ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN YANG MENGALAMI PENYAKIT EFFUSI PLEURA DENGAN KETIDAKEFEKTIFAN POLA NAFAS DI PAVILIUN CEMPAKA RSUD JOMBANG
PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH
Oleh: NURLIZA NIM:7115019
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ‘ULUM
JOMBANG
HALAMAN PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: NURLIZA
NIM
: 7115019
Tempat, Tanggal Lahir
: Pasuruan,15 Januari 1997
Institusi
: Prodi D-III Keperawatan FIK UNIPDU Jombang
Menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Klien Yang Mengalami Penyakit Efusi Pleura Di Paviliun Cempaka RSUD Jombang” adalah bukan Proposal Karya Tulis Ilmiah orang lain baik sebagian maupun keseluruhan, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah disebutkan. Demikian surat pernyataan ini kami buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, kami bersedia mendapatkan sanksi akademis.
Jombang, 14 November 2017 Yang Menyatakan
NURLIZA NIM : 7115019
HALAMAN PERSETUJUAN
Melalui proses responsi dan pemantauan pembimbing dalam sekian waktu maka dinyatakan : Nama
: NURLIZA
NIM
: 7115019
Program Studi : D-III Keperawatan FIK Unipdu Unipdu Jombang Judul KTI
: Asuhan Keperawatan Pada Klien Yang Mengalami Penyakit Efusi
Pleura dengan Ketidakefektifan pola nafas di Paviliun Cempaka RSUD Jombng. Telah disetujui untuk diujikan dihadapan dewan penguji karya tulis ilmiah.
Tanggal : 14 November 2017
Oleh :
Pembimbing I
KURNIAWATI, S.Kep., Ns., M.Kep
Pembimbing II
Nurul Koirun Nisa’, Nisa’ , S.Kep., Ns.
HALAMAN PERSEMBAHAN
Syukur pada sang pencipta Allah Azza Wa Jalla, tidak ada tuhan selain-Nya, Rabb semesta alam, yang selalu memberi hal-hal yang dibutuhkan oleh hamba-Nya, maha pemberi kekuasaan dan maha kehendak sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat waktu. Tak terlupa kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW, yang selalu dinanti syafaatnya oleh semua umat, kupersembahkan karya tulis ini teruntuk : 1) Ayah dan Ibu, yang selalu memberikanku semangat dan dukungan serta kasih sayang yang tiada henti dan memberiku pendidikan hingga sekarang. Ayah yang selalu mengantarku menuju tempat pendidikan ini, ibu selalu mengingatkan aku untuk tidak lupa beribadah. 2) Dosen pembimbingku KURNIAWATI, S.Kep., Ns., M.Kep dan Nurul Koirun Nisa’, S.Kep., Ns. yang dengan kesabarannya meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbingku dalam penyusunan karya tulis ini, serta semua dosen Prodi DIII Keperawatan FIK UNIPDU Jombang, semoga pahala mengalir untuk ilmu yang telah kalian tanamkan. 3) Buat teman- teman seperjuangan D-III Keperawatan angkatan 2015, masa-masa perjuangan kita tiga tahun, suka duka, cinta dan amarah, semua telah kita lalui dan tetap kompak. Semoga kita selalu kompak, dan ilmu yang kita dapatkan disini dapat bermanfaat bagi kita semua. Semoga semua pihak yang telah memberikan baik yang telah disebutkan maupun yang tidak, mendapatkan balasan yang berlipat dari ALLAH SWT, Amin.
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum, Wr. Wb. Puji sukur kehadirat ALLAH SWT atas segala rahmat, nikmat dan ridho-Nya, sehingga dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Klien Yang Mengalami Penyakit Efusi Pleura Dengan Ketidakefektifan pola nafas” nafas ” Proposal karya tulis ilmiah ini disusun dalam bentuk konsep teori kasus sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi D-III Keperawatan. Mengingat dalam membuat proposal karya tulis ilmiah ini tidak dapat lepas dari berbagi pihak yang membantu dalam memberi dorongan baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar besarnya kepada: 1. Prof. DR. H. Achmad Zahro,MA. Selaku Rektor Universitas Pesantren Tinggi Darul ‘Ulum Jombang. 2. H. Andi Yudianto, S.Kep.,M.Kes. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Pesantren Tinggi Darul ‘Ulum Jombang 3. Pujiani,
S.Kep.Ners.,M.Kes.
Selaku
Kaprodi
D-III
Keperawatan
Universitas
Pesantren Tinggi Darul ‘Ulum Jombang 4.
KURNIAWATI,S.Kep.,Ns.,M.Kep Selaku Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan penyusunan karya tulis ilmiah.
5. Nurul Koirun Nisa’, S.Kep., Ns. Ns. Selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan penyusunan karya tulis ilmiah. 6. Kedua orang tuaku, serta keluarga besar yang telah memotivasi dan membantu baik materi maupun spiritual 7. Seluruh teman-temanku Prodi D-III Keperawatan angkatan 2015 Unipdu Jombang dan pihak yang membantu dalam rangka penyusunan karya tulis ilmiah ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu 8. Semoga bimbingan, arahan dan dukungan yang di berikan selama penulisan karya tulis ilmiah ini, semoga mendapat balasan yang baik dari Allah S.W.T. Besar harapan penyusun semoga asuhan keperawatan ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan pembaca pada umumnya. Amin.
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Effusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairandalam pleura berupa transudate atau eksudat yang di akibatkan terjadinya ketidakseimbangan antara produksi dan abrsorbsi di kapiler dan pleura pleura viselaris. Effusi pleura merupakan salah satu kelainan yang mengganggu sistem pernafasan. Effusi pleura bukanlah diagnosis dari suatu penyakit, melainkan hanya merupakan gejala atau komplikasi dari suatu penyakit. Effusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat cairan berlebihan di rongga pleura, jika kondisi ini dibiarkan akan membahayakan jiwa penderitanya. (Muttaqin, 2008). Akumulasi cairan yang abnormal di dalam sekat pleura antara parietal dan visceral pleura pada paru-paru. Cairan mungkin cairan serosa, darah (hemothorax), atau nanah (empyema). Cairan terbentuk ketika cairan melebihi kemampuan tubuh untuk memindahkan cairan. Kelebihan cairan menghalangi paru-paru berkembang penuh. Area pembentukan cairan akan memindahkan jaringan paru-paru, pertukran udara di area tersebut. Ketika cairan terbentuk te rbentuk dan menggantikan jaringan paru-paru, dapat mendorong paru-paru kepertengahan (mediastinum) dada. Ini memindahkan struktur pusat, menmbulkan pertukaran udara di bagian lain paru-paru. Penyebab effusi pleura bervariasi dan meliputi gagal jantung kongestif, gagal ginjal, penyakit berbahaya atau mematikan, lupus erythematosis, infarktus paru-paru, infeksi, atau trauma dapat juga terjadi akibat komplikasi paska operasi.(Mary DiGiulio, 2014). (Menurut WHO), WHO), Penyakit
effusi pleura merupakan cairan yang abnormal dlam
rongga pleura akibat produksi cairan yang berlebihan atau penyerapan yang berkurang. Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus effusi pleura diseluruh dunia cukup tinggi menduduki urutan ke-3. Berdasarkan catatan medic RS Dokter kariadi semarang jumlah prevalensi penderita effusi pleura pada perempuan 66,7% dan laki-laki 33,3%. Dan di Indonesia ditemukan proporsi pasien berdasarkan pada jenis kelamin perempuan adalah (34,6%), dan pada laki-laki (65,4%). Proporsi berdasarkan kelompok umur 45-59 tahun adalah (32,4%). Berdasarkan tempat tinggal di perkotaan (80,9%), dan pedesaan (19,1%), berdasarkan lokasi cairan dekstra (50%) dan sinistra (43,3%), berdasarkan frekuensi pernafasan takipneu (61%), berdasarkan etiologi dengan TB paru (44,1%), dan tumor paru (29,4%),(Adam Malik, 2011). Sedangkan di kabupaten
Jombang sendiri berdasarkan rekapitulasi yang bersumber dari RSUD Jombang tepatnya di Paviliun Cempaka kejadian Efusi Pleura dari September 2016 sampai September 2017 terdapat 210 orang. Pada bulan September 2017 Efusi Pleura menempati urutan ke-9 dari 10 besar penyakit di Paviliun Cempaka RSUD Jombang. Effusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairtan dalam rongga effusi pleura, (Price & Wilson, 2006) Effusi pleura dapat terjadi akibat penyakit atau suatu trauma seperti infeksi, gagal jantung kongestif, neoplasma,
tromboemboli,
defek
cardiovaskuler
dan
reaksi
imunologis. Trauma pada toraks dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan dan masuk ke dalam rongga pleura, keadaan ini dinamakan hematotoraks. (Taqiyyah Bararah, Jauhar,(2013) Effusi pleura merupakan komplikasi yang sering di jumpai pada pasien-pasien dengan neoplasma ganas. Dalam satu penelitian rangkaian postmortem. Ditemukan sebanyak 15% pasien dengan effusi pleura yang meninggal disebabkan oleh proses keganasan. Walaupun belum terdapat penelitian epidemiologi. Pada keadaan normal, terdapat jumlah kecil cairan pleura dalam rongga pleura dan cairan tersebut tidak dapat terdeteksi melalui pemeriksaan rutin. Ketika beberapa penyakit muncul, cairan pleura yang berlebihan dapat berakumulasi dan menyebabkan timbulnya tanda gejala-gejala penyakit paru-paru. Secara sederhana effusi terjadi apabila laju pembentukan cairan melebihi absorbs cairan. Secara normal cairan memasuki rongga pleura dari kapiler pada pleura parietal dan berpindah melalui limfatik li mfatik yang terletak di pleura parietal. parieta l. Cairan juga j uga dapat masuk ke rongga pleura melalui rongga intersisial paru-paru melalui pleura viseral atau dari rongga peritoneum melalui lubang kecil pada diafragma. Terdapatnya sel maligna di dalam cairan pleura menandakan adanya penyebaran atau penyakit yang lanjut dan mengurangi tingkat harapan hidup pada pasien-pasien kanker. Kelangsungan hidup ratarata berdasarkan diagnosis ini adalah 3 sampai 12 bulan dan hal ini bergantung pada stadium dan jenis tumor ganas yang mendasarinya. Kelangsungan hidup terpendek yang diobservasi adalah effusi maligna sekunder dari kanker paru dan terpanjang adalah kanker ovarium dan effusi maligna yang berhubuingan dengan tumor primer yang tidak diketahui memmpunyai kelangsungan hidup tingkat menengah.(M. Farid Aziz, 2008) Effusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tatapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15 ml) berfungsi sebagai peumas yang
memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer dan Suzanne, 2002). Oleh karena itu, peran perawat dan tenaga kesehatan sangatlah diperlukan terutama dalam bentuk promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative, untuk mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut seperti pneumonia, peneumothoraks, gagal nafas, dan kolaps paru sampai dengan kematian. Peran perawat secara promotife misalnya memberikan penjelesan dan informasi penyakit Effusi pleura, prevebtifenya mengurangi merokok dan minum-minuman beralkohol, kuratife misalnya dilakukan pengobatan ke rumah sakit dan melakukan pemasangan WSD bila diperlukan, rehabilitatife misalnya melakukan pengecekan kembali kondisi klien ke rumah sakit atau tenaga kesehatan. Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik melakukan study kasus dengan judul “Effusi pleura” di Wilayah Kerja RSUD RSUD Kabupaten Jombang”.
2.1 Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem pernafasan Effusi pleura di RSUD Jombang?
3.1 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum Memperolah gambaran dan pengalaman secara nyata tentang penetapan proses asuhan keperawatan secara komperhensif terhadap klien dengan dengan gangguan Effusi pleura di Ruang Cempaka RSUD Jombang.
1.2.2 Tujuan Khusus : Setelah melakukan asuhan keperawatan kepada klien dengan effusi pleura mahasiswa diharapkan mampu : a. Melakukan pengkajian pada klien dengan effusi pleura b. Menentukan diagnosa keperawtan pada klien dengan effusi pleura c. Merencanakan asuhan keperawatan pada klien dengan effusi pleura d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan effusi pleura e. Melakukan evalusa pda klien dengan effuse pleura f. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien dengan effuse pleura
4.1 Manfaat Penulisan
Manfaat yang diperoleh dari penulisan karya tulis ini meliputi : 1.2.3 Manfaat bagi peneliti Sebagai pengetahuan dan pengalaman nyata dalam melakukan suatu study kasus sehingga dapat dijadikan acuan study kasus selanjtnya dan dapat memberikan pengetahuan dibidang kesehatan terutama pada klien dengan dengan effusi pleura.
1.2.4 Manfaat bagi tenaga kesehatan Hasil study kasus ini dapat digunakan sebagai masukkan bagi peawat untyuk memberikan
pelayanan
kesehatan
khususnya
dalam
memberikan
asuhan
keperawatan pada klien effusi pleura.
1.2.5 Manfaat bagi instituisi pendidikan Hasil study kasus ini diharapkan dapat digunakan untuk bahan bacaan dan acuan untuk melakukan study kasus selanjutnya oleh mahasiswa lainnya.
5.1 Metode Penulisan
Pada pembuatan Proposal ini penulis menggunakan metode sebagai berikut : 1.2.6 Anamnesis Pengumpulam data dengan bertanya secara logis pada keluarga, klien,. Perawat, dokter atau tim kesehatan lain yang ikut merawat klien sealama melakukan asuhan keperawatan.
1.2.7 Observasi Metode pengumpulan data dengan cara pengamatan secara logis terhadap klien serta ikut dalam melakukan asuhan keperawatan.
1.2.8 Study Dokumenter Metode pengumpulan data dengan cara menggunakan atau melihat catatan medis dan laporan keperawatan.
6.1 Studi Kepustakaan
Penulis membuat dengan mempelajari buku-buku atau literature-literatur yang berkaitan dengan kasus effusi pleura selama pembuatan pembuatan Proposal. 7.1 Sistematika Penuliasan
Sistematika penyusunan yang digunakan dalam penulisan laporan ini terdiri atas 5 BAB yaitu
BAB I :
Pendahuluan yang berisi latyar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II :
Konsep dasar yang menjelaskan tentang konsep dasar penyakit yang meliputi pengertian, anatomi dan fisiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, komplikasi, penatalaksanaan, pengkajian fopkus, phatways keperawatan, diagnose keperawatan serta focus intervensi dan rasional
BAB III :
Tinjauan kasus yang menjelaskan tentang pengelolaan kasus yang meliputi tahapan pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. evaluasi.
BAB IV :
Pembahasan yang membahas masalah yang muncul dalam Bab II atau tinjauan kasus yang dianalisa sesuai dengan konsep teori yang di kemukakan pada Bab II serta pembahasan juga menyangkut masalah keperawatan yang ada tetapi tidak diangkat oleh peserta ujian dan factor yang mendukung dan menghambat dalam pemecahan masalah tersebut.
BAB V :
Penutup merupakan bagian akhir dari laporan yang berisi kesimpulan dan saran tentang isi laporan.
BAB 2 PEMBAHASAN 2.1 Konsep Penyakit
2.1.1 Definisi Effusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura.(price & Wilson, 2006). Di dalam rongga pleural normal terdapat cairan serosa dengan jumlah rata-rata 0,1 ml/kgBB/hari (yang dalam keadaan homeostasis terdapat 5-15 ml cairan dalam rongga pleura), dan hanya cukup berfungsi sebagai pelumas dalam pergerakan pleural parietal dan pleural visceral. Kestabilan jumlah cairan pleura ini diatur melalui mekanisme keseimbangan antara transudasi dari kapiler-kapiler pleura dan rearbsorbsi oleh Effusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairandalam pleura berupa transudate atau eksudat yang di akibatkan terjadinya ketidakseimbangan antara produksi dan abrsorbsi di kapiler dan pleura viselaris. Effusi pleura merupakan salah satu kelainan yang mengganggu sistem pernafasan. Effusi pleura bukanlah diagnosis dari suatu penyakit, melainkan hanya merupakan gejala atau komplikasi dari suatu suat u penyakit.(Taqiyyah, Jauhar, 2013). Effusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat cairan berlebihan di rongga pleura, jika kondisi ini dibiarkan akan membahayakan jiwa penderitanya. vena viseral dan parietal, serta saluran getah bening. Jika terjadi penimbunan cairan dalam rongga pleura maka keadaan ini disebut sebagai effusi pleural. Seperti halnya pada pneumotoraks, timbunan cairan pada rongga pleural juga akan menyebabkan desakkan (penekanan) pada paru-paru. Pada kasus yang lebih berat akan menyebabkan atelectasis, penekanan pada pembuluh vena besar, dan menurunnya aliran pembuluh darah balik jantung. Effusi pleural dapat mengakibatkan gangguan paru trestriktif. (Arif Muttaqin, 2008).
2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Dari segi anatomis, permukaan rongga pleura berbatasan dengan paru sehingga cairan pleura mudah bergerak dari satu rongga ke rongga yang lainnya. Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong diantara kedua pleura, karena biasanya hanya terdapat sekitar 10-20cc cairan yang merupakan lapisan tipis erosa yang selalu bergerak secara teratur. Setiap saat, jumlah cairan dalam rongga pleura bias menjadi lebih dari cukup untuk memisahkan kedua pleura. Jika terjadi, maka kelebihan tersebut akan
dipompa keluar oleh pembuluh limfatik (yang membuka secara langsung) dari rongga pleura ke mediastinum. Permukaan superior diafragma dan permukaan lateral pleura parietalis, memerlukan adanya keseimbangan antara produksi cairan pleura oleh pleura parietalis dan absorpsi oleh pleura viseralis. Oleh karena itu, rongga pleura disebut sebagai ruang potensial, karena ruang ini normalnya begitu sempit, sehingga bukan merupakan ruan ng fisik yang jelas.(Arief Muttaqin, 2008).
2.1.3 Etiologi Effusi pleura adalah akumulasi cairan pleura akibat peningkatan kecepatan produksi cairan, penurunan kecepatan pengeluaran cairan atau keduanya, ini disebabkan oleh satu dari lima mekanisme berikut, (Morton, 2012). 1. Peningkatan tekanan pada kapiler subpleura atau limfatik 2. Peningkatan permeabilitas kapiler 3. Penurunan tekanan osmotic koloid darah 4. Peningkatan tekanan negative intrapleura 5. Kerusakan drainase limfatik ruang pleura
Penyebab effusi pleura : a. Infeksi 1. Tuberculosis 2. Pneumonitis 3. Abses paru 4. Periorasi esophagus 5. Abses sufrenik b. Non infeksi 1. Karsinoma paru 2. Karsinoma pleura;primer, sekunder 3. Karsinoma mediastinum 4. Tumor ovarium 5. Bendungan jantunng;gagal jantung, pericarditis konstriktiva 6. Gagal hati 7. Gagal ginjal 8. Hipotiroidisme 9. Kilotoraks
10. Emboli paru Effusi pleura dibagi menjadi 2, yaitu : 1. Effusi pleura transudate Merupakan ultrafiltrat plasma, yang menandkan bahwa membrane pleura tidak terkena penyakit. Akumulasi cairan disebabkan oleh factor sistemik yang mempengaruhi produksi dan absorbs cairan pleura seperti (gagal jantung kongestif, atelektsis, sirosis, sindrom, nefrotik, dan dialysis peritoneium. (Morton, 2012) Transudat di sebabkan oleh : 1. Gagal jantung kongestif 2. Sirosis dan asites 3. Peritoneal dialysis 4. Miksedema 5. Atelectasis akut 6. Pericarditis konstriktiva 7. Obstruksi vena kava superior 8. Emboli paru (Taqiyyah, Jauhar, (2013)
2. Effusi pleura eksudat Ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati pembuluh kapiler yang rusak dan masuk ke dalam paru yang dilapisi pleura tersebut atau kedalam paru terdekat. (Morton, 2012) Eksudat disebabkan oleh : 1.
Pneumonia
2.
Kanker
3.
Empyema
4.
Tuberkolosis
5.
Infeksi;virus, jamur, parasit, rickestia
6.
Asbestos
7.
Uremia
8.
Atelectasis kronik
9.
Khilothoraks
10.
Reaksi obat
11.
Sarcoidosis
12.
Infark miocard (Taqiyyah, Jauhar, (2013)
1) Analisa cairan dalam rongga pleura : a.
Transudat
: jernih, kekuning-kuningan
b.
Eksudat
: kuning kehijauan
c.
Klitoraks
: putih seperti susu
d.
Empyema
: kental dan keruh
e.
Empyema anaerob
: berbau busuk
f.
Mesothelioma maligns
: sangat kental dan berdarah
2) Transudate dan Eksudat `Untuk menemukan etiologi effusi pleura, perlu dibedakan antara transudate dan eksudat. Jenis pemeriksaan
Transudate
Eksudat
1. Rivalta
-/+
+
2. Berat jenis
<1,016
>1,016
3. Protein
<3 gr/100 cc
>3gr/100cc
Pleura dengan
<0,5
>0,5
Protein serum
<200 IU
>200 IU
4. Rasuo Protein
>0,6
5. LDH (Lactic Dheydrogenase)
<0,6
6. Rasio LDH cairan pleura dengan LDH serum
Leokosit
<1000/mm3
>1000/mm3
2.1.4 Patofisiologi Dalam keadaan normal tidak ada rongga rongga kosong antara pleura parietalis dan pleura viceralis, karena di antara pleura tersebut terdapat cairan anatara 1-20cc yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak teratur. Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas diantara kedua pleura, sehingga pleura tersebut mudah bergeser satu sama lain. Normalnya hanya terdapat 10-20ml cairan cair an dalam rongga pleura. Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis sebesar 9 cmH2O. akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotic koloid menurun (misalnya pada penderita hipoalbuminia dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses peradangan atau neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatik akibat kegagalan jantung) dan tekanan negative intrapleura apabila terjadi atelectasis paru (Alsagaf, 1995). Diketahui bahwa cairan di produksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya diabsorbsi tersebut dapat terjadi karena adanya tekanan hidrostatik pada pleura parietalis dan tekanan osmotic koloid pada pleura viceralis. Cairan kebanyakan di absorbs oleh istem limfatik dan hanya sebagian kecil di absorbs oleh sistem kapiler pilmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan yang pada pleura visceralis adalah terdapatnya banyak mikrovili disekitar sel-sel misofelial. Jumlah cairan dalam rongga tetap, karena adanya keseimbangan antara produksi dan absorbs keadaan ini bias terjadi karena adanya tekanan hidrostatik sebesar 9cmH2O dan tekanan osmotic koloid sebesar 10cmH2O. Keseimbangan tersebut dapat terganggu oleh beberapa hal, salah satunya adalah infeksi tuberkulosaparu. Terjadi tuberkulosa paru, yang pertama basil mikobakterium tuberkulosa masuk melalui saluran nafas menu alveoli, terjadilah infeksi primer. Dari infeksi primer ini akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limphadinitis local) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening hilus (limpangitisc local) peradangan pada saluran getah bening akan mempengaruhi permeabilitas membran. Permeabilitas membrane akan meningkat yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura. Kebanyakan terjadinya efusi pleura akibat dari tuberkulosa paru melalui focus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari robeknya pengkerjaan arah saluran getah bening yang menuju rongga pleura iga atau columna vitebralis.
Adapun bentuk cairan efusi pleura akibat tuberkulosa paru adalah merupakan eksudat, yaitu berisi protein yang terdapat pada cairan pleura tersebut katrena kegagalan cairan ini biasanya serausa kadang-kadang juga bias hemorogic. Dalam setiap ml cairtan pleura biasanya mengandung leukosit antara 500-2000. Mula-mula yang dominan adalah sel -sel polimor fonuklear, tapi kemudian sel limfosit cairan efusi pleura sangat sedikit mengandung kuman tuberkulosa. Timbulnya cairan efusi pleura bukanlah karena adanya bakteri tuberkolosis, tapi karena akibat adanya efusi ef usi pleura dapat menimbulkan beberapa perubahan fisik anatara lain: irama pernapasan tidak teratur, frekuensi, pernapasan meningkat, pergerakan dada asimetris, bentuk dad yang lebih cembung, fremitus teraba melemah, perkusi redup. Selain hal-hal di atas ada perubahan lain yang di timbulkan oleh peningkatan suhu, batuk dan dan berat badan menurun. Effusi pleura berarti terjadi penumpukan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum pleura. Kemungkinan proses akumulasi cairan di rongga pleura juga bias terjadi akibat beberapa proses yang meliputi (Guyton (Guyton dan Hall, 1997): 1. Adanya hambatan drainase limfatik dari rongga pleura 2. Gagal jantung yang menyebabkan tekana kapiler paru dan tekanan perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan ke dalam rongga pleura. 3. Menurunnya tekanan osmotic koloid plasma juga memungkinkan terjadinya transudasi cairan yang berlebuhan. 4. Adanya proses infeksi atau setiap penyebab peradangan apa pun pada permukaan pleura dari rongga pleura dapat menyebabkan pecahnya membrane kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam rongga pleura terhadi secara cepat.
PHATWAY EFFUSI PLEURA
Infeksi
Non Infeksi
TBC 80%
kardiovaskuler, neoplasma, penyakit abdomen, infeksi, cedera, dll
Proses peradangan
Adanya bendungan cairan dalam rongga pleura
Pembentukkan cairan Yang berlebihan
Hambatan reabsorbsi, cairan dari rongga
EFFUSI PLEURA
Akumulasi Cairan yang
proses peradangan
Berlebihan di
pada rongga
rongga pleura
pleura
penurunan ekspansi paru
Gangguan rasa nyaman /nyeri
sesak nafas
pengeluaran endogen
fungsi pleura (torakosintesis)
hipersekresi mukus
dan pirogen
aspirasi cairan Pleura melalui
Pe Ketidak efektifan pola nafas
febris
mennurun suplai O2
jarum secret tertahan
Demam
di saluran nafas
Resiko Infeksi
Gangguan pertukaran gas
Ronchi (+) Hipertermi Bersihan jalan nafas tidak efektif
Kelemahan
Metabolisme tubuh meningkat Intoleransi Aktifitas
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
2.1.5 Tanda dan Gejala 1. Dada sakit karena adaya inflamasi pleura di dalam area; tidak selalu ada. 2. Kesulitan bernafas (dyspnea) karena berkyrangnya pembesaran dada diarea. 3. Turunnya suara pernafasan pada auskultasi diarea kareana adnya cairan yang berlebih. 4. Tumpul saat diketuk diarea terkena karena adnya cairan. 5. Demam karena infeksi pda impyema. 6. Denyut jantung dan respirasi berubah; tekanan darah turun karena kehilangan darah pada hemothorax. 7. Saturasi oksige rendah pada oksimetri denyut.(Mary DiGiolio, 2014).
2.1.6 Manifestasi klinik 1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak nafas. 2. Adanya gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak. 3. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi, jika terjadi penumpukkan cairan pleural yang yang signifikan. 4. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocval), pada perkusi didapat daerah pekak, dalam keadaan dudki permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis ellis damoiseu). 5. Didapati segitiga garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timphani dibagian atas garis Ellis Damoiseu. Segitiga Grocco-Rochfuzs, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronchi. 6. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar terden gar krepitasi pleura.(Sudoyo dkk, 2009)
Manifestasi klinik yang sering muncul (Sylvia A price, 2005): 1. Dipsnea 2. Nyeri pleuritik 3. Trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami effusi 4. Perkusi meredup di atas effusi pleyra 5. Egofoni 6. Penurunan vocal fremitus 7. Suara nafas menurun di daerah effusi
2.1.7 Komplikasi 1. Tuberculosis 2. Infeksi 3. Pneumonia 4. Sindrom meig 5. Kegagalan jantung 6. Empyema torasis 7. Piothoraks
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang 1. Sitologi Hanya 50-60% kasus-kasus keganasan dapat ditemukan sel ganas, sisanya tidak terdeteksi karena penumpukan cairan pleura lewat mekanisme obstruksi, pneumonitis atau atelectasis.
2. Mesotel Jika dijumpai mesotel dalam jumlah banyak di cairan pleura, kecurigaan pada tuberkuloss paru dapat disingkirkan.
3. Eritrosit Bila eritrosit di dalam cairan pleura meningkat antara 5.000-10.000/mm, cairan tampak hemoragis. Keadaan ini sering dijumpai pada keganasan pankreatitis atau pneumonia. Bila eritrosit lebih dari 100.000/mm menunjukkan infark paru, trauma dada dan keganasan.
4. Eosinophil Tidak menunjukkkan kelainan yang spesifik. Jika ada peningkatan eosinofil kemungkinan karena infeksi tuberculosis sangat kecil. Eosinophil yang meningkat didapatkan pada emboli paru, poliarteritis nodusaparasit dan jamur.
2.1.9 Penatalaksanaan 1. Torakosintesis Aspirasi cairan pleura sebagai sarana untuk diagnostic maupun terapeutik. Pelaksanaan sebaiknya dilakukan pada posisi duduk. Aspirasi di lakukan pada bagian bawah paru par u di sela iga IX garis aksilaris posterior dengan memakai jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran sebaiknya tidak melebihi 1.000-1.500cc pada setiap kali aspirasi jika jumlah cairan effusi lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutnya baru dapat di lakukan 1 jam kemudian.
2. Biopsi Pleura Pemeriksaan
histologi
satu
beberapa
contoh
jaringan
pleura
dapat
menunjukkan 50-70% diagnosis kasus-kasus pleuritis tuberkulosa dan tumor pleura. Bila ternyata hasil biopsi pertama tidak memuaskan, dapat dilakukan beberapa biopsy ulangan komplikasi biopsy adalah pneumothoraks, hemotoraks, penyebaran infesksi atau tumor pada dinding dada.
3. Pendekatan pada effusi yang tidak terdiagnosis Analisa terhadap cairan pleura yang di lakukan satu kali kadang-kadang tidak dapat menegakkan diagnosis. Dalam hal ini di anjurkan aspirasi dan analisisnya di lakukan ulang kembali sampai diagnosis menjadi jelas. Pada effusi yang menetap dalam waktu 4 minggu dan kondisi pasien tetap stabil, siklus pemeriksaan sebaiknya diulang kembali.
4. Sinar tembus dada Pemeriksaan dengan ultra sosnografi pada pleura dapat menentukan adanya cairan dalam rongga pleura. Pemeriksaan ini sanga membantu sebagai penuntun waktu melakukan aspirasi cairan tersebut.
5.
Pemberian antibiotic Jika terjadi infesi pada pasien ffusi pleura.
6. Tirah baring Bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen karena peningkatan kebutuhan oksigen sehingga dipsnea akan semakin me ningkat pula. Pengobatan pada effusi pleura prinsipnya adalah mengobati penyakit penyebab effusi pleura dan effusi itu sendiri. Pada effusi dapat diabsorbsi ke dalam kapiler setelah penyebab effusi sudah diatasi sedangkan pada effusi eksudat dimana terjadi proses peradangan maka dapat dilakukan pengeluaran dengan drainase atau dengan aspirasi jarum (thorakosintesis) sebelum berakibat mengalami fibrosis menjadi fibrothoraks. Sehingga prognosus dari effusi pleura ini sangat tergantung dari berat ringannya penyakit yang yang mendasari.
2.2 Konsep Keperawatan
Proses keperawatan adalah alat bagi perawat dalam melaksanakan tugas, wewenang, dan tanggung jawap kepada pasien. Proses keperawatan merupakan cara yang sisitematis yang dilakukan oleh perawat bersama klien dalam menentukan keutuhn asuhan keperawatan dengan melakukan pengkajian, menentukan diagnoisis, merencanakan tindakan yang akan dilakukan, melaksanakan tindakan serta mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan dengan berfokus pada klien, berorientasi pada tujuan setiap tahap saling terjadi ketergantungan dan saling berhubungan (Alimatul Aziz, 2009).
2.2.1
Pengkajian Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan
mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui berbagai permasalahan yang ada (Alimatul Aziz, 2009). 1. Data Subyektif 1) Biodata 1. Nama 2. Umur : Pada efusi pleura dapat terjadi pada semua umur 3. Jenis Kelamin : Efusi pleura terjadi pada semua jenis kelamin, tetapi lebih banyak terjadi pada laki-laki
4. Status Ekonomi : Satitasi kesehatan yang kurang di tunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB Paru yang lain. 5. Kebiasaan (gaya hidup) : Mempunyai kebiasaan hidup yang tidak sehat seperti merokok, bersal dari keluarga perokok,dll. 6. Pekerjaan : Lingkungan pekerjaan penuh dengan kebiasaan merokok, adanya asap rokok, polusi, dsb.
2) Keluhan Utama Merupakan factor utama yang mendorong pasien untuk mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien efusi pleura keluhan utama yang di rasakan adalah batuk, dan susah nafas (sesak), rasa berat pada dada, nyeri pleurittik akibat iritasi pleura yang bersiufat tajam dan terlokalisir terutama pada saat batuk dan bernafas b ernafas serta batuk non produktif. Biasanya gejala efusi pleura yang paling sering dikeluhkan adalah dipsnea.(Arif Muttaqin, 2008)
3) Riwayat penyakit sekarang Biasanya pada pasien dengan gangguan efusi pleura akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun, dsb. Sesak yang karakternya berubah membangkitkan kecurigaan terhadap efusi pleura. (Arif Muttaqin, 2008)
4) Riwayat penyakit dahulu Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC paru, pneumonia, gagal jantung, trauma, asites, dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya factor predisposisi. (Arif Muttaqin, 2008)
5) Riwayat penyakit keluarga Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang di sinyalir sebagai penyebab efusi pleura seperti Ca Paru, asma, TB Paru, dll. (Arif Muttaqin, 2008)
6) Data psikososial Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, dan bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana prilaku pasien terhadap tindakan yang di lakukan terhadapnya, dan pasien akan menghadapi banyak isu selama perjalanan penyakit (Smeltzer,Suzanne C., 2002 : 631). 631).
7) Data sepiritual Kelemahan, dipsnea karena aktivitas sehingga klien mengalami intensitas terhadap ibadah. (Arif Muttaqin, 2008)
8) Pola-pola fungsi kesehatan: 1. Pola aktivitas atau istirahat Klien mengalami kelemahan, ketidakmampuan kebiasaan rutin, dipsnea karena aktivitas. Untuk memenuhi kebutuhan ADL sebagian kebutuhan pasien biasanya di bantu oleh perawat dan keluarganya. (Arif Muttaqin, 2008)
2. Pola eliminasi Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena biasanya pada pasien efusi pleura keadaan umum pasien lemah, pasien akan lebih banyak bedrest, sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltic otot-otot tractus degestivus. Biasanya pada pasien efusi pleura terjadi penurunan pemasukkan makanan, bahkan sampai terjadi nafsu makan menurun. (Arif Muttaqin, 2008)
3. Pola nutrisi dan metabolism Dalam pengkajian nutrisi dan metabolism kita perlu melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien. Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan sesudah MRS pasien dengan efusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metaboplisme akan terjadi akibat
proses penyakit pasien pasie n dengan efusi pleura keadaan umumnya lemah. (Arif Muttaqin, 2008)
4. Pola aktivitas dan latihan Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan akan cepat mengalami kelelahan pada aktifitas minimal. Di samping itu pasien juga akan mengurangi aktifitasnya akibat adanya nyeri dada. (Arif Muttaqin, 2008)
5. Pola istirahat dan tidur Karena adanya nyeri dada, sesak nafas dsan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan istirahat tidur pada pasien dengan ganguan efusi pleura. (Arif Muttaqin, 2008)
6. Pola hubungan dan peran Karena proses penyakitnya, pasien dengan gangguan efusi pleura akan mengalami perubahan peran, baik peran dalam keluarga maupun dalam lingkungannya. (Arif Muttaqin, 2008)
7. Pola persepsi dan konsep dirti Pada pasien dengan gangguan efusi pleura akan mdengalami perubahan persepsi pada dirinya, pasien yang tadinya sehat, tiba-tiba mengalami sakit sesak nafas, nyeri dada, sebagai orang awam, pasien mungkinakan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit yang berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan mengalami kehilangan gambaran positif terhadap dirinya. (Arif Muttaqin, 2008)
8. Pola sensori dan kognitif Akibat dari efusi pleura adalah penekana pada paru oleh cairan sehingga menimbulkan rasa nyeri. Dan fungsi panca indra pasien akan mengalami perubahan, demikian juga dengan proses berfikirnya. (Arif Muttaqin, 2008)
9. Pola reproduksi seksual Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini akan terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisik yang lemah. (Arif Muttaqin, 2008)
10. Pola kopping Dalam hal ini pasien akan mengalami stress karena belum mengetahui proses penyakitnya. Mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat atau dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakit yang sedang dialaminya. (Arif Muttaqin, 2008)
11. Pola tata nilai dan kepercayaan Kehidupan beragam pasien dan kebiasaan pasien dalam beribadan akan terganggu, karena proses penyakitnya. (Arif Muttaqin, 2008)
2. Data objektif 1) Pemeriksaan fisik 1. Keadaan umum : pasien sesak, adanya pernapasan cupping hidung, adanya retraksi intercostal. 2. Tingkat kesadaran : composmentis 3. TTV RR
: Lebih dari 24x/menit
N
: Takikardia
S
: Jika terdapat infeksi bias terjadi kenaikan suhu tubuh
atau hipertermia TD
: Bisa terjadi hipertensi
4. Mata konjungtiva anemis 5. Hidung sesak nafas dan adanya pernapasan cuping hidung (dipsnea) 6. Mulut dan bibir Membrane mukosa sianosis (karena penurunan suplai oksigen ke dalam paru)
7. Vena leher Adanya distensi/bendungan. 8. Kulitt Sianosis secara umum (hipoksia) 9. Jari dan kuku Clubbing finger (karena hipoksemia). (Arif Muttaqin, 2008)
2) Pemeriksaan dada (thorax) 1. Inspeksi bentuk thorax Terlihat ekspansi dada simetris, terlihat sesak dan penggunaan alat bantu nafas. 2. Palpasi Terjadi penurunan fokal fremitus 3. Perkusi Terdengar pekak, dan redup 4. Auskultasi Egofoni, yaitu suara nafas yang serupa dengan suara ekspirasi tetapi berada tringgi sekali, bunyi nafas menghilang atau tidak terdengar diatas bagian yang terkena. (Arif Muttaqin, 2008)
3) Pemeriksaan abdomen Ditemukan adanya nyeri tekan pada abdomen
4) Pemeriksaan penunjang 1. X-Ray thorak Pemeriksaan sinar X dada terdiri dari radiografi thorak, yang memungkinkan perawat dan dokter mengobservasi lapang paru untuk mendeteksi adnya cairan dalam paru.
2. Torasintesis Mengambil cairan effusi dan untuk melihat cairannya serta dakah bakteri dalam cairan tersebut.
3. Biopsi pleura Jika penyebab effusi pleura adalah Ca untuk menunjukkan adanya keganasan
4. GDA Variable tergantung dari derajat fingsi paru yang dipengaruhi gangguan mekanik pernafasan. Dan kemampuan mengkompensasi PaCO2 kadang-kadang dalam meningkat PaO2 mungkin normal atau menurun, saturasi O2 biasanya menurun.
5. Bronkoskopi Pemeriksaan visual pada pohon trakeobronkeal melalui bronkoskopi serat optic yang fleksibel, dan sempit untk memperoleh sample biopsi dan cairan atau sample seputum dan untuk mengangkat plek lender atau benda asing yang menghambat jalan nafas. (Arif Muttaqin, 2008)
2.2.2
Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinis mengenai seseorang,
keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari msalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual ndan potensial (Aziz, 2009). Berikut adalah diagnosa keperawatan yang muncul pada klien Efusi Pleura Menurut (Arif Muttaqin, 2008): 1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura. 2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukus yang kental, kelemahan, upaya batuk buruk, dan edema tracheal/faringeal. 3. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan kemampuan ekspansi paru dan kerusakan membrane alveolar kapiler. 4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengann peningkatan metabolism tubuh dan penurunan nafsu makan akibat sesak nafas sejunder terhadap penekanan struktur abdomen 5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik umum dan keletihan sekunder akibat adanya sesak nafas.
6. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi 7. Resiko infeksi berhubungan dengan proses penyakit 8. Gangguan rasa nyaman/nyeri berhubungan dengan gejala penyakit.(SDKI Edisi 1).
2.2.3
Perencanaan Intervensi keperawatan adalah tindakan yang dirancang untuk membantu klien dalam beralih dari tingkat kesehatan saat ini ke tingkat yang diinginkan dalam hasil yang diharapkan. Perencanaan dari diagnosis-diagnosis keperawatan diatas adalah sebagai berikut: 1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan penumpukkan cairan dalam rongga pleura. Batasan Karakteristik: bradipnea, dipsnea, fase ekspirasi memanjang, ortopnea, penggunaan otot bantu pernafasan, penggunaan posisi tiga titik, peningkatan diameter anterior-posterior, penurunan tekanan ekspirasi, penurunan tekanan inspirasi, pernapasan bibir, pernapasan cuping hidung, perubahan ekskursi dada, pola napas abnormal (misal irama, frekuensi, kedalaman), takipnea.(SDKI Edisi 1). NOC: Status Pernafasan: frekuensi pernafasan, irama pernafasan, kedalaman inspirasi, suara auskultasi nafas, kepatenan jalan nafas, penggunaan otot bantu nafas, retraksi dinding dada, pernafasan bibir dengan mulut mengerucut, sianosis, dispnea saat istirahat, dipsnea dengan aktivitas ringan, perasaan kurang istirahat, mengantuk, suara nafas tambahan, pernafasan cuping hidung, batuk. Status Pernafasan: Ventilasi:frekuensi pernafasan, irama pernafasan, kedalaman inspirasi, hasil rontgen dada, tes faal paru, penggunaan otot bantu nafas, suara nafas tambahan, retraksi dinding dada, akumulasi sputum, gangguan suara saat auskultasi (NOC Edisi 5). NIC: Manajemen jalan nafas: lakukan fisioterapi dada, buang secret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk atau menyedot lendir, motivasi pasien untuk berafas pelan, dalam berputar dan batuk, instruksikan bagaimana agar bisa melakukan batuk efektif, auskultasi suara nafas, catat area yang ventilasinya menurun atau tidak ada dan adanya suara tambahan, kelola
pemberian bronkodilator, posisikan untuk meringankan sesak, monitor status pernafasan dan oksigenasi. Monitor Pernafasan:monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan bernafas, catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisa, penggunaan otot-otot bantu nafas, dan retraksi pada otot supraclaviculans dan interkosta, monitor suara nafas tambahan seperti ngorok atau mengi, monitor pola nafas, palpasi kesimetrisan ekspansi paru, kaji perlunya penyedotan pada jalan nafas dengan auskultasi suara nafas ronki di paru, auskultasi suara nafas setelah tindakan, berikan bantuan terapi nafas jika diperlukan (misalnya nebulizer) (NIC Edisi 5). 2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukus yang kental, kelemahan, upaya batuk buruk, dan edema tracheal/faringeal Batasan Karakteristik:
batuk yang tidak efektif, dispnea, gelisah, kesulitan verbalisasi, mata terbuka lebar, ortopnea, penurunan bunyi napas, perubahan frekuensi napas, perubahan pola napas, sianosis, sputum dalam jumlah yang berlebihan, suara napas tambahan, tidak ada batuk.(SDKI Edisi Edisi 1) NOC: Kepatenan Kepatenan Jalan Nafas:
frekuensi pernafasan, irama pernafasan, kedalaman inspirasi, kemampuan untuk mengeluarkan sekret, ansietas, suara nafas tambahan, pernafasan cuping hidung, mendesah, dispnea saat istirahat, dispnea dengan aktivitas ringan, penggunaan otot bantu nafas, batuk, akumulasi sputum (NOC Edisi 5). NIC: Manajemen Jalan Nafas:
buka jalan nafas dengan teknik chin lift atau jaw thrust, posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi, lakukan fisioterapi dada, buang sekret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk atau menyedot lendir, motivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam berputar dan batuk, instruksikan bagaimana agar bisa melakukan batuk efektif, auskultasi suara nafas catat area yang ventilasinya menurun atau tidak ada dan adanya suara tambahan, kelola pemberian bronkodilator, kelola nebulizer ultrasonik, posisikan untuk meringankan sesak nafas, monitor status pernafasan dan oksigenasi. Monitor Pernafasan:monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernafas, catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan,
penggunaan otot-otot batu nafas, dan retraksi pada otot supraclaviculas dan interkosta, monitor suara nafas tambahan seperti ngorok atau mengi, monitor pola nafas, palpasi kesimetrisan ekspansi paru, perkusi torak anterior dan posterior dari apeks ke basis paru kanan dan kiri, kaji perlunya penyedotan pada jalan nafas dengan auskultasi suara nafas ronki di paru, monitor nilai fungsi paru terutama kapasitas vital paru, volume inspirasi maksimal, volume ekspirasi maksimal selama 1 detik (FEV1), dan FEV1 /FVC sesuai dengan data yang tersedia, monitor peningkatan kelelahan, kecemasan dan kekurangan udara pada pasien, catat perubahan pada saturasi O2, volume tidal akir CO2, dan perubahan nilai analisa gas darah, monitor kemampuan batuk efektif pasien, monitor sekresi pernafasan pasien, monitor keluhan sesak nafas pasien, termasuk kegiatan yang meningkatkan atau memperburuk sesak nafas tersebut, monitor hasil foto thorak, berikan bantuan terapi nafas (misalnya nebulizer) (NIC Edisi 5).
3. Gangguan
pertukaran
gas
yang
berhubungan
dengan
penurunan
kemampuan ekspansi paru dan kerusakan membrane alveolar kapiler. Batasan Karakteristik:
diaforesis, dispnea, gelisah, hipoksemia, hipoksia, napas cuping hidung, pola pernapasan abnormal (misal kecepatan, irama, kedalaman), sianosis, warna kulit abnormal (misal pucat, kehitaman).(SDKI Edisi 1). NOC: Status Pernafasan:
Pertukaran Gas:tekanan parsial oksigen di darah arteri (PaO2), tekanan parsial karbondioksida di darah arteri ar teri (PaCO2). pH arteri, saturasi oksigen, tidal karbondioksida akhir, hasil foto rotgen, keseimbangan ventilasi dan perfusi, dispnea saat istirahat, dipsnea dengan aktivitas ringan, perasaan kurang istirahat, sianosis, mengantuk. Pengetahuan: Manajemen Penyakit Paru
Obstruksi
Kronik:faktor-faktor
penyebab
dan
faktor
yang
berkontribusi, proses penyakit tertentu, faktor risiko dari perkembangan penyakit, tanda dan gejala penyakit paru obstruksi kronik, manfaat manajemen penyakit, tanda dan gejala komplikasi, strategi mencegah komplikasi, strategi untuk menyeimbangkan aktivitas dan istirahat, efek teraupeutik obat, penggunaan inhaler yang tepat, intake cairan adekuat,
startegi untuk berhenti merokok, efek pada gaya hidup, manfaat program rehabilitasi
paru.
Status
Pernafasan:frekuensi
pernafasan,
irama
pernafasan, kedalaman inspirasi, suara auskultasi nafas, kepatenan jalan nafas, penggunaan otot bantu nafas, retraksi dinding dada, pernafasan bibir dengan mulut mengerucut, sianosis, dispnea saat istirahat, dipsnea dengan aktivitas ringan, perasaan kurang istirahat, suara napas tambahan, jari tubuh/clubbing fingers, pernafasan cuping hidung, perasaan kurang istirahat, batuk (NOC Edisi 5). NIC: Manajemen Jalan Nafas:
posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi, buang sekret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk atau menyedot lendir, motivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam, berputar dan batuk, instruksikan bagaimana agar bisa melakukan mel akukan batuk efektif, ef ektif, auskultasi suara nafas, catat area yang ventilasinya menurun atau tidak ada dan adanya suara tambahan, kelola pemberian bronkodilator, posisikan pasien untuk meringankan sesak nafas,
monitor
status
pernafasan
dan
oksigenasi.
Monitor
Pernafasan:monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernafas, catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot-otot, bantu nafas, dan retraksi pada otot supraclaviculas dan interkosta, monitor suara nafas tambahan seperti ngorok atau mengi, kaji perlunya penyedotan pada jalan nafas dengan auskultasi suara nafas ronki di paru. Monitor TandaTanda Vital:monitor tekanan darah, nadi suhu, dan status pernafasan, monitor warna kulit, suhu dan kelembaban, monitor sianosis sentral dan perifer, monitor akan adanya kuku (dengan ( dengan bentuk) clubbing. Manajemen Manajeme n Asam Basa:pertahankan kepatenan jalan nafas, posisikan klien untuk mendapatkan ventilasi yang adekuat (misalnya membuka jalan nafas dan menaikkan posisi kepala di tempat tidur), monitor gas darah arteri, ambil spesimen yang diinstruksikan untuk mendapatkan analisa keseimbangan asam basa (NIC Edisi 5).
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengann peningkatan metabolism tubuh dan penurunan nafsu makan akibat sesak nafas sejunder terhadap penekanan struktur abdomen
Batasan Karakteristik:
berat badan 20% atau lebih di bawah rentang berat badan ideal, bising usus hiperaktif, diare, gangguan sensasi rasa, kehilangan rambut berlebihan, ketidakmampuan memakan makanan, kurang informasi, kurang minat pada makanan, nyeri abdomen, sariawan rongga mulut.(SDKI Edisi 1). NOC: Status Nutrisi:
asupan gizi, asupan makanan, asupan cairan, energi, hidrasi. Status Nutrisi: Asupan Nutrisi:asupan kalori, asupan protein, asupan lemak, asupan karbohidrat, asupan serat, asupan vitamin, asupan mineral, asupan zat besi, asupan kalsium, asupan natrium (NOC Edisi 5). NIC: Manajemen Nutrisi:
tentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan gizi, identifikasi adanya alergi atau intoleransi makanan yang dimiliki pasien, tentukan apa yang menjadi preferensi makanan bagi pasien, tentukan jumlah kalori dan jenis nutisi yang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan gizi, atur diet yang diperlukan, ciptakan lingkungan yang optimal pada saat mengkonsumsi makan, lakukan atau bantu pasien terkait dengan perawatan mulut sebelum makan, anjurkan keluarga untuk membawa makanan favorit pasien sementara pasien berada di rumah sakit atau fasilitas perawatan, pastikan diet mencakup makanan tinggi kandungan serat untuk mencegah konstipasi, monitor kalori dan asupan makanan. Bantuan Perawatan Diri: Pemberian Pemberi an Makan:monitor kemampuan pasien untuk menelan, identifikasi diet yang disarankan, ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan, pastikan posisi pasien yang tepat untuk memfasilitasi mengunyah dan menenlan, berikan kebersihan mulut sebelum makan, sediakan makan dan minuman yang disukai (NIC Edisi 5).
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik umum dan keletihan sekunder akibat adanya sesak nafas. Batasan Karakteristik:
dipsnea
setelah
beraktivitas,
beraktivitas,
perubahan
keletihan,
ketidaknyamanan
elektrokardiogram
(EKG)
(misal
setelah aritmia,
abnormalitas konduksi, iskemia), respons frekuensi jantung abnormal terhadap
aktivitas,
respons
tekanan
darah
abnormal
terhadap
aktivitas.(SDKI Edisi 1). NOC: Toleransi Terhadap Aktivitas:
Saturasi O2 saat aktivitas dalam batas normal (95-100%), nadi saat aktivitas dalam batas normal (60-100x/mnt), RR saat aktivitas dalam batas normal (12-20x/mnt), tekanan darah systole saat aktivitas dalam batas normal (100-120mmHg), tekanan darah diastole saat aktivitas dalam batas normal
(60-80mmHg),
hasil
EKG
dalam
batas
normal.Tingkat
Ketidaknyamanan:cemas, mendesah, tidak dapat beristirahat, sindrom restless legs (kondisi dimana tubuh tidak merasa nyaman baik dalam keadaan duduk maupun berdiri), sesak napas, merasa kesulitan bernapas, kehilangan nafsu makan, mual, muntah, konstipasi (NOC Edisi 5). NIC: Terapi Aktivitas:
pertimbangkan kemampuan klien dakam berpartisipasi melalui aktivitas spesifik, berkolaborasi dengan ahli terapis fisik, okupasi dan terapis rekreasional dalam perencanaan dan pemantauan program aktivitas jika memang diperlukan, bantu klien untuk tetap fokus pada kekuatan yang dimilikinya dibandingkan dengan kelemahan yang dimilikinya, bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang diinginkan, identifikasi strategi untuk meningkatkan partisipasi terkait dengan aktivitas yang diinginkan, instruksikan klien dan keluarga untuk mempertahankan fungsi dan kesehatan terkait peran dala beraktivitas secara fisik, sosial, spiritual dan kognisi, fasilitasi aktivitas pengganti pada saat klien memiliki keterbatasan waktu, energi, maupun pergerakan dengan cara berkonsultasi pada terapis fisik, okupasi dan terapis rekreasi, bantu dengan aktivitas fisik secara teratur, monitor respon emosi, fisik, sosial dan spiritual terhadap aktivitas, bantu klien dan keluarga memantau perkembangan klien terhadap pencapaian tujuan yang diharapkan. Manajemen Energi:kaji status fisiologis pasien yang menyebabkan kelelahan sesuai dengan konteks usia
dan perkembangan, anjurkan pasien mengungkapkan perasaan secara verbal mengenai kerbatasan yang dialami, monitor intake/asupan nutrisi untuk mengetahui sumber energi yang adekuat, konsulkan dengan ahli gizi mengenai cara meningkatkan asupan energi dari makanan, buat batasan untuk aktivitas hiperaktif klien saat mengganggu yang lain atau dirinya sendiri, bantu pasien dalam aktivitas sehari-hari yang teratur sesuai kebutuhan (NIC Edisi 5).
6. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi Batasan karakteristik:
Dehidrasi, Terpapar lingkungan panas, Proses penyakit, Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan, Peningkatan laju metabolism, Respon trauma, Aktifitas berlebihan, Penggunaan incubator.(SDKI Edisi 1). NOC: Termoregulasi:
Merasa merinding saat dingin, Penurunan suhu kulit, Berkeringat saat panas, Denyut nadi radial, Tingkat pernapasan, Melaporkan kenyamanan suhu, Sakit kepala, Sakit otot, Perubahan warna kulit, Otot berkedut Tanda-tanda Vital:
Suhu tubuh, Denyut jantung apical, Irama jantung apical, Denyut nadi radial, Tingkat pernapasan, Irama pernapasan, Tekanan darah sistolik, Tekanan darah diastolic, Tekanan nadi, Kedalaman inspirasi.(NOC Edisi 5) NIC: Perawatan Demam:
Pantau suhu dan tanda-tanda vital lainnya, monitor warna kulit dan suhu, beri obat atau cairan iv, jangan beri aspirin untuk anak-anak, berikan oksigen yang sesuai, lembabkan bibir dan mukosa yang kering, tingkatkan sirkulasi udara Pengaturan Suhu:
Monitor suhu paling tidak stiap 2 jam, monitor suhu dan warna kulit, monitor dan laporkan adnanya tanda dan gejala hipertermia, tingkatkan intake cairan nutria adekuat, monitor tekanan darah, nadi dan respirasi,
instruksikan pasien bagaimana mencegah kluarnya panas dan serangan panas.(NIC Edisi 5)
7. resiko infeksi berhubungan dengan proses penyakit Batasan Karakteristik: Penyakit kronis, efek prosedur infasif, malnutrisi, peningkatan paparan organisme
pathogen,
ketidakadekuatan
pertahanan
tubuh
primer,
ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder.(SKDI Edisi 1). NOC: Status imunitas:
Fungsi gastrointestinal, fungsi respirasi, suhu tubuh, integritas kulit, integritas mukosa, titer antibodi, infeksi berulanh, tumor, kehilangan berat badan, keletihan kronis Kontrol resiko:proses infeski:
Mencari informasi terkait control infeksi, mengidentifikasi factor resiko infeksi, mengenali factor resiko individu, mengetahui konsejuensi terkait infeksi,mengidentifikasi tanda dan gejala infeksi, monitor masa inkubasi infeksius, menggunakan alat pelindung diri, mencuci tangan.(NOC Edisi 5). NIC: Kontrol infeksi:
Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan untuk pasien, ganti peralatan perawatan perpasien sesuai protocol institusi, isolasi orang yang terkena penyakit menular, pertahankan teknik isolasi yang sesuai, batasi jumlah pengunjung, pakai sarung sar ung tangan steril dengan tepat, berikan terapi antibiotic yang sesuai, dorong intake cairan yang sesuai, dorong batuk dan bernafas dalam yang tepat. Perlindungan Infeksi:
Monitor kerentanan terhadap infeksi, monitor adnya tanda dan gejala infeksi, ikuti tindakan pencegahan neutropenia, batasi jumlah pengunjung, tingkatkan asupan nutrisi yang cukup, anjurkan asuoan cairan dengan
tepat, anjurkan istirahat, periksa kondisi setiap sayatan beda atau luka, dapatkan kultur yang diperlukan.(NIC Edisi 5).
8. Gangguan rasa nyaman/nyeri berhubungan dengan gejala penyakit Batasan Karakteristik:
Gejala penyakit, kurang pengendalian situasional, ketidakadekuatan sumber daya, kurangnya privasi, gangguan stimulus lingkungan, efek samping terapi, gangguan adaptasi kehamilan.(SDKI Edisi 1). NOC: Status kenyaman:
Kesejahteraan fisik, control terhadap gejala, kesejahteraan psikologis, lingkungan fisik, suhu ruangan, dukungan social dari keluarga, hubungan social, kehidupan sepiritual Tingkat Kecemasan:
Tidak dapat beristirahat, berjalan mondar-mandir, meremas-remas tangan, distress, perasaan gelisah, otot tegang, wajah tegang, iritabilitas, tidak bias mengambil keputusan, masalah perilaku, kesulitan berkonsentrasi.(NOC Edisi 5). NIC: Pengurangan kecemasan:
Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan, nyatakan dengan jelas harapan terhadap perilaku klien, berikan informasi factual terkait diagnosis, dorong keluarga untuk mendampingi klien, berikan objek yang menunjukkan perasaan aman, dengarkan klien, puji perilaku yang baik secara tepat. Manajemen Nyeri:
Galih
pengetahuan
dan
kepercayaan
pasien
mengenai
nyeri,
pertimbangkan pengaruh budaya terhadap respon nyeri, galih bersama pasien factor-faktor yang dapat memperberat nyeri, pastikan perawatan analgesic, efaluasi pengalaman nyeri di masa lalu, berikan informasi
mengenai nyeri, dukung istirahat yang adekuat, dorong pasien untuk mendiskusikan pengalaman nyeri.(NIC Edisi 5).
2.2.4
implementasi Implementasi adalah realisis rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan kepada perawat untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Adapun tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan meliputi peningkatan kesehatan atau pencegahan penyakit. Perencanaan tindakan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik jika klien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. Selama perawatan atau pelaksanaan perawat terus melakukan pengumpulan data dan memilih tindakan perawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan klien. Dan memprioritaskan semua tindakan keperawatan dicatat ke dalam format yang telah ditetapkan institusi (Azizi Alimun, 2009). Berikut implementasi pada perencanaan diatas:
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura. Implementasi: Manajemen Manajemen jalan nafas:
1. melakukan fisioterapi dada. 2. membuang secret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk atau menyedot lendir. 3. memotivasi pasien untuk berafas pelan, dalam berputar dan batuk. 4. menginstruksikan bagaimana agar bisa melakukan batuk efektif.
5. auskultasi suara nafas, catat area yang ventilasinya menurun atau tidak ada dan adanya suara tambahan. 6. melakukan pemberian bronkodilator. 7. memposisikan untuk meringankan sesak. 8. memonitor status pernafasan dan oksigenasi. Monitor Pernafasan:
1. memonitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan bernafas. 2. mencatat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot-otot bantu nafas, dan retraksi pada otot supraclaviculans dan interkosta. 3. memonitor suara nafas tambahan seperti ngorok atau mengi. 4. memonitor pola nafas, palpasi kesimetrisan ekspansi paru. 5. mengkaji perlunya penyedotan pada jalan nafas dengan auskultasi suara nafas ronki di paru. 6. auskultasi suara nafas setelah tindakan. 7. memberikan bantuan terapi nafas jika diperlukan (misalnya nebulizer).
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukus yang kental, kelemahan, upaya batuk buruk, dan edema tracheal/faringeal. Implementasi: Manajemen Manajemen Jalan Nafas: 1.
membuka jalan nafas dengan teknik chin lift atau jaw thrust. memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
2.
melakukan fisioterapi dada.
3.
membuang sekret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk atau menyedot lendir.
4.
memotivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam berputar dan batuk. 6)menginstruksikan bagaimana agar bisa melakukan batuk efektif. 7)mengauskultasi suara nafas catat area yang ventilasinya menurun atau tidak ada dan adanya suara tambahan.
5.
melakukan pemberian bronkodilator.
6.
melakukan nebulizer ultrasonik.
7.
10)memposisikan untuk meringankan sesak nafas.
8.
memonitor status pernafasan dan oksigenasi.
Monitor Pernafasan:
1. memonitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernafas. 2. mencatat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot-otot batu nafas, dan retraksi pada otot supraclaviculas dan interkosta. 3. memonitor suara nafas tambahan seperti ngorok atau mengi. 4. memonitor pola nafas, palpasi kesimetrisan ekspansi paru. 5. perkusi torak anterior dan posterior dari apeks ke basis paru kanan dan kiri. 6. mengkaji perlunya penyedotan pada jalan nafas dengan auskultasi suara nafas ronki di paru. 7. memonitor nilai fungsi paru terutama kapasitas vital paru, volume inspirasi maksimal, volume ekspirasi maksimal selama 1 detik (FEV1), dan FEV1 /FVC sesuai dengan data yang tersedia. 8. memonitor peningkatan kelelahan, kecemasan dan kekurangan udara pada pasien. 9. mencatat perubahan pada saturasi O2, volume tidal akir CO2, dan perubahan nilai analisa gas darah. 10. memonitor kemampuan batuk efektif pasien. 11. memonitor sekresi pernafasan pasien. 12. memonitor keluhan sesak nafas pasien, termasuk kegiatan yang meningkatkan atau memperburuk sesak nafas tersebut. 13. memonitor hasil foto thorak. 14. memberikan bantuan terapi nafas (misalnya nebulizer).
3. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan kemampuan ekspansi paru dan kerusakan membrane alveolar kapiler. Implementasi: Manajemen Manajemen Jalan Nafas: 1. memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi. 2. membuang sekret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk atau menyedot lendir. 3. memotivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam, berputar dan batuk. 4. menginstruksikan bagaimana agar bisa melakukan batuk efektif.
5. mengauskultasi suara nafas, catat area ar ea yang ventilasinya menurun atau tidak ada dan adanya suara tambahan. 6. melakukan pemberian bronkodilator. 7. memposisikan pasien untuk meringankan sesak nafas. 8. memonitor status pernafasan dan oksigenasi. Monitor Pernafasan:
1. memonitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernafas. 2. mencatat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot-otot, bantu nafas, dan retraksi pada otot supraclaviculas dan interkosta. 3. memonitor suara nafas tambahan seperti ngorok atau mengi. 4. mengkaji perlunya penyedotan pada jalan nafas dengan auskultasi suara nafas ronki di paru. Monitor Tanda-Tanda Vital:
1. memonitor tekanan darah, nadi suhu, dan status pernafasan. 2. memonitor warna kulit, suhu dan kelembaban. 3. memonitor sianosis sentral dan perifer. 4. memonitor akan adanya kuku (dengan bentuk) clubbing. Manajemen Asam Basa:
1. mempertahankan kepatenan jalan nafas. 2. memposisikan klien untuk mendapatkan ventilasi yang adekuat (misalnya membuka jalan nafas dan menaikkan posisi kepala di tempat tidur). 3. memonitor gas darah arteri. 4. mengambil spesimen yang diinstruksikan untuk mendapatkan analisa keseimbangan asam basa.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengann peningkatan metabolism tubuh dan penurunan nafsu makan akibat sesak nafas sejunder terhadap penekanan struktur abdomen. Implementasi: Manajemen Manajemen Nutrisi: 1. menentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan gizi. 2. mengidentifikasi adanya alergi atau intoleransi makanan yang dimiliki pasien.
3. menentukan apa yang menjadi preferensi makanan bagi pasien. 4. menentukan jumlah kalori dan jenis nutisi yang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan gizi. 5. mengatur diet yang diperlukan. 6. menciptakan lingkungan yang optimal pada saat mengkonsumsi makan. 7. melakukan atau bantu pasien terkait dengan perawatan mulut sebelum makan. 8. menganjurkan keluarga untuk membawa makanan favorit pasien sementara pasien berada di rumah sakit atau fasilitas perawatan. 9. memastikan diet mencakup makanan tinggi kandungan serat untuk mencegah konstipasi. 10.
memonitor kalori dan asupan makanan.
Bantuan Perawatan Diri: Pemberian Makan:
1. memonitor kemampuan pasien untuk menelan. 2. mengidentifikasi diet yang disarankan. 3. menciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan. 4. memastikan posisi pasien yang tepat untuk memfasilitasi mengunyah dan menenlan. 5. memberikan kebersihan mulut sebelum makan. 6. menyediakan makan dan minuman yang disukai.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik umum dan keletihan sekunder akibat adanya sesak nafas. Implementasi: Terapi Aktivitas: 1. mempertimbangkan
kemampuan
klien
dalam
berpartisipasi
melalui
aktivitas spesifik. 2. berkolaborasi dengan ahli terapis fisik, okupasi dan terapis rekreasional dalam perencanaan dan pemantauan program aktivitas jika memang diperlukan. 3. membantu klien untuk tetap fokus pada kekuatan yang dimilikinya dibandingkan dengan kelemahan yang dimilikinya. 4. membantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang diinginkan.
5. mengidentifikasi strategi untuk meningkatkan partisipasi terkait dengan aktivitas yang diinginkan. 6. menginstruksikan klien dan keluarga untuk mempertahankan fungsi dan kesehatan terkait peran dalam beraktivitas secara fisik, sosial, spiritual dan kognisi. 7. memfasilitasi aktivitas pengganti pada saat klien memiliki keterbatasan waktu, energi, maupun pergerakan dengan cara berkonsultasi pada terapis fisik, okupasi dan terapis rekreasi. 8. membantu dengan aktivitas fisik secara teratur. 9. memonitor respon emosi, fisik, sosial dan spiritual terhadap aktivitas. 10.
membantu klien dan keluarga memantau perkembangan klien terhadap
pencapaian tujuan yang diharapkan. diharapkan. Manajemen Manajemen Energi:
1. mengkaji status fisiologis pasien yang menyebabkan kelelahan sesuai dengan konteks usia dan perkembangan. 2. menganjurkan pasien mengungkapkan perasaan secara verbal mengenai kerbatasan yang dialami. 3. memonitor intake/asupan nutrisi untuk mengetahui sumber energi yang adekuat. 4. konsulkan dengan ahli gizi mengenai cara meningkatkan asupan energi dari makanan. 5. membuat batasan untuk aktivitas hiperaktif klien saat mengganggu yang lain atau dirinya sendiri, bantu pasien dalam aktivitas sehari-hari yang teratur sesuai kebutuhan.
2.2.5
Evaluasi Evaluasi merupakan tahap terakhir proses keperawatan dengan cara menilai sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam mengevaluasi, perawat harus memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk memahami respons terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai, sert a kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasi l. Tahap evaluasi ini terdiri atas dua kegiatan yaitu evaluasi proses dan evaluasi hasil.
Evaluasi proses dilakukan selama proses perawatan berlangsung atau menilai respons pasien, sedangkan evaluasi hasil dilakukan atas tar get tujuan yang diharapkan (Aziz Alimun, 2009).
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1
Desain Penelitian Desain penelitian adalah suatu yang sangat penting dalam penelitian yang memungkinkan pemaksimalan control beberapa faktor yang bisa mempengaruhi akurasi suatu hasil (Nursalam, 2003).
Desain penelitian ini menggunakan studi kasus yaitu studi untuk mengekplorasi masalah Asuhan Keperawatan pada klien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas
3.2
Batasan Masalah Pada penelitian ini hanya membahas tentang Asuhan Keperawatan pada klien Penyakit Paru Obstruksi Kronis dengan Ketidakefektifan bersihan jalan nafas di paviliun Cempaka RSUD Jombang.
3.3
Partisipan Responden dalam penelitian ini adalah dua orang klien dan keluarga dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis di paviliun Cempaka RSUD Jombang.
3.4
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tanggal 15 Juni 2018 di Paviliun Cempaka RSUD Jombang.
3.5
Pengumpulan Data Penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan wawancara (klien, keluarga, perawat), Observasi dan pemeriksaan fisik, serta studi dokumentasi dan angket (pasien diagnostik dan data lain yang relevan).
3.6
Uji Keabsahan Data Penulis mengamati dengan melakukan pengamatan yang diteliti, rinci dan terus menerus selama proses pengkajian berlangsung yang diikuti dengan kegiatan wawancara secara intensif terhadap tim medis, subjek klien agar data yang dihasilkan valid. Dengan penggunaan metode pengambilan data seper ti diatas, penulis berkeyakinan data yang diperoleh merupakan data yang valid dan bisa dipertanggungjawabkan. Karena pengambilan pengambilan data dilakukan dengan cara inspeksi/ pemeriksaan langsung dan melakukan studi dokumentasi keperawatan yang telah disahkan dari pihak Rumah Sakit.
3.7
Analisa Data
Setelah data terkumpul melalui observasi, kemudian ditabulasi dan dikelompokkan sesuai dengan variabel yang diteliti. Untuk menganalisa Asuhan Keperawatan pada klien Penyakit Paru Obstruksi Kronis.
3.8
Etika Penelitian Dalam melakukan penelitian peneliti mengajukan permohonan izin kepada tempat yang akan dilakukan penelitian untuk mendapatkan per setujuan ke subjek yang diteliti, dengan menekankan pada masalah yang meliputi .