psig.
3. CATALYTIC CRACKING AND CATALYSIS
Pada pertengahan tahun 1940-an proses yang disebut "Catalytic Cracking" mempunyai peranan penting dalam industri pengolahan minyak. Proses tersebut utamanya adalah untuk menghasilkan gasoline dari high-boiling hydrocarbon seperti heavy distillates. Pada dasaranya catalytic cracking digunakan untuk menghasilkan high-octane gasoline dari olefinic light hydrocarbons dan gasoil. Disamping itu juga dapat memperbaiki kwalitas low-octane naphtha. Pada tahun 1923 seorang enginner E. Houdry mulai melakukan studi tentang catalytic cracking, dan kemudian perusahaannya yang diberi nama Houdry Process Corporation telah membangun unit industri ini pada tahun 1936 di USA.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
179
Kegunaan katalis secara luas adalah untuk meyempurnakan mekanisme pembelahan
antara
molekul-molekul
carbon
dan
menaikkan
kecepatan
transformasi. Katalis menurunkan severity operasi oleh karena itu kebanyakan reaksi sekunder yang banyak menghasilkan gas, coke dan residu-residu berat dapat dikurangi. Houdry process dikembangkan dengan menggunakan silica-alumina clay sebagai katalis dalam proses perengkahan heavy oil untuk menghasilkan high-octane gasoline dalam jumlah yang lebih besar. Katalis yang digunakan lama-kelamaan akan meurun keaktivannya karena terbentuknya carbon deposit. Keaktivan katalis dapat dibangkitkan kembali (diregenerasi) dengan cara membakar karbon yaitu dengan mengalirkan udara panas, perhatikan gambar (10-8).
Gambar (10-8): Regeneration of Catalyst
Selanjutnya katalis yang telah diregenerasi digunakan kembali dan begitu seterusnya. Dalam penggunaan katalis dapat dilakukan apakah dengan cara fixed bed, moving bed, atau fluid bed. Dua terakhir yang sering disebut sebagai modern catalytic cracking. Berbagai macam fluid cracking unit telah banyak digunakan dengan berbagai variasi, tetapi prinsip fluidisasinya sama untuk seluruhnya. Proses moving bed
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
180
yang utama adalah Thermofor Catalytic Cracking (TCC) dan Houdriflow. Proses-proses kontinyu tersebut yang meregenerasikan katalis. Sistem fluidisasi lebih sering digunakan dari pada jenis moving bed, dan dapat dikatakan lebih dari 80% dari seluruh cracking unit. Kondisi reaksi dan regenerasi sama untuk kedua jenis proses tersebut meskipun metoda pengangkutan katalis-nya berbeda, contohnya pada tekanan 25 psig suhu pada reaction section berkisar 860 - 968oF dan pada regeneration suction 1000 - 1300oF. Tabel (10-1) menunjukkan berbagai macam katalis yang banyak digunakan didalam operasi kilang.
Tabel (10-1): Macam-macam Katalis dan Penggunannya PROSES
MACAM-MACAM KATALIS
Cat. Cracking
Fluid bed, Synthetic
Aluminum silicate
Fluid bed, Natural
Processed clay
Moving bed, Synthetic
Durabeads
Moving bed, Natural
Processed clay
Cat. Reforming
Replacement
Platinum on alumina
New
Platinum on alumina
Hydrotreating
Metal oxides (Co, Ni) on alumina or alumina silica
Alkylation
Sulfuric
Sulfuric acid
Hydrofluoric
Hydrofluoric acid
Polymerization
Phosporic acid on an inert support
Isomerization
Aluminum chloride
Katalis yang tersedia di pasaran dalam berbagai bentuk yang dibuat apakah secara alami atau sintetis. Pemilihan katalis tergantung pada operasi dan target kwalitas
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
181
produk. Sebagai contoh misalnya, gasoline yang dihasilkan dari operasi ini biasanya mempunyai angka oktan 95 dan yield-nya berkisar antara 40 - 65%. Persiapan feed biasanya dilakukan untuk menghilangkan aspal dan garam-garam berat. Untuk menghilangkan impurities semacam ini dapat dilakukan melalui beberapa operasi diantaranya termasuk propane deaspalting, coking, furfural extracting, thermal cracking dan hydrodesulfurization. Vacuum distillation dan visbreaking juga dapat digunakan sebagai langkah persiapan penyediaan feed. Variabel proses yang selalu dikendalikan ialah tekanan, suhu, catalyst-to-oil ratio, dan space velocity (yaitu volume atau berat minyak yang diumpankan per jam per volume
atau
berat
katalis
di
dalam
reaction
section).
Pengendalian
variabel-variabel tersebut membantu untuk mendapatkan distribusi yang digunakan. Oleh karena untuk menaikkan konversi dapat dilakukan dengan menaikkan tekanan, suhu, catalyst-to-oil ratio, dan menurunkan space velocity. Beberapa keuntungan catalytic cracking dibanding dengan thermal cracking adalah: • Selektivitas dalam operasi cracking lebih baik karena bahan-bahan
lightend-nya sedikit. • Isomerisasi olefin dapat lebih ditingkatkan • Penjenuhan ikatan rangkap lebih terkendali • Produk diolefin lebih sedikit • Produk aromtiknya lebih baik • Kemampuan mentolerir kadar sulfur meningkat
Beberapa keistimewaan proses catalytic yang modern adalah: • Menggunakan high catalyst-to-oil ratio • Waktu reaksi lebih singkat • Katalis dapat diregenerasi berulang-ulang
Dipandang dari segi operasi, kelebihannya adalah: • Panas untuk regenerasi katalis digunakan secara efisien • Suhu reaksi terkendali dengan baik • Suhu regenerasi katalis terkendali dengan baik
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
182
• Katalis yang tersedia umurnya lebih panjang sehingga kwalitas produk tidak
berubah dengan lamanya waktu pemakaian katalis. Gambar (10-9) dan (10-10) menunjukkan reactor dan fractionator yang pada dasarnya banyak digunakan dalam proses ini. Alasan yang mendasar mengapa catalytic cracking dipakai secara luas, karena gasoline dengan angka oktan tinggi dapat dihasilkan lebih banyak. Dan juga gas yang dihasilkan terutama terdiri dari propane dan butane sebagaimana yang dikehendaki, dengan sedikit methane dan ethane. Disamping itu terbentuknya heavy oil dan tar sedikit sekali. Waktu kontak untuk proses berkisar antara 20 detik hingga 10 menit. Operasinya biasanya dilakukan dalam fase gas.
Gambar (10-9): Simple Catalyst Cracker Reactor
Selama operasi catalytic cracking, hidrokarbon yang kurang reaktif adalah aromat, dan yang lebih reaktif adalah olefin. Oleh karena itu reaksi cracking yang lebih prevalent untuk paraffin adalah pembelahan ikatan antara carbon-carbon menjadi paraffin pendek dan olefin. Pada thermal cracking, pemecahan rantai terjadi secara acak, sedangkan dalam catalytic cracking pemecahan terjadi pada lokasi tertentu. Paraffin cenderung terengkah disekitar pusat molekul. Rantai yang panjang akan terengkah di beberapa tempat secara serempak. Pada thermal
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
183
cracking menghasilkan molekul-molekul satu dan dua atom karbon, sedangakn pada catalytic cracking biasanya menghasilkan molekul-molekul tiga dan atau empat atom carbon. Didalam proses cracking, apakah pada thermal cracking atau catalytic cracking, perengkahan akan lebih mudah pada molekul-molekul besar dari pada molekul-molekul kecil. Pada operasi catalytic cracking, normal paraffin terengkah 50-60 kali lebih cepat dibanding pada noncatalytic system. Iso-paraffin lebih cepat terengkah dibanding normal-paraffin yang mempunyai berat molekul sama. Hidrokarbon jenis paraffin yang mempunyai enam atom karbon atau lebih dapat juga mengalami perubahan susunan rangka karbonnya seperti terbentuknya senyawa-senyawa isomer. Demikian juga dehidrosiklisasi dapat terjadi dengan membentuk aromat dan hidrogen.
Gambar (10-10): Fractionator in a Cat. Cracker
Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa olefin adalah hidrokarbon yang paling reaktif didalam catalytic cracking. Sekali dia terbentuk, cenderung untuk terengkah dengan kecepatan sangat tinggi yaitu berkisar 1.000 - 10.000 kali lebih
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
184
tinggi dari apa yang terbentuk dalam thermal cracking. Reaksi olefin tertentu adalah polimerisasi dan kondensasi yang menghasilkan molekul-molekul aromat. Naphthene lebih mudah terengkah secara catalytic dari pada paraffin, tetapi tidak secepat olefin. Aromat umumnya susah direngkah, benzene adalah senyawa yang sangat sulit direngkah, sedangkan naphthalene, anthracene, dan senyawa-senyawa sejenis yang lain dapat terengkah tetapi pada kecepatan yang sangat rendah, disamping itu kecenderungan terbentuknya coke cukup tinggi. Alkyl benzene dengan gugus alkyl C2 atau yang lebih besar akan terengkah membentuk benzene dan olefin. Methyl benzene kurang reaktif dibanding alkyl benzene yang lain. Hidrogen yang biasanya terbentuk dalam catalytic cracking adalah hasil dari proses dehidrogenasi dari beberapa molekul. Beberapa molekul lainnya juga ada yang terkonversi menjadi coke atau senyawa-senyawa yang mempunyai berat molekul tinggi melalui reaksi kondensasi. Pada thermal cracking, mekanisme reaksinya melalui rantai radikal bebas, sedangkan pada catalytic cracking melalui pembentukan ion-ion carbonium. Katalis digunakan untuk mempercepat reaksi, sedangkan bahan yang disebut inhibitor digunakan untuk memperlambat reaksi-reaksi yang tidak diinginkan. Katalis bekerja melalui salah satu dari dua mekanisme sebagai berikut: • Penggabungan dengan reactant untuk membentuk senyawa intermediate yang
kemudian bereaksi dengan senyawa-senyawa lain untuk membentuk produk yang dikehendaki dan kembali ke katalis asalnya. • Molekul-molekl gas atau cairan reactant yang melakukan aksi absorpsi pada
permukaan katalis yang sangat porous. Absorpsi dengan katalis tersebut melemahkan ikatan interatomic molekul-molekul yang terabsorp dan karena itu membuatnya lebih reaktif. Ion-ion carbonium adalah ion-ion hidrokarbon yang mempunyai satu muatan positif pada atom karbonnya. Sesungguhnya merupakan kation-kation karbon dan hasil antara di dalam operasi catalytic cracking. Ion carbonium dapat terbentuk dalam berbagai cara seperti berikut: 1). Penambahan sebuah proton ke olefin atau aromatik seperti yang ditunjukkan dalam reaksi reversible berikut
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
185
atau CH3-CH=CH2 + H+ → CH3-C+H-CH3 CH3-CH=CH2 + H+ →
(C3H7+)
Proton berasal dari acidic catalyst 2). Pelepasan ion hidrida (H-) dari hidrokarbon jenuh oleh acidic catalyst
3). Pelepasan ion hidrida (H-) dari hidrokarbon jenuh oleh ion carbonium yang lain
Ion carbonium sangat reaktif dan dapat melakukan berbagai reaksi seperti berikut:
1). Pertukaran ion hidrida dengan paraffin dan naphthene membuatnya lebih reaktif C3H7 + CH3-CH2-(CH2)n-CH3 →
C3H8 + CH3-C+H-(CH2)n-CH3
2). Isomerisasi ion carbonium C+H2-CH2-CH2-CH2-R → CH3-C+H-CH2-CH2-R
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
186
