A. Judul Praktikum
: Potensial Osmosis Jaringan Tumbuhan
B. Tanggal Praktikum
: 24 Februari 2014
C. Pendahuluan Potensial osmosis menunjukan status suatu larutan dan menggambarkan perbandingan proporsi zat terlarut dengan pelarutnya. Makin pekat suatu larutan akan makin rendah potensial osmosisnya. Potensial osmosis dari suatu sel dapat diukur dengan berbagai metoda. Metoda yang sering digunakan adalah dengan suatu seri larutan yang konsentrasi dan otensial osmosisnya diketahui. Misalnya dengan menggunakan larutan sukrosa. Metoda ini di dasarkan pada adanya peristiwa plasmolisis, yaitu dengan menentukan suatu larutan yang hanya menyebabkan terjadinya kondisi “incipient plasmolysis”. Pada kondisi “incipient plasmolysis”, setelah dari seluruh sel dimasukan menunjukan tanda-tanda plasmolisis (protoplas baru mulai terlepas dari dinding selnya), pada saat ini sel-sel menunjukan penurunan (penguraian) volume, sehingga konsentrasi cairan sel akan lebih pekat. (Triwahyu Agustina, 2014). Osmosis adalah perpindahan air melalui membran selektif permeabel dari bagian yang lebih encer ke bagian yang lebih pekat. Membran semipermeabel harus dapat ditempuh oleh pelarut, tapi tidak oleh zat terlarut, yang mengakibatkan gradient tekanan sepanjang membran. Tekanan osmosis merupakan sifat koligatif, yang berarti bahwa sifat ini bergantung pada konsentrasi zat terlarut, dan bukan pada sifat zat terlarut itu sendiri. Osmosis terjadi tanpa menghiraukan bagaimana fungsi membran, sepanjang pergerakan linarut lebih dibatasi dibandingkan dengan pergerakan air. Membran bisa berupa satu lapis bahan yang lebih melarutkan pelarut daripada partikel linarut, sehingga melewatkan lebih banyak molekul pelarut dari pada partikel linarut. Sel tumbuhan memiliki ciri fisiologi yang berbeda dengan sel hewan khususnya dengan keberadaan dinding sel pada sel tumbuhan. Dinding sel pada tumbuhan tinggi merupakan matriks yang di dalamnya terdapat rangka, yaitu senyawa selulosa yang berwujud mikrofibril atau benang halus. Matriks pada dinding sel ini tersusun dari beberapa senyawa yaitu hemiselulosa, pektin,
plastik biologik, protein dan lemak. Dinding sel secara umum dibedakan menjadi dinding sel primer dan dinding sel sekunder. Perbedaan antara kedua macam dinding ini terletak pada fleksibilitas, ketebalan, susunan mikrofibril dan pertumbuhannya (Wilkins, M. B, 1992). Seluruh aktivitas sel tumbuhan sangat tergantung dengan keberadaan dinding sel ini. Dinding sel selain berfungsi untuk proteksi isi sel juga berperan sebagai jalan keluar masuknya air, makanan dan garam-garam mineral ke dalam sel. Sel tumbuhan merupakan bagian terkecil dari sistem hidup dan di dalam sistem ini sel-sel saling bergantung. Perilaku sel tidak hanya dipengaruhi oleh keadaan sel itu sendiri tetapi juga sel-sel di sekitarnya dan tumbuhan itu sendiri serta lingkungan luar. Berbagai macam zat seperti makanan, zat mineral, air dan gas bergerak dari sel ke sel dalam bentuk molekul atau partikel. Lingkungan suatu sel meliputi sel-sel di sekitarnya dan lingkungan luar yang meliputi air, tanah dan udara tempat tumbuh dan hidup tumbuhan tersebut. Sel-sel yang bersinggungan langsung dengan lingkungan luar antara lain sel-sel yang ada di akar, batang dan daun yang kemudian meluas ke suluruh tubuh tumbuhan melalui ruang-ruang dalam sel. Molekul atau partikel air, gas dan mineral masuk ke dalam sel tumbuhan melalui proses difusi dan osmosis. Melalui proses-proses tersebut tumbuhan dapat memperoleh zat-zat yang diperlukan untuk pertumbuhannya. Proses difusi berlangsung dari daerah yang memilki konsentrasi partikel tinggi ke daerah yang konsentrasi partikelnya rendah. Difusi memiliki peranan penting dalam sel-sel tumbuhan yang hidup. Air