i
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sungai Batanghari merupakan sungai utama yang membentang di Provinsi Jambi dengan panjang sungai ± 775 Km dengan bentuk morfologi yang berlikuliku dan alur sungai relatif tidak stabil. Sungai Batanghari menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat di sekitarnya, namun demikian juga dapat menjadi sumber ancaman bagi kehidupan manusia apabila tidak dikelola dengan baik. Perubahan bentuk Sungai Batanghari di Kota Jambi sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: 1. Jenis tanah pada tebing-tebing sungai yang tidak mendukung kestabilan tebing 2. Morfologi sungai yang dinamis menimbulkan gerakan yang lateral yang terjadi dan sering menimbulkan erosi tebing dan longsor 3. Meningkatnya perkembangan lalu lintas transportasi sungai, sehingga menimbulkan gelombang sungai yang mengakibatkan tebing sungai terkikis dan rusak. 4. Terjadinya
arus
banjir
pada
beberapa
daerah
yang
merupakan
berkembangnya erosi sehingga menambah hancurnya tebing sungai. Sungai Batanghari memiliki anak-anak sungai yang juga berpotensi menimbulkan bencana, karena pemukiman masyarakat dan jalur akses lalulintas transportasi, berdekatan dengan anak sungai tersebut. Adapun anak-anak sungai tersebut salah satunya adalah sungai Tembuku, yang berlokasi di daerah Sijenjang Kecamatan Jambi Timur Kota Jambi.
1
Sungai Tembuku merupakan daerah aliran sungai (DAS) dengan panjang sungai 5,35 km, dan luas daerah aliran 684,50 ha. Tebing sungai Tembuku tersebut sangat dekat dengan jalan akses transportasi menuju Sijenjang. Kondisi seperti itu sangat memungkinkan terjadinya longsor pada tebing sungai sehingga dapat mengancam keselamatan para pengguna jalan dan masyarakat yang bermukim dikawasan tersebut. Melihat kondisi akses transportasi di daerah lokasi tinjauan, maka konstruksi turap yang sesuai untuk digunakan pada lokasi tersebut ialah turap baja, dengan pertimbangan yaitu pelaksanaan pembangunan turap baja mudah dilaksanakan dan waktu pelaksanaan yang relatif singkat, sehingga mobilisasi kendaraan angkutan barang dan akses lalu lintas masyarakat tidak terganggu. Sehubungan dengan itu semakin banyak dilakukan usaha perbaikan tebing dengan cara membuat struktur penahan tanah. Dalam konstruksi penahan tanah, dikenal adanya konstruksi penahan tanah lentur yang disebut sebagai dinding turap (sheet pile wall), yang secara luas digunakan pada struktur-struktur tepi laut atau pelabuhan, melindungi pengikisan pantai, membantu menstabilkan lereng-lereng tanah, penahan dinding parit dan galian, serta untuk dam pengelak. Karena begitu besar manfaat dari struktur tersebut maka penulis ingin menghitung secara analitis perencanaan turap baja dengan menggunakan angker, berdasarkan teori dan rumusan yang ada dan lazim dipakai. I.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penulisan tugas akhir ini adalah bagaimana cara melakukan perhitungan perencanaan turap baja sebagai perkuatan tebing agar struktur dapat berkerja dengan baik dan mendapatkan ukuran dimensi profil yang tepat.
2
3
I.3 Maksud dan Tujuan Adapun maksud dari penulisan tugas akhir ini adalah : a. Merencanakan perkuatan tebing sungai dengan menggunakan turap sheet pile baja berangkur. b. Mengkaji ulang perhitungan perencanaan Turap sebagai struktur penahan tanah di sungai tembuku. Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah : a. untuk mendapatkan teknis perhitungan perencanaan pembangunan struktur penahan tanah dengan menggunakan sheet pile baja. b. Mendapatkan ukuran profil sheet pile baja yang tepat untuk digunakan pada turap yang direncanakan. I.4 Batasan Masalah Batasan masalah pada penulisan tugas akhir ini meliputi hal-hal sebagai berikut : 1. Perhitungan analisis gaya yang bekerja pada turap. 2. Perhitungan dimensi profil turap dan diameter baja angkur. 3. Data penyelidikan tanah dan sondir diambil dari konsultan supervisi. 4. Pengukuran penampang sungai tembuku. 5. Tipe profil turap baja menggunakan tipe U piles. 6. Elevasi sling pengikat sheet pile sesuai dengan kondisi di Sungai Tembuku. 7. Tidak meninjau metode pemancangan turap baja dan angkur. I.5 Metodologi Penulisan Penulisan tugas akhir ini memakai metode analisa perhitungan menggunakan buku dan kajian literatur yang berhubungan dengan masalah yang
4
ditinjau dan pengambilan data dari konsultan supervisi berupa data tanah, data sondir dan spesifikasi sheet pile baja. I.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan laporan Tugas Akhir “Perencanaan Turap Baja Sebagai Perkuatan Tebing di Sungai Tembuku Kota Jambi” dibagi dalam 5 (lima) bab yang masing-masing bab terbagi dalam beberapa sub-sub, yaitu : BAB I.
PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang latar belakang, maksud dan tujuan, permasalahan, pembatasan masalah, metode pengumpulan data dan sistematika penulisan.
BAB II.
LANDASAN TEORI Bab ini menguaraikan tentang pembahasan mengenai definisi turap dan kegunaanya secara umum, struktur tanah, tekanan tanah aktif, tekanan tanah pasif, macam-macam jenis turap, teori rankine tentang tanah terhadap dinding penahan, teori coulomb tentang tanah terhadap dinding penahan, teori tentang dinding penahan.
BAB III.
METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menguraikan tentang rangkaian kegiatan penelitian meliputi, data teknis turap baja, metode pengambilan data, cara analitis dan lokasi proyek.
BAB IV.
PERHITUNGAN DAN ANALISIS Bab ini menguraikan tentang data perencanaan turap dan perhitungan perencanaan turap baja sebagai perkuatan tebing.
5
BAB V.
PENUTUP Bab ini menguraikan tentang kesimpulan hasil dan saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil perhitungan, serta data-data dan lampiran.
BAB II LANDASAN TEORI II.1 Uraian Umum Dinding turap adalah dinding vertikal relatif tipis yang berfungsi kecuali untuk menahan tanah, juga berfungsi untuk menahan masuknya air kedalam lubang galian. Pemasangan yang mudah dan biaya pelaksanaan yang yang relatif murah, turap banyak digunakan pada pekerjaan-pekerjaan, seperti: -
Penahan tebing galian sementara.
-
Bangunan-bangunan di pelabuhan.
-
Dinding penahan tanah.
-
Bendungan elak, dan lain-lain. Bila tanah yang ditahan dangkal, maka cukup digunakan turap kantilever.
Namun, bila kedalaman tanah yang ditahan sangat dalam, maka harus digunakan turap yang diangker. Dinding turap tidak cocok untuk menahan tanah yang sangat tinggi, karena akan memerlukan luas tampang bahan turap yang besar. Selain itu, turap juga tidak cocok digunakan pada tanah yang mengandung banyak batuanbatuan, karena menyulitkan pemancangan. II.2 Definisi Tanah Menurut Hardiyatmo, H .C 2002 adalah, tanah di alam terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau tanpa kandungan bahan organik. Tanah berasal dari pelapukan batuan yang prosesnya dapat secara fisik maupun kimia. Diantara faktor–faktor yang mempengaruhi struktur tanah adalah bentuk, ukuran, komposisi mineral dan butiran tanah serta sifat dan komposisi dari air tanah. Berikut ini diberikan penjelasan secara umum dari sifat-sifat teknis jenis tanah, antara lain:
6
7
II.2.1 Tanah Granuler Tanah Granuler, seperti: Pasir, kerikil, batuan, dan campurannya, mempunyai sifat-sifat teknis yang sangat baik. Sifat-sifat tanah tersebut, antara lain: 1. Merupakan material yang baik untuk mendukung bangunan dan badan jalan, karena mempunyai kapasitas dukung yang tinggi dan penurunan kecil, asalkan tanahnya relatif padat. Penurunan terjadi segera sesudah penerapan beban. Jika dipegaruhi getaran pada frekuensi tinggi, penurunan yang besar dapat terjadi pada tanah yang tidak padat. 2. Merupakan tanah yang baik untuk tanah urug pada dinding penahan tanah, struktur bawah tanah dan lain-lain, karena menghasilkan tekanan lateral yang kecil. Mudah dipadatkan dan merupakan material untuk drainase yang baik karena lolos air. 3. Tanah yang baik untuk timbunan, karena mempunyai kuat geser yang tinggi. 4. Bila tidak dicampur dengan tanah kohesif, tidak dapat digunakan sebagai bahan tanggul, bendungan, kolam, dan lain-lain karena permeabilitasnya besar. Galian pada tanah granuler yang terendam air memerlukan penanganan air yang baik. II.2.2 Tanah Kohesif Tanah kohesif, seperti : Lempung, lempung belanau, lempung berpasir atau berkerikil yang sebagai besar butiran tanahnya terdiri dari butiran halus. Kuat geser tanah jenis ini ditentukan terutama dari kohesinya. Tanah-tanah kohesif, umumnya mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: 1. Kuat geser rendah 2. Bila dasarnya bersifat plastis dan mudah mampat (mudah turun)
8
3. Menyusut bila kering dan mengembang bila basah 4. Berkurang kuat gesernya, bila kadar air bertambah 5. Berkurang kuat gesernya bila struktur tanahnya terganggu 6. Berubah volumenya dengan bertambahnya waktu akibat rangkak (creep) pada beban yang konstan 7. Merupakan material kedap air 8. Material yang jelek untuk tanah urug, karena menghasilkan tekanan lateral yang tinggi. II.3 Tekanan Tanah Lateral Tekanan tanah lateral adalah gaya yang ditimbulkan oleh akibat dorongan tanah di belakang struktur penahan tanah. Pada perhitungan dinding penahan tanah yang umum, analisis didasarkan pada anggapan bahwa dinding bergerak secara lateral dengan cara menggeser atau berotasi pada kaki dinding, sedemikian hingga kuat geser tanah dibelakang dinding sepenuhnya termobilisasi. Dalam kondisi ini, tekanan tanah lateral memenuhi teori-teori Rankine atau Coulomb. Tekanan dari tanah kesuatu sturktur disebut tekanan tanah, struktur atau dinding penahan umumnya ada dalam kondisi salah satu dari beberapa jenis tekanan sebagai berikut : II.3.1 Tekanan Tanah Aktif (Pa) Tekanan tanah aktif terjadi apabila dinding bergerak menjauhi tanah di belakangnya. Seandainya gaya yang dikerjakan lebih kecil dari pada tekanan tanah, maka dinding atau tembok itu akan bergerak dan tanah akan ikut bergerak atau melendut. Ini dikatakan tanah ada dalam keadaan aktif pada keseimbangan plastis.
