PEREBUTAN HEGEMONI NEGARA-NEGARA DI ASIA TENGGARA
Hegemoni adalah kelompok yang mendominasi. Berhasil mempengaruhi kelompok yang didominasi untuk menerima moral-moral, politik, dan budaya dari kelompok dominan. Hegemoni diterima sebagai sesuatu yang wajar, sehingga ideologi kelompok dominan dapat menyebar dan dipraktikkan. Nilai-nilai dan ideologi hegemoni ini diperjuangkan dan dipertahankan oleh pihak dominan sedemikian sehingga pihak yang didominasi tetap diam dan taat terhadap kepemimpinan kelompok penguasa. Hegemoni bisa dilihat sebagai strategi untuk mempertahankan kekuasaan. Negara Eropa yang dapat digolongkan sebagai negara yang paling awal dalam melakukan upaya untuk melakukan penguasaan hegemoni dalam kaitannya dengan perdagangan di Asia Tenggara adalah Portugis. Dengan dilandasi oleh semangat 3-G (Gold, (Gold, Glory, and Gospel ) Portugis mencari rute pelayaran
menuju
tempat-tempat
penghasil
rempah-rempah. Mereka
awalnya
memiliki
keyakinan bahwa tempat tempat tersebut adalah India. Namun ternyata India hanyalah tempat penjualan rempah-rempah saja, bukan produsen utama. u tama. Produsen utama rempah-rempah ternyata adalah wilayah Hindia Timur yang berada di Asia Tenggara. Karenanya, seketika Portugis di bawah pimpinan Alfonso de Albeqorque mencapai Malaka yang menjadi bandar dagang dan tempat transit utama di Asia Tenggara, Portugis berusaha untuk melakukan monopoli perdagangan rempah-rempah. Secara S ecara teknis, Portugis memiliki corak layaknya kerajaan maritim dengan basis berupa perbentengan yang tersebar dari pantai timur Afrika hingga laut Timor. Basis-basis yang kecil ini memudahkan Portugis dan relatif tidak mendatangkan masalah sebagaiman yang dihadapi oleh Spanyol, Inggris dan Belanda dikarenakan negara-negara tersebut berusaha memperluas wilayah kekuasaan mereka. Meski demikian, kedatangan Portugis di Malaka memicu berbagai penolakan. Kesultanan Aceh dan Jepara terbukti melancarkan serangan-serangan ke Malaka untuk mengusir Portugis. Tidak sampai di situ saja, Portugis pada akhirnya harus diusir dari Malaka setelah terjadi persaingan dengan Belanda. Lika-liku politik dan ekonomi Portugis di Malaka tidak luput dari perhatian Spanyol. Bermula dari ekspedisi yang dilakukan oleh Ferdinand Magellan ke arah barat, Spanyol pada akhirnya langsung menemukan tempat yang menjadi sumber utama rempah-rempah yaitu Maluku. Namun ternyata Spanyol terlambat karena Portugis sudah berada di sana lebih dulu. Akhirnya Spanyol harus
meninggalkan Maluku dan mendirikan basis di tempat yang tidak jauh dari Maluku namun sudah tidak asing lagi. Pulau Luzon di Filipina dijadikan basis utama yang sangat kuat baik secara politik maupun ekonomi. Elemen militer dan misionaris Katholik dikirim ke Luzon dan pulau-pulau sekitarnya untuk membantu pemerintahan. Eksistensi perekonomian yang kuat dibuktikan dengan adanya jalinan perdagangan perak, porselen, dan sutera yang sangat menguntungkan Spanyol. Inggris dan Belanda juga tidak tinggal diam dengan aktivitas Portugis dan Spanyol di Asia Tenggara. East India Company (EIC) dan Verenidge Oost Indisch Compangie (VOC) segera bergerak dan mulai melakukan persaingan dagang. Sebenarnya daerah yang menjadi fokus operasi mereka adalah Hindia Timur (Indonesia). Hal tersebut berlangsung pada awal abad ke-17. Tujuan Inggris dan Belanda yang lain adalah menyingkirkan pengaruh Portugis dan Spanyol dari Asia Tenggara. Hal tersebut dapat dicapai oleh Belanda pada tahun 1641 dengan terusirnya Portugis dari Malaka. Meskipun Inggris dan Belanda punya tujuan yang sama terkait penyingkiran Portugis dan Spanyol, sebernarnya terjadi pertentangan yang hebat antara Inggris dan Belanda. Kajadian pada tahun 1623 ketika sekumpulan tentara yang berada di bawah perintah EIC habis dibantai oleh pasukan VOC saat mereka hendak melakukan perebutan benteng milik VOC menjadi konflik nyata di antara Belanda dengan Inggris. Hal tersebut berlanjut kepada perang Inggris-Belanda (1652-1654). Ditambah lagi, ketika kesultanan Banten memberikan izin kepada Belanda (VOC) untuk mengusir Inggris dari Jawa, maka praktis, Inggris terpaksa harus memusatkan perhatian kembali ke India.
