BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu ciri makhluk hidup adalah tubuhnya tersusun atas sel. Sel merupakan satuan atau unit struktural dan fungsional terkecil dari makhluk hidup. Sel dapat mengalami perubahan-perubahan yang diakibatkan karena adanya pertambahan umut, hal ini disebut penuaan. Proses menua merupakan proses alami yang tidak dapat dihindari oleh setiap orang, dimana pada proses ini terjadi perubahan jaringan tubuh yang komplek, seperti dalam bentuk perubahan fungsi sel dan atau organ sejalan dengan meningkatnya umur, demikian pula pada jaringan rongga mulut secara khusus. Perubahan jaringan yang terjadi pada proses menua adalah proses kematian sel yang diikuti oleh pergantian sel yang baru, dan pada batas tertentu akan terus berlanjut sehingga terjadi penurunan fungsi. Perubahan-perubahan ini dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yang dapat mempercepat ataupun memperlambat proses penuaan itu sendiri. Perubahan secara khusus pada jaringan rongga mulut akan terlihat pada jaringan keras dan jaringan lunak rongga mulut. Pada mukosa mulut akan terlihat lebih tipis dan keras sehingga mudah terluka dan proses penyembuhannya memerlukan waktu yang lama. Pada proses menua terjadi masalah yang khas didalam mulut, sehingga pengobatan harus lebih luas bukan hanya sekedar mengganti bagian yang sakit atau yang hilang, namun harus menganggap sebagai suatu keutuhan untuk mendapatkan hasil pengobatan yang baik.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perubahan yang terjadi pada sel akibat proses menua? 2. Bagaimana tahap-tahap proses penuaan pada jaringan rongga mulut? 3. Apa saja faktor yang mempengaruhi penuaan jaringan rongga mulut? 4. Bagaimana dampak atau perubahan yang terjadi pada jaringan rongga mulut akibat proses penuaan?
1.3 Tujuan
1.
Mengetahui perubahan yang terjadi pada sel akibat proses menua.
2.
Mengetahui tahap-tahap proses penuaan pada jaringan rongga mulut.
3.
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penuaan jaringan rongga mulut.
4.
Mengetahui dampak atau perubahan yang terjadi pada jaringan rongga mulut akibat proses menua.
2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Proses menua pada sel
Proses menua merupakan proses normal yang terjadi pada manusia yang mengalami pertambahan umur. Menjadi tuanya manusia disertai pula dengan menjadi tuanya alat-alat tubuh dan kemudian terjadi penurunan fungsi organ atau sistem tubuh manusia itu. Proses penuaan pada dasarnya dimulai dari tingkat sel. Sel yang mempunyai DNA/RNA pada proses penuaan RNA tidak mampu memproses protein. RNA tidak mampu melakukan pengambilan oksigen sehingga membran sel menjadi kisut. Perubahan sel menjadi kisut ini dikarenakan sel terpecah menjadi beberapa fragmen atau yang biasa disebut apoptotik bodies yang kemudian akan diffagosit oleh sel yang berada disekitarnya. Apabila terdapat gangguan pada proses ini maka akan memicu terjadinya penyakit seperti kanker. Perubahan sel karena usia menggambarkan efek kerusakan molekul dan sel terakumulasi. Secara umum terjadi perubahan jumlah cairan dalam sel, perubahan besar sel dan perubahan jumlah sel. Selain itu, perubahan yang terjadi pada sel yang menua antara lain adalah perubahan fungsional dan morfologik. 1. Penurunan fungsi metabolik - produksi ATP di mitokondria menurun, - sintesis protein struktural, enzimatik dan regulatorik menurun, - kemampuan ambilan nutrien menurun, - kerusakan DNA meningkat, sedangkan perbaikannya menurun, - akumulasi cedera oksidatif pada protein dan lipid, - akumulasi produk akhir glikasi lanjut yang mengakibatkan ikatan silang protein.
