BAB I PENDAHULUAN
Laboratorium
Minyak
Bumi
adalah
Laboratorium
Ilmu
Dasar
dan
Laborator Laboratorium ium Peng Pengujian ujian yang yang berloka berlokasi si di PPSDM PPSDM Migas Migas (Pusat (Pusat Penge Pengembang mbangan an Sumber Daya Daya Minyak dan Gas Bumi). Sebagai sarana sarana pendidikan pendidikan dan dan pelatihan, Laboratorium Minyak Bumi selalu dimanfaatkan sebagai tempat pelaksanaan praktikum, baik praktikum dari mahasiswa luar maupun sebagai sarana praktikum bagi peserta diklat, khususnya diklat di bidang minyak dan gas bumi untuk Program Dikl Diklat at Apar Aparat atur ur Nega Negara ra.. Disa Disamp mpin ing g Lab Labora orato toriu rium m Miny Minyak ak Bumi Bumi seba sebaga gaii sara sarana na praktikum untuk untuk Pendidikan Pendidikan dan dan Pelatihan Pelatihan Bidang Minyak dan dan Gas Bumi di PPSDM Migas, laboratorium Minyak Bumi juga memberikan jasa teknologi yaitu jasa pengujian BBM dan Non BBM. Pengujian BBM dan Non BBM yang dilakukan oleh laboratorium Minyak Bumi adalah density, density, viskositas, water content, content, ash content, carbon carbon residue, distilasi D 86, foaming tendency, flash point, pour point, RVP, sediment content, lubricity avtur, lubricity lubricity solar, solar, dan lain-lain. lain-lain. Diklat Penyegaran Laboratorium Pengujian Migas, Diklat Diklat Penyediaan Penyediaan dan Penyaluran BBM Bersubsidi, Diklat Pengawasan dan Pengelolaan SPBU, Diklat Biofuel, Biofuel, Diklat Diklat BBM Industri, Industri, Diklat Diklat Indus Industri tri Hilir Migas Migas dan lain-lai lain-lain n adalah adalah diklatdiklatdiklat diklat Aparatur Aparatur Negara Negara yang yang telah memanfa memanfaatkan atkan fasilitas fasilitas di Laborato Laboratorium rium Minyak Minyak Bumi. Keberadaan laboratorium Minyak Bumi sebagai laboratorium penguji sangatlah penting mengingat jumlah laboratorium pengujian minyak dan gas di wilayah wilayah Indonesia Indonesia bagian bagian timur timur masih masih dirasa kurang kurang.. Adapun Adapun pengguna pengguna jasa pengujian laboratorium Minyak Bumi adalah Polres Blora, KNKT Jakarta, Pertamina EP, Kilang Kilang Pusdik Pusdiklat lat Migas Migas dan perusahaa perusahaan n – perusaha perusahaan an di Jawa Timur Timur seperti seperti PT. Trans Trans Wahana Wahana Universal Universal (TWU), (TWU), PT. Sido Sido Muncul, Muncul, PT. PT. White White Oil Oil Nusan Nusantara, tara, serta beberapa Universitas swasta maupun maupun negeri seperti seperti UGM, Unesa, Unibraw, Unibraw, serta masyarakat umum yang ingin mengembangkan usahanya di bidang transportasi minyak.
