PEREKONOMIAN PEREKONOMIAN INDONESIA PEREKONOMIAN INDONESIA DIMASA MENDATANG (SAP 14) EKU 307 A3
OLEH: I Gede Andika Satria Wibawa
( 1506205021 1506205021 )
I Putu Surya Bagiada
( 1506205045 1506205045 )
I Putu Purwata
( 1506205123 1506205123 )
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA 2017
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat -Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah yang berjudul “Perekonomian Indonesia di Masa Mendatang” sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat waktunya. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, baik ditinjau dari segi isi maupun penulisan. Oleh karena itu, k ritik dan saran dari berbagai pihak yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata, tidak ada yang sempurna kecuali Tuhan, semoga buah karya ini dengan segala kekurangannya dapat bermanfaat, Terimakasih,
Denpasar, 17 September 2017
Penulis
2
PEREKONOMIAN INDONESIA DIMASA MENDATANG
WAWASAN PERSPEKTIF GLOBAL PEREKONOMIAN INDONESIA
Perekonomian dunia tampaknya makin menjadi bebas. Hambatan tarif dan nontarif terus dikikis melalui negosiasi dagang antar negara. Asosiasi perdagangan bebas makin meluas. Perekonomian Indonesia dikepung oleh area perdagangan bebas seperti, SAARC, ANZCERTA, Uni Eropa, NAFTA, dan malah telah tergabung dalam perdagangan bebas seperti AFTA dan APEC. Mungkin dapat dikatakan bahwa semua partner dagang Indonesia telah masuk pada salah satu kesepakatan daerah perdagangan bebas. Dalam hal yang demikian ini rupanya sudah tertutup jalan bagi Indonesia untuk tidak melakukan hubungan dagang ke luar negeri, dan begitu kita melihat hubungan dagang dengan luar negeri Indonesia harus bersedia mengadakan perdagangan bebas atau setidaknya perdagangan yang lebih bebas dengan negara partner dagangnya. Tampaknya pernyataan Presiden Suharto pada penutupan pertemuan APEC di Bogor pada tahun 1994 harus diterima dengan lapang dada. Pernyataannya adalah: "suka tidak suka, siap tidak siap, kita harus menerima globalisasi perdagangan bebas". Beberapa kali pertemuan APEC selanjutnya menekankan supaya komitmen Bogor direalisir, yakni membuka pergagangan bebas tahun 2010 bagi negara maju dan tahun 2020 bagi negara berkembang. Oleh karena itu masalah yang dihadapi perekonomian Indonesia yang makin bebas di masa depan adalah bagaimana cara meraih keuntungan-keuntungan dari globalisasi.
PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI INDONESIA
Teori perubahan struktur ekonomi menitik beratkan pada mekanisme transformasi yang dialami oleh negara-negara sedang berkembang yang semula bersifat subsistem dan menitikberatkan pada sektor tradisional menuju ke struktur lebih modern yang didominasi oleh sektor-sektor non primer, khususnya industri jasa. Struktur ekonomi secara sederhana dapat diartikan sebagi peran atau sumbangan sektor-sektor dalam perekonomian Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Kemudian menurut Eka Nurdiano Struktur ekonomi dapat diartikan sebagai komposisi peranan masing-masing sektor dalam perekonomian baik menurut lapangan usaha maupun pembagian sektoral ke dalam sektor primer, sekunder dan tersier Cheneri meminjam isttilas Kuznets, mengatakan bahawa perubahan sturktur ekonomi, secara umum disebut sebagai transformasi struktur yang diartikan sebagai suatu rangkaian perubahan yang saling terkait satu sama lain dalam komposisi agregat demand (AD), 3
ekspor-impor (X - M), Agregat supplay (AS) yang merupakan produksi dan pengunaan faktor-faktor
produksi
seperti
tenaga
kerja
dan modal
guna
mendukung
proses
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Ada dua teori utama yang umum digunakan dalam menganalisis perubahan sturktur ekonomi, yakni dari Arthur Lewis tentang migrasi dan Hollis Chenery tentang teori transportasi struktural. Teori Lewis pada dasarnya membahas proses pembangunan ekonomi yang terjadi di daerah pedesaan dan daerah perkotaan. Dalam teorinya Lewis mengasumsikan bahwa perekonomian suatu negara pada dasarnya terbagi atas dua, yaitu perekonomian tradisional di pedesaan yang didominasi sektor pertanian dan perekonomian modern di perkotaan dengan industri sebagai sektor utama. Karena perekonomiannya masih bersifat tradisional dan subsistem, dan pertumbuhan pendudik yang tinggi, maka terjadi pertumbuhan supply tenaga kerja. Over-Supply tenaga kerja ini ditandai dengan produk marginalnya yang nilainya nol dan tingkat upah riil yang rendah. Kerana pemikiran Chenery pada dasarnya sama dengan teori model Lewis. Teori Chenery dikenal dengan teori pattern of development , dimana dalam teori ini difokuskan pada perubahan struktur dalam tahapan proses perubahan ekonomi di negara sedang berkembang, yang mengalami transformasi dari pertanian tradisional ke industri sebagai mesin
utama
pertumbuhan
ekonomi.
