PPh Pasal 25, (Penyelesaian (Penyelesaian Pajak Akhir Tahun, Angsuran Pajak dan Pajak dalam Laporan Keuangan) Oleh : Padlah Riyadi, SE, Ak (Program Profesi Akuntan, Fakultas Ekonomi & Bisnis, UNLAM Banjarmasin) -----------------------------------------------------------------------------------------------------------LATAR BELAKANG
Negara Indonesia adalah Negara Hukum berdasarkan UUD 1945 yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap orang. Pajak merupakan wujud dari peran serta masyarakat dalam mendukung pembangunan maupun perekonomian di Indonesia, sehingga dapat meningkatkan kesadaran dan rasa tanggung jawab, Peran pajak bagi suatu Negara menjadi sangat dominan. Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara, iuran tersebut berupa uang, bukan barang. Pajak yang dipungut berdasarkan ketentuan UUD dan aturan pelaksanaannya tanpa jasa timbal balik dari Negara. Pajak yang digunakan untuk biaya rumah tangga yaitu pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas dan sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang ekonomi. Untuk melengkapi dan menutup kelemahan yang ada pada self assessment system digunakan sistem perpajakan yang lain yaitu sistem pemotongan (withholding system) . Withholding system adalah suatu cara pemungutan pajak yang penghitungan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak dilakukan oleh pihak ketiga. Salah satu pajak yang menggunakan withholding system adalah pajak penghasilan pasal 23 (PPh Pasal 23), yaitu pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap yang menerima atau memperoleh penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggara kegiatan selain selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam PPh Pasal 21. Dalam UU Pajak Penghasilan Pasal 23 No. 36 Tahun 2008. Dimana yang dapat memotong PPh pasal 23 adalah badan pemerintah, Wajib Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, dan Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tertentu yang ditunjuk oleh Direktur Direktur Jendral Pajak. Dengan diterbitkannya UU No. 36 Tahun 2008 tentang ketentuan umum dan tatacara perpajakan maka telah terjadi sebuah reformasi perpajakan yang dilakukan oleh pihak Direktorat Jendral Pajak sehingga diharapkan d iharapkan wajib pajak menjadi lebih patuh da n diberikan segala segala bentuk kemudahan kemudahan dalam proses perpajakan. Disamping itu juga penghasilan yang diperoleh atas kegiatan usaha badan akan dikenakan pajak penghasilan badan. Adapun perhitungan untuk mengetahui jumlah pajak
1
badan yang terutang diatur dalam ketentuan PPh Pasal Pasa l 25. Dalam ketentuan PPh Pasal 25 diatur tentang angsuran pajak penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan dalam tahun pajak berjalan.Besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dilunasi dapat diketahui dengan Pajak Penghasilan yang terutang menurut SPT Tahunan. Pada masa sekarang ini pendapatan Negara khususnya dari PPh pasal 25 sangat berperan penting untuk penyelenggaraan pembangunan dalam rangka mewujudkan kehidupan masyarakat yang sejahtera adil dan makmur.Oleh karena itu pemerintah bersifat keras dan tegas dalam kewenangannya sebagai pengawas dan pemeriksa terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan yang dilakukan d ilakukan o leh wajib pajak. Akan tetapi dengan adanya self assessment system, ini membuat wajib pajak orang pribadi maupu badan mendapaatkan kewenangan untuk menghitung dan melaporkan sendiri kewajiban PPh pasal 25. Ini menjadi suatu permasalahan tersendiri karena dengan menghitung dan melaporkan sendiri PPh Pasal 25 maka setiap perusahaan bukan tidak mungkin akan melakukan penyelewengan pajak atau manipulasi pajak. Pajak penghasilan Pasal 25 merupakan angsuran Pajak penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak untuk setiap bulan dalam tahun pajak berjalan. Angsuran PPh P Ph Pasal 25 dapat dijadikan kredit pajak terhadap pajak yang terutang te rutang atas seluruh Penghasilan Wajib Pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh. Pajak Penghasilan 25 dalam Hal-hal Tertentu Direktur Jendral Pajak diberi wewenang untuk menyesuaikan penghitungan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan, apabila terdapat hal-hal tertentu, yaitu : Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian, Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur, SPT Tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan d isampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan, Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh, Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan angsuran lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan, terjadi perubahan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.
Penyelesaian Pajak Akhir Tahun, Angsuran Pajak dan Pajak dalam Laporan Keuangan 1.
CICILAN PAJAK Pajak Penghasilan Pasal 25, selanjutnya disingkat PPh Pasal 25 merupakan angsuran PPh yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan dalam tahun pajak berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 UU No. 7 tahun 1983 sebagiamana diubah terakhir dengan UU No 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Pembayaran angsuran setiap bulan itu sendiri dimaksudkan untuk meringankan beban Wajib Pajak dalam membayar pajak yang terutang. Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 tersebut dapat dijadikan sebagai kredit pajak terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan. PPh Pasal 25 harus dibayarkan/disetorkan paling lambat pada tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Sementara untuk penyampaian SPT Masa PPh Pasal 25 paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir.
2
1.1
Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 Besarnya angsuran PPh Pasal 25 harus dihitung sesuai dengan ketentuan. Pada umumnya, cara menghitung PPh Pasal 25 didasarkan kepada data SPT Tahunan tahun sebelumnya. Artinya, kita mengasumsikan bahwa penghasilan tahun ini sama dengan penghasilan tahun sebelumnya. Tentu saja nanti akan ada perbedaan dengan kondisi sebenarnya ketika tahun pajak sekarang sudah berakhir. Selisih tersebutlah yang yang kita bayar sebagai kekurangan pajak akhir tahun. Kekurangan bayar akhir tahun ini biasa dinamakan PPh Pasal 29. Apabila selisihnya menunjukkan lebih bayar, maka kondisi ini dinamakan restitusi atau Wajib Pajak meminta kelebihan pembayaran pajak yang telah dilakukan.Besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan (PPh Pasal 25 ayat 1) adalah sebesar PPh yang terutang menurut SPT Tahunan PPh Tahun Pajak yang lalu dikurangi dengan: a. PPh yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan pasal 23 serta b. PPh yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam PPh Pasal 22; dan c. PPh yang dibayar/terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam PPh Pasal 24, dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. Penghitungan tersebut dibedakan menjadi dua, yaitu bagi Wajib Pajak pribadi dan Wajib Pajak badan.