masuk ke dalam akar, bergerak dari sel ke sel dan meninggalkan tubuh dalam bentuk uap, semua melalui proses difusi. Gas-gas (O2 dan CO2), unsur-unsur dan bahan-bahan makanan masuk ke dalam sel atau di antara sel-sel dan bergerak dari sel ke sel dengan jalan difusi (Tjitrosomo, 1983). Difusi berlangsung karena adanya perbedaan konsentrasi, karena suatu perbedaan terjadi apabila terjadi perubahan konsentrasi dari suatu keadaan ke keadaan yang lain. Selain perbedaan konsentrasi, perbedaan sifat juga dapat menyebabkan difusi. Sedangkan osmosis merupakan peristiwa perpindahan air
dari daerah yang konsentrasi airnya tinggi ke daerah yang konsentrasi airnya rendah melalui membran semipermeabel. Membran semipermeabel yaitu membran yang hanya mengizinkan lalunya air dan menghambat lalunya zat terlarut. Osmosis sangat ditentukan oleh potensial kimia air atau potensial air yang menggambarkan kemampuan molekul air untuk melakukan difusi (Sasmita Mihardja, 1990). Sel tumbuhan dapat mengalami kehilangan air, apabila potensial air di luar sel lebih rendah daripada potensial air di dalam sel. Jika sel kehilangan air cukup besar, maka ada kemungkinan volume isi sel akan menurun besar sehingga tidak dapat mengisi seluruh ruangan yang dibentuk oleh dinding sel. Artinya, membran dan sitoplasma akan terlepas dari dinding sel, peristiwa ini disebut plasmolisis. Sel yang sudah terplasmolisis dapat disehatkan kembali dengan memasukkannya ke dalam air murni. Air merupakan cairan yang ada dalam vakuola. Jika suatu sel direndam dalam larutan yang hipertonik (konsentrasi air dalam sel lebih tinggi daripada konsentrasi air di larutan sebelah luar), maka air dari vakuola akan keluar dari sel ke larutan luar. Keadaan ini menyebabkan sel kehilangan turgornya, vakuola mengerut dan membran sel terpisah dari dinding sel. Sel dalam keadaan ini disebut berplasmolisis, kondisi plasmolisis digunakan sebagai salah satu cara mengukur potensial osmotik suatu sel (Tjotrosomo, 1983). Membran protoplasma dan sifat permeabel deferensiasinya dapat diketahui dari proses plasmolisis. Permeabilitas dinding sel terhadap larutan gula diperlihatkan oleh sel-sel yang terplasmolisis. Apabila ruang bening diantara dinding dengan protoplas diisi udara, maka dibawah mikroskop akan tampak di tepi gelembung yang berwarna kebiru-biruan. Jika isinya air murni maka sel tidak akan mengalami plasmolisis. Molekul gula dapat berdifusi melalui benang-benang protoplasma yang menembus lubang-lubang kecil pada dinding sel. Benang-benang tersebut dikenal dengan sebutan plasmolema, dimana diameternya lebih besar daripada molekul tertentu sehingga molekul gula dapat masuk dengan mudah.
Keadaan volume vakuola dapat untuk menahan protoplsma agar tetap menempel pada dinding sel sehingga kehilangan sedikit air saja akan berakibat lepasnya protoplasma dari dinding sel. Peristiwa plasmolisis seperti ini disebut plasmolisis insipien. Plasmolisis insipien terjadi pada jaringan yang separuh jumlahnya selnya mengalami plasmolisis. Hal ini terjadi karena tekanan di dalam sel = 0. Potensial osmotik larutan penyebab plasmolisis insipien setara dengan potensial osmotik di dalam sel setelah keseimbangan dengan larutan tercapai (Salisbury, 1995).
D. Tujuan Mengukur potensial osmotik suatu jaringan tumbuhan dengan cara plasmolisis.
E. Alat dan Bahan Alat Silet
Bahan Daun Rhoeo discolor masing -masing 3 buah
Tabung reaksi + rak tabung Larutan sukrosa 0,26 M, 0,24 M, 0,22 M, 0,20 masing-masing 7 buah
M, 0,18 M, 0,16 M, 0,14 M masing-masing 5 ml.
Mikroskop
Alumunium foil
Kaca objek
Label
Kaca penutup Alat tulis Kamera
F. Cara Kerja
Sediakn alat dan bahan yang dibutuhkan, kemudian sediakan pula 7 botol vial yang bersih dan kering kemudian.