Dalam
penelitianya
Chenery
dan
Syirquin
mengidentifikasi bahwa dengan peningkatan perubahan pendapatan masyarakat per kapita membawa perubahan ke arah konsumeristik dari penekanan pada makanan dan kebutuhan pokok lainnya ke arah barang-barang manufaktur dan jasa. Perubahan struktur ekonomi berbarengan dengan petumbuhan PDB yang merupakan total pertumbuhan nilai tambah dari semua sektor ekonomi. Secara umum dalam proses pembangunan terjadi transformasi ekonomi, dimana pangsa PDB dari sektor industri meningkat dan sektor pertanian mengalami penurunan. Menururt Chenery, proses transformasi sturktural akan mencapai tarafnya yang paling cepat bila pergeseran pola permintaan domestik ke arah output industri manufaktur diperkuat oleh perubahan yang serupa dalam komposis perdagangan luar negeri atau ekspor sebagaimana yang terjadi di negar-negara industri baru. Seperti Korea Selatan, Taiwan, Singapura, dan Hongkong. Kerangka pemikiran teori Chenery pada dasarnya sama seperti di model Lewis. Teori Chenery, dikenal dengan teori pattern of development, memfokuskan pada perubahan struktur dalam tahapan proses perubahan ekonomi di NSB, yang mengalami transformasi dari pertanian tradisional (subsistem) ke sektor industri sebagai mesin penggerak utama pertumbuhan ekonomi. 4
Kenaikan produksi sektor industri manufaktur dinyatakan sama besarnya dengan jumlah dari 4 faktor berikut : a) Kenaikan permintaan domestik, yang memuat permintaan langsung untuk produk industri manufaktur plus efek tidak langsung dari kenaikan permintaan domestik untuk produk sektor-sektor lainnya terhadap sektor industri manufaktur. b) Perluasan ekspor (pertumbuhan dan diversivikasi) atau efek total dari kenaikan jumlah ekspor tehadap produk industri manufaktur. c) Substitusi impor atau efek total dari kenaikan proporsi permintaan disetiap sektor yang dipenuhi lewat produksi domestik terhadap output industri manufaktur. d) Perubahan teknologi atau efek total dari perubahan koefisien input-output didalam perekonomian akibat kenaikan upah dan tingkat pendapatan terhadap sektor industri manufaktur. Didalam kelompok negara-negara sedang berkembang (NSB), banyak negara yang juga mengalami transisi ekonomi yang sangat pesat dalam tiga dekade terakhir ini, walaupun pola dan prosesnya berbeda antarnegara. Variasi ini disebabkan oleh perbedaan antarnegara dalam sejumlah faktor internal seperti berikut : a. Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri (basis ekonomi) Suatu negara yang pada awal pembangunan ekonomi/industrialisasinya sudah memiliki industri-industri dasar yang relatif kuat akan mengalami proses industrialisasi yang lebih cepat/pesat dibandingkan dengan negara yang hanya memiliki industriindustri ringan. b. Besarnya pasar dalam negeri Besarnya pasar domestik ditentukan oleh kombinasi antara jumlah populasi dan tingkatan pendapatan rill per-kapita. Pasar dalam negeri yang besar merupakan salah satu faktor intensif bagi pertumbuhan kegiatan ekonomi, termasuk industri, karena menjamin