3). Perpindahan ion carbonium ke olefin yang lain CH3-C+H-CH3 + CH3-CH=CH-CH3 → CH3-CH=CH2 + CH3-CH2-C+H-CH3 4). Memecah rantai dan membentuk ion carbonium yang lebih pendek CH3-C+H-CH2-CH2-CH2-CH3 → CH3-CH=CH2 + CH3-C+H-CH3 Ion-ion methyl carbonium adalah kurang stabil, sedangkan jenis tertiary adalah yang paling stabil. Aktivitas katalis sangat berhubungan dengan jumlah active acid site per satuan katalis, disamping itu juga acidic strength. Kebanyakan katalis adalah berupa campuran oksida logam seperti silicon oxide dan aluminum oxide (SiO2 - Al2O3), silicon oxide dan magnesium oxide (SiO2 - MgO2). Crystalline alumino silicate, atau zeolite telah digunakan secara luas pada beberapa tahun yang silam. Setelah itu synthetic catalyst dikembangkan secara luas karena kebutuhan yang semakin meningkat disamping keanekaragamannya juga semakin banyak. Houdry Corporation membuat katalis jenis sinthetic dengan komposisi 87% SiO2 dan 13% Al2O3. Konstanta kecepatan reaksi untuk persamaan orde satu seperti halnya pada thermal cracking dinyatakan seperti berikut: K =
1 100 ln t 100 - X
Katalis akan mempercepat laju reaksi dan memperbesar konversi seperti terlihat pada tabel (10-2) dan (10-3). Deposisi karbon atau coke pada katalis adalah fungsi residence time. C = K. θ n dimana: C = coke yang terdeposit pada permukaan katalis, % wt K = konstanta, fungsi dari jenis katalis, feedstock dan proses yang diterapkan θ = Residence time, sec
n=
konstanta, dalam banyak hal dipakai n = 0,5
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
187
Tabel (10-2): Perbandingan antara Thermal dan Catalytic Cracking ITEM
CATALYTIC
THERMAL
Temperature, oF
842
842
Contact time, sec
6,4
75
Percent Conversion
97
5
k x 103
550
0,67
- Gas, %
21,2
0,3
- Liquid below C18, %
62,3
4,7
- Remainder, %
16,5
95
- H2, %
2,8
0
- Olefins
68,1
29
- Saturated compounds
29,1
71
58
-
Products:
Gas Analysis:
- Molecular weight
Tabel (10-3): Yield dari Thermal dan Catalytic Cracking YIELD
Catalyst used
THERMAL CRACKING
CATALYTIC CRACKING Single pass Recycle
None
Silica - Al
Silica - Al
- Gasoilne plus polymer, % vol
38,9
57,2
75,3
- Cycle oil, % vol
40,0
40,0
4,5
- 10 oAPI tar, % vol
20,1
nil
7,8
- Coke, % wt
nil
3,5
10,6
- Dry gas, % wt
4,3
5,6
7,6
- ASTM, clear
72,6
81,1
83,1
- CFR reasearch, clear
82,5
95,7
95,7
- CFR reasearch, clear + 1,5 ml TEL/gal
89,0
99,0
98,5
Yields:
Octane number gasoline + polymer
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
188
Degradasi katalis dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti berikut: • Suhu dan tekanan steam particle tinggi • Tekanan tinggi • Impurities yang berasal dari feed - Impurities yang kemungkinan berada di
dalam fresh catalyst • Waktu
Tabel (10-4): Jenis feed pada operasi kilang tertentu OPERASI
Thermal reforming Thermal cracking
Visbreaking Coking, ultimate Coking, partial recycle Coking, low pressure Coking, needle
Catalytic cracking
FEED
Naphtha Gasoil Reduced crude Decant oil Furfural extract Coke gas Vacuum gasoil Reduced crude Vacuum bottom Gasoil Reduced crude Reduced crude Reduced crude Vacuum bottom Decant oil Thermal tar Pyrolysis tar Furfural extract Light and heavy gasoil Raw oil
Berbagai jenis feed yang digunakan pada berbagai operasi kilang tertentu ditunjukkan dalam tabel (10-4). Berbagai macam proses catalytic cracking yang banyak digunakan secara luas diantaranya adalah:
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
189
• Fixed-Bed Catalytic Cracking • Moving-Bed Catalytic Cracking • Fluid-Bed Catalytic Cracking
3.1. Fixed-Bed Catalytic Cracking
Proses industri pertama untuk catalytic cracking dikembangkan pada tahun 1936 oleh E. Houdry pada Sun Oil Refinery, Pennsylvania yang selanjutnya dikenal dengan Houdry process. Houdry process menggunakan tiga buah reactor, dan katalis ditempatkan didalam fixed bed, perhatikan gambar (10-11). Suatu sistem automatis disertakan untuk siklus regenerasi.
Gambar (10-11): Catalytic Cracking dengan Houdry Fixed-Bed Reactors
Feed memasuki proses dipanaskan didalam heater hingga seluruhnya menjadi uap pada suhu 800oF, kemudian didalam separator dipisahkan residu-nya. Sebagai heat transfer medium adalah lelehan garam. Feed yang telah menjadi uap
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
190
selanjutnya memasuki reactor pertama dimana cracking terjadi. Reactor yang kedua digunakan sebagai stripper, dan yang ketiga digunakan untuk regenerasi. Karena feed secara keseluruhan harus diuapkan, maka rentang suhu didihnya harus rendah. Komponen-komponen yang lebih berat dipisahkan di separator. Katalis yang digunakan adalah natural silica-alumina dalam bentuk pellet. Ukuran reactor 11 ft diameternya dan 38 ft tingginya. Cracked product (hasil cracking) selanjutnya dikirim ke sebuah kolom farksinasi untuk dipisahkan fraksi-fraksinya seperti gas, gasoline, dan gasoil. Lelehan garam potasium nitrate (KNO3) dan sodium nitrate (NaNO3) digunakan sebagai heat transfer medium yang suhunya sekitar 284oF. Lelehan garam memberikan panas yang diperlukan untuk reaksi melalui vertical tube yang ditempatkan didalam reactor. Waktu reaksi didalam reactor sekitar 10 menit. Pada akhir waktu reaksi feed secara autimatis dilewatkan ke sebuah reactor kedua, kemudian reactor yang pertama dibersihkan dengan steam sekitar 5 menit dan siklus pergantian ini diatur dengan menggunakan cycle timer. Udara panas untuk regenerasi dimasukkan dengan pengendalian yang cermat. Karbon yang tertinggal dipermukaan katalis akan terbakar dengan kecepatan tertentu sesuai dengan suhu katalis yang dikendalikan oleh sirkulasi lelehan garam. Siklus regenerasi berlangsung kurang-lebih 10 menit. Umur katalis kurang-lebih 18 bulan dan hasil gasoline sekitar 42 - 52 % vol. Kestabilan proses ini sulit untuk dipertahankan meskipun sejumlah reactor telah digunakan untuk mengatasinya. Oleh karena itu dewasa ini Houdry process sudah jarang digunakan semenjak dikembangkan moving-bed catalytic cracking.
3.2. Moving-Bed Catalytic Cracking
Moving-bed units biasanya terdiri dari packed beds yang bergerak secara vertikal melalui sebuah vessel. Katalis yang digunakan mempunyai ukuran diameter sekitar 1/8 inci, namun demikian ada juga katalis yang ukuran diameternya sampai 3/4 inci telah digunakan. Perbandingan katalis terhadap minyak (catalyst-to-oil ratio) sekitar 1 - 5.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
191
Sebuah thermofor kiln telah dikembangkan oleh Socony Vacuum Oil Company untuk meregenerasi katalis. Regenerasi katalis dilakukan dengan menggunakan thermo kiln semacam ini, oleh karena itu proses cracking ini disebut Thermofor Catalytic Cracking (TCC) sebagaimana ditunjukkan dalam gambar (10-12). Dalam proses ini katalis yang berbentuk pellet bergerak secara gravitasi dari hopper ke reactor yang beroperasi pada tekanan sekitar 10 psig dan suhu antara 850 - 925oF. Katalis yang sudah menurun keaktifannya (spent catalyst) dari reactor dengan menggunakan elevator dikirim ke regenerator kiln. Didalam kiln tersebut coke dibakar dengan menginjeksikan udara panas.
Gambar (10-12): Thermofor Catalytic Cracking (TCC) Unit dengan Moving-Bed dan Mechanical Elevator
Feed sebelum memasuki reactor dipanaskan didalam pemanas dan keluar sebagai uap yang kemudian kontak dengan katalis didalam reactor. Hasil perengkahan dari reactor selanjutnya dipisahkan fraksi-fraksinya didalam fractionator. Ada dua hal yang membatasi TCC process jenis ini, yakni: • Feed memasuki reactor harus dalam fase uap
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
192
• Elevator yang mensirkulasikan katalis perlu biaya operasi yang besar.
Karena kesulitan-kesulitan tersebut diatas maka sekarang telah dikembangkan suatu metoda yang digunakan untuk mengatasi adanya keharusan feed dalam fase uap yaitu dengan menggunakan sistem pendistribusian feed yang berupa cairan saja maupun campuran cairan dan uap. Sedangkan air lift yang dikembangkan untuk mensirkulasikan katalis telah menggantikan kedudukan elevator.
Gambar (10-13): Thermofor Catalytic Cracking Unit dengan Moving-Bed dan Pneumatic Elevator
Katalis yang akan diregenerasi diangkat keatas oleh udara yang diinjeksikan dari bagian dasar regenerator, perhatikan dalam gambar (10-13) . Setelah katalis sampai di surge separator, katalis terpisah dari udara yang membawanya dan jatuh
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
193
secara gravitasi menuju ke reactor. Dari reactor selanjutnya jatuh menuju ke regeneration zone (juga secara gravitasi). Feed yang sebelumnya telah dipanaskan, dan fraksi cairnya diatomisasikan menembus katalis. Pada saat yang sama bagian yang berupa uap juga menembus reactor melalui tubing yang berbeda. Katalis meninggalkan reactor pada suhu 850 - 900oF menuju ke regenerator. Didalam regenerator udara diinjeksikan membuat pembakaran menjadi lebih sempurna hingga suhu katalis berkisar antara 1.150 2.250oF.
Gambar (10-14): Houdriflow Catalytic Cracking Unit
Didalam Houdriflow Catalytic Cracking Unit sebagaimana ditunjukkan dalam gambar (10-14). Udara diinjeksikan dari bagian dasar kiln dan mengalir berlawanan arah terhadap katalis. Houdry unit juga berupa sebuah single vessel dengan reaction section dan stripping section terpisah oleh intermediate vessel heads. Udara dan sedikit flue gas digunakan untuk mengangkat katalis menuju ke hopper. Keistimewaan Houdriflow catalytic cracking ini dibanding dengan
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
194
sebelumnya adalah bahwa Houdriflow mempunyai laju sirkulasi katalis lebih tinggi. Disengaging hopper yang ada di bagian puncak beroperasi pada tekanan atmosfir. Tekanan reactor bervariasi abtara 5 - 10 psig. Feed diumpankan kedalam reactor dengan cara didistribusikan pada katalis oleh sebuah atomizing spray nozzle. Produk cracking diambil dari bagian dasar reactor. Katalis yang turun ke bawah dikontakkan dengan stripping steam sehingga hidrokarbon yang terbawa dilepaskan, sedangkan coke yang masih terbawa katalis dibakar di dalam regenerator. Sementara itu elutriator digunakan untuk memisahkan serbuk-serbuk katalis yang dapat mengganggu operasi catalytic cracking. Dalam hal ini katalis yang ukurannya lebih lembut dari 14 mesh yang dipisahkan. Catalyst losses berkisar antara 0,03 - 0,05 % dari total circulation rate, yakni sekitar 0,3 - 0,7 lb/bbl dari feed. Perlu pula diingat bahwa Houdriflow dan Thermofor process sekarang ini penggunaannya sangat terbatas. Dan sebagai gantinya yang dewasa ini banyak digunakan adalah fluid catalytic process karena disamping efisiensinya tinggi juga overall performance-nya cukup baik.
