BAB I PENDAHULUAN
Prediabetes merupakan keadaan dimana kadar gula darah diatas normal 1,2,3
namun tidak dapat dikatakan sebagai diabetes.
Sedangkan diabetes mellitus
menurut American Diabetes Assosiation (ADA), merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. World Health Organization (WHO) Organization (WHO) sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin absolute atau relatif dan 4
gangguan fungsi insulin.
Istilah prediabetes diperkenalkan pertama kali pada tahun 2002 oleh Departement of Health and Human Services (DHHS) dan The American Diabetes Association Association (ADA). Setiap tahun 4-9% orang dengan prediabetes akan menjadi 1,2,3
diabetes
. Berdasarkan American Diabetes Assosiation Assosiation (ADA) 54 juta orang
dewasa terkena prediabetes di Amerika. Tanpa intervensi prediabetes akan berkembang menjadi diabetes melitus tipe II dalam kurun waktu 10 tahun. Meningkatnya prevalensi diabetes mellitus tipe II ini, akibat peningkatan kemakmuran yaitu peningkatan pendapatan per kapita dan perubahan gaya hidup terutama dikota-kota besar yang menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung koroner (PJK), hipertensi, hiperlipidemia, diabetes itu sendiri dan lain sebagainya. Selain itu bertambahnya usia, lebih banyak dan lebih lamanya obesitas, distribusi lemak tubuh, kurang aktifitas jasmani dan hiperinsulinemia merupakan faktor resiko yang berinteraksi dengan beberapa faktor 1,2,3
genetik yang berhubungan dengan terjadinya diabetes melitus tipe 2.
1
Prediabetes merupakan salah satu kondisi yang umumnya dijumpai pada individu yang memiliki riwayat DM dalam keluarganya. Sebagian dari penderita prediabetes sudah mengalami perubahan mikrovaskular yang tidak didasari akibat 13,14
diabetesnya itu sendiri
. Di dunia, jumlah orang yang menderita prediabetes sekitar 14
314 juta orang dan diperkirakan akan menjadi 418 juta orang pada tahun 2025 . Prediabetes sendiri meningkatkan resiko terjadinya kejadian diabetes tipe 2 sekitar 315
10x lipat.
Penelitian yang dilakukan Program Pencegahan Diabetes menyatakan
bahwa sekitar 11% orang dengan pradiabetes akan berkembang menjadi DM tipe 2 rata-rata setelah tiga tahun. Penelitian lain menyatakan bahwa banyak orang dengan pradiabetes akan berkembang menjadi diabetes setelah sepuluh tahun. Selain itu, orang dengan prediabetes memiliki risiko penyakit jantung 1,5 kali lipat lebih besar daripada orang normal. Meskipun demikian, pradiabetes merupakan suatu keadaan 12
yang dapat di tatalaksana.
2
BAB II PEMBAHASAN
1. Definisi Prediabetes
Prediabetes merupakan keadaan dimana kadar gula darah lebih tinggi dari normal tetapi tidak dapat dikategorikan sebagai diabetes. Kondisi ini merupakan tahap kritis di mana bila tidak dilakukan perubahan gaya hidup dan pengobatan yang adekuat, subjek dapat jatuh pada diagnosis diabetes. Kriteria prediabetes adalah mereka yang tergolong impaired fasting glucose (IFG) atau Gula Darah Puasa Terganggu (GDPT) dan impaired glucose tolerance (IGT) atau Toleransi Glukosa Terganggu (TGT). Orang yang mengalami prediabetes umumnya tidak memiliki gejala dan tanda khusus tetapi memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita DM tipe 1,2,3,11
2 dan penyakit kardiovaskuler.
Pada keadaan normal, kadar glukosa darah puasa adalah < 100 mg/dL, dan 2 jam setelah beban < 140 mg/dl. Sedangkan untuk diabetes, kadar glukosa puasa adalah > 126 mg/dL dan 2 jam setelah beban > 200 mg/dl. Maka, prediabetes terletak diantara kedua keadaan tersebut yakni puasa 100-125 mg/dL (IFG) dan 2 jam setelah beban 140-199 mg/dL.