adanya skala ekonomis dan efisiensi dalam proses produksi (dengan asumsi bahwa faktor-faktor penentu lainnya mendukung). c. Pola distribusi pendapatan Faktor ini sangat mendukung faktor pasar diatas. Walaupun tingkat pendapatan ratarata per-kapita naik pesat, tetapi kalau distribusinya pincang maka kenaikan pendapatan tersebut tidak terlalu berarti bagi pertumbuhan industri-industri selain industri-industri yang membuat barang-barang sederhana, seperti makanan, minuman, sepatu, dan pakaian jadi (tekstil). d. Karakteristik dan industrialisasi
5
Misalnya, cara pelaksanaan atau strategi pengembangan industri yang diterapkan, jenis industri yang diunggulkan, pola pembangunan industri, dan insentif yang diberikan. Aspek-aspek ini biasanya berbeda antarnegara yang menghasilkan pola industrialisasi yang juga berbeda antarnegara. e. Keberadaan SDA Ada kecenderungan bahwa negara yang kaya akan SDA mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah atau terlambat melakukan industrialisasi atau tidak berhasil melakukan diversivikasi ekonomi (perubahan struktur) daripada negara yang miskin SDA. f.
Kebijakan perdagangan luar negeri Fakta menunjukan bahwa di negara yang menerapkan kebijakan ekonomi tertutup (inward looking), pola dan hasil industrialisasinya berbeda dibandingkan dengan negara yang menerapkan kebijakan ekonomi terbuka (outward looking). Pada era reformasi ini struktur ekonomi Indonesia diarahkana pada struktur ekonomi
egaliter dimana seluruh penggerak roda perekonomian dilibatkan dalam membangun perekonomian Indonesia. Misalnya dengan memperkuat peran usaha-usaha koperasi, pengusaha mikro, kecil dan menengah karena mereka dianggap pelaku-pelaku ekonomi yang tahan menghadapai krisis ekonomi, dan dianggap sebagai pelaku-pelaku ekonomi yang mampu menjadi penyangga perekonomian Indonesia. Struktur perekonomian Indonesia yang tengah kita hadapi saat ini sesungguhnya merupakan suatu struktur yang tradisional. Sekarang kita sedang beralih dari struktur yang agraris ke struktur industrial; dari struktur yang etatis ke struktur yang borjuis; dari struktur pedesaan/tradisional ke struktur perkotaan.modern, sementara dalama hal birokrasi dan pengambilan keputusan sudah mulai desentralisasi. Prospek
perbaikan
pertumbuhan
ekonomi
Indonesia
pada
jangka
menengah
diperkirakan terus berlanjut dengan didukung inflasi yang turun dan defisit transaksi berjalan yang sehat. Perkiraan didukung dampak positif berbagai langkah reformasi struktural yang ditempuh. Reformasi struktural diperkirakan dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas perekonomian. Perbaikan efisiensi dan produktivitas tersebut termasuk dampak perbaikan konektivitas antar wilayah yang akan memperkuat struktur produksi dan distribusi serta menurunkan biaya produksi. Secara keseluruhan, prospek perbaikan efisiensi dan produktivitas pada gilirannya akan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, tanpa memberikan tekanan berlebihan kepada inflasi dan defisit transaksi berjalan.