3.3. Fluid Catalytic Cracking (FCC)
Fluid catalytic cracking adalah suatu continuous catalytic process yang mempunyai kecepatan tinggi dalam hal transportasi katalis antara reactor chamber dan regeneration unit. Katalis yang digunakan dalam bentuk partikel yang sangat lembut dan dapat mengalir seperti fluida yang lain meskipun harus dibantu oleh dorongan gas atau uap. Karena catalyst bed bergerak seperti fluida, maka dikenal dengan nama "Fluidized-Bed Catalyst". Fluid catalytic cracking mulai berkembang secara luas ketika zeolite-cracking catalyst dikenal secara komersial sekitar tahun 1960-an. Zeolite catalyst mempunyai kelebihan-kelebihan dibanding dengan katalis yang digunakan sebelumnya, yakni: • Tidak peka terhadap keracunan karena metal
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
195
• Lebih stabil • Mampu menahan suhu tinggi • Struktur kristalnya menunjang pengembangan reaksi • Cracking activity-nya tinggi • Waktu kontak cracking yang diperlukan relative singkat.
Dengan demikian secara umum waktu kontak banyak berkurang dan reaksi cracking sangat efisien. Adanya kemungkinan additive yang ditambahkan sebagai pasivator di dalam feed, sebagaimana kebanyakan additive tersebut mengandung metal-metal seperti nickel, vanadium dan iron, maka metal-metal tersebut dapat meracuni katalis. Pasivator menurunkan pengaruh katalis akibat keracunan. Demikian pula minyak-minyak berat yang akan direngkah dengan cara ini sebelumnya harus diberikan perlakuan (treatment) terlebih dahulu. Karena di dalam minyak berat banyak terkandung logam-logam berat. Pada dasarnya sebuah fluid catalytic cracking process terdiri dari tiga bagian penting yakni reactor, stripper dan regenerator. Feed memasuki reactor melalui bagian dasar sebuah vertical reactor riser, perhatikan gambar (10-15). Katalis panas menguapkan feed, dan uap yang terbentuk membawa serta serbuk-serbuk katalis naik menuju reactor vessel. Keadaan fluidisasinya tergantung pada ukuran partikel, densitas partikel, kecepatan dan densitas uap. Reaksi cracking sudah dimuali sejak di dalam reactor riser dan seterusnya sampai di dalam fluidized bed reactor. Hasil perengkahan selanjutnya dikirim ke fractionator untuk dipisahkan fraksi-fraksinya. Spent catalyst meninggalkan reactor secara terus menerus melalui sebuah pipa yang kemudian didorong oleh steam menuju ke stripper. Steam yang mendorong katalis tersebut juga sekaligus membebaskan sisa-sisa hidrokarbon yang ada di permukaan katalis, dan uap hidrokarbon yang telah lepas dari stripper bergabung dengan produk rengkahan yang keluar dari bagian puncak reactor. Katalis dari stripper turun menuju regenerator, di dalam regenerator katalis bertemu dengan udara panas yang dimasukkan dari bagian bawah regenerator. Udara panas ini akan membakar deposit hidrokarbon yang ada di permukaan katalis.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
196
Gas hasil pembakaran (flue gas) meninggalkan puncak regenerator, sedangkan katalis yang telah diregenerasi meninggalkan dasar regenerator kemudian bertemu dengan feed bersama-sama menuju ke reactor dengan dorongan dari steam. Demikian seterusnya siklus ini terjadi dalam fluid catalytic cracking unit.
Gambar (10-15): Simple Fluid Catalytic Cracker (FCC)
Di dalam fractionator hasil rengkahan dipisahkan fraksi-fraksinya yang berupa gas, gasoline, light gasoil, dan heavy gasoil. Distribusi produk-produk tersebut sangat tergantung pada jenis feedstock dan operasi proses. Light gas biasanya berupa methane, ethane dan ethylene yang sering digunakan sebagai bahan bakar gas atau bahan baku petrokimia. Gas-gas yang lebih berat dipisahkan lebih lanjut dengan hasil berupa propane, propylene, butane, butylene dan gasoline. Dalam hal-hal
tertentu,
catalytic
cracking
bertingkat
(lebih
dari
satu
stage)
kadang-kadang diterapkan. Hal ini dilakukan biasanya untuk menaikkan konversi. Berbagai macam proses catalytic cracking yang menggunakan fluidized bed pada dasarnya sama, yaitu semuanya menggunakan powder catalyst (katalis tepung). Ukuran katalis berkisar antara 5 - 100 mesh.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
197
Semua operasi fluid catalytic cracking mempunyai sistem pencampuran untuk pengaliran gas dengan katalis membentuk suatu solid-gas system di dalam fluid bed. Operasinya berjalan secara kontinyu dimana uap minyak memasuki reaktor dan katalis didispersikan kontak dengan uap minyak tersebut. Cracking terjadi di dalam fluidized bed pada suhu antara 880 - 975oF. Tekanan di dalam reactor 9 psig dan suhu regenerasinya sekitar 1.000 - 1.200oF. Catalyst-to-oil ratio rata-rata sekitar 10 hingga 1, vapour velocity 2 - 3 ft/sec dan fluid bed mempunyai bulk density berkisar antara 25 - 40 lb/cuft. Panas untuk reaksi dihasilkan dari regenerator yang terbawa oleh katalis ke dalam reactor yang kemudian ditransfer ke feed.
3.4. Model IV Fluid Catalytic Cracking
Exxon Research and Engineering telah mengembangkan sejumlah model untuk fluidized-bed reactor. Beberapa diantaranya mempunyai upflow unit, dan yang lainnya mempunyai downflow unit. Pada model IV seperti yang terlihat dalam gambar (10-16), feed bertukar panas dengan sebuah top pumparound reflux system dari menara fraksinasi utama. Disamping itu juga bertukar panas dengan bottom pumparound system. Kemudian feed bercampur dengan heavy oil recycle dan diumpankan ke dalam reactor. Generated catalyst dari regenerator bergabung dengan feed menuju ke reactor dan sementara itu reaksi perengkahan sudah mulai terjadi sebelum mencapai reactor. Produk yang berupa uap keluar melalui cyclone yang terpasang dibagian puncak kolom untuk memisahkan partikel katalis halus yang terbawa oleh uap. Saat itu pula carbon deposit terbentuk pada katalis dan katalis mulai menjadi tidak aktif. Katalis tersebut jatuh dan memasuki stripping section yang ada didalam reactor dimana steam yang diinjeksikan akan mengusir hidrokarbon yang tertinggal pada katalis. Spent catalyst selanjutnya menuju ke regenerator. Udara yang memasuki regenrator tetap menjaga catalys bed dalam bentuk fluidisasi dan membakar carbon deposit yang ada pada katalis. Dengan demikian keaktifan katalis menjadi pulih kembali dan kemudian mengalir kembali menuju reactor. Begitu seterusnya siklus ini terus berulang. Pada saat katalis akan
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
198
memasuki reactor bertemu dengan umpan yang masuk dan bersama-sama menuju ke reactor.
Gambar (10-16): Model IV Fluid Catalytic Cracker (FCC) by Exxon
Di dalam reactor terjadi reaksi exothermis yang akan menaikkan suhu katalis dari 100oF menjadi sekitar 1.100oF. Panas yang dilepas di dalam regenerator memanasi katalis yang selanjutnya untuk menguapkan feed dan untuk reaksi di dalam reactor. Produk dari catalytic cracking selanjutnya menuju ke kolom fraksinasi untuk dipisahkan fraksi-fraksinya yang berupa gas, gasoline, light gasoil, heavy gasoil, dan fuel oil. Panas yang terbawa oleh produk dari reactor dapat dimanfaatkan untuk pemanasan awal feed sebelum memasuki reactor atau untuk keperluan pemanasan yang lain. Fuel gas sebelum meninggalkan regenerator terlebih dahulu dilewatkan cyclone separator untuk menangkap serbuk katalis yang terikut agar tidak mencemari udara atmosfir.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
199
3.5. UOP Fluid Catalytic Cracking
Universal Oil Products Company (UOP) mengembangkan prosesnya dalam suatu susunan semacam stack (cerobong), dimana reactor dan regenerator tersusun dalam sebuah single tower seperti yang terlihat dalam gambar (10-17). Kapasitas yang tersedia mulai dari 1000 sampai 100.000 b/sd of charged feed. Prosesnya cukup efisien dan mempunyai reactor riser panjang yang menghubungkan reactor chamber dibagian puncak dan regenerator di bagian bawah menara.
Gambar (10-17): UOP Fluid Catalytic Cracking Unit (Stacked Type)
Kelebihan dari unit ini adalah ringkasnya peralatan sehingga tidak banyak memakan tempat. Fresh feed atau gas oil memasuki reactor melalui reactor riser yang ada di bagian dasar menara berupa cairan. Panas ditransfer dari katalis dan menguapkan feed yang kemudian mendorong katalis menuju ke reaktor yang ada dibagian puncak menara (diatas regenerator). Gabungan uap minyak dan katalis meninggalkan regenerator dan menuju reactor dimana kecepatan menurun karena luasnya reactor, dan kemudian katalis membentuk fluid bed yang padat. Uap minyak mendorong catalyst bed tersebut dan menjaganya dalam keadaan tetap
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
200
mengalir sementara reaksi perengkahan terjadi. Produk hasil rengkahan menuju ke cyclone separator sebelum memasuki menara fraksinasi.
Gambar (10-18): FCC UOP dengan Vertical-Riser (Reactor dan Regenerator saling berdampingan)
Reactor maupun regenerator dilengkapi dengan cyclone separator dengan maksud untuk mengurangi hilangnya katalis dan sekaligus untuk melindungi lingkungan. Produk-produk yang dipisahkan di dalam fractionator berupa gas, gasoline, light gasoil, dan heavy gasoil. Seperti katalis yang akan diaktifkan kembali meninggalkan reactor melalui steam stripping leg dan menuju ke regenerator dimana carbon deposit yang ada akan dibakar oleh hembusan udara panas. Suhu di dalam regenerator sekitar 1.100oF dan tekanan sekitar 18 psig. Suhu reactor sekitar 900oF dan tekanan sekitar 12 psig. Katalis di dalam regenerator mengalir ke bawah berlawanan arah dengan udara panas yang diinjeksikan melalui bagian dasar regenerator. Bottom product dari fractionator dialirkan menuju ke sebuah settling unit, dan disini akan
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
201
terkumpul concentrated slurry yang mengandung entrained catalyst. Slurry tersebut dikembalikan lagi ke reactor bersama-sama dengan fresh feed. UOP juga telah mengembangkan rancangannya yaitu dengan memodifikasi susunan rector dan regenerator yang menggunakan vertical riser. Dalam perancangan tersebut reactor dan regenerator diset saling berhubungan sedemikian rupa sehingga operasinya lebih efisien dan selektivitas hasilnya lebih baik. Feed memasuki sebuah riser bertemu dengan katalis yang datang dari regenerator, perhatikan gambar (10-18). Dengan rancangan seperti ini terjadinya catalyst carry over dapat dijaga minimum sehingga slurry recycle ke riser lebih sedikit. Di dalam regenerator section kontak antara udara dan katalis terjadi secara optimum, dan coke deposit terbakar disini. Flue gas dari regenrator sedikit sekali membawa particulate sehingga pencemaran udara dapat ditekan. Suhu flue gas tersebut dapat dijaga minimum dengan memanfaatkan panasnya untuk keperluan pemanasan dalam upaya konservasi energi. OUP FCC process telah dikenal bertahun-tahun karena keandalan dan efisiensinya, dan khususnya keluwesannya dalam pengaturan kondisi operasi untuk berbagai jenis feed.
