10
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembuatan produk yang menggunakan bahan-bahan sisa atau limbah telah banyak dikembangkan pada saat ini, baik itu limbah pertanian maupun limbah industri. Pemanfaatan bahan-bahan limbah ini memiliki banyak keuntungan, di antaranya harganya yang jauh lebih murah dan dapat memberikan nilai tambah bagi produk tersebut. Salah satu contohnya adalah pemanfaatan spent bleaching earth (SBE) sebagai bahan dalam pembuatan paving block. Spent bleaching earth (SBE) merupakan limbah padat dari industri pemurnian minyak nabati, yaitu limbah dari proses pemucatan dalam pemurnian CPO. Dalam hal ini, SBE berfungsi mengurangi penggunaan pasir dalam pembuatan paving block.
Paving block merupakan suatu komposisi bahan bangunan yang dibuat dari campuran semen Portland atau bahan perekat hidrolis sejenisnya, air, dan agregat dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya yang tidak mengurangi mutu beton itu. Paving block dikenal juga dengan sebutan bata beton (concrete block) atau cone blok. Paving block banyak digunakan untuk perkerasan jalan seperti trotoar, areal parkiran, jalanan pemukimam atau komplek perumahan, taman, dan lain-lain. Kemudahan dalam hal pemasangan dan perawatan paving block serta memiliki variasi bentuk dan warna yang beragam sehingga paving block banyak disukai oleh konsumen. Namun demikian, sering kali hal ini tidak diimbangi dengan ketersediaan paving yang memiliki kualitas yang baik, terutama dalam hal umur pakai dan ketahanan paving saat digunakan.
Menurut hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mardiko (2014), yaitu tentang "Formulasi Paving block dari Berbagai Bahan Berbasis Limbah Padat Spent Bleaching Earth", formulasi terbaik yang diperoleh dalam penggunaan SBE hanya sebesar 20% dari penggunaan pasir. Mutu paving block yang dihasilkan termasuk mutu C dengan kuat tekan 15,34 MPa. Berdasarkan SNI 03-0691-1996, standar mutu untuk bata beton (paving block) dikategorikan menjadi 4 macam, seperti ditunjukkan Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1 Standar mutu Bata Beton (Paving block)
Mutu
Kuat Tekan (MPa)
Klasifikasi Penggunaan
Rata-Rata
Minimal
A
40
35
Jalan
B
20
17
Pelataran Parkir
C
15
12,5
Pejalan Kaki
D
10
8,5
Taman dan Penggunaan lain
Sumber : SNI 03-0691-1996
Nilai kuat tekan pada paving block dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah komposisi bahan yang digunakan dan metode pembuatan paving block. Paving yang diproduksi secara manual biasanya termasuk dalam mutu beton kelas D atau C yaitu untuk tujuan pemakaian non struktural, seperti untuk taman dan penggunaan lain yang tidak diperlukan untuk menahan beban berat di atasnya. Mutu paving yang pengerjaannya dengan menggunakan mesin pres dapat dikategorikan ke dalam mutu beton kelas C sampai A dengan kuat tekan diatas 125 kg/cm2 bergantung pada perbandingan campuran bahan yang digunakan.
Dalam penelitian ini akan dilakukan pembuatan paving block dengan metode pembuatan secara mekanis menggunakan mesin press paving block. Dalam penelitian ini, akan dilakukan penelitian pendahuluan untuk mengetahui komposisi semen dan tekanan press yang optimal dalam pembuatan paving block berbasis limbah padat SBE sehingga mendapatkan mutu paving block yang lebih baik. Setelah diperoleh komposisi semen dan tekanan press yang optimal, dilakukan pula penambahan abu sekam padi (ASP) dengan berbagai konsentrasi untuk melihat pengaruhnya terhadap kuat tekan paving block. Abu sekam padi yang digunakan berfungsi untuk mengurangi penggunaan semen dalam pembuatan paving block.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, masalah yang ingin dibahas dalam penelitian ini adalah :
Adakah pengaruh konsentrasi semen yang digunakan dan tekanan press pada proses pembuatan paving terhadap mutu paving block yang dihasilkan?
Adakah pengaruh penggunaan abu sekam padi (ASP) terhadap mutu paving block?