3
2. Perubahan morfologik - nukleus dengan lobus yang abnormal dan irregular, - mitokondria yang tampak pleomorfik dengan vakuola, - retikulum endoplasma menurun, - kelainan pada asparatus golgi. Dalam masa perubahan sel seiring dengan pertambahan usia, terjadi apoptosis yaitu proses kematian sel yang terprogram. Apoptosis diatur secara genetik, bersifat aktif, ditandai dengan adanya kondensasi chromatin, fragmentasi sel dan fagositosis sel disekitarnya. Kematian sel terprogram yang dimaksudkan disini adalah sel tidak dapat mengalami degenerasi kembali karena dibatasi oleh waktu. Pada proses ini, membran inti tidak ruptur, inti mengalami fragmentasi sehingga mengirimkan sinyal untuk difagosit. Apoptosis memiliki dua fase yaitu : 1.
Fase signaling, yaitu sel memutuskan untuk mati karena adanya sinyal tertentu.
2.
Fase eksekusi, yaitu sel segera masuk pada proses kematian sel.
Sel dapat menggunakan sinyal tertentu untuk mengintegerasi dan menginterpretasi sinyal apoptosis dan kemudian mengaktifkan proses cascade (beratai/berurutan) dan casfase(kelompok protease spesifik yang disintesis sebagai zimogen secara enzimatik). Terdapat dua metode yang telah dikenali untuk mekanisme apoptosis, yaitu : melalui mitokondria dan penghantaran sinyal secara langsung melalui adapter protein. 1.
Ektrinsik Pathway (di inisiasi oleh kematian receptor)
Pathway ini diinisiasi oleh pengikatan reseptor kematian pada permukaan sel pada berbagai sel. Reseptor kematian merupakan bagian dari reseptor tumor nekrosis faktor yang terdiri dari cytoplasmic domain, berfungsi untuk mengirim sinyal apoptotic. Reseptor kematian yang diketahui antara lain TNF reseptor tipe 1 yang dihubungkan dengan protein Fas (CD95). 4
2.
Intrinsik (mitokondria) Pathway
Pathway ini terjadi oleh karena adanya permeabilitas mitokondria dan pelepasan molekul pro-apoptosis kedalam sitoplasma, tanpa memerlukan reseptor kematian. Setelah sel menerima sinyal yang sesuai untuk apoptosis, selanjutnya organela – organela
sel akan mengalami degradasi yang diaktivasi oleh caspase proteolitik.
Sel yang mulai apoptosis, secara mikroskopis akan mengalami perubahan : a)
Sel mengerut dan lebih bulat, karena pemecahan proteinaseous sitoskeleton oleh caspase
b)
Sitoplasma tampak lebih padat
c)
Kromatin menjadi kondensasi dan fragmentasi yang padat pad amembran inti (pyknotik). Kromatin berkelompok dibagian perifer, dibawah membran inti menjadi massa padat dalam bebagai bentuk dan ukuran.
d)
Membran inti menjadi diskontinue dan DNA yang ada didalamnya pecah menjadi fragmen
–
fragmen (karyorheksis). Degenerasi DNA ini
mengakibatkan inti terpecah menjadi beberapa nukleosomal unit e)
Membran sel memperlihatkan tonjolan
– tonjolan
yang iregular / blebs
pada sitoplasma f)
Sel terpecah menjadi beberapa fragmen, yang disebut dengan apoptotic bodies
g)
Apoptotic bodies ini akan difagosit oleh sel yang ada disekitarnya.
Sel yang mati pada tahap akhir apoptosis mempunyai fagositotik molekul pada permukaannya (cth : phosphatidylserine) Pengangkatan sel yang mati melalui fagosit terjadi tanpa disertai dengan respon inflamasi.
5
Selain apoptosis, juga terdapat nekrosis. Apoptosis berbeda dengan nekrosis, pada nekrosis terjadi kematian tidak terkontrol. Nekrosis merupakan kematian sel yang terjadi pada organisme hidup yang dapat disebabkan oleh injury maupun infeksi. Pada nekrosis terjadi perubahan pada inti yang pada akhirnya dapat menyebabkan inti menjadi lisis dan membrane plasma menjadi rupture. Pada proses penuaan sel ini juga terdapat radikal bebas yang sangat reaktif akibat kecenderungan atom tidak berpasangan mencari pasangannya sehinga mudah bereaksi dengan biomolekul dalam sel yang penting untuk kehidupan sel. Pada membran sel, radikal bebas bereaksi dengan asam lemak tak jenuh sehingga menghalangi keluar masuknya zat makanan dan mempercepat kematian sel. Radikal bebas menyebabkan kerusakan sel yang irreversible, molekul ini memiliki muatan ekstraselluler kuat yang dapat menciptakan reaksi protein dan lipid. Radikal bebas juga dapat mengubah bentuk dan dapat berikatan dengan organel sel yang lainnya.