9
Akan tetapi bila sutau struktur dinding penahan di bolehkan untuk bergerak maju atau menjauhi tanah seperti terlihat pada gambar ( 2.1 ) berikut, maka tekanan pada tembok akan menurun sebesar Pa = Ka . γ . H dimana Ka adalah koefisien tegangan aktif. Biasanya tercapai keadaan keruntuhan dalam tanah. Tekanan yang bekerja dalam hal ini disebut tekanan tanah aktif. Dimana : Ka = Tan2 (45 – 𝜙/2) …………………………………Pers. (2.1) Ka
=
Koefisien tekanan aktif
γ
=
Berat isi tanah
H
=
Kedalaman tanah yang ditinjau
𝜙
=
Sudut geser
c
=
Kohesi tanah
Pa
=
Tekanan tanah aktif
Dikatakan terjadi tekanan tanah aktif pada dinding apabila dinding tersebut bergerak menjauhi massa tanah atau apabila dinding ditekan oleh tanah. Seperti terlihat pada gambar berikut ini: Tanah mendorong dinding
Dinding penahan
Bidang longsor
Gambar II.1 Tekanan tanah aktif Sumber : Fondasi I, 2011
10
Bila dinding penahan menerima suatu gaya akibat tekanan tanah dalam kondisi diam atau seimbang, agar dinding tetap stabil maka diperlukan suatu gaya yang sama besar dengan tekanan tanah tersebut secara berlawanan arah. Seandainya gaya yang bekerja lebih kecil dari tekanan tanah maka dinding penahan itu akan ikut bergerak. Ini dikatakan tanah berada dalam keadaan aktif pada keseimbangan. II.3.2 Tekanan Tanah Pasif (Pp) Dikatakan terjadi tekanan tanah pasif pada dinding penahan apabila tanah tertekan sebagai akibat dinding penahan mendorong tanah, bila suatu struktur dinding penahan ditekan supaya bergerak kebelakang atau kearah tanah yang ditahannya maka tekanan tanah akan naik menjadi sebesar Pp = Kp . γ . H dimana Kp adalah koefisien tekanan tanah pasif. Tekanan tanah lateral maksimum yang mengakibatkan keruntuhan geser tanah akibat gerakan dinding menekan tanah urug, disebut tekanan tanah pasif. Hal ini dapat dilihat pada gambar ( 2.2 ) berikut ini :
Dinding mendorong tanah
Dinding penahan
Bidang longsor
Gambar II.2 Tekanan tanah pasif Sumber : Fondasi I, 2011
11
II.3.3 Tekanan Tanah Diam ( Po ) Tekanan tanah dikatakan diam apabila tidak terjadi gerakan pada dinding atau tidak diperkenankan bergerak. Ditinjau suatu dinding penahan tanah dengan permukaan tanah mendatar, dinding dan tanah urug dibelakangnya pada kondisi diam, sehingga tanah pada kedudukan ini masih dalam kondisi elastis. Pada posisi ini tekanan tanah pada dinding akan berupa tekanan tanah saat diam dan tekanan tanah lateral (horisontal) pada dinding, pada kedalaman tertentu (z), dinyatakan oleh persamaan : Σh = Ko σv = Ko z γ ...………………………..…….………….…Pers.(2.2) Dengan, Ko = koefisien tekanan tanah saat diam γ
= berat volume tanah (kN/m3)
Perhatikan gambar berikut ini :
Tekanan tanah pasif
Dinding penahan
Gambar II.3 Tekanan tanah diam Sumber : Fondasi I, 2011
12
Dalam setiap lapisan tanah dalam keadaan aslinya, terdapat tegangan horisontal. Biasanya dengan tegangan horisontal ini lebih kecil dari pada tegangan vertikal. Yaitu,
σh = Ko . σv ……………………..…….………….…Pers.(2.3) = Ko . γh
Dimana σh = tegangan tanah horisontal σv = tegangan vertikal h = kedalaman γ = berat isi tanah Ko = tekanan tanah diam Besarnya koefisien tekanan tanah diam tergantung pada jenis tanahnya, nilai Ko yang dipakai untuk beberapa macam tanah tertentu dapat dilihat pada tabel (2.1), sebagai berikut : Tabel II.1 Tekanan Tanah Diam NO
JENIS TANAH
Ko
1
Pasir padat
0,35
2
Pasir lepas
0,45
3
Lempung normally consolidated
0,4 – 0,8
4
Lempung over consolidated
0,8 – 2,0
13
Sumber : L. D. Wesley 1977 Tegangan (σh = Ko . γh) ini bekerja dalam keadaan dimana deformasi (gerakan) horisontal tidak terjadi, karena pada setiap tempat deformasi ini dihindarkan oleh tanah disekelilingnya. II.3.4 Tekanan Tanah Akibat Beban Beban yang bekerja baik pada sisi tanah ataupun pada sisi galian akan menyebabkan tambahan tekanan lateral pada dinding. Beban yang bekerja dapat berupa : beban merata, beban jalur, beban garis dan beban terpusat. Bila beban yang bekerja adalah beban yang merata maka tekanan tanah aktif atau pasif yang ditimbulkan dapat dihitung sebagai berikut : q=γ. h Pa = q.
Ka
Pp = q. Kp Jadi akibat adanya beban terbagi merata ini, tambahan tekanan tanah aktif pada dinding penahan tanah sebagai H dapat dinyatakan oleh : Pa’ = q. Ka. H ...........………………………..…….………….…Pers.(2.4) Dimana : Pa’ = Tambahan tekanan tanah akibat tekan merata Pa = Tekanan tanah aktif Pp = Tekanan tanah pasif q
= Besarnya beban merata yang bekerja
14
Ka = Koefisien tekanan tanah aktif Kp = Koefisien tekanan tanah pasif γ
= Berat isi tanah ( unit weight )
h
= Kedalaman elemen tanah yang ditinjau
II.3.4.1 Beban titik Beban titik pada kenyataan dapat berupa tiang-tiang lampu atau rambu. Tekanan lateral akibat beban titik di atas tanah timbunan dapat dihitung dengan persamaan Boussinesq (Spangler, 1938). (Pondasi I. H. C. Hardiyatmo, 2011) . Jika beban titik P terletak sejauh seperti dalam Gambar (2.4).
Gambar II.4 Tekanan tanah lateral akibat beban titik Sumber : H. C. Hardiyatmo (2011)
15
𝜎ℎ = 𝜎ℎ =
1,77 𝑃
𝑚2 𝑛2
𝐻2
(𝑚2 + 𝑛2 )3
0,28 𝑃
𝑛2
𝐻2
(0,16+ 𝑛2 )3
untuk m > 0,4
untuk m < 0,4
II.3.4.2 Beban Garis Di dalam praktek, beban garis dapat berupa dinding beton, pagar, saluran yang terletak di dalam tanah dan lain-lain. Untuk beban garis sebesar q persatuan lebar, Terzaghi (1943) memberikan persamaan untuk tekanan tanah lateral.
𝜎ℎ = 𝜎ℎ =
4𝑞
𝑚2 𝑛
4𝑞
𝑚2 𝑛
( )untuk m > 0,4 𝜋𝐻 (𝑚2 + 𝑛2 )2 ( )untuk m > 0,4 𝜋𝐻 (𝑚2 + 𝑛2 )2
Gambar II.5 Tekanan tanah lateral akibat beban garis Sumber : H. C. Hardiyatmo (2011)
II.3.4.3 Beban jalur Suatu beban terbagi merata memanjang/strip (q) dapat berupa jalan raya, jalan kereta api, atau timbunan tanah yang sejajar dengan dinding penahan
16
tanahnya. Terzaghi (1943) memberikan persamaan untuk beban terbagi rata memanjang sebagai berikut:
𝜎ℎ =
2𝑞 𝜋
(β − sin 𝛽 cos 2𝑎). ..…………………..…….………….…Pers.(2.5)
Dimana nilai α dan β adalah sudut yang ditunjukan pada gambar berikut dalam satuan radian. b
h
a
α = tan-1 ( β = tan-1 (
𝑏 + 𝑎⁄2
)
ℎ
𝑎+𝑏 ℎ
𝑏
) – tan-1 (ℎ)
Gambar II.6 Tekanan tanah lateral akibat beban terbagi rata Sumber : H. C. Hardiyatmo (2011)
II.3.5 Tekanan Pengaruh Muka Air Tanah Stabilitas suatu dinding penahan tanah tidak hanya bergantung pada tekanan tanah yang bekerja saja akan tetapi juga pada tekanan air tanah yang bekerja pada dinding tersebut. Dengan adanya air tanah, maka berat isi tanah harus menggunakan berat isi tanah terendam ( γ submerged = γ buoyancy ) yang biasa diberi notasi : γ’
= γb = γsub ........………………………..…….………….…Pers.(2.6)
17
γ’
= γ - γw
Dimana : γ
= γt = berat isi tanah
γ’
= γb = γ sub = berat isi tanah terendam ( ton/m3 )
γw
= berat isi air : γw = 1 ( ton/m3 ) untuk air tawar
( ton/m3 )
γw = 1,03 ( ton/m3 ) untuk air laut Apabila terdapat muka air tanah lebih tinggi dari pada dasar dinding maka pengaruh air ini harus diperhitungkan. Hal ini berarti bahwa perhitungan harus dilakukan dengan memakai tegangan-tegangan efektif. Seperti diperlihatkan pada gambar (2.7) untuk muka air tanah yang rata.
A Tegangan Tanah Aktif
H1 Muka Air Tanah
C
B
Tegangan Air
H
H2
D
E
Gambar II.7 Diagram tegangan aktif memperhitungkan pengaruh air tanah ( L. D Wesley 1977 )
F
18
Tegangan tanah aktif dapat dihitung dengan rumus Rankine tetapi tegangan vertikal yang dipakai adalah tegangan vertikal efektif. Dengan demikian di dapat tegangan tanah aktif menurut garis CE dimana,
BC =
DE =
𝛾 𝐻1 𝑁𝜙
−
2 𝑐′ √𝑁𝜙
𝛾 𝐻1+(𝛾− 𝛾𝑤) 𝐻2 𝑁𝜙
−
2 𝑐′ √𝑁𝜙
Tegangan total yang bekerja pada dinding adalah jumlah tegangan aktif ditambah dengan air, seperti diperlihatkan pada gambar (2.7) tegangan air ialah menurut CF. yaitu,
EF = γw H2
II.4 Teori Rankine dan Coulomb Tentang Tekanan Dinding Penahan Konsep tekanan tanah aktif dan pasif sangat penting untuk masalahmasalah stabilitas tanah, pemasangan batang-batang penguat pada galian.Desain dinding penahan tanah, dan pembentukan penahanan tarik dengan memakai berbagai jenis peralatan pengukur. Permasalahan disini hanyalah semata-mata untuk menentukan faktor keamanan terhadap keruntuhan yang di sebabkan oleh gaya lateral. Pemecahan di peroleh dengan membandingkan gaya-gaya (kumpulan gaya-gaya yang bekerja). Gaya I adalah gaya yang cenderung mengahancurkan Gaya II adalah gaya yang cenderung mencegah keruntuhan Gaya penghancur disini misalnya gaya-gaya lateral yang bekerja horizontal atau mendatar.
19
Gaya penghambat misalnya berat dari bangunan/struktur itu sendiri. Gaya berat dari bangunan ini memiliki arah kerja vertikal sehingga dapat mengahambat gaya lateral atau gaya yang bekerja horizontal. II.4.1 Tekanan Tanah Aktif (Menurut Rankine) Teori Rankine ( 1857 ) mempertimbangkan keadaan tegangan pada massa tanah ketika kondisi keseimbangan plastisnya telah tercapai, yaitu ketika keruntuhan gesernya pada suatu titik terjadi pada seluruh tanah. Disebut tekanan tanah aktif jika tekanan yang bekerja mengakibatkan dinding menjauhi tanah yang ditahan, seperti ditunjukkan oleh gambar di bawah ini:
Gambar II.8 Tekanan Tanah Aktif Sumber : Braja M. Das,1994
20
Keruntuhan tanah mengikuti prinsip lingkaran Mohr (Mohr-Coulomb). Jika pergerakan dinding membuat Δx semakin besar, maka pada akhirnya, lingkaran Mohr akan menyentuh garis keruntuhan (Menurut Rankine, sudut keruntuhan adalah sebesar (45 +
𝜙′ 2
), sehingga keruntuhan akan terjadi. Tahanan geser tanah
mengikuti persamaan : 𝜏𝑓 = 𝑐 ′ + 𝜎𝑣 𝑡𝑎𝑛 𝜙′ ………………..…….………….…Pers.(2.7) Dimana: 𝜏𝑓 : Tahanan geser tanah 𝜎𝑣: Tekanan efektif tanah c´ : Kohesi tanah ϕ´ : Sudut geser tanah
Gambar II.9 Lingkaran Mohr Tekanan Aktif Sumber : Braja M. Das,1994
21
Besar gaya-gaya yang bekerja mengikuti persamaan sebagai berikut: 𝜎𝑣 ′ = 𝜎 ′ 1 𝜎𝑣 ′ = 𝜎 ′ 1 𝜎′1 = 𝜎 ′ 3 𝑡𝑎𝑛 2 (45 +
𝜙′ 𝜙′ ) + 2 𝑐 ′ 𝑡𝑎𝑛 (45 + ) 2 2
𝜎 ′ 3 = 𝜎 ′ 1 𝑡𝑎𝑛 2 (45 +
𝜙′ 𝜙′ ) − 2 𝑐 ′ 𝑡𝑎𝑛 (45 + ) 2 2
Dimana: 𝜎′ℎ : Tahanan geser tanah 𝜎′𝑣 :Tekanan efektif tanah c´
: Kohesi tanah
ϕ´
: Sudut geser tanah ∅
ka : Koefisien tekanan tanah aktif 𝑘𝑎 = 𝑡𝑎𝑛2 (45 − 2) ∅
Karena 𝑘𝑎 = 𝑡𝑎𝑛2 (45 + ), maka besar tekanan saat terjadi keruntuhan 2
menggunakan persamaan yang dikenal dengan nama Bell’s Equation, yaitu:
𝜎′ha = 𝜎′V 𝑡𝑎𝑛 2 (45 +
𝜙′ 𝜙′ ) − 2 𝑐 ′ 𝑡𝑎𝑛 (45 + ) 2 2
𝜎′ha = 𝜎′V . 𝐾𝑎 − 2𝑐 ′ √𝐾𝑎 ……....…………………..…….………….…Pers.(2.8) Dimana: 𝜎′ℎ𝑎 : Tekanan lateral aktif 𝜎′𝑣
: Tekanan efektif tanah
c´
: Kohesi tanah
ϕ´
: Sudut geser tanah
Ka
: Koefisien tekanan tanah aktif 𝑘𝑎 = 𝑡𝑎𝑛2 (45 − 2)
∅
22
Resultan tekanan aktif akibat beban luar dan pengaruh air dapat dideskripsikan oleh gambar berikut ini:
Gambar II.10 Resultan Tekanan tanah Aktif Sumber : Braja M. Das,1994
Total tekanan tanah yang bekerja dirumuskan mengikuti: 𝑃𝑎 = 0,5 𝛾 ′ 𝐻. 𝐾𝑎 − 2𝑐 ′ √𝐾𝑎 ………..…….………….…Pers.(2.9) dimana: 𝑃𝑎
: Total tekanan tanah aktif
𝜎′𝑣
: Tekanan efektif tanah
c´
: Kohesi tanah
H
: Tinggi dinding penahan tanah
Ka
: Koefisien tekanan tanah aktif 𝑘𝑎 = 𝑡𝑎𝑛2 (45 − 2)
∅
Jika permukaan tanah yang ditahan, pada permukaan atas elevasinya meningkat, maka rumus mencari Ka adalah sebagai berikut:
23
𝐾𝑎 = 𝑐𝑜𝑠 ∝
𝑐𝑜𝑠 ∝ −√𝑐𝑜𝑠 2 ∝ −𝑐𝑜𝑠 2 𝜙 ′ 𝑐𝑜𝑠 ∝ +√𝑐𝑜𝑠 2 − 𝑐𝑜𝑠 2 𝜙 ′
Dimana: ϕ’
: Sudut geser tanah
∝
: Sudut elevasi tanah di permukaan atas dinding
ka
: Koefisien tekanan tanah aktif 𝑘𝑎 = 𝑡𝑎𝑛2 (45 − 2)
∅
Gambar II.11 Dinding penahan tanah dengan permukaan atas yang meningkat elevasinya. Sumber : Braja M. Das,1994 Total tekanan tanah yang bekerja dirumuskan mengikuti: 𝑃𝑎 = 0,5𝛾′𝐻 2 . 𝐾𝑎 ………………..…….………….…Pers.(2.10) Dimana: 𝑃𝑎
: Total tekanan tanah aktif
H
: Tinggi dinding penahan tanah
Ka
: Koefisien tekanan tanah aktif 𝑘𝑎 = 𝑡𝑎𝑛2 (45 −
∅′ 2
)
24
II.4.2 Tekanan Tanah Pasif (Menurut Rankine) Disebut tekanan tanah pasif jika tekanan yang bekerja mengakibatkan dinding mendekati tanah yang ditahan.