Seberapa besar pengaruh penggunaan abu sekam padi (ASP) yang dapat digunakan dalam menggantikan semen dalam pembuiatan paving block berbasis limbah padat SBE?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi semen dan tekanan press yang optimal pada pembuatan paving block berbasis limbah padat spent bleaching earth (SBE) serta mengetahui pengaruh penggunaan abu sekam padi (ASP) terhadap mutu paving block dan peranannya dalam menggantikan fungsi semen dalam paving block.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini meliputi proses karakterisasi bahan baku, pembuatan paving block berbasis limbah padat SBE dengan metode mekanis, dan analisis mutu paving block yang dihasilkan. Analisis mutu paving block yang dilakukan meliputi uji kuat tekan, sifat tampak, ukuran, daya serap air, ketahanan aus, konduktivitas panas, dan ketahanan terhadap natrium sulfat.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini akan menghasilkan informasi mengenai komposisi semen dan tekanan press yang optimal dalam pembuatan paving block berbasis bahan limbah padat SBE sehingga dihasilkan produk paving block yang sesuai dengan standar mutu serta mengetahui seberapa besar pengaruh pemanfaatan abu sekam padi (ASP) dalam menggantikan fungsi semen dalam pembuatan paving block.
TINJAUAN PUSTAKA
Semen Portland
Semen merupakan bahan pengikat yang banyak digunakan dalam konstruksi beton. Semen dapat menjadi keras dengan adanya air. Semen semacam ini sering disebut dengan nama semen hidrolis yang terdiri dari silikat dan lime yang terbuat dari batu kapur dan tanah liat yang dihancurkan, dicampur, dan dibakar di dalam kiln. Nama lain dari semen hidrolis adalah portland cement karena beton yang dihasilkan menyerupai batu portland. Kekuatan beton yang dibuat dengan semen portland biasanya dicapai pada umur 28 hari. Menurut SNI 15-2049-2004, semen portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling terak semen portland terutama yang terdiri atas kalsium silikat yang bersifat hidrolis dan digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat dan boleh ditambah dengan bahan tambahan lain.
Pada dasarnya, kandungan utama yang terdapat dalam semen Portland terdiri atas 4 unsur, yaitu Trikalsium Silikat (3CaO.SiO2; disingkat C3S) , Dikalsium Silikat (2CaO.SiO2 Disingkat C2S), Trikalsium Aluminat (3CaO.Al2O3; disingkat C3A), dan Tetrakalsium Aluminoferrit (4CaO. Al2O3.Fe2O3; disingkat C4AF). Silikat dan Aluminat yang terkandung dalam semen portland jika bereaksi dengan air akan menjadi perekat yang memadat, lalu membentuk massa yang keras. C3S dan C2S adalah bagian yang paling menentukan sifat dari semen dan menyusun 70 – 80 % dari berat total semen (Mulyono 2005).
Fungsi utama semen adalah untuk mengikat butir-butir agregat dan mengisi rongga-rongga udara yang ada di dalam agregat. Semen portland dibedakan menjadi beberapa macam berdasarkan fungsi tambahannya. Konsistensi normal adalah salah satu jenis sifat atau karakter fisik dari semen portland. Konsistensi semen portland lebih banyak pengaruhnya pada pencampuran awal. Konsistensi ini bergantung pada perbandingan semen dan air serta aspek-aspek bahan semen seperti kehalusan dan kecepatan hidrasi (Wang et al. 2000).
Dalam prosesnya, semen akan mengalami proses hidrasi jika bertemu dengan air. Kebutuhan air oleh semen untuk bereaksi adalah 21% – 24% dari bobot totalnya. Senyawa C3S adalah senyawa yang pertama kali akan bereaksi. Reaksi tersebut ditandai dengan adanya panas dan terjadinya pengerasan. Senyawa C2S baru akan bereaksi setelah hari ke-7. Senyawa C2S memiliki ketahanan terhadap serangan sulfat yang dapat mengurangi kekuatan dari beton dan mortar yang dihasilkan. Senyawa C3A bereaksi secara eksotermik dan sangat cepat memberikan kekuatan awal pada 24 jam pertama.
Kebutuhan air untuk senyawa C3A adalah empat puluh persen dari bobotnya. Pada semen portland tipe I, jumlah fraksi senyawa C3A tidak lebih dari 10%, sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap kebutuhan air. Semen dengan unsur C3A yang lebih dari 10% akan menjadi tidak tahan terhadap serangan sulfat. Senyawa C4AF tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap kekerasan semen atau beton sehingga kontribusinya dalam peningkatan kekuatan amat kecil (Mulyono 2005).