3.6. Texaco Fluid Catalytic Cracking
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Texaco Development Corporation adalah proses yang dapat mencakup berbagai macam feed stock termasuk virgin and cracked gasoil, middle distillates, vacuum distillates, coke dan deasphalted oil. Secara garis besar gambaran rancangan khusus dari Texaco FCC process meliputi: • Sebuah stripper yang efisien digunakan untuk menangani spent catalyst • Pengendalian laju reaksi yang baik • Penggunaan katalis lebih sempurna dan efisien • Reaksi pembakaran selama regenerasi lebih sempurna • Spent catalyst mengalir secara gravitasi menuju ke unit regenerasi.
Fresh feed bercampur dengan beberapa recycle cracked gasoil memasuki riser, perhatian gambar (10-19). Kemudian feed tersebut bertemu dengan katalis
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
202
(regenerated catalyst) yang baru saja diregenerasi dari regenerator. Melalui riser tersebut campuran feed dan katalis menuju ke separator yang berada di dalam reactor zone untuk dipisahkan. Meskipun dipisahkan, namun masih ada beberapa katalis yang terbawa oleh uap minyak.
Gambar (10-19): Texaco Fluid Catalytic Cracking (FCC) Process
Riser dirancang sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kecepatan aliran yang sempurna tanpa menimbulkan erosi pada katalis. Uap yang telah dipisahkan dari separator sebelum meninggalkan reactor terlebih dahulu melewati sebuah cyclone untuk memisahkan serbuk katalis yang terbawa oleh uap. Spent catalyst (catalis dari reaktor) melalui stripper menuju ke regenerator langsung disambut oleh udara panas yang langsung membakar karbon yang menempel pada katalis. Reaksi yang terjadi adalah reaksi eksotermis (mengeluarkan panas), dan panas yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk memanaskan udara yang akan digunakan untuk regenerasi. Kapasitas fresh feed untuk unit ini pada umumnya berkisar antara 1.100 - 75.000 b/sd.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
203
3.7. Gulf Catalytic Cracking
Gambar (10-20) menunjukkan suatu proses yang dikembangkan oleh Gulf Research and Development Company. Cracking unit ini mempunyai sebuah vertical transfer line yang disebut sebagai vertical riser. Konversi yang dapat dilakukan pada umumnya dari 78 - 84% dengan angka oktan antara 92,5 - 98,3.
Gambar (10-20): Gulf Fluid Catalytic Cracker (FCC)
3.8. Kellogg Heavy Oil Cracker (HOC)
Beberapa perusahaan menawarkan proses catalytic cracking yang feednya berupa heavy oil atau residu. MW Kellogg Company dan Phillips Petroleum telah
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
204
mengembangkan proses ini yang dapat mengolah residu dengan baik. Beberapa perusahaan seperti Gulf Oil, Arco dan UOP mempunyai lisensi proses ini untuk mengolah heavy residue.
Gambar (10-21): Kellogg Heavy Oil Cracker (HOC)
Perhatikan gambar (10-21), katalis meninggalkan regenerator melalui plug valve, valve tersebut berperan untuk mengendalikan aliran dan membantu menjaga suhu reactor pada batas-batas tertentu. Tempat penginjeksian steam berada diatas lokasi dimana feed memasuki sistem. Susunan seperti ini dimaksudkan untuk untuk mempercepat dan mendispersikan katalis sehingga menghambat terbentuknya
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
205
coke. Level katalis di dalam reactor dijaga tetap pada ketinggian yang diperlukan untuk menjaga space velocity yang dikehendaki. Uap hidrokarbon meninggalkan reaction zone menuju frctionator dan katalis yang terbawa dalam uap dipisahkan dengan cyclone. Di dalam Kellogg Orthoflow Unit, stripping section untuk katalis ditempatkan di pusat reactor. Katalis yang telah diperlakukan dengan stripping dibawa ke regenerator dan oleh udara panas deposit karbin yang ada dipermukaan katalis dibakarnya, perhatikan gambar (10-22).
Gambar (10-22): Kellogg Orthoflow Cracking Unit
Udara panas yang diinjeksikan jumlahnya harus mencukupi untuk menjamin bahwa pembakaran dapat terjadi secara sempurna. Flue gas sebelum meninggalkan regenerator terlebih dahulu melalui cyclone dengan maksud untuk menangkap partikel-partikel katalis yang terbawa oleh gas. Gabungan reactor dan regenerator dalam satu unit tunggal memungkinkan mempunyai riser lurus untuk mensirkulasikan katalis sehingga dalam operasinya lebih efisien dan efektif. Sirkulasi katalis dikendalikan dengan menggunakan valve khusus.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
206
Beberapa model rancangan orthoflow telah dibuat, seperti model A dan model C yaitu yang generatornya ditempatkan dibawah reactor, dan model B generatornya diatas reactor. Walaupun demikian dalam semua hal catalyst stripping section ditempatkan diantara reactor dan regenerator. Di dalam rancangan ini juga memperhatikan prinsip-prinsip heat balance yang termasuk fresh feed dan recycle feed cracking. Suhu operasi reactor antara 880 - 950oF pada tekanan antara 8 - 20 psig, sedangkan suhu regenerasi di dalam regenerator berkisar antara 1.050 1.200oF pada tekanan 15 - 30 psig, dan katalis-to-oil ratio berkisar antara 6-21 : 1 sementara space velocity 1-16 : 1. Beberapa fluid catalytic cracking process yang lain telah banyak dikembangkan misalnya: Flexicracking yang dikembangkan oleh Exxon Research and Engineering, Ultra-Orthoflow yang dikembangkan oleh Kellogg, dan Shell two stage catalytic cracking yang dikembangkan oleh Shell.
3.9. Hydrocracking
Catalytic cracking yang dilakukan sekaligus dengan hidrogenasi dikenal dengan nama "hydrocracking". Hidrogen yang diberikan pada proses tersebut digunakan untuk menjenuhkan olefin yang terbentuk dari cracking dan scepatnya membentuk senyawa jenuh. Dengan demikian alkana yang dalam reaksi hydrocracking akan membentuk alkana-alkana baru yang berat molekulnya lebih rendah. Sebagai contoh octane dalam reaksi hidrocracking akan membentuk propane dan pentane seperti berikut: HHHHHHHH H-C-C-C-C-C-C-C-C-H + H2 HHHHHHHH (octane)
→
HHH HHHHH H-C-C-C-H + H-C-C-C-C-C-H HHHHH HHH (propane) (pentane)
Paraffin dengan titik didih rendah mempunyai angka oktan tinggi, oleh karena itu hydrocracking bertujuan untuk memperbaiki angka oktan. Tekanan operasi yang diperlukan untuk proses ini cukup tinggi yaitu sekitar 1.400 - 2.100 psig. Hidrogen yang diperlukan untuk proses ini kebanyakan berasal dari steam reforming methane atau naphtha.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
207
Gambar (10-23): LC-Fining Reactor (Courtesy C.E. Lumnus and Cities Service)
Heavy crude oil biasanya banyak mengandung sulfur, metal dan nitrogen. Disamping itu umumnya viskositas, pour point dan densitasnya tinggi. Satu hal lagi yang kurang menguntungkan adalah kandungan hidrogen-nya rendah. Kandungan metal yang tinggi dapat menimbulkan kesulitan dalam operasi, sedangkan kandungan sulfur dapat menimbulkan persoalan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu diperlukan unit tambahan yang digunakan untuk perlakuan awal (pretreatment) sebelum diolah di unit utamanya. Suatu proses khusus yang disebut "LC-Fining" telah dirancang untuk menangani heavy crude, proses tersebut adalah hidrogenasi heavy crude, residue dan heavy oil. Dengan lisensi dari CE Lummus Company, proses tersebut dirancang mampu menghilangkan metal dan sulfur dalam heavy crude, reduced crude, vacuum bottom, deasphalted bottom, tar, dsb. Proses tersebut didasarkan pada teknologi
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
208
yang dikembangkan pada tahun 1963 oleh Cities Service yang pertama kali untuk residual hydrocracker yang berlokasi di Lake Charles, Lousiana. Reactor semacam expanded-bed yang digunakan dalam proses tersebut ditunjukkan dalam gambar (10-23). Feed dan hidrogen diumpankan melalui bagian dasar reactor, kemudian bergerak keatas bercampur dengan katalis yang diekspansikan (expanded catalyst). Effluent product meninggalkan reactor melalui recycle pump yang ada di dasar reactor. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan kecepatan yang cukup agar expansi katalis yang dikehendaki dapat dicapai. Campuran feed dan hidrogen memasuki reactor pada suhu 100oF atau lebih tetapi masih dibawah suhu reactor. Panas reaksi yang cukup tinggi akan menaikkan suhu feed secara cepat di dalam reactor. Sementara operasi tetap berjalan, katalis dapat dimasukkan dan dikeluarkan dari reactor. Ukuran katalis yang digunakan untuk proses ini sekitar 1/32 inci. Hidrogenasi heavy hydrocarbon sesungguhnya suatu proses
difusi.
Penggunaan
partikel-partikel
kecil
mempunyai
beberapa
keuntungan sepanjang laju reaksinya diperhatikan. Oil feed memasuki heater untuk mendapatkan pemanasan kemudian keluar dari heater menuju ke reactor bertemu dengan hidrogen yang datang dari heater yang lain, perhatikan gambar (10-24). Produk dari reactor kemudian menuju ke high pressure separator. Hasil pemisahan di high pressure separator, minyak yang keluar dari bagian dasar masih dalam keadaan panas dan tekanan diturunkan sebelum memasuki low pressure separator. Sedangkan uap yang keluar melalui bagian puncak high pressure separator didinginkan didalam heat exchanger (biasanya didinginkan dengan hidrogen sebelum memasuki heater. Uap didinginkan lebih lanjut dan menuju ke separator terakhir dimana kondensat akan dipisahkan. Hidrogen yang dihasilkan dari separator terakhir sebagian digunakan untuk menghilangkan senyawa sulfur, sedangkan sebagian lainnya ditekan dan dikembalikan lagi menuju ke heat exchanger kemudian ke hydrogen heater. Produk yang keluar dari dasar low pressure separator dipisahkan fraksi-fraksinya di dalam fractionator.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
209
Gambar (10-24): LC-Fining Hydrocracking untuk Heavy Oil dan turunan Batubara (Courtesy C.E. Lumnus and Cities Service)
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
210
BAB 11 REFORMING
1. U M U M
Reforming adalah proses untuk memperlakukan sraight-run gasoline atau naphtha yang mempunyai angka oktan rendah sehingga menjadi gasoline yang mempunyai angka oktan tinggi dengan maksud untuk memperbaiki kwalitas pembakarannya (ignation performance). Didalam memperbaiki kwalitas gasoline tidak hanya dari segi angka oktan saja, tetapi juga menaikkan daya penguapannya (volatility), karena melalui proses ini normal-paraffin dikonversikan menjadi iso-araffin, aromatik dan olefin, disamping itu juga naphthene dikonversi menjadi aromatik. Berbagai reaksi akan terjadi dalam proses reforming seperti: Polimerisasi: yaitu penggabungan molekul-molekul kecil menjadi suatu molekul
yang besar. Isomerisasi: yaitu mengkonversikan normal-paraffin menjadi iso-paraffin. Siklisasi: yaitu pembentukan senyawa siklis (cincin) dari senyawa alifatik.