1
1.1
Latar Belakang Penelitia itian n
Water Conte Content nt ASTM D 95 adala adalah h salah salah satu dari dari beberapa beberapa pengu pengujian jian yang yang dilakukan oleh Laboratorium Laboratorium Minyak Bumi, dimana dalam melakukan melakukan pengujian pengujian water water content content untuk produk produk minya minyak k seperti seperti minyak minyak IFO IFO (industrial Fuel Oil) dan MFO (marine fuel oil) selalu diperlukan diperlukan suatu reagen reagen standar yang yang digunakan digunakan untuk mengekstrak kandungan kandungan air yang terdapat terdapat di minyak, yaitu Xylene. Jika terdapat diklat, baik baik diklat aparatur maupun maupun non aparatur maka maka kebutuhan reagen standar standar ini bervariasi tergantung jumlah jam praktek praktek yang dilaksanakan. dilaksanakan. Untuk sekali praktek/analisis diperlukan sekitar 100 – 200 ml reagen reagen Xylene Xylene (ASTM (ASTM D 9505 (201 (2010) 0)). ). Tent Tentun unya ya den denga gan n harga harga Xyle Xylene ne yang yang maha mahall akan akan memp mempen enga garu ruhi hi biay biayaa diklat diklat yang harus harus diperhitung diperhitungkan kan dalam kegiat kegiatan an praktikum, praktikum, sedangka sedangkan n harga Solven Solven Pertamina Pertamina rata-rata rata-rata hanya berharga berharga Rp. 7500 7500 per liter di tingka tingkatt Dealer. Dealer. Penggunaan Penggunaan solven Pertamina jenis Pertasol CC selama selama ini telah digunakan oleh analis analis di laboratorium laboratorium uji PPSDM Migas Migas sebagai pengganti dari reagen reagen Xylene, Xylene, tetapi sampai dengan saat ini belum pernah dikaji kemampuan solven Pertamina jenis Pertasol CC bila dibandingkan dibandingkan dengan reagen Xylene terutama untuk sample sample uji jenis IFO dan MFO. Berdasarkan teori extraksi bahwa perbedaan densitas yang cukup besar akan mempengaruhi jumlah extrak yang diperoleh pada proses ekxtraksi (Treybal, 1981). Praktikum pengujian Minyak Bumi dan produk-produknya yang dilakukan di laboratorium Minyak Bumi selama ini dilakukan oleh para instruktur Laboratorium Minyak Minyak Bumi PPSDM Migas Migas yang yang telah berpen berpengala galaman. man. Dalam Dalam melakuka melakukan n proses proses Transfer Knowledge ke peserta peserta diklat diklat di Laboratoriu Laboratorium, m, para instruk instruktur tur Laborator Laboratorium ium
PPSDM PPSDM Migas Migas selama selama ini selal selalu u melaku melakukan kannya nya dengan dengan simula simulasi si atau atau memera memeraga gakan kan tanpa menggunakan menggunakan reagen reagen standar tetapi tetapi menggunakan menggunakan solven Pertamina. Tentunya Tentunya penggunaan penggunaan reagen yang tidak sesuai ini akan akan memberikan interpretasi interpretasi yang berbeda berbeda bila dipahami oleh peserta diklat, sementara di satu sisi belum pernah dilakukan penelitian penelitian tentang tentang keakuras keakurasian ian dan kemampu kemampuan an solven solven Pertamina Pertamina jenis Pertaso Pertasoll CC sebagai sebagai pengga pengganti nti Xylene Xylene untuk reagen reagen pada pada pengujian pengujian Water Water Content Content ASTM D 95.
2
1.2
Rumusan Masalah
Masalah yang dicoba untuk dicari penyelesaiannya adalah apakah reagen solven Pertamina bisa menggantikan reagen standar Xylen untuk pengujian Water Content ASTM D 95.
1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian studi penggunaan Solven Pertamina untuk penentuan water content ASTM D 95 ini adalah untuk mengetahui kemampuan solven Pertamina
sebagai solven extraktor bila dibandingkan dengan reagen Xylene.
1.3.2
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian studi penggunaan Solven Pertamina untuk penentuan water content ASTM D 95 di Laboratorium adalah sebagai berikut :
1. Diharapkan solven Pertamina bisa menggantikan reagen Xylene untuk pengujian ASTM D 95. 2. Menghemat penggunaan reagen Xylene pada pengujian Water Content ASTM D 95, baik dengan maksud menguji sample maupun untuk pelaksanaan praktikum diklat di laboratorium. 3. Memberikan tambahan pengetahuan
untuk
para instruktur dalam
melakukan proses Transfer Knowledge sehingga instruktur memiliki kepercayaan diri yang tinggi dalam menjelaskan secara ilmiah penggantian reagen Xylene dengan solven Pertamina.