2.2 Proses menua pada jaringan rongga mulut
Pada rongga mulut terjadi proses penuaan yang dibagi menjadi dua bagian yaitu pada jaringan lunak rongga mulut dan pada jaringan keras rongga mulut
2.2.1
a.
Jaringan lunak rongga mulut
Mukosa mulut Terjadi perubahan struktur, fungsi dan elastisitas jaringan mukosa mulut. Tampak pucat dan kering. Mukosa mulut akan menjadi lemah dan mudah terluka karena makanan yang kasar atau gigi tiruan yang longgar. Mudah mengalami iritasi dan rapuh. Epitel dibawahnya mudah terkelupas dan proses penyembuhannya lambat.
b.
Lidah
6
Berkurangnya gigi geligi seiring proses penuaan menyebabkan lidah terlihat lebih besar, tampak bercelah dan beralur ( fissure tongue). Papila pengecap di ujung lidah menurun jumlahnya, serta sensivitas pengecapan menurun akibat taste bud berkurang.
c.
Kelenjar saliva Fungsi kelenjar saliva adalah untuk pelumasan, buffer dan perlindungan untuk jaringan lunak dan jaringan keras oral. Fungsi kelenjar saliva yang mengalami penurunan merupakan suatu keadaan yang normal pada proses penuaan. Kecepatan aliran saliva pada usia muda dan lansia dalam keadaan istirahat tidak terdapat perbedaan. Namun bila ada rangsangan, kecepatan aliran saliva pada lansia lebih rendah. Keadaan ini disebabkan oleh adanya perubahan atropi pada kelenjar saliva sesuai dengan pertambahan umur yang akan menurunkan produksi saliva dan mengubah komposisinya sidikit. Aliran saliva yang menurun menyebabkan mukosa mulut menjadi kering. Perubahan penurunan produksi kelenjar saliva yang biasa terjadi adalah adanya penumpukan jaringan ikat dan jaringan penyambung atau fibrous yang bertambah pada kelenjar saliva. Penurunan aliran saliva akan
mempersulit bicara dan penelanan, meningkatkan jumlah karies gigi dan meningkatkantrauma mukosa. Perubahan produk dari kelenjar saliva disebabkan kerena penurunan biosintesis protein karena sel
–
sel asini mengalami atrofi sehingga
menyebabkan jumlah protein saliva berkurang.
d.
Gingiva Keratinisasi gingiva mengalamui penipisan sehingga permeabilitasnya terhadap antigen bakteri meningkat dan resistensi terhadap trauma fungsional menurun. Pada gingiva yang menua terjadi resesi, atropi,
7
hilangnya bintil-bintil permukaan, berkurangnya jaringan ikat, turunnya oksidasi dan metabolisme jaringan. Mukosa gingiva, kelenjar lemak meningkat dan permukaan mukosa tampak halus dan pembuluh darah lingual menonjol. Hal ini berhubungsn dengan menipisnya epitel mukosa karena menurunya proiferasi sel.
e.
Bibir Penyakit actinic cheilitis disebabkan karena kecepatan penuaan pada bibir karena adanya over ekspos cahaya matahari yang memiliki panjang gelombang 2900-3200 nm. Energi ini tidak hanya mengenai jaringan epitel tetapi juga jaringan penyangga.
2.2.2
Jaringan keras rongga mulut
a. Gigi
Terjadi erosi karena mengandung asam lemak yang berlebih Perubahan pada enamel 1. Aus / atrisi. Bila tidak disertai dengan pembentukan dentin baru / dentin reparatif dapat mengakibatkan hipersensitif. 2. Warna gelap karena penambahan bahan organik atau warna dentin yang terlihat karena menipisnya lapisan enamel. 3. Permeabilitas enamel berkurang karena mengecilnya mikro pori enamel. 4. Kandungan air di enamel berkurang. 5. Komposisi
permukaan
enamel
berubah
terutama
penambahan
kandungan fluor sesuai perubahan pada lingkungan mulut. Akibatnya insiden karies berkurang.