Gambar II.12 Tekanan Tanah Pasif Sumber : Braja M. Das,1994
Keruntuhan tanah mengikuti prinsip lingkaran Mohr (Mohr-Coulomb). Jika pergerakan dinding membuat Δx semakin besar, maka pada akhirnya, lingkaran Mohr akan menyentuh garis keruntuhan. Tahanan geser tanah mengikuti persamaan : 𝜏𝑓 = 𝑐 ′ + 𝜎𝑣 𝑡𝑎𝑛 𝜙′ ………………………..…….………….…Pers.(2.11) Dimana: 𝜏𝑓 : Tahanan geser tanah 𝜎𝑣: Tekanan efektif tanah
25
c´ : Kohesi tanah ϕ´ : Sudut geser tanah
Gambar II.13 Lingkaran Mohr Tekanan Pasif Sumber : Braja M. Das,1994
Besar gaya-gaya yang bekerja mengikuti persamaan sebagai berikut: 𝜎𝑣 ′ = 𝜎 ′ 3 𝜎h′ = 𝜎 ′ 1 𝜎′1 = 𝜎 ′ 3 𝑡𝑎𝑛 2 (45 +
𝜙′ 2
) + 2 𝑐 ′ 𝑡𝑎𝑛 (45 +
𝜙′ 2
) ..…….………….…Pers.(2.12)
Dimana: 𝜎′ℎ : Tahanan geser tanah 𝜎′𝑣 :Tekanan efektif tanah c´
: Kohesi tanah
ϕ´
: Sudut geser tanah ∅
Kp : Koefisien tekanan tanah pasif 𝐾𝑝 = 𝑡𝑎𝑛2 (45 + 2)
26
∅
Karena 𝑘𝑝 = 𝑡𝑎𝑛2 (45 + 2), maka besar tekanan lateral saat terjadi keruntuhan mengikuti persamaan: 𝜎′ha = 𝜎′V 𝑡𝑎𝑛 2 (45 +
𝜙′ 𝜙′ ) − 2 𝑐 ′ 𝑡𝑎𝑛 (45 + ) 2 2
𝜎′ha = 𝜎′V . 𝐾𝑝 − 2𝑐 ′ √𝐾𝑝....………………………..…….………….…Pers.(2.13) Dimana: 𝜎′ℎ𝑝 : Tekanan lateral pasif 𝜎′𝑣
: Tekanan efektif tanah
c´
: Kohesi tanah
ϕ´
: Sudut geser tanah
kp
: koefisien tekanan tanah aktif 𝑘𝑝 = 𝑡𝑎𝑛2 (45 − 2)
∅
Resultan tekanan aktif akibat beban luar dan pengaruh air dapat dideskripsikan oleh gambar berikut ini:
Gambar II.14Resultan Tekanan tanah Pasif Sumber : Braja M. Das,1994
27
Total tekanan tanah yang bekerja dirumuskan mengikuti: 𝑃𝑝 = 0,5𝛾′𝐻. 𝐾𝑝 − 2𝑐 ′ √𝐾𝑝 Jika permukaan tanah yang ditahan, pada permukaan atas elevasinya meningkat, maka rumus mencari Ka adalah sebagai berikut:
𝐾𝑎 = 𝑐𝑜𝑠 ∝
𝑐𝑜𝑠∝+√𝑐𝑜𝑠2 ∝−𝑐𝑜𝑠2 𝜙′ 𝑐𝑜𝑠∝−√𝑐𝑜𝑠2 −𝑐𝑜𝑠2 𝜙′
…...………………..…….………….…Pers.(2.14)
Dimana: ϕ’
: Sudut geser tanah
∝
: Sudut elevasi tanah di permukaan atas dinding
kp
: Koefisien tekanan tanah pasif 𝑘𝑝 = 𝑡𝑎𝑛2 (45 − 2)
∅
Gambar II.15 Dinding penahan tanah dengan permukaan atas yang meningkat elevasinya. Sumber : Braja M. Das,1994 Total tekanan tanah yang bekerja dirumuskan mengikuti: 𝑃𝑝 = 0,5𝛾′𝐻 2 . 𝐾𝑝 …...............……………………..…….………….…Pers.(2.15)
28
Dimana: 𝑃𝑝
: Total tekanan tanah pasif
H
: Tinggi dinding penahan tanah
kp
: Koefisien tekanan tanah pasif𝑘𝑝 = 𝑡𝑎𝑛2 (45 −
∅′ 2
)
Besar rasio umum koefisien tekanan lateral tanah dapat diperkirakan melalui tabel di bawah ini: Tabel II.2 Rasio Koefisien Tekanan Tanah
Sumber: Gouw, 2009 II.4.3 Tekanan Tanah Aktif Menurut Coulomb Menurut Coulomb, Friksi antara dinding dengan tanah dapat dimasukkan dalam perhitungan, Sehingga perhitungan akan mengikutsertakan faktor interaksi antara dinding dengan tanah yang ditahan. Adapun konsep gaya-gaya yang bekerja dapat dideskripsikan sebagai berikut :
29
Gambar II.16 Gaya yang bekerja menurut Teori Coulomb (Tekanan Aktif) Sumber : Braja M. Das,1994 Dimana : H
: Tinggi dinding penahan tanah
Pa
: Total tekanan tanah aktif yang bekerja
δ
: Sudut dilatasi Pa
β
: Sudut kemiringan dinding penahan tanah
W
: Berat tanah pada baji keruntuhan
Α
: Sudut kemiringan permukaan tanah atas terhadap horizontal
𝜙
: Sudut geser tanah
γ
: Berat jenis tanah
c´
: Kohesi tanah
R
: Gaya perlawanan terhadap kelongsoran
Ka
: Koefisien tekanan lateral aktif
30
σv´ : Tegangan efektif tanah Nilai Koefisien tekanan lateral aktif/Ka dihitung menggunakan Persamaan: 𝑆𝑖𝑛2 (𝛽+ϕ)
𝐾𝑎 =
…....…….…...…….…Pers.(2.16)
2 𝑆𝑖𝑛(ϕ′ +δ).Sin(ϕ′−α) 𝑆𝑖𝑛2 .𝛽.𝑆𝑖𝑛(𝛽−𝛿)[1+√ 𝑆𝑖𝑛(𝛽−𝛿).𝑆𝑖𝑛(𝛼+𝛽)
]
Sedangkan, Tegangan lateral efektif dihitung menggunakan persamaan : 𝜎 ′ ℎ𝑎 = 𝜎 ′ 𝑣 ′ . 𝐾𝑎 − 2𝑐′√𝐾𝑎
II.4.4 Tekanan Tanah Pasif Menurut Coulomb Pada tekanan tanah pasif, Konsep-konsep gaya yang bekerja dideskripsikan oleh gambar di bawah ini:
Gambar II.17 Gaya yang bekerja menurut Teori Coulomb(Tekanan Pasif) Sumber : Braja M. Das,1994 Dimana : H
: Tinggi dinding penahan tanah
PP
: Total tekanan tanah Pasif yang bekerja
δ
: Sudut dilatasi PP
31
β
: Sudut kemiringan dinding penahan tanah
W
: Berat tanah pada baji keruntuhan
Α
: Sudut kemiringan permukaan tanah atas terhadap horizontal
𝜙
: Sudut geser tanah
γ
: Berat jenis tanah
c´
: Kohesi tanah
R
: Gaya perlawanan terhadap kelongsoran
KP
: Koefisien tekanan lateral Pasif
σv´
: tegangan efektif tanah
Nilai Koefisien tekanan lateral Pasif/Kp di hitung menggunakan Persamaan: 𝑆𝑖𝑛2 (𝛽+Φ′)
𝐾𝑝 =
…..…….………….…Pers.(2.17)
2 𝑆𝑖𝑛(Φ′ +δ).Sin(Φ′−α) 𝑆𝑖𝑛2 .𝛽.𝑆𝑖𝑛(𝛽−𝛿)[1+√ 𝑆𝑖𝑛(𝛽−𝛿).𝑆𝑖𝑛(𝛼+𝛽)
]
Sedangkan, Tegangan lateral efektif dihitung menggunakan persamaan : 𝜎 ′ ℎ𝑝 = 𝜎 ′ 𝑣 ′ . 𝐾𝑝 − 2𝑐′√𝐾𝑝 .......…………………...…….………….…Pers.(2.18) II.5 Tipe Dari Dinding Turap Tipe turap dapat dibedakan menurut bahan yang digunakan. Bahan turap tersebut bermacam-macam, contohnya: Kayu, beton bertulang dan baja. II.5.1 Turap Kayu Turap kayu digunakan untuk dinding penahan tanah yang tidak begitu tinggi, karena tidak kuat menahan beban-beban lateral yang besar. Turap ini tidak cocok digunakan pada tanah berkerikil, karena turap cenderung pecah bila dipancang. Bila turap kayu digunakan untuk bangunan permanen yang berada diatas muka air, maka perlu diberikan lapisan pelindung agar tidak mudah lapuk.
32
Tiang turap kayu digunakan hanya untuk konstruksi ringan yang bersifat sementara, misalnya untuk penahan tebing galian. Bentuk-bentuk susunan turap kayu dapat dilihat pada Gambar II.15.
Gambar II.18 Turap kayu (Sumber: H.C. Hardiyatmo, Fondasi II) Tiang turap yang biasa digunakan adalah papan kayu atau beberapa papan yang digabung (wakefield piles). II.5.2 Turap Beton Turap beton merupakan balok-balok beton yang telah dicetak sebelum dipasang dengan bentuk tertentu. Balok-balok turap dibuat saling mengkait satu sama lain. Masing-masing balok kecuali dirancang kuat menahan beban-beban yang bekerja pada turap, juga terhadap beban-beban yang akan bekerja pada waktu pengangkatannya. Ujung bawah turap biasanya dibentuk meruncing untuk memudahkan pemancangan. Turap beton biasa digunakan pada bangunan permanen atau pada detail-detail konstruksi yang agak sulit.
33
Gambar II.19 Turap Beton (Sumber: H.C. Hardiyatmo, Fondasi II) II.5.3 Turap Baja Turap baja sangat umum digunakan, baik digunakan untuk bangunan permanen maupun sementara, karena lebih menguntungkan dan mudah penanganannya. Keuntungan-keuntungannya antara lain: 1. Turap baja kuat menahan gaya-gaya benturan pada saat pemancangan. 2. Bahan turap relatif tidak begitu berat. 3. Turap dapat digunakan berulang-ulang. 4. Turap baja mempunyai keawetan yang tinggi.