Masing-masing botol di isi dengan larutan sukrosa 0,26 M, 0,24 M, 0,22 M, 0,20 M, 0,18 M, 0,16 M, 0,14 M masing-masing 5 ml.
Buatlah sayatan permukaan epidermis permukaan daun Rhodeo discolor sebanyak 21 sayatan masing-masing sayatan mengandung ± 25 sel.
Masukan sayatan epidermis tadi kedalam botol vial, masing-masing botol menerima 3 sayatan.
Biarkan selama 30 menit
Kemudian periksalah sayatan dengan cara meletakannya pada kaca objek dengan setetes larutan yang digunakan untuk merendam sayatan tersebut.
Perhatikan pada konsentrasi larutan yang mana sebagian 50% sel epidermis pasa setiap sayatan mengalami plasmolisis atau menunjuka gejala plasmolisis keadaan demikian disebut “incipient plasmolysis”.
Buatlah tabel presentase sel yang berplasmolisis untuk setiap konsentrasi larutan.
G. Hasil Pengamatan Konsentrasi
Gambar Sebelum direndam
Setelah direndam
Jumlah sel =36
36 - 15 = 21 sel hilang
0,26 M
Keterangan
Plasmolisis
Jumlah sel = 42 sel
42 - 14 = 28 sel hilang
Jumlah sel = 58
58-40 = 18 sel hilang
0,24 M
Plasmolisis
Jumlah sel = 80
sel
80 - 42 = 38 Sel hilang
0,22 M
Jumlah sel = 70
sel
70 - 15 = 55 Sel hilang
Jumlah sel = 65
sel
65 - 45 = 20 Sel hilang
Jumlah sel = 98 sel
98 – 32 = 66 sel hilang
Jumlah sel = 132 sel
132 – 35 = 97 sel hilang
Plasmolisis
Jumlah sel = 102 sel
Jumlah sel = 72
102 – 37 = 65 sel hilang
72 – 32 = 40 sel hilang
incipient 0.20 M
plasmolisis
Jumlah sel = 60
Jumlah sel = 85
60 – 23 = 37 sel hilang
85 – 61 = 24 sel hilang
Jumlah Sel = 154
154 – 15 = 139 sel hilang
0.18 M
Plasmolisis
Jumlah Sel = 140
140 – 64 = 76 sel hilang
Jumlah Sel = 132
132 – 2 = 130 sel hilang
incipient 0.16 M
plasmolisis
Jumlah sel = 109
109 - 98 = 11 sel hilang
Jumlah sel =80
80 - 82 = -2 sel hilang
Jumlah sel = 140
140 - 124 = 16 sel hilang
incipient 0.14 M
Jumlah sel = 42
42 – 7 = 35 sel hilang
Jumlah sel = 92
92 – 89 = 3 sel hilang
plasmolisis
Jumlah sel = 175
Ket : incipien plasmolisis Plasmolisis
175 – 167 = 8 sel hilang
= hilang 50 % dari jumlah sel awal = hilang lebih dari 50% jumlah sel awal
Perhitungan Plasmolisis/Incipient Plasmolisis: 0,26 M
: Daun 1
21/36 x 100%
= 58,3%
Daun 2
28/45 x 100%
= 66,7%
Daun 3
18/58 x 100%
= 31% = 156% /3
0,24 M
Rata-Rata
= 52%
: Daun 1
38/80 x 100%
= 47,5%
Daun 2
55/70 x 100%
= 78,6%
Daun 3
20/65 x 100%
= 30,8%
(Plasmolisis)
= 156,9% /3
0,22 M
Rata-Rata
= 52,3%
: Daun 1
66/98 x 100%
= 67,3%
Daun 2
97/132x 100%
= 73,48%
Daun 3
65/102 x 100%
= 63,72%
(Plasmolisis)
= 204,5% /3 Rata-Rata
= 68,17 %
(Plasmolisis)
0,20 M
: Daun 1
40/72 x 100%
= 55,5%
Daun 2
37/60x 100%
= 61,6%
Daun 3
24/85 x 100%
= 28,8% = 145,3% /3
Rata-Rata
= 48,4 % (Incipient Plasmolisis)
0,18 M
139/154 x 100%
= 84,41%
Daun 2
76/140x 100%
= 54,28%
Daun 3
130/132 x 100%
= 98,48%
: Daun 1
= 237,17% /3
0,16 M
Rata-Rata
= 79,05 %
: Daun 1
16/140 x 100%
= 11,42%
Daun 2
11/109x 100%
= 10,09%
Daun 3
−2/80 x 100%
= -2,5%
(Plasmolisis)
= 19,01% /3 Rata-Rata
= 6,33% (Incipient Plasmolisis)
0,14 M
35/42 x 100%
= 83,33%
Daun 2
3/92x 100%
= 3,26%
Daun 3
8/175 x 100%
= 4,57%
: Daun 1
= 91,16% /3 Rata-Rata
= 30,38% (Incipient Plasmolisis)
H. Pertanyaan dan Jawaban 1. Jelaskan mengapa potensial osmosis pada keadaan “incipient plasmolysis” memiliki nilai yang hampir sama atau kira-kira sama dengan potensial osmosis sel pada keadaan normal? Jawab: Karena incipient plasmolysis terjadi pada jaringan yang separuh jumlah selnya baru saja mulai plasmolisis (protoplas baru mulai lepas dari dinding sel), berarti tekanan-dalamnya sama dengan nol. Maka dari itu potensial osmotik larutan penyebab incipient plasmolysis setara dengan potensial osmotik di dalam sel, sesudah kesetimbangan dengan larutan tercapai.