PEREKONOMIAN INDONESIA DI MASA YANG AKAN DATANG
6
Sistem Negara dan Pemerintahan. Pada masa pemerintah Sukarno Indonesia merupakan negara kesatuan, kemudian berubah menjadi negara federasi, setelah itu kembali lagi ke negara kesatuan sampai sekarang setelah melewati pemerintahan Suharto, Habibie, Abdulrahman Wahid, Megawati Sukarno Putri, dan terakhir Susilo Bambang Yudhoyono. Namun pada masa reformasi dari tahun 1998 muncul kembali wacana untuk mengubah sistem negara kesatuan menjadi negara federal. Pada masa pemerintahan Sukarno Indonesia memakai sistem pemerintahan demokratis dengan multipartai. Pada saat itu muncul pendapat bahwa demokrasi Barat tidak cocok untuk bangsa Indonesia sehingga terjadi perubahan menjadi demokrasi terpimpin, atau demokrasi Pancasila; dan dari demokrasi parlementer ke demokrasi presidensial. Pada masa pemerintahan Suharto partai disederhanakan menjadi tiga dan sistem pemerintahan adalah diktator militer. Sistem pemerintahan dengan tiga partai dan diktator militer ini runtuh pada waktu krisis moneter yang dibarengi dengan jatuhnya Suharto dan muncul gerakan reformasi di bidang politik dan ekonomi. Indonesia kembali ke sistem banyak partai, malah jumlah partai jauh lebih banyak dibandingkan pada masa pemerintahan Sukarno. Kembali menggunakan sistem demokrasi dan dilaksanakan pemilihan umum langsung. Pengalaman pahit pada masa Sukarno dengan sistem demokrasi yang mengakibatkan pergantian Menteri berkali-kali tampaknya ada gejala untuk muncul kembali pada pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono dengan munculnya isu pada awal 2010 akan ada pergantian kabinet, padahal pemerintahan baru berjalan 100 hari. Hal yang mirip dengan keadaan di mana Indonesia menganut demokrasi parlementer di tahun 1950an di mana kabinet jatuh bangun, ada kabinet yang hanya berumur tiga bulan. Yang perlu di sini diperhatikan adalah mengenai Otonomi Daerah, bahwa kewenangan yang tersentralisasi mengakibatkan pembangunan yang tidak seimbang antara Jawa, Indonesia Bagian Barat, dan Indonesia Bagian Timur. Pemberian otonomi yang lebih luas dan bertanggung jawab mungkin akan lebih memeratakan pembangunan antar provinsi dan antar pulau, dan usaha ke arah otonomi keuangan daerah yang makin luas akan meredakan kemauan beberapa pemerintah daerah untuk memisahkan diri dari NKRI seperti yang muncul sebagai isu pada masa reformasi. Mengenai
beda
distribusi
pendapatan
pada
berbagai
sistem
pemerintahan,
Indonesia hanya mengalami sistem sosialis dalam kurun waktu yang pendek, pada masa akhir pemerintahan Sukarno, barangkali tidak sampai 5 tahun, sedangkan masa dengan perekonomian pasar dalam kurun waktu yang jauh lebih lama, masa pemerintah Suharto dan sesudahnya sampai sekarang (lebih dari 40 tahun). Distribusi pendapatan sejak Suharto 7
sampai sekarang, rasio Kuznets ataupun IPM selalu menunjukkan tingkat ketimpangan yang sedang (menengah). Mungkin dapat diduga bahwa tingkat ketimpangan distribusi pendapatan pada masa Indonesia dengan sistem ekonomi sosialis ala Indonesia lebih jelek dari pada perekonomian dengan sistem bukan sosialis. Jadi dari sudut sistem negara dan pemerintahan, tampaknya perekonomian Indonesia di masa datang akan tetap berada di bawah naungan NKRI dengan sistem pemerintah yang demokratis dan sistem ekonomi yang bukan sosialis melainkan condong ke pasar bebas dengan peranan pemerintah yang cukup
besar
dalam
bidang
ekonomi
untuk
meningkatkan
laju
pertumbuhan
dan
mempertahankan ketimpangan distribusi pendapatan setidak-tidaknya pada tingkat yang sedang. Politik, Ekonomi, dan Hukum. Sebelum dan setelah proklamasi Indonesia selalu menghadapi gejolak politik dalam dan luar negeri yang tidak aman, maksudnya selalu diwarnai oleh peperangan. Wacana pembenar pada masa itu adalah bahwa politik menjadi komando dari setiap kebijakan pemerintah. Dalam kancah politik tidak ada masalah benar salah, yang ada adalah siapa mendapat
apa.