2. Faktor resiko penderita prediabetes 15,16
Faktor resiko pada penderita prediabetes adalah: 1. Riwayat Diabetes Melitus dalam keluarga 2. Riwayat penyakit kardiovaskular 2
3. Overweight atau obese (BMI>25 kg per m ) 4. Ukuran pinggang a. Laki-laki (>90 cm) b. Perempuan (>80 cm 5. Kurang aktivitas fisik 6. Merokok 7. Tekanan darah tinggi
3
8. Peningkatan kadar trigliserida, konsentrasi lipoprotein densitas tinggi yang rendah atau keduanya 9. Diabetes gestasional 10. Sindrom ovarium polikistik 11. Beberapa pengobatan antipsikotik
3.
Resistensi Insulin dan Sindroma Metabolik
Diabetes tipe II merupakan kombinasi dua keadaan yaitu resistensi insulin dan insufisiensi sel beta. Resistensi insulin akan menyebabkan hiperglikemia dan hiperinsulinemia. Hiperglikemia yang terus menerus akan merangsang sel beta untuk menghasilkan insulin dalam jumlah yang berlebihan sebagai kompensasi terhadap resistensi insulin tersebut. Tetapi apabila sel beta tidak kuat mengimbangi proses ini maka akan terjadi gangguan toleransi glukosa yang apabila tidak diatasi maka selanjutnya akan terjadi diabetes melitus. Semua diabetes melitus tipe II didahului 7.
oleh gangguan toleransi glukosa maka keadaan ini disebut juga dengan prediabetes
Resistensi insulin adalah suatu keadaan dimana sel tubuh mengalami penurunan respon terhadap kerja insulin. Resistensi insulin dapat terjadi oleh perubahan yang mencegah insulin untuk mencapai reseptornya, perubahan pada pengikat reseptor, atau oleh perubahan dalam salah satu tahap kerja insulin pasca 10
reseptor . Resistensi insulin dengan kadar glukosa darah yang tinggi sering ditemukan bersamaan dengan penumpukan lemak disekitar perut, tingginya kadar LDL, trigliserida, rendahnya kadar HDL dan hipertensi. Semua kombinasi ini dikenal 10
sebagai sindroma resistensi insulin atau sindrom metobolik .
4. Hubungan Antara Resistensi Insulin, Prediabetes dan DM Tipe II
Resistensi insulin merupakan suatu keadaan yang meningkatkan resiko terhadap perkembangan diabetes dan penyakit koroner. Ketika terjadi resistensi insulin, maka sel-sel otot, lemak dan hati tidak dapat menggunakan insulin secara maksimal dan sebagai kompensasi pankreas akan memproduksi lebih banyak insulin
4
yang akan beredar dalam sirkulasi. Sehingga pada orang-orang dengan resistensi insulin ditemukan adanya peningkatan kadar glukosa darah bersamaan dengan peningkatan kadar insulin. Resistensi insulin dan diakibatkan oleh genetik, kelebihan 1,2,3
berat-badan, kurangnya aktivitas fisik, dan penuaan
. Kelebihan berat badan atau
obesitas berpengaruh terhadap kerja insulin karena jaringan lemak yang berlebihan menyebabkan kurangnya kemampuan sel-sel otot dalam menggunakan insulin sehingga terjadi resistensi insulin.
5. Manajemen Terapi Prediabetes
a. Terapi farmakologis 1. Aspek glukosa Sampai sekarang, FDA belum merekomendasikan upaya pencegahan diabetes menggunakan terapi farmakologis, baik untuk dewasa maupun remaja. Penggunaan terapi farmakologis saat ini bersifat individual dengan memperhatikan untung ruginya ditinjau dari segi obat yang digunakan dan individu yang hendak diberi obat tersebut. Pertimbangan pemberian obat secara farmakologis untuk prediabetes lebih mendapat tempat pada mereka yang berisiko tinggi ketimbang yang berisiko rendah. Namun begitu bila perburukan kadar glukosa pada follow up tanpa obat memperlihatkan progresivitas, meskipun modifikasi lifestyle telah diterapkan, terapi 16
farmakologis merupakan pilihan. Yang tergolong b erisiko tinggi adalah: - kombinasi IFG, IGT, dan sindroma metabolik ( 2 diantara 3 ) - glisemia yang memburuk - penyakit kardiovaskuler - non alcoholic fatty liver disease ( NAFLD )
2. Aspek Lipid Penanganan lipid pada prediabetes tidak jauh berbeda dengan penatalaksanaan pada pasien diabetes. Statin direkomendasikan untuk penanganan LDL ≤ 100 mg/dL. Obat ini juga diharapakan dapat membantu menurunkan non kolesterol
5
HDL ≤ 130 mg/dL (atau apolipoprotein B ≤ 90 mg/dL. Penggunaan bile acid sequestrants (colesevelam) memiliki efek tambahan yakni menurunkan kadar glukosa, serta menurunkan risiko kardiovaskular. Golongan fibrat, ezetimibe juga dapat dipergunakan. Penggunaan Niacin tidak dianjurkan karena memiliki efek 17
glikemik yang merugikan dan belum diteliti dampaknya pada prediabetes.