34
5. Penyambungan mudah, bila kedalaman turap besar. Adapun beberapa spesifikasi dan jenis turap baja yang sering digunakan
pada konstruksi penahan tanah dapat dilihat pada gambar II. 20 Gambar II.20 Turap Baja (Sumber: Sheetpiling.arcelormittal.com)
35
II.6 Jenis dan Metode Konstruksi Turap Pada prinsipnya, perencanaan dinding turap dapat dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu : 1. Dinding kantilever (cantilever walls) 2. Dinding berjangkar (anchored walls) Turap dengan dinding kantilever, sebagaimana dinyatakan dalam namanya adalah tiang yang ujungnya tertahan oleh tanah sehingga seolah-olah tergantung. Stabilitas turap jenis ini sangat tergantung pada panjang penanaman tiang. Sedangkan turap berjangkar, disamping ujungnya tertanam, disekitar ujung lainnya dipasang jangkar yang akan memberikan gaya tarik melawan kecenderungan tiang turap terdorong ke arah yang berlawanan dengan tanah. II.6.1 Dinding Turap Kantilever Yang dinamakan dinding turap kantilever adalah dinding penahan tanah yang tidak menggunakan jangkar. Dinding turap kantilever diperoleh dengan memancangkan turap tersebut pada suatu kedalaman tertentu. Kestabilan dari dinding ini hanya merupakan hasil mobilisasi tekanan tanah lateral pasif sebagai antisipasi dari tekanan-tekanan yang bekerja pada dinding tersebut antara lain tekanan aktif dan tekanan residu air. Untuk memperhitungkan tekanan lateral tanah, kondisi yang cocok untuk dinding turap adalah kondisi rankine.
36
P δ
(Coulomb)
Sheet pile (Dinding turap) Pa 1 P (Rankine) δ=0
Pp 1
O = Titik rotasi
Pa 2
Pp 2
Gambar II.21 Gaya-gaya yang bekerja pada dinding turap Sumber: Joetata Hadihardaja, Fondasi I Akibat beban tanah isian, dinding turap akan berotasi pada titik 0, dengan gayagaya yang bekerja adalah : Pa1 = total tekanan aktif diatas titik O Pp1 = total tekanan pasif diatas titik O Pa2 = total tekanan aktif dibawah titik O Pp2 = total tekanan pasif dibawah titik O II.6.1.1 Dinding Turap Kantilever Pada Pasir Untuk mengembangkan hubungan untuk kedalaman penanaman tiang turap yang dibutuhkan didalam tanah granuler seperti gambar (2.22) Tanah yang akan ditahan oleh dinding turap, berada diatas garis galian, adalah juga tanah granuler. Permukaan air tanah berada pada kedalaman L1 dari puncak tiang. Ambilah sudut gesek pasir sebagai ɸ. Intensitas tekanan aktif pada kedalaman z = L1 dapat dinyatakan sebagai, P1 = γ L1 Ka
37
Gambar II.22Turap kantilever tertanam pada pasir. (a) variasi diagram tekanan bersih (b) variasi momen Sumber: Joetata Hadihardaja, Fondasi I dimana, Ka = koefisien tekanan aktif Rankine = tan2 (45 - 𝜙 / 2) γ
= Berat isi tanah di atas muka air Pada kedalaman garis galian, tekanan hidrostatik dari kedua arah dinding
adalah sama dan oleh karena itu akan saling menghilangkan. II.6.1.2 Dinding Turap Kantilever Pada Lempung Dalam beberapa kasus, tiang turap cantilever harus dipancang ke dalam lapisan lempung yang mempunyai kohesi taksalur (undrained cohesion), c (konsep
𝜙 = 0). Gambar II. 20 memperlihatkan sebuah dinding turap yang dipancang kedalam lempung dengan bahan isian dibelakang turap adalah tanah granuler yang terletek diatas garis galian. Diagram ditribusi tekanan tanah diatas permukaan garis galian dapat digambarkan.
38
Gambar II.23 Tiang turap cantilever tertanam pada lapisan lempung Sumber: Joetata Hadihardaja, Fondasi I Sedangkan diagram untuk distribusi tekanan tanah bersih dibawah permukaan garis galian dapat ditentukan sebagai berikut. Pada kedalaman z yang lebih besar dari L1 + L2 dan diatas titik rotasi, tekanan aktif (pa) dari kanan ke kiri dapat dinyatakan dengan, Pa = [γL1+γ’L2+γsat (z – L1-L2)]
Ka ……....…….………….…Pers.(2.19)
Dimana Ka = koefisien tekanan tanah aktif Rankine; dengan 𝜙 = 0, besarannya akan menjadi nol. Dengan cara yang sama, tekanan pasif (Pp) dari kiri ke kanan dapat diberikan sebagai,
39
Pp = γsat (z - L1-L2) Kp +2c Kp .…………...…….………….…Pers.(2.20) Dimana Kp = koefisien tekanan tanah pasif Rankine; dengan 𝜙 = 0, besarannya akan menjadi nol. II.6.2 Dinding Turap Berjangkar Pada dinding turap berjangkar , dikenal adanya sistem penjangkaran yang ikut menahan tekanan-tekanan yang bekerja pada dinding. Sehingga terdapat dua analisis yaitu analisis dindingnya sendiri serta analisis penjangkarannya. Tetapi dalam perancangan, analisis secara keseluruhan harus pula dilakukan. Untuk analisis dinding turapnya sendiri, dikenal adanya dua metode, yaitu -
Dinding turap dengan perletakan bebas (free end method)
-
Dinding turap dengan perletakan jepit (fixed end method)
II.6.2.1 Dinding Turap Berjangkar Dengan Perletakan Bebas Anggap-anggapan yang diambil dalam perancangan dinding turap dengan perletakan bebas adalah : 1. Dinding turap mempunyai kekuatan yang cukup baik dibandingkan dengan tanah disekelilingnya. 2. Tekanan tanah yang bekerja pada dinding turap dihitung berdasarkan kondisi rankine atau coulomb. 3. Turap dianggap berotasi dengan bebas pada ujung bawahnya,namun tidak diizinkan bergerak secara lateral di tempat angker. 4. Perletakan pada kedalaman D mempunyai momen = 0, hal ini berarti bahwa penetrasi dari dinding tidak cukup dalam.
40
-
Lenturan Penjangkaran
+ D Sheet pile cukup kaku
Diagram bidang M
Gambar II.24 Dinding turap berjangkar dengan perletakan bebas Sumber: Joetata Hadihardaja, Fondasi I Metode ini dapat digunakan baik untuk tanah berbutir kasar maupun berbutir halus. Sedangkan hubungannya dengan angka keamanan, dengan berdasarkan cara konvesional, dapat diambil sebagai berikut : Tabel II.3 D cara konvensional tanah berbutir kasar dengan angka keamanan. Kedalaman hasil
Kedalaman
Angka
perhitungan
pelaksanaan
keamanan
D
D
2
1,7
D
Didapat dengan
2 sampai 3
mereduksi nilai Kp
2 sampai 3
dengan angka keamanan 2 sampai 3 D
D (1,5 sampai 2)
1,5 sampai 2
Didapat dengan
1,5 sampai 2
mereduksi nilai c tanah
1,5 sampai 2
dengan angka keamanan 1,5 sampai 2 Sumber: Joetata Hadihardaja, Fondasi I Mencari dalamnya pemancangan dinding turap berjangkar dengan perletakan bebas pada tanah berbutir kasar, dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara :
41
Cara 1. Mencari dalamnya pemancangan dengan mencari dalamnya pemancangan minimum
Gambar II.25 Tekanan tanah yang bekerja pada dinding turap berjangkar dengan perletakan bebas pada tanah berbutir kasar. Sumber: Rekayasa Pondasi I, 1997 Mencari besarnya gaya jangkar TA ƩH=0 TA + PP – PA = 0 TA = PA - PP .....................…………………...…….………….…Pers.(2.21) Untuk mengetahui dalamnya pemancangan D, diambil : Ʃ MA = 0 PA yA – PP yP = 0 Akan diperoleh persamaan pangkat tiga dalam D, α1 D3 + α2 D2 + α3 D + α4 = 0 ..…………...…….………….…Pers.(2.22) dengan cara coba-coba diperoleh harga D.
42
Diagram tegangan diatas dapat juga dibuat diagramnya sebagai berikut : (dengan melakukan super posisi).
Gambar II.26 Tekanan-tekanan yang bekerja pada dinding turap berjangkar dengan perletakan bebas pada tanah berbutir kasar. Sumber: Rekayasa Pondasi I, 1997 Seperti cara diatas, maka diperoleh : Gaya jangkar : ƩH=0 TA = PA - PP Dalamnya pemancangan D diperoleh dari, Ʃ MA = 0 PP h4 = PA ya 1
2
PA y = 2 γ’ Do2 (Kp - KA) (h2 + yo + 3 Do) ..…….………….…Pers.(2.23)
43
Persamaan ini akan menghasilkan persamaan pangkat tiga dalam Do, dengan bentuk umum persamaan sebagai berikut : C1 Do3 + C2 Do2 + C3 Do + C4 = 0 .……...…….………….…Pers.(2.24) Dimana,
C1 =
C2 =
𝛾′ (𝐾𝑝−𝐾𝑎) 3
𝛾′ (𝐾𝑝−𝐾𝑎) 2
(h + yo)
C3 = - P A y Dengan cara coba-coba akan didapat harga Do. Cara 2, mencari dalamnya pemancangan dengan memberikan faktor keamanan pada Kp
Gambar II.27 Distribusi tegangan dengan faktor keamanan pada Kp Sumber: Rekayasa Pondasi I, 1997
44
Misalnya tegangan pasif yang diperhitungkan diwakili dengan segi empat ABFE, biasanya dalam perhitungan, tidak dipertimbangkann kinerja fisik mobilisasi tegangan. Jadi diagram tegangan tetap segitiga ABG, dengan luas diagram tetap dan titik tangkap gaya juga tetap, yang berbeda hanya mobilisasi tekanan dengan besar mobilisasi tergantung angka keamanan SF (Safety Factor) yang diambil. Sehingga gaya pasif beserta titik tangkapnya diketahui. Dengan cara yang sama, besarnya gaya angker (TA) diketahui dari keseimbangan gaya horizontal Ʃ H = 0, dan dalamnya pemancangan (Do) diperoleh dengan mengambil Ʃ MA= 0 Yang merupakan persamaan pangkat tiga dalam Do. Dinding turap berjangkar dengan perletakan bebas pada tanah berbutir halus.
Gambar II.28 Tekanan-tekanan yang bekerja untuk tanah berbutir halus. Sumber: Rekayasa Pondasi I, 1997
45
Pada gambar diatas terlihat adanya dua lapis tanah, yaitu lapis diatas dridge line adalah tanah berbutir kasar (ø-soils) sedangkan dibawah dridge line adalah tanah berbutir halus (c-soils). Untuk kasus ini, tanah diatas dridge line dapat dianggap sebagai beban. q = γ h1 + γ’ h3 = γe H ..…..............………...…….………….…Pers.(2.25) Tegangan tanah aktif yang bekerja pada tanah sebagai dredge line adalah : Pa = q Ka2 – 2 c √𝐾𝑎2 Pa = q – 2 c = q - qu Tegangan pasif yang bekerja pada tanah dibawah dridge line, Pp = qu Resultan tegangan aktif dan pasif, P = 2 qu – q ..……...............................……...…….………….…Pers.(2.26) harga ini konstan untuk setiap kedalaman. Untuk mendapatkan dalamnya pemancangan, diambil momen terhadap G, yaitu : Ʃ MG = 0 𝐷
PA . y – D (2 qu – q) (h2 + 2 ) = 0 ....………...…….………….…Pers.(2.27) Jika persamaan ini diselesaikan, akan diperoleh persamaan pangkat dua dalam D dimana, C1 = 2 h2
46
2 𝑦 𝑃𝑎
C2 = 2 𝑞𝑢 − 𝑞 ..……..............................……...…….………….…Pers.(2.28) Sedangkan gaya jangkar didapat dengan mengambil Ʃ H = 0 TA = PA - PP ...............................…………...…….………….…Pers.(2.29) Kondisi turap labil apabila, 2 qu – q = 0 4c – q = 0 ..….................................………...…….………….…Pers.(2.30) Dimana q = γe H atau bias dituliskan γ H, sehingga persamaan diatas menjadi, 4c–γH=0 4c=γH 𝑐 𝛾𝐻
1
= Nz = stability number = angka stabilitas 4
Ini berarti dinding turap akan mulai tidak stabil bila, Ns =
𝑐 𝛾𝐻
= 0,25 ..…......................………...…….………….…Pers.(2.31)
Jadi stabilitas disini merupakan fungsi dari tinggi turap H dan harga c. apabila harga adhesi dari dinding diperhitungkan ca, maka stability number menjadi,
Nz =
𝑐 𝛾𝐻
√1 +
𝑐𝑎 𝑐
..………..................…...…….………….…Pers.(2.32)
Pada keruntuhan pasif, harga √1 +
𝑐𝑎 𝑐
≈ 1,25
47
Maka Ns menjadi, 𝑐
Ns = 𝛾𝐻 1,25 Untuk angka keamanan FS = 1, 𝑐 𝛾𝐻
= 0,25
Ns = 0,25 x 1,25 – 0,30 Jadi Ns = 0,30 FS II.6.2.2 Dinding Turap Berjangkar Dengan Perletakan Jepit Anggapan-anggapan yang diambil dalam metode ini adalah penetrasi dari dinding turap cukup dalam, sehingga tanah dibawah dasar galian mampu memberikan tahanan pasif yang cukup, untuk mencegah ujung bawah turap berotasi. Pada metode ujung tetap terdapat anggapan-anggapan sebagai berikut : 1. Tekanan tanah pada turap memenuhi teori Rankine dan Coulomb. 2. Turap bebas berotasi namun tidak diizinkan bergerak pada angkernya. 3. Titik balik B (Gambar 2.29b) ditentukan dari teori elastis. Lokasi titik tersebut merupakan fungsi dari 𝜙 tanah timbunan.