Contoh penghitungan angsuran PPh Pasal 25 ayat 1 bagi Wajib Pajak orang pribadi: Pajak Penghasilan yang terutang untuk tuan Ali berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun 2009 sebesar Rp 50.000.000,00. Pajak yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak ketiga serta yang terutang atau dibayar di luar negeri dalam tahun 2009 adalah sebagai berikut: - Pemotongan PPh Pasal 21 melalui pemberi kerja sebesar Rp 15.000.000,00 - Pemotongan PPh Pasal 22 oleh pihak lain sebesar Rp 10.000.000,00 - Pemotongan PPh Pasal 23 oleh penyelenggara kegiatan sebesar Rp 2.500.000,00 - Pembayaran pajak di luar begeri sebesar Rp 7.500.000,00 seluruhnya dapat dikreditkan (sebagai PPh Pasal 24)
Angsuran PPh Pasal 25 ayat 1 untuk tahun 2010 adalah: PPh terutang berdasar SPT tahunan PPh tahun 2009 Kredit pajak: PPh Pasal 21 Rp 15.000.000,00 PPh Pasal 22 Rp 10.000.000,00 PPh Pasal 23 Rp 2.500.000,00 PPh Pasal 24 Rp 7.500.000,00
Rp 50.000.000,00
3
Total kredit pajak Dasar penghitungan angsuran
Rp 35.000.000,00 – Rp 15.000.000,00
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setiap bulan (PPh Pasal 25 ayat 1) dalam tahun 2010 adalah: Rp 15.000.000,00 : 12 = Rp 1.250.000,00 Contoh penghitungan angsuran PPh Pasal 25 ayat 1 bagi Wajib Pajak Badan:
Pajak Penghasilan yang terutang untuk PT Merdeka berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun 2009 sebesar Rp 125.000.000,00. Pajak yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak ketiga serta yang terutang atau dibayar di luar negeri dalam tahun 2009 adalah sebagai berikut: - Pemotongan PPh Pasal 22 oleh pihak lain sebesar Rp 30.000.000,00 - Pemotongan PPh Pasal 23 oleh penyelenggara kegiatan sebesar Rp 15.000.000,00 - Pajak penghasilan yang dibayar di luar negeri sebesar Rp 42.500.000,00 tetapi berdasarkan ketentuan yang dapat dikreditkan (PPh Pasal 24) sebesar Rp 40.000.000,00 Angsuran PPh Pasal 25 ayat 1 untuk tahun 2010 adalah: PPh terutang berdasar SPT tahunan PPh tahun 2009 Kredit pajak: PPh Pasal 22 Rp 30.000.000,00 PPh Pasal 23 Rp 15.000.000,00 PPh Pasal 24 Rp 40.000.000,00 Total kredit pajak Dasar penghitungan angsuran
Rp 125.000.000,00
Rp 85.000.000,00 – Rp 40.000.000,00
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setiap bulan (PPh Pasal 25) dalam tahun 2010 adalah: Rp 40.000.000,00 : 12 = Rp 5.000.000,00 1.2 Angsuran PPh Pasal 25 Jika Terdapat Kompensasi Kerugian Kompensasi kerugian adalah kompensasi kerugian fiskal berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan,Surat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding, sesuai dengan ketentuan UU PPh. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dalam hal Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penghasilan neto menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu atau dasar penghitungan lainnya setelah dikurangi kompensasi kerugian dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang dipotong dan atau dipungut serta Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 UU PPh, dibagi 12 ( dua belas ) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
4
1.3
Angsuran PPh Pasal 25 Untuk Bulan-Bulan Sebelum Batas Waktu Penyampaian SPT Tahunan PPh Mengingat batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak orang pribadi adalah akhir bulan ketiga tahun pajak berikutnya dan bagi Wajib Pajak badan adalah akhir bulan keempat tahun pajak berikutnya, besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan sebelum SPT Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan belum dapat dihitung sesuai dengan ketentuan diatas (PPh Pasal 25 ayat 1). Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan adalah sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu. Misalnya, apabila apa bila SPT Tahunan PPh disampaikan d isampaikan oleh Wajib Pajak pada bulan Februari 2010, maka besarnya angsuran pajak yang harus dibayar pada bulan Januari 2010 adalah sebesar angsuran pajak bulan Desember 2009. Contoh: Tn Dias menyampaikan SPT Tahunan PPh 2009 pada bulan Maret 2010. Angsuran PPh Pasal 25 pada bulan Desember 2009 adalah Rp 1.000.000. Maka besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan January dan February 2010 masing – masing adalah Rp 1.000.000. Jadi Tn Dias harus membayar sendiri angsuran PPh Pasal 25 pada bulan January dan February 2010 masing – masing adalah Rp 1.000.000
1.4
Angsuran PPh Pasal 25 dalam dalam Tahun Pajak Berjalan Diterbitkan Diterbitkan Surat Surat Ketetapan Pajak untuk Tahun Pajak yang Lalu Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) untuk tahun pajak yang lalu, maka besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan Surat Ketetapan Pajak tersebut. Perubahan besarnya angsuran pajak tersebut berlaku mulai pada bulan berikutnya setelah bulan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak.