3
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Kesetimbangan Cairan
Pada proses ekstraksi umumnya melibatkan penggunaan beberapa cairan yang setidaknya terdiri atas 3 komponen, yang mana salah satu dari komponen adalah komponen yang tidak mudah melarut serta secara kimia. Dalam extraksi cairan- cairan terdapat beberapa sistem kesetimbangan (Treybal, 1981), yaitu : 1.
Sistem 3 cairan – 1 pasang cairan saling melarut sebagian Sistem ini adalah tipe sistem yang paling banyak dijumpai di proses ekstraksi. Contoh yang umum adalah sistem : a. Water (A) – Chloroform (B) – Aceton (C) b. Benzen (A) – Water (B) – Acetic acid (C) Diagram segitiga kelarutan untuk sistem 3 cairan yang berlangsung secara isotherm seperti disajikan pada gambar berikut ini :
Gambar 2.1 : Sistem kesetimbangan 3 cairan dimana cairan C melarut sebagian di A dan B sebagian
4
Diagram segitiga kelarutan pada gambar 2.1 (a) diatas menggambarkan bahwa cairan C melarut sempurna di cairan A dan B, tetapi banyaknya cairan A yang melarut di cairan B adalah sebagian saja begitu pula sebaliknya. Pada titik L akan disebut dengan cairan A rich (cairan kaya A) karena pada titik ini jumlah cairan A yang melarut lebih banyak dari pada cairan B, tetapi tidak ada cairan C yang melarut sama sekali di cairan A maupun di cairan B. Begitu pula sebaliknya di titik K yang disebut dengan cairan B rich (cairan kaya B), dimana pada titik K ini jumlah cairan B yang melarut lebih banyak dari pada cairan A, tetapi tidak ada cairan C yang melarut sama sekali di cairan A maupun di cairan B. Kurva LRPEK umumnya disebut dengan binodal solubility curve (kurva kesetimbangan liquid/caran), yaitu kurva yang mengindikasikan perubahan kelarutan cairan A terhadap cairan B (atau sebaliknya) bilamana ditambahkan cairan C. Area yang berada diluar kurva LRPEK adalah area cairan homogen satu fasa, sedangkan area yang berada di bawah kurva (misal : pada titik M) adalah area dimana terdapat 2 cairan yang tidak saling melarut.
Pengaruh Temperatur Pada sistem ini temperatur sangat mempengaruhi kelarutan dari cairan A, B dan C seperti ditunjukkan pada gambar berikut :
Gambar 2.2 : Pengaruh temperatur terhadap kelarutan cairan
5
Gambar 2.2 menggambarkan bahwa kesetimbangan cairan bergeser seiring dengan perubahan temperatur operasi ekstraksi. Semakin tinggi temperatur sampai dengan T4, maka kelarutan cairan A teradap cairan B semakin meningkat, sehingga cairan A dan cairan B akan melarut sempurna. Kondisi ini akan sulit untuk dipisahkan meskipun telah ditambahkan cairan C.
Pengaruh Tekanan Pengaruh tekanan terhadap kesetimbangan cairan sangatlah kecil, kecuali jika ekstraksi dioperasikan pada tekanan yang sangat tinggi. Semua diagram kesetimbangan cairan yang ada dianggap telah diplot pada tekanan operasi yang cukup tinggi untuk menghindari terjadinya penguapan cairan pada proses extraksi, sehingga tekanan operasi extraksi paling tinggi adalah diatas tekanan uap cairan cairan tersebut. Bila tekanan operasi extraksi dibawah tekanan uap cairan tersebut maka cairan-cairan tersebut akan menguap dan akan mengganggu proses extraksi.