3. Aspek hipertensi Telah disepakati bahwa pencapaian pengendalian tekanan darah pada prediabetes tidak berbeda dengan diabetes yaitu di bawah 130 mmHg untuk sistolik dan di bawah 80 mmHg untuk diastolik. ACE inhibitor merupakan pilihan utama atau dapat juga dipergunakan ARB. Sedangkan pilihan kedua adalah Ca-channel antagonis. Penggunaan thiazide dan beta blockers harus di bawah pengawasan 17
karena efek glikemik yang lebih tinggi.
b. Manajemen Non Terapi Pre-diabetes 1. Perubahan gaya hidup (Lifestyle) Modifikasi gaya hidup merupakan dasar utama dalam pengobatan prediabetes. Perubahan gaya hidup dapat dilakukan oleh semua pasien dan di evaluasi setiap 12
pasien melakukan pemeriksaan ulang. Perubahan gaya hidup secara efektif dapat mencegah atau memperlambat perjalanan prediabetes menjadi diabetes dan dapat 12
mengurangi resiko penyakit makrovaskular dan mikrovaskular. Pelaksanaan program diet secara baik dan aktivitas fisik secara tepat diharapkan penderita prediabetes dapat menurunkan berat badan 5 – 10%. Penurunan berat badan dapat menurunkan massa lemak, kadar glukosa darah, tekanan darah, kadar kholesterol LDL dan trigliserida darah. Direkomendasikan program dalam bentuk latihan fisik dengan intensitas sedang secara reguler 30-60 menit perhari, 5 kali dalam seminggu. Diet dianjurkan dalam bentuk restriksi kalori, komposisi serat yang tinggi, serta karbohidrat tidak
6
berlebihan. Penderita dengan hipertensi juga dianjurkan diet rendah sodium dan 19
menjauhi alkohol.
2.
Strategi menurunkan berat badan
Penggunaan obat-obatan dapat dipertimbangkan dalam strategi penurunan berat badan pasien dengan prediabetes. Secara farmakologis, sibutramine dan orlistat telah dibuktikan efektif dalam menurunkan berat badan, perbaikan lipid serum dan glukosa darah. Reseptor antagonis canabinoid juga efektif dalam menurunkan berat badan dan meningkatkan glikemi namun dapat menyebabkan kecemasan dan depresi dan masih belum direkomendasikan di Amerika. Bariatric surgery terhadap obesitas morbid ( BMI > 40 kg/m2 ), dilaporkan cukup efektif menurunkan angka konversi menjadi diabetes, namun untuk prediabetes tindakan ini masih kontroversi.
6. Pencegahan prediabetes
Pencegahan prediabetes dibagi menjadi 3 tahap: 1) Pencegahan Primer Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor resiko, yakni mereka yang belum terkena, tetapi berpotensi untuk 8,9
menjadi diabetes melitus dan kelompok prediabetes . Adapun faktor resiko diabetes sama dengan faktor resiko prediabetes yaitu: faktor resiko yang tidak bisa dimodifikasi, faktor yang bisa dimodifikasi, dan faktor yang terkait dengan risiko 9
diabetes . Faktor resiko yang tidak bisa dimodifikasi antara lain: a. Riwayat keluarga dengan diabetes b. Umur,
resiko
untuk
menderita
prediabetes
meningkat
seiring
dengan
meningkatnya usia c. Riwayat pernah menderita diabetes melitus gestasional (DMG) d. Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir dengan berat badan rendah mempunyai resiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan bayi lahir dengan berat badan normal.
