ANALISISA SEBARAN POTENSI MINERAL GRAFIT DI DESA AMBOLODANGGE AMBOLODANGGE KECAMATAN LAEYA KABUPATEN KONAWE SELATAN
PROPOSAL PROPOSAL PENELITIAN DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN MENCAPAI DERAJAT SARJANA (S1)
DIAJUKAN OLEH:
WA ODE FADILA F1B214050
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN PERTAMBANGAN FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI
JUNI 2018 HALAMAN PERSETUJUAN
Proposal Penelitian Analisa Sebaran Potensi Potensi Mineral Grafit Di Desa Ambolodangge Kecamatan Laeya Kabupaten Konawe Selatan
Diajukan oleh: Wa Ode Fadila F1B214050
Telah disetujui oleh:
Pembimbing I
Pembimbing II
Jahidin, S.Si., M.Si NIP. 19810724 200604 1 001
Suryawan Asfar, S.T., M.Si NIP. 19851010 200912 1 006
Mengetahui, Ketua Jurusan Teknik Pertambangan
Jahidin, S.Si., M.Si NIP. 19810724 200604 1 001
JUNI 2018 HALAMAN PERSETUJUAN
Proposal Penelitian Analisa Sebaran Potensi Potensi Mineral Grafit Di Desa Ambolodangge Kecamatan Laeya Kabupaten Konawe Selatan
Diajukan oleh: Wa Ode Fadila F1B214050
Telah disetujui oleh:
Pembimbing I
Pembimbing II
Jahidin, S.Si., M.Si NIP. 19810724 200604 1 001
Suryawan Asfar, S.T., M.Si NIP. 19851010 200912 1 006
Mengetahui, Ketua Jurusan Teknik Pertambangan
Jahidin, S.Si., M.Si NIP. 19810724 200604 1 001
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumber daya mineral. Sumber daya tersebut tersebar di sebagian besar di kepulauan nusantara. Sumberdaya alam yang sifatnya tidak terbaharukan yang memiliki nilai ekonomis yang digunakan sebagai bahan baku dalam industri untuk kesejahteraan rakyat di dalam memenuhi kebutuhannya. Pada wilayah Indonesia Timur khususnya pada Provinsi Sulawesi Tenggara yang penyebaran bahan galian di pengaruhi oleh kondisi geologinya, yang mungkin terdapat potensi mineral yang bermanfaat. Berdasarkan kondisi geologi yang menyebabkan terjadinya bahan galian di Sulawesi Tenggara adalah formasi batuan. Menururut Surono (2012) (2012) mengemukakan bahwa formasi penyusun daerah penelitian adalah formasi meluhu dan formasi laonti. Dari formasi tersebut, batuan yang mendominasi adalah batuan metamorf sekitar 50 %. Potensi mineral mineral yang memungkinkan terdapat adanya bahan galian di Sulawesi Tenggara yaitu mineral grafit. Menurut Nesse (2009) mineral grafit terdapat pada batuan metamorfosa regional dan kontak seperti marmer, endapan skarn, gneiss, sekis, filit dan batu sabak yang mengandung karbonat atau material organik. Grafit dapat membentuk inklusi dalam sfalerit, pirit, magnetit, pirhotit pada endapan hidrotermal. Menurut Hasria dkk. (2017) pada zona alterasi di pegunungan Mendoke
yang berasosiasi dengan batuan metamorf, terdapat proses karbonisasi yang merupakan ciri terbentuknya grafit, yang berada di urat kuarsa dan sekis mika. Dalam hal ini, memungkinkan adanya keterdapatan kandungan mineral grafit sehingga perlu dilaksanakan analisa sebaran mineral grafit di Desa Ambolodange Kecamatan Laeya Kabupaten Konawe Selatan. Mineral grafit memiliki manfaat dalam bidang industri. Pada awal tahun pertama digunakan industri yang memanfaatkan tenaga air dan mekanik, yang kedua adalah memproduksi besar-besaran elektrik, yang ke tiga penciptaan komputer secara otomatis serta yang terakhir adalah robotic. Dalam komponen-komponen robotic ini menggunakan salah satuhnya adalah mineral grafit. Jadi, sangat penting untuk dilakukan penelitian untuk memenuhi kebutuhan industri. Analisa mineral grafit dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain analisis XRF (X-Ray Fluoresensi), ICP-MS ( Inductively Coupled Plasma-Mass Spectrometry) dan SEM/DEX (Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive X Ray). Metode-metode ini memiliki kemampuan dan kekurangan tersendiri. Jadi, dalam pemilihan metode harus di pertimbangkan agar tidak terjadi kesalahan dalam pengolahan data. Metode analisis XRF (X-Ray Fluoresensi) adalah metode yang digunakan untuk analisis unsur dalam bahan secara kualitatif dan kuantitatif. Prinsip kerja metode analisis XRF berdasarkan terjadinya tumbukan atom-atom pada permukaan sampel (bahan) oleh sinar-X dari sumber sinar-X (Aurelia, 2005). Sedangkan kelemahan dari teknik XRF ini adalah tidak dapat mengetahui senyawa apa yang