Kerajaan-Kerajaan Yang Ada Di Indonesia
Kekuasaan Dan Perlawanan Bangsa-Bangsa Di Asia Tenggara Terhadap Hegemoni:
1. Perlawanan Kesultanan Demak Dikuasainya Malaka pada tahun 1511 oleh orang-orang Portugis merupakan ancaman tersendiri bagi Kesultanan Demak. Ketika itu, demak sebagai kesultanan Islam dan kesultanan maritim yang sedangmengembangkan kekuasaan dan menyebarkan Islam di pelosok Nusantara. Karena itu, sejak hadirnya orang-orang Portugis di Malaka, maka Kesultanan Demak bertekad mengusirnya.
Pada tahun 1512, Kesultanan Demak dibawah pimpinan Pati Unus (Pangeran Sabrang Lor) dengan bantuan Kesultanan Aceh menyerang Portugis di Malaka. Namun, serbuan demak tersebut mengalami kegagalan. Kegagalan serangan Demak itu tidak membuat putus asa. Untuk itu dilakukan penyerangan sekali lagi bersam kesultanan Johor dan kesultanan Aceh, tetapi tetap berhasil di patahkan oleh portugis. Hal ini karna persenjataan orang-orang portugis lebih kuat dan lengkap dari pada prajurit demak Perjuangan Kesultanan Demak terhadap orang-orang Portugis semakin sengit ketika Portugis berusaha menguasai bandar dagang Demak. Kesultanan Demak pasti berhasil menyerang dan menghancurkan semua kapal dagang Portugis yang melewati jalur Laut Jawa. Karena itulah kapal dagan Portugis yang membawa rempah-rempah dari Maluku (Ambon) tidak berani berlayar melalui Laut Jawa, tetapi melalui Kalimantan bagian utara. Meskipun Kesultanan Demak berhasil membendung masuknya pengaruh Portugis dhmmi Jawa Barat, tetapi Kesultanan Demak gagal mencegah hubungan dagang antara Portugis dengan kerajaan-kerajaan Hindu di daerah Jawa Timur. Bahkan Sultan Trenggana dari tahun 1521 sampai dengan tahun 1546 yang memimpin langsung penyerangan itu turut gugur di Pasuruan, Jawa Timur. 2. Perlawanan Kerajaan Islam Aceh Sejak dikuasainya bandar Malaka oleh Portugis yang memaksakan perdagangan monopoli, banyak pedagang yang menghindari bandar Malaka. Akibatnya, bandar Aceh maju pesat, Maka persaingan dagang antara Aceh dan Portugis sangat tajam. Aceh mencapai puncak kejayaannya di bawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda pada tahun 1607 - 1636. Aceh selalu mencoba merebut dan mempertahankan hegemoni perdagangan di Selat Malaka dengan cara merintangi dan menghancurkan Portugis. Tetapi usaha Iskandar Muda belum berhasil dan pengganti-penggantinya kurang cakap. Maka Portugis tetap merajai selat Malaka sampai akhirnya bandar Malaka direbut oleh VOC (Belanda) pada tahun 1641. Perang Aceh, Aceh dihormati oleh Inggris dan Belanda melalui Traktat London pada 1824, karena Terusan Suez diuka, yang menyebabkan kedudukan Aceh menjadi Strategis di Selat Malaka dan menjadi incaran bangsa barat. Untuk mengantisipasi hal itu, Belanda dan Inggris menandatangani Traktat Sumatra pada 1871. Melihat gelagat ini, Aceh mencari bantuan
