A. Judul
PENERAPAN METODE MNEMONIC DAN WHOLE BRAIN TEACHING PADA MATERI POKOK HUKUM NEWTON UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN MOTIVASI SISWA KELAS VIII SMPN 1 SIDOARJO B. Latar Belakang
Pendidikan adalah upaya sadar yang dilakukan dengan tujuan pebelajar dapat mencapai tujuan tertentu. Agar pebelajar dapat mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan, maka diperlukan wahana yang dapat digambarkan sebagai kendaraan. Dengan demikian pembelajaran yang sesuai adalah kegiatan pendidikan yang menggunakan metode atau cara yang tepat sebagai kendaraan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kemampuan berpikir logis, sistematis, kritis, dan kreatif diharapkan dapat dilatih dan dikembangkan lewat pembelajaran pembelajaran yang tepat dan sesuai. Pada saat ini sudah banyak usaha-usaha dalam meningkatkan mutu pendidikan, hal ini dapat dilihat pada penyempurnaan kurikulum dan pengembangan model pembelajaran serta perbaikan mutu p engajar dari sekolah dasar sampai samp ai perguruan tinggi. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan sangat leluasa memberikan kesempatan kepada guru untuk menerapkan berbagai gaya dan kreativitasnya dalam kegiatan pembelajaran (Suyatno, 2009). Salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan adalah pembelajaran inovatif. Pembelajaran inovatif adalah wujud gagasan atau teknik yang dipandang baru agar mampu memfasilitasi siswa untuk memperoleh kemajuan dalam proses dan hasil belajar. Melalui kegiatan pembelajaran pembelajaran yang inovatif siswa lebih banyak diajak untuk berdiskusi, berinteraksi dan berdialog sehingga mereka mampu mengkonstruksi mengkonstruksi konsep dan kaidah-kaidah keilmuan sendiri dan siswa akan lebih tertarik serta termotivasi untuk mengikuti pelajaran sehingga dapat meningkatkan ketuntasan belajar siswa (Suyatno, 2009). Salah satu metode pembelajaran yang bisa digunakan untuk membantu guru dalam menyampaikan proses pembelajaran serta membantu siswa untuk
1
memahami konsep dengan menggunakan fungsi holistik otak dan meningkatkan daya ingat adalah Mnemonic adalah Mnemonic dan Whole Brain Teaching . Mnemonic adalah teknik untuk memudahkan mengingat sesuatu. Secara lebih khusus, Mnemonic Mnemonic berarti rumusan atau ungkapan untuk mengingat-ingat sesuatu. Dan menurut Stine, Mnemonic Mnemonic adalah kemampuan otak untuk menghubungkan kata-kata, ide, dan khayalan. Sedangkan Whole Brain Teaching adalah metode pembelajaran yang dikenalkan di Amerika Utara sejak 1999. Konsep tersebut mengajarkan metode pembelajaran pembelajaran dengan cara mengenali prinsip belajar anak didik yang dibagi menjadi tiga bagian yaitu visual, verbal, dan body/kinestetic. Strategi inti dari Whole Brain Teaching adalah adalah bagaimana cara menarik perhatian audience dalam hal ini adalah anak didik sehingga mereka lebih terfokus pada materi yang diberikan guru. Harus ada interaksi, karena metode pembelajaran yang ada s elama ini, berdasarkan pengamatan peneliti, cenderung menimbulkan kebosanan pada murid, sehingga berdampak pada hasil belajar yang tidak maksimal. Materi hukum Newton merupakan salah satu materi yang sesuai dengan pembelajaran pembelajaran menggunakan Mnemonic Mnemonic dan Whole Brain Teaching . Materi tersebut mengkaji tentang konsep gaya, hukum-hukum newton, serta aplikasinya dalam kehidupan. Selama ini konsep tersebut bukan suatu hal yang asing lagi bagi siswa karena banyak kejadian sehari-hari yang berhubungan dengan konsep tersebut. Namun, berdasarkan observasi peneliti, setelah mempelajari konsep tersebut, banyak siswa yang kemudian lupa apa yang telah dipejalari tentang hukum Newton. Hal ini dikarenakan konsep yang diterima hanya berupa perumusan dan tidak bertahan lama karena siswa menggunakan menggunakan otak kiri yang berfungsi untuk menyimpan ingatan jangka p endek. Karena materi ini merupakan dasar untuk bisa memahami fisika, terutama bidang mekanika, maka selain pemahaman konsep, konsep, siswa perlu untuk mengingat mengingat materi tersebut. Melihat kenyataan dan kondisi yang seperti ini perlu diterapkan suatu model pembelajaran yang akan meningkatkan kemampuan guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran di kelas, serta membantu siswa untuk terlihat aktif dalam pembelajaran pembelajaran serta dapat berfikir menggunakan kedua fungsi otak. Berkaitan
2
dengan uraian di atas, saya termotivasi untuk menerapkan pola p embelajaran yang berorientasi menggunakan fungsi holistik otak serta kemampuan daya ingat melalui pertanyaan dengan judul “Penerapan Metode Mnemonic Dan Whole Brain Teaching Pada Materi Pokok Hukum Newton Untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Motivasi Siswa Kelas VIII SMPN 1 Sidoarjo”. C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah hasil belajar siswa kelas VIII SMPN 1 Sidoarjo setelah menerapkan metode Mnemonic dan Whole Brain Teaching pada materi pokok hukum Newton? Newton? 2. Bagaimanakah motivasi siswa kelas VIII SMPN 1 Sidoarjo setelah menerapkan metode Mnemonic dan Whole Brain Teaching pada materi pokok hukum Newton? Newton? D. Tujuan
Dari rumusan masalah yang telah disebutkan, tu juan dari penelitian ini adaah: 1. Mendeskripsikan hasil belajar siswa kelas VIII SMPN 1 Sidoarjo seletah menerapkan metode Mnemonic dan Whole Brain Teaching pada materi pokok hukum Newton. Newton. 2. Mendeskripsikan motivasi siswa kelas VIII SMPN 1 Sidoarjo seletah menerapkan metode Mnemonic dan Whole Brain Teaching pada materi pokok hukum Newton. Newton. E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Bagi guru Penelitian diharapkan bermanfaat bagi guru sebagai alternatif pola pembelajaran dalam memperbaiki proses belajar mengajar, serta dapat memberi motivasi bagi guru untuk mempersiapkan pengajaran di masa
3
yang akan datang serta lebih bisa untuk mendapatkan atensi dari siswa karena proses pembelajaran yang aktif di kelas. 2. Bagi siswa Penelitian ini bermanfaat bagi siswa sebagai bentuk motivasi untuk dalam proses pembelajaran, serta membuat siswa dapat lebih memahami materi dengan tidak hanya mengingat perumusan namun konsep yang lebih dalam menggunakan fungsi holistik, serta meningkatkan daya ingat. F. Batasan Penelitian
1. Pada penelitian ini, metode Mnemonic yang Mnemonic yang digunakan hanya strategi akronim, akrostik, serta asosiasi. 2. Pada penelitian ini, metode Whole Brain Teaching yang digunakan hanya strategi Class-Yes dan Class-Yes dan Teach-Okay. Teach-Okay. G. Kajian Pustaka 1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Dalam dunia pendidikan, sudah bukan rahasia umum lagi apabila setiap pergantian Menteri selalu terjadi perubahan kebijakan. Tetapi munculnya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) bukan suatu kebenaran terhadap pendapat tersebut. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional periode 2004-2009 Prof. Dr. Bambang Sudibyo dalam harian kompas (Kompas online, Desember 2009) yang menyatakan dengan tegas bahwa t idak ada perubahan kebijakan (perubahan kurikulum), yang ada hanya standarisasi agar sekolah-sekolah memiliki acuan yang lebih jelas. Pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, pendidikan,
peningkatan mutu
dan
relevansi
serta
efisiensi manajemen
pendidikan. pendidikan. Pemerataan kesempatan pendidikan diwujudkan diwujudkan dalam program wajib belajar 9 tahun. Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui olah hati, olah pikir, olah rasa, dan olahraga agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global.