2. Sistem 3 Cairan – 2 pasang cairan saling melarut sebagian Sistem cairan ini dapat dicontohkan pada sistem cairan Chlorobenzen (A) – Water (B) – Methyl Ethyl Keton (C). Pada sistem ini dimana cairan A dan C melarut sempurna, sedangkan pasangan cairan A-B saling melarut sebagian, dan pasangan cairan B-C juga saling melarut sebagian. Diagram sistem cairan ini (pada kondisi isotherm) dapat dilihat pada gambar 2.3 berikut :
Gambar 2.3 : Sistem 3 cairan dimana terdaat 2 pasangan cairan yang saling melarut sebagian, yaitu cairan A – B dan cairan B - C 6
Pada temperatur tertentu titik K dan J menunjukkan mutual solubility cairan A dan B, sedangkan titik H dan L menunjukkan mutual solubility cairan B dan C. Kurva KRH disebut sebagai kurva A rich, yaitu kurva dengan komponen cairan A yang terbanyak, sedangkan kurva JEL adalah kurva dengan komponen B yang terbanyak. Kurva KRH dan JEL disebut dengan kurva ternary solubility curve, sedangkan area yang berada diantara dua kurve ini
(yaitu titik M) adalah campuran cairan heterogeneous 2 fasa yang berkesetimbangan pada titik E dan titik R, dan untuk area yang berada di luar kurve adalah cairan homogenous 1 fasa.
Pengaruh Temperatur Meningkatnya temperatur operasi ekstraksi umumnya akan meningkatkan kelarutan dari cairan cairan tersebut. Diagram pengaruh temperatur ini digambarkan seperti pada gambar 2.4.
Jika temperatur dinaikkan hingga
mencapai T4 (lihat gambar 2.4), maka sistem cairan ini akan memiliki karakter kelarutan seperti pada gambar 2.1.
Gambar 2.4 : Pengaruh temperatur terhadap sistem 3 cairan yang mana 2 cairan berpasangan saling melarut sebagian
7
Disamping pengaruh suhu dan tekanan, densitas solvent, viskositas solvent, interfacial tension, tekanan uap, dan freezing point solvent ikut mempengaruhi pula laju kelarutan antar cairan (Treybal, 1981), sedangkan waktu kontak proses extraksi liquid-liquid tidaklah berpengaruh karena waktu kontak untuk proses extraksi liquid-liquid adalah 0,05
– 1 detik (Rydberg, 2004) . 2.2
Dasar Teori Distilasi
Distilasi adalah suatu proses pemisahan secara fisis berdasarkan besar dan kecilnya titik didih dari suatu campuran zat cair. Pada prinsipnya proses distilasi ini terdiri dari proses penguapan dan proses pengembunan. Proses penguapan adalah proses pemanasan cairan hingga menjadi uap sedang proses pengembunan adalah proses menjadikan uap tersebut menjadi cair kembali. Secara umum, distilasi ada 3 macam : 1.
Simple Batch Distillation (atau Differential Distillation)
2.
Fractional Distillation (Distilasi bertingkat)
3.
Extractive Distillation
Simple Batch Distillation Simple Batch Distillation adalah distilasi yang dilaksanakan dengan cara memanaskan cairan di suatu flask (bejana) kemudian dipanaskan dengan menggunakan heater (Geankoplis, 1983). Uap cairan yang terbentuk akan terkondensasi di kondensor dan menetes di gelas ukur menjadi kondensat. Prinsip Batch Distilasi ini dapat dilihat seperti pada gambar berikut :
8
Gambar 2.5 : Metode ASTM D 86 sebagai contoh prinsip dasar Simple Batch Distillation
Fractional Distillation Fractional Distillation adalah Distilasi yang dilakukan secara bertingkat (Winkle, 1967), dimana umumnya distilasi fractional ini selalu dilakukan di suatu kolom tinggi (bejana tinggi) baik bertekanan, atmosferik, maupun vacuum. Pada kolom distilasi bertingkat ini dilengkapi dengan beberapa plate yang disusun secara bertingkat. Tujuan dari pemasangan plate bertingkat ini adalah agar terjadi kesetimbangan uap-cairan. Gambar 2.6 adalah contoh dari kolom tinggi untuk fractional distillation.