7
Faktor resiko yang bisa dimodifikasi: a. Berat badan lebih b. Kurangnya aktivitas fisik c. Hipertensi d. Dislipidemia e. Diet tak sehat. Diet dengan tinggi gula dan rendah serat akan meningkatkan risiko menderita prediabetes dan DM tipe II. Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes: a. Penderita polycystic ovary syndrome (PCOS) b. Penderita sindroma metabolik Pencegahan primer adalah cara yang paling sulit karena menjadi sasaran adalah orang-orang yang belum sakit artinya mereka masih sehat. Cakupannya menjadi sangat luas. Yang bertanggung jawab bukan hanya profesi tetapi seluruh masyarakat termasuk pemerintah. Semua pihak harus mempropagandakan pola hidup sehat dan menghindari pola hidup beresiko. Menjelaskan kepada masyarakat bahwa mencegah penyakit jauh lebih baik daripada mengobatinya. Kampanye makanan sehat dengan pola tradisipnal yang mengandung lemak rendah atau pola makanan seimbang adalah alteratif terbaik dan harus sudah mulai ditanamkan pada anak-anak 8
sekolah sejak taman kanak-kanak . Materi pencegahan primer terdiri dari penyuluhan dan pengelolaan. Penyuluhan ditujukan kepada masyarakat yang mempunyai risiko tinggi. Selain itu juga ditujukan kepada perencana kebijakan kesehatan agar memahami dampak sosioekonomi penyakit ini dan pentingnya penyediaan fasilitas yang memadai dalam upaya pencegahan primer. Materi penyuluhan meliputi antara lain: program penurunan berat badan, diet sehat, latihan jasmani, dan menghentikan merokok. Penurunan berat badan merupakan cara utama untuk menurunkan risiko terkena DM tipe II atau prediabetes pada seseorang yang mempunyai risiko diabetes yang mempunyai berat badan berlebih. Penurunan berat badan 5-10% dapat mencegah atau 9
memperlambat munculnya DM tipe II .
8
Materi penyuluhan berikutnya yaitu diet sehat yang dianjurkan diberikan pada setiap orang yang mempunyai risiko, jumlah asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat badan ideal. Pilihan bahan makanan yang diberikan yaitu lemak jenuh, tinggi serat dan karbohidrat komplek. Karbohidrat komplek diberikan secara terbagi dan seimbang sehingga tidak menimbulkan puncak glukosa darah yang tinggi setelah 9
makan . Pengelolaan dalam materi pencegahan primer ditujukan kepada kelompok prediabetes dan kelompok dengan resiko (obesitas, hipertensi, dislipidemia). Pengelolaan prediabetes yaitu dengan perubahan gaya hidup, menurunkan berat badan, mengkonsumsi diet sehat serta melakukan latihan jasmani yang cukup dan 8,9
teratur .
2) Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya komplikasi pada diabetisi yang telah menderita DM. Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan tes penyaringan terutama pad apopulasi resiko tinggi, dengan demikian pasien diabetes yang sebelumnya tidak terdiagnosis dapat terjaring, hingga dengan demikian dapat dilakukan upaya untuk mencegah 8,9
komplikasi atau kalaupun sudah ada komplikasi masih reversibel . Mencegah timbulnya komplikasi, menurut logika lebih mudah karena populasinya lebih kecil, yaitu pasien diabetes yang sudah diketahui dan sudah berobat, tetapi kenyataannya tidak demikan. Tidak gampang memotivasi pasien untuk berobat teratur, dan menerima kenyataan bahwa penyakitnya tidak bisa sembuh. Syarat untuk mencegah komplikasi adalah kadar glukosa darah harus selalu terkendali mendekati angka normal sepanjang hari sepanjang tahun. Disamping itu tekanan darah dan kadar lipid juga harus normal. Dan supaya tidak ada resistensi insulin, dalam upaya pengendalian kadar glukosa darah dan lipid itu harus diutamakan cara-cara nonfarmakologis dulu secara maksimal, misalnya dengan diet dan olahraga, tidak merokok dan lain-lain. 8
Bila tidak berhasil baru menggunakan obat baik oral maupun insulin .
9
Penyuluhan untuk pencegahan sekunder ditujukan terutama diabetisi baru. Penyuluhan dilakukan sejak pertemuan pertama dan perlu selalu diulang pada setiap 8
kesempatan pertemuan berikutnya . Salah satu komplikasi DM yang sering terjadi adalah penyakit kardiovaskular, yang merupakan penyebab utama kematian pada diabetes. Selain pengobatan terhadap tingginya glukosa darah, maka pengendalian berat badan , tekanan darah, profil lipid dalam darah serta pemberian antiplatelet 8
dapat menurunkan risiko timbulnya kelainan kardiovaskular pada diabetes .