48
Muka tanah
T
D
Muka air H Pasir urug Ka1 Dasar galian
y
x Ka2
D
B
A
D (a)
(b)
O
O R1
B
E
B
R
C
(c)
R E (d)
Gambar II.29 Turap diangker dengan metode ujung tetap (Teng, 1962) Sumber : Fondasi II, 2011 Didasarkan pada anggapan-anggapan tersebut, perancangan dinding turap dengan metode ujung tetap dapat dilakukan sebagai berikut : 1. Tentukan besarnya tekanan tanah aktif dan pasif. 2. Tentukan kedalaman titik O, dengan persamaan:
𝑦=
𝑞 ′ 𝐾𝑎2 ′ 𝛾2 (𝐾𝑝2 −𝐾𝑎2 )
................…………...…….………….…Pers.(2.33)
Dengan, q’ = ∑γiHi = Tekanan overbuden aktif akibat tanah urug dan beban terbagi rata pada elevasi yang sama dengan dasar galian. Ka2, Kp2 = Koefisien tekanan aktif dan pasif tanah di bawah dasar galian. 3. Tentukan titik balik B, yaitu dengan menentukan jarak x berdasarkan 𝜙 timbunan.
R1
49
4. Tentukan gaya geser horisontal R1 pada titik balik B. R1 adalah reaksi horisontal pada titik B dengan menganggap turap sebagai balok sederhana yang ditumpu pada titik B dan angker. 5. Dengan menganggap bagian BE pada turap sebagai balok sederhana (simple beam) (gambar 2.29d), hitung panjang BE dengan cara mengambil momen terhadap ujung turap (E) sama dengan nol. 6. Kedalaman penetrasi turap D sama dengan jumlah panjang bagian BE ditambah x (lihat gambar 2.29c). untuk keamanan, kalikan D dengan faktor 1,2 - 1,4. 7. D = y +√
6𝑅1 𝛾2 (𝐾𝑝2 −𝐾𝑎1 )
..…………..........…….………….…Pers.(2.34)
dengan, y
= jarak titik O dari garis galian tanah.
R1
= reaksi horisontal pada titik O
Ka2, Kp2
= koefisien tekanan tanah aktif dan pasif, tanah dibawah garis galian
II.7 Penjangkaran Tipe penjangkaran bila dilihat dari bentuk konstruksinya, dibedakan sebagai berikut : 1. Blok angker (deadmen anchorage), tahanan yang diperoleh merupakan hasil mobilisasi tekanan pasif tanah. 2. Tiang pancang (braced piles) yang digunakan apabila ditemukan adanya lapis tanah lunak yang cukup tebal. 3. Dijangkarkan pada lapisan tanah (soil anchor) atau pada lapisan batuan (rock anchor). 4. Dinding turap berfungsi sebagai deadmen.
50
5. Dijangkar pada existing structure. II.7.1 Analisis System Penjangkaran II.7.1.1 Blok Angker (deadmen anchorage) Blok angker umumnya berpenampang bujursangkar dan dengan panjang tertentu. Letak jangkar harus cukup jauh sehingga segitiga longsor pasif yang terbentuk dari jangkar tidak mengganggu segitiga longsor aktif dari dinding turap. Tanah asli
Garis galian Batang angker
s L s
Gambar II.30 Pengangkeran dengan Blok angker Sumber : Fondasi II, 2011 Terdapat dua jenis blok angker : -
Blok angker memanjang di dekat permukaan tanah.
-
Blok angker pendek di dekat permukaan tanah.
II.7.1.1.1 Blok angker memanjang di dekat permukaa tanah Menurut Teng (1962), jika kedalaman puncak blok angker sebesar h, dengan h kurang dari 1/3 – 1/2 H (H = kedalaman dasar blok), kapasitas angker (T) dapat dihitung dengan menganggap puncak blok angker memanjang sampai permukaan tanah.
51
2c = qu
Permukaan tanah h H T
Pp Pp
Pa Tanah granuler
blok angker
Pa Tanah kohesif (tekanan awal)
Gambar II.31 Kapasitas blok angker memanjang di dekat permukaan tanah Sumber : Fondasi II, 2011 Dari keseimbangan ∑FH = 0, kapasitas angker ultimit : Tu = Pp – Pa ..……...........................……...…….………….…Pers.(2.35) dengan, Tu = kapasitas ultimit blok angker (kN/m) Pa = tekanan tanah aktif total (kN/m) Pp = tekanan tanah pasif total (kN/m) Pp dan Pa dapat dihitung dari teori-teori yang telah diketahui, yaitu dengan menganggap gesekan dan adhesi antara tanah dan dinding blok angker nol. II.7.1.1.2 Blok angker pendek di dekat permukaan tanah Gambar 2.32 memperlihatkan blok angker dangkal dengan panjang L yang didukung gaya angker T. Pengamatan-pengamatan dalam pengujian menunjukkan bahwa saat keruntuhan terjadi, tanah yang terangkat lebih panjang dari panjang blok angker. H√𝐾𝑝
H√𝐾𝑎
52
b L H
x
a Baji aktif
Baji pasif
xγKa H
T
dx c
Blok angker
Gambar II.32 Kapasitas blok angker pendek di dekat permukaan tanah Sumber : Fondasi II, 2011 Teng (1962) mengusulkan persamaan untuk menghitung kapasitas ultimit blok angker dangkal sebagai berikut: 1. Untuk tanah granuler (Pasir): T ≤ Tu Tu = L(Pp – Pa) + 1/3 Ko γ (√𝐾𝑝 + √𝐾𝑎 ) H3 tg 𝜙 .…..…….…Pers.(2.35) 2. Untuk tanah kohesif (Lempung jenuh): T ≤ Tu Tu = L(Pp – Pa) + 2cH2 .….............................................…….…Pers.(2.36) dengan c = kohesi tanah Faktor aman terhadap keruntuhan blok angker: F = Tu / T .…...................................................................…….…Pers.(2.37) dengan, T = gaya tarik angker (kN) Tu = gaya tahan angker ultimit (kN)
53
L = panjang balok angker (m) Pa, Pp = tekanan tanah aktif dan pasif total Ko = koefisien tekanan tanah saat diam (Ko dapat diambil = 0,4) γ
= berat volume tanah (kN/m3)
Kp, Ka = koefisien tekanan pasif dan aktif tanah H = kedalaman dasar blok angker terhadap permukaan tanah (m) 𝜙 = sudut gesek dalam tanah (derajat) II.7.1.2 Tiang pancang sebagai jangkar (braced piles) Tiang pancang sebagai jangkar dipakai apabila ada lapisan tanah jelek yang terletak di sekitar dridge line yang tidak bisa diambil.
Gambar II.33 Tiang pancang sebagai jangkar Sumber: Rekayasa Pondasi I, 1997
54
Besarnya gaya jangkar (Tult = Ap) diperoleh dari polygon gaya sebagai berikut :
C
T
Ap
Gambar II.34 Polygon gaya yang terbentuk Sumber: Rekayasa Pondasi I, 1997 II.7.1.3 Jangkar Pada Lapisan Tanah Penjangkaran pada lapisan tanah merupakan tension batter pile anchorage yang dihubungkan langsung dengan dinding turap. Pada waktu analisis harus diperhitungkan gaya vertikal V yang terjadi akibat posisi jangkar yang miring ke bawah. Harga V ini berpengaruh pada kapasitas daya dukung dari dinding turap.
Gambar II.35 Tension batter pile anchorage (jangkar tiang miring tekan) Sumber: Rekayasa Pondasi I, 1997
55
Gaya jangkar ultimate diperoleh dari polygon gaya dibawah ini :
T V
Ap
Gambar II.36 Polygon gaya yang terbentuk Sumber: Rekayasa Pondasi I, 1997 Tult = π D γ d2 L K tan ø + ca π D L .…..….............….…Pers.(2.38) dimana, ca = 0,3 sampai 0,9 c II.7.2 Letak Angker Letak angker harus sedemikian rupa sehingga tidak terletak pada zona tanah yang tidak stabil. Blok angker akan bekerja penuh jika: 1. Zona aktif turap yang akan runtuh tidak memotong bidang longsor blok angker. 2. Blok angker terletak dibawah garis yang ditarik dari ujung bawah turap yang membuat sudut φ terhadap horisontal. Penempatan blok angker yang benar dan tidak benar, yang disarankan oleh Teng (1962), diperlihatkan dalam gambar 2.37. penarikan garis untuk penentuan letak angker, berawal dari titik yang berjarak α dari garis galian, dimana pada titik ini, jumlah ∑M = 0 (gambar 2.37c).
56
Angker
Bidang longsor
Bidang longsor
Angker
Dasar galian
Dasar galian
ɵ = 45 + φ/2
ɵ = 45 + φ/2
(a)
Blok angker dalam area diarsir Angker
Angker Angker
Bidang longsor Dasar galian
ɵ = 45 + φ/2
a = (23)D' untuk ujung tetap = D' untuk ujung bebas
a D'
(b)
(c)
Gambar II.37 Penempatan angker (a) Angker tidak memberikan tahanan. (b) Kapasitas angker terganggu. (c) Blok angker bekerja penuh (Teng, 1962). Sumber : Fondasi II, 2011
BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Study Literatur Berisi tinjauan teori-teori yang menjadi landasan olah pemikiran terhadap permasalahan yang diteliti, serta menjelaskan definisi dari variabel-variabel yang menjadi topik permasalahan. III.2 Rumusan Masalah Tahapan ini menguraikan tentang pokok-pokok masalah spesifik yang akan diteliti , sehingga output dari penelitian tersebut tidak keluar dari topik penelitian. III.3 Pengumpulan Data Pengumpulan data digunakan untuk menganalisa permasalahan yang akan dibahas. Adapun data yang dikumpulkan tersebut terbagi atas 2 (dua) jenis data yaitu data primer dan data sekunder. III.3.1 Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh melalui pengamatan dan survey dilapangan seperti : 1. Peninjauan lokasi pekerjaan dengan tujuan untuk mengamati situasi lokasi penelitian. 2. Pengambilan foto-foto lokasi pembangunan turap untuk pengamatan dan analisa serta dokumentasi penelitian. 3. Pengambilan data elevasi muka air untuk mengetahui elevasi muka air tertinggi. 4. Pengukuran manual potongan penampang sungai tembuku.
57
58
Kondisi excisting Sei. Tembuku
Kondisi excisting Sei. Tembuku
Monitoring Elev. Muka air
Monitoring Elev. Muka air
Pengukuran manual penampang Sungai Pengukuran manual penampang Sungai Gambar III.1 Foto Survey Lokasi Penelitian Sumber : Data Olahan 2016. Foto Lokasi Pembangunan Turap Pada Proyek JFC Kota Jambi
59
III.3.2 Data Sekunder Data sekunder adalah data yang didapat dari beberapa pihak tertentu yang tidak merupakan hasil survey yang dilakukan sendiri oleh penulis. Data-data sekunder dalam penyelesaian tugas akhir ini diperoleh dari PT. Supraharmonia Consultindo, pada proyek Pembangunan Prasarana Pengendalian Banjir Kota Jambi, yang berupa: a. Gambar layout Sungai Tembuku
Gambar III.2 Layout Sungai Tembuku Sumber : PT. Supraharmonia Consultindo (2014) b. Data-data penyelidikan tanah (Soil investigation) Dari data penyelidikan tanah yang diperoleh dari konsultan supervisi, maka dapat di uraikan hasilnya sebagai berikut :
60
Tabel III.1 Data hasil penyelidikan tanah dengan bor mesin BM 1 Hasil Uji
γ (t/m3) e w (%) wL (%) Ip (%) c (kg/cm2) 𝜙 (derajat) Cc (mm) Cv (cm2/det) Gs K (cm2/det) % lolos # 200
BM 2
Tb 1
Tb 2
Tb 1
Tb 2
9,50-9,90
15,50-15,90
6,50-6,90
15,50-15,90
M/MT
M/MT
M/MT
M/MT
1,482 1,1586 29,73 35,4 16,80 0,05 37o37'3" 0,21 5,27 x 10-03 2,61 3,15 x 10-03 50,18
1,544 1,2076 18,67 17,9 8,15 0,06 o 33 41'43" 0,24 4,80 x 10-03 2,62 2,48 x 10-03 7,70
1,364 0,9368 50,41 44,95 23,32 0,04 o 31 30'12" 0,19 5,62 x 10-03 2,5 3,57 x 10-03 98,87
1,535 1,2048 18,14 16,8 8,02 0,04 39o2'46" 0,2 4,80 x 10-03 2,62 3,25 x 10-03 6,98
Sumber: PT Supraharmonia Consultindo (2014) Percobaan sondir dimaksud untuk mengetahui kedalaman tanah keras, homogenitas pada lapisan tanah secara horizontal, kepadatan lapisan tanah relative dan hambatan pelekat. Diharapkan dengan diketahuinya nilai tekan konus dan geseran lekat dati hasil sondir, dapat dilakukan prediksi jenis tanah dan besarnya tekanan yang diijinkan. Selanjutnya uraian ke-6 (enam) titik sondir adalah sebagai berikut : Tabel III.2 Titik sondir No.I (S.1) Lokasi Sijenjang Project
Pembangunan Prasarana Pengendalian Banjir Kota Jambi
Site
Kota Jambi
Location
Sijenjang
Bore Hole No. MT (m)
S1 Perlawanan Penet Konus PK (kg/cm2)
Jumlah Hambatan Lekat JHL (kg/cm)
Tekanan Konus (Menigkat/Menurun)
61
0,00 - 1,20 1,20 - 4,00 4,00 - 9,40 9,40 - 14,20 14,20 - 19,80
22,00 4,00 21,00 28,00 150,00
92 342 600 952 2062
Meningkat Menurun Meningkat Meningkat Meningkat
Sumber: PT Supraharmonia Consultindo (2014) Tabel III.3 Titik sondir No.II (S.2) Lokasi Sijenjang Project
Pembangunan Prasarana Pengendalian Banjir Kota Jambi
Site
Kota Jambi
Location
Sijenjang
Bore Hole No.