4
Peningkatan relevansi pendidikan dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan berbasis potensi sumber daya alam Indonesia. Peningkatan efisiensi manajemen pendidikan dilakukan melalui penerapan manajemen berbasis sekolah dan pembaharuan pengelolaan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan (Suyatno, 2009). Implementasi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: (1) standar isi, (2) standar proses, (3) standar kompetensi lulusan, (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5) standar sarana dan prasarana, (6) standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan (7) standar penilaian pendidikan (Peraturan Pemerintah, Th 2005). Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, maka dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005,
pemerintah
telah
menggiring
pelaku
pendidikan
untuk
mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan pendidikan, yaitu kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di setiap satuan pendidikan. Secara substansial, pemberlakuan KTSP lebih kepada mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No. 19/2005. (Peraturan Pemerintah, Th 2005). Akan tetapi, esensi isi dan arah pengembangan pembelajaran tetap masih bercirikan tercapainya paket-paket kompetensi (dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah hasil), yaitu: a). menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal; b). berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman; c). penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi; d). sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga
5
sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif; e). penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi (Mulyasa, 2007). 2. Teori Psikologi Kognitif
Kognitif adalah cabang dari ilmu psikologi yang mempelajari suatu proses berpikir, yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa. Proses kognitif berhubungan dengan tingkat kecerdasan atau intelegensia, yang biasanya mencirikan seseorang dengan berbagai minat, terutama be rupa ide-ide dalam proses p embelajaran. Sujiono (2004: 96) memberikan batasan tentang kognitif (intelejensia) menurut beberapa ahli psikologi, antara lain menurut Terman dalam Sujiono (2004), bahwa kognitif adalah kemampuan untuk berpikir secara abstrak, sementara menurut Colvin dalam Sujiono (2004), kognitif adhalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, dan terakhir menurut Hunt dalam Sujiono (2004) bahwa kognitif adalah teknik untuk memproses informasi yang disediakan untuk indra. Mengacu pada batasan kognitif dan intelegensia, pada dasarnya kognitif berhubungan erat dengan tingkat intelegensia seseorang. Dalam hal ini kognitif bersifat pasif atau statis yang berupa daya atau potensi untuk memahami sesuatu, sedangkan intelegensia lebih bersifat aktif yang merupakan aktualisasi dan perwujudan dari daya atau potensi tersebut yang dihasilkan berupa aktifitas atau perilaku. Dengan demikian, apabila tingkat kognitif seseorang tinggi, maka tingkat intelegensianya tinggi pula. Lebih lanjut Gardner dalam Sindiro (2002) mengatakan bahwa kecerdasan merupakan kemampuan dalam menyelesaikan suatu masalah atau menciptakan produk yang berharga atau bernilai dalam satu atau lebih latar belakang budaya. Menurut Gardner setiap individu memiliki kecerdasan majemuk ( multiple intelegence). Oleh karena itu menurutnya tidak ada orang yang bodoh atau pintar, yang ada adalah orang yang menonjol dalam salah satu atau beberapa jenis
6
kecerdasan, oleh sebab itu lebih baik sedari dini anak diberikan stimulasi berbagai jenis kecerdasan dalam proses perkembangan pembelajarannya. Menurut Gardner dalam Sindoro (2002), ada delapan kecerdasan yang dimiliki oleh seseorang, yaitu meliputi Linguistic Smart (kecerdasan berbahasa), Logic Smart (kecerdasan logika matematika), Body Smart (kecerdasan fisik), Picture Smart (kecerdasan visual spasial), Self Smart (kecerdasan intrapersonal), People Smart (kecerdasan interpersonal), Music Smart (kecerdasan musical), dan Nature Smart (kecerdasan natural). Setiap individu memiliki beberapa kecerdasan tersebut, hanya saja berbeda tarafnya. Selain itu, kecerdasan tersebut selain berdiri sendiri, terkadang bercampur dengan kecerdasan yang lain. 3. Konsep Mengenai Mnemonic
Menurut Solso (2007: 236), Mnemonic adalah sebuah teknik atau alat, seperti misalnya sajak yang berima atau sebuah gambar, yang pengasosiasiannya sudah dikenal sebelumnya, untuk meningkatkan penyimpanan serta memanggil kembali informasi dalam ingatan. Asal mula kata Mnemonic berasal dari Mitologi Yunani seorang dewi yang bernama Mnemosyne dan menjadi dewi untuk memori (Svantesson dalam Prajoko, 1998: 111). Dewi Mnemosyne terlibat percintaan dengan Zeus, dewa tertinggi dalam mitologi Yunani. Dewi memori dipersatukan (menikah) dengan dewa tertinggi Zeus, yaitu keteraturan dan energy. Sebagai akibatnya, mereka mendapatkan Sembilan Muse (anak), yang mewakili kreativitas dan imajinasi (Svantesson, 1998: 112) Melalui kronologi mitos kata Mnemonic, Sventesson (1998, 112) memberikan simpulan sebagai berikut: Dengan demikian, jika ingin mendapatkan memori yang lebih baik, anda harus mengkombinasikan struktur dengan imajinasi. Keteraturan/struktur + imajinasi/kreativitas = memori. Ini merupakan formula bagi kebanyakan teknik mengingat, termasuk teknik mengingat yang dikembangkan dalam zaman modern.
7
Penerapan teknik mengingat Mnemonic, menurut Svantesson (1998: 115) didasarkan pada tiga elemen yang sama, yaitu logika, imajinasi, serta asosiasi. Asosiasi berasal dari bahasa latin, ad , yang artinya “mengarah ke” dan socius yang artinya “sesuatu atau seseorang yang bergabung teman”. Kata asosiasi berarti sesuatu yang berhubungan satu sama lain ( Svantesson, 1998: 116) Lebih lanjut Svantesson (1998: 115-116) menjelaskan pengunaan teknik Mnemonic melalui dua objek. Objek pertama adalah sistem aturan yang terbangun secara logis, sering berdasarkan gambar-gambar. Objek kedua adalah kata-kata yang perlu diingat. Melalui sistem aturan dalam hati, kata atau hal yang ingin diingat (objek kedua) dihubungkan dengan objek pertama (gambar-gambar) melalui bantuan asosiasi melewati imajinasi. Lebih lanjut, setiap kegiatan Mnemonic melibatkan proses struktur ingatan (memory), dana dalam ilmu Psikologi dikenal dengan istilah short term memory (STM) serta long term memory (LTM). Menurut Santrock (2005) ada tiga cara pengkodean (pengenalan) informasi untuk dimasukkan ke dalam memori, yaitu secara visual (gambar), akustik (suara), dan makna (semantic). Prinsip sistem pengkodean ingatan jangka pendek biasanya terjadi pada pengkodean informasi secara akustik (suara), dan dalam ingatan jangka panjang biasanya pengkodean informasi terjadi berdasarkan makna (semantic) maupun visual. Solso (2007: 505) mengatakan bahwa karakteristik dari ingatan jangka pendek berdasarkan lama durasi dan jumlah objek yang dapat diingat secara akurat, adalah 7 ± 2 dengan estimasi durasi selama 12 detik. Dengan kata lain sepanjang 12 detik manusia dapat mengingat 2 objek selama 7 detik. Untuk lebih jelasnya lihat tabel berikut ini: Tabel 1. Perbandingan STM dan LTM Perbandingan
STM
LTM
Kapasitas
Terbatas (7 ± 2 potongan
Kemungkinan tak terbatas
objek)
8
Durasi
Singkat (hitungan detik)
Kemungkinan seumur hidup
Pengkodean
Akustik (suara)
Makna (semantic) Episodik (kejadian) Prosedur (berdasarkan cara) Deklarasi (berdasarkan pernyataan)
Efek Perintah
Baru saja terjadi
Primer
Informasi terakhir yang
Informasi yang pertama kali
dipanggil dari ingatan
dipanggil dari ingatan
Teknik Mnemonic dimaksudkan supaya seseorang mempunyai imaji terhadap suatu persepsi. Semakin tidak masuk akal pengasosiasian seseorang, akan semaki n bagus untuk melatih pengalian informasi. Kita biasanya melupakan sesuatu yang masuk dalam hidup kita sehari-hari secara begitu mudah daripada hal-hal yang aneh dan baru. Kita dapat menambahkan satu elemen penting ke dalam seni taktik Mnemonic, yaitu apabila kita secara sadar menciptakan gambaran-gambaran mental yang unik dan berbeda dalam pengasosiasian, maka kita akan mendapatkan memori yang sempurna (Svantesson dalam Prajoko, 1998: 113). Menurut Svantesson dalam Prajoko, (1998: 129) asosiasi dapat b erupa: 1. Melebih-lebihkan dalam hal bentuk, warna, jumlah, dan ukuran 2. Absurd, luar biasa 3. Fantastik, kombinasi baru 4. Tak terduga-duga 5. Bergerak 6. Lucu, membuat orang tertawa 7. Penuh warna, kontras dengan lingkungannya