9
Gambar 2.6 : Metode ASTM D 86 sebagai contoh prinsip dasar Distilasi Batch
Extractive Distillation Etractive distillation adalah gabungan dari dua proses yaitu proses extraksi liquid-liquid dan distilasi. Extractive distillation ini umumnya dilakukan untuk memisahkan dua cairan yang sulit terpisahkan dengan cara distilasi biasa karena dua cairan ini memiliki sifat sifat yang sama (tekanan dan temperatur kritis). Kondisi dimana dua cairan yang memiliki tekanan dan temperatur krisitis yang sama saling melarut dan tidak bisa dipisahkan dengan cara distilasi biasa disebut dengan Azeotropic (Winkle, 1967). Untuk memisahakan dua cairan dalam kondisi Azeotropic perlu ditambahkan cairan ketiga (disebut dengan entrainer) sebagai pengekstrak dari salah satu cairan yang mengalami kondisi azeotropic. Setelah salah satu cairan yang mengalami azeotropic tersebut melarut di cairan entrainer, maka cairan yang melarut di entrainer ini akan bersifat lebih volatil atau sebaliknya. Selanjutnya setelah proses extraksi dilakukan proses distilasi untuk memisahkan dua cairan tersebut. Kondisi dua cairan Azeotropic ini digambarkan seperti gambar 2.7 berikut :
10
Sumber : Marzal P, Morton J. B, Rodrigo M. A, J. Chem Eng Data 41(3), 608 -611, 1996 Gambar 2.7 : Kondisi Azeotropic pada dua cairan (biner)
Extractive distillation untuk produk-produk minyak bumi pada uji ASTM D 95 bisa menggunakan solvent petroleum distillate. Solvent petroleum distilat adalah solvent yang telah dikenakan proses cut point pada 5% boiling di temperatur antara 90 and 100°C (194 and 212°F) dan 90% boiling di bawah temperatur 210°C (410°F) (ASTM D 95-05 (Reapproved 2010)). Treatment cut point pada solvent sebelum digunakan untuk extraksi bertujuan untuk menurunkan berat molekul dari solvent (Chevron, 2009). Dengan menurunnya berat molekul solvent maka proses extraksi dapat berlangsung dengan baik (Yeh, 1985).
11
Gambar 2.8 : Metode ASTM D 95 sebagai contoh prinsip dasar Extractive Distillation
2.3. Solven Pertamina
Beberapa solvent produksi Pertamina saat ini yang ada (Pertamina, 2016) adalah sebagai berikut : a.
Solphy – 2
b.
LAWS 5
c.
Paraxylene
d.
Spesial Boiling Point (SBP) XX
e.
SBP 2
f.
LAWS 1, LAWS 2, LAWS 3, LAWS 4
g.
Minarex A, Minarex B, Minarex H
h.
Minasol 1, Minasol 2, Minasol 3
i.
Pertasol 1, Pertasol 2
j.
Pertasol CA, Pertasol CB, Pertasol CC
k.
Solvent Cemara
Solphy - 2 SOLPHY – 2 adalah Solvent hidrokarbon yang merupakan salah satu bahan / produk yang bersifat ramah lingkungan dan menjadi alternative pengganti Bahan Perusak Ozon (BPO), sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk meratifikasi Konvensi Wina dan Protocol Montreal terkait penghapusan penggunaan bahan – bahan perusak lapisan ozon.
12
SOLPHY-2 diproduksi oleh kilang PERTAMINA RU II Dumai dan dikemas dalam kaleng (pail) ukuran 20 liter. Kegunaan Solphy-2 adalah sebagai solvent pembersih pada kegiatan pre-cleaning, general cleaning dan degreasing di mesin-mesin pesawat terbang. Parts yang dibersihkan meliputi Engine/APU parts (termasuk bearings dan bolts), landing gear components, ELMO-components, airframe metal parts dan lain-lainnya. Produk Solphy-2 dapat juga diaplikasikan dengan baik pada kegiatan general cleaning di mesin-mesin lainnya, seperti mesin kereta api, kapal, crane, mesin Industri dan alat berat dengan berbagai metoda cleaning, yakni spraying, dipping, brushing dan swabbing. Selain sebagal metal cleaning, Solphy-2 dapat menjadi substitusi produk Stoddard Solvent yang banyak diaplikasikan pada industri cat, coating dan dry cleaning. Tabel 2.1 : Typical solvent Solphy-2 No. 1. 2. 3.