S2
MT
Perlawanan Penet Konus PK
Jumlah Hambatan Lekat JHL
(m)
(kg/cm2)
(kg/cm)
0,00 - 12,40 12,40 - 14,80 14,80 - 16,00 16,00 - 19,40 19,40 - 22,80
35,00 65,00 25,00 100,00 150,00
936 1256 1452 2152 2912
Tekanan Konus (Menigkat/Menurun) Meningkat Meningkat Menurun Meningkat Meningkat
Sumber: PT Supraharmonia Consultindo (2014) Tabel III.4 Titik sondir No.III (S.3) Lokasi Sijenjang Project
Pembangunan Prasarana Pengendalian Banjir Kota Jambi
Site
Kota Jambi
Location
Sijenjang
Bore Hole No.
S3
MT
Perlawanan Penet Konus PK
Jumlah Hambatan Lekat JHL
(m)
(kg/cm2)
(kg/cm)
0,00 - 7,20 7,20 - 13,20 13,20 - 14,00 14,00 - 19,40
37,00 105,00 70,00 150,00
372 1154 1314 2604
Tekanan Konus (Menigkat/Menurun) Meningkat Meningkat Menurun Meningkat
Sumber: PT Supraharmonia Consultindo (2014)
62
Tabel III.5 Titik sondir No.IV (S.4) Lokasi Sijenjang Project
Pembangunan Prasarana Pengendalian Banjir Kota Jambi
Site
Kota Jambi
Location
Sijenjang
Bore Hole No.
S4
MT
Perlawanan Penet Konus PK
Jumlah Hambatan Lekat JHL
(m)
(kg/cm2)
(kg/cm)
0,00 - 10,80 10,80 - 14,80 14,80 - 15,20 15,20 - 20,20
65,00 100,00 75,00 150,00
1134 1884 1974 3184
Tekanan Konus (Menigkat/Menurun) Meningkat Meningkat Menurun Meningkat
Sumber: PT Supraharmonia Consultindo (2014)
Tabel III.6 Titik sondir No.V (S.5) Lokasi Sijenjang Project
Pembangunan Prasarana Pengendalian Banjir Kota Jambi
Site
Kota Jambi
Location
Sijenjang
Bore Hole No.
S5
MT
Perlawanan Penet Konus PK
Jumlah Hambatan Lekat JHL
(m)
(kg/cm2)
(kg/cm)
0,00 - 6,40 6,40 - 8,00 8,00 - 9,40 9,40 - 12,80 12,80 - 17,00 17,00 - 18,40 18,40 - 20,40 20,40 - 23,80
30,00 14,00 45,00 110,00 60,00 100,00 40,00 75,00
458 586 712 1188 1948 2258 2678 3388
Tekanan Konus (Menigkat/Menurun) Meningkat Menurun Meningkat Meningkat Menurun Meningkat Menurun Meningkat
Sumber: PT Supraharmonia Consultindo (2014)
63
Tabel III.7 Titik sondir No.IV (S.6) Lokasi Sijenjang Project
Pembangunan Prasarana Pengendalian Banjir Kota Jambi
Site
Kota Jambi
Location
Sijenjang
Bore Hole No.
S6
MT
Perlawanan Penet Konus PK
Jumlah Hambatan Lekat JHL
(m)
(kg/cm2)
(kg/cm)
0,00 - 6,40 6,40 - 11,20 11,20 - 12,80 12,80 - 16,40 16,40 - 20,80 20,80 - 22,80
25,00 40,00 95,00 65,00 40,00 60,00
490 1010 1260 1990 2810 3210
Tekanan Konus (Menigkat/Menurun) Meningkat Menurun Meningkat Menurun Menurun Meningkat
Sumber: PT Supraharmonia Consultindo (2014)
Selanjutnya ringkasan hasil sondir ke-6 (enam) tititk dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel III.8 Ringkasan hasil sondir ke-6 titik Kedalaman No
Titik Sondir
qc=150
JHP
MAT
Sondir
Maxs
(M/MT)
(kg/cm2) (kg/cm) (M/MT)
Ket
1 2 3 4
Lokasi Sijenjang S1 S2 S3 S4
19,80 22,80 19,40 20,20
150 150 150 150
2062 2912 2604 3184
-11,60 -11,00 -8,00 -9,20
5
S5
23,80
75
3388
-6,40
6
S6
22,80
60
3210
-6,00
Ditemukan tanah keras Ditemukan tanah keras Ditemukan tanah keras Ditemukan tanah keras Tidak ditemukan tanah keras Tidak ditemukan tanah keras
Sumber : PT. Supraharmonia Consultindo (2014) Hasil sondir dan bor mesin lengkap dapat dilihat pada lampiran.
64
c. Data Topografi (Cross section) Guna : Untuk mengetahui Elevasi tanah, sehingga dapat melihat Letak rencana Pembangunan Turap Baja Jl. Raden fatah Sijenjang
Gambar III.3 Potongan Melintang Lokasi Penelitian Sumber : PT. Supraharmonia Consultindo (2014) d. Data Laporan cuaca Guna : Untuk mengetahui data curah hujan pada lokasi pembangunan Turap Baja di sungai Tembuku. e. f. g. h. i. j. k. l. m. n. o.
Gambar III.4 Peta rata-rata curah hujan Kota Jambi Sumber : BMKG Propinsi Jambi
65
III.4 Pengolahan Data Data yang didapat baik data primer maupun data sekunder kemudian dikumpulkan, lalu data tersebut diolah kedalam klasifikasi tahapan penyelesaian penelitian. III.4.1 Metode Pembahasan Metode pembahasan menguraikan tentang langkah-langkah perencanaan secara analitis, dari data-data yang ada dengan kegiatan sebagai berikut: III.4.1.1 Analisa dan Perhitungan Pembebanan Secara umum, untuk hitungan perancangan struktur turap terlebih dahulu menganalisa beban-beban yang bekerja, dengan parameterparameter tanah yang telah diketahui dan beban-beban lain yang bekerja diatas permukaan tanah, dihitung gaya-gaya yang bekerja pada turap. III.4.1.2 Analisa Konstruksi Turap atau Sheet Pile Dalam perhitungan perencanaan konstruksi turap atau sheet pile dapat dilakukan secara bertahap antara lain: a. Panjang Sheet Pile yang dibutuhkan. Dari data-data yang ada dianalisa perhitungan yang terjadi akibat tekanan tanah untuk mendapatkan besarnya tekanan tanah aktif yang bekerja pada sheet pile dengan menggunakan diagram tekanan tanah, dalam hal ini menggunakan diagram tekanan tanah. Dari hasil perhitungan tekanan tanah tersebut dapat dihitung panjang sheet pile yang diperlukan untuk mengamankan tebing sungai. b. Pemilihan ukuran profil Sheet Pile
66
Mengingat konstruksi turap yang direncanakan terbuat dari Baja (Steel Sheet Pile), maka dalam menganalisa konstruksi agar mendapat dimensi konstruksi turap yang tepat dan ekonomis, diperlukan momen maksimum yang terjadi pada sheet pile antara lain: 1.
Momen akibat tekanan tanah
2.
Momen akibat beban-beban lain yang bekerja pada turap
Dari hasil perhitungan tersebut diambil momen maksimum yang terbesar sebagai dasar pemilihan ukuran sheet pile. c. Sling pengikat turap/ Sheet pile Sling
pengikat
turap/
menghubungkan
antara
sheet turap
pile dengan
bertujuan
untuk
jangkar
dalam
mendistribusikan gaya-gaya yang terjadi pada turap dan sebagian gaya-gaya tersebut akan dipikul oleh jangkar. d. Konstuksi jangkar 1. Panjangnya jangkar Berdasarkan pada beban yang dipikul oleh turap sebagian dilimpahkan kepada jangkar, maka panjang jangkar yang dibutuhkan dapat dihitung berdasarkan gaya-gaya yang terjadi. 2. Penulangan jangkar Dari hasil tersebut dapat dihitung besarnya momen maksimum yang terjadi sebagai dasar dalam merencanakan penulangan.
67
III.4.1.3 Daya Dukung Tanah Daya dukung tanah Untuk menghitung daya dukung tiang pancang dapat digunakan rumus:
q=
𝑁𝑘 𝑥 𝐴 3
+
𝐽𝐻𝑃 𝑥 𝑜 5
dimana : q
= Daya Dukung Tanah
NK
= Nilai Konus
JHP
= Jumlah Hambatan Lekat
O
= Luas Penampang Turap
Diambil dari buku Mekanika Tanah (Wesley, 1977) III.4.2 Kesimpulan Pada tahap ini keseluruhan hasil analisis dan bahasan yang telah diuraikan pada tahapan sebelumnya, selanjutnya dapat memberikan pertimbanganpertimbangan serta saran lebih lanjut terhadap hasil yang diperoleh dalam penelitian ini. Pada akhirnya dapat dilakukan penyempurnaan dengan melakukan kajian atau penelitian lebih lanjut serta konprehensif dan lebih mendetail sebagaimana yang diharapkan.
68
III.5 Bagan Alir Tugas Akhir Untuk mempermudah proses pelaksanaan perhitungan perencanaan dalam analisis, dapat diperhatikan bagan alir dari kegiatan yang akan dilakukan, pada gambar di bawah ini: MULAI
STUDI LITERATUR RUMUSAN MASALAH
PENGUMPULAN DATA
DATA PRIMER Lokasi Pekerjaan Foto Dokumentasi Elevasi Muka Air
DATA SEKUNDER
-
-
Gambar Kerja Data Penyelidikan Tanah Data Topografi Potongan Melintang Sungai
DATA CUKUP
Tidak Ya -
PERHITUNGAN DESAIN TURAP BAJA: Diagram Tegangan Tanah Yang Terjadi Perhitungan Tekanan Tanah Perhitungan Panjang Dan Desain Profil Sheet Pile Perhitungan Angker
KESIMPULAN/ SARAN
SELESAI
Gambar III.5 Bagan Alir Penelitian Sumber: Data Olahan 2016
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN IV.1 Perencanaan Turap b= m
a= m
q (t/m) Muka tanah
Angker
Lokasi perencanaan turap adalah sepanjang Sungai Muka tanah y
Tembuku. Berdasarkan pengamatan dilapangan, turap yang akan dihitung adalah yang menerima atau mendukung beban maksimal, yakni lokasi dimana bagian daratan dari turap
D
terdapat tambahan-tambahan beban yang terdiri dari beban terbagi rata, beban titik dan jalan.
