PERILAKU ORGANISASI DAN CONTOH KASUS hallo sahabat saya disini ingin menjelaskan tentang apa itu perilaku organisasi dan juga membantu kawan kawan untuk memberikan contoh kasus perilaku organisasi. perilaku organisasi atau organization behavior adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dan kelompok/organisasi yang berdampak kepada kinerja dan tujuannya adalah untuk mengarahkan kepada upaya pencapaian tujuan. dan ini adalah contoh kasus yang saya bahas KASUS : Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang menjatuhkan hukuman 3,5 KASUS : tahun penjara terhadap Triasih Wahyu Sari, seorang bidan yang bertugas sebagai verifikator program Jaminan Persalinan Persalinan Bidan Praktik Mandiri di Kabupaten Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Triasih terbukti menyalahgunakan kesempatan ket ika menjadi verifikator program Jampersal sehingga menguntungkan dirinya sendiri. Hakim jug a mewajibkan terdakwa membayar uang pengganti kerugian negara yang besarnya Rp 695,5 juta. "Menyatakan terdakwa terbukti bersalah melanggar pasal 18 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah dan ditambahkan dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi," katanya Su prapto, Selasa (8/9). "Pada tahun 2013, Dinas Kesehatan Kabupaten Blora menerima kucuran dana untuk program Jampersal yang besarnya mencapai Rp 4,1 miliar. Dari dana tersebut, sekitar Rp 1,7 miliar dana dicairkan berdasarkan hasil verifikasi yang dilakukan terdakwa," tuturnya. Sementara itu, terdakwa Triasih mengaku dana yang digelapkannya tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadinya. Atas putusan hakim tersebut, terdakwa Triasih menyatakan menerima hukuman yang dijatuhkan kepada dirinya. Teori jenjang kebutuhan karena dikasus tersebut Triasih memakai uang korupsi buat kebutuhan pribadinya jadi ia ngelakuin segala cara c ara agar bisa memuasin kebutuhan pribadinya. ANALISIS MASALAH : MASALAH : dari kasus tersebut, hal itu menunjukan perilaku individu dalam organisasi sangat berdampak pada organisasi tempatnya bekerja. dari kasus korupsi tersebut, Triasih adalah sosok yang mementingkan kepentingan individu dan dapat mencoreng nama organisasinya. kepercayaan yang telah diberikan kepada Triasih disalah gunakan, seharusnya ia dapat mementingkan kepentingan organisasi/kelompok dibandingkan dengan kepentingan pribadi. diketahui Triasih mengambil sebagian dana Dinas Kesehatan Kabupaten Blora untuk program Jampersal pada tahun 2013 lalu. dari sisi organisasi sendiri perlu diadakan pengawasan, evaluasi berkala dan bimbingan agar tidak terjadi kecurangan dan adanya sanksi yang tegas. karena prilaku individu yang baik akan membawa organisasi organisasi yang baik dan sesuai dengan tujuan. KESIMPULAN : Triasih mangaku menggelapkan dana untuk kepentingan pribadinya, atas putusan hakim terdakwa dijatuhkan hukuman 3,5 tahun penjara terhadap Triasih Wahyu Sari. SARAN : seharusnya pribadi yang baik akan mementingkan kepentingan kelompok agar tidak mencoreng nama baik kelompok/organisasi karena kepentingan pribadi. dan dalam suatu organisasi ini perlulah yang namanya pengawasan yang ketat sehingga tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.
jadi itu sekilas pembahasan saya mengenai kasus dalam perilaku organisasi, semoga dapat membantu anda....
CONTOH KASUS ORGANISASI DALAM PERUSAHAAN TUGAS PERTAMA Contoh Kasus Organisasi dalam perusahaan
Tim proyek di PT. Light Instrumenindo Jakarta dibentuk oleh pimpinan perusahaan dengan tujuan menyelesaikan suatu proyek berdasarkan persyaratan tertentu. Dimana seluruh anggota organisasi dan pemimpinnya merupakan bagian dari sumber daya manusia perusahaan yang secara formal membentuk tim kerja, yang terdiri dari anggota dengan perilaku tertentu. Perilaku anggota tim akan membentuk karakteristik tim yang akan menentukan efektivitas organisasi melalui efektivitas internal tim, yaitu suatu proses yang berhubungan dengan suasana kerja dalam tim. Dengan suasana kerja yang sesuai dengan harapan anggota tim akan meningkatkan kemampuan dalam pencapaian sasaran organisasi. Berkaitan dengan tingkat pencapaian sasaran organisasi, dalam proses pelaksanaan proyek terdapat berbagai hambatan dan penyimpangan yang sangat mengurangi kemampuan perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam rencana kerja, yaitu terjadi keterlambatan dalam penyelesaian proyek karena terjadinya pekerjaan ulang atau perbaikan perbaikan dari bagian pekerjaan yang belum memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan dan realisasi biaya selalu melampaui rencana biaya yang telah ditetapkan. Dimana masalah tersebut berakar dari kurangnya kerja sama dan koordinasi anggota tim dalam mencapai tujuan. Untuk itu perlu dilakukan pengukuran, pengolahan dan analisis terhadap suasana kerja para anggota tim proyek khususnya tim design, quantity surveyor, dan supervisor di PT. Light Instrumenindo Jakarta. Hasil studi lapangan, pengolahan data, dan analisis menunjukkan bahwa ketidak jelasan tujuan tim (V-1), kurangnya kerja sama antar anggota tim (V-3), kepemimpinan yang kurang baik (V-5), dan kurang saling memberi informasi (V-7) merupakan faktor yang menghambat ketiga tim tersebut. Sedangkan kurang pengaruh mempengaruhi sesama anggota tim (V-4), tidak mempunyai keterampilan dalam pengambilan keputusan (V-8), kreativitas anggota tim rendah (V-9), dan kurang mampu mengolah masukan dari sesama anggota tim (V-10) hanya menghambat tim quantity surveyor dan supervisor.