Contoh: Berdasarkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak 2009 yang disampaikan Wajib Pajak dalam bulan Februari 2010, perhitungan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar adalah sebesar Rp 1.250.000,00. Dalam bulan Juni 2010 telah diterbitkan surat ketetapan pajak tahun pajak 2009 yang menghasilkan besarnya angsuran pajak setiap bulan sebesar Rp 2.000.000,00. Berdasarkan ketentuan dalam pasal ayat ini, besarnya angsuran pajak mulai bulan Juli 2010 adalah sebesar Rp 2.000.000,00. Penetapan besarnya angsuran pajak berdasarkan surat ketetapan pajak tersebut besarnya bisa sama, lebih besar, atau lebih kecil dari angsuran pajak sebelumnya berdasarkan SPT Tahunan.
5
1.5 PPh Pasal 25 dalam Hal-hal Tertentu
Pada dasarnya besarnya pembayaran angsuran pajak oleh Wajib Pajak sendiri dalam tahun berjalan sedapat mungkin diupayakan mendekati jumlah pajak yang akan terutang pada akhir tahun. Oleh karena itu, dalam hal-hal tertentu Direktur Jenderal Pajak diberikan wewenang untuk menyesuaikan perhitungan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan. Hal-hal tertentu yang dimaksud adalah: a. Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian b. Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur c. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan d. Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan; e. Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan f. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak. 1.6 Wajib Pajak Tertentu Menteri Keuangan menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak bagi: a. Wajib Pajak baru b. Bank, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, Wajib Pajak masuk bursa, dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus membuat laporan keuangan berkala c. Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu dengan tarif paling tinggi 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen) dar i peredaran bruto.
Pasal 25 UU PPh PPh Ayat (1): Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh WP untuk setiap bulan adalah sebesar PPh yang terutang menurut SPT PPh tahun pajak yang lalu dikurangi dengan: 1. PPh yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta PPh yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan 2. PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh d ikreditkan ikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh WP untuk bulanbulan sebelum SPT Tahunan PPh disampaikan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu.
6
Contoh: 1. Apabila SPT Tahunan PPh disampaikan oleh WP orang pribadi pada bulan Februari 2010, besarnya angsuran pajak yang harus dibayar WP tersebut untuk bulan Januari 2010 adalah sebesar angsuran pajak bulan Dese mber 2009. 2. Apabila dalam bulan September 2009 diterbitkan keputusan pengurangan angsuran pajak menjadi nihil sehingga angsuran pajak sejak bulan Oktober s.d. Desember 2009 menjadi nihil, besarnya angsuran pajak yang harus dibayar WP untuk bulan Januari 2010 tetap sama dengan angsuran bulan Desember 2009, yaitu nihil.
Ayat (4): Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan SKP untuk tahun pajak yang lalu, besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan SKP tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan surat ketetapan pajak. Contoh: Berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun pajak 2009 yang disampaikan WP dalam bulan Februari 2010, perhitungan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar adalah sebesar Rp 1.250.000,00. Dalam bulan Juni 2010 telah diterbitkan SKP tahun pajak 2009 yang menghasilkan besarnya angsuran pajak setiap bulan sebesar Rp 2.000.000,00 Berdasarkan ketentuan dalam ayat ini, besarnya angsuran pajak mulai bulan Juli 2010 adalah sebesar Rp 2.000.000,00. Penetapan besarnya angsuran pajak berdasarkan skp tersebut bisa sama, lebih besar, atau lebih kecil dari angsuran pajak sebelumnya berdasarkan SPT Tahunan. Ayat (6): Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, sebagai berikut: 1. WP berhak atas kompensasi kerugian; 2. WP memperoleh penghasilan tidak teratur; 3. SPT Tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan; 4. WP diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh; 5. WP membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pe mbetulan; dan 6. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan WP.
7
WP Berhak Atas Kompensasi Kerugian
Dalam hal Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian, besarnya angsuran PPh Pasal 25 sama sengan PPh yang dihitung atas dasar perhitungan PPh dikurangi dengan PPh yang dipotong/dipungut atau terutang di luar negri yang boleh dikreditkan sesuai dengan pketentuan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 UU PPh kemudian dibagi 12 atau banyaknya bagian tahun pajak. Penghasilan PT Putra Jaya tahun 2009 adalah Rp 120.000.000. Sisa kerugian yang belum dikompensasikan tahun 2009 adalah Rp 30.000.000. Perhitungan PPh Pasal 25 tahun 2010 adalah:
Penghasilan tahun 2009 Rp 120.000.000 Sisa kerugian yang belum dikompensasikan tahun 2009 Rp 30.000.000 (-) Penghasilan yang dipakai dasar perhitungan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 Rp 90.000.000 Pajak Penghasilan yang terutang: 25% x Rp 90.000.000 Rp 22.500.000 Apabila pada tahun 2009 tidak ada Pajak Penghasilan yang dipotong atau dipungut oleh pihak lain dan pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 24, besarnya angsuran pajak bulanan PT Putra Jaya tahun 2010 adalah: 1/12 x Rp 22.500.000 = Rp 1.875.000,Apabila sisa kerugian tahun sebelumnya telah melewati batas waktu kompensasi (lima tahun) maka kerugian tersebut tidak dapat dikompensasikan. Oleh karena itu tidak memengaruhi perhitungan angsuran PPh Pasal 25. WP Memperoleh Penghasilan Tidak Teratur