9
8. Seksual, kasar
Teknik Mnemonic telah berkembang sehingga membuahkan teknik dan konsep mengingat lainnya, antara lain metode loci (tempat), kata kunci, organisasi skema, akronim dan akrostik, recall of names, serta r ecall of words. 4. Whole Brain Teaching (Power Teaching)
Whole Brain Teaching adalah metode pembelajaran yang dikenalkan di Amerika Utara sejak 1999. Konsep tersebut mengajarkan metode pembelajaran dengan cara mengenali prinsip belajar anak didik yang dibagi menjadi tiga bagian yaitu visual, verbal, dan body/kinestetic. Strategi inti dari Whole Brain Teaching adalah bagaimana cara menarik perhatian audience dalam hal ini adalah anak didik sehingga mereka lebih terfokus pada materi yang diberikan guru. Harus ada interaksi, karena metode pembelajaran yang ada selama ini cenderung menimbulkan kebosanan pada murid. Power Teaching diperkenalkan oleh Chris Biffle, seorang dosen di AS, setelah berbulan-bulan berkolaborasi dengan seorang teman dari TK dan seorang lagi dari sekolah menengah di awal tahun 2000-an. Karena metoda ini menggebrak pendekatan konvensional, dalam waktu singkat ribuan guru dan puluhan ribu siswa menikmati pembelajaran dengan metoda unik ini. Unik karena pendekatannya sama sekali berbeda dari yang kita kenal selama ini, bahkan terkesan aneh namun sangat fun. Sebagai metoda, seperti lazimnya metoda yang lain,
power
teaching
kedahsyatannya
terletak
pada
pembelajaran
yang
menekankan penguasaan, atau ketuntasan pemahaman atau kemampuan siswa kemampuan untuk mengungkapkan kembali konsep, penjelasan, rumus yang disampaikan guru. Dan, yang menarik dari metoda ini, langkah-langkahnya begitu sederhana sehingga praktis bisa kita kuasai dalam hitungan menit. Chris Biffle (2000, 168) menawarkan 6 hal untuk mengelola pembelajaran dengan power teaching ini. Kegiatan interaktif yang mewarnai proses pembelajaran ini dikendalikan dengan perintah-perintah dan respon-respon sederhana dengan satu kata bahasa Inggris yang relatif sudah dikenal siswa, maka pembelajaran dengan metoda ini praktis bisa diterapkan untuk hampir semua mata pelajaran. Ungkapan
10
yang harus diperkenalkan ke siswa dan digunakan dalam interaksi kelas adalah: (1) Class - Yes, (2) Micro-lecture, (3) Teach - Okay, (4) Scoreboard, (5) Hands and Eyes, (6) Comprehension Check. (1) Class – Yes
Untuk meminta perhatian atau menghentikan kegiatan siswa, guru berseru, "Claaaass!" dengan nada suara dan intonasi yang diubah dari waktu ke waktu. Semua siswa akan serempak merespon dengan, "Yeeeesss!" dengan nada dan intonasi meniru cara guru berucap. Kalau guru menggunakan suara robot, siswa pun merespon dengan suara robot. Su ara anak kecil, respon juga suara anak kecil. Kalau "Yes" diembat-embat dengan 3 tekanan, siswa pun melakukan hal yang sama. (2) Micro-lecture
Guru hanya boleh menyampaikan konsep baru, penjelasan, langkah atau rumus tidak lebih dari 30 detik atau setengah menit. Kalau siswa harus bisa mengulang atau mengungkapkan kembali suatu rumus atau kalimat yang baru saja disampaikan guru, maka beberapa detik pun jadilah micro-lecture. Namanya juga "micro-", amat sangat kecil. Kenapa? Karena s etiap informasi, penjelasan, konsep, rumus, dsb. Yang disampaikan guru harus dapat diungkapkan kembali oleh siswa. (3) Teach - Okay
Setelah "mengajar" kurang dari atau selama 30 detik, guru meminta siswa mengungkapkan kembali pengetahuan yang baru saja diperoleh. Perintah ini disampaikan dengan berkata, "Teach!" dengan nada tinggi menghentak diikuti gerakan menarik seperti, tepuk tangan 2-2 diteruskan dengan menjulurkan lengan kanan dijulurkan menghentak menyerong kanan ke atas, sementara yang kiri ditarik ke bawah, misalnya. Pada kesempatan lain, sebagai variasi, ucapan "Teach" disuarakan lembut disusul dengan tepuk tangan 2-2 dilanjutkan dengan juluran lengan perlahan ke depan. Siswa lalu merespon dengan berkata, "Okay!" dengan nada suara yang sama, disertai gerakan sama seperti yang dilakukan guru. Setelah itu, anak sebangku berpaling untuk saling berhadapan dan mengutarakan
11
kembali apa saja yang disampaikan guru. Saat menuturkan kembali apa yang dipelajari dari guru, siswa harus menggunakan 'gesture' dan bersemangat dan memastikan bahwa suaranya dapat didengar oleh telinganya sendiri. (4) Scoreboard
Scoreboard atau "papan nilai" dimaksudkan untuk memberitahu siswa apakah respon siswa memuaskan guru, karena dilakukan serempak dan bersemangat atau sebaliknya. Yang perlu kita lakukan adalah menggambar 2 wajah berbentuk lingkaran, yang satu, "Smiley," me nampilkan senyuman, satunya lagi, "Frowny," tampak cemberut. Dua gambar wajah itu dipisahkan oleh garis lurus ke bawah. Apabila respons siswa bagus, guru menuliskan skor satu di b awah "Smiley" kemudian guru mengibaskan tangan ke kelas yang disambut anak dengan ungkapan kegemberian dengan berseru "O yaaaa!" dan sekali tepuk tangan. Jika respon siswa tidak bagus, guru memberi skor satu di bawah "Frowny" dan setelah tangan guru dikibaskan ke arah kelas, siswa meresponnya sedih dengan bertutur, "Ooh," sambil menghapus matanya yang seolah menangis karena kecewa. (5) Hands and eyes
Perintah bermakna "tangan dan mata" ini ketika diucapkan guru akan direspon siswa dengan ucapan yang sama, "Hands and eyes!" dilanjutkan dengan menyatukan jari-jari kedua tangan lalu meletakkannya di atas daun bangku dengan mata lurus tertuju pada guru. Aba-aba ini dimaksudkan untuk meminta perhatian berkualitas tinggi karena bahan yang akan disampaikan cukup sulit sehingga memerlukan perhatian ekstra. 'Hands and eyes' hanya digunakan ketika guru benar-benar menginginkan 'quality attention'. Jadi, tidak selalu menjadi bagian dari proses pembelajaran dahsyat ini. Di tahap awal perkenalan power teaching, "Hands and eyes" sebaiknya dilewatkan saja. (6) Comprehension Check -- Cek Pemahaman
Saat siswa mengungkapkan kembali bahan ajar yang baru saja dipelajari, guru perlu mengecek pemahaman siswa dengan cara berjalan keliling kelas
12
mendengarkan apa yang diungkapkan siswa. Ini penting, selain untuk mengetahui seberapa efektif siswa belajar, tapi juga untuk memastikan bahwa siswa tidak sekedar tampak seolah mengungkapkan pemahamannya seperti yang seharusnya, padahal senyatanya sekedar tampak buka mulut untuk mengelabuhi guru. Power Teaching dapat digunakan untuk pembelajaran dari TK sampai perguruan tinggi. Pada penelitian ini, metode Mnemonic yang diterapkan hanya sebatas akronim, akrostik, serta asosiasi dan metode Whole Brain Teaching yang diterapkan hanya sebatas Class-Yes dan Teach-Okay. Karakteristik dari metode tersebut adalah, pada Mnemonic berhubungan erat dengan ingatan dan dihubungkan dengan fenomena yang ada di sekitar kita, dapat d imunculkan ketika suatu materi sulit untuk diingat karena banyaknya rumus dan angka, serta pada Whole Brain Teaching , Class-Yes membantu guru untuk meraih atensi siswa dan dapat diterapkan ketika suasana pembelajaran sudah tidak kondusif, sehingga siswa dapat kembali memberikan perhatian penuh ke guru, sedangkan TeachOkay melatih siswa untuk dapat mengajarkan apa yang telah diberikan oleh guru, dimunculkan ketika guru selesai memberikan materi. Metode ini cocok d iterapkan menggunakan model pembelajaran langsung, karena menuntut siswa untuk mereplikasi apa yang dilakukan oleh guru. 5. Kajian Materi a. Hukum Newton Tentang Gerak Hukum gerak Newton adalah tiga hukum fisika yang menjadi dasar
mekanika klasik. Hukum ini menggambarkan hubungan antara gaya yang bekerja pada suatu benda dan gerak yang disebabkannya. Hukum ini telah dituliskan dengan pembahasaan yang berbeda-beda selama hampir 3 abad, dan dapat dirangkum sebagai berikut: 1. Hukum Pertama : setiap benda akan memiliki kecepatan yang konstan kecuali ada gaya yang resultannya tidak nol bekerja pada benda tersebut. Berarti jika resultan gaya nol, maka pusat massa dari suatu benda tetap diam, atau bergerak dengan kecepatan konstan (t idak mengalami percepatan).