4. 5. 6. 7.
PROPERTIES Kauri Butanol Value Specific Gravity at 60/60F Distillation - IBP - Dry Point Flash Point PMCC ColourSaybolt Acidity Copper Strip Corrosion, 2h/212 °F
TYPICAL
UNITS
27 - 45 0,760 – 0,820
-
Min 145 Max 212 366 + 25 0,10 No. 1B
°C °C °C %Wt
METHODS ASTM D – 1133 ASTM D – 1298 ASTM D – 86
ASTM D – 93 ASTM D – 156 ASTM D – 1218 ASTM D – 130
LAWS 5 Merupakan solvent yang dihasilkan di kilang PERTAMINA RU V di Balikpapan dengan boiling range antara 140oC — 190oC. Senyawa hidrokarbon yang membentuk solvent LAWS merupakan campuran dari paraffins, cycloparaffins, dan aromatic hydrocarbon. Sifat yang menonjol adalah tidak korosif dan bersifat stabil dengan warna yang jernih. Adapun kegunaan dari solvent jenis ini adalah : a. Pelarut cat dan varnish b. Pelarut tinta c. Insecticide & pesticide
13
d. Bahan baku untuk memproduksi pelapis sepatu, lantai, dan furnitur e. Bahan baku untuk industri resin f. Pelarut untuk pembersih logam
Tabel 2.2 : Typical solvent LAWS 5 No.
PROPERTIES
1. 2.
Density at 15°C Distillation - IBP - FBP Flash Point ABEL ColourSaybolt Refractive Index Copper Strip Corrosion Aromatic Content Doctor Test
3. 4. 5. 6. 7. 8.
TYPICAL
UNITS
770 - 810
Kg/m3
Min 140 Max 190 28 +25 No. 1B Max 10 Negative
°C °C °C
%Vol
METHODS ASTM D – 1298 ASTM D – 86 ASTM D – 86 ASTM D – 93 ASTM D – 156 ASTM D – 1218 ASTM D – 130 ASTM D – 1319 ASTM D – 4952
Paraxylene Paraxylene adalah senyawa hidrokarbon aromatic yang dihasilkan dari proses aromatisasi dari heavy naptha dalam unit platformer yang kemudian dipisahkan untuk memproduksi benzene dengan ekstraksi dan paraxylene dengan absorbsi. Paraxylene dihasilkan oleh Kilang Paraxylene PERTAMINA IV Cilacap. Adapun kegunaan dari Paraxylene adalah sebagai berikut : - Sebagai Bahan Baku Pure Terephthalic Acid (PTA) - Sebagai Bahan Baku terephthalic acid (TPA) - Sebagai Bahan Baku Dimethyl Terephthalate (DMT) - Sebagai Bahan Baku Polyesters - Sebagai Solvent, - Sebagai Bahan Baku Di-Paraxylene dan Herbisida
14
2.4
Konsep Kunci
Etractive distillation adalah proses yang digunakan untuk memisahkan dua cairan yang sulit terpisahkan dengan menggunakan proses distilasi biasa. Proses extractive distillation ini didahului dengan proses extraksi. Dimana pada proses extraksi ini diperlukan cairan ketiga yaitu solvent pertamina untuk mengikat salah satu dari dua cairan yang sulit dipisahkan. Setelah dilakukan proses extraksi dilanjutkan dengan proses distilasi untuk memisahkan antara extrak dan raffinate. 2.4.1
Densitas
Denistas adalah massa cairan per unit volume yang diukur pada suhu 15 oC dan tekanan 101,325 kPa dengan unit satuan standar kilogram per meter kubik (ASTM D 1298-12b). Dengan semakin kecilnya perbedaan densitas antara solvent dengan cairan yang akan diekstrak maka semakin mudah proses ekstraksi tersebut berlangsung (Treybal, 1981) 2.4.2
Cut Point
Cut Point didefinisikan sebagai range temperatur kurva distilasi crude oil yang memiliki batasan teratas dan terbawah untuk fraksi-fraksi yang dihasilkannya (Jones, 2006). Istilah cut point ini banyak diadopsi untuk menyatakan cut point dari beberapa solvent seperti pada ASTM D 95. Proses cut point solvent akan menyebabkan berat molecul dari solvent akan lebih kecil (Chevron, 2009). Dengan menurunnya berat molekul solvent maka proses extraksi dapat berlangsung dengan baik (Yeh, 1985).