3) Pencegahan tersier Pencegahan tersier adalah upaya pencegahan tersier ditujukan pada kelompok diabetis yang telah mempunyai penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecatatan lebih lanjut. Upaya rehabilitasi pada diabetes dilakukan sedini mungkin, sebelum kecatatan menetap. Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada diabetes dan keluarga. Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Semua upaya untuk 8,9.
mencegah komplikasi atau kecacatan
10
BAB III KESIMPULAN
1. Prediabetes merupakan keadaan dimana kadar gula darah diatas normal namun tidak dapat dikatakan sebagai diabetes. Penanganan yang baik pada individu prediabetes dapat mengurangi jumlah penderita DM tipe 2. Identifikasi awal terhadap prediabetes, terutama IGT merupakan salah satu faktor penting untuk mencegah perjalanan penyakit penderita prediabetes menjadi diabetes. 2. Progresi dari prediabetes menjadi diabetes melitus tipe II tidak inevitable. Dengan perubahan gaya hidup yang sehat, misalnya makan makanan yang sehat, aktifitas jasmani secara rutin, dan mempertahankan berat badan ideal, dapat menurunkan nilai gula darah kembali ke normal. 3. Berdasarkan hasil penelitian Diabetes Prevention Program (DPP) didapatkan kesimpulan bahwa diet dan latihan jasmani lebih memberikan hasil yang bermakna dalam menurunkan kemungkinan orang dengan toleransi glukosa terganggu untuk menjadi penderita DM tipe II dibandingkan dengan mengkonsumsi obat DM oral.
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Prediabetes. Januari 2008. http://www.mayoclinic.com [diakses tanggal 10 Maret 2014]. 2. Alberty G. 26 April 2007. International Diabetic Federation. http://www.idf.org/webcast/barcelona com. [diakses tanggal 10 Maret 2014] 3. American Diabetes Asociation: Prediabetes. http://www.ada.com. [diakses tanggal 10 Maret 2014] 4. Gustaviani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam . Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006. 1857-59 5. National Diabetes Information Clearing House. Agustus 2006. http://www. diabetes. niddk. nih.gov. [diakses tangga 10 Maret 2014] 6. Chamberlain J, Demouy J. Diabetes Prevention Program . 8 Agustus 2001. http://www.prevent diabetes.com[diakses tanggal 10 Maret 2014] 7. Documents Study of DPP. http://www.aboutdpp.htmlv.doc [diakses tanggal 10 Maret 2014] 8. Suryono S. Diabetes Melitus di Indonesia. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006. 1852-56 9. Soegondo S. Pencegahan Diabetes Melitus Tipe-2. dalam: Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia . 2006 : Perkeni. 30-37 10. Soegondo S, Gustaviani R. Sindrom Metabolik. dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006. 1849-51 11. Takiishi, Tatiana, et.al. Vitamin D and Diabetes. Endocrinology Metabolism Clinics of North America. 2010. 29(2).
and
12. Garber, Alan J., et.al. Diagnosis and Management of Prediabetes in the Continuum of Hyperglicemia-When Do the Risks of Diabetes Begin? A Consensus Statement From the American College of Endocrinology and the American Association of Clinical Endocrinologist. Endocr Pract. 2008.14(7):933-946.
12
13. Tapp RJ, Zimmet PZ, et al. Diagnostic for Diabetes: the association of retinopathy and albuminuria with glycaemia. Diabetes Res Clin Pract. 2006; 73:315-321 14. International Diabetes Federation. Diabetes Atlas: http://www.eatlas.idf.org/Prevalence/. Accessed Maret 10, 2014.
Prevalence.
15. American Diabetes Association. Economic costs of diabetes in the U.S. in 2007. Diabetes Care. 2008;31:596-615 16. Unger, Jeff. Diagnosis and Management of Type 2 Diabetes and Prediabetes. Chino Medical Group, Diabetes and Headache Intervention Center. 2007. 731-759. 17. Chiasson JL., et al. STOP-NIDDM Trial Research Group. A carbose treatment and the risk of cardiovascular disease and hypertension in patients with impaired glucose tolerance: the STOP-NIDDM trial. JAMA. 2003; 290: 486-494. 18. Horton ES. Can newer therapies delay the progression of type 2 diabetes mellitus? Endocr Pract . 2008; 14: 625-638. 19. Ratner, Robert E., Sathasivam, Anpalakan. Treatment Recommendations for Prediabetes. Am J Med. 2010. 385-395
13