Dapat
dibayangkan
bagaimana
akibatnya
terhadap
kesejahteraan
masyarakat kalau politik adalah komando dari setiap kebijaksanaan. Salah satunya adalah korupsi. Korupsi sesungguhnya telah banyak dipraktekkan pada masa pemerintahan Sukarno, dan usaha untuk memberantas korupsi pun waktu itu telah banyak, namun usaha tersebut macet. Ucapan bung Karno pada waktu itu adalah "kalau kita mencari tikus jangan sampai membakar rumahnya". Ucapan tersebut memacetkan usaha pemberantasan korupsi kalau korupsi itu menyangkut pejabat tinggi dalam pemerintahan. Korupsi merupakan salah satu penolakan dari hal yang benar. Namun, mungkin karena Indonesia merebut kemerdekaannya, bukan dengan jalan damai, seolah-olah masyarakat Indonesia menolak semua hal-hal yang benar di masa penjajahan. Sampai-sampai tepat waktu pun seolah-olah ditolak. Pada waktu itu timbul istilah jam karet, jam yang tidak menunjukkan waktu yang tepat. Seorang pegawai (negeri) yang tepat waktu masuk dan waktu pulangnya dikatakan sebagai pegawai Belanda, yang tidak karuan waktu masuk dan waktu pulangnya disebut sebagai pegawai republik. Kita dapat membayangkan akibatnya terhadap kesejahteraan masyarakat, kalau politik sebagai komando tindakan pemerintah dan tindakan masyarakat. Hanya segelintir orang yang mengalami keuntungan dari keadaan tersebut, sebagian besar masyarakat miskin dan miskin sekali. Dalam kancah internasional, Indonesia dikatakan sebagai "A Nation of coolies dan coolie among Nations (negara yang terdiri dari kuli, dan negara kuli di 8
antara bangsa-bangsa)". Pemerintahan Sukarno diakhiri dengan demonstrasi mahasiswa dan masyarakat yang, antara lain, menuntut ekonomi "Yes", politik "No". Kemudian pada pemerintahan Suharto, ekonomi sebagai komando setiap kebijaksanaan pemerintah. Ekonomi sebagai komando juga akan menghasilkan pemerintahan dan masyarakat yang korup. Korupsi malah merata di seluruh negeri, dan sulit membedakan mana perbuatan yang korup dan mana yang tidak korup. Korupsi sudah dianggap sebagai kebudayaan. Istilah yang terkenal adalah KKN (kroni, korupsi dan nepotisme). Di bidang ekonomi, karena ekonomi sebagai komando, terlihat adanya kemajuan dalam arti pertumbuhan, malah sepanjang pemerintahan Suharto pertumbuhan ekonomi termasuk tinggi, rata-rata 7-8 persen per tahun. Pemerintah Suharto juga jatuh melalui demonstrasi mahasiswa dan masyarakat yang menuntut, antara lain, pemberantasan korupsi (pemerintahan yang bersih) dan penegakan hukum. Di masa datang, masalah korupsi, masalah ekonomi biaya tinggi, dan masalah penegakan hukum rupanya tidak bisa ditolerir, kalau Indonesia menghadapi persaingan bebas dalam bidang ekonomi yang dijanjikan oleh proses globalisasi ekonomi. Kemajuan Teknologi dan Pertumbuhan Ekonomi. Pengalaman pembangunan ekonomi pada masa Orde Baru, dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi, mungkin perlu ditiru di masa mendatang. Kalau demikian halnya, maka pembangunan ekonomi di samping menggunakan sumber daya dalam negeri juga menggunakan sumber daya dari luar negeri. PMDN dan PMA terus digalakkan, swasta asing dibiarkan bersaing dan Joint venture didorong berkembang di bumi pertiwi ini. Pinjaman dalam dan luar negeri mungkin diperlukan untuk menambah modal dalam negeri. Penerimaan yang demikian ini rupanya tidak bisa dibendung lagi karena globalisasi tidak hanya terjadi di sektor barang tetapi juga di sektor jasa dan penanaman modal (investasi), dan bahkan di sektor pertanian. Todaro dan Smith (2003 h.115) mengatakan bahwa Inggris menggandakan output per orang dalam 60 tahun pertama sejak revolusi industrinya, Amerika Serikat melakukan hal yang sama dalam waktu 45 tahun, Korea Selatan berhasil melakukan hal yang serupa hanya dalam 11 tahun sejak 1966 sampai 1977. Sejarah pertumbuhan ekonomi juga menunjukkan bahwa semakin terlambat satu negara memulai pertumbuhan ekonomi modernnya, maka waktu yang diperlukan untuk menggandakan output per orang juga makin singkat. Untuk Indonesia, kalau dihitung mulai sekarang (tahun 2010), barangkali tidak sampai memerlukan waktu 5 tahun untuk menggandakan output per orang. Caranya adalah (i) loncat jauh dalam bidang transfer teknologi, yang maksudnya langsung memakai teknologi produksi yang paling mutakhir, dan (ii) memanfaatkan kesediaan modal dan tenaga ahli yang berlimpah yang dimiliki oleh negara maju.