1. Inti dari kasus tersebut : Tim proyek di PT. Light Instrumenindo Jakarta dibentuk oleh pimpinan perusahaan dengan tujuan menyelesaikan suatu proyek berdasarkan persyaratan tertentu. Dimana seluruh anggota organisasi dan pemimpinnya merupakan bagian dari sumber daya manusia perusahaan yang secara formal membentuk tim kerja, yang terdiri dari anggota dengan perilaku tertentu. Perilaku anggota tim akan membentuk karakteristik tim yang akan menentukan efektivitas organisasi melalui efektivitas internal tim, yaitu suatu proses yang
berhubungan dengan suasana kerja dalam tim. Dengan suasana kerja yang sesuai dengan harapan anggota tim akan meningkatkan kemampuan dalam pencapaian sasaran organisasi. 2. Penyebabnya : Berkaitan dengan tingkat pencapaian sasaran organisasi, dalam proses pelaksanaan proyek terdapat berbagai hambatan dan penyimpangan yang sangat mengurangi kemampuan perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam rencana kerja, yaitu terjadi keterlambatan dalam penyelesaian proyek karena terjadinya pekerjaan ulang atau perbaikan perbaikan dari bagian pekerjaan yang belum memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan dan realisasi biaya selalu melampaui rencana biaya yang telah ditetapkan. 3. Yang bertanggung jawab dalam kasus ini : Menurut saya, dalam kasus ini yang harus bertanggung jawab adalah manager dari perusahaan tersebut karena kurang mengontrol kinerja dari pekerjaan bawahan-bawahannya. 4. Kondisi saat ini : Hasil studi lapangan, pengolahan data, dan analisis menunjukkan bahwa ketidak jelasan tujuan tim (V-1), kurangnya kerja sama antar anggota tim (V-3), kepemimpinan yang kurang baik (V-5), dan kurang saling memberi informasi (V-7) merupakan faktor yang menghambat ketiga tim tersebut. Sedangkan kurang pengaruh mempengaruhi sesama anggota tim (V-4), tidak mempunyai keterampilan dalam pengambilan keputusan (V-8), kreativitas anggota tim rendah (V-9), dan kurang mampu mengolah masukan dari sesama anggota tim (V-10) hanya menghambat tim quantity surveyor dan supervisor. 5. Solusi dari kasus ini : Seharusnya manager perusahaan tersebut harus selalu mengontrol pekerjaan karyawan-karyawan yang ada STUDI KASUS
Disini saya mengangkat contoh konflik dalam organisasi yaitu seperti yang terjadidalam konfliknya PSSI yang sudah lama terjadi dan sampai sekarang belum juga adapenyelsaian yang pasti. Hal ini disebabkan oleh kurang becusnya ketua PSSI tersebut dalammengelola organisasi itu tersebut. Padahal organisasi yang sebesar itu yang bernaunglangsung dibawah pimpinan Indonesia dan organisasi sepakbola dunia yaitu FIFA(Federation International Football Asosiation). Akan tetapi organisasi ini tidak menunjukankinerja yang baik dimata masyarakan Indonesia sendiri bahkan dimata dunia. Hal utama yang menyebabkan organisasi ini gagal dan boleh dibilang kacaudikarenakan oleh pemimpin organisasi PSSI yaitu Nurdin Khalid yang telah gagal dalammemimpin dan mengelola organisasi ini. Sudah banyak kasus yang menimpa ketua umumorganisasi ini, yang paling utama adalah kasus korupsi yang Ia lakukan terhadap dana-danayang harusnya di alokasikan untuk kemajuan sepakbola di negeri kita ini , tetapi malahdimasukan dalam rekening gembung miliknya, dan itu sebagai bukti dia pernah dinyatakansebagai terpidana atas kasus korupsi dalam PSSI . Dan akibat dari kegagalan itu FIFAmelayangkan surat penurunan kepana Nurdin Khalid untuk meninggalkan kursisinggasananya sebagai ketua PSSI , akan tetapi Nurdin Khalid malah menutupi surat yangdilayangkan FIFA itu dari publik.SOLUSI YANG TELAH DILAKUKAN ORGANISASI Ketua umum PSSI akhirnya mengumumkan mengundurkan diri dari jabatan yangditelah diemban dalam suka maupun duka, dalam kebebasan maupun dalam kurungan.Setelah Nurdin Khalid meniggalkan kekuasaannya , kisruh dalam PSSI tidak selesai sampaidisitu saja. Perlu sekurang lebihnya 5 sampai 7 kali pemilihan ulang ketua umum PSSI.Namun pada akhirnya Johar Arifin pun menempati posisi yang telah ditinggalkan olehNurdin Khalid organisasi PSSI.KONDISI ORGANISASI SAAT INI
. Kondisi PSSI sekarang bisa diibaratkan seperti Kecoa yang sedang terbalik? Kira-kiraseperti itulah perumpamaannya. PSSI di bawah komando Johar Arifin berusaha melanjutkanrevolusi atau perubahan pada sepakbola Indonesia, tapi apalah daya situasi yang terjadiseakan-akan berjalan di tempat. Liga Primer Indonesia (LPI) yang diusung Johar Arifin kurangmendapatkan respon positif dari beberapa klub papan atas di Indonesia. Sepertinya klub-klub tersebut lebih senang dengan konsep Liga Super Indonesia (LSI) yang diusung pengurusPSSI yang lama. Berbagai langkah dibuat PSSI sekarang untuk menanggapi masalah dualismekompetisi ini. Mulai dari memberikan peringatan bagi pemain yang berlaga di Liga SuperIndonesia (LSI) tidak akan mendapatkan kesempatan membela Timnas Indonesia.SOLUSI MENURUT PENDAPAT SAYA Ini adalah kasus yang sulit karena yang berkonflik adalah pemimpin. Di sini seorangpemimpin tidak bisa menjalankan amanatnya sebagai pemimpin dan kehilangan rasakepercayaan dari bawahannya dan masyarakat. Jika saya berada dalam posisi ketua dan bawahannya ingin saya mundur karenakepemimpinan saya yang kurang, maka saya akan berusaha membuka hati saya untukmenerima, dan mundur demi membangkitkan kembali rasa percaya karyawan / anggotakepada pihak organisasi / perusahaan. Tapi akan berbeda jika sifat saya seperti Nurdin Halidyang masih menginginkan kekuasaan dan menganggap anggotanya masih membutuhkandia, padahal tidak. Mungkin saya akan bersikukuh tetap dalam organisasi hingga sayamenyerah atau masa jabatan saya habis. Tidak ada yang bisa menurunkan saya kecualilembaga yang berhak menurukan saya. Inilah mengapa kasus ini cukup sulit. Saya sebagaipemimpin, dan saya yang berkonflik, dan manajemen konflik tidak bisa dilakukan. Jika saya dalam posisi sebagai bawahan, saya harus memiliki peran aktif untukmenyadarkan atau paling tidak mempengaruhi pemimpin saya. Akan lebih baik jika sayaadalah tangan kanan pemimpin saya, dengan syarat saya tidak terpengaruh tindakan jelekpemimpin saya. Jika tetap tidak berhasil, mungkin saya harus menghubungi lembaga yangberwenang (jika ada) untuk membicarakan masalah yang terjadi. Jelas akan menampakkan citra buruk perusahaan kepada pihak luar. Namun akan sangat sulit jika tidak ada bukti yangmendukung. Jika tetap tidak berhasil juga, mungkin yang saya lakukan hanya bisa pasrahkepada Tuhan. Ketika, kondisi perusahaan / organisasi memburuk dan konflik tetap bisadiatasi, maka saya akan keluar. Daripada menyelesaikan konflik semacam ini, yaitu memiliki pemimpin yangberkonflik. Alangkah lebih baik jika kita memilih pemimpin yang baik sebelum terpilihnyapemimpin. Dia harus memiliki kualifikasi untuk memimpin perusahaan tersebut, bukanterpidana korupsi seperti kasus di atas. Akan sangat merepotkan jika terjadi. Konfliktersebut saat ini mungkin berakhir dengan terpilihnya Johar Arifin sebagai pemimpin baru.Namun muncul lagi konflik baru yang harus diselesaikan Johar Arifin. Ini adalah hal yanglumrah yang harus dihadapi seorang pemimpin Terima kasih.Sumber :http://naruchan07.blogspot.com/2011/11/makalah-konflik-dalamorganisasi.htmlhttp://olahraga.kompasiana.com/bola/2011/12/15/kondisi-sepakbolaindonesia-sekarang-seperti-%E2%80%9Ckecoa-terbalik%E2%80%9D/
asus perilaku Tuntut Kesejahteraan, Pegawai Kecamatan Mogok Kerja SAMPANG – Sejumlah pegawai di Kantor Kecamatan Camplong, Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, mogok kerja. Kabarnya mereka mogok lantaran tuntutan tambahan kesejahteraan saat Hari Raya Idul Adha tidak dipenuhi. Akibatnya, Kantor Kecamatan Camplong sepi. Meski begitu, pelayanan terhadap masyarakat tetap berjalan, karena masih ada pegawai yang masuk untuk melaksanakannya.