Proses reforming dapat dilakukan secara thermal ataupun secara catalytic yang sering disebut Thermal Reforming dan Catalytic Reforming.
2. THERMAL REFORMING
Di dalam proses pengolahan minyak, upaya untuk meningkatkan jumlah gasoline dilakukan dengan perengkahan (cracking), sedangkan untuk peningkatan mutu pembakaran bahan bakar (angka oktan) gasoline adalah merupakan sasaran utama dari proses reforming. Paraffin dengan rantai panjang akan direngkah menjadi paraffin dengan rantai lebih pendek dan olefin yang titik didihnya lebih rendah dari pada sebelumnya. Bahkan bisa juga reaksi yang terjadi tidak hanya perengkahan saja tetapi juga dibarengi dengan reaksi dehidrogenasi sehingga hasil reaksinya berupa molekul-molekul olefin pendek yang lebih reaktif untuk berpolimerisasi. Sebagai contoh heptane (C7H16) dipanaskan pada suhu dan
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
211
tekanan yang cukup tinggi akan dikonversi menjadi amylene (C5H10) yang mempunyai angka oktan 92, ethylene (C2H4) dengan angka oktan 81 dan hidrogen (H2) yang banyak digunakan di dalam proses treating.
Produk dari hasil reaksi tersebut mempunyai rantai pendek dan ikatannya tidak jenuh. Amylene adalah komponen gasoline yang baik sedangkan ethylene dan propylene sebagai monomer yang banyak digunakan sebagai feedstock dalam pabrik pembuatan produk petrokimia (petrochemical plant) khususnya untuk pembuatan polymer seperti polyethylene. Reaksi lain yang dapat terjadi adalah isomerisasi yaitu pembentukan senyawa hidrokarbon bercabang, misalnya normal hexane menjadi iso-hexane.
Dalam pembentukan senyawa siklis (rantai cincin) juga akan terjadi misalnya reaksi dehidrogenasi dan siklisasi dari normal heptane menjadi methyl cyclohexane dan hidrogen seperti berikut:
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
212
Aromatisasi akan terjadi melalui reaksi dehidrogenasi dari senyawa naphthene, sebagai contoh misalnya methylcyclohexane akan didehidrogenasi menjadi toluene melalui proses dehidrogenasi.
Hidrodealkilasi juga dapat terjadi, yaitu reaksi penghilangan gugus alkil dengan bantuan hidrogen, sebagai contoh misalnya toluene (methyl benzene) akan dikonversi menjadi benzene melalui proses hidrodealkilasi yang reaksinya dapat dilihat sebagai berikut:
Operasi thermal reforming memerlukan suhu yang lebih tinggi dan waktu reaksi lebih lama jika dibandingkan dengan apa yang dilakukan dalam operasi thermal cracking. Perbedaan tersebut dikarenakan molekul-molekul hidrokarbon dalam feed untuk thermal reforming lebih kecil dan lebih stabil dibandingkan feed untuk thermal cracking. Skema sederhana proses thermal reforming ditunjukkan dalam gambar (11-1) dan salah satu tipe diagram alir proses thermal reforming ditunjukkan dalam gambar (11-2). Feedstock yang berupa straight-run naphtha atau gasoline diumpankan melalui heater dimana reaksi reforming terjadi. Produk meninggalkan heater langsung didinginkan secara tiba-tiba dengan menggunakan quenching oil sebelum dipisahkan fraksi-fraksinya didalam fractionator. Pendinginan yang
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
213
dilakukan tersebut dimaksudkan untuk mencegah terjadinya reaksi yang berkelanjutan. Jika reaksi berkelanjutan terjadi maka jumlah gas yang terbentuk akan berkelebihan dan gasoline yang dihasilkan jumlahnya menjadi berkurang. Suhu reforming berkisar antara 950 - 1.100oF dan tekanannya berkisar antara 400 - 1.400 psig.
Gambar (11-1): Simple Thermal Reforming Process
Thermal reforming mulai digunakan di Amerika Serikat sekitar tahun 1930. Meskipun demikian penggunaannya sangat terbatas. Dewasa ini hampir seluruh proses reforming menggunakan katalis (Catalytic Reforming).
3. CATALYTIC REFORMING
Sejak tahun 1940 catalytic reforming telah digunakan untuk menggantikan thermal reforming. Proses ini memperbaiki kwalitas gasoline yang dihasilkan dari cracking yang masih mempunyai angka oktan rendah. Catalytic reforming jauh lebih efisien dari pada thermal reforming. Penggunaan katalis akan mempercepat reaksi dan lebih mudah pengendalian operasinya.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
214
Katalis
yang
digunakan
dapat
terbuat
dari
platinum-alumina
atau
platinum-rhenium-alumina. Katalis tersebut berperan sebagai pemacu reaksi siklohidrogenasi dan reaksi lain seperti pembentukan aromatik.
Gambar (11-2): Thermal Reforming
Hydroforming unit telah digunakan pada awal perang dunia kedua, catalytic reforming tersebut untuk menghasilkan aviation gasoline yang banyak digunakan untuk keperluan militer. Sekitar tahun 1955, Universal Oil Product (UOP) telah mendemonstrasikan
bahwa
katalis
platiunum
dapat
mendorong
reaksi
dehidrogenasi, khususnya dalam pembentukan aromat dalam skala komersial. Dengan demikian sejak tahun itu hampir seluruh thermal reforming digantikan dengan catalytic reforming. Tujuan utama catalytic reforming adalah untuk mengkonversi hidrokarbon menjadi aromatik yang reaksi utamanya adalah dehidrogenasi naphthene. Senyawa aromat tidak hanya berfungsi sebagai komponen bahan bakar motor tetapi juga banyak digunakan sebagai bahan baku industri petrokimia.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
215
Didalam straight-run naphtha pada umumnya masih banyak impurities yang dapat meracuni katalis. Agar supaya tidak meracuni katalis, maka terlebih dahulu dilakukan hydrotreating terhadap naphtha tersebut. Hydrotreating adalah proses penghilangan impurities seperti senyawa sulfur, nitrogen dan arsenik dengan melalui proses hidrogenasi. Hidrogen yang digunakan untuk keperluan treating ini berasal dari reforming unit itu sendiri.
Gambar (11-3): Product from Thermal Reforming and from Catalytic Reforming
Di dalam reaksi catalyitc reforming kemungkinan terjadinya olefin sangat kecil sekali, hal ini disebabkan oleh adanya reaksi hidrogenasi olefin, yang mana secara cepat begitu olefin terbentuk langsung dijenuhkan menjadi paraffin. Hal ini dapat
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
216
dipahami lebih dalam lagi dengan melihat gambar (11-3) yang menunjukkan perbedaan hasil reforming secara thermal dan catalytic. Kelihatan dari sini bahwa senyawa aromat lebih banyak dihasilkan pada catalytic reforming dan olefin hanya ada pada hasil thermal reforming. Di dalam catalyic reforming, hidrogen dihasilkan sebagai hasil samping. Sebagian dari hidrogen yang dihasilkan disirkulasikan kembali untuk menjaga tekanan didalam reactor dan mencegah terjadinya pembentukan coke. Disamping itu hidrogen ini banyak dimanfaatkan untuk proses yang lain seperti hydrotreating, hydrocracking dan isomerization plant, bahkan tidak sedikit yang digunakan untuk keperluan industri petrokimia. Meskipun reaksi isomerisasi juga kemungkinan terjadi, namun tidak banyak mempengaruhi kenaikan angka oktan karena jumlahnya relatif kecil.
3.1. Katalis
Katalis mempunyai peranan yang sangat penting di dalam proses catalytic reforming. Mengapa demikian, karena beberapa kondisi yang dibutuhkan untuk mendapatkan aromatik dari hidrokarbon lain tanpa menggunakan katalis ternyata hasil-hasilnya relatif rendah, oleh karena itu katalis dehidrogenasi digunakan untuk memperbaiki hasil dan kondisi reaksi. Beberapa macam katalis yang banyak digunakan untuk keperluan ini dintaranya adalah: • Platinum on alumina • Platinum on silica-alumina • Chromia on alumina • Molybdena on alumina
Dasar katalis adalah alumina, sedangkan elemen-elemen yang menghidrogenasi adalah platinum, dan persentase platinum berkisar antara 0,3 - 0,6%. Elemen-elemen lain yang kemungkinan ada adalah halida kurang lebih antara 0 1%. Dalam hal chromia on alumina, dasar katalisnya adalah alumina dan elemen yang menghidorgenasi adalah chromia yang persentasenya sekitar 10 - 15%.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
217
Katalis yang paling disukai adalah katalis yang memacu produksi aromatik dan menekan terjadinya proses hidrocracking. Jika katalis lain yang dikenal dengan nama bimetallic catalyst adalah katalis yang mengandung platinum dan metal promotor lain seperti misalnya rhenium. Katalis semacam ini umumnya untuk operasi pada tekanan rendah dan suhu tinggi dengan siklus regenerasi menengah. Selectivity adalah merupakan bentuk persaingan kecepatan reaksi yaitu dehidrogenasi
untuk
menghasilkan
aromatik
dan
hidrocracking
untuk
menghasilkan paraffin yang lebih ringan. Katalis platiunum umumnya yang paling aktif dan juga sangat mahal harganya. Katalis seperti ini mempunyai fungsi ganda, platinum beraksi sebagai dehydrogenating agent, dan zat asam seperti fluorine atau chlorine beraksi sebagai isomerization agent. Olefin merupakan hasil reaksi intermediate, meskipun demikian pada kondisi reforming hanya sedikit sekali olefin yang ada. Variabel operasi yang sangat penting adalah tekanan, sedangkan variabel-variabel lain yang perlu diperhatikan adalah suhu, space velocity, recycle gas rate, dan ukuran partikel katalis. Space velocity dinyatakan sebagai perbandingan feed rate yang masuk terhadap jumlah katalis didalam reactor. Satuan space velocity dinyatakan sebagai wt/hr/wt atau vol/hr/vol. Operasi catalytic reforming biasanya terjadi pada tekanan tinggi dan hidrogen yang dihasilkan disirkulasikan kembali ke dalam reactor. Kondisi operasi untuk katalis tertentu ditunjukkan dalam tabel (11-1). Feedstock untuk catalytic reforming biasanya adalah naphtha atau straight-run gasoline yang mempunyai angka oktan rendah, konversi naphtha paling tidak adalah menjadi butane dan bahan-bahan yang lebih ringan. Lebih baik lagi jika naphtha banyak mengandung naphthene karena dapat menghasilkan aromat yang tinggi. Butane yang dihasilkan dari catalytic reforming mengandung isobutane sekitar 40 - 50%, dan pentane mengandung iso-pentane sekitar 50 - 65%. Pretreatment terhadap feedstock mutlak diperlukan untuk operasi yang menggunakan katalis platinum. Katalis tersebut sangat sensitif terhadap nitrogen, chloride, sulfur, air (water), lead dan arsenic. Proses yang digunakan untuk
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
218
pretreatment
adalah
hydrotreating
dengan
menggunakan
katalis
cobalt-molybdenum. Hidrogen yang diperlukan untuk hydrotreating ini berasal dari catalytic reforming itu sendiri.