2. Pada keadaan “incipient plasmolysis” nilai potensial osmosis yang sebenarnya akan lebih kecil atau lebih besar dari keadaan normal? Jelaskan alasan anda! Jawab: Lebih kecil dari yang sebenarnya karena volume jaringan awal dan jaringan pada keadaan incipient plasmolysis dilakukan secara hati-hati (seluruh volume jaringan atau lebih baik lagi ukuran sampel protoplas yang agak besar), maka perubahan potensial osmotik yang disebabkan oleh perubahan volume dapat dihitung. Jika koreksi tidak dilakukan, nilai potensial osmotik yang diperoleh dari metode plasmolisis menjadi terlalu negatif, sering berselisih 0,1 Mpa atau lebih (5-10% atau lebih). 3. Apakah sel-sel jaringan dari tumbuhan yang berbeda akan memiliki potensial osmosis yang berbeda pula? Jelaskan! Jawab: Iya, tumbuhan yang berbeda akan memiliki potensial osmosis yang berbeda pula. Karena keadaan lingkungan yang berubah (misalnya, rawan air atau rawan garam). 4. Berikan kesimpulan pada percobaan tersebut! Jawab: Berdasarkan percobaan yang telah kami lakukan hasilnya pada beberapa konsentrasi sukrosa yang berbeda menunjukan hasil kesetimbangan yang berbeda pula. Ada sel yang mengalami plasmolis seperti pada daun yang direndam dalam konsentrasi sukrosa 0,26 M, 0,24 M, 0,22 M, 0,18 M. Ratarata yang mengalami plasmolis dari yang kami praktikan hampir yang mengalami plasmolisis pada konsentrasi yang tinggi. Sedangkan yang mengalami incipient plasmolysis adalah daun yang direndam larutan sukrosa pada konsentrasi 0,20 M, 0,16 M, 0,14 M,
yang rata-rata
konsentarasi larutannya rendah, karena tekanan dalamnya sama dengan nol. I. Kesimpulan Berdasarkan percobaan yang telah kami lakukan hasilnya pada beberapa konsentrasi sukrosa yang berbeda menunjukan hasil kesetimbangan
yang berbeda pula. Ada sel yang mengalami plasmolis seperti pada daun yang direndam dalam konsentrasi sukrosa 0,26 M, 0,24 M, 0,22 M, 0,18 M. Ratarata yang mengalami plasmolis dari yang kami praktikan hampir yang mengalami plasmolisis pada konsentrasi yang tinggi. Sedangkan yang mengalami incipient plasmolysis adalah daun yang direndam larutan sukrosa pada konsentrasi 0,20 M, 0,16 M, 0,14 M,
yang rata-rata konsentarasi
larutannya rendah, karena tekanan dalamnya sama dengan nol.
J. Daftar Pustaka Salisbury dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Bandung: ITB Bandung. Siska D.S. 2011. Laporan Praktikum Potensial Osmosis. http://dianases. blogspot.com/2011/06/laporan-praktikum-potensial-osmosis.html. (27-02-2014: 11.05). Sasmita Mihardja. 1990. Fisiologi Tumbuhan. Bandung: ITB Bandung. Tjotrosomo. 1983. Botani Umum 2. Bandung: Angkasa. Triwahyu Agustina. 2014. Panduan Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Bandung: UIN Bandung. Wilkins, M. B. 1992. Fisiologi Tanaman. Jakarta: Bumi Angkasa.