Jumlah pegawai yang ada di Kantor Kecamatan Camplong sebanyak 31 orang. Mereka terdiri dari pegawai negeri sipil dan tenaga honorer. Sebagian dari jumlah tersebut melakukan mogok kerja pada hari ini. Sekretaris Camat Camplong, Taufik, membenarkan adanya aksi mogok kerja sebagian staf. Diduga aksi itu dipicu tuntutan tambahan kesejahteraan lebaran kemarin tidak bisa dipenuhi. “Mogoknya hari ini saja. Pada Jumat kemarin memang sepertinya ada tanda-tanda protes. Saat itu kursi yang sudah dipakai pertemuan berserakan,” terang Taufik saat dikonfirmasi wartawan. Menurutnya, diperkirakan para pegawai akan kembali bekerja besok. Dengan adanya kejadian ini, dirinya yang akan meng-handle tugas dari pegawai yang tidak masuk. “Saya siap melayani masyarakat. Dengan adanya kejadian ini, saya akan laporkan kepada pimpinan (Camat Camplong Samhari) yang saat ini sedang diklat di Trawas,” paparnya. (Sumber : http://news.okezone.com/read/2014/10/06/340/1048657/tuntut-kesejahteraanpegawai-kecamatan-mogok-kerja . Diakses pada : 13-Okt-2014) Analisa dan tanggapan : Dalam berita di atas, terdapat pernyataan bahwa camat tersebut tetap akan menjalankan kewajibanya sebagai atasan terhadap anak buah yang ada dalam ruang lingkup tanggung jawabnya, dan menginformasikan kepada garis komando di atasnya sesuai otoritas yang ada, sesuai rantai komando dalam organisasi terhadap bawahanya, walaupun garis dari puncak organisasi kepada eselon paling bawah tersebut terdapat kesenjangan dikarenakan konflik kesejahteraan hari raya, camat tersebut tetap memanajemen dengan memerintahkan pegawai yang tersisa untuk menjalankan tugasnya agar tetap berjalanya pelayanan kepada masyarakat, hal ini membuktikan bahwa kepemimpinan juga bergantung kepada kesiapan anggota yang ada di dalamnya, walaupun beberapa anggota mogok dari pekerajaan, masih ada sebagian pegawai yang tetap dalam tugasnya dan mengikuti instruksi sesuai wewenang pemimpinya, selanjutnya sesuai dengan teori situasional Hersey dan Blanchard Sebuah teori kemungkinan yang berfokus pada kesiapan para pengikut. Kepemimpinan yang berhasil dapat dicapai dengan cara memilih gaya kepemimpinan yang baik dan yang benar , penekanan pada para pengikut dalam efektivitas kepemimpian mencerminkan bahwa para pengikutlah yang menerima atau menolak pemimpin tersebut.
Ini merupakan sebuah bukti bahwa faktor situasi dapat sangat berperan dalam kepemimpinan di dalam sebuah organisasi , disaat beberapa pegawai memiliih untuk mogok kerja, tetapi beberapa pegawai lain tetap mengikuti perintah atasan mereka, ini membuktikan bahwa pola kepemimpinan camat tersebut baik dan masih efektif dapat mempengaruhi beberapa bawahanya untuk tetap bekerja dan tidak mengikuti mogok kerja sebagaimana yang dilakukan pegawai setempat lainya Juga jika dilihat dari teori kepemimpinan yang mendefinisikan bahwa kepemimpinan sebagai kemampuan untuk memengaruhi suatu kelompok guna mencapai sebuah visi atau serangkaian
tujuan yang di tetapkan, disini juga dijelaskan bahwa sumber pengaruh ini bisa jadi bersifat formal seperti yang diberikan oleh pemangku jabatan manajerial dalam sebuah organisasi karena posisi manajemen memiliki tingkat otoritas yang diakui secara formal (Robbins dan Judge, 2011), perilaki yang terjadi diatas telah sesuai dengan hal tersebut, dimana camat tersebut berhasil memegaruhi bawahanya untuk tidak ikut berdemo dikarenakan jika semua tidak ada di posisi masing-masing maka pelayanan terhadap masyarakat tidak bisa dilakukan, tetapi ia berhasil mempengaruhi beberapa bawahanya agar tetap diposisi masing-masing untuk berlangsungnya sebuah tujuan, yaitu pelayanan kepada masyarakat. Adapun tindakan dari camat tersebut cukup membuat kesan sikap profesional, sesuai dengan pekerjaan dan tanggung jawab yang dimilikinya sebagai kepala dari beberapa bawahanya agar tetap menjalankan tugas yang sudah sesuai prosedur yang telah sama-sama ditetapkan
Kasus apoteker dengan perawat Kasus Perilaku Organisasi. Pada pukul 1 siang, Astuti, seorang kepala ruang bedah menghubungi Apoteker untuk menanyakan mengapa Tn Rahmat tidak diberikan obat untuk persiapan pulang. Dengan meletakan telpon, ia berkata, “saya kecewa dengan kerja mereka, apakah Ia pikir hanya Ia sendiri yang dapat bekerja dan tidak ada staf lain yang mampu mengerjakannya”. Kemudian Asuti melanjutkan kalimatnya, “Saya akan membicarakan hal ini pada seseorang”. Ringkasan Berdasarkan kasus perilaku sebuah organisai dirumah diatas, hubungan interpersonal antara perawat dengan kolega, kelompok, keluarga pasien maupun orang lain dapat merupakan sumber terjadinya konflik, oleh sebab itu perawat harus mengetahui dan memahami manajemen kasus perilaku organisasidalam sebuah kasus. Penyebab kasus perilaku organisasimeliputi: ketidak jelasan uraian tugas, gangguan komunikasi, tekanan waktu, standar, kebijakan yang tidak jelas, perbedaan status, dan harapan yang tidak tercapai. Kasus perilaku organisasidapat dicegah atau diatur dengan menerapkan disiplin, komunikasi efektif, dan saling pengertian antara sesama rekan kerja. Untuk mengembangkan alternatif solusi agar dapat mencapai satu kesepakatan dalam pemecahan kasus perilaku organisasi,diperlukkan komitmen yang sungguh sungguh . Ada beberapa stragtegi yang dapat digunakan, antara lain ; akomodasi, kompetisi, kolaborasi, negosiasi, dan kompromi. Diharapkan Manajer Perawat dapat memahami dan menggunakan keahliannya secara khusus untuk mencegah dan mengatur konflik. Kasus 2
Krisis dokter Di tengah krisis dokter yang dihadapi RSU Cut Nyak Dhien (CND) Meulaboh, ternyata tiga dokter spesialis yang selama ini bertugas di rumah sakit tersebut, terhitung 18 Mei 2010 dipindahkan ke Puskesmas. Akibatnya, dua hari lalu, pelayanan di rumah sakit milik Pemkab Aceh Barat itu nyaris lumpuh. Berdasarkan SK Bupati Aceh Barat yang dikeluarkan awal Mei 2010, ketiga dokter spesialis itu diperbantukan ke Puskesmas Peureumeu, Kecamatan Kaway XVI. Sedangkan tugas pokok, termasuk gaji masih tetap di RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh. Inilah