Perubahan pada dentin
8
1. Dapat terjadi pembentukan - Dentin sekunder, merupakan kelanjutan dentinogenesis serta reduksi jumlah odontoblas. Pengerutan cabang odontoblas atau kematian odontoblas menyebabkan tubuli menjadi kosong. - Dentin tersier, respon rangsangan dan odontoblas berdesakan serta tubulus dentin menjadi bengkok. - Dentin sklerotik, karies terhenti/ berjalan sangat lambat dan tubulus dentin menghilang. - Dead tracks(saluran mati), tubulus dentin kosong.
Perubahan pada pulpa 1. Volume ruang pulpa menyempit karena pembentukan dentin yang terus menerus sebagai mekanisme pertahanan pulpa (dentin reparatif). 2. Pengurangan jumlah dan penurunan kualitas dinding pembuluh mengakibatkan reakitifitas pulpa berkurang. 3. Peningkatan kalsifikasi jaringan pulpa. 4. Penurunan komponen selular dan vaskular. 5. Peningkatan kolagen jaringan pulpa. 6. Dapat terjadi pengapuran yang tidak teratur.
b. Tulang alveolar Tulang
alveolar
pada
rahang
atas
mengalami
resorpsi
yang
mengakibatkan maksila menjadi lebih kecil dan sempit. Tulang alveolar pada rahang bawah cenderung bergeser ke arah lingual dan ke bawah didaerah anterior dan daerah posterior bergeser ke bukal mengakibatkan lengkung mandibula terlihat lebih besar. Pemakaian gigi tiruan dalam jangka panjang mengakibatkan tulang dibawahnya menjadi terbebani. 9
c. Sendi temporomandibula ( temporo mandibula junction TMJ ) Akibat proses menua, jaringan sendi mengalami reduksi sel yang progresif sehingga hanya tersisa kondrosif dan fibroblas yang kemudian akan menjadi fibrokartilago. Akibatnya, terjadi penipisan meniskus sendi dan dapat mengalami atritis.
2.3 Faktor- faktor yang mempengaruhi proses menua
Proses penuaan dipicu oleh laju peningkatan radikal bebas dan sistem penawaran racun yang semakin berubah seiiring dengan berjalannya usia. Faktor yang mempercepat proses penuaan : 1.
Faktor genetik
Secara genetik, perempuan ditentukan oleh sepasang kromosom X. Kromosom X ini ternyata membawa unsur kehidupan sehingga perempuan berumur lebih panjang daripada laki – laki. Disamping itu juga ditemukan gen khusus yang bertanggung jawab mengaktualkan proses penuaan. Bagi individu yang mengemban gen tersebut, cenderung cepat menjadi tua (berusia 30-an tampak seperti usia 80-an). Kalainan ini dikenal sebagai Sindrom Werner.
2.
Faktor endogenik
Perubahan stuktural dan fungsional
Kemampuan / skill menurun
Kapasitas kulit untuk mensintesis vitamin D
3.
Faktor eksogenik (factor lingkungan dan gaya hidup)
Diet / asupan zat gizi Contohnya seperti kekurangan protein yang dapat menyebabkan
degenerasi jaringan ikat gingiva, membran periodontal dan mukosa.
10
Kekurangan protein juga dikaitkan dengan percepatan kemuduran tulang alveolus.
Merokok
Obat
Penyinaran Ultra violet
Polusi
Faktor yang menghambat proses penuaan : Antioksidan, merupakan zatkimia yang dapat memberikan sebuah elektron pada radikal bebas sehingga memperlambat proses penuaan.
2.4 Dampak atau perubahan yang terjadi pada jaringan rongga mulut akibat proses menua 2.4.1 Pada mukosa mulut
Gambaran klinis yang dapat dilihat adalah mukosa tampak licin mengkilap, pucat, kering, mudah mengalami iritasi dan pembengkakan, mudah mngalami pendarahan bila terkena trauma (lebih parah jika terdapat kelainan sistemik) serta elastisitasnya berkurang. Hal ini dikarenakan pertambahan usia menyebabkan sel epitel pada mukosa mulut mengalami penipisan, berkurangnya keratinasi, vaskolarisasi serta penebalan serabut kolagen pada lamina propia.