Penghasilan teratur adalah penghasilan yang lazimnya diterima atau diperoleh secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam setiap tahun pajak. Penghasilan ini dapat bersumber dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan, maupun pengalihan harta dan/atau modal, kecuali penghasilan yang dikenakan PPh yang bersifat final. Dalam hal Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur, maka besarnya angsuran PPh Pasal 25 adalah sama dengan PPh yang dihitung dengan dasar perhitungan PPh dikurangi sengan PPh yang dipotong/dipungut/dibayar/ terutang di luar negri yang boleh dikreditkan sesuai sesua i dengan ketentuan k etentuan Pasal 2 1, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 UU PPh, kemudian dibagi 12 atau banyaknya bulan bagian tahun pajak. Dasar perhitungan PPh yang dimaksud adalah jumlah penghasilan neto menurut SPT tahunan PPh tahun pajak yang lalu setelah dikurangi dengan penghasilan tidak teratur yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh. Contoh: Wajib Pajak PT A pada tahun 2009 memperoleh penghasilan neto yang bersifat teratur dari usaha dagang sebesar Rp 148.000.000,- dan penghasilan tidak teratur dari
8
mengontrakan rumah selama 3 tahun yang dibayar sekaligus pada tahun 2009, maka penghasilan yang tidak teratur tersebut diterima sekaligus pada tahun 2009. Maka penghasilan yang dipakai sebagai dasar perhitungan angsuran PPh Pasal 25 pada tahun 2010 adalah hanya dari penghasilan teratur tahun 2009. Dengan catatan bahwa wajib Pajak A telah dipungut Pasal 22 oleh pihak lain sebesar Rp 2.900.000,- maka angsuran PPh Pasal 25 untuk 2010 dihitung sebagai berikut: Penghasilan Neto (teratur) Rp 148.000.000 Tidak ada sisa kerugian yang bisa dikompensasikan, sehingga besarnya PKP adalah Rp 148.000.000 PPh yang terutang adalah 25%x Rp 148.000.000 Rp 37.000.000 Kredit Pajak/ Pengurangan: - PPh Pasal 22 Rp 2.900.000(-) Dasar Perhitungan Angsuran Rp 34.100.000 Angsuran bulanan PPh Pasal 25 tahun 2010 adalah Rp 34.100.000/12 = Rp2.841.667 WP Terlambat Menyampaikan SPT
Dalam hal SPT Tahunan PPh tahun pajak yang lalu disampaikan WP setelah lewat batas waktu yang ditentukan, besarnya PPh Pasal 25 adalah sama dengan besarnya PPh Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak yang lalu dan bersifat sementara. Setelah WP menyampaikan SPT Tahunan PPh, besarnya PPh Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan tersebut dan berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan. Apabila besarnya PPh Pasal 25 setelah SPT disampaikan lebih besar, atas kekurangan setoran PPh Pasal 25 terutang bunga Pasal 19 ayat (1) UU KUP sebesar 2%, untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25 dari masingmasing bulan sampai dengan tanggal penyetoran.
Apabila besarnya PPh Pasal 25 setelah SPT disampaikan lebih kecil dapat dipindahbukukan ke PPh Pasal 25 bulan-bulan berikut setelah penyampaian SPTTahunan. WP Diberikan Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian SPT Tahunan PPh
Dalam hal WP diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh, besarnya PPh Pasal 25 dihitung berdasarkan SPT SP T Tahunan sementara yang disampaikan d isampaikan WP pada saat mengajukan permohonan ijin perpanjangan. Setelah WP menyampaikan SPT Tahunan PPh, besarnya PPh Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan tersebut dan berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan. Apabila besarnya PPh Pasal 25 menurut SPT Tahunan lebih besar, atas kekurangan setoran PPh Pasal 25 terutang bunga Pasal 19 ayat (1) UU KUP yaitu sebesar 2%, untuk
9
jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25 dari masingmasing bulan sampai dengan tanggal penyetoran. Apabila besarnya PPh Pasal 25 menurut SPT Tahunan lebih kecil, atas kelebihan setoran PPh Pasal 25 dapat dipindahbukukan ke PPh Pasal 25 bulan-bulan berikut setelah penyampaian SPT Tahunan
WP Melakukan Pembetulan SPT
Apabila dalam tahun berjalan Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh tahun pajak yang lalu, besarnya PPh 25 dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan PPh Pembetulan tersebut dan berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT tersebut. Perhitungan kembali besarnya angsuran PPh Pasal 25 berdasar SPT Pembetulan Pembetulan tetap memperhatikan ketentuan kompensasi kerugian dan ketentuan penghasilan tidak teratur. Apabila besarnya PPh Pasal 25 sebelum dilakukan pembetulan SPT Tahunan tersebut lebih besar daripada PPh Pasal 25 sebelum dilakukan pembetulan, atas kekurangan setoran PPh Pasal 25 terutang bunga sebesar 2% (Pasal 19 ayat (1) UU KUP ) untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25 dari masing – masing bulan sampao dengan tanggal penyetoran.
Apabila besarnya PPh Pasal 25 setelah pembetulan SPT tahunan tersebut lebih kecil daripada PPh Pasal 25 sebelum dilakukan pembetulan, atas kelebihan setoran PPh Pasal 25 dapat dipindah bukukan ke PPh Pasal 25 bulan – bulan berikutnya setelah penyampaian SPT Pembetulan. Terjadi Perubahan Keadaan Usaha Atau Kegiatan WP
Apabila sesudah 3 bulan atau lebih berjalannya suatu tahun pajak, WP dapat menunjukkan bahwa PPh yang akan terutang kurang dari 75% dari PPh terutang yang yang menjadi dasar penghitungan besarnya PPh Pasal 25, WP dapat mengajukan permohonan pengurangan PPh Pasal 25 secara tertulis kepada Kepala KPP tempat WP terdaftar. Pengajuan permohonan harus disertai dengan penghitungan besarnya PPh yang akan terutang berdasarkan perkiraan penghasilan yang akan diterima atau diperoleh dan besarnya PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan. Apabila dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya surat permohonan WP, Kepala KPP tidak memberikan keputusan, permohonan WP tersebut dianggap diterima dan WP dapat melakukan pembayaran PPh Pasal 25 sesuai dengan penghitungannya untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan. Apabila dalam tahun pajak berjalan WP mengalami peningkatan usaha dan diperkirakan PPh yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut lebih dari 150% dari PPh terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya PPh Pasal 25, besarnya PPh Pasal 25 untuk
10
bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan harus dihitung kembali berdasarkan perkiraan perk iraan kenaikan PPh yang terutang terut ang tersebut oleh WP sendiri atau Kepala KPP tempat WP terdaftar.