yang juga memunculkan keheranan beberapa kalangan, termasuk para dokter yang dicopot itu. Ketiga dokter spesialis yang tidak diizinkan lagi bertugas di RSUD Cut Nyak Dhien itu adalah spesialis anak, spesialis penyakit dalam, dan spesialis kandungan. Kita memang tak tahu bagaimana duduk persoalan dalam kasus itu. Keluhan masyarakat selama ini terhadap rumah sakit di daerah adalah soal ketiadaan tenaga dokter spesialis. Kalaupun ada tapi tidak tetap. Dokter-dokter spessialis yang bertugas di rumah sakit daerah, apalagi daerah terpencil, umumnya tidak mau menetap meski dibayar mahal. Mantan Menkes Siti Fadhilah Supari pernah mengatakan, “Memang sangat sulit untuk mengirim dokter spesialis ke daerah. Menurut saya, sebaiknya semua yang dididik spesialis diberikan ketentuan bahwa setelah lulus harus PTT satu tahun di daerah terpencil, kemudian selesai dan berganti-ganti terus. Dengan cara ini, saya kira daerah terpencil akan dapat di-cover”. Beberapa tahun yang lalu, ada suatu ketentuan untuk meningkatkan tenaga spesialis ini, dilaksanakan pendidikan tenaga dokter spesialis berbasis kompetensi di rumah sakit daerah yang belum tersedia fasilitas pendidikan fakultas kedokteran. Jadi seperti dokter yang magang di rumah sakit, kemudian diuji oleh universitas yang terdekat. Pola pendidikan seperti ini dimulai di Provinsi Aceh, NTT, dan Maluku.” Tapi persoalannya ternyata tak sesederhana itu, satu hasil survei dua tahun lalu menemukan kenyataan buruk. Yakni, lebih dari 50 persen dokter kurang kompeten. Meskipun sudah mempunyai sertifikat Continuing Medical Education (CME), belum tentu dia dokter yang baik. Banyak fakultas kedokteran yang didirikan hanya demi uang. Ini sangat berbahaya. Celakanya lagi, perguruan tinggi negeri (PTN) ikutikutan. Yang tidak punya kompetensi tapi punya uang diterima jadi mahasiswa. Sebaliknya yang punya kompetensi tapi tidak punya uang tidak diterima. Ringkasan Sumber dari kasus perilaku organisasi yang sedang terjadi adalah diberlakukannya SK bupati aceh barat yang terkait dengan pemindahan 3 dokter spesialis RSU Cut Nyak Dhien (CND) Meulaboh yang diperbantukan ke Puskesmas Peureumeu, Kecamatan Kaway XVI. Yang dirugikan dengan adanya kasus perilaku organisasidi atas adalah pihak RSU Cut Nyak Dhien (CND) Meulaboh yg merupakan tempat bertugasnya 3 orang dokter spesialis yang di pindahkan ke puskesmas, karena dengan dipindahkannya spesialis ini pelayanan RS ini terlihat menurun drastis, antusias masyarakat untuk mendapatkan pelayanan tidak terpenuhi yg berimbas juga kepada pendapatan dari RS tersebut, selain itu untuk tugas pokok dan gaji dari 3 dokter spesialis tersebut masih dalam tanggungan dari RSU Cut Nyak Dhien (CND) Meulaboh, Cara memulai mencari pemecahan masalah ini yaitu dengan cara Menganalisa dan Mencari permasalahan utama kenapa harus 3 dokter spesialis yg sudah lama menetap di RS harus dipindahkan ke puskesmas Mengubah po-sisi pihak lain, dengan menunjukkan kerugian yang mungkin timbul akibat dipindahkannya ketiga dokter spesialis tersebut, dengan bukti faktual serta dengan menunjukkan bahwa usul kita menguntungkan dan konsisten dengan norma dan standar keadilan yang berlaku Penanggulangan kasus perilaku organisasiyang saya gunakan adalah dengan strategi penanggulangan kompromi, dimana saya setuju dengan pendapatnya Mantan Menkes Siti Fadhilah Supari pernah mengatakan, “Memang sangat sulit untuk mengirim dokter spesialis ke daerah, sebaiknya semua yang dididik spesialis
diberikan ketentuan bahwa setelah lulus harus PTT satu tahun di daerah terpencil, kemudian selesai dan berganti-ganti terus. Dengan cara ini, saya kira daerah terpencil akan dapat di-cover", dengan pernyataan itu dokter spesialis yang sudah lama mengabdi di RS tidak perlu dipindahkan ke puskesmas, karena selain akan mendapatkan dampak yang buruk terhadap rumah sakit, masyarakat yang sudah merasa mendapatkan pelayanan yang baik dari RS tersebut akan merasa kecewa sehingga akan mencari dan penyesuaian lagi terhadap dokter dan rumah sakit yang baru. dengan diberlakukannya sistim PTT atau pengabdian bagi dokter spesialis yang baru menyelesaikan pendidikannya di tempatkan di puskesmas. sehingga dengan penempatan seperti ini permasalahan pemerataan pelayanan untuk dokter spesialis bagi masyarakat akan terpenuhi yang sesuai seperti mereka harapkan, sehingga masyakat sehat akan bisa terealisasi Hal positif apa yang dapat diambil dari kasus perilaku organisasidiatas adalah sebagai seorang pelayanan kesehatan harus selalu siap jika suatu saat jika dibutuhkan oleh suatu masyarakat walau itu jauh dan tidak sesuai dengan keinginan kita, tetap optimis harus memberikan pelayanan yang terbaik dan mematuhi peraturan yang berlaku. Kasus 3 Marius Widjajarta, Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI), mengemukakan bahwa dari 12 kasus yang masuk ke YPKKI, sebanyak 75% korban malpraktek adalah tenaga medis sendiri, baik dokter, perawat dan lainnya. "Kebanyakan dokter, kalau giliran dia yang dirugikan, baru dia menggunakan haknya sebagai konsumen," cetus Marius kepada hukumonline. Sebagaimana kerap diungkapkan oleh kalangan dokter, hubungan dokter-pasien atau rumah sakit-pasien tidak sama dengan hubungan antara produsen/pelaku usaha-konsumen. Oleh sebab itu, terjadilah kasus perilaku organisasi di kalangan dokter ataupun rumah sakit menolak keras pemberlakuan UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen di bidang pelayanan kesehatan. "Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen, tidak selayaknya diberlakukan di bidang pelayanan kesehatan mengingat UU ini dibuat untuk mengatur hubungan antara pengusaha dan pembeli/penerima jasa, yang hubungan yuridisnya dikenal sebagai resultaatverbintenis. Sementara hubungan dokter-pasien atau rumah sakitpasien merupakan hubungan inspanningsverbintenis," demikian diungkapkan Ketua Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit PP Persi Imam Hilman. Hal itu disampaikan oleh Imam pada Musyawarah Kerja Nasional Etik Kedokteran Perhimpunan Rumah Sakit seluruh Indonesia (Persi) pada 21-22 April 2001. Bagi Persi, pandangan masyarakat bahwa hubungan dokter/rumah sakit-pasien adalah sama dengan hubungan produsen-konsumen merupakan kendala serius dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang terjadi di rumah sakit. Bebas tuntutan hukum Menurut konsep tersebut, secara yuridis penilaian atas tindakan dokter bukanlah berdasarkan hasil (resultaatverbintenis), tetapi berdasarkan pada usaha atau upaya sebaik-baiknya (inspanningverbintenis). Jadi, jika sekiranya dokter telah bekerja dengan sebaik-baiknya berdasarkan standar profesinya dan mendapat izin dari pasien (informed consent), maka secara umum tidak ada t indak pelanggaran hukum. Namun dalam kenyataanya, seperti dikatakan Marius, tidak semua dokter menelan bulat-bulat konsep pola hubungan inspanningverbintenis tersebut. Atau setidaktidaknya, jika mereka sendiri yang menjadi 'korban' dari dokter atau rumah sakit lainnya, mereka menginginkan perlindungan layaknya konsumen 'biasa'.