Gambar IV.1 Perencanaan turap di Sungai Tembuku
Konstruksi Turap dan tinjauan perencanaan dinding Turap
Gambar IV.2 Denah lokasi penelitian
69
70
IV.2 Pemilihan Tipe Konstruksi Turap Jl. Raden fatah Sijenjang
Gambar IV.3 Potongan melintang penampang sungai excisting Data pengukuran elevasi yang dipakai: -
Elevasi air pada kondisi banjir
= ± 11,35 m
-
Elevasi top sheet pile rencana
= ± 11,75 m
-
Elevasi jalan raya/tanah tertinngi
= ± 13,00 m
-
Elevasi dasar sungai
= ± 5,61 m
Dari data diatas maka diketahui panjang sheet pile (h) yang di butuhkan untuk menahan tanah adalah: h = Elevasi top sheet pile – Elevasi dasar sungai h = 11,75 – 5,61 = 6,14 m Berdasarkan data pengukuran elevasi diatas diketahui panjang turap (h) yang digunakan untuk konstruksi dinding turap adalah 6,14 m. Telah dijelaskan pada teori-teori mengenai tipe turap serta klasifikasi mengenai pemilihan tipe turap sebelumnya, bahwa tipe turap kantilever hanya mampu menahan tanah dengan ketinggian tanah (h) antara 3 – 5 m, sedangkan bila ketinggian tanah lebih dari 5 (lima) m, maka harus menggunakan turap berjangkar. Dengan demikian maka
71
pemilihan tipe turap yang sesuai untuk menahan tanah dengan ketinggian h = 6,14 m tersebut adalah Dinding Turap Berjangkar. IV.3 Perencanaan Desain Sheet Pile Jalan Timbunan
Galian
Dasar galian
Gambar IV.4 Ilustrasi perencanaan dinding turap Dalam perencanaan dinding turap menggunakan sheet pile, perlu diketahui dasar penentuan lokasi titik pemancangan sheet pile tersebut. Gambar ilustrasi diatas menjelaskan beberapa konsep dasar perencanaan turap. Adapun konsep dasar yang dipakai pada penelitian ini adalah: 1. Luas penampang melintang sungai setelah dipancang harus lebih besar atau sama dengan luas penampang melintang sungai sebelum dipancang. 2. Desain perencanaan tinggi top sheet pile harus mempunyai tinggi jagaan diukur pada kondisi elevasi muka air sungai tertinggi. Anggapan-anggapan diatas dipakai sebagai antisipasi dari meluapnya air sungai pada saat kondisi banjir, agar nantinya konstruksi dapat bekerja dengan maksimal.
Hasil data topografi yang dipakai :
72
-
Elevasi tanah atas ± 13,0 m
-
Elevasi top turap ± 11,75 m
-
Level muka air tertinggi ± 11,35 m
-
Level dasar sungai ± 5,610 m
-
Elevasi sling pengikat turap ± 10,800 m
-
Tanah yang berada diatas elevasi top turap, dianggap beban merata yang
menambah tekanan tanah pada sheet pile.
IV.4 Perhitungan Konstruksi Dari data penyelidikan tanah di dua titik lokasi dengan menggunakan bor mesin, sample tabung diambil 2 tabung per titik dengan kedalaman yang berbeda. Dimana pengambilan sample pada titik BM1 pada kedalaman 9,50-9,90 m dan 15,50-15,90 m. Pada titik BM2 diambil pada kedalaman 6,50-6,90 m dan 15,5015,90 m. Untuk melakukan perhitungan dalam perencanaan turap baja maka data yang digunakan adalah BM2, dimana kedalaman sample tabung yang diambil sesuai dengan perkiraan kedalaman perencanaan turap, sedangkan untuk sudut geser (𝜙) diperoleh melalui korelasi nilai NSPT terhadap parameter tanah. Adapun datanya sebagai berikut : Data hasil penyelidikan tanah di laboratorium
73
Tabel IV.1 Data hasil penyelidikan tanah dengan bor mesin BM 1
BM 2
Tb 1
Tb 2
Tb 1
Tb 2
9,50-9,90
15,50-15,90
6,50-6,90
15,50-15,90
M/MT
M/MT
M/MT
M/MT
γ (t/m3)
1,482
1,544
1,364
1,535
e
1,1586
1,2076
0,9368
1,2048
w (%) wL (%)
29,73 35,4
18,67 17,9
50,41 44,95
18,14 16,8
16,80 0,05 37o37'3" 0,21 5,27 x 10-03 2,61 3,15 x 10-03 50,18
8,15 0,06 o 33 41'43" 0,24 4,80 x 10-03 2,62 2,48 x 10-03 7,70
23,32 0,04 o 31 30'12" 0,19 5,62 x 10-03 2,5 3,57 x 10-03 98,87
8,02 0,04 39o2'46" 0,2 4,80 x 10-03 2,62 3,25 x 10-03 6,98
Hasil Uji
Ip (%) c (kg/cm2) 𝜙 (derajat) Cc (mm) Cv (cm2/det) Gs K (cm2/det) % lolos # 200
Sumber: PT Supraharmonia Consultindo (2014) Sudut geser tanah (𝜙) Tabel IV.2 Korelasi nilai NSPT terhadap parameter tanah (Das, 1990, lihat juga Terzaghi and Peck, 1948) Tanah Lempung Nilai NSPT
Tanah Pasir
Unconfined Strength
Kerapatan
Sudut geser
qu kg/cm2
[ Dr (%) ]
𝜙 (o)
Kepadatan 0-2
Sangat lunak
0 - 0,25
Sangat Lepas
2 - 5,7
Lunak (soft) Sedang (Medium)
0,25 - 0,5
[0-5] Lepas [ 5 - 30 ]
10 - 20,7
Kaku (stiff)
1,0 - 2,0
Sedang
20 - 30
Sangat kaku
2,0 - 4,0
[ 30 - 60 ]
30 - 50
Keras (hard)
> 4,0
5 - 10,7
0,5 - 1,0
Sumber: Rekayasa Pondasi, Abdul Hakam, 2008
Padat (dense) [ 60 - 95 ]
25 - 30 28 - 35 35 - 42 38 - 46
74
Jalan
Dasar galian
Gambar IV.5 Ilustrasi perencanaan dinding turap Pada gambar 4.5 dan tabel 4.1, posisi tanah lapis 1 terdapat dikedalaman 0,00 MT s/d 7,39 MT pada dasar galian, sedangkan tanah lapis 2 terdapat dikedalaman 7,39 MT s/d 15,90 MT. Dilihat dari data bor log (data terlampir), diketahui: Tabel IV.3 Sudut geser hasil korelasi nilai NSPT menurut tabel 4.1 hi (m)
3
6
9
12
15
18
21
24
27
30
NSPT
2
3
7
13
15
17
29
33
42
51
𝜙 (o)
25
28
28
35
35
35
35
38
38
38
Sumber: Rekayasa Pondasi, Dr. Abdul Hakam, 2008 Dari data tabel 4.3 diatas maka didapat sudut geser sebagai berikut: -
𝜙 tanah lapis 1 = 28o
-
𝜙 tanah lapis 2 = 35o
Pengambilan nilai sudut geser terkecil merupakan asumsi dari semakin kecil nilai sudut geser yang terjadi maka semakin besar nilai koefisien tekanan tanah yang didapatkan.
75
Pada penelitian ini analisis gaya yang bekerja pada turap akan dihitung berdasarkan 2 (dua) kondisi: -
Kondisi level air di depan dan belakang turap sama tinggi.
-
Kondisi tidak ada air di depan turap.
1. Kondisi level air di depan dan belakang turap sama tinggi Muka Air Jangkar
Sheet pile
Dasar galian
Gambar IV.6 Turap dengan kondisi air dimuka dan belakang sama tinggi
Gambar IV.7 Tegangan yang bekerja pada tanah 𝛾𝑑1 =
𝐺𝑠. 𝛾𝑤 2,50.1 = = 1,291 1+𝑒 1 + 0,9368
76
Koefisien Tekanan Tanah di atas galian: - Koefisien Tekanan Tanah Aktif (Ka) ϕ 28 𝐾𝑎1 = 𝑇𝑎𝑛2 (45𝑜 − ) = 𝑇𝑎𝑛2 (45𝑜 − ) = 0,361 2 2 - Koefisien Tekanan Tanah Pasif (Kp) ϕ 28 𝐾𝑝1 = 𝑇𝑎𝑛2 (45𝑜 + ) = 𝑇𝑎𝑛2 (45𝑜 + ) = 2,770 2 2 Koefisien Tekanan Tanah di bawah galian: - Koefisien Tekanan Tanah Aktif (Ka) ϕ 35 𝐾𝑎2 = 𝑇𝑎𝑛2 (45𝑜 − ) = 𝑇𝑎𝑛2 (45𝑜 − ) = 0,271 2 2 - Koefisien Tekanan Tanah Pasif (Kp) ϕ 35 𝐾𝑝2 = 𝑇𝑎𝑛2 (45𝑜 + ) = 𝑇𝑎𝑛2 (45𝑜 + ) = 3,690 2 2 IV.4.1 Perhitungan Tekanan Tanah Tanah timbunan atau tanah yang berada diatas elevasi turap, dianggap menjadi beban merata tambahan (q). Beban-beban yang terjadi adalah : Dari tanah itu sendiri : ± 13.00 ± 11.75
1.25
Gambar IV.8 Penggambaran skalatis tanah diatas elevasi turap
77
h
= 1,25 m
γd1 = 1,291 q
=h.γ = 1,25 . 1,291 = 1,614 t/m2
Beban Lajur
a = 3.00
b = 2.96
q
β ɵ2 ɵ1
α
H = 6.14
P z
Gambar IV.9 Beban merata jalur yang bekerja pada dinding turap
78
Tabel IV.4 Distribusi pembebanan pada roda kendaraan
Sumber : Perkerasan jalan dengan Benkelmen beam No. 01/MN/BM/83 Dari tabel diatas maka diasumsikan beban merata q = 2,3 t/m2 ɵ1 = tan-1(𝑏/𝐻) = tan-1(2,96/6,14) = 25,738 𝑏+𝑎 ɵ2 = tan-1( ) 𝐻
= tan-1[(2,96 + 3)/6,14) = 44,148 q ) . [𝐻(ɵ2 − ɵ1 )] 90
𝑃=(
79
2,3 𝑃 = ( ) . [6,14(44,148 − 25,738)] 90 = 2,889 t/m2 P merupakan gaya yang dihasilkan per satuan lebar dinding, yang disebabkan oleh beban lajur. R = (a + b)2 (90 - ɵ2) = (3 + 2,96)2 (90 – 44,148) = 1628,736 Q= b2 (90 - ɵ1) = 2,962 × (90 – 25,738) = 563,038
𝑧=(
𝐻 2 (ɵ2 −ɵ2 )−(𝑅−𝑄)+57,30 𝑎 𝐻 2𝐻(ɵ2 −ɵ2 )
)
6,142 . (44,148 − 25,738) − (1628,736 − 563,038) + 57,30.3.6,14 𝑧=( ) 2.6,14. (44,148 − 25,738) = 3,025 m Jadi beban merata lajur P = 2,889 t/m sejauh 3,025 m Tekanan tanah pada kedalaman dasar galian: q’ = ∑γiHi + q + P = (0,4 × 1,291) + (5,74 × 1,364) + 1,614 = 9,960 t/m2
y
=
𝑞′ 𝐾𝑎2 (𝐾𝑝2 −𝐾𝑎2 )𝛾2
80
=
9,960 . 0,271 (3,690−0,271).1,535
= 0,514 m Kedalaman 0 m
= q.Ka1 = 1,614 × 0,361 = 0,583 t/m2
Kedalaman 0,4 m = q.Ka1 + h1γdKa1 = 0,583+(0,4×1,291×0,361) = 0,769 t/m2 6,14 m (atas)
= q.Ka1 + h1γdKa1 + h2γ1Ka1 = 0,583 + 0,186 + (5,74×1,364×0,361) = 3,595 t/m2
6,14 m (bawah)
= q.Ka2 + h1γdKa2 + h2γ1Ka2 = (1,614×0,271)+(0,4×1,291×0,271)+(5,74×1,364×0,271) = 2,699 t/m2
Elevasi muka air di muka dan di belakang turap sama, maka tekanan air pada turap nol. Hitungan tekanan tanah lateral dan momen terhadap A, diperlihatkan pada gambar di bawah ini.