Agregat halus (Pasir)
Agregat halus atau pasir merupakan butiran-butiran mineral keras yang bentuknya mendekati bulat, tajam dan bersifat kekal dengan ukuran butir sebagian besar terletak antara 0,07-5 mm (SNI 03-1750-1990). Agregat halus digunakan sebagai bahan pengisi dalam campuran paving block sehingga dapat meningkatkan kekuatan mengurangi penyusutan dan mengurangi pemakaian bahan pengikat/semen. Mutu dari agregat halus ini sangat menentukan mutu paving block yang dihasilkan (Mulyono 2004).
Agregat halus atau pasir memiliki peranan penting dalam pembuatan mortar dan beton. Kandungan agregat di dalam mortar atau beton berkisar antara 60%-70% dari total bobot beton atau mortar yang dihasilkan. Karena komposisinya yang besar, maka sifat dari agregat yang dipakai perlu diperhatikan juga karena akan mempengaruhi kualitas beton atau mortar yang dihasilkan (Mulyono 2003).
Dalam pembuatan paving block, agregat halus yang digunakan harus diperhatikan untuk menghasilkan paving block yang baik. Menurut SNI 03-1750-1990, untuk mendapatkan paving block yang baik, agregat halus yang digunakan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
Agregat halus harus terdiri dari butir-butir yang tajam, keras dan gradasinya menerus. Butir-butir agregat halus harus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca, seperti terkena sinar matahari atau hujan.
Susunan besar butir mempunyai modulus kehalusan antara 1,50-3,80.
Kadar lumpur/ bagian butir yang lebih kecil dari 0,07 mm maksimum 5%.
Kadar zat organik ditentukan dengan larutan natrium hidroksida 3%, jika dibandingkan dengan warna standar atau pembanding tidak lebih tua dari warna standar (sama).
Kekerasan butir agregat halus, jika dibandingkan dengan pasir pembanding yang berasal dari pasir kwarsa Bangka memberikan angka hasil bagi tidak lebih besar dari 2,20.
Kualitas agregat halus (pasir) ditentukan dari bentuk, porositas, tekstur, dan kebersihan agregat tersebut (Mulyono 2003). Bentuk agregat halus yang bulat memiliki rongga udara yang lebih sedikit dibandingkan agregat halus dengan bentuk lainnya. Semakin sedikit rongga udara yang ada akan membuat beton yang dihasilkan semakin kuat. Tekstur permukaan agregat yang halus membutuhkan air yang lebih sedikit dalam pengerjaan campuran sehingga kekuatan beton yang dihasilkan akan lebih baik. Kebersihan agregat halus juga akan menentukan kekuatan beton karena agregat yang bersih akan menghindarkan beton dari tercampurnya zat-zat yang dapat merusak beton baik pada saat beton muda maupun ketika sudah mengeras.
Faktor kandungan air dalam pasir juga memegang peranan penting dalam mortar. Pasir dengan kandungan air yang banyak dapat menambah rasio yang berakibat pada penurunan kekuatan. Hal ini dikarenakan air yang semula menempati rongga menguap bersamaan dengan terjadinya reaksi hidrasi sehingga terbentuk rongga yang dapat meningkatkan porositas paving block.
Air
Air yang digunakan dalam pembuatan paving block berfungsi untuk membantu reaksi kimia dengan semen selama berlangsungnya proses pengikatan. Air yang digunakan dalam konstruksi bangunan atau beton harus memenuhi persyaratan yang diperbolehkan sebagai bahan bangunan. Menurut Persyaratan Umum Bahan Bangunan Di Indonesia (DPMB 1982), air yang dapat digunakan sebagai bahan bangunan antara lain:
Air harus bersih.
Tidak mengandung lumpur, minyak dan benda terapung lainnya yang dapat dilihat secara visual.
Tidak boleh mengandung benda-benda tersuspensi lebih dari 2 gram / liter.
Tidak mengandung garam-garam yang dapat larut dan dapat merusak beton (asam-asam, zat organik dan sebagainya) lebih dari 15 gram /liter. Kandungan klorida (Cl), tidak lebih dari 500 ppm dan senyawa sulfat tidak lebih dari 1000 ppm sebagai SO3.
Semua air yang mutunya meragukan harus dianalisa secara kimia dan dievaluasi.