ke luar negeri. Belanda yang merasa takut disaingi menuntut Aceh untuk mengakui kedaulatannya di Nusantara. Namun Aceh menolaknya, sehingga Belanda mengirim pasukannya ke Kutaraja yang dipimpin oleh Mayor Jendral J.H.R Kohler. Penyerangan tersebut gagal dan Je ndral J.H.R Kohler tewas di depan Masjid Raya Aceh. Serangan ke – 2 dilakukan pada Desember 1873 dan berhasil merebut Istana kerajaan Aceh di bawah pimpinan Letnan Jendral Van Swieten. Walaupun telah dikuasai secara militer, Aceh secara keseluruhan belum dapat ditaklukkan. Oleh karena itu, Belanda mengirim Snouck Hurgronye untuk menyelidiki masyarakat Aceh. Pada 1891, Aceh kehilangan Teuku Cik Ditiro, lalu pada 1893, Teuku Umar menyerah kepada Belanda, namun pada Maret 1896, ia kabur dan bergabung dengan para pejuang dengan membawa sejumlah uang dan senjata. Pada 11 Februari 1899, Teuku Umar tewas di Meulaboh. Kemudian perjuangannya dilanjutkan oleh istrinya, Cut Nyak Dhien. Pada
November
1902,
Belanda menangkap 2 isteri Sultan Daudsyah dan anak anaknya. Belanda memberi 2 pilihan, me nyerah atau keluarganya dibuang. Lalu pada 1 Januari 1903, Sultan Daudsyah menyerah. Demiki an pula Panglima Polim pada September 1903. Pada 1905, Cut Nyak Dhien tertangkap di hutan, Cut Nyak Meutia gugur pada 1910. Baru pada 1912, perang Aceh benar – benar berakhir. 3. Perang Bali Pulau Bali dikuasai oleh kerajaan Klungkung yang mengadakan perjanjian dengan Belanda pada 1841 yang menyatakan bahwa kerajaan Klungkung di bawah pemerintahan Raja Dewa
Agung
Putera
adalah
suatu
negara
yang
bebas
dari
kekuasaan
Belanda.
Pada 1844, perhu dagang Belanda terdampar di Prancak, wilayah kerajaan Buleleng dan terkena hukum Tawan Karang yang memihak penguasa kerajaan untuk menguasai kapal dan isinya. Pada 1848, Belanda menyerang kerajaan Buleleng, namun gagal. Serangan ke – 2 pada 1849, di bawah pimpinan Jendral Mayor A.V Michies dan Van Swieeten berhasil merbut benteng kerajaan Buleleng di Jagaraga. Pertempuran ini diberi nama Puputan Jagaraga. Setelah Buleleng ditaklukkan, banyak terjadi perang puputan antara kerajaan – kerajaan Bali dengan Belanda untuk mempertahankan harga diri dan kehormatan. Diantaranya Puputan Badung (1906), Puputan Kusamba (1908), dan Puputan Klungkung (1908).