13
2. Hukum Kedua : sebuah benda dengan massa M mengalami gaya resultan sebesar F akan mengalami percepatan a yang arahnya sama dengan arah gaya, dan besarnya berbanding lurus terhadap F dan berbanding terbalik terhadap M. atau F=Ma. Bisa juga diartikan resultan gaya yang bekerja pada suatu benda sama dengan turunan dari momentum linear benda tersebut terhadap waktu. 3. Hukum Ketiga : gaya aksi dan reaksi dari dua benda memiliki besar yang sama, dengan arah terbalik, dan segaris. Artinya jika ada benda A yang memberi gaya sebesar F pada benda B, maka benda B akan memberi gaya sebesar –F kepada benda A. F dan –F memiliki besar yang sama namun arahnya berbeda. Hukum ini juga terkenal sebagai hukum aksi-reaksi, dengan F disebut sebagai aksi dan –F adalah reaksinya. Ketiga hukum gerak ini pertama dirangkum oleh Isaac Newton dalam karyanya Philosophiæ Naturalis Principia Mathematica, pertama kali diterbitkan pada 5 Juli 1687. Newton menggunakan karyanya untuk menjelaskan dan meniliti gerak dari bermacam-macam benda fisik maupun sistem. Contohnya dalam jilid tiga dari naskah tersebut, Newton menunjukkan bahwa dengan menggabungkan antara hukum gerak dengan hukum gravitasi umum, ia dapat menjelaskan hukum pergerakan planet milik Kepler. Hukum Newton diterapkan pada benda yang dianggap sebagai partikel, dalam evaluasi pergerakan misalnya, panjang benda tidak dihiraukan, karena obyek yang dihitung dapat dianggap kecil, relatif terhadap jarak yang ditempuh. Perubahan bentuk (deformasi) dan rotasi dari suatu obyek juga tidak diperhitungkan dalam analisisnya. Maka sebuah planet dapat dianggap sebagai suatu titik atau partikel untuk dianalisa gerakan orbitnya mengelilingi sebuah bintang. Dalam bentuk aslinya, hukum gerak Newton tidaklah cukup untuk menghitung gerakan dari obyek yang bisa berubah bentuk (benda tidak padat). Leonard Euler pada tahun 1750 memperkenalkan generalisasi hukum gerak Newton untuk benda padat yang disebut hukum gerak Euler, yang dalam
14
perkembangannya juga dapat digunakan untuk benda tidak padat. Jika setiap benda dapat direpresentasikan sebagai sekumpulan partikel-partikel yang berbeda, dan tiap-tiap partikel mengikuti hukum gerak Newton, maka hukum-hukum Euler dapat diturunkan dari hukum-hukum Newton. Hukum Euler dapat dianggap sebagai aksioma dalam menjelaskan gerakan dari benda yang memiliki dimensi. Ketika kecepatan mendekati kecepatan cahaya, efek dari relativitas khusus harus diperhitungkan. b. Hukum pertama Newton
Gambar 1. Ilustrasi Hukum Pertama Newton (Sumber: http://smartinyourhand.blogspot.com )
Lex I: Corpus omne perseverare in statu suo quiescendi vel movendi uniformiter in directum, nisi quatenus a viribus impressis cogitur statum illum mutare. Hukum I: Setiap benda akan mempertahankan keadaan diam atau bergerak lurus beraturan, kecuali ada gaya yang bekerja untuk mengubahnya. Hukum ini menyatakan bahwa jika resultan gaya (jumlah vektor dari semua gaya yang bekerja pada benda) bernilai nol, maka kecepatan benda tersebut konstan. Dirumuskan secara matematis menjadi:
15
(1) Artinya :
Sebuah benda yang sedang diam akan tetap diam kecuali
ada resultan gaya yang tidak nol b ekerja padanya.
Sebuah benda yang sedang bergerak, tidak akan berubah
kecepatannya kecuali ada resultan gaya yang tidak nol bekerja padanya. Hukum pertama newton adalah penjelasan kembali dari hukum inersia yang sudah pernah dideskripsikan oleh Galileo. Dalam bukunya Newton memberikan penghargaan pada Galileo untuk hukum ini. Aristoteles berpendapat bahwa setiap benda memilik tempat asal di alam semesta: benda berat seperti batu akan berada di atas tanah dan benda ringan seperti asap berada di langit. Bintang bintang akan tetap berada di surga. Ia mengira bahwa sebuah benda sedang berada pada kondisi alamiahnya jika tidak bergerak, dan untuk satu benda bergerak pada garis lurus dengan kecepatan konstan diperlukan sesuatu dari luar benda tersebut yang terus mendorongnya, kalau tidak benda tersebut akan berhenti bergerak. Tetapi Galileo menyadari bahwa gaya diperlukan untuk mengubah kecepatan benda tersebut (percepatan), tapi untuk mempertahankan kecepatan tidak diperlukan gaya. Sama dengan hukum pertama Newton: Tanpa gaya berarti tidak ada percepatan, maka benda berada pada kecepatan konstan. c. Hukum kedua Newton
Gambar 2. Ilustrasi Hukum Kedua Newton
16
(Sumber: http://smartinyourhand.blogspot.com )
Hukum kedua Newton dalam bahasa aslinya (latin) berbunyi: Lex II: Mutationem motus proportionalem esse vi motrici impressae, et fieri secundum lineam rectam qua vis illa imprimitur. Diterjmahkan dengan cukup tepat oleh Motte pada tahun 1729 menjadi: Law II: The alteration of motion is ever proportional to the motive force impress'd; and is made in the direction of the right line in which that force is impress'd. Yang dalam Bahasa Indonesia berarti: Hukum Kedua: Perubahan dari gerak selalu berbanding lurus terhadap gaya yang dihasilkan / bekerja, dan memiliki arah yang sama dengan garis normal dari titik singgung gaya dan benda. Hukum kedua menyatakan bahwa total gaya pada sebuah partikel sama dengan banyaknya perubahan momentum linier p terhadap waktu :
(2) Karena hukumnya hanya berlaku untuk sistem dengan massa konstan, variabel massa (sebuah konstan) dapat dikeluarkan dari operator diferensial dengan menggunakan aturan diferensiasi. Maka,
(3) Dengan F adalah total gaya yang bekerja, m adalah massa benda, dan a adalah percepatan benda. Maka total gaya yang bekerja pada suatu benda menghasilkan percepatan yang berbanding lurus. Massa
yang
bertambah
atau
berkurang
dari
suatu
sistem
akan
mengakibatkan perubahan dalam momentum. Perubahan momentum ini bukanlah
17
akibat dari gaya. Untuk menghitung sistem dengan massa yang bisa berubahubah, diperlukan persamaan yang berbeda. Sesuai dengan hukum pertama, turunan momentum terhadap waktu tidak nol ketika terjadi perubahan arah, walaupun tidak terjadi perubahan besaran. Contohnya adalah gerak melingkar beraturan. Hubungan ini juga secara tidak langsung menyatakan kekekalan momentum: Ketika resultan gaya yang bekerja pada benda nol, momentum benda tersebut konstan. Setiap perubahan gaya berbanding lurus dengan perubahan momentum tiap satuan waktu. Hukum kedua ini perlu perubahan jika relativitas khusus diperhitungkan, karena dalam kecepatan sangat tinggi hasil kali massa dengan kecepatan tidak mendekati momentum sebenarnya. d. Hukum ketiga Newton
Gambar 3. Ilustrasi Hukum Ketiga Newton (Sumber: http://smartinyourhand.blogspot.com )
Hukum Ketiga Newton. Para pemain sepatu luncur es memberikan gaya pada satu sama-lain dengan besar yang sama tapi berlawanan arah.