Dalam prosesnya, pemakaian air pada pembuatan campuran harus tepat karena pemakaian air yang berlebihan akan menyebabkan banyaknya gelembung air setelah proses hidrasi selesai dan hal tersebut akan mengurangi kekuatan paving block yang dihasilkan. Namun, bila terlalu sedikit akan menyebabkan proses hidrasi tidak sempurna sehingga berpengaruh juga terhadap kekuatan paving block yang dihasilkan.
Spent Bleaching Earth (SBE)
Spent bleaching earth (SBE) merupakan limbah padat dari industri pemurnian minyak nabati, yaitu sisa proses pemucatan crude palm oil (CPO). Spent bleaching earth yang berasal dari pemucatan CPO merupakan campuran antara bleaching earth dan senyawa organik yang berasal dari CPO. Senyawa organik yang berasal dari CPO sebagian besar merupakan senyawa trigliserida (fat) dan komponen organik dalam jumlah relatif kecil adalah digliserida, asam lemak bebas, protein, zat warna alami, dan wax. Selain itu dalam spent bleaching earth juga masih terkandung komponen asam fosfat. Asam fosfat ini berasal dari proses degumming yang terbawa oleh CPO ke unit bleaching (Wahyudi 2000). Bleaching earth merupakan nama dagang dari bentonit, yaitu Ca-bentonit. Bentonit mengandung NaO, karena kandungannya tersebut bentonit dapat digunakan sebagai bahan lumpur bor, penyumbat kebocoran bendungan, bahan pencampur cat, bahan baku farmasi, bahan perekat pasir cetak dalam industri pengecoran dan lain sebagainya (Kusumaningtyas 2011).
Abu Sekam Padi (ASP)
Sekam padi merupakan hasil samping atau limbah dari industri penggilingan padi. Menurut Ismunadji (1988), industri penggilingan padi dapat menghasilkan 65% beras, 20% sekam padi dan sisanya hilang. Kandungan kimia yang terdapat dalam sekam padi terdiri atas 50% selulosa, 25-30% lignin dan 15-20% silika (Ismail dan Waliuddin 1996). Saat ini, sekam padi telah dikembangkan sebagai bahan baku untuk menghasilkan abu sekam padi yang dikenal sebagai rice husk ash (RHA).
Menurut Ismunadji (1988), berdasarkan hasil analisis proksimat yang dilakukan terhadap sekam padi, kandungan abu sekam padi sebesar 13,16-29,04% berat kering, dan menurut hasil penelitian Wannapeera et al. (2008), kandungan abu sekam padi sebesar 17,90% berat kering. Sekam padi merupakan salah satu sumber penghasil silika terbesar setelah dilakukan pembakaran sempurna pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500-6000C (Putro dan Prasetyoko 2007). Menurut Houston (1972), abu sekam padi mengandung silika sebanyak 86-97% berat kering, sedangkan menurut Mittal (1997), kandungan silika abu sekam padi sebesar 90-98% berat kering.
Abu sekam padi yang dihasilkan dari pembakaran sekam padi pada suhu 400-5000C akan menjadi silika amorphous dan pada suhu lebih besar dari 10000C akan menjadi silika kristalin. Silika amorphous yang dihasilkan dari abu sekam padi diduga sebagai sumber penting untuk menghasilkan silikon murni, karbid silikon dan tepung nitrit silikon (Katsuki et al. 2005). Abu sekam padi memiliki aktivitas pozzolanic yang sangat tinggi sehingga lebih unggul dari SCM (Supplementary Cementitious Material) lainnya seperti fly ash, slag, dan silica fume (Bakri 2008). Oleh sebab itu, abu sekam padi sangat potensial untuk digunakan sebagai bahan substitusi atau sebagai bahan tambahan semen dalam campuran bahan bangunan. Dengan menggunakan campuran yang tepat antara abu sekam padi (ASP) dengan semen akan mengurangi penggunaan semen dalam bahan bangunan.
Menurut Chindaprasirt et al. (2007), penggantian semen oleh abu sekam padi sebesar 40% dalam pembuatan mortar dapat menghasilkan kekuatan yang baik dan ketahanan terhadap sulfat sehingga akan mengurangi penggunaan semen, mengurangi emisi gas rumah kaca dan dapat meningkatkan masa pakai mortar. Ganesan et al. (2008) mengemukakan bahwa penggantian semen sebesar 30 % oleh abu sekam padi tidak menghasilkan efek menurun pada kekuatan mortar.