81
q = 1,614 t/m2
A
1 2
T P = 2,889 t/m Pa = 16,378 t/m total
3
4
6
z = 3.03
3,595 t/m2
Dasar Galian
5 o
2,699 t/m2
y = 0,514 m Gambar IV.10 Beban-beban yang bekerja pada Turap Tabel IV.5 Tekanan tanah lateral dan jarak momen terhadap A No 1 2 3 4 5 6
Tekanan Tanah Lateral Total (t/m) 0,583 x 0,4 = 0,233 0,5 x( 0,769 - 0,583 )x 0,4 = 0,037 0,769 x 5,74 = 4,414 0,5 x 3,595 - 0,769 x 5,74 = 8,111 0,5 x 0,514 x 2,699 = 0,694 P = 2,889 Jumlah = 16,378
Jarak titik tangkap resultan gaya tekanan tanah terhadap titik A : d1 =
46,932 16,378
= 2,866 m
Lengan Moment ke A ke A (t.m) (m) -0,73 -0,170 0,66 0,025 2,34 10,329 3,29 26,684 5,43 3,766 2,18 6,298 d1Pa = 46,932
82
2. Kondisi tidak ada air di depan turap
Jangkar
Sheet pile
Dasar galian
Gambar IV.11 Kondisi didepan turap tidak ada air q = 1,614 t/m2
Gambar IV.12 Tegangan yang bekerja pada tanah
83
Diketahui: γd = 1,291 t/m3
γ1
= 1,364 t/m3
= 1,614 t/m2
P
= 2,889 t/m2
q
Ka1 = 0,361
Kp1 = 2,770
Ka2 = 0,271
Kp2 = 3,690
q’ = ∑γiHi + q = (0,4 × 1,291) + (5,74 × 1,364) + 1,614 = 9,960 t/m2
y
=
=
𝑞′ 𝐾𝑎2 +ℎ2 𝛾𝑤 𝛾2 (𝐾𝑝2 −𝐾𝑎2 )
(9,960 . 0,271)+(5,74 .1) 1,535.(3,690−0,271)
Kedalaman 0 m
= 1,608 m
= q.Ka1 = 1,614 × 0,361 = 0,583 t/m2
Kedalaman 0,4 m = q.Ka1 + h1γdKa1 = 0,583+(0,4×1,291×0,361) = 0,769 t/m2 6,14 m (atas)
= q.Ka1 + h1γdKa1 + h2γ1Ka1 + h2 γw
γ2 = 1,535 t/m3
84
= 0,583 + (5,74×1,364×0,361) + (5,74×1) = 9,149 t/m2 6,14 m (bawah)
= q’.Ka2 + h2γw = (9,960×0,271) + (5,74×1) = 8,439 t/m2
Hitungan tekanan tanah lateral dan momen terhadap A, diperlihatkan pada gambar dibawah ini. q = 1,614 t/m2
A
1 2
T P7 = 2,889 t/m Pa = 41,279 t/m total
3
4
5
7
z = 3.03
9,149 t/m2
Dasar Galian
6
8,439 t/m2
y = 1,608 m
o
Gambar IV.13 Penggambaran skalatis jarak tegangan ke titik A
85
Tabel IV.6 Tekanan tanah lateral dan jarak momen terhadap A No 1 2 3 4 5 6 7
Tekanan Tanah Lateral Total (t/m) 0,583 x 0,4 = 0,233 0,5 x( 0,769 - 0,583 )x 0,4 = 0,037 0,769 x 5,74 = 4,414 0,5 x (9,149 - 0,769) x 5,74 = 24,051 0,5 x 5,74 x 1 = 2,870 0,5 x 1,608 x 8,439 = 6,785 P = 2,889 Jumlah = 41,279
Lengan Moment ke A ke A (t.m) (m) -0,73 -0,170 0,66 0,025 2,34 10,329 3,29 79,126 3,29 9,442 5,75 39,013 2,18 6,298 d1Pa = 144,064
Pada diagram tekanan no.6, tekanan pada dasar galian didasarkan pada koefisien tekanan Ka2. Resultan gaya tekanan aktif terhadap titik A (angker) :
d1 =
144,064 41,279
= 3,465 m
Dari 2 (dua) perhitungan analisis gaya yang bekerja pada dinding turap diatas, maka pada penelitian ini dipakai kondisi paling kritis untuk merencanakan struktur dinding turap tersebut. Adapun rinciannya sebagai berikut: Tabel IV.7 Rincian analisis gaya pada turap
dan belakang turap sama tinggi
Kondisi tidak ada air di depan turap
Pa (total)
16,378 t/m
41,279 t/m
Jumlah momen ke A (d1Pa)
46,932 tm
144,064 tm
Kondisi level air di depan
86
Kondisi kritis yang ditunjukkan pada tabel diatas adalah kondisi tidak ada air di depan turap, maka perhitungan dilanjutkan dengan menggunakan data tersebut. Menentukan panjang penetrasi turap, dilakukan dengan mengambil ∑MA = 0 (pada angker) (jumlah momen ke A = d1Pa = 144,064 tm):
A
T d1 = 3,465 m Pa total = 41,279 t/m
o Tekanan tanah pasif
Gambar IV.14 Tegangan yang bekerja pada dinding turap d1Pa – ½ D12 γ2 (Kp2 –Ka2) (HW + b + y +2/3 D1) = 0 144,064 – ½ × D12 × 1,535×(3,690 – 0,271)×(5,74+1+1,608+2/3 D1) = 0 144,064 – 2,624 × D12 ×(8,348 + 0,67 × D1) = 0 144,064 – 21,905 × D12 - 1,758 × D13 = 0 Dengan cara coba-coba, diperoleh D1 = 2,352 m y + D1 = 1,608 + 2,352 = 3,960 m Kedalaman penetrasi turap yang aman: D = 1,2 × 3,960 = 4,752 m Panjang turap total = 6,14 + 4,752 = 10,892 m ≈ 11 m
87
IV.4.2 Mencari Dimensi Sheet Pile Mmax = 144,064 tm Mmax = 1440,64 kN.m Digunakan turap profil Larssen dengan σt = 210 MN, maka diperoleh :
𝑊=
𝑀 𝜎𝑡
𝑊=
1440,64 = 0,00686 𝑚3 = 686 𝑐𝑚3 3 210 × 10
Dari tabel profil turap Larssen, digunakan profil Larssen L601 dengan : W = 745 cm3 > 686 cm3 dengan dimensi :
d t
h b
Dimana : b
= 600 mm
h
= 310 mm
d
= 7,5 mm
t
= 6,4 mm
88
IV.4.3 Penentuan Diameter Baja Angkur Jarak pemasangan baja angkur dipasang per 3 (Tiga) meter. Perhitungan untuk menentukan diameter baja angkur, tegangan-tegangan yang bekerja di pusatkan pada titik B. Jarak tegangan yang bekerja diperlihatkan pada gambar 4.15. q = 1,614 t/m2
1 2
A
T P7 = 2,889 t/m
3
4
5
7
Dasar Galian
6 y = 1,608 m
o
B Gambar IV.15 Penggambaran skalatis jarak tegangan ke titik B Tabel IV.8 Gaya dan momen akibat tekanan tanah aktif No 1 2 3 4 5 6 7
Tekanan Tanah Lateral Total (t/m) 0,583 x 0,4 = 0,233 0,5 x( 0,769 - 0,583 )x 0,4 = 0,037 0,769 x 5,74 = 4,414 0,5 x( 9,149 - 0,769 )x 5,74 = 24,051 0,5 x 5,74 x 1 = 2,870 0,5 x 1,608 x 8,439 = 6,785 P7 = 2,889 Jumlah = 41,279
Lengan ke B (m)
9,9 9,84 6,83 5,88 5,88 3,42
6,99 dBPB =
Moment ke B (t.m) 2,309 0,366 30,148 141,418 16,876 23,205 20,194 234,515
89
Jarak antar angkur : 3 m Maka ∑Pa dan dBPB dikalikan dengan 3, sehingga: ∑Pa
= 3 × 41,279 = 123,837 t/m
∑dBPB
= 234,515 × 3 = 703,545 tm
A
T
Pa
total
= 41,279 t/m
dT = 9.17
Dasar Galian da = 5.705
o Pp dp = 0.78
B Gambar IV.16 Penggambaran skalatis jarak PT dan Pp ke titik B Tabel IV.9 Gaya dan momen akibat tekanan tanah pasif dan angkur Tekanan Tanah Lateral Total (t/m) PT T Pp 0,5 x 1,535 x 3,69 x 2,352 = 6,661 Jumlah = 6,661 +T
No
Maka ∑Pp dan dTBPpB dikalikan dengan 3, sehingga: ∑Pp
= 3 × 6,661 + T = 19,983 + T t/m
Lengan ke B
Moment ke B (t.m) (m) 9,17 9,17 T 0,78 5,196 dTBPpB = 5,196+9,17T
90
∑dTBPpB = 3 × 5,196 + 9,17 T = 15,588 + 9,17 T tm Pada kondisi balance, ∑dBPB + ∑dTBPpB = 0 -703,545 + 15,588 + 9,17.T = 0 687,957 = 9,17 T T = 75,023 ton = 75023 kg Diasumsikan σangkur = 3200 kg/cm2 (Baja sedang U-32 menrut PBI 1971) T = 75023 Kg 𝑇
σangkur = ( ), dimana A = luas penampang baja angkur = 0,25ᴫd2, 𝐴
sehingga :
σ =
d2 =
𝑇 0,25 ᴫ 𝑑2 𝑇 0,25 ᴫ σ
d =√
d =√
𝑇 0,25 ᴫ 𝜎
75023 0,25 . 3,14 . 3200 𝑘𝑔/𝑐𝑚2
d = 5,465 cm ≈ 5,5 cm
91
IV.4.4 Perencanaan Blok Angkur Ko diambil = 0,6
± 13.00 h = 0.56
± 10.800
H 3,16 Pp
Pa
Gambar IV.17 Posisi blok angkur Diketahui: Elevasi titik pusat blok angker = ± 10,80 h
= 0.56 m
T = 75,023 t/m 𝜙 = 28o
H = 3,16 m h ≤ H/3
L = 2,6 m
0,56 ≤ 3,16/3
0,56 ≤ 1,053
Maka dapat dianggap tinggi blok angker = H Pp = ½ H2 γ1 Kp1 ×2 = ½ × 3,162 × 1,364 × 2,770 × 2 = 37,728 t Pa = ½ H2 γ1 Ka1 ×2 = ½ × 3,162 × 1,364 × 0,361 × 2 = 4,917 t
OK.!.
92
T ≤ L (Pp – Pa) + 1/3 Ko γ (√𝐾𝑝 + √𝐾𝑎 ) H3 tg 𝜙 75,023 ≤ 2,6×(37,728-4,917)+1/3×0,6×1,364×(√2,770+√0,361 )×3,163×tg28o 75,023 ≤ 95,676 Dipakai H = 3,16 m, sehingga tinggi blok angker = H – h = 3,16 – 0,56 = 2,6 m. IV.4.5 Menentukan Panjang Baja Angker Diketahui : a
= D (untuk metode ujung bebas) = 3,960 m
𝜙 = 35o
± 13.00
± 10.800
Blok angkur
11
3,96
15,36
Gambar IV.18 Penggambaran skalatis posisi blok angkur dan panjang baja angker. Dari penggambaran secara skalatis diperoleh panjang baja angkur yang digunakan, (L) = 15,36 m.
BAB V PENUTUP V.1 Kesimpulan 1. Pada dua jenis kondisi yang dihitung pada penelitian ini, kondisi yang paling ekstrem digunakan sebagai dasar perhitungan, yaitu kondisi “Tidak Ada Air di Depan Turap” dengan Pa (Total) = 46,932 t/m. 2. Panjang Profil Sheet Pile Baja hasil perhitungan yaitu 10,892 m ≈ 11 m, dengan kedalaman pemancangan di titik guling 4,752 m. 3. Profil Sheet Pile Baja yang digunakan adalah profil Larssen L601, dengan W= 745 cm3. 4. Dari hasil perhitungan, gaya angkur T = 75023 kg, maka diameter angkur yang didapat melalui perhitungan pada penelitian ini sebesar 5,5 cm. 5. Blok angkur yang digunakan pada penelitian ini adalah, blok angkur pendek didekat permukaan tanah dengan tinggi H berdasarkan perhitungan adalah H=2,6 m. 6. Pada penelitian ini, untuk menentukan panjang baja angker diperoleh melalui penggambaran skalatis, dimana posisi blok angker harus terletak didalam zona aman terhadap bidang longsor. Panjang baja angker yang didapat, Langker = 15,36 m.
93
94
V.2 Saran 1. Sebelum melakukan perhitungan hendaknya kita memperoleh data teknis yang lengkap, karena data tersebut sangat penting dalam membuat rencana analisa perhitungan sesuai dengan standar dan syarat-syaratnya. 2. Ketelitian dalam pelaksanaan pengujian baik dalam menggunakan alat atau pembacaan hasil yang tertera pada sebagian alat uji, serta situasi dan kondisi dilokasi yang akan dibangun turap, merupakan hal penting untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam perencanaan desain turap. 3. Pembangunan turap sebagai struktur penahan tanah di sungai Tembuku, adalah hal positif dan harus dilanjutkan di sungai-sungai seputar kawasan kota jambi, karena selain sebagai struktur penahan tanah juga dapat memperindah daerah di sekitar sungai, dan dapat digunakan oleh masyarakat sebagai tempat wisata.
95
DAFTAR PUSTAKA Bowles, JE. 1993. Mekanika Tanah. Edisi 2. Erlangga. Jakarta. DAS. M. Braja. 1994. Mekanika Tanah. Jilid 1. Erlangga. Surabaya. DAS. M. Braja. 1994. Mekanika Tanah. Jilid 2. Erlangga. Surabaya. Hakan, A. 2008. Rekayasa Pondasi. Penerbit CV. Bintang Grafika. Padang (Sumbar) Hardiyatmo. HC. 2010. Analisis Dan Perancangan FONDASI II. Edisi 2. Gadjah Mada University Press. Hardiyatmo. HC. 2011. Analisis Dan Perancangan FONDASI I. Edisi 2. Gadjah Mada University Press. Joetata, H. 1997. Rekayasa Pondasi I – Konstruksi Penahan Tanah. Penerbit Gunadarma. Sheetpiling.arcelormittal.com Terzaghi, K. Peck, RB. 1987. Mekanika Tanah Dalam Praktek Rekayasa. Jilid 1. Penerbit Erlangga. Wesley. LD. 1977. Mekanika Tanah. Cetakan ke-6. Badan Penerbit Pekerjaan Umum
96