Contoh yang paling aktual, yaitu kasus yang dialami oleh dokter gigi (drg) Nelly yang mengalami kebutaan permanen pasca operasi bedah tumor pada punggungnya. Nelly melalui kuasa hukumnya menggugat para dokter dan Rumash sakit, tempat ia dirawat, karena telah melakukan malpraktek atas dirinya. Malang bagi Nelly, Pengadilan Negeri negri setempat yang menyidangkan kasusnya akhirnya menolak gugatannya. Alasannya, dari bukti-bukti yang diajukan selama persidangan tidak terbukti bahwa rumah sakit dan tiga dokter yang merawatnya telah melakukan malpraktek terhadap sang dokter gigi. Nelly barangkali tidak pernah membayangkan bahwa keputusannya untuk sembuh dari tumor punggung yang dideritanya justru malah membawa bencana baru bagi dirinya dan juga keluarganya. Lebih jauh, seharusnya kita bisa mengkritisi pertimbangan hakim yang menyatakan bahwa kebutaan Nelly adalah akibat dari penyakit diabetes yang ia miliki dan bukan lantaran operasi bedah. Pasalnya kalau memang kebutaan tersebut diakibatkan oleh penyakit yang diidap oleh Nelly sendiri, maka sebagai awam kita akan mempertanyakan apakah pihak rumah sakit dan para dokter telah menyampaikan hal tersebut kepada Nelly sebelum operasi dimulai. Atau lebih tepatnya lagi saat sebelum ada informed consent dari si pasien. Hal ini rupanya luput dari perhatian majelis hakim. "Mereka (para dokter) tidak pernah bisa bilang salah, yang dicari kebenarannya saja. Karena faktanya jelas, mata saya buta. Kalau memang ketahuan bisa menimbulkan kebutaan, kenapa saya tidak diberitahu sejak awal. Malah saya ditakuti-takuti, kalau saya dioperasi, kaki saya lumpuh. Saya merasa diperlakukan tidak adil," ungkap Nelly 'Vonis' bahwa penyebab kebutaan Nelly adalah karena diabetes dikeluarkan oleh ahli dari Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) yang menjadi salah satu saksi ahli dalam persidangan kasus malpraktek tersebut. Selain itu, ada beberapa dokter lain yang hadir sebagai saksi ahli yang kesemuanya mementahkan tuduhan malpraktek yang diajukan kuasa hukum Nelly. Sementara itu, rumah sakit menganggap gugatan Nelly salah alamat. Bahkan, Rumah sakit menyatakan tidak bertanggungjawab atas tindakan dokternya yang melakukan operasi terhadap pasien. Para dokter itu hanyalah dokter spesialis tamu yang mengambil segala keputusan untuk kepentingan pasien. Rumah sakit hanya pemberi fasilitas, sedangkan kewenangan sepenuhnya pada para dokter yang menangani. Lebih jauh dr. Susilawati, direktur Rumah sakit, dalam jawabannya (24/1) mengungkapkan bahwa secara fakta para dokter yang melakukan operasi terhadap Nelly tidak pernah menerima gaji dari Rumah sakit. Karena itu, apa yang dilakukan para dokter menjadi tanggung jawab dokter terhadap pasien yang mereka tangani. Bagi banyak orang, terutama para pasiennya, sikap Rumah sakit mungkin tidak bisa dipahami. Para pasien tentu tidak tahu atau malah tidak peduli, apakah dokter yang memeriksa dan mengoperasinya itu dokter tetap atau dokter kontrak. Para pasien hanya tahu ketika mereka berobat, tentulah pihak rumah sakit akan bertanggung jawab. Adalah sah-sah saja Rumah sakit dan juga rumah sakit lainnya mempunyai kebijakan yang lepas tangan terhadap pasiennya. Karena itu sesuai dengan kontrak yang ada antara pihak rumah sakit dan dokternya, serta sesuai dengan ketentuan yang ada (SK Dirjen). Namun, pasien sebagai konsumen bisa juga menuntut hakhaknya yang terabaikan.
80% di rumah sakit terlepas dengan apa yang dialami Nelly, sebenarnya maraknya malpraktek yang dilakukan baik oleh rumah sakit maupun dokter secara tegas diakui oleh Persi. Dalam Mukernas Etik Kedokteran pada April 2001 tersebut, Imam secara gamblang memaparkan bahwa pengaduan-pengaduan mengenai pelanggaran etik maupun malpraktek yang dilakukan oleh dokter, 80% terjadi di rumah sakit. Bahkan, YPKKI memiliki data lebih akurat yang menunjukan bagaimana tidak terlindunginya hak-hak konsumen kesehatan dari oknum rumah sakit ataupun para dokter. Dalam kurun waktu 3,5 tahun saja, YPKKI telah menerima sebanyak 149 pengaduan konsumen. Beberapa di antaranya, melibatkan rumah sakit-rumah sakit besar seperti RS Pondok Indah di Jakarta. Pengaduan-pengaduan konsumen yang diterima YPKKI sangat beragam. Bahkan, boleh dikatakan sebagian besar mengaku bahwa mereka adalah korban malpraktek yang dilakukan oleh dokter atau rumah sakit, atau malah kedua-duanya sekaligus. Ini dapat dilihat dari data kasus pengaduan malpraktek yang diterima YPKKI periode Oktober 1998 hingga November 2001. Ketiadaan definisi yang resmi (otentik) mengenai apa yang dimaksud dengan malpraktek menyebabkan banyak pihak menentukan sendiri definisinya. Definisi malpraktek tidak hanya dapat dilihat dari perspektif medis-kedokteran, tetapi juga hukum maupun kriminologi. Namun khusus dalam kasus Nelly, jelas definisi malpraktek dimonopoli oleh kalangan kedokteran (MKEK). Kriminolog Adrianus Meliala (1992) pernah menulis bahwa kekosongan hukum yang mengatur soal malpraktek adalah hambatan utama terhadap setiap proses hukum menyangkut kasus-kasus malpraktek. "Hambatan hukum yang menonjol, seperti telah disinggung, berupa adanya kekosongan hukum yang dapat dipakai sebagai dasar, untuk membuktikan suatu tindakan medis sebagai malpraktek," tulisnya. Menurut Adrianus, bukan hanya masyarakat awam saja yang kurang memahami batasan antara malpraktek, pelanggaran kode etik kedokteran, atau tindak pidana, namun juga ahli hukum dan -- tidak terkecuali kalangan dokter sendiri. Artinya, MKEK bukanlah satu-satunya pihak yang kompeten dalam menentukan apakah telah terjadi malpraktek atau tidak. Harus ada pihak lain dari kalangan ahli hukum atau kriminolog untuk mendampingi rekomendasi MKEK. Namun, langkah yang paling utama untuk menyelesaikan persoalan tersebut adalah dengan membuat peraturan perundang-undangan tentang standar medik dan standar profesi kedokteran. Sayangnya, UU No.23/1992 tentang Kesehatan yang diharapkan dapat memberikan kata akhir terhadap permasalahan tersebut ternyata membebankan pengaturan kedua hal tersebut kepada peraturan pemerintah. Dan peraturan pemerintah yang dimaksud hingga sekarang, hampir sepuluh tahun sejak UU Kesehatan disahkan, belum juga dibentuk. Walhasil, kekosongan hukum mengenai malpraktek masih berlangsung hingga detik ini. Sudah cukup lama YPKKI berteriak agar pemerintah segera menyelesaikan PP mengenai standar pelayanan medis dan hak-hak pasien. "Kalau sudah ada standar pelayan medik, standar profesi itu akan jelas. Sekarang ini mereka (dokter, red) membuat standar sendiri. Mereka itu membuat apa yang disebut standar pelayanan medik standar profesi itu berdasarkan SK Dirjen Yanmed. SK Dirjen Yanmed kekuatan hukumnya tidak ada," tegas Marius. Lagi-lagi, persoalan lemahnya dasar hukum bagi standar pelayanan medis dan hakhak pasien yang cuma dituangkan dalam Surat Edaran Dirjen Pelayanan Medik diakui sendiri oleh Persi. Seperti disampaikan Imam, IDI bersama-sama dengan Persi harus segera mengkaji secara profesional SE Dirjen Yanmed Nomor:
YM.02.04.3.5.2504 tentang Pedoman hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah Sakit. Korbannya selalu pasien Barangkali penekanan pada kata-kata 'secara profesional' di sini dapat ditafsirkan bahwa memang ada masalah tersendiri ketika kalangan dokter ataupun rumah sakit harus membuat kaidah-kaidah seputar standar profesi dan hak-hak pasien. Inilah apa yang disebut oleh Adrianus sebagai hambatan non-hukum, yaitu sikap kalangan kedokteran yang cenderung "membela" sejawatnya. Namun, dugaan itu langsung dibantah oleh Imam selaku Ketua Makersi (Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit). "Bukan membela korpsnya. Kalau yang benar ya dibela, kalau yang nggak benar ya justru disalahkan. Tapi biasanya masyarakat itu juga persepsinya lain. Kadang-kadang masyarakat membela yang tidak benar juga ada. Banyak contoh-contohnya," cetusnya kepada hukumonline. Imam juga mengatakan bahwa Persi telah dan tengah memproses anggotaanggotanya yang dilaporkan melakukan pelanggaran. Bahkan, kata Imam, tidak sedikit yang sudah dan akan ditindak. Akan tetapi, Imam mengaku bahwa dirinya tidak dapat memberikan jumlah pastinya dengan alasan data-datanya dipegang oleh pengurus Persi di masing-masing wilayah. Rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga seperti Makersi ataupun MKEK tidak lain karena sepinya kabar tentang rumah sakit ataupun dokter yang dikenakan sanksi keras oleh kedua lembaga tersebut, misalnya pencabutan izin praktek bagi dokter. Yang kerap terdengar hanyalah kuatnya solidaritas profesi dalam melindungi sejawatnya ketika terlibat suatu kasus. Khusus menyangkut MKEK, Marius mengatakan bahwa dalam sejarahnya MKEK IDI baru satu kali melakukan pencabutan ijin praktek anggotanya yang terbukti melakukan malpraktek. Satu-satunya dokter yang dicabut ijin prakteknya adalah dr. Gunawan Simon yang waktu itu dianggap bersalah oleh MKEK saat bertugas sebagai dokter pribadi Wakil Presiden Adam Malik. Adrianus menyebut kondisi di mana pasien selalu menjadi korban akibat kevakuman hukum mengenai malpraktek ini sebagai viktimisasi struktural. Semakin lama kevakuman hukum ini tetap dibiarkan berlangsung, selama itu jualah kekalahan yang mesti siap ditelan konsumen dalam menghadapi digdayanya pihak rumah sakit dan dokter sebagai pemberi pelayanan kesehatan. Hingga kapan pasien harus menjadi korban? Pasien yang sudah sakit parah dan membayar mahal ke rumah sakit, eh malah tambah menderita karena kealpaan dokter atau RS yang lepas tangan. Apakah para dokter harus menunggu hingga dirinya atau keluarganya yang tercinta ataupun kerabat dekatnya mengalami nasib yang dialami oleh drg Nelly? Semoga tidak. Ringkasan Menurut saya ini kasusnya sangat brbanding terbalik dengan kasus yang biasa terjadi di rumah sakit , Karena kasus ini justru menimpa pada pasiennya yang jelas jelas pasienya ini adalah juga profesinya sebagia seorang dokter, hal ini terlibat dalam kasus perilaku organisasi kedokteran, seharusny dokter yang bertindak lebih kompeten. Pada kasus ini si pasien yang megalami mall praktek pada operasi tumor ysng ada di bagian punggungnya dengan harapan sembuh setelah operasi justru malah menimbulksn penyakit lain yaitu mengalami kebutaan, sehingga pasien menuntut ke pihak rumah sakit, karena menurutnya ini tidak adil, tetapi pihak rumah sakit tidak mau bertanggungjawab atau tidak menanggapinya, karena kebutaan yang dialami itu terjadi karena penyakit lain yang dialami oleh pihak pasien yaitu obesitas, jadi menurut saya sebelum melakukan tindakan operasi pihak dokter atau
rumah sakit harus memberitahu apa konsekkuensi yang akan dialami dan berapa persen tingkat kegagalan dan keberhasilanya atau menjalani hubungan “inspanningsverbintenis” sehingga pihak konsumen sudah tau apa yang akan terjadi. Contoh lain adalah konflik antar organisasi: Pembabatan hutan adat di Kalimantan Tengah terus berlangsung seperti terjadi di kawasan hutan Tamanggung Dahiang di Desa Tumbang Dahui, Kecamatan Katingan Hulu, Kabupaten Katingan pada bulan awal Nopember 2002. Kejadian ini sebenarnya telah diketahui oleh seorang tokoh desa bernama Salin R. Ahad yang kemudian permasalahan ini dilaporkan ke Polda, Kejaksaan Tinggi, dan DPRD Propinsi Kalteng yang dianggap menginjak-injak harga diri masyarakat adat dan hukum-hukum adat setempat. Kemudian tokoh desa itu juga mengungkapkan keterlibatan oknum-oknum BPD (Badan Perwakilan Desa) yang ikut membekingi dan melakukan pembabatan hutan adat tersebut. Kejadian yang hampir sama terjadi pada pertengahan bulan Juni 2002. 189 warga desa di wilayah Kecamatan Gunung Purei, Kabupaten Barito Utara menuntut HPH PT. Indexim dan PT. Sindo Lumber telah melakukan pembabatan hutan di kawasan Gunung Lumut. Kawasan hutan lindung Gunung Lumut di desa Muara Mea itu oleh masyarakat setempat dijadikan kawasan ritual sekaligus sebagai hutan adat bagi masyarakat dayak setempat yang mayoritas pemeluk Kaharingan. Sebelum kejadian ini telah diadakan pertemuan antara masyarakat adat dan HPH-HPH tersebut. Namun setelah sekian lama ternyata isi kesepakatan tersebut telah diubah oleh HPH-HPH itu dan ini terbukti bahwa perwakilan-perwakilan masyarakat adat dengan tegas menolak dan tidak mengakui isi dari kesepakatan itu. Selain itu, konflik yang terjadi antara mayarakat desa Tumbang Dahui denga perusahaan PT.Indexin dan PT.Sindo Lumber disebabkan dengan hal-hal seperti berikut: 1. Masalah tata batas yang tidak jelas dari 2 belah pihak 2. Pelanggaran adat yang disebabkan perusahaan tersebut 3. Ketidakadilan aparat hukum dalam menyelsaikan persoalan 4. Hancurnya penyokong antara masyarakat adat dan masyarakat hutan akibat rusak dan sempitnya hutan 5. Tidak ada kontribusi positif pengelola hutan dengan masyarakat adat dan masyarakat di sekitar hutan. 6. Perusahaan tidak melibatkan masyarakat adat dan masyarakat disekitar hutan dalam pengusahaan hutan. Seharusnya,aparat keamanan yang bertugas melindungi masyarakat bisa menindak lanjuti kedua perusahaan tersebut,karena perusahaan PT.Indexin dan PT.Sindo Lumber telah melanggar tentang pengelolaan hutan.Kedua perusahaan tersebt telah membabat habis hutan di kawasan gunung lumut tersebut, apalagi hutan tersebut merupakan hutan lindung. Selain itu aparat kemanan juga dapat menangkap oknum BPD tersebut, karena oknum tersebut terlibat langsung dalam kerjasama dengan kedua perusahaan tersebut. Oknum ini harusnya menghalangi tindakan kedua perusahaan tersebut dalam pembabatan hutan. Agar menghindari konflik dengan masyarakat sekitar,perusahaan juga seharusnya bersikap baik dalam lingkumgan sekitar.Seperti tidak melakukan pembabatan hutan lindung. Lalu jika melakukan penebangan pohon di hutan, harus melakukan reboisasi(penanaman ulang pohon). Hormat kepada masyarakat sekitar dan adat dan ber laku, karena masyarakat Kalimantan