ANGSURAN PPH PASAL 25 BAGI WP BARU, BANK, BUMN, DAN WP TERTENTU LAINNYA
Sesuai Pasal 25 ayat 7 UU PPh, perhitungan PPh Pasal 25 bagi WP Baru, BUMN, BUMD, dan WP tertentu lainnya ditetapkan oleh Mentri Keuangan. PPh Pasal 25 WP Baru Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak baru adalah sebesar sebe sar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas penghasilan neto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas). Penghasilan neto sebagaimana dimaksud adalah : Dalam hal Wajib Pajak menyelenggarakan pembukuan dan dari pembukuannya dapatdihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan pembukuannya; Dalam hal Wajib Pajak hanya menyelenggarakan pencatatan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atau menyelenggarakan pembukuan tetapi dari dar i pembukuannya pe mbukuannya tidak dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atas peredaran atau penerimaan bruto. Untuk Wajib Pajak orang pribadi baru, jumlah penghasilan neto fiskal yang disetahunkan dikurangi terlebih dahulu dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak.
Dalam hal Wajib Pajak baru berupa Wajib Pajak badan yang mempunyai kewajiban membuat laporan berkala, besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas proyeksi labarugi fiskal pada laporan berkala pertama yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas). Contoh 1: PT Almond, perusahaan yang baru berdiri terdaftar sebagai WP pada Juni 2009. Selama bulan Juni penjualan PT Almond sebesar Rp 100.000.000 100. 000.000 dan biaya – biaya yang terjadi adalah sebesar Rp 60.000.000,- Perhitungan PPh Pasal 25 untuk masa Juni 2009 adalah sebagai berikut: Penjualan Rp 100.000.000 Biaya Rp 60.000.000(-) Penghasilan neto sebulan Rp 40.000.000
Penghasilan neto yang disetahunkan (12x Rp 40.000.000)
Rp 480.000.000
PPh terutang 25% x Rp 480.000.000
Rp 120.000.000
11
PPh Pasal 25 masa Juni: 120.000.000/12 = Rp 10.000.000 Contoh 2 Setiawan memiliki usaha bengkel 3 February 2009, penerimaan bruto bulan Februari 2009 Rp 40.000.000. Persentase Norma Perhitungan Perhitungan misalnya untuk usaha bengkel motor 22,5%. Setiawan kawin dan mempunyai 2 orang anak
Perhitungan PPh Pasal 25 Penghasilan neto bulan Februari (22,5% x Rp 40.000.000)
Rp 9.000.000
Penghasilan neto setahun 12 x Rp 9.000.000 PTKP (K/2) Penghasilan Kena Pajak
Rp 108.000.000 Rp 30.375.000(-) Rp 77.625.000
PPh terutang: 5% x Rp 50.000.000 15% x Rp 27.625.000
= Rp 5.000.000 = Rp 4.143.750(+) Rp 9.143.750
PPh Pasal 25 bulan February Rp 9.143.750/12 = Rp 761.979
PPh Pasal 25 untuk WP Bank dan Sewa Guna Usaha dengan hak opsi
Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas). PT Bank Dana Sejahtera dalam laporan triwulan April s/d Juni 2009 menunjukan penghasilan neto sebesar Rp 350.000.00 0 Perhitungan PPh Pasal 25 untuk masa July, Agustus, September 2009 adalah sebagai berikut: Penghasilan neto triwulan Penghasilan neto disetahunkan 4x Rp 350.000.000 =
Rp 350.000.000 Rp 1.400.000.000
PPh terutang 25% x Rp 1.400.000.000 = Rp 350.000.000 PPh Pasal 25 untuk masa July, Agustus, September 2009 Rp 350.000.000/12 = Rp 29.166.667
12
PPh Pasal 25 untuk WP BUMN dan BUMD
Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah Daera h dengan de ngan nama dan da n dalam da lam bentuk apapun, kecuali Wajib Pajak bank dan Sewa Guna Usaha dengan hak opsi, adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah disahkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas). Dalam hal Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) belum disahkan, d isahkan, maka besarnya angsuran a ngsuran Pajak P ajak P enghasilan Pasal P asal 25 untuk bulan-bulan sebelum bulan pengesahan adalah sama dengan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak sebelumnya. Contoh: Menurut RKAP Tahun 2010 yang sudah disahkan, PT Jogja Bangkit (Sebuah BUMD yang dimiliki pemerintah kota Yogyakarta) diperkirakan mempunyai penghasilan neto sebesar Rp 1.000.000.000, -. Kredit pajak (PPh Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 yang dapat di kreditkan) Tahun 2009 berjumlah Rp 40.000.000,-
Perhitungan PPh Pasal 25 untuk tahun 2010 adalah sebagai berikut: Penghasilan neto Rp 1.000.000.000 PPh terutang 25% x Rp 1.000.000.000 Rp 250.000.000 Kredit pajak (PPh Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24) Rp 40.000.000(-) PPh yang dibayar sendiri Rp 210.000.000 PPh Pasal 25 Rp 210.000.000/12 = Rp 17.500.000
PPh Pasal Pasal 25 untuk WP Masuk Bursa dan WP Lainnya yang Berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat Laporan Keuangan Berkala
Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak masuk bursa dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala, adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan berkala terakhir yang disetahunkan di kurangi dengan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas).