18
Penjelasan hukum ketiga Newton. Lex III: Actioni contrariam semper et æqualem esse reactionem: sive corporum duorum actiones in se mutuo semper esse æquales et in partes contrarias dirigi.
Hukum ketiga : Untuk setiap aksi selalu ada reaksi yang sama besar dan berlawanan arah: atau gaya dari dua benda pada satu sama lain selalu sama besar dan berlawanan arah. Benda apapun yang menekan atau menarik benda lain mengalami tekanan atau tarikan yang sama dari benda yang ditekan atau ditarik. Kalau anda menekan sebuah batu dengan jari anda, jari anda juga ditekan oleh batu. Jika seekor kuda menarik sebuah batu dengan menggunakan tali, maka kud a tersebut juga "tertarik" ke arah batu: untuk tali yang digunakan, juga akan menarik sang kuda ke arah batu sebesar ia menarik sang batu ke arah kuda. Hukum ketiga ini menjelaskan bahwa semua gaya adalah interaksi antara benda-benda yang berbeda, maka tidak ada gaya yang bekerja hanya pada satu benda. Jika benda A mengerjakan gaya pada benda B, benda B secara bersamaan akan mengerjakan gaya dengan besar yang sama pada benda A dan kedua gaya segaris. Seperti yang ditunjukan di diagram, para peluncur es (Ice skater) memberikan gaya satu sama lain dengan besar yang sama, tapi arah yang berlawanan. Walaupun gaya yang diberikan sama, percepatan yang terjadi tidak sama. Peluncur yang massanya lebih kecil akan mendapat percepatan yang lebih besar karena hukum kedua Newton. Dua gaya yang bekerja pada hukum ketiga ini adalah gaya yang bertipe sama. Misalnya antara roda dengan jalan sama-sama memberikan gaya gesek. Secara sederhananya, sebuah gaya selalu bekerja pada sepasang benda, dan tidak pernah hanya pada sebuah benda. Jad i untuk setiap gaya selalu memiliki dua ujung. Setiap ujung gaya ini sama kecuali arahnya yang berlawanan. Atau sebuah ujung gaya adalah cerminan dari ujung lainnya.
19
Secara matematis, hukum ketiga ini berupa persamaan vektor satu dimensi, yang bisa dituliskan sebagai berikut. Asumsikan benda A dan benda B memberikan gaya terhadap satu sama lain. (4) Dengan Fa,b adalah gaya-gaya yang bekerja pada A oleh B, d an F b,a adalah gaya-gaya yang bekerja pada B oleh A.
Newton menggunakan hukum ketiga untuk menurunkan hukum kekekalan momentum, namun dengan pengamatan yang lebih dalam, kekekalan momentum adalah ide yang lebih mendasar (diturunkan melalui teorema Noether dari relativitas Galileo dibandingkan hukum ketiga, dan tetap berlaku pada kasus yang membuat hukum ketiga newton seakan-akan tidak berlaku. Misalnya ketika medan gaya memiliki momentum, dan dalam mekanika kuantum. e. Hukum Newton dan jangkauan validitasnya
Hukum-hukum Newton sudah di verifikasi dengan eksperimen dan pengamatan selama lebih dari 200 tahun, dan hukum-hukum ini adalah pendekatan yang sangat baik untuk perhitungan dalam skala dan kecepatan yang dialami oleh manusia sehari-hari. Hukum gerak Newton dan hukum gravitasi umum dan kalkulus, (untuk pertama kalinya) dapat memfasilitasi penjelasan kuantitatif tentang berbagai fenomena-fenomena fisis. Ketiga hukum ini juga merupakan pendekatan yang baik untuk benda benda
makroskopis
dalam
kondisi
sehari-hari.
Namun
hukum
newton
(digabungkan dengan hukum gravitasi umum dan elektrodinamika klasik) tidak tepat untuk digunakan dalam kondisi tertentu, terutama dalam skala yang amat kecil, kecepatan yang sangat tinggi (dalam relativitas khususs, faktor Lorentz, massa diam, dan kecepatan harus diperhitungkan dalam perumusan momentum) atau medan gravitasi yang sangat kuat. Maka hukum-hukum ini tidak dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena-fenomena seperti konduksi listrik pada
20
sebuah semikonduktor, sifat-sifat optik dari sebuah bahan, kesalahan pada GPS sistem yang tidak diperbaiki secara relativistik, dan superkonduktivitas. Penjelasan dari fenomena-fenomena ini membutuhkan teori fisika yang lebih kompleks, termasuk relativitas umum dan teori medan kuantum. Dalam mekanika kuantum konsep seperti gaya, momentum, dan posisi didefinsikan oleh operator-operator linier yang beroperasi dalam kondisi kuantum, pada kecepatan yang jauh lebih rendah dari kecepatan cahaya, hukum-hukum Newton sama tepatnya dengan operator-operator ini bekerja pada benda-benda klasik. Pada kecepatan yang mendekati kecepatan cahaya, hukum kedua tetap berlaku seperti bentuk aslinya F = d p dt , yang menjelaskan bahwa gaya adalah turunan dari momentum suatu benda terhadap waktu, namun beberapa versi terbaru dari hukum kedua tidak berlaku pada kecepatan relativistik. f.
Hubungan dengan hukum kekekalan
Di fisika modern, hukum kekekalan dari momentum, energi, dan momentum sudut berlaku lebih umum daripada hukum-hukum Newton, karena mereka berlaku pada cahaya maupun materi, dan juga pada fisika klasik maupun fisika non-klasik. Secara sederhana, "Momen, energi, dan momentum angular tidak dapat diciptakan atau dihilangkan." Karena gaya adalah turunan dari momen, dalam teori-teori dasar (seperti mekanika kuantum, elektrodinamika kuantum, relativitas umum, dsb.), konsep gaya tidak penting dan berada dibawah kekekalan momentum. Model standar dapat menjelaskan secara terperinci bagaimana tiga gayagaya fundamental yang dikenal sebagai gaya-gaya gauge, berasal dari pertukaran partikel virtual. Gaya-gaya lain seperti gravitasi d an tekanan degenerasi fermionic juga muncul dari kekekalan momentum. Kekekalan dari 4-momentum dalam gerak inersia melalui ruang-waktu terkurva menghasilkan yang kita sebut sebagai gaya gravitasi dalam teori relativitas umum.
21
Kekekalan energi baru ditemukan setelah hampir dua abad setelah kehidupan Newton, adanya jeda yang cukup panjang ini disebabkan oleh adanya kesulitan dalam memahami peran dari energi mikroskopik dan tak terlihat seperti panas dan cahaya infra-merah.