9
Subsidi dan Program Sosial. Kalau pemerintah Indonesia termasuk dalam "kelompok Cairns" dalam putaran Uruguay yang menolak menandatangani kesepakatan kecuali ada kemajuan di bidang pertanian (maksudnya pengurangan subsidi di bidang pertanian oleh negara maju, lihat Seksi 12.3), maka tidaklah konsisten kalau Indonesia sendiri menerapkan praktek subsidi pupuk di bidang pertanian dan di bidang lain seperti minyak bumi dan listrik. Dasar dari perekonomian Indonesia di masa datang yang dirumuskan dalam bab ini adalah perdagangan internasional yang bebas tanpa hambatan seperti pada prinsip-prinsip yang diterapkan pada GATT. Sistem ekonomi yang dianutnya adalah sistem pasar berdasarkan atas kekuatan permintaan dan penawaran dengan intervensi yang minimum oleh pemerintah. Dalam hal subsidi, harga dari barang yang diperdagangkan ditentukan oleh pemerintah, bukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran. Misalnya subsidi bensin, atau subsidi pupuk, sering kali mengakibatkan bensin dan pupuk hilang dari pasar dan timbul pasar gelap. Di samping itu, yang menerima subsidi seperti ini kebanyakan golongan kaya, bukan golongan yang semestinya dibantu oleh pemerintah. Selama harga tidak ditentukan oleh pasar, maka hal tersebut tidak sesuai dengan sistem pasar. Ini termasuk, misalnya, harga Sembako murah. Harga Sembako dalam hal ini ditentukan oleh pemerintah, dan oleh karenanya tidak sesuai dengan sistem. Lagi pula, pengalaman mengenai penjualan Sembako murah menunjukkan tidak sedikit pembeli yang mengendarai kendaraan roda dua atau roda empat, malah dengan plat merah, yang tidak sesuai dengan tujuan pengadaan Sembako murah tersebut. Oleh karena itu ditolak oleh sistem perekonomian pasar. Namun apabila pemerintah mengintervensi pasar, seperti misalnya pada pasar beras melalui Bulog, atau pasar devisa melalui cadangan devisa, maka hal ini masih sesuai dengan dasar logika dari sistem pasar, karena harga masih tetap ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran. Pemerintah bisa saja memberikan subsidi kepada mereka yang betul-betul memerlukannya, asalkan tidak dengan cara menentukan harga. Jadi biarkan harga barang ditentukan oleh permintaan dan penawaran, harga bisa distabilkan oleh intervensi pemerintah, dan kalau harga masih terlalu tinggi bagi kelompok miskin, maka mereka bisa dibantu oleh pemerintah. Misalnya jangan menjual Sembako murah, tetapi Sembako atas kekuatan pasar, atau kalau toh disebut Sembako mahal, maka yang tidak mampu dibantu oleh pemerintah. Semua pembeli tetap membayar harga barang dimaksud sesuai dengan harga yang ditentukan oleh permintaan dan penawaran. Pada penggunaan
prinsipnya semua
sistem
sumber
ekonomi
daya
yang
masyarakat
disarankan seefisien
oleh
globalisasi
mungkin
untuk
adalah
mengejar
10
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan diimbangi oleh program sosial yang masif untuk mengejar distribusi pendapatan yang tidak terlalu timpang.