4. Perlawanan Kesultanan Ternate dan Tidore Setelah merebut Malaka pada tahun 1511, Portugis melanjutkan pelayarannya ke Maluku. Pada tahun 1513, Portugis berhasil menguasai Ternate dan Tidore. Pada waktu itu, Ternate dan Tidore sedang bermusuhan. Kedua kesultanan tersebut saling bersaing agar bisa menguasai kawasan Maluku. Untuk memperoleh kekuatan baru sehingga dapat mengalahkan lawan maka Ternate bersekutu dan menerima dengan baik kedatangan Portugis. Bahkan orang-orang Portugis diperbolehkan mendirikan benteng di Ternate. Dengan bantuan Portugis, Akhirnya Tidore dapat dikalahkan. Pada tahun 1521, datanglah kapal Spanyol. Armada ini adalah sebgian dari armada Magelhaens. Kedatangan kapal Spanyol tersebut dianggap sebagai musuh dan saingan oleh Portugis. Pada tahun 1524, Spanyol datang lagi ke Maluku. Kedatangan Spanyol diterima dengan baik oleh Kesultanan Tidore. Pada waktu itulah di Maluku berkembang persaingan tajam antara Ternate yang bersekutu dengan Portugis dan Tidore yang bersekutu dengan Spanyol. Akhirnya, pecahlah perang antara Terjate dan Tidore. Pda tahun 1529, Portugis bersama Ternate menyerang Tidore. Dalam peperangan ini, pasukan Portugis dan Ternate mengalahkan pasukan Tidore yang didukung Spanyol. Pada tahun 1534, diadakan perjanjian antara Spanyol dan Portugis untuk membagi daerah operasi. Perjanjian ini dikenal dengan nama Perjanjian Tordesillas. Sejak saat itu, kapal-kapal Spayol tidak lagi berlayar di perairan Maluku. Dengan demikian,
orang-orang
Portugis
bebas
mengembangkan
kekuasaan
dan
memonopoli
perdagangan di Maluku. Sikap kasar dan motif penyeberangan agama dari orang portugis menimbulkan rasa tidak senang dikalangan rakyat Maluku Ternate yang semula bersekutu dengan Portugis akhirnya memusuhi Portugis. Dala suatu pertempuran, rakyat Ternate berhasil membakar benteng Portugis. Perlawanan terhadap Portugis juga datang dari rakyat Tidore. Puncak pertempuran terjadi setelah diketahui bahwa Sultan Hairun dibunuh oleh Portugis. Sultan Hairun dibunuh dalam suatu jamuan makan yang diadakanPortugis pada tahun 1570. Akibat dari peristiwa tersebut, maka di bawah pimpinan Sultan Baabullah (putra Sultan Hirun), rakyat Maluku menuntut balas dengan menyerang Portugis. Rakyat Maluku berhasil mengusir Portugis dari perairan Maluku Utara setelah berperang selama lima tahun (1570-1575). Kemenangan Sultan Sultan Baabullah tersebut membawa arti penting bagi masyarakat Maluku. Secara perlahan-lahan sistem monopoli perdagangan dihilangkan. Orang-orang Portugis terpaksa pindah ke pulau lain di Ambon sampai 1605. Secara perlahan, Kedudukan bangsa Portugis di
Maluku terdesak oleh Belanda. Akhirnya, orang-orang Portugis meninggalkan Maluku. Mereka menetap di Pulau Timor bagian timur (Timor Timur). 5. Perlawanan Rakyat Maluku Upaya rakyat Ternate yang dipimpin Sultan Hairun maupun Sultan Baabulah(1575), sejak kedatangan bangsa Portugis pada 1512 tidak berhasil, penyebabnya adalah tidak ada kerja sama antara kerajaan Ternate, Tidore, dan Nuku. Kekuatan Portugis hanya dapat diusir oleh kekuatan bangsa Belanda yang lebih kuat. 6. Pelawanan Rakyat Mataram Sultan Agung yang memiliki cita – cita mempersatukan pulau Jawa, berusaha mengalahkan VOC di Batavia. Penyerangan yang dilakukan pada 1628 & 1629 mengalami kegagalan, karena selain persiapan pasukannya yang belum matang, juga tidak mampu membuat blok perlawanan bersama kerajaan lainnya. 