2.4.2 Pada kelenjar saliva
Berkurangnya aliran saliva akan mempersulit fungsi bicara dan penelanan, serta menaikkan jumlah karies gigi dan meningkatkan kerentanan mukosa terhadap trauma mekanis dan infeksi mikrobial. 2.4.3 Pada lidah
11
Terjadi penurunan aktivitas pergerakan karena hilangnya tonus otot, sering tampak fissure dan terjadi penurunan jumlah papila yang bersamaan dengan pengurangan sensitivitas perasa.
2.4.4 Pada gigi-geligi
- Terjadi pergerakan ke mesial (ke arah depan) dari gigi geligi yang berhubungan dengan ausnya facies aproximalis (daerah kontak) dari gigi geligi tetangganya (penyesuaian dengan gigi tetangganya) pada tiap arcus dentalis. - Atrisi enamel yang diikuti terbukannya dentin pada facies oklusal dan insisal edge. - Pergerakan mandibula kedepan dalam berhubungan dengan maksila. - Terjadi resesi gingiva yang menyebabkan CEJ pada cavum oris sehingga perlekatan ligamen periodonsium menurun sehingga tepi soket tereabsorbsi. - Akar gigi memanjag karena deposisi cementum pada regio apikalis sehingga kompensasi resesi gusi ke arah akar menyebabkan erupsi aktif. - Terjadi penyempitan rongga pulpa dan penebalan cementum.
2.4.5 Pada sendi temporo mandibula (Temporo Mandibula Junction)
Pada TMJ berkurangnya cairan sinovial pada sendi temporo mandibular akan mengakibatkan gangguan pada diskus artikularis. Menurunnya kemapuan untuk melakukan reparasi, menurunnya reaksi jaringan terhadap rangsangan pertumbuhan, menurunnya pembentukan proein karena rangsangan dari luar.
12
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Proses menua merupakan proses yang akan dialami oleh setiap manusia usia lanjut, dan terjadi secara alami tanpa dapat dihindari. Terjadi perubahan yang kompleks akibat proses menua seperti perubahan cairan tubuh, perubahan sel tubuh, perubahan serabut kolagen, perubahan elastisitas. Pada rongga mulut terjadi proses penuaan, baik pada jaringan lunak rongga mulut maupun pada jaringan keras rongga mulut. Perubahan pada jaringan lunak dapat dilihat adanya perubahan pada mukosa mulut, kelenjar saliva, lidah, gingiva. Sedangkan pada jaringan keras rongga mulut terjadi perubahan pada gigi-geligi, tulang alveolar, dan sendi temporo mandibula. Proses penuaan yang diiringi perubahan yang terjadi pada berbagai jaringan dipengaruhi oleh beberapa faktor, terdapat faktor yang mempercepat maupun memperlambat proses penuaan tersebut.
13
DAFTAR PUSTAKA
Colkin E, Davis PJ, Ford AB. 1986. The Practice of Geriatric. Philadelphia. WB Saunders Company
Frank AST, Hedegard BJ. 1973. Geriatric Dentistry. Oxford. Blackwell Sientific Publication
Joseph A. Regezzi, James J Sciubba, Richard C.K Jordan. 2003. Oral Pathology. Elsevier Science
Lumongga, Fitriani, Dr. 2008. Apoptosis. USU Repository
Primasari, Ameta, Dr. Proses Menua. Departemen Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatra Utara Medan.
Robbins & Cottran. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Edisi 7. Jakarta : EGC
Rossman I. 1986. Clinical Geriatric. Third Edition. Philadelphia. JB Lippincott Company
Rurri A. 1994. Proses Menua Pada Jaringan Lunak Mulut . Kumpulan Majalah Ilmiah FKG-UI. KPPIKG
Winasa IG. 1995. Perubahan Jaringan Rongga Mulut pada Usia Lanjut. Majalah Kedokteran Gigi Indonesia Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya. ISSN 0854-8420. No. 04 Vol. 1
Wycoff SJ, Epstein S. 1984. Geriatric Dentistry.
In Biello LA. Burket’s. Oral
Medicine, Diagnosis and Treatment. Edisi 8. Philadelphia. JB Lippincot Company
14