Tabel (11-1): Kondisi operasi untuk katalis tertentu Average Temperature oF
JENIS KATALIS
Platinum
500
900
1,5
Cobalt molybdate
400
850
1,0
Molybdena
200
925
0,5
Chromia
175
1.000
0,7
3.2. Catalytic Reforming Process
Berbagai unit yang digunakan dalam catalytic reforming process ada yang menggunakan tekanan tinggi dan ada juga yang menggunakan tekanan rendah. Gambar (11-4) menunjukkan unit yang beroperasi pada tekanan tinggi, unit ini relatif murah tetapi kurang fleksibel dibandingkan dengan yang bertekanan rendah. Keterbatasan unit ini ialah angka oktan dan jumlah hasilnya rendah. Proses yang menggunakan tekanan tinggi diantaranya termasuk platforming, catforming, houdriforming, salvaforming dan Sinclair-Baker Process. Katalis yang digunakan adalah platinum, catalyst deposit biasanya sedikit. Proses lain yang meregenerasi katalis dan sementara operasi tetap berjalan diantaranya adalah ultraforming dan powerforming yang menggunakan katalis platinum (Pt), fluid hydroforming dan hydroforming menggunakan katalis molybdena on alumina (Mo dalam Al2O3), thermoforming menggunakan katalis chromia on alumina (Cr dalam Al2O3) dan hyperforming menggunakan katalis molybdate on alumina (Mo dalam Al2O3). Berbagai macam proses yang dikembangkan oleh beberapa perusahaan diantaranya adalah seperti yang terlihat dalam tabel (11-2). Gambar (11-5) menunjukkan proses catalytic reforming yang dikenal sebagai platforming. Feed memasuki prefractionator untuk menghilangkan light ends
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
219
termasuk juga disolved oxygen dan H2O. Disamping itu prefractionator ini juga unuk mengatur boiling range. Boiling range yang dikehendaki adalah 100 - 360oF yang selanjutnya bercampur dengan recycle hydrogen gas dan bersama-sama memasuki heater pertama. Recycle gas rate sekitar 8.000 scf/bbl of feed. Dari heater pertama kemudian memasuki reactor pertama dan keluar dipanasi lagi pada heater kedua, begitu seterusnya sampai tiga tingkat.
Gambar (11-4): Simplified Regeneration of Reactor
Reactor berupa bejana berbentuk silinder yang di dalamnya berisi katalis. Uap mengalir melalui setiap reactor dan kontak dengan katalis kemudian bereaksi sebagaimana yang diinginkan. Karena reaksinya menyerap panas, maka setiap akan memasuki reactor dipanasi terlebih dahulu di dalam reheater. Aliran
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
220
meninggalkan dasar gas separator menuju ke fractionator untuk dipisahkan komponen-komponennya. Reformat adalah produk yang digunakan sebagai komponen untuk pencampuran premium dan aviation gasoline. Gas meninggalkan separator menuju ke H2S absorber untuk dihilangkan H2S yang terkandung di dalam hidrogen. Sebagian dari hidrogen yang dihasilkan disirkulasikan kembali ke proses dengan maksud untuk menghindari terbentuknya coke dalam katalis. Suhu reaksi di dalam reactor sekitar 850 - 950oF dan tekanan sekitar 200 - 700 psig.
Tabel (11-2): Beberapa proses dan perusahaan yang mengembangkannya COMPANY
TYPE OF PROCESS
Atlantic Richfield
Catforming
Chevron Research
Rheniforming
Exxon Research and Engineering
Powerforming
Houdry Division of Air Products and Chemicals
Houdriforming
Sinclair Research Laboratory and Baker & Company
Sinclair-Baker Reforfing
Standard Oil of Indiana
Ultraforming
Standard Oil of New Jersey
Powerforming, hydroforming, and fluid hydroforming
Union Oil
Hyperforming
Universal Oil Products
Platforming
Regenerasi katalis yang dilakukan ketika keaktifan katalis turun hingga dibawah batas yang telah ditetapkan. Meskipun keaktifan katalis dapat dipulihkan dengan cara regenerasi, namun lama-kelamaan katalis akan mengalami degradasi, dan meskipun dapat diregenerasi tetapi hasilnya akan berada di bawah batas ekonomis. Oleh karena itu katalis yang demikian harus diganti dengan yang baru. Proses dengan cara konvensional ini, untuk melakukan regenerasi harus
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
221
menghentikan operasi. Dewasa ini banyak dilakukan inovasi terhadap proses yang dapat dioperasikan secara kontinyu dan tanpa menghentikan proses sewaktu regenerasi.
Gambar (11-5): Catalytic Reforming (Conventional Platforming)
Gambar (11-6) menunjukkan continuous platforming yang dikembangkan oleh UOP. Proses tersebut menggunakan reactor, heater, separator, dan fractionator. Platforming adalah suatu proses catalytic reforming yang paling banyak digunakan dibandingkan dengan jenis yang lain. Katalis platinum untuk reforming tekanan rendah sama seperti untuk reforming tekanan tinggi, kecuali proses yang meliputi
reactor
tambahan
seperti
yang
disebut
swing
reactor
yang
memungkinkan untuk regenerasi. Jika sebuah reactor harus ditempatkan pada siklus regenerasi, maka swing reactor menggantikannya. Proses tersebut dapat diulang-ulang sampai regenerasi katalis dilakukan sepenuhnya. Tekanan operasi reactor berkisar antara 125 - 300 psig dan recycle gas bervariasi antara 1.500 2.500 scf/bbl of feed.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
222
Ultra forming proses seperti yang terlihat dalam gambar (11-7) merupakan lisensi dari Standard Oil of California, dalam proses ini menggunakan beberapa reactor dan swing reactor dengan suatu fixed bed catalyst. Swing reactor adalah pusat untuk meregenerasikan katalis. Ultraforming dapat menhasilkan produk yang mempunyai angka oktan 95 - 103 (research octane number). Xylene dengan kemurnian tinggi juga dapat dihasilkan melalui fraksinasi ultraformate. Di dalam ultraforming, katalis yang digunakan dapat diregenerasi sampai 600 kali atau lebih tanpa kehilangan selektivitasnya yang signifikan dan tanpa diperlukan penggantian dalam jangka waktu pendek.
Gambar (11-6): Continuous Platforming with Katalis Regeneration
Proses lain yang sangat populer disebut houdriforming berlisensi dari Houdry Division of Air Product and Chemicals seperti yang terlihat dalam gambar (11-8) menggunakan dua buah atau lebih fixed bed reactor yang masing-masing dilengkapi dengan heater. Dan naphtha yang diumpankan bercampur dengan recycle gas yang banyak mengandung hidrogen.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
223
Gambar (11-7): Ultraforming Fixed-Bed Process
Gambar (11-8): Houdriforming
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
224
Jika kandungan sulfur di dalam naphtha tinggi, maka sebelumnya harus dilakukan hidrodesulfurisasi yang hidrogennya dapat diperoleh secara langsung dari houdriforming. Disamping dengan cara tersebut, sulfur juga dapat dihilangkan dengan cara absorpsi dengan menggunakan ethanolamine sebagai solvent-nya. Houdriforming menggunakan katalis platinum dalam alumina atau bimetallic. Jika houdriforming digunakan untuk menghasilkan aromatik, konversi naphtha menjadi benzene, toluene dan xylene mendekati 100% dari harga teoritis benzene. Kondisi operasi proses ini suhunya berkisar antara 900 - 1.000oF dan tekanan 100 - 400 psig.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
225
BAB 12 POLIMERISASI DAN ALKILASI
1. U M U M
Seperti diketahui proses perengkahan selain menghasilkan bahan-bahan dengan berat molekul yang diinginkan, juga menghasilkan bahan-bahan yang lebih ringan (gas) dan fraksi-fraksi yang lebih berat. Gas-gas yang dihasilkan umumnya banyak mengandung hidrokarbon tak jenuh seperti olefin yang mempunyai berat molekul rendah. Karena ikatan strukturnya tidak jenuh maka bersifat reaktif, artinya mudah bersenyawa (bergabung) satu sama lain atau dengan senyawa lain untuk membentuk senyawa baru. Jika senyawa-senyawa tersebut bergabung akan membentuk molekul-molekul yang lebih besar dan titik didihnya sebagaimana trayek titik didih gasoline. Pemilihan feedstock dan operasi yang cermat akan membuatnya layak untuk menghasilkan gasoline dengan kwalitas pembakaran tinggi. Dengan bantuan proses polimerisasi dan alkilasi entah secara langsung atau tak langsung akan menaikkan kwalitas dan jumlah gasoline dan dapat menghasilkan bahan baku untuk industri petrokimia.
2. POLIMERISASI
Penggabungan dua atau lebih molekul-molekul kecil untuk membentuk kelompok molekul kompleks disebut polimerisasi. Istilah ini berasal dari kata poly yang berarti banyak dan meric (meros) yang berarti bagian. Dengan demikian polimeric berarti suatu bagian yang berulang-ulang. Didalam proses ini sebagai ganti dari penambahan molekul-molekul yang berbeda atau sama (suatu molekul sederhana ditambahkan ke suatu molekul yang lain). Hidrokarbon seperti alkene (olefin) yang mengalami reaksi penggabungan dirinya sendiri dinyatakan sebagai reaksi polimerisasi. Sebagai contoh, molekul-molekul ethylene dapat saling menggabung dan penggabungannya dapat berulang-ulang tergantung pada produk akhir yang dikehendaki. Molekul ethylene dikenal
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
226
sebagai monomer karena secara sederhana ia merupakan satu bagian yang dapat diduplikasikan dalam proses. Produk akhir dari proses ini disebut polymer. Beberapa produk dapat diperoleh tetapi tergantung dari titik pemberhentian reaksi (termination point). Penggabungan dua molekul monomer sederhana akan membentuk dimer, tiga molekul monomer membentuk trimer, dan begitu seterusnya untuk banyak molekul monomer membentuk polymer. Di dalam reaksi tersebut, jika reaksi polimerisasi membentuk molekul lurus, maka polymer yang terbentuk disebut linear polymer. Tetapi jika rantai cincin dibentuk dari reaksi polimerisasi maka
polymer yang dihasilkan disebut cyclic polymer. Demikian pula jika polymer yang terbentuk mempunyai ikatan rantai yang tersusun dalam tiga dimensi disebut cross linked polymer. Dalam hal tertentu, ribuan molekul monomer dapat
bergabung
membentuk
molekul
besar,
maka
produk
tersebut
disebut
macromolecule. Secara umum kekomplekan polymer dapat dikendalikan oleh
kondisi operasi seperti suhu, tekanan dan konsentrasi katalis yang digunakan. Dalam era perang dunia kedua, polimerisasi dan alkilasi memberikan kontribusi yang besar dalam menyediakan aviation gasoline dalam jumlah yang sangat besar. Disamping itu polimerisasi adalah suatu proses yang penting di dalam industri petrokimia, khususnya dalam pembuatan polymeric solid seperti plastik dan karet. Sebagai contoh polimerisasi sederhana dari ethylene dapat dinyatakan dalam persamaan reaksi seperti berikut:
dimana: n = jumlah molekul (di suku kirir) n = tingkat polimerisasi (di suku kanan) Ethylenen dipanaskan pada suhu sekitar 200 - 750oF pada tekanan lebih dari 1.000 atm dengan kandungan oksigen maksimum 0,01%. Tergantung dari kondisi operasi proses, berat molekul produk dapat mencapai sekitar 2.000 - 20.000.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
227
Sebagai contoh misalnya reaksi antara dua molekul isobutylene menjadi satu molekul di-isobutylene.
Pada kondisi tertentu dan katalis dalam jumlah tertentu, olefin mengalami penggabungan dengan sendirinya yang dikenal dengan istilah association polymerization atau addition polymerization. Dalam hal seperti ini produk yang
terbentuk mempunyai berat molekul beberapa kali dari berat molekul semula. Berat molekul polymer secara sederhana selalu merupakan kelipatan berat molekul monomernya. Sebagai contoh benzene (C6H6) adalah sebuah cyclic trimer dari acetylene (C2H2). Karet dengan rumus umum (C5H8)n adalah sebuah polymer dari isoprene (C5H8).