2.5
Kerangka Berpikir
Densitas Solven Banyaknya extract air Solven dengan cut point
15
2.6
Hipotesis
Salah satu variabel yang mempengaruhi keberhasilan suatu proses extraksi adalah densitas dan cut point solvent. Dimana semakin semakin pendek cut poin solvent yang digunakan pada proses operasi extraksi maka semakin mudah cairan ketiga (solven Pertamina) untuk mengikat salah satu cairan yang akan dipisahkan dengan metode distilasi, sedangkan semakin kecil perbedaan densitas solvent dengan densitas salah satu cairan yang akan diextrak maka semakin mudah cairan ketiga (solven Pertamina) untuk melarut di salah satu cairan yanga akan dipisahkan melalui metode distilasi.
16
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini akan menjelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan pelaksanaan penelitian yang meliputi : metode penelitian, pengumpulan data, pengolahan data. 3.1
Metode Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan metode experimental dengan pendekatan kuantitatif. Menurut Gay (1981: 207-208) menyatakan bahwa metode penelitian eksperimental merupakan satu-satunya metode penelitian yang dapat menguji secara benar hipotesis menyangkut hubungan kausal (sebab-akibat). Dalam penelitian eksperimen dilakukan manipulasi paling sedikit satu variabel, mengontrol varibel lain yang relevan dan mengobservasi efek atau pengaruhnya terhadap satu atau lebih variabel terikat. 3.2
Pengumpulan Data
3.2.1
Sumber Data
Sumber data adalah data primer yang diambil dengan melakukan beberapa percobaan. Adapun bahan dan peralatan penelitian dalam pengumpulan data primer adalah sebagai berikut : a. Bahan penelitian :
-
IFO (industrial Fuel Oil)
-
MFO (marine Fuel Oil)
-
Solven Pertamina
b. Peralatan penelitian :
-
Gelas ukur kapasitas 100 ml dan 1000 ml
-
Labu distilasi kapasitas 500 ml
-
Heater elektrik
-
Kondensor air
-
Elektrik stirer
-
Stopwatch
-
Termometer
-
Hydrometer
-
Gelas Beker kapasitas 500 ml 17
Gambar 3.1 : Rangkaian peralatan penelitian ASTM D 95
c. Locus penelitian : Penelitian dilakukan di laboratorium uji PPSDM Migas, tepatnya di Laboratorium Ilmu Dasar 3.2.2
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara pelaksanaan penelitian yang dapat dilihat dengan flow chart (alur pelaksanaan penelitian) sebagai berikut :
Hasil percobaan Solven Pertamina pada ASTM D 95
Dibandingkan dengan solven Xylene pada ASTM D95
Kesimpulan Akhir :
Hipotesis Ditolak
Tidak bisa menggantikan Xylene
Diterima
Kesimpulan Akhir : Bisa menggantikan Xylene
18
3.3
Pengolahan Data
3.3.1
Ukuran Sample
Pengolahan data dilakukan untuk diambil kesimpulan akhir guna menyatakan apakah solven Pertamina bisa dianggap menggantikan reagen Xylen pada analisis ASTM D 95. Menurut Roscoe (1975) yang dikutip Uma Sekaran (2006) bahwa penelitian experimental sederhana dengan kontrol experimen yang ketat, penelitian yang sukses adalah dengan ukuran sample kecil antara 10 – 20 data. 3.3.2
Analisis Data