dibentuk oleh unsur-unsur yang terkandung dalam material yang akan diteliti, tidak dapat menentukan struktur dari atom yang membentuk material itu (Rosika dkk, 2005 sumber FMIPA-UI DEPOK). Metode ICP-MS adalah metode yang digunakan untuk mengidentifikasi dan mengkuantifikasi semua unsur karena sensivitas panjang gelombang bervariasi, sehingga sangat mudah untuk mendeteksi kandungan unsur yang ada dalam mineral grafit. Tapi, metode ini tidak digunakan dalam penelitian karena biaya yang sangat mahal. Berdasarkan metode yang telah diuraikan tadi, maka penulis mengambil metode SEM/DEX untuk digunakan menganalisa kandungan unsur mineral grafit dalam skala labolatorium. Metode SEM/DEX adalah metode yang digunakan untuk mengamati permukaan objek solid permukaan dengan pembesaran 10-3.000.000 kali, depth of field 4-0,4 mm dan resolusi sebesar 1-10 nm. Kombinasi dari perbesaran yang tinggi, depth of field yang besar, resolusi yang baik, kemampuan untuk mengetahui
komposisi
dan
informasi
kristalografi
(Prasetyo,
Universitas
Surakarta,2016). Oleh karena itu, peneliti mencoba untuk melakukan penelitian di daerah Ambolodangge Kecamatan Layea Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara dengan menggunakan metode SEM/DEX . Jadi, penelitian ini dapat diketahui sebaran mineral grafit dan persentase kandungan unsur serta dimanfaatkan dalam bidang industri.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1.
Bagaimana sebaran endapan mineral grafit di Desa Ambolodangge Kecamatan Laeya Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara?
2.
Bagaimana besaran kandungan unsur mineral grafit yang ada pada batuan metamorf di Desa Ambolodangge Kecamatan Laeya Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara?
3.
Bagaimana jenis endapan mineral grafit yang berada di Desa Ambolodangge Kecamatan Laeya Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara berdasarkan analisis geokimia yang dilakukan?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah : 1.
Untuk menentuhkan sebaran
endapan mineral grafit di Desa Ambolodangge
Kecamatan Laeya Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara. 2.
Untuk menentuhkan besaran kandungan unsur mineral grafit yang ada pada batuan metamorf di Desa Ambolodangge Kecamatan Laeya Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara.
3.
Untuk menentuhkan jenis endapan mineral grafit yang berada di Desa Ambolodangge Kecamatan Laeya Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara berdasarkan analisis geokimia yang dilakukan.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dalam penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Dapat memberikan informasi atau referensi bagi mahasiswa berkaitan dengan sebaran potensi mineral grafit di Desa Ambolodangge, Kecamatan Laeya, Kabupaten Konawe Selatan. 2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai data potensi sumber daya alam mineral grafit yang ada di Sulawesi Tenggara. 3. Pemerintah dapat memberikan solusi berupa kebijakan dan program dalam menentukan tindakan yang tepat dalam pengelolaan sumberdaya alam di Desa Ambolodangge Kecamatan Laeya Kabupaten Konawe Selatan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Geologi Regional Daerah penelitian
Kabupaten Konawe Selatan didominasi oleh perbukitan rendah dan pegunungan pantai berbentuk tapal kuda dan dikelilingi gunung-gunung sepanjang Timur, Selatan dan Barat dimana trend umumnya pegunungan tersebut adalah Barat Daya-Timur Laut, Zona Utara terdiri dari pedataran dan perbukitan yang berbatasan dengan Formasi Meluhu, dearah penelitian termasuk dalam Formasi Laonti yang terdiri atas batugamping malih, pualam dan kuarsit. Kuarsit berwarna putih sampai coklat muda pejal dan keras, berbutir (granular), terdiri atas mineral granoblas, senoblas, dengan butiran dan halus sampai sedang. Batuan sebagian besar terdiri dari kuarsa, jumlahnya sekitar 90%. Oksidasi besi bercelah di antara kuarsa jumlahnya sekitar 3% . Umur dari formasi ini adalah Trias ( Surono, 2012 ).