PPh Pasal 25 Bagi WP Orang Pribadi Pengusaha Tertentu
13
WP Orang pribadi pengusaha tertentu adalah WP orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan yang mempunyai tempat usaha lebih dari satu, atau mempunyai tempat usaha yang berbeda alamat dan domisili. Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu, ditetapkan sebesar 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen) dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat usaha tersebut. 2. PENCATATAN AKUNTANSI 2.1. Angsuran Pajak (PPh Pasal 25) Angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan adalah Pajak Penghasilan Pasal 25 yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak yang bersangkutan setiap bulan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008. Jurnal untuk mencatat pembayaran PPh Pasal 25 tiap bulannya adalah sebagai berikut:
Pajak Dibayar Dimuka-PPh Pasal 25 Kas
xxx xxx
2.2. Kredit Pajak Kredit pajak terdiri dari: a. Kredit pajak dalam negeri Kredit pajak dalam negeri untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (OP) terdiri atas PPh yang dipotong atau dipungut pihak lain yaitu PPh Pasal 21, 22 dan 23. Kredit pajak dalam negeri untuk Wajib Pajak Badan terdiri atas PPh Pasal 22 dan 23. b. Kredit pajak luar negeri Kredit pajak luar negeri baik untuk Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Badan adalah PPh Pasal 24. c. PPh yang dibayar sendiri PPh yang dibayar sendiri terdiri atas angsuran PPh Pasal 25 yang dibayar setiap bulan ataupun fiskal luar negeri. 2.3. Pajak Akhir Tahun PPh yang harus dilunasi pada akhir Tahun Pajak dihitung dengan cara: PPh yang terutang atas seluruh penghasilan (yang merupakan objek pajak) selama Tahun Pajak yang bersangkutan dikurangi dengan Kredit Pajak yaitu PPh yang dilunasi dalam Tahun Pajak berjalan baik yang dibayar sendiri maupun yang dipotong atau dipungut oleh pihak lain. Hasil perhitungan PPh pada akhir tahun tersebut, dapat mengakibatkan kurang bayar atau lebih bayar, sebagai berikut: a. Apabila pajak yang terutang untuk suatu Tahun Pajak ternyata lebih kecil dari jumlah kredit pajak (pajak yang dilunasi dalam tahun berjalan), maka setelah dilakukan pemeriksaan, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan setelah diperhitungkan dengan utang pajak berikut sanksi-sanksinya. Jurnal pencatatan oleh perusahaan adalah sebagai berikut:
14
PPh Badan xxx PPh Pasal 28A xxx Pajak dibayar dimuka (PPh Pasal 22) xxx Pajak dibayar dimuka (PPh Pasal 23) Pajak dibayar dimuka (PPh Pasal 24) Pajak dibayar dimuka (PPh Pasal 25) b.
xxx xxx xxx
Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar dari kredit pajak, maka kekurangan pajak yang terutang harus dilunasi sebelum SPT Tahunan PPh disampaikan. Apabila tahun buku sama dengan tahun kalender, kekurangan pajak tersebut wajib dilunasi paling lambat tanggal 31 Maret bagi Wajib Pajak orang pribadi atau 30 April bagi Wajib Pajak badan setelah Tahun Pajak berakhir, sedangkan apabila tahun buku tidak sama dengan tahun kalender, misalnya mulai tanggal 1 Juli sampai dengan 30 Juni, maka kekurangan pajak wajib dilunasi paling lambat tanggal 30 September bagi Wajib Pajak orang pribadi atau 31 Oktober bagi Wajib Pajak badan. Jurnal pencatatan oleh perusahaan adalah sebagai berikut:
PPh Badan xxx Pajak dibayar dimuka (PPh Pasal 22) xxx Pajak dibayar dimuka (PPh Pasal 23) xxx Pajak dibayar dimuka (PPh Pasal 24) xxx Pajak dibayar dimuka (PPh Pasal 25) xxx Utang PPh pasal 29 xxx Pada saat dilakukan penyetoran ke kas negara, jurnal pencatatannya adalah sebagai berikut: Utang PPh Pasal 29 xxx Kas xxx 2.4. Beban Pajak Beban pajak (tax expense) atau penghasilan pajak (tax income) adalah jumlah agregat pajak kini (current tax) dan pajak tangguhan (deferred tax) yang diperhitungkan dalam d alam penghitungan laba atau rugi pada satu periode. Menurut Pasal 9 ayat (1) huruf k UU No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan, tidak boleh dikurangkan dari penghasilan Wajib Pajak sehingga pada penghitungan penghasilan kena pajak akhir tahun, harus dilakukan koreksi fiskal positif. Untuk itu, pengeluaran-pengeluaran tersebut dicatat sebagai beban periode berjalan pada Laporan Laba/Rugi. Unsur-unsur beban (penghasilan) pajak mencakup: a) beban (penghasilan) pajak kini; b) penyesuaian yang diakui pada periode berjalan atas pajak kini yang berasal dari periode sebelumnya; c) jumlah beban (penghasilan) pajak tangguhan baik yang berasal dari timbulnya perbedaan temporer maupun dari realisasinya;
15