Analisis data statistik dengan membandingkan dua kelompok data untuk penelitian ini adalah menggunakan uji t independen yaitu menguji perbedaan rata-rata dari dua kelompok yang tidak berpasangan. Uji t independen digunakan untuk mengetahui perbedaan rata-rata antara dua kelompok yang berbeda berdasarkan suatu variabel dependen (Siregar, 2005) dengan asumsi : 1. Variabel dependen harus diukur pada skala kontinyu, yaitu diukur pada skala interval atau skala rasio 2. Variabel independen harus terdiri dari dua kategori 3. Harus terdapat sifat independensi antar pengamatan, yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara pengamatan disetiap kelompok atau antara kelompok sendiri 4. Tidak terdapat outlier. Outlier adalah titik suatu data tertentu dalam data yang tidak mengikuti pola yang biasa. Saat asumsi ini tidak dipenuhi maka data outlier tersebut selanjutnya tidak dapat digunakan dalam penelitian dan tidak disertakan dalam analisis. 5. Sebaran variabel dependen harus mendekati sebaran normal. Asumsi ini dapat diuji dengan uji Lilliefor atau Shapiro-Wilk. Saat data gagal memenuhi asumsi ini diduga terdapat outlier dan selanjutnya perlu diperiksa apakah terdapat data yang outlier. Jika terdapat data yang outlier (yang berarti data tidak menyebar normal), maka selanjutnya digunakan uji non parametrik untuk mengetahui perbedaan antara dua kelompok berbeda, yaitu uji Mann-Whitney. 6. Pada uji t independen, antara dua kelompok harus memiliki ragam yang relatif sama. Asumsi yang demikian adalah asumsi homogenitas ragam. Asumsi homogenitas ragam dapat diuji menggunakan uji Levene. Apabila asumsi ini tidak terpenuhi, uji t masih bisa dialkukan tetapi dengan koreksi pada rumus uji t yang digunakan. 19
Uji t independen : Jika harga simpangan deviasi 1 (S1) = harga simpangan deviasi 2 (S 2) Harga distribusi t ditentukan dengan rumusan sebagai berikut :
t
X 1 X 2
(n1 1) S 12 ( n2 1) S 22 1 1 n1 n 2 2 n1 n2
Dan harga derajad kebebasan (df) sebagai berikut : df = n2 + n2 - 2
Jika harga simpangan deviasi 1 (S1) ≠ harga simpangan deviasi 2 (S2) Harga distribusi t ditentukan dengan rumusan sebagai berikut :
X 1 X 2
t
S 12 n1
S 22 n2
Sedangkan harga derajad kebebasan (df) adalah sebagai berikut :
df
S / n
2 1 S 2 / n 2
2 1
( S 12 / n1 ) 2 n1 1
20
2
( S 22 / n 2 ) 2 n2 1
DAFTAR PUSTAKA
Annual Book of ASTM Standards, “Petroeleum Products, Lubricants & Fossil Fuels”, vol. 05.01, 2011, USA. Christie. J. Geankoplis, “Transport Processes and Unit Operations“, 2 nd 1983, Allyn and Bacon, USA
edition,
Chevron, “Motor Gasoline Technical Review”, 2009, Chevron Corporation. David S. Jones, “Handbook of Petroleum Proceesing”, 2008, Springer, USA George C. Yeh, “Treatment and Separation of Petroleum and Related Materials”, 1985, United State Patent, Patent Number : 4,515,685 http://www.pertamina.com/en/our-business/downstream/marketing-andtrading/product-and-service/business-solution/petrochemical/chemicals/ http://www.betjikdjojo.com/products-services/petrochemical
Jan Rydberg, “Solvent Principles and Practice”, 2nd edition, 2004, Marcel Dekker, Inc., USA Jhon T, Roscoe, “Fundamental Research Statistics For The Behavioral Sciences”, 2nd edition, 2004, CBLS Publisher Pattrick Dattalo, “Determining Sample Size : Balancing Practicality”, 2008, Oxford University Press
Power, Precision, and
Robert E Treybal, “Mass Transfer Operations”, 3rd edition, 1981, McGraw Hill Book Company. Matthew Van Winkle, “Distillation”, 1967, McGraw Hill Book Company Shirley Dowdy, “Statistics for Research”, 3 rd edition, 2004, John Wiley & Sons, Inc Publication, USA
21