terkenal dengan adatnya yang harus di jaga secara turun menurun. Jika hal i tu dilakukan oleh perusahaan, mungkin tidak ada yang namanya konflik eksetrnal. Sumber: http://yokoisvip.blogspot.com/2012/05/contoh-organisasi-yang-sedang-mengalami.html http://bukunnq.wordpress.com/penyelesaian-konflik-internal-dan-eksternal/ http://safety-ramboyz.blogspot.com/2013/01/konflik-organisasi-dan-penyelesaiannya.html
Lapindo Brantas Inc. merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan. Perusahaan ini memperoleh izin dari negara untuk melakukan penambangan minyak dan gas di daratan (onshore) di Desa Porong Kabupaten Sidoharjo. Pada saat melakukan pengeboran yang dikoordinasikan oleh pemenang tender yaitu PT TMMJ (Tiga Musim Masa Jaya) di tempat tersebut terjadi keadaan yang tidak diinginkan berupa semburan lumpur cair yang menyembur ke permukaan daratan(loss). Berdasarkan berita dari Harian Surya edisi 30/06/2006, sehari sebelum semburan gas terjadi, salah satu pekerja pengeboran telah melaporkan bahwa terdapat kemungkinan kebocoran lumpur apabila pengeboran tetap dipaksakan kepada Lapindo brantas tapi hal tersebut diabaikan. Kerugian yang diakibatkan oleh lumpur lapindo sebagaimana yang dilansir dari website Antara News yaitu: Direktur Regional II Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), Suprayoga Hadi, menyebutkan bahwa kajian kerugian total yang ditimbulkan akibat lumpur Lapindo mencapai Rp27,4 triliun selama sembilan bulan terakhir (29 Mei 2006 - 8 Maret 2007), yang terdiri atas kerugian langsung sebesar Rp11,0 triliun dan kerugian tidak langsung Rp16,4 triliun. Laporan awal penilaian kerusakan dan kerugian akibat bencana semburan lumpur panas di Sidoarjo menyebutkan angka kerugian itu berpotensi meningkat menjadi Rp44,7 triliun, akibat potensi kenaikan kerugian dampak tid\ak langsung menjadi Rp33,7 triliun, jika terus berlangsung dalam jangka panjang. Sedangkan, angka kerusakan langsung selama sembilan bulan sebenarnya mencapai Rp7,3 triliun, namun ada tambahan perkiraan biaya relokasi infrastruktur utama yang mencapai Rp3,7 triliun sehingga total kerusakan dan kerugian langsung menjadi Rp11,0 triliun. (Antar aNews.com) Kekuasaan dan Politik Dalam Kasus Lapindo Brantas Dalam situasi dan kondisi bagaimana pun, jika seseorang berusaha untuk mempengaruhi perilaku orang lain, maka aktivitas seperti itu telah melibatkannya ke dalam aktivitas kepemimpinan. Jika kepemimpinan tersebut terjadi dalam suatu organisasi tertentu dan seseorang berupaya agar tujuan organisasi tercapai, maka orang tersebut perlu memikirkan gaya kepemimpinannya Kekuasaan yang dimiliki oleh para petinggi Lapindo Brantas juga mempengaruhi jalannya kasus dan tuntutan yang mengarah pada kasus lumpur lapindo. Hal tersebut merupakan gambaran kekuasaan dan poliitk dalam kaitannya dengan elemen lingkungan di luar organisasi. Adapun hubungan dominant coalition dengan anggota dalam organisasi pasti sangat ditentukan oleh direktur dan pemegang saham di Lapindo Brantas sebagai pihak yang menguasai sumber daya dari Lapindo Brantas Inc. Kesimpulan
Penggunaan kekuasaan dan politik untuk mengelola suatu organisasi sangat menentukan arah dari organisasi yang bersangkutan. Kaitan antara organisasi, politik, dan kekuasaan dalam kasus Lapindo menunjukkan adanya pengaruh kuat dari politik, kekuasaan dari dominant coalition di Lapindo Brantas Inc yang menjadikan kasus dan masalah yang menghalangi Lapindo Brantas terkait lumpur lapindo dapat diatasi Dalam konteks bekerja untuk hal-hal yang sesuai dengan tujuan perusahaan, maka konflik akan muncul, antara lain, karena beda kepentingan organisasi (departemen) dalam melakukan proses untuk mencapai tujuan perusahaan tersebut. Namun demikian, jika “tujuan perusahaan” dipersepsikan lain-lain oleh masingmasing individu pelaku konflik, maka konflik yang terjadi menjadi demikian sulit karena tidak lagi bisa diantisipasi dengan batasan-batasan aturan perusahaan. Konflik ini telah memasuki ranah ego individu, dan tergantung (serta dikendalikan oleh) masing-masing tingkatan etika yang dimiliki oleh individu-individu bersangkutan. Pada beberapa kasus yang di temui, “ketidaketisan” individual ini, sekalipun dimafhumi bersama sebagai “tidak etis”, kerap kali bisa tetap eksis karena memang dengan sengaja dimanfaatkan oleh individu-individu dengan otoritas yang lebih tinggi yang menginginkan agar konflik tetap berlangsung, untuk tujuan-tujuan lain di luar konflik itu sendiri. Karena itu, konflik organisasi, bisa saja terjadi bukan karena “tercipta” oleh dinamika organisasi, tetapi “sengaja diciptakan”, atau juga bahkan “sengaja dikelola” untuk tujuantujuan lain yang sifatnya individual dan tidak berkorelasi dengan tujuan organisasi perusahaan. Konflik jenis ini telah menjadi “tantangan” yang tidak mudah bagi banyak pelaku organisasi dalam memastikan berjalannya proses organisasi dan berorganisasi yang “sesuai aturan”. Contoh kasus:
Konflik Buruh Dengan PT Megariamas Sekitar 500 buruh yang tergabung dalam Serikat Buruh Garmen Tekstil dan SepatuGabungan Serikat Buruh Independen (SBGTS-GSBI) PT Megariamas Sentosa, Selasa (23/9) siang ‘menyerbu’ Kantor Sudin Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) Jakarta Utara di Jl Plumpang Raya, Kelurahan Semper Timur, Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Mereka menuntut pemerintah mengambil tindakan tegas terhadap perusahaan yang mempekerjakan mereka karena mangkir memberikan tunjangan hari raya (THR). Ratusan buruh PT Megariamas Sentosa yang berlokasi di Jl Jembatan III Ruko 36 Q, Pluit, Penjaringan, Jakut, datang sekitar pukuk 12.00 WIB. Sebelum ditemui Kasudin Nakertrans Jakut, mereka menggelar orasi yang diwarnai aneka macam poster yang mengecam usaha perusahaan menahan THR mereka. Padahal THR merupakan kewajiban perusahaan sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 4/1994 tentang THR. “Kami menuntut hak kami untuk mendapatkan THR sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dan jangan dikarenakan ada konflik internal kami tidak mendapatkan THR, karena setahu kami perusahaan garmen tersebut tidak merugi, bahkan sebaliknya. Jadi kami minta pihak Sudin Nakertrans Jakut bisa memfasilitasi kami,” jelas Abidin, koordinator unjuk rasa ketika berorasi di tengah-tengah rekannya yang didominasi kaum perempuan itu, Selasa (23/9) di depan kantor Sudin Nakertrans Jakut. Sekedar diketahui ratusan buruh perusahaan garmen dengan memproduksi pakaian dalam merek Sorella, Pieree Cardine, Felahcy, dan
Young Heart untuk ekspor itu telah berdiri sejak 1989 ini mempekerjakan sekitar 800 karyawan yang mayoritas perempuan. Demonstrasi ke Kantor Nakertrans bukan yang pertama, sebelumnya ratusan buruh ini juga mengadukan nasibnya karena perusahan bertindak sewenang-wenang pada karyawan. Bahkan ada beberapa buruh yang diberhentikan pihak perusahaan karena dinila i terlalu vokal. Akibatnya, kasus konflik antar buruh dan manajemen dilanjutkan ke Pengadilan Hubungan Industrial. Karena itu, pihak manajemen mengancam tidak akan memberikan THR kepada pekerjanya. Mengetahui hal tersebut, ratusan buruh PT Megariamas Sentosa mengadu ke kantor Sudin Nakertrans Jakut. Setelah dua jam menggelar orasi di depan halaman Sudin Nakertrans Jakut, bahkan hendak memaksa masuk ke dalam kantor. Akhirnya perwakilan buruh diterima oleh Kasudin Nakertrans, Saut Tambunan di ruang rapat kantornya. Dalam peryataannya di depan para pendemo, Sahut Tambunan berjanji akan menampung aspirasi para pengunjuk rasa dan membantu menyelesaikan permasalahan tersebut. "Pasti kami akan bantu, dan kami siap untuk menjadi fasilitator untuk menyelesaikan masalah ini," tutur Sahut. Selain itu, Sahut juga akan memanggil pengusaha agar mau memberikan THR karena itu sudah kewajiban. “Kalau memang perusahaan tersebut mengaku merugi, pihak manajemen wajib melaporkan ke pemerintah dengan bukti konkret,” kata Saut Tambunan kepada beritajakarta.com usai menggelar pertemuan dengan para perwakilan demonstrasi. Sesuai peraturan, karyawan dengan masa kerja di atas satu tahun berhak menerima THR. Sementara bagi karyawan dengan masa kerja di bawah satu tahun di atas tiga bulan, THR-nya akan diberikan secara proporsional atau diberikan sebesar 3/12X1 bulan gaji. Karyawan yang baru bekerja di bawah tiga bulan bisa daja dapat tergantung dari kebijakan perusahaan. Saut menambahkan, sejauh ini sudah ada empat perusahaan yang didemo karena mangkir membayar THR. “Sesuai dengan peraturan H-7 seluruh perusahaan sudah harus membayar THR kepada karyawannya. Karena itu, kami upayakan memfasilitasi. Untuk kasus karyawan PT Megariamas Sentosa memang sedang ada sedikit permasalahan sehingga manajemen sengaja menahan THR mereka. Namun, sebenarnya itu tidak boleh dan besok kami upayakan memfasilitasi ke manajemen perusahaan. Lebih lanjut dikatakannya, untuk kawasan Jakarta Utara tercatat ada sekitar 3000 badan usaha atau perusahaan di sektor formal. Untuk melakukan monitoring, pihaknya menugaskan 15 personel pengawas dan 10 personel mediator untuk menangani berbagai kasus seperti kecelakaan kerja, pemutusan hubungan kerja, tuntutan upah maupun upah normatif dan THR. “Kami masih kekurangan personel, idealnya ada 150 personel pengawas dan 100 personel mediator,” tandas Saut Tambunan
Dengan membaca artikel diatas kita mendapatkan salah satu contoh kasus suatu konflik yang terjadi dalam suatu organisasi perusahaan, didalam kasus ini terlihat bahwa seorang pemimpin berlaku tidak bertanggung jawab, tidak adil dan tidak jujur terhadap bawahannya dalam memimpin dan menjalankan suatu perusahan. Mereka beretika tidak baik dengan tidak memberikan hak para buruh, berbohong pada buruh, tidak memberikan hak THR, bisa memecat buruh yang menurut mereka terlalu vokal dengan mudah dan senantiasa mempermainkan para bawahannya terutama buruh dengan bertindak sangat tidak bijaksana sebagai seorang yang memiliki kekuasaan di dalam perusahaan. Kasus seperti ini jelas sangat berpengaruh terhadap terjadinya sebuah konflik. Kasus etika dan sikap pemimpin adalah penyebab utama terjadinya konflik dalam kasus ini. Bila kasus seperti ini semakin banyak maka semakin banyak pula buruh yang akan menjadi korban para pemilik perusahaan yang
tidak bertanggung jawab dan bertindak sewenang-wenang seperti contoh kasus diatas. Bila kasus ini tidak selesai dengan cara mediator atau jika dengan cara mediator maka perlu adanya proses hukum karena pemilik telah melanggar hak seseorang dan telah melanggar hukum yang berlaku tentang pemberian THR kepada tenaga kerja. Mungkin ini adalah salah satu solusi yang mungkin bisa menyelesaikan konflik dalam perusahaan seperti ini dan sebaiknya para pengusaha memperlakukan bawahannya dengan sebaik-baiknya dengan memberikan hak sesuai dengan kewajiban mereka di perusahaan. Daftar Pustaka Gilbert W. Fairholm, Organizational Power Politics: Tactics in Organizational Leadership, 2nd Edition (Santa Barbara: Praeger, 2009) , p.5. Gareth Morgan, Images of Organization (Thousand Oaks, California: Sage Publications, 2006) p.166. Stephen P. Robbins, Organisational Behaviour: Global and Southern African Perspectives , 2nd Edition (Cape Town: Pearson Education South Africa (Pty) Ltd., 2009) p.15 John A. Wagner II and John R. Hollenbeck, Organizational Behavior: Securing Competitive Advantage (Madison Avenue, New York: Routledge, 2010) p.215. John R. Schemerhorn, James G. Hunt, Richard N. Osborn, Organizational Behavior , 7th Edition (Phoenix : John Wiley & Sons, 2002) p.173. Jeffrey Pfeiffer, Managing with Power: Politics and Influence in Organizations (New York: Harvard Business School Press, 1992) p.30. Richard L. Daft, Organization Theory and Design, 10th Edition (Mason : Cengage Learning, 2010) p. 497. James G. March and Thierry Weil, On Leadership (Malden : Blackwell Publishing, 2005) p.52-3. Ronald J. Stupak and Peter M. Leitner, Handbook of Public Quality Management , (Boca Raton, Florida: CRC Press, 2001). Gary Yukl, Leadership in Organizations, 6th Edition (New Delhi: Dorling Kindersley, 2006) P.167 http://adieynugroho.blogspot.com/2012/03/contoh-konflik-atau-kasus-yang-terjadi.html http://www.titisiswati.blogspot.com/2011/11/contoh-kasus-konflik-buruh-dengan-pt.html