11
Kesimpulan
Perekonomian Indonesia di masa datang rupanya tidak bisa lain dari perekonomian dunia bebas di bawah naungan NKRI dengan sistem pemerintah yang demokratis. Sistem perekonomian yang demikian ini mengejar efisiensi penggunaan sumber daya produksi untuk mencapai tingkat pertumbuhan yang maksimum. Untuk hal ini korupsi dan faktorfaktor yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi harus disingkirkan. Di lain pihak, pencapaian distribusi pendapatan nasional yang tidak terlalu timpang dikejar bukan dengan subsidi harga melainkan melalui program sosial. Dengan kata lain sistem ini menolak sembako murah tetapi membenarkan sembako mahal dengan bantuan kepada yang tidak mampu. Pengejaran efisiensi penggunaan semua sumber faktor produksi memerlukan banyak modal baik dalam negeri maupun luar negeri, dan teknologi yang tinggi. Sebenarnya sistem yang demikian ini telah berjalan untuk beberapa lama, hanya saja disana-sini perlu lebih ditekankan. Misalnya, pemberian status otonomi khusus atau istimewa, pemberian sumber-sumber dana yang lebih besar di masa datang akan mengurangi kesenjangan pendapatan antar daerah dan memperkokoh NKRI, penghapusan subsidi harga pada bensin, serta pemberantasan korupsi dan penegakkan hukum telah menjadi komitmen dari pemerintah sekarang. Sesungguhnya keadaan perekonomian Indonesia pada masa akhir pemerintahan Suharto hampir sama dengan yang digambarkan diatas, namun beberapa ahli ekonomi menyebutnya sistem ekonomi Pancasila. Para ekonomon lebih menekankan pada sistem yang ideal yang harus diterapkan oleh Indonesia, sedangkan kenyataannya tidak demikian. Jadi ditinjau secara makro-sektoral struktur perekonomian Indonesia sesungguhnya masih dualistis. Hal ini dapat dilihat dari mata pencaharian utama sebagian besar penduduk masih sektor pertanian, yang berarti struktur perekonomiannya masih agraris. Tetapi penyumbang utama pendapatan nasional adalah sektor industri pengolahan, yang berati sturktur perekonomian industrial. Dengan demikian secara makro-sektoral perekonomian Indonesia baru bergeser dari strukturnya yang agraris menuju struktur yang industrial. Pembangunan ekonomi memang senagaja diarahkan ke industrialisasi, tentu saja hal ini menguangi kadar agraris struktur perekonomian. Hal ini sudah menjadi konsensus nasional (GBHN 1999-2004). Namun yang disayangkan adalah belum semua lapisan atau golongan masyarakat siap menghadapinya. Akibatnya, ketika pemerintah mengajak masyarakat luas untuk bermitra dalam pembangunan, hanya mereka yang bermodal kuat dan pengusaha besar yang bisa berperan aktif dalam pembangunan, dan masyarakat 12
terpaksa harus puas menjadi penonton dalam pembangunan. Jadi tidak heran jika struktur perekonomian kita dilihat dari kacamata politik, cenderung berstruktur borjuis.
13
DAFTAR PUSTAKA
Nehen, Ketut, 2016. PEREKONOMIAN INDONESIA, Denpasar: Udayana University Press http://fisipunc.blogspot.co.id/2013/03/perubahan-struktur-ekonomi-indonesia.html (Diakses pada Tanggal 17 September 2017) https://saniakaraman.wordpress.com/2015/03/19/perekonomian-indonesia-dimasamendatang-dan-analisa-perspektif-global-dan-perekonomian-di-masa-mendatang/ (Diakses pada Tanggal 17 September 2017)
14