d) jumlah beban (penghasilan) pajak tangguhan yang berasal dari perubahan tarif pajak atau penerapan peraturan perpajakan yang baru; e) jumlah manfaat dari rugi pajak atau perbedaan temporer periode sebelumnya yang belum diakui, yang digunakan sebagai pengurang beban pajak k ini; 2.5. Pajak Tangguhan Menurut PSAK 46, pajak tangguhan timbul akibat adanya beda waktu/sementara. Beda waktu artinya keseluruhan beban atau pendapatan akuntansi maupun perpajakan sebenarnya sama, tetapi hanya berbeda alokasi setiap tahunnya. Beda waktu dapat berasal dari realisasi, penyusutan, amortisasi, dan kompensasi kerugian fiskal antara akuntansi dan perpajakan. Beda waktu akan menimbulkan aset/kewajiban pajak tangguhan, tetapi beda tetap tidak. 1) Beban Pajak Tangguhan dan Pendapatan Pajak Tangguhan Beban PPh terdiri dari beban pajak kini dan beban pajak tangguhan/pendapatan pajak tangguhan. Pajak kini adalah jumlah PPh terutang atas Penghasilan Kena Pajak pada satu periode. Beban pajak tangguhan akan menimbulkan kewajiban pajak tangguhan sedangkan pendapatan pajak tangguhan menimbulkan aset pajak tangguhan. 2) Aset Pajak Tangguhan (deferred tax assets) Aset pajak tangguhan adalah jumlah PPh terpulihkan pada periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dan sisa kompensasi kerugian. Aset pajak tangguhan timbul apabila beda waktu menyebabkan terjadinya koreksi positif sehingga beban pajak menurut akuntansi lebih kecil daripada beban pajak menurut peraturan perpajakan. 3) Kewajiban Pajak Tangguhan (deferred tax liabilities) Kewajiban pajak tangguhan adalah jumlah PPh terutang untuk periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak. Kewajiban pajak tangguhan timbul apabila beda waktu menyebabkan terjadinya koreksi negatif sehingga beban pajak menurut akuntansi lebih besar daripada beban pajak menurut peraturan perpajakan. 4) Pencatatan dan Penyajian Pencatatan aset dan kewajiban pajak tangguhan dilakukan terhadap rugi fiskal yang masih dapat dikompensasikan dan beda waktu antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal yang dikenakan pajak, dikalikan dengan tarif pajak yang berlaku. Jurnal untuk mencatat timbulnya aset pajak tangguhan: Aset pajak tangguhan xxx Pendapatan pajak tangguhan xxx
Jurnal untuk mencatat timbulnya kewajiban pajak tangguhan: Beban pajak tangguhan xxx Kewajiban pajak tangguhan xxx Penyajian pajak pajak tangguhan: tangguhan:
16
-
Aset dan kewajiban pajak tangguhan harus disajikan terpisah dari aset dan kewajiban lainnya dalam neraca Aset dan kewajiban pajak tangguhan harus dibedakan dari aset pajak kini ( prepaid taxes) dan kewajiban pajak kini (tax payable) - Aset atau kewajiban pajak tangguhan tidak boleh disajikan sebagai aset atau kewajiban lancar - Aset pajak kini harus dikompensasikan (offset) dengan kewajiban pajak kini dan jumlah netonya disajikan dalam neraca - Beban (penghasilan) pajak yang berhubungan berhubungan dengan laba laba atau rugi dari aktivitas aktivitas normal harus disajikan tersendiri pada laporan laba/rugi - Aset pajak tangguhan disajikan terpisah dengan akun tagihan restitusi PPh dan kewajiban tangguhan juga disajikan terpisah dengan utang PPh Pasal 29 Contoh 1: Laba sebelum pajak Rp 900.000.000,00 Koreksi beda tetap: Pendapatan bunga deposito (Rp 60.000.000,00) Beban sumbangan Rp 40.000.000,00 Rp 20.000.000,00 Total beda tetap Rp 880.000.000,00 Koreksi beda waktu: Penyusutan Rp 15.000.000,00 Rp 15.000.000,00 Total beda waktu Rp 895.000.000,00 Penghasilan Kena Pajak Rp223.750.000,00 Pajak terutang: 25% x Rp 895.000.000,00 = Rp223.750.000,00 Kredit pajak PPh Pasal 25 = Rp220.000.000,00 = Rp 3.750.000,00 PPh Pasal 29 (PPh Kurang bayar) Aset Pajak Tangguhan = 25% x Rp15.000.000,00 = Rp3.750.000,00 Jurnal: PPh Badan-Pajak Kini Rp 223.750.000,00 Aset Pajak Tangguhan Rp 3.750.000,00 Pendapatan Pajak Tangguhan Rp 3.750.000,00 Pajak Dibayar Dimuka-PPh Pasal 25 Rp 220.000.000,00 Utang PPh Pasal 29-kurang bayar Rp 3.750.000,00
17
-
-
Contoh 2: Laba sebelum pajak Rp 700.000.000,00 Koreksi beda tetap: Pendapatan sewa bangunan (Rp 50.000.000,00) Pendapatan jasa giro (Rp 20.000.000,00) Beban bunga pajak Rp 10.000.000,00 Beban pemberian sembako Rp 40.000.000,00 Beban PPh Rp 5.000.000,00 (Rp 15.000.000,00) Total beda tetap Setelah koreksi beda tetap Rp 685.000.000,00 Koreksi beda waktu: Amortisasi (Rp 15.000.000,00) Penyusutan Rp 10.000.000,00 (Rp 5.000.000,00) Total beda waktu Rp 680.000.000,00 Penghasilan kena pajak Pajak terutang: 25% x Rp 680.000.000,00 = Rp 170.000.000,00 Kredit pajak = (Rp 100.000.000,00) = Rp 70.000.000,00 PPh kurang bayar Kewajiban pajak tangguhan = 25% x Rp 5.000.000,00 = Rp 1.250.000,00 Jurnal: PPh Badan-Pajak Kini Rp 170.000.000,00 Beban Pajak Tangguhan Rp 1.250.000,00 Kewajiban Pajak Tangguhan Rp 1.250.000,00 Pajak Dibayar Dimuka-PPh Pasal 22 Rp 20.000.000,00 Pajak Dibayar Dimuka-PPh Pasal 23 Rp 30.000.000,00 Pajak Dibayar Dimuka-PPh PASAL 25 Rp 50.000.000,00 Utang PPh Pasal 29 Rp 70.000.000,00
18
3. ETIKA DALAM PELAPORAN PAJAK