7. Perlawanan Rakyat Banten Setelah Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat putranya yang bergelar Sultan Haji sebagai Sultan Banten, Belanda ikut campur dalam urusan Banten dengan mendekati Sultan Haji. Sultan Agung yang sangat anti VOC, segera menarik kembali tahta putranya. Putranya yang tidak terima, segera meminta bantuan VOC di Batavia untuk membantu mengembalikan tahtanya, akhirnya dengan bantuan VOC, dia memperoleh tahtanya kembali dengan imbalan menyerahkan sebagian wilayah Banten kepada VOC. 8. Pemberontakan Untung Surapati (1686 – 1706) Untung Surapati bersekutu dengan Sunan Amangkurat II untuk melawan VOC. Untuk meredam pemberontakan Untung Surapati, VOC mengutus Kapten Tack ke Mataram, namun gagal. Sunan Amangkurat II berterima kasih kepada Untung Surapati dengan memberikan daerah Pasuruan dan menetapkannya menjadi Bupati di sana dengan gelar Adipati Wiranegara. Pada 1803 Sunan Amangkurat II meninggal dan digantikan oleh putranya yang bergelar Sunan Amangkurat III, pamannya yang bernama Pangeran Puger menginginkan tahta raja di Mataram. Dia kemudian bersekutu dengan VOC, dan kemudian membuat perjanjian dengan VOC, dengan
menyerahkan sebagian wilayah kekuasaan Mataram. Pada 1705 Pangeran Puger dinobatkan menjadi Sunan Mataram dengan gelar Sunan Pakubuwana I, setelah itu dimulailah peperangan antara Sunan Pakubuwana I dengan Untung Surapati yang dibantu Sunan Amangkurat III. Pada 1706, VOC berhasil melumpuhkan Untung Surapati di Kartasura. 9. Pelawanan Pattimura (1817) Dimulai dengan penyerangan terhadap benteng Duurstede di Saparua, dan berhasil merebut benteng tersebut dari tangan Belanda. Perlawanan ini meluas ke Ambon, Seram, dan tempat-tempat lainnya. Untuk menghadapi serangan tersebut, Belanda harus mengerahkan seluruh kekuatannya yang berada di Maluku. Akhirnya Pattimura berhasil ditangkap dalam suatu pertempuran dan pada 16 Desember 1817, dia dan kawan – kawannya dihukum mati di tiang gantungan. Perlawanan lainnya dilakukan oleh pahlawan wanita, Martha Christina Tiahahu. 10. Perang Paderi (1821 – 1837) Dilatar belakangi konflik antara kaum agama dan tokoh-tokoh adat Sumatera Barat. Kaum agama (Pembaru/Paderi) berusaha untuk mengajarkan Islam kepada warga sambil menghapus adat istiadat yang bertentangan dengan Islam, yang bertujuan untuk memurnikan Islam di wilayah Sumatra Barat serta menentang aspek-aspek budaya yang bertentangan dengan aqidah Islam. Tujuan ini tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena kaum adat yang tidak ingin kehilangan kedudukannya, serta adat istiadatnya menentang ajaran kaum Paderi, perbedaan pandangan ini menyebabkan perang saudara serta mengundang kekuatan Inggris dan Belanda. Kaum adat yang terdesak saat perang kemudian meminta bantuan kepada Inggris yang sejak 1795 telah menguasai Padang, dan beberapa daerah di pesisir barat setelah direbut dari Belanda. Golongan agama pada saat itu telah menguasai daerah pedalaman Sumatra Barat dan menjalankan pemerintahan berdasarkan agama. Pada tahun 1819, Belanda menerima Padang dan daerah sekitarnya dari Inggris. Golongan adat meminta bantuan kepada Belanda dalam menghadapi golongan Paderi. Pada Februari 1821, kedua belah pihak menandatangani perjanjian. Sesuai perjanjian tersebut Belanda mulai mengerahkan pasukannya untuk menyerang kaum Paderi. Pertempuran pertama terjadi pada April 1821 di daerah Sulit air, dekat danau Singkarak, Solok. Belanda
berhasil menguasai Pagarruyung, bekas kedudukan kerajaan Minangkabau, namun gagal merebut pertahanan