6. Penelitian yang Relevan a) Selvia Agustin, (2010). Penerapan Model Pembelajaran Whole Brain Teaching (WBT) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Sejarah Kelas X SMA Lancang Kuning Kota Dumai.
b) Diana Mulyasari, (2011). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Bilingual Matematika Berdasarkan Whole Brain Teaching Pada Sub Pokok Bahasan Persegi Panjang Dan Persegi Untuk Siswa SMP Kelas VII Semester Genap. c) Akhmad Fauzul Albab, (2011) Penerapan Pendekatan Accelerated Learning Dengan Metode Whole Brain Teaching Dalam Pembelajaran Fisika di SMP. d) Dyah Pravita Wardani, (2012). Upaya Meningkatkan Partisipasi Dan Prestasi Belajar Akuntansi Melalui Penerapan Pendekatan Quantum Learning Tipe Mind Mapping Dan Mnemonic Serta Media Bahan Ajar Pada Siswa Kelas XI IPS 2 SMA Islam 1 Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012.
22
7. Kerangka Berpikir Harapan
Kenyataan
1. Siswa menyukai pelajaran IPAFisika. 2. Siswa dapat mengingat konsep yang diberikan oleh guru pada proses pembelajaran. 3. Siswa menjadi aktif dalam mengikuti proses pembelajaran. 4. Siswa mencapai nilai ketuntasannya dalam pelajaran IPA-Fisika.
1. Pelajaran IPA-Fisika kurang diminati siswa. 2. Pembelajaran fisika masih menggunakan metode ceramah dan hanya berorientasi pada penyelesaian soal-soal. 3. Siswa kurang aktif dalam mengikuti proses pembelajaran. 4. Hasil belajar siswa masih rendah.
Masalah Bagaimana metode pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar dan moti vasi siswa pada materi hukum newton?
Penelitian yang Relevan
Teori 1. Mnemonic adalah sebuah teknik atau alat, seperti misalnya sajak yang berima atau sebuah gambar, yang pengasosiasiannya sudah dikenal sebelumnya, untuk meningkatkan penyimpanan serta memanggil kembali informasi dalam ingatan. (Solso, 2007: 236) 2. Whole Brain Teaching adalah metode pembelajaran yang dikenalkan di Amerika Utara sejak 1999. Konsep tersebut mengajarkan metode pembelajaran dengan cara mengenali prinsip belajar anak didik yang dibagi menjadi tiga bagian yaitu visual, verbal, dan body/kinestetic. (Biffle, 2000: 9)
1. Selvia Agustin, (2010). Penerapan Model Pembelajaran Whole Brain Teaching (WBT) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Sejarah Kelas X SMA Lancang Kuning Kota Dumai. 2. Diana Mulyasari, (2011). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Bilingual Matematika Berdasarkan Whole Brain Teaching Pada Sub Pokok Bahasan Persegi Panjang Dan Persegi Untuk Si swa SMP Kelas VII Semester Genap. 3. Akhmad Fauzul Albab, (2011) Penerapan Pendekatan Accelerated Learning Dengan Metode Whole Brain Teaching Dalam Pembelajaran Fisika di SMP. 4. Dyah Pravita Wardani, ( 2012). Upaya Meningkatkan Partisipasi Dan Prestasi Belajar Akuntansi Melalui Penerapan Pendekatan Quantum Learning Tipe Mind Mapping Dan Mnemonic Serta Media Bahan Ajar Pada Siswa Kelas XI IPS 2 SMA Islam 1 Surakarta
Solusi
Dilakukan penerapan metode Mnemonic dan Whole Brain Teaching pada materi pokok hukum newton untuk mengetahui peningkatkan hasil belajar dan motivasi siswa kelas VIII SMPN 1 Sidoarjo.
23
H. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian eksperimen kuantitatif dengan desain Experimental. Adapun bentuk dari Experimental design yang dipilih adalah Pretest-Posttest Control Group Design. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan penerapan pembelajaran menggunakan perpaduan antara Mnemonic dan Whole Brain Teaching terhadap hasil belajar siswa kelas VIII di SMP Negeri 1 Sidoarjo. 2. Tempat Dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 1 Sidoarjo 2. Waktu Penelitian Waktu yang digunakan untuk penelitian ini adalah semester II (genap) tahun ajaran 2012-2013. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2013.
3.
Sasaran Penelitian
a. Populasi Penelitian Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin, baik dari hasil menghitung ataupun pengukuran kuantitatif dan kualitatif dari suatu karakteristik tertentu dari suatu objek yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya (Sudjana, 2005:5), sedangkan menurut Suharsimi (2006) populasi adalah keseluruhan dari subyek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII RSBI SMP Negeri 1 Sidoarjo yang terdiri dari 8 kelas. b. Sampel Penelitian Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto 1996) sebagai wakil dari populasi maka sampel harus benar-benar dapat diwakili.
24
Sampel dalam penelitian ini hanya diambil dari 1 kelas saja dengan mengunakan teknik One Stage Cluster Random Sampling . One Stage Cluster Random Sampling adalah pengambilan sampel secara random atau acak sesuai dengan kelas yang ada (Arikunto: 1996). Cara yang digunakan untuk menentukan sampel adalah dengan cara undian. Teknik
One
Stage
Cluster
Random
Sampling
digunakan dalam
menentukan sampel penelitian berdasarkan pertimbangan sebagai berikut :
Siswa diajarkan oleh guru yang memiliki kemampuan profesional relatif sama .
Siswa yang menjadi obyek penelitian duduk dalam kelompok yang sama. Siswa mendapatkan meteri Fisika berdasarkan kurikulum yang sama. Dalam penelitian ini, sampel yang digunakan adalah dua kelas, sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol. 4. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan Pretest-Posttest Design Control Group. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan mengingat dan daya imajinasi siswa dalam menguasai konsep dengan menggunakan pola pembelajaran menggunakan Mnemonic dan Whole Brain Teaching . Penelitian ini menggunakan dua kelas, kelas eksperimen dan kelas kontrol yang dikenai pola pembelajaran menggunakan Mnemonic dan Whole Brain Teaching untuk mengetahui pengaruhnya terhadap hasil belajar serta motivasi siswa dalam melaksanakan pembelajaran pada materi pokok hukum newton. Sebelum diberikan perlakuan, peneliti memberikan pre-test yaitu tes pemahaman awal sebelum materi diajarkan yaitu materi hukum Newton pada semua kelas yang ada pada sekolah yang akan dilakukan penelitian, untuk mengetahui homogenitas populasi. Dari semua kelas yang telah homogen, peneliti menentukan kelas yang akan dikenai perlakuan. Selanjutnya dimulai kegiatan pemb elajaran sesuai dengan rancangan yang telah ditetapkan. Setelah keseluruhan kegiatan pembelajaran
25
selesai, siswa diberi tes pemahaman konsep materi hukum Newton ( post-test), untuk mengetahui hasil penerapan perlakuannya.