1. Geomorfologi
Berdasarkan relief, ketinggian, batuan penyusun dan stadia Wilayah, Kabupaten Konawe Selatan secara umum dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) satuan morfologi, yaitu : a. Satuan Morfologi Pegunungan
Satuan morfologi pegunungan melampar dibagian timur sekitar pegunungan Laonti dan Wolasi dan menempati ± 20 % dari luas keseluruhan daerah penyelidikan, dengan ketinggian 300 m diatas permukaan laut. Secara umum satuan morfologi ini disusun oleh batuan termalihkan hanya sebagian kecil disusun oleh batuan lainnya. Satuan ini tertutupi oleh vegetasi yang sedang hingga lebat dan setempat sebagian lahan perkebunan masyarakat. b. Satuan Morfologi Perbukitan Satuan morfologi perbukitan tersebar dibeberapa lokasi yaitu daerah Palangga, Kolono, Konda, Landono, dan setempat di Tinanggea dan menempati sekitar 40 % dari keseluruhan luas daerah Konawe Selatan, dengan ketinggian diatas 75 m dari permukaan air laut. Satuan ini secara umum tersusun oleh batuan dari “Malasa Sulawesi” yang tersebar di bagian utara, tengah sampai di selatan daerah ini dan sebagian lainnya disusun oleh batuan malih, batu gamping dan ultrabasa. Satuan ini tertutup oleh lahan perkebunan seperti kakao, cengkeh, mente, vanili dan tanaman lainnya dan sebagian masih merupakan hutan yang bervegatasi sedang lebat. c. Satuan Morfologi Karst Satuan morfologi kras tersebar di bagian timur yaitu sekitar daerah Moramo Pegunungan Kumi-kumi dan menerus di teluk Wawosunggu dan setempat di Wolasi. Satuan ini berada pada ketinggian ± 75 m – 500 m diatas permukaan air laut. Pada satuan ini banyak dijumpai gua-gua kapur dan sungai bawah tanah serta umumnya
tertutupi oleh tanaman keras, satuan ini menempati sekitar 15 % dari keseluruhan luas daerah Konawe Selatan. d. Satuan Morfologi Pedataran
Satuan morfologi pedataran tersebar cukup luas dan malampar disekitar daerah Tinanggea, pesisir pantai, Kolono, Roda, Landono, Palangga, Lainea, Konda dan Ranomeeto. Satuan ini menempati sekitar 25 % dari keseluruhan luas wilayah Kabupaten Konawe Selatan dengan ketinggian dibawah 75 m dari permukaan air laut. Satuan morfologi pedataran dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai lahan persawahan, pertambangan, perkebunanan dan pemukiman. 2. Stratigrafi
Berdasarkan ciri fisik yang dijumpai di lapangan serta kesebandingan yang dilakukan terhadap Peta Geologi Lembar Kolaka (T.O Simanjuntak dkk, 1994, P3G) dan Peta Lembar Geologi Lasusua Kendari (Rusmana dkk, 1993), batuan penyusun daerah Konawe Selatan dapat dikelompokkan kedalam 9 (sembilan) satuan yang terdiri dari batua tua ke batuan lebih muda adalah sebagai berikut : a. Satuan Batupasir Malih Satuan batuan ini tersebar dibeberapa kabupten Konawe Selatan yaitu daerah Boroboro, Wolasi, Kolono dan sekitar Angata. Satuan batupasir malih ini terdiri dari batupasir termalihkan dengan berbagai variasi, ukuran butir yaitu serpih hitam, serpih merah, filit, batu sabak dan setempat kwarsit (Surono, 2013).
Satuan ini telah mengalami tektonik yang sangat kuat dan berulang-ulang. Hal ini diperlihatkan dengan keadaan sekarang yaitu umumnya terlipat, terkekarkan, tersesarkan, selain itu hampir seluruh singkapan yang dijumpai mengalami perombakan yang kuat. Berdasarkan ciri fisik yang dijumpai, satuan ini dapat disebandingkan dengan Formasi meluhu berumur Trias - Trias Akhir, satuan ini memiliki ketebalan tidak kurang dari 1000 m. Beberapa ahli mengetahui satuan ini disebut sebagai batuan “tak perinci” (Sukamto, 1995). b.
Satuan Batugamping Malih Satuan batugamping malih, tersebar di bagian Tenggara dan Selatan Kabupaten
Konawe Selatan yaitu di sekitar daerah Moramo, dan Kolono. Satuan ini didominasi oleh batugamping yang termalihkan, lemah, selain itu satuan ini juga disusun oleh lempung yang tersilikatkan dan kalsilutit. Satuan batugamping malih secara umum telah mengami deformasi kuat, sehingga batuan dari satuan ini umumnya telah tersesarkan dan terkekarkan. Berdasarkan ciri fisik yang dijumpai di lapangan, satuan ini dapat disebandingkan dengan Formasi Laonti yang berumur Trias Akhir. Satuan yang memiliki ketebalan ± 500 m ini memiliki hubungan yang saling menjemari dengan Formasi Meluhu sebanding dari satuan batupasir malih. c.