Isoprene adalah monomer yangdigunakan untuk membuat 90% dari karet alam (C5H8)n. Meskipun n tidak diketahui secara pasti, namun berat molekul karet berkisar antara 130.000 - 400.000. Satuan-satuan isoprene menggabung melalui ujung-ujungnya membentuk sebuah polymer lurus (linear polymer) dan rantai panjang seperti berikut.
Olefin yang mempunyai berat molekul rendah seperti C3 dan C4 berpolimerisasi dalam suatu rentangan dua atau tiga kali berat molekulnya. Kemudian dikonversi dengan hidrogenasi membentuk isoparaffin yang dikenal mempunyai antiknock
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
228
quality tinggi. Produk tersebut digunakan sebagai blending component untuk premium atau aviation gasoline. Thermal
polymerization
telah
dikembangkan
sejak
tahun
1930
untuk
mengkonversi gas paraffin dan olefin menjadi gasoline. Proses ini tidak bertahan lama karena beberapa dekade kemudian telah dikembangkan catalytic polymerization yang lebih efisien dan lebih praktis. Katalis yang dapat digunakan untuk proses ini adalah sulfuric acid dan phosphoric acid (asam sulfat dan asam phosphat).
Gambar (12-1): Sulfuric Acid Polymerization
2.1. Sulfuric Acid Polymerization
Dengan menggunakan sulfuric acid sebagai katalis, maka polimerisasi ini juga dikenal sebagai cold acid process, dimana isobutene dipolimerisasikan secara selektif.
Modifikasi
lain
yang
dikenal
sebagai
cold
acid
process
mengkopolimerisasikan semua butene. Cold acid process sangat penting
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
229
peranannya selama perang dunia kedua, dan sampai sekarang masih digunakan untuk mempersiapkan feedstock untuk pembuatan butadiene. Sebuah skema diagram alir untuk sulfuric acid process ditunjukkan dalam gambar (12-1). Suatu campuran butane-butene (sebagai feed) memasuki unit ekstraksi tingkat pertama. Ekstraksi dilakukan dalam dua tingkat dengan 65% sulfuric acid pada suhu antara 70 - 100oF. Polimerisasi terjadi pada suhu sekitar 220oF dengan konversi menjadi isobutene sekitar 90%, dan produk dipisahkan dari acid catalyst dengan cara pengendapan (settling). Produk akhir sekitar 75% adalah di-isobutene.
Gambar (12-2): Polymerization with Phosphoric Acid Catalyst
2.2. Phosphoric Acid Polymerization
Gambar (12-2) menunjukkan phosporic acid catalyst dalam bentuk pellets yang digunakan dalam proses polimerisasi ini. Feed umumnya terdiri dari propane dan propylene menuju ke sebuah heat exhanger agar supaya memanfaatkan panas dari
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
230
aliran yang meninggalkan reactor. Sebuah reheater akan menaikkan suhu hingga mencapai batas yang diinginkan. Dari sini kemudian feed memasuki catalytic reactor. Reaksi polimerisasi adalah exothermis, dan panas yang dihasilkan dimanfaatkan untuk membuat steam yang akan digunakan sebagai media pemanas di dalam preheater. Aliran yang meninggalkan reactor menuju ke menara depropanizer dimana propan yang tidak terkonversi akan dipisahkan. Propane keluar dari bagian puncak depropanizer, sedangkan yang berupa cairan keluar melalui bagian dasar depropanizer terus menuju ke menara debutanizer. Disini butane yang tidak terkonversi keluar melalui bagian puncak debutanizer, sedangkan polymer gasoline keluar melalui bagian dasar. Sisa propane -propylene dapat digunakan sebagai liquified petroleum gas (LPG). Suhu dan tekanan dalam operasi ini berkisar antara 300 - 440oF dan 900 - 1.200 psig tergantung pada produk yang diinginkan. Jika cairan phosphoric acid yang digunakan sebagai katalis, maka khusus bahan konstruksi yang digunakan harus tahan terhadap serangan korosi. Umur katalis rata-rata adalah 100 - 200 gal polymer/ lb of phosphoric acid. Konversi olefin menjadi gasoline sekitar 85%, dan panas reaksi yang dihasilkan sekitar 400 Btu/lb butene yang bereaksi atau sekitar 670 Btu/lb propene yang bereaksi. Feed untuk proses ini terlebih dahulu harus di-treat untuk menghilangkan hidrogen sulfida dan mercaptan. Jika zat-zat ini tidak dihilangkan dapat berakibat menurunnya angka oktan dan pencemaran lingkungan. Untuk menghilangkan senyawa-senyawa ini biasanya dilakukan pencucian dengan menggunakan caustic soda yang kemudian dicuci dengan air untuk menghilangkan zat-zat organik yang terbawa oleh caustic soda. Karena oksigen dapat menimbulkan deposit dan tar pada katalis, maka feed dan air yang digunakan untuk pencucian harus bebas dari okasigen. Kadang-kadang untuk treating ini digunakan regenerative absorbent sebagai ganti caustic soda washing. Regenerative absorbent yang digunakan biasanya terdiri dari ethanolamine dan tripotasium phosphate. Meskipun sederetan olefin dapat dipolimerisasikan menjadi gasoline, namun hanya butene dan yang lebih ringan saja yang digunakan. Olefin yang lebih berat (sampai C10) dapat dicampur secara langsung menjadi gasoline. Butene sebagai
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
231
feedstock hanya akan dapat dipolimerisasi dengan baik dengan menggunakan sulfuric acid sebagai katalis, dan propene hanya dengan phosphoric acid sebagai katalis. Butadiene (C4H6) adalah senyawa diolefin yang keberadaannya di dalam feed sebenarnya tidak disukai karena akan membentuk polymer rantai panjang yang mempunyai kecenderungan mempercepat terbentuknya coke pada katalis. Oleh karena itu, feedstock yang digunakan untuk proses polimerisasi terbatas pada olefin yang berupa gas-gas hasil samping dari operasi cracking. Namun demikian butane dapat direngkah untuk membuat olefinic feed sebagai produk utama. Selama perang dunia kedua isobutene banyak dibuat dari proses dehidrogenasi isobutane. Tetapi kebanyakan proses polimerisasi dewasa ini beroperasi untuk menghasilkan gasoline dari olefin yang mengandung C3 dan C4.
3. ALKILASI
Alkilasi dapat diartikan sebagai reaksi penambahan gugus alkil ke suatu senyawa tertentu. Tetapi di dalam industri pengolahan minyak bumi istilah tersebut mengacu pada reaksi antara olefin dan isoparaffin yang rantainya lebih panjang. Reaksi alkilasi tersebut dapat terjadi tanpa menggunakan katalis, tetapi memerlukan suhu dan tekanan tinggi, disamping itu peralatan yang digunakan cukup mahal. Karena alasan tersebut, maka sekarang banyak dikembangkan proses alkilasi yang menggunakan bantuan katalis. Katalis yang digunakan untuk proses ini biasanya sulfuric acid dan hydrogen fluoride jika feed-nya berupa isobutane dengan propene dan butene. Aluminum chloride juga digunakan sebagai katalis dalam proses alkilasi jika feed-nya berupa isobutane dan ethylene. Reaksi alkilasi adalah reaksi exothermis yang dapat menghasilkan panas sekitar 700 Btu/lb isobutane. Proses alkilasi telah diterapkan semenjak tahun 1938. Di dalam proses ini suatu alkylate bercabang atau isoparaffin ditambahkan ke olefin yang mempunyai ikatan rangkap akan menghasilkan gasoline yang berangka oktan tinggi. Sumber utama olefin pada umumnya adalah dari cracking unit atau dari dehidrogenasi paraffin. Dengan demikian butane dapat didehidrogenasi untuk membuat feed dalam proses alkilasi. Butane juga dapat di isomerisasikan menjadi isobutane
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
232
yang kemudian direngkah untuk feed dalam proses alkilasi. Disamping dari proses yang disebutkan tadi, isobutane juga dapat diperoleh crude oil langsung, cracking, catalytic reformer dan gas alam. Pada tekanan atmosfir proses alkilasi dapat berlangsung pada suhu rendah jika menggunakan bantuan katalis. Katalis akan berperan sebagai pemacu reaksi sehingga kecepatan reaksi menjadi lebih besar. Dengan sulfuric acid atau anhydrous hydrogen fluoride isobutane bereaksi dengan campuran isobutylene akan menghasilkan campuran iso octane (C8H18) yang biasanya mempunyai angka oktan berkisar 92 - 94. Reaksi tersebut adalah seperti berikut:
Variabel-variabel yang dapat mempengaruhi reaksi tersebut diantaranya adalah perbandingan isobutane terhadap olefin (isobutane-olefin ratio), suhu operasi, olefin space velocity, dan waktu kontak. Jika ethylene dialkilasikan dengan isobutane, maka sebagai produk utamanya adalah isohexane yang populer dengan sebutan neohexane yang reaksinya seperti berikut:
Proses alkilasi adalah proses yang dipandang sangat penting di dalam petroleum processing karena senyawa-senyawa yang dihasilkan dari proses tersebut mempunyai angka oktan tinggi sebagai bahan bakar motor.
3.1. Alkilasi dengan katalis sulfuric acid
Gambar (12-3) menunjukkan diagram alir dari salah satu jenis proses alkilasi yang menggunakan katalis sulfuric acid. Feed yang banyak mengandung isobutane
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
233
(berupa campuran dari butane-butylene-isobutane) sebelum memasuki reactor didinginkan terlebih dahulu di dalam chiller. Perbandingan isobutane terhadap olefin di dalam feed sekitar 4 sampai 1 dan membantu mengurangi reaksi samping. Dengan mensirkulasikan isobutane dimaksudkan untuk menjaga perbandingan yang dikehendaki tersebut. Suhu pendinginan feed sekitar 40oF dan katalis berupa 98% sulfuric acid. Sebuah acid separator menerima aliran produk dan disini acid dipisahkan dari minyak yang mengandung alkylate dan hidrokarbon yang belum bereaksi.
Gambar (12-3): Alkylation Process using Sulfuric Acid
Sodium hydroxide digunakan untuk menetralkan hidrokarbon yang selanjutnya menuju ke debutanizaer tower. Di dalam debutanizer dengan cara fraksinasi gas-gas ringan dipisahkan, dan alkylate keluar melalui bagian dasar menara. Gas dari debutanizaer selanjutnya memasuki deisobutanizer dimana normal butane dipisahkan dan kelaur melalui bagian dasar menara, sedangkan gas yang keluar dari bagian puncak deisobutanizer menuju depropanizer untuk memisahkan propane. Isobutane yang tidak bereaksi disirkulasikan kembali melalui bagian
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
234
dasar depropanizer ke reactor bersama-sama dengan feed. Alkylate yang dihasilkan dapat difraksinasikan lebih lanjut menjadi heavy alkylate dan light alkylate untuk digunakan sebagai campuran aviation gasoline dan motor gasoline.
3.2. Alkilasi dengan katalis hydrofluoric acid
Proses alkilasi dengan menggunakan katalis hydrofluoric acid menghasilkan alkylate sama seperti apa yang dihasilkan dengan katalis sulfuric acid, perhatikan gambar (12-4).
Gambar (12-4): Alkylation Process using Hydrofluoric Acid
Reaksi yang terjadi juga sama, perbedaannya adalah ada pada cara penanganan katalis. Anhydrous hydrofluoric acid dalam kondisi biasa adalah gas, tetapi ia digunakan dalam bentuk dicairkan. Spent hydrofluoric acid dapat diregenerasi secara kontinyu dan mudah dengan cara distilasi sederhana. Penanganan hydrofluoric acid lebih sulit karena sifatnya yang sangat korosif, oleh karena itu
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
235
diperlukan perhatian khusus dan lebih berhati-hati. Suhu reaksinya lebih tinggi dibanding jika menggunakan sulfuric acid, yaitu sekitar 75 - 115oF.