Tabel 2. Desain Penelitian
Kelas
Tes Awal
Perlakuan
Tes Akhir
Eksperimen
O1
X
O2
Kontrol
O1
-
O2
Keterangan: O1 : Tes awal pembelajaran ( pre-test) O2 : Tes akhir pembelajaran ( post-test ) X : Pembelajaran dengan menggunakan Mnemonic dan Whole Brain Teaching 5. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas (independent variable) Variabel bebas adalah variabel penyebab atau yang diduga memberikan suatu pengaruh atau efek terhadap peristiwa lain. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penerapan pola pembelajaran Mnemonic dan Whole Brain Teaching pada proses belajar mengajar di dalam kelas. Definisi Operasional variabel bebas: Pembelajaran dengan menggunakan pola pembelajaran menggunakan Mnemonic dan Whole Brain Teaching adalah yang dilaksanakan pada proses belajar mengajar di dalam kelas, metode Mnemonic yang diterapkan hanya sebatas metode loci (tempat), kata kunci, organisasi skema, akronim dan akrostik, recall of names, serta recall of words, dan metode Whole Brain Teaching yang diterapkan hanya sebatas Class-Yes dan Teach-Okay. 2. Variabel Terikat (dependent variable)
26
Variabel terikat/respons adalah suatu variabel yang ditimbulkan atau efek dari variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa berupa nilai post-test dan kemampuan siswa yang diperoleh dari hasil pengamatan pada materi hukum Newton tentang gerak dalam. Definisi operasional variabel respons: Hasil belajar yang diperoleh dari skor tes siswa pada post-test, dan nilai kemampuan siswa berupa nilai rata-rata hasil pengamatan dari dua orang pengamat terhadap siswa kelas VIII di SMP Negeri 1 Sidoarjo. 6. Prosedur Penelitian
1. Tahap awal Dalam tahap awal ini sebagai persiapan untuk mengumpulkan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1. Melakukan wawancara dengan guru Fisika kelas VIII di SMP Negeri 1 Sidoarjo (pra p enelitian) 2. Menyusun perangkat pembelajaran 3. Menyusun instrumen penelitian 4. Menentukan kelas eksperimen yang ditentukan oleh pihak sekolah sesuai dengan purposif penelitian 2. Tahap pelaksanaan penelitian 1. Sebelum pelaksanaan kegiatan belajar mengajar peneliti memberikan pretest terlebih dahulu. Tujuannya adalah untuk mengetahui kemampuan awal siswa terhadap materi yang akan diajarkan. 2. Melaksanakan Pelaksanaan
kegiatan
belajar
Pembelajaran
mengajar
sebanyak
dua
sesuai kali
dengan pertemuan
Rencana dengan
menerapkan pola p embelajaran menggunakan Mnemonic dan Whole Brain Teaching . Selama proses belajar mengajar (PBM) berlangsung kelas diamati oleh observer untuk mengetahui pengelolaan pembelajaran dan aktivitas guru dan siswa selama PBM berlangsung.
27
3. Tahap akhir 1. Setelah kegiatan PBM selesai, diberikan post-test yang soalnya sama dengan tes awal ( pre-test ) untuk mengetahui keberhasilan belajar yang dicapai. Post-test dilakukan sebagai tes formatif yang jadwalnya sudah ditentukan bersama dengan siswa. 2. Menganalisis hasil post-test 7. Metode Pengambilan Data
1. Metode Observasi Observasi
penelitian
dilakukan
pada
saat
proses
pembelajaran
berlangsung. 3. Metode Tes Metode ini digunakan untuk mengukur kemampuan siswa (Arifin, Zaenal, 2010: 118). Pada penelitian ini tes diberikan pada awal ( pre-test ) dan akhir ( posttest ) kegiatan pembelajaran. Tes penguasaan konsep dibuat berdasarkan ranah kognitif Bloom, tetapi terlebih dahulu ditentukan validitas, reabilitas, taraf kesukaran, dan daya beda. Setelah tes telah dinyatakan valid akan digunakan untuk soal pre-test dan post-test. 8. Instrumen Penelitian
Instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a) Lembar observasi aktivitas siswa Digunakan untuk memperoleh data mengenai kemampuan siswa pada proses pembelajaran. Adapun aktivitas siswa yang diamati dalam penelitian ini berupa aktivitas afektif dan psikomotor. b) Angket respon siswa Lembar angket respon siswa digunakn untuk memperoleh informasi tentang seberapa jauh respon siswa terhadap proses pembelajaran yang menggunakan metode Mnemonic dan Whole Brain Teaching . c) Tes Pemahaman Konsep
28
Tes ini dugunakan untuk mengetahui sejauh mana siswa menguasai konsep yang diajarkan. Setiap akhir sub materi akan diberikan tes pemahaman konsep ini. Tes formatif akan diberikan pada akhir materi hukum Newton.
I.
Teknik Analisis Data a. Analisis Tes
1) Analisis Soal Analisis soal dilakukan guna mengidentifikasi soal-soal yang baik, kurang baik, dan soal yang jelek. a. Validasi Butir Tes Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Teknik yang digunakan adalah teknik korelasi product moment dengan rumus sebagai berikut: r xy
XY X Y N X X N Y Y N
2
2
2
2
(Suharsimi Arikunto, 2009: 72) Keterangan: r xy = Validitas butir tes N = Banyaknya peserta tes X = Skor tes pada butir soal yang dicari validitasnya Y = Skor total yang dicapai peserta tes Untuk menginterpretasikan koefisien validitas dapat digunakan kriteria sebagai berikut: r xy = 0,800 – 1,00 = validitas item sangat tinggi r xy = 0,600 – 0,800 = validitas item tinggi r xy = 0,400 – 0,600 = validitas item cukup
29
r xy = 0,200 – 0,400 = validitas item rendah r xy = 0,00 – 0,200 = validitas item sangat rendah (Suharsimi Arikunto, 2009: 75) Adapun soal akan dikatakan valid jika r xy hitung lebih besar dari r xy tabel, dengan taraf signifikan α = 0,05. b. Reliabilitas Reliabilitas mengandung pengertian bahwa suatu instrumen dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen itu sudah baik. Dalam penelitian ini untuk mencari reliabilitas soal tes digunakan
rumus Spearman-Brown sebagai
berikut: r 11
2r 1 r 1 2
2
1 r 1 r 1 2 2 (Suharsimi Arikunto, 2009: 93)
dengan r 1 r 1 2
2
Y N X X N Y Y N XY X 2
2
2
2
Keterangan: r 11
r 1 r 1 2
= reliabilitas seluruh butir soal = r xy yang disebutkan sebagai indeks korelasi antara dua 2
belahan instrumen. Kriteria: Jika r hitung > r tabel item dikatakan reliabel Dari perhitungan diperoleh r 11 = 0,77. Ini berarti bahwa nilai r 11(hitung) lebig besar dari r tabel untuk n = 40 yaitu 0,312. Perhitungan reliabilitas secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3c. c. Daya Pembeda 30
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang kurang pandai (berkemampuan rendah). Dalam menentukan daya beda setiap item soal untuk kelompok kecil yaitu kelompok yang kurang dari 100 orang, maka seluruh kelompok tes dibagi menjadi 2 kelompok yang jumlahnya sama besar yaitu 50% kelompok atas (J A) dan 50% kelompok bawah (J B). Rumus yang digunakan untuk menghitung pembeda dalam instrumen yang digunakan adalah: D
B A J A
BB J B
P A P B (Suharsimi Arikunto, 2009: 213)
Keterangan: BA
: banyak peserta kelompok atas yang menjawab benar
BB
: banyak peserta kelompok bawah yang menjawab benar
JA
: banyak peserta kelompok atas
JB
: banyak peserta kelompok bawah
PA
: proporsi kelompok atas yang menjawab benar
PB
: proporsi kelompok bawah yang menjawab benar
Klasifikasi daya beda D = 0,00 - 0,20
: jelek ( poor )
D = 0,20 – 0,40
: cukup (Satisfactory)
D = 0,40 – 0,70
: baik ( good )
D = 0,70 – 1,00
: baik sekali (excellent )
D = negatif, semuanya tidak baik. Jad i semua butir soal yang mempunyai nilai D negatif sebaiknya dibuang saja.