Wajib Pajak akan melaporkan pajak-pajak yang dibayar dan/atau dipotong/dipungut dengan mengisi dan menyampaikan SPT ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar. SPT memiliki beberapa fungsi: 1. sebagai sarana bagi bagi Wajib Wajib Pajak dalam melaporkan dan mempertanggungjawabkan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang, 2. sebagai pelaporan pembayaran atau pelunasan pajak, baik baik yang dilakukan Wajib Wajib Pajak sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan dan pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga, 3. sebagai pelaporan harta dan kewajiban serta pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemugutan pajak yang telah dilakukan. SPT dapat dibedakan menjadi 2 yaitu SPT Masa dan SPT Tahunan. SPT Masa adalah SPT yang digunakan untuk melakukan pelaporan atas pembayaran pajak bulanan. SPT Tahunan adalah SPT yang digunakan untuk pelaporan tahunan. Tata cara pelaporan SPT dilakukan Wajib Pajak atau PKP dengan tahapan: - Pengambilan formulir SPT Pada dasarnya diambil sendiri oleh Wajib Pajak, baik langsung ke KPP atau KP2KP. - Pengisian SPT Sesuai dengan petunjuk berdasarkan peraturan perpajakan dilakukan dengan benar, jelas dan lengkap. - Penandatanganan SPT Untuk Wajib Pajak orang pribadi ditandatangani oleh yang berhak menandatangani SPT sedangkan Wajib Pajak badan ditandatangani oleh pengurus / direksi. - Penyampaian SPT Langsung ke KPP / KP2KP, melalui jasa pengiriman pos. 4. PENYETORAN DAN PELAPORAN PPH PASAL 25 PPh Pasal 25 harus dibayar/disetorkan selambat-lambatnya pada tanggal 15 bulan takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir. Wajib Pajak diwajibkan menyampaikan SPT Masa selambat-lambatnya 20 setelah Masa Pajak Berakhir Bagi Wajib Pajak pengusaha tertentu, berlaku juga ketentuan sebagai berikut: Jika Wajib Pajak memiliki beberapa tempat usaha dalam satu wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak, harus mendaftarkan masing – masing tempat usahanya di Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan Wajib Pajak yang memiliki beberapa tempat usaha lebih dari satu wilayah kerja kantor pajak, harus mendaftarkan setiap tempat usahanya si Kantor Pelayanan Pajak masing – masing tempat usaha Wajib Pajak berkedudukan SPT Tahunan PPh harus disampaikan di Kantor Pelayanan Pajak tempat domisili Wajib Pajak terdaftar dengan batas waktu seperti ketentuan butir 2.
19
KESIMPULAN Pajak penghasilan Pasal 25 merupakan angsuran Pajak penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak untuk setiap bulan dalam tahun pajak berjalan. Angsuran PPh P Ph Pasal 25 dapat dijadikan kredit pajak pa jak terhadap pajak yang terutang te rutang atas seluruh Penghasilan Wajib Pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh. Pajak Penghasilan 25 dalam Hal-hal Tertentu Direktur Jendral Pajak diberi wewenang untuk menyesuaikan penghitungan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan, apabila terdapat hal-hal tertentu, yaitu : Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian, Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur, SPT Tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan, Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh, Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan angsuran lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan, terjadi perubahan usaha atau kegiatan Wajib Pajak. Pasal 25 dari UU PPh 1984 mengatur tentang pembayaran angsuran pajak oleh wajib pajak dalam tahun berjalan, yang mengandung pengertian: a. Dasar perhitungan untuk menentukan besarnya pajak yang harus diangsur. b. Besarnya angsuran yang wajib dibayar setiap bulannya. Angsuran PPh yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dilakukan dengan cara melakukan perhitungan sendiri, menyetor ke Kas Negara, Kantor Pos & Giro atau Bank yang ditunjuk, kemudian Wajib Pajak melaporkan Bukti Penyetoran Pajak (SSP-KP.PDIP.5.1) kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dimana Wajib Pajak terdaftar.
Perhitungan besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun berjalan: Angsuran PPh Pasal 25 yang wajib disetor dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Angsuran bagi Wajib Pajak Baru 2. Angsuran bagi Wajib Pajak yang sudah pernah memasukkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan 3. Angsuran bagi Wajib Pajak yang sebelumnya menderita kerugian 4. Angsuran bagi Wajib Pajak tahun yang sebelumnya dihitung dengan menerapkan Tarif Efektif Rata-rata 5. Angsuran bagi Wajib Pajak yang tahun sebelumnya ditetapkan lebih besarnya jumlah berdasarkan Surat Ketetapan Pajak.
DAFTAR PUSTAKA
20
1.
Lesmana, Eko. 1994. Sistem Perpajakan di Indonesia. Buku Pertama, Edisi Satu. Jakarta: PT. Prima Kampus Grafika.
2.
Mardiasmo. 2013.Perpajakan Edisi Revisi.Andi Offset: Yogyakarta
3.
Resmi, Siti. 2009. Perpajakan Teori dan Kasus, Edisi Ketiga. Yogyakarta: Penerbit Salemba Empat.
4.
Resmi, Siti. 2011. Perpajakan Teori dan Kasus, Edisi 6 Buku 1. Yogyakarta: Penerbit Salemba Empat.
5.
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
6.
Surat Edaran Dirjend Pajak No.66/PJ./2010 tentang Penegasan atas pelaksanaan UU No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
7.
Undang – Undang dan Peraturan Pelaksanaannya. 2008. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Jakarta: Penerbit Salemba Empat
8.
http://dudiwahyudi.com/pajak/pajak-penghasilan/pajak-penghasilan-pph-pasal25.html diakses pada tanggal 6 Agustus 2014.
9.
http://www.slideshare.net/puspa/tax-planning-atas-kredit-pajak tanggal 6 Agustus 2014.
diakses
pada
10.
http://www.scribd.com/doc/9495995/PPh-pasal-25 diakses pada tanggal 6 Agustus 2014.
11.
http://tax-center.pajak.go.id/tkb/PPh/128/PPh-563 diakses pada tanggal 6 Agustus 2014.
21