4. ISOMERISASI
Karena isobutane sebagai bahan dasar yang digunakan di dalam proses alkilasi maka penyediaan isobutane yang cukup harus dapat dipenuhi. Gas-gas yang dihasilkan dari catalytic cracking tidak banyak mengandung isobutane sehingga perbandingannya terhadap butylene dan propylene yang diharapkan tidak dapat memadai. Oleh karena karena kendala tersebut, maka diperlukan suatu proses yang dapat menghasilkan isobutane lebih banyak.
Gambar (12-5): Isomerization Process using AlCl3 and HCl as Catalyst
Suatu proses yang digunakan untuk mengkonversikan butane menjadi isobutane disebut isomerisasi, dan proses ini dapat membantu penyediaan isobutane dalam jumlah yang besar. Katalis yang paling banyak digunakan di dalam proses isomerisasi adalah aluminum chloride (AlCl3), karena aktivitasnya akan
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
236
bertambah jika hydrochloric acid digunakan sebagai promoter. Di dalam gambar (12-5) menunjukkan diagram alir proses isomerisasi dengan menggunakan katalis aluminum chloride. Feedstock dikeringkan dan diberikan pemanasan awal hingga mencapai suhu reaksi yang diinginkan. Selanjutnya bersama-sama dengan aliran recycle dan dicampur dengan hydrogen chloride memasuki reactor. Aluminum chloride diambil kembali dari reactor effluent. Hasil reaksi yang terpisah dari katalis selanjutnya menuju flash drum dimana hidrokarbon ringan yang berupa gas dipisahkan. Sementara itu cairan yang meninggalkan flash drum melalui bagian dasar memasuki stripping tower untuk memisahkan HCl, selanjutnya cairan yang keluar melalui bagian dasar stripper dinetralkan terlebih dahulu dengan menggunakan caustic soda sebelum memasuki fractionating tower. Dari bagian puncak fractionating tower keluar produk isomer (isomeric product) yang berupa isobutane, sedangkan yang keluar dari bagian dasar menara diresirkulasikan ke reactor bersama-sama dengan feed. Isomerisasi butane atau konversi butane menjadi isobutane, sekali jalan konversinya sekitar 40% dan selektivitasnya sekitar 96%. Selektivitas yang dimaksud dinyatakan dalam persamaan seperti berikut: Selectivitas =
isobutane yang dihasilkan x 100 % normal butane yang terkonversi
Suhu reactor untuk reaksi ini berkisar antara 200 - 300oF, dan tekanan sekitar 200 - 300 psig. Isomerisasi pentane memberikan konversi sekitar 60% dengan selektivitas sekitar 97%. Selektivitas dalam hal ini dinyatakan seperti persamaan berikut: Selectivitas =
isopentane yang dihasilkan x 100 % normal pentane yang terkonversi
Untuk mengurangi pencemaran lingkungan, dewasa ini penggunaan tetraethyle lead (TEL) sebagai octane booster dikurangi dosisnya dan bahkan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat sudah banyak yang tidak menggunakannya lagi. Salah satu upaya untuk meningkatkan jumlah gasoline dengan akngka oktan tinggi tetapi tetap menjaga kelestarian lingkungan, sebagai alternatifnya adalah melalui proses isomerisasi.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
237
Light, straight naphtha diketahui mempunyai angka oktan rendah yaitu rata-rata sekitar 70. Angka oktan ini dapat dinaikkan hingga lebih dari 80 dengan menambahkan TEL. Tetapi, proses isomerisasi adalah salah satu alternatif yang lebih baik untuk menaikkan angka oktan karena normal pentane dan normal hexane dapat diisomerisasikan sehingga membentuk senyawa isoparaffin yang mempunyai angka oktan lebih tinggi.
4.1. BP. Isomerization Process
BP Isomerization Process adalah proses isomerisasi yang dikembangkan oleh British Petroleum Trading Ltd. Dengan melalui proses ini dapat mengkonversikan n-C5 dan n-C6 manjadi i-C5 dan i-C5 yang angka oktan-nya lebih tinggi, perhatikan gambar (12-6).
Gambar (12-6): BP Process
Dengan berbagai feedstock, melalui proses ini dapat menaikkan angka oktan seperti berikut:
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
238
FEEDSTOC
RON
Pentane
86,5
Hexane
81,0
Pentane - Hexane
84,5
BP Process selalu menghasilkan suatu campuran isomer yang mendekati kesetimbangannya. Oleh karena itu di dalam proses ini pula dikombinasikan dengan berbagai proses pemisahan (separasi) seperti distilasi ataupum molecular-sieve extraction untuk mendapatkan konversi yang lebih tinggi. Produk yang mempunyai RON hingga 91 dapat dihasilkan dengan tergantung pada peralatan yang digunakan untuk memisahkannya. Kondisi operasi isomerisasi untuk C5/C6 menggunakan tekanan di dalam reactor antara 200 - 500 psig, suhu keluar reactor antara 258 - 408oF, dan space velocity 2 - 4 vol/vol/hr. Sistem katalis-nya dapat diregenerasi. Katalis yang diumpankan ke reactor bersifat inert dan non corrosive yang berupa platinum-on-alumina yang tidak memerlukan perhatian khusus dalam penanganannya (tidak seperti pada catalytic reforming). Katalis dapat diaktifkan dengan aktivitas dan selektivitas tinggi dengan bantuan organic chloride.
4.2. Penex Process
UOP Penex Process dirancang untuk isomerisasi pentane, hexane dan campuran pentane-hexane dengan menggunakan katalis yang pengoperasinya berlangsung secara kontinyu. Reaksi terjadi di dalam sebuah fixed bed catalyst pada tekanan menengah, suhu rendah, dan space velocity tinggi. Tekanan di dalam reactor berasal dari hydrogen yang sengaja diinjeksikan. Reaksi isomerisasi biasanya lebih disukai pada suhu rendah dan perbandingan isoparaffin terhadap normal paraffin dalam produk keluar reactor sekitar 3 : 1 untuk pentane dan 9 : 1 untuk hexane sebagai fedd-nya. Untuk feed berupa campuran pentane-hexane pada batas kesetimbangannya dapat mencapai angka oktan 83 - 84 RON berdasarkan sekali jalan. Produk dengan angka oktan tinggi (92 - 93 RON) dapat dicapai dengan cara memisahkan normal paraffin dari reactor effluent untuk disirkulasikan kembali.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
239
Gambar (12-7) adalah suatu diagram alir untuk proses sekali jalan (once through process). UOP Molex Process adalah cocok untuk memisahkan n-C5 dan n-C6. Molex process memisahkan komponen-komponen dengan selektive adsorption di dalam sebuah fixed solid adsorbent.
Gambar (12-7): Once-Through Process
Proses menggunakan sebuah fluid-directing device yang dikenal sebagai rotary valve yang mempunyai empat buah saluran masuk dan keluar proses yang dapat diumpankan dan ditarik secara terus menerus. Proses tersebut dapat dihubungkan dengan Penex Process. Untuk straight run C5/C6 feedstock yang mempunyai angka oktan sekitar 72 dapat dinaikkan dengan berbagai mode seperti berikut: METODA
RON
No recycle
83
Recycle of n-C5
86
Recycle of n-C5 dan n-C6
89
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
240
Penex system biasanya menggunakan dua buah reactor yang tersusun seri dengan beban katalis sama untuk setiap reactor. Diantara kedua vessel dilengkapi dengan perpipaan dan valve yang memungkinkan untuk mengoperasikan secara timbal balik dan penggantian katalis secara parsial. Proses isomerisasi lain diantaranya adalah Dimersol Process dan Total Isomerization Process (TIP). Dimersol Pocess dikembangkan oleh Institute Français du Pétrole (IFP). Dimersol Process mendemerisasikan propylene menjadi isohexane atau dimate yang mempunyai angka oktan 97. Total Isomerization Process (TIP) dikembangkan oleh Union Carbide, menggunakan molecular-sieve adsorbent dan katalis.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
241
BAB 13 HYDROTREATING
1. U M U M
Proses hydrotreating bertujuan untuk membersihkan kontaminan yang terlarut didalm suatu fraksi minyak tertentu. Karena pada umumnya yang dibersihkan adalah fraksi naphthene maka sering disebut dengan nama Naphthene Hydrotreating (NHT). Ada enam dasar reaksi yang terjadi selama proses hydrotreating berlangsung, yakni: • Desulfurisasi. • Denitrifikasi. • Pemisahan oksigen. • Penjenuhan olefin. • Pemisahan halida. • Pemisahan logam.
2. DESULFURISASI
Untuk melindungi katalis pada catalytic platforming dari keracunan maka kadar belerang yang terkandung didalam napthnene harus diturunkan hingga maksimum 0,5 ppm, agar diperoleh hasil optimal selektivitas dan stabilitas katalis. Senyawa-senyawa seperti sulfida, mercaptan, disulfida, sulfida siklik, theophenik terdapat pada distillate yang mempunyai titik didih sekitar 200 oC. Reaksi desulfurisasi yang terjadi pada proses hydrotreating adalah seperti berikut: (1). Sulfida:
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
242
(2). Mercaptan:
(3). Disulfida:
(4). Sulfida siklik:
(5). Thiophenik:
3. DENITRIFIKASI
Naphtha yang mengandung sedikit senyawa Nitrogen dijaga maksimum 0,5 ppm. Nitrogen yang terbawa ke platformer akan menimbulkan endapan atau deposit ammonium chlorida pada aliran recovery gas atau dalam sistem stabilizer overhead, karena itu akan mengganggu operasi. Reaksi denitrifikasi adalah sebagai berikut:
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
243
(1). Pyridine:
(2). Quinoline:
(3). Pyrine:
4. PEMISAHAN OKSIGEN
Oksigen pada senyawa organik seperti phenol dihilangkan pada hydrotreating dengan cara hydrogenasi ikatan karbon hydroksil menjadi air dan aromat. Reaksi pemisahan oksigen seperti berikut:
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
244
5. PENJENUHAN OLEFIN
Crack naphtha mengandung lebih banyak olefin, sehingga proses ini digunakan untuk menjenuhkan olefin menjadi olefin jenuh yang reaksinya seperti berikut: (1). Olefin lurus:
(2). Olefin cincin:
6. PEMISAHAN HALIDA
Senyawa organik halida dalam proses NHT dapat terurai menjadi hidrogen halida yang akan larut dalam aliran air pencuci atau akan terbawa stripper gas ke overhead. Penghilangan senyawa halida maksimum yang dapat dicapai 90 %. Reaksinya adalah sebagai berikut:
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
245
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”
246
DAFTAR PUSTAKA
1. ESBER I SHAHEEN, “Catalytic Processing in Petroleum Refining”, PennWell Publishing Company, 1983. 2. G.D. HOBSON, “ Modern Petroleum Technology”, Applied Science Publishing Ltd, 1975. 3. H.S. BELL, “American Petroleum Refining” D. Van Nostrand Company Inc, New York, 1959. 4. ROBERT A MEYERS, “Handbook of Petroleum Refining Process”, McGrawHill Book Company Inc. New York, 1986. 5. WILLIAM I. BLAND & ROBERT L DAVIDSON, “Petroleum Processing Handbook”, McGraw-Hill Book Company, New York, 1967. 6. W.L. NELSON, “Petroleum Refinery Engineering”, McGraw-Hill Book Company Inc., New York, 1969.
Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”