31
(Suharsimi Arikunto, 2009: 218) d. Tingkat Kesukaran Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Taraf kesukaran suatu item tes ditentukan berdasarkan jumlah siswa yang menjawab soal dengan benar dibagi dengan jumlah seluruh siswa peserta tes. Rumus yang digunakan untuk mengukur taraf kesukaran adalah sebagai berikut:
P
B Js (Suharsimi Arikunto, 2009: 208)
Keterangan: P = Indeks kesukaran butir tes (yang dicari) B = Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan b enar Js = Jumlah semua siswa peserta tes Kategori tingkat kesukaran ditunjukkan oleh kriteria sebagai berikut: P = 0,00 – 0,30 soal termasuk sukar. P = 0,30 – 0,70 soal termasuk sedang. P = 0,70 – 1,00 soal termasuk mudah (Suharsimi Arikunto, 2009: 210)
b. Pelaksanakan Pembelajaran
Data tentang tata cara pelaksanaan yang dilakukan oleh guru selama pembelajaran akan di laporkan oleh dua orang pengamat. Dengan menghitung rata-rata skor tiap aspek selama 2 kali pertemuan, maka hasilnya dapat diinterpretasikan sesuai dengan jangkauan dibawah ini: 0,00 – 0,69 = Kurang
32
1,70 – 2,59 = Cukup 2,60 – 3,49 = Baik 3,50 – 4,00 = Sangat memuaskan
(Depdiknas,2006 : 2)
c. Ketuntasan hasil belajar
Untuk menghitung ketercapaian hasi belajar siswa yang berupa nilai post test menggunakan persamaan
=
ℎ ℎ
100
(Riduwan,2009:15)
=
ℎ ℎ ℎ
100%
(Moh. User Usman, 2006: 64) d. Kinerja Siswa
Kinerja siswa akan diamati oleh pengamat ketika proses pembelajaran sedang b erlangsung dengan menerapkan strategi belajar Mnemonic dan Whole Brain Teaching . Penilaian kinerja ini ada dua yakni penilaian afektif dan penilaian psikomotor. e. Penilaian Afektif
Penilaian afektif ini akan dilakukan oleh dua orang pengamat yang nantinya mengamati perilaku siswa selama proses pembelajaran sedang berlangsung, semua aspek yang dinilai tersedia dalam rubrik penilaian afektif. Sehingga penilaian afektif dapat dikonversikan dalam bentuk nilai sebagai berikut :
=
ℎ ℎ ℎ
100%
Nilai afektif yang didapatkan ini, dapat dikonversikan kedalam kriteria sebagai berikut : A = 80 – 100 = sangat baik B = 65 – 79 = baik
33
C = 50 – 64 = cukup D = 35 – 49 = kurang E = 01 – 34 = sangat kurang b. Analisis Hasil Penelitian
Data yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan data kuantitatif yang dalam penyajiannya membutuhkan analisis secara statistik.
Analisis Hasil Pretest Pretest digunakan
untuk
mengetahui
pemahaman
siswa
sebelum
pembelajaran serta mengetahui apakah sampel terdistribusi normal dan bersifat homogen. Hasil pretest dianalisis sebagai berikut: a. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel dalam penelitian terdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas diperoleh dari skor hasil pretest . Untuk melakukan uji ini langkahlangkah yang dilakukan adalah: 1) Menentukan rentang (R) R = data terbesar – data terkecil 2) Menentukan banyak kelas interval (K) K = 1 + 3,3 log N 3) Menentukan panjang kelas interval (P) P=
Re n tan g Banyak kelas
(Sudjana, 2005: 47)
Memilih ujung bawah kelas interval pertama. 4) Menghitung rata–rata dan varians. x
f x i i f i
(Sudjana, 2005: 67)
34
N . ( f i . xi ) ( f i . xi )2 2
s
2
N ( N 1)
(Sudjana, 2005: 95)
Keterangan: x = rata-rata 2
s = varians f i = frekuensi xi = tanda kelas N = jumlah f i 5) Menghitung angka baku (Z) untuk tiap batas kelas. Z i
xi x s
dengan i = 1, 2, 3, ...........,n
(Sudjana, 2005: 99)
Keterangan s = simpangan baku 6) Menghitung frekuensi yang diharapkan muncul (E i). Ei = L n
(Sudjana, 2005: 293)
Keterangan: L = luas tiap kelas interval. 7) Menghitung nilai Chi kuadrat
2
k
Oi E i 2
i 1
E i
(Sudjana, 2005: 273)
Keterangan:
2
= distribusi Chi kuadrat
Oi = frekuensi pengamatan Ei
= frekuensi teoritik.
35
k
= banyaknya kelas interval.
Kriteria dalam pengujian: terima H o jika =
2
2 1
k 1
8) Menarik kesimpulan Sampel berasal dari populasi berdistribusi normal: 2
jika X
hitung <
X
2
(1-α)(k -1)
dengan taraf signifikan α = 0,05.
b. Uji Homogenitas Untuk menyelidiki apakah sampel yang digunakan homogen, maka digunakan uji homogenitas dengan menggunakan uji Chi kuadrat. Tahapan rumus statistik yang digunakan adalah sebagai berikut: 1) Uji statistik dengan rumus: X2 = (log 10) {B - (ni – 1)log si2}
(Sudjana, 2005: 263)
B = (log s 2) (ni – 1) 2) Menetapkan taraf signifikan ( = 0,05) 3) Menarik kesimpulan Sampel adalah homogen jika X
2
hitung
2
(1-a)(k-1)
dimana X
2
(1-a)(k-1)
didapat dari daftar distribusi chi-kuadrat dengan peluang (1-a) dan dk = (k-1).
Analisis Hasil Post-test a. Uji-t dua pihak Langkah-langkah yang digunakan dalam uji-t dua pihak, adalah: 1) Menentukan hipotesis.
36
Ho : μ1 = μ2 Rata-rata
hasil
menggunakan
belajar
pembelajaran
antara
kelas
dengan
eksperimen
metode
yang
pembelajaran
Mnemonic dan Whole Brain Teaching dan kelas kontrol dengan metode yang biasanya digunakan di sekolah tersebut adalah sama. H1 : μ1 ≠ μ2 Rata-rata
hasil
belajar
antara
kelas
eksperimen
yang
menggunakan pembelajaran dengan dengan metode pembelajaran Mnemonic dan Whole Brain Teaching dan kelas kontrol dengan pembelajaran yang biasanya digunakan di sekolah tersebut adalah berbeda. Keterangan: μ1 = rata-rata hasil belajar kelas eksperimen yang menggunakan pembelajaran
dengan
dengan
metode
pembelajaran
Mnemonic dan Whole Brain Teaching. μ2 = rata-rata hasil belajar kelas kontrol dengan menggunakan pembelajaran yang biasa digunakan di sekolah tersebut. 2) Menentukan taraf signifikan dengan α = 0,05. 3) Menghitung t dengan rumus: t
1
x 2
1 s n1
(Sudjana, 2005: 239)
1 n2
Keterangan: t
= koefisien t.
x1 = rata–rata dari kelompok Eksperimen. x2 = rata – rata dari kelompok kontrol.
s
= simpangan baku.
37
n1 = jumlah data kelompok eksperimen. n2 = jumlah data kelompok kontrol. Simpangan baku dapat ditentukan dengan menggunakan rumus:
(n1 1) s1
(n2 1) s22 n1 n2 2 2
s
2
(Sudjana, 2005: 208)
4) Menentukan kriteria hipotesis Terima Ho jika -t(1-1/2α) < t < t(1-1/2α). Dimana t (1-1/2α) di dapat dari daftar distribusi t dengan dk adalah (n 1 + n2 -2) dengan peluang (1-1/2α). Untuk harga-harga t lainnya Ho ditolak 5) Menarik kesimpulan (Sudjana, 2005: 239) b. Uji-t satu pihak Langkah–langkah uji t satu pihak adalah sebagai berikut: 1) Menentukan hipotesis H0 : μ1 = μ2 Kelas eksperimen yang menggunakan pembelajaran dengan metode pembelajaran Mnemonic dan Whole Brain Teaching mempunyai hasil belajar sama dengan kelas kontrol. H1 : μ1 > μ2 Kelas eksperimen yang menggunakan metode pembelajaran dengan metode pembelajaran Mnemonic dan
Whole Brain
Teaching mempunyai hasil belajar lebih baik dari pada kelas kontrol. Keterangan: μ1 = rata-rata hasil belajar kelas eksperimen yang metode pembelajaran Mnemonic dan Whole Brain Teaching
38
μ2 = rata-rata hasil belajar kelas kontrol dengan menggunakan pembelajaran yang biasa digunakan di sekolah tersebut. 2) Menentukan taraf signifikan dengan
= 0,05
3) Menghitung koefisien t dengan rumus: Dengan rumus x1 x 2
t s
1 n1
(Sudjana, 2005: 239)
1 n2
Keterangan: x1 = rata – rata dari kelompok Eksperimen. x2 = rata – rata dari kelompok kontrol.
s = simpangan baku. n1 = jumlah data kelompok Eksperimen. n2 = jumlah data kelompok kontrol. Simpangan baku dapat ditentukan dengan menggunakan rumus:
(n1 1) s1
(n2 1) s22 n1 n2 2 2
s
2
4) Menentukan kriteria hipotesis Terima Ho jika t (1- ) (dk) > thitung 5) Menarik kesimpulan
39
(Sudjana, 2005: 208)