Paving block (Bata Beton)
Bata beton atau paving block adalah suatu komposisi bahan bangunan yang dibuat dari campuran semen Portland atau bahan perekat hidrolis sejenisnya, air, dan agregat dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya yang tidak mengurangi mutu beton itu (BSN 1996). Paving block banyak diaplikasikan untuk perkerasan jalan, seperti trotoar, areal parkiran, jalanan perumahan, areal pelabuhan, taman, dan lain-lain. Penggunaan paving block memiliki beberapa keunggulan, yaitu :
Pelaksanaannya mudah sehingga memberikan kesempatan kerja yang luas kepada masyarakat .
Pemasangan dan pemeliharaannya mudah.
Bila ada kerusakan, perbaikannya tidak memerlukan bahan tambahan yang banyak karena paving block merupakan bahan yang dapat dipakai kembali meskipun telah mengalami pembongkaran.
Tahan terhadap beban statis, dinamik dan kejut yang tinggi.
Cukup fleksibel untuk mengatasi perbedaan penurunan (differential sattlement).
Mempunyai durabilitas yang baik.
Dalam pembuatan paving block dikenal dengan dua metode, yaitu metode konvensional (manual) dan metode mekanis. Metode konvensional adalah metode yang paling banyak digunakan oleh masyarakat karena lebih mudah dan tidak memerlukan biaya yang terlalu tinggi. Pembuatan paving block dengan cara konvensional ini biasanya menggunakan alat cetak paving yang disebut "gablokan". Alat ini masih menggunakan tenaga manusia (manual) dalam proses pemadatan sehingga kekompakan paving block yang dihasilkan bergantung pada tenaga orang yang memadatkannya. Mutu paving block yang dihasilkan dengan meted ini biasanya masuk ke dalam kelas mutu C dan D. Sementara itu, metode mekanis atau biasa disebut dengan metode press, menggunakan alat press paving yang harganya cukup mahal sehingga hanya biasa digunakan oleh pabrik dengan skala sedang atau besar. Namun demikian, mutu paving block yang dihasilkan dengan metode ini lebih baik, yaitu antara mutu C hingga mutu A.
Menurut SNI 03-0691-1996, standar mutu yang harus dipenuhi oleh paving block adalah sebagai berikut :
Sifat tampak paving block, harus mempunyai permukaan yang rata, tidak terdapat retak-retak dan cacat, bagian sudut dan rusuknya tidak mudah direpihkan dengan kekuatan jari tangan.
Ukuran paving block harus mempunyai tebal minimum 60 mm dengan toleransi +8%.
Paving block untuk lantai apabila diuji dengan natrium sulfat tidak boleh cacat dan kehilangan berat yang diperbolehkan maksimum 1%.
Paving block untuk lantai harus mempunyai kekuatan fisik seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2 Standar mutu paving block
Mutu
Kuat Tekan (kg/cm2)
Ketahanan Aus (mm/menit)
Daya Serap Air (%)
Rata-Rata
Min
Rata-Rata
Min
Rata-Rata Maks
A
400
350
0,009
0,103
3
B
200
170
0,130
1,149
6
C
150
125
0,160
1,184
8
D
100
85
0,219
0,251
10
Sumber : SNI 03-0691-1996
Untuk klasifikasi penggunaan paving block berdasarkan mutunya, yaitu mutu A digunakan untuk perkerasan jalan, mutu B untuk areal parkiran, mutu C untuk pejalan kaki dan mutu D untuk taman.
METODOLOGI PENELITIAN
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain alat press paving block mekanis, neraca/ timbangan analitik, mesin penekan (compressive strength machine), thermal conductivity meter, ayakan pasir, sendok semen, sekop, ember, tanur pengabuan (furnace), oven, gelas piala 250 ml, desikator, bejana gelas, mistar, cawan alumunium dan cawan porselen. Bahan-bahan yang digunakan antara lain semen, pasir, abu sekam padi, spent bleaching earth (SBE), air, pelarut lemak, dan larutan garam natrium sulfat.
Metode Penelitian
Tahap Karakterisasi Bahan
Pada tahap ini dilakukan karakterisasi SBE dan pasir yang akan digunakan dalam pembuatan paving block. Karakterisasi SBE yang dilakukan meliputi kadar air, kadar lemak, dan bobot jenis. Sementara untuk pasir, karakterisasi yang dilakukan meliputi kadar lumpur, kadar air dan bobot jenis. Prosedur analisis karakteristik bahan dapat dilihat pada Lampiran 2.
Selain SBE dan pasir, dilakukan juga proses pengabuan terhadap sekam padi untuk mendapatkan abunya. Pengabuan dilakukan dengan 2 tahap, yaitu pertama pada suhu 4000C selama 60 menit untuk mendapatkan arang sekam, kemudian didinginkan selama 24 jam. Setelah dingin, arang sekam diabukan pada furnace bersuhu 7000C selama 2 jam untuk mendapatkan unsur silika di dalamnya. Setelah selesai proses pengabuan, abu sekam padi diuji kadar airnya.
Tahap Formulasi Bahan
Pada tahap ini akan dilakukan pembuatan perbandingan komposisi bahan yang akan digunakan dalam pembuatan paving block. Untuk perbandingan antara pasir dan SBE, komposisi yang digunakan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Mardiko (2014), dimana perbandingan yang optimal antara pasir dengan SBE adalah 4 : 1. Sementara untuk semen, komposisinya divariasikan sebanyak 20%, 30% dan 40% dari berat total bahan yang digunakan. Kombinasi perbandingan komposisi bahan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3 Perbandingan komposisi bahan campuran paving block
Konsentrasi Semen
Perbandingan Komposisi Bahan
Semen
Pasir
SBE
20%
1
3,20
0,80
30%
1
1,87
0,47
40%
1
1,20
0,30
Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan ini dilakukan dengan memvariasikan komposisi semen dan tekanan press dalam proses pembuatan paving block. Penelitian pendahuluan ini bertujuan untuk mencari konsentrasi semen dan tekanan press yang optimal sehingga menghasilkan mutu paving block yang terbaik. Komposisi semen yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 20%, 30%, dan 40% dari berat total bahan. Untuk tekanan press yang digunakan sebesar 20, 40, 60, 80, dan 100 kg/cm2. Setelah selesai, kemudian dilakukan analisis terhadap mutu paving block yang dihasilkan. Prosedur pembuatan dan pengujian mutu paving block dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4. Kombinasi perlakuan antara konsentrasi semen dengan tekanan press dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4 Kombinasi perlakuan pada pembuatan paving block
Konsentrasi Semen (%)
Tekanan Press (kg/cm2)
20
(B1)
40
(B2)
60
(B3)
80
(B4)
100
(B5)
20 (A1)
A1B1
A1B2
A1B3
A1B4
A1B5
30 (A2)
A2B1
A2B2
A2B3
A2B4
A2B5
40 (A3)
A3B1
A3B2
A3B3
A3B4
A3B5
Penelitian Utama
Setelah konsentrasi semen dan tekanan press yang optimal telah diketahui, penelitian dilanjutkan dengan pembuatan paving block dengan penambahan abu sekam padi pada campuran bahan. Konsentrasi abu sekam padi yang ditambahkan sebanyak 10, 20, 30, 40 dan 50% dari berat total semen yang digunakan. Setelah itu, dilakukan pengujian terhadap mutu paving block seperti pada pengujian mutu pada penelitian pendahuluan.
Rancangan Percobaan
Untuk penelitian pendahuluan, rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dua faktor. Faktor yang digunakan yaitu faktor A untuk konsentrasi semen dengan 3 taraf (20, 30, dan 40%), sedangkan faktor B untuk tekanan press dengan 5 taraf (20, 40, 60, 80 dan 100 kg/cm2). Pengujian dilakukan sebanyak dua kali ulangan. Model rancangan percobaannya adalah sebagai berikut :
Yijk = μ + Ai +Bj+(AB)ij+ €k(ij)
Dengan : i = 1,2,3; j = 1,2,3,4,5; dan k = 1,2
Keterangan :
Yijk : Variabel yang diukur
µ : Rataan umum
Ai : Pengaruh faktor A pada taraf ke-j
Bj : Pengaruh faktor B pada taraf ke-j
ABij : Interaksi antara faktor A dan faktor B
Єijk : Pengaruh galat pada Faktor A taraf ke-i, Faktor B taraf ke-j dan
ulangan ke- k
Selanjutnya, untuk penelitian utama, rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap satu faktor. Faktor yang digunakan adalah konsentrasi abu sekam padi dengan 5 taraf (10, 20, 30, 40 dan 50%). Pengujian dilakukan dengan dua kali ulangan. Model rancangan percobaannya adalah sebagai berikut :
Yij = µ + τi + Єij
Dengan : i = 1,2,3,4,5 ; j= 1,2
Keterangan :
Yij : Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ : Rataan umum
τi : Pengaruh perlakuan ke-i
Єij : Pengaruh galat pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan selama kurang lebih 4 bulan, mulai bulan Maret hingga Juni 2014. Penelitian ini akan dilaksanakan di empat tempat, yaitu Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian, IPB; Laboratorium Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, IPB; Laboratorium Leuwikopo, dan Laboratorium Terpadu Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Gunung Batu, Bogor. Rencana kegiatan penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.
DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 2005. Official Method of Analysis of the Association of Official Analytical Chemistry. Washington DC (USA): AOAC.
Bakri. 2008. Komponen Kimia Dan Fisik Abu Sekam Padi Sebagai SCM Untuk Pembuatan Komposit Semen. Jurnal Perennial. Vol. 5(1), hal. 9-14.
BSN – Badan Standarisasi Nasional. 1990. Agregat Beton, Mutu dan Cara Uji. Dewan Standarisasi Nasional.
________. 1996. Bata Beton (Paving block). Dewan Standarisasi Nasional.
________. 2004. Semen Portland. Dewan Standarisasi Nasional.
Chindaprasirt P., Kanchanda P., Sathonsaowaphak A., and Cao H.T. 2007. Sulfate Resistance of Blended Cements Containing Fly Ash and Rice Husk Ash. Construction and Building Materials. Journal. 21: 1356 – 1361.
DPMB – Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan. 1982. Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia. Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan.
Ganesan K., Rajagopal K., and Thangavel K. 2008. Rice husk ash blended cement: Assessment of Optimal Level of Replacement for Strength and Permeability Properties of Concrete. Construction and Building Materials. 22 (8): 1675 – 1683.
Houston D.F. 1972. Rice Chemistry and Technology. American Association of Cereal Chemist, Inc. Minnesota
Ismail MS. and Waliuddin A.M. 1996. Effect of Rice Husk Ash on High Strength Concrete. Construction and Building Materials. 10 (1): 521 – 526.
Ismunadji M. 1988. Padi. Buku I: Edisi I. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian: Bogor.
Katsuki H., Furuta S., Watari T. and Komarneni S. 2005. ZSM-5 zeolite/porous carbon composite: Conventional and Microwave-Hydrothermal Synthesis from Carbonized Rice Husk. Microporous and Mesoporous Materials. 86: 145 –151.
Kusumaningtyas NW. 2011. Proses Esterifikasi Transesterifikasi In Situ Minyak Sawit dalam Tanah Pemucat Bekas Untuk Proses Produksi Biodiesel. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Mardiko S.M. 2014. Formulasi Paving block dari Berbagai Bahan Berbasis Limbah Padat Spent Bleaching Earth. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor : Bogor.
Mittal D. 1997. Silica from Ash: A Valuable Product from Waste Material. Resonance. Vol. 2(7), hal. 64-66.
Mulyono T. 2003.Teknologi Beton. Jakarta (ID) : Fakultas Teknik UNJ.
_________. 2004.Teknologi Beton. Yogyakarta (ID) : Andi Publisher.
_________. 2005.Teknologi Beton. Jogjakarta (ID) : Penerbit Andi.
Putro A.L., dan Prasetyoko, D. 2007. Abu Sekam Padi Sebagai Sumber Silika Pada Sintesis Zeolit ZSM-5 Tanpa Menggunakan Templat Organik. Akta Kimindo. Vol. 3(1), hal. 33-36.
Wahyudi M.Y. 2000. Studi Penggunaan Kembali Bleaching Earth Bekas sebagai Adsorben dalam Proses Refining CPO. Tesis Magister. Program Studi Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung: Bandung.
Wang C.K., C.G Salmon, dan B Hariandja. 2000. Disain Beton Bertulang. Jakarta (ID) : Penerbit Erlangga.
Wannapeera J., Worasuwannarak N., dan Pipatmanomai S. 2008. Product yields and characteristics of rice husk, rice straw and corncob during fast pyrolysis in a drop-tube/fixed-bed reactor. Songklanakarin J. Sci. Technol. Vol.30(3), hal.393-404.