Satuan Ultrabasa Satuan ultrabasa tersebar dibagian selatan daerah Konawe Selatan yaitu disekitar
daerah Torobulu, Moramo dan daerah Trans Tinanggea bagian Selatan. Satuan ini
terdiri dari peridotit, dunit, gabro, basal dan serpentinit. ( Hazria 2007). Secara umum satuan ultrabasa ini telah mengalami pelapukan yang kuat, sehingga soil di sekitar daerah yang tersusun oleh batuan ini sangat tebal. Batuan ultrabasa ini diperkirakan merupakan batuan tertua dan alas di mandala Sulawesi Timur dan diduga berumur Kapur Awal. Satuan ini bersentuhan secara tektonik dengan batuan Mesozoikum dan Paleogen dan secara tak selaras tertindih oleh batuan sedimen tipe Molasa Neogen dan Kuarter (T.O Simajuntak dkk, 1993). d.
Satuan Konglomerat Satuan ini tersebar pada bagian selatan yaitu di sekitar Tinanggea bagian selatan,
satuan ini terdiri dari konglomerat, batupasir, lempung dan serpih. Satuan Konglomerat menindih secara tidak selaras satuan batuan yang ada di bawahnya.
Berdasarkan
kesamaan
fisik
yang
dijumpai,
satuan
ini
dapat
disebandingkan dengan Formasi Langkowala, Pandua, berumur Miosan Akhir hingga Pliosen, dengan memiliki ketebalan berkisar 450 m. e.
Satuan Kalkarenit Satuan ini tersebar di bagian Selatan daerah Konawe Selatan yaitu disekitar
daerah Lapuko dan Tinanggea. Satuan ini terdiri dari kalkarenit, batugamping, koral, batupasir dan napal. Berdasarkan kesamaan fisik yang dijumpai, satuan ini dapat disebandingkan dengan Formasi Emoiko berumur Pliosen. Satuan ini mempunyai ketebalan berkisar 200 m dengan lingkungan pengendapan laut dangkal hingga transisi. f.
Satuan Batulempung
Satuan tersebar dibagian Selatan daerah Kabupaten Konawe Selatan yaitu disekitar sebelah Selatan Lapuko, yang terdiri dari lempung, napal pasiran dan batupasir. Satuan ini memiliki hubungan yang saling menjemari dengan satuan kalkarenit. Berdasarkan kesamaan fisik yang dijumpai di lapangan, satuan ini dapat disebandingkan dengan Formasi Boepinang, berumur Pliosen. Satuan ini memiliki ketebalan berkisar 150 m dengan lingkungan pengendapan transisi hingga laut dangkal. g. Satuan Batupasir Satuan ini tersebar dibagian Selatan daerah Kabupaten Konawe Selatan yaitu disekitar daerah Palangga, Tinanggea dan Motaha. Satuan ini terdiri dari batupasir, konglomerat dan lempung. Berdasarkan kesamaan fisik yang dijumpai di lapangan, satuan ini dapat disebandingkan dengan Formasi Alangga, yang berumur Pliosen. Satuan ini memiliki ketebalan berkisar 250 m dengan lingkungan pengendapan darat hingga transisi dan menindih secara tak selaras semua batu-batuan yang berada dibawahnya. h.
Satuan Batugamping Koral Satuan ini tersebar dibagian Selatan daerah Kabupaten Konawe Selatan yaitu
disekitar daerah Torobulu. Satuan ini terdiri dari batugamping koral, dan batugamping pasiran memiliki ketebalan berkisar 100 m. Berdasarkan kesamaan fisik yang dijumpai di lapangan maka satuan ini dapat disebandingkan dengan Formasi Buara. Berumur Pliosen hingga Holosen dengan lingkungan pengendapan laut
dangkal. Satuan ini memiliki hubungan yang menjemari dengan satuan batupasir dan menindih secara tidak selaras satuan batuan yang berada dibawahnya.
i. Satuan Aluvial Satuan ini tersebar disekitar aliran sungai besar, pantai dan rawa di daerah Kabupaten Konawe Selatan. Endapan Aluvial yang ada merupakan endapan sungai, pantai dan rawa, berupa kerikil, kerakal, pasir, lempung dan Lumpur. Endapan alluvial merupakan satuan batuan penyusun yang paling muda dan menindih secara tidak selaras seluruh batuan yang berada dibawahnya berumur Resen dengan ketebalan tidak lebih dari 20 meter.
Gambar 1. Kolom Stratigrafi (Essays UK, 2013) 3. Struktur Geologi
Daerah ini tidak dapat dipisahkan dengan proses tektonik yang telah dan mungkin masih berlangsung di daerah ini, dimana diperlihatkan oleh kondisi batuan terutama oleh batuan yang berumur Pra tersier yang umumnya telah mengalami perlipatan dan perombakan yang cukup kuat dan berulang-ulang. Struktur Geologi yang dijumpai di daerah Kabupaten Konawe Selatan, meliputi lipatan, kekar dan sesar . Lipatan dapat dijumpai dibeberapa tempat dimana batupasir malih tersingkap, namun sangat sulit untuk menentukan arah sumbu lipatannya karena telah terombakkan. Kekar dijumpai hampir seluruh satuan batuan penyusun daerah ini, kecuali alluvium dan batuan kelompok batuan Molasa yang tidak terkonsolidasi dengan baik. Sesar utama yang terjadi di daerah ini dapat dijumpai di daerah Kolono, yang mana sesar Kolono ini hampir memotong seluruh batuan kecuali Aluvial.
Gambar 2. Peta struktur pulau Sulawesi (Hall dan Wilson,2000)
B. Pengertian Grafit
Grafit adalah salah satu dari dua unsur mineral yang terbentuk secara alami dan tersusun atas unsur karbon (C) disamping intan, walaupun antara grafit dan intan memiliki komposisi kimia yang sama namun secara fisik berbeda. Intan mengandung unsur karbon memiliki bentuk Kristal tetrahedral kerangkanya tersusundari bahan
yang paling keras dalam tanah. Dibandingkan dengan grafit memiliki bentuk Kristal hexagonal, mengelilingi lapisan yang saling berhubungan, sangat lembut, memiliki struktur berbentuk cincin sebagai sumber kekuatan (Perkins, 2002). Menurut Etna, 2011 grafit memiliki struktur Kristal yang berbeda dengan intan, karena tidak semua elektron valensinya digunakan untuk ikatan. Hanya 3 atau 4 elekton valensinya yang digunakan untuk ikatan. Satu elekton yang tak berikatan dalam keadaan bebas. Karena itulah grafit dapat menghatarkan listrik , sehingga dapat digunakan sebagai konduktor salah satunya sebagai elektroda inert. Tampak struktur grafit hexagonal datar dan berlapis-lapis. Tiga elektron valen C yang saling berikatan, membentuk lapisan hexagonal. Satu elektron valensi yang bebas menyebabkan terjadinya ruang kosong antar lapisan satu dengan lapisan lainnya. Ikatan antar lapisan ini sangat lemah, sehingga grafit mudah patah.
C. Tipe-tipe Grafit
Berdasarkan cara terjadinya dan bentukan jebakan, (Paul, dalam Donald,dkk.1972) membagi 3 tipe grafit, yaitu: 1. Grafit Urat (Vein Graphite) Grafit pada urat-urat mengandung 75% - 100% graphitic carbon, biasanya hancur, bentuk memipih dan terkesan saling mengikat. Mineral pengotor yang dijumpai adalah kuarsa, piroksin, feldspar, pirit, dan kalsit. Ketebalan urat bervariasi dari beberapa milimeter sampai puluhan feet dengan panjang jurus mencapai ribuan Feet serta panjang penunjaman dapat mencapai 1500feet. Beberapa ahli geologi
berpendapat bahwa grafit ini terjadi karena proses hidrotermal, namun beberapa ahli lainnya mengemukakan bahwa grafit ini terjadi karena proses pneumatolitik.
Gambar 3. Contoh Vein Graphite di Sri Lanka. (proyek peninjauan grafit dari Asia ke Afrika oleh Dr.Cunningham dan SRK Consulting (Australia) Pty.Ltd).
2. Grafit amorf (Amorphous Graphite) Grafit jenis ini terbentuk dari lapisan batubara yang terkena proses metamorfosa, kental, umumnya massif dan berukuran kriptokristalin. Sedangkan ukuran, bentuk, kandungan karbon dan mineral pengotor tergantung pada awal terbentuknya lapisan batubara. Grafit ini umumnya mengandung 85% grafit. 3.
Grafit flake ( Flake Graphite)
Grafit ini bernilai baik bila material yang mengandung karbon terkena metamorfosa setingkat pembentukan garnet (metamorfosa dengan suhu dan tekanan yang tinggi). Kandungan karbon dalam grafit flake tergantung dari kandungan unsur karbon pada
awal sedimentasi (Paul dalam Donald,1972). Batuan metasedimen grafitik mengandung 90% grafit dan 3% gneiss serta sekis, mineral pengotor yang terdapat dalam grafit ini adalah mineral – mineral yang umum dijumpai pada batuan metasedimen tingkat tinggi seperti kuarsa, feldspar, mika, amphibol, dan garnet.
Gambar 4. Flake Graphite di Daerah Goldendekat Saint Jhon. New Brunswick (Webb.T.C Dan Teward.H.J.2009).
D. Manfaat Mineral Grafit
Manfaat grafit yaitu industri nuklir, memanfaatkan grafit sebagai bahan moderator untuk berbagai jenis reaktor fisi. Grafit yang telah digunakan sebagai moderator reaktor, diproduksi dengan berbagai jenis tingkatan ( grade), sebagai contoh Pile Grade A (PGA) digunakan pada rekator Magnox dan Gilso carbon
digunakan di Advanced Gas-Cooled Reactor (AGR). Grafit dengan grade nuklir merupakan komposit karbon-karbon grade industri yang telah diberikan perlakuan panas antara 2500 ºC hingga 3000 ºC. Elektroda grafit merupakan bahan dengan karakteristik konduktivitas listrik dan kemampuan ketahanan terhadap kejut termal yang digunakan pada tungku busur listrik untuk membuat baja. Material poligranular sintetis dengan kemurnian kimia yang tinggi dan memiliki mikrostruktur yang kompleks, akan mempengaruhi sifat mekanik dalam kondisi ekstrim dan ketahanan terhadap iradiasi. grafit bila dimanfaatkan dalam industri nuklir sebagai bahan yang digunakan pada reaktor temperatur tinggi (Heri hardiyanti)
E. Metode Analis SEM/DEX
SEM/EDS (Scanning Electron Mic dispersive X-ray spectrometry), mikroskop yang memiliki ketelitian (resolusi) tinggi untuk melihat struktur berukuran nano dan merupakan mikroskop yang berguna untuk penggambaran permukaan material. SEM dapat dugunakan untuk studi detail struktur permukaan mineral, sel (jasad renik), maupun uji material lainnya. Sedangkan EDS digunakan untuk mengetahui komposisi unsur suatu mineral. (Ailin,2017). SEM/DEX
banyak
digunakan
untuk
mengkarakterisasi
material
(logam,keramik dan polimer). SEM merupakan perkembangan dari mikroskop optik (maksimum perbesaran 1000x) sehingga dapat mencapai pembesaran maksimum
sampai 150000x (tergangtung pada kondisi sampel uji dan SEM saat di teliti). SEM banyak digunakan untuk aplikasi sebagai berikut : 1. Pemeriksaan struktur mikro sampel uji metalugrafi dengan magnifikasi (perbesaran) yang jauh melebihi mikroskop optik biasa. 2. Pemeriksaan permukaan patahan dan permukaan yang memiliki kedalaman tertentu yang tidak mungkin diperiksa dengan mikroskop optik. 3. Evaluasi orientasi Kristal dari permukaan specimen metalografi. 4. Analisis unsur pada objek dalam skala mikro pada permukaan bulk specimen. 5. Distribusi komposisi kimia pada permukaan bulk specimen sampai jarak mendekati 1 mikro. Komponen dasar peralatan SEM terdiri dari empat sistem utama, yaitu sistem penembak elektron yang menghasilkan elektron dengan jumlah tertentu; sistem lensa yang berupa medan elektromagnetik yang memfokuskan berkas elektron pada permukaan sampel; sistem pelarikan yang membentuk bayangan dengan prinsip pelarikan ( scanning ); dan sistem deteksi yang memanfaatkan elektron sekunder dan elektron terhambur balik. Hasil interaksi berkas elektron dengan permukaan sampel, dapat berupa elektron sekunder (SE), elektron terhambur balik (BSE), elektron Auger, sinar-X dan elektron transmisi. Pada SEM hanya memanfaatkan SE dan BSE. Untuk memperoleh informasi struktur mikro, sedangkan sinar-X digunakan untuk menganalisa komposisi kimia pada permukaan sampel. Sampel yang akan dikarakterisasi dengan SEM, harus mempunyai permukaan yang relatif rata dan halus (Johan,2009).
Secara lebih detail sistem alat SEM terdiri dari beberapa komponen diantaranya, sistem sumber elektron (electron gun), sistem lensa sistem deteksi, sistem scanning dan sistem vacuum. Sistem ini terdiri dari sumber elektron berupa filament sebagai kutub katoda yang berfungsi sebagai penghasil elekton dan sumber tegangan negatif/celah pelindung (aperture shield ) dan kutub anoda (Sembiring & Simanjuntak, 2015).
Gambar 5. Skema dasar SEM (Scanning Electron Microscopy) (Carter & Norton, 2007).
Pemeriksaan dengan SEM pada dasarnya merupakan pemeriksaan dan data analisis permukaan. Tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan yang tebalnya sekitar 20 μm dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan topografi dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Pada prinsipnya cara kerja SEM dimulai dari berkas elektron berinteraksi dengan sampel yang akan menghasilkan Secondary Electron (SE) yang didalarn detektor SE tersebut diubah menjadi sinyal listrik sterusnya akan menghasilkan gambar pada monitor. Sinyal yang keluar dari detektor ini berpengaruh terhadap intensitas cahaya di dalam tabung monitor, karena jumlah cahaya yang dipancarkan oleh monitor sebanding dengan jumlah elektron yang berinteraksi dengan sampel. Apabila jumlah elektron yang dipancarkan semakin banyak maka gambar yang dihasilkan semakin terang dan demikian sebaliknya (Masrukan dkk, 1999).
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ambolodangge Kabupaten Konawe Selatan dan Labolatorium fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Halu Oleo. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli. Untuk mencapai di Desa Ambolodangge, Kecamatan Laeya, Kabupaten Konawe Selatan dapat dicapai melalui rute dari Kendari sampai Ambolodangge ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat selama ± 1 jam dengan jarak 48 km. Adapun lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar yaitu :
Gambar 6. Peta lokasi penelitian (Sumber: modifikasi peta administrasi Sulawesi Tenggara, 2014)
B. Instrumen Penelitian
1. Alat
Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1 berikut : Tabel I. Daftar alat yang digunakan dalam penelitian
No
Alat dan Bahan
Kegunaan
Foto
1
Palu Geologi
Digunakan untuk mengambil sampel
2
Kompas geologi tipe Digunakan untuk mengukur “Brunton” unsur kedudukan struktur
3
Global Position System Untuk penentuan (GPS) tipe Garmin koordinat
4
Kantong sample
5
Camera
Untuk menggambil gambar pada saat penelitian di lapangan
6
Buku lapangan
Tempat untuk mencatat hasil pengamatan dilapangan
7
SEM/DEX
Untuk menganalisa kandungan unsur carbon yang tredapat pada sampel batuan
8
Spidol permanen
Untuk sampel
titik
Untuk menyimpan sampel
menandai
kantung
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dapat dilihat pada tabel 2 berikut : Tabel 2. Daftar bahan yang digunakan dalam penelitian No. Nama Bahan Kegunaan 1. Sampel mineral Sebagai objek pengamatan grafit
Gambar
C. Prosedur penelitian
Prosedur penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan. Tahap pertama adalah persiapan. Tahap ke dua adalah pelaksanaan dan pengumpulan data penelitian lapangan. Tahap ketiga adalah analisis laboratorium berupa analisis secara SEM/EDX. 1. Tahap Persiapan
Dalam tahap persiapan ada beberapa bagian yang harus dilaksanakan diantaranya: a. Perizinan, dimana pada pengurusan administrasi adanya rekomendasi penelitian dari jurusan teknik pertambangan fakutas ilmu dan teknologi kebumian universitas halu oleo, hingga rekomendasi penelitian balitbang provinsi sulawesi tenggara. b. Studi Literatur ( Desk Study) yaitu mengumpulkan jurnal atau informasi teoriteori maupun hasil penelitian mineral grafit.
terdahulu yang berhubungan dengan analisa
c. Persiapan perlengkapan yaitu menyiapkan peralatan – peralatan yang digunakan dalam penelitian lapangan. Seperti peta kesampaian daerah, palu geologi, kompas, dan GPS (Global Position System). 2. Tahap pengumpulan data
Pada tahapan pengumpulan data didasarkan pada pedoman yang sudah dipersiapkan dalam rancangan penelitian. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder yaitu : a. Data primer, berupa pengambilan sampel mineral grafit.
Sampel tersebut
diambil menggunakan palu geologi. Setelah itu, pengambilan sampel ditentukan titik koordinatnya dengan menggunakan GPS (Global Position System). Sampel yang telah diambil tersebut disimpan dalam kantung sampel dan diberi tanda untuk dianalisis dilaboratorium serta Pengambilan gambar disetiap titik pengambilan sampel. b. Data sekunder, berupa pengumpulan jurnal-jurnal atau teori yang berkaitan dengan mineral grafit. Setelah itu pembuatan peta lokasi dilakukan dengan menggunakan aplikasi ARcGis. 3. Pengolahan Data
Pengolahan data terdiri atas : a.
Mengiput titik koordinat, berupa titik yang telah diambil dilapangan. Setelah itu di input dalam laptop agar diketahui dimana lokasi pengambilan sampel.
b. Deskripsi Sampel batuan, berupa sampel yang telah diambil kemudian diidentifikasi secara megaskopis supaya diketahui sifat fisiknya seperti warna, tekstur, struktur pada batuan. 4. Tahap Analisis Data
Tahapan analisis data adalah Analisisa SEM/DEX merupakan suatu alat yang digunakan untuk menganalisis komposisi senyawa yang terkandung dalam suatu sampel tersebut. Conto yang akan diuji dengan SEM/DEX akan digerus terlebih dahulu untuk memperkecil ukuran butir dalam sampel mineral kemudian dipreparasi lebih lanjut menjadi lebih padat dalam suatu holder. Kemudian sampel tersebut disimpan pada specimen holder dengan menggunakan specimen chamber untuk melakukan pemotretan. Data dari hasil analisis tersebut akan direkam oleh komputer dalam bentuk tabel. Dari hasil tersebut dapat dilihat jelas grafik presentase kandungan dalam sampel dan unsur yang terkandung di dalam mineral grafit tersebut.
D. Diagram Alir Penelitian
Berikut ini adalah diagram alir yang digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada gambar 7 berikut: Mulai
Persiapan Perizinan Studi leteratur Persiapan perlengkapan
Pengumpulan Data
Data Primer 1. Pengambilan sampel 2. Data litologi 3. Pengambilan Gambar
-
Data Sekunder 1. Studi literatur (buku, jurnal) 2. Peta lokasi penelitian
Pengolahan Data SEM/EDS (scanning Electron MicroscopeEnergy Dispersive X-Ray) untuk menetukan kandungan unsur dan presentase yang terdapat pada sampel.
Hasil Penelitian
Selesai Gambar 7.. Diagram Alir Penelitian
E. Jadwal Penelitian
Jadwal penelitian ini direncanakan selama tiga bulan yaitu dari awal bulan Juni sampai dengan bulan Agustus tahun 2018. Adapun jadwal penelitian dalam kegiatan ini dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini : Tabel 3. Jadwal Perencanaan Penelitian
Rencana Waktu Penelitian (2018) No.
Tahap Penelitian
Juni 1
1.
Persiapan
2.
Pelaksanaan penelitian lapangan
3.
Analisis labolatorium
4.
Pembuatan laporan
5.
Presentasi hasil
dan
2
3
Juli 4
1
2
3
Agustus 4
1
2
3
4
DAFTAR PUSTAKA
Ailin, Anastasia, Yarangga C., Danisworo A., dan Harjanto, 2017, Studi Grafit Berdasarkan Analisis Petrografi dan Sem/Edx pada Daerah Windesi Kabupaten Teluk Wondama Provinsi Papua Barat, Prosiding Seminar Nasional XII Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta. Hall, R., dan Wilson, M.E.J., 2000, Journal of Asian Earth Sciences, Neogene Sutures In Eastern Indonesia, 18, 781-808. Hasria, Idrus A., dan Warmada I.W., 2017, Journal of Geoscience Engineering, Environtment, and Technology, The Metamorphic Rocks-Hosted Gold Mineralization At Rumbia Mountains Prospect Area In The Southeastern Arm Of Sulawesi Island Indonesia, 02(03), 217-223. Johan, A. 2009. Karakterisasi Sifat Fisik dan Mekanik Bahan Refaktori Al2O3 Pengaruh Penambahan Tio2. Jurnal Penelitian Sains. Vol. 12, No. 2(B).pp 1-8. Masrukan., Wagiyo., Aditoiyanto.2009. Pemeriksaan Mikro Struktur dan Analisis Unsur AlMgSi Menggunakan Scanning Electron Microscope SEM-DEX. In Prosiding Seminar Nasional Hamburan Neutron dan Sinar X Ke 2, ISSN 1410-7686. Pp 79-82. Nesse William D., 2009. Introduction to Optycal Mineralogy, Oxford University Press, International Edition, New York Oxford. Rosika k., arif nugroho, “aplikasi xrf untuk analisa unsur dalam bahan”. Prosiding ilmiah nasional & Expo IPTEK MIPA 2005, FMIPA-UI DEPOK, 24-26 NOVEMBER 2005. Rufianti, etna. 2011. Mengenal struktur intan dan grafit. Rusmana E., Sukido, Sukarna, D., Haryanto, E.& Simanjuntak T.O., 1993, Peta Geologi Lembar Lasusua – Kendari, Sulawesi, sekala 1 : 250.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Simanjuntak T.O, Surono, Sukidom, 1993, Peta Geologi Lembar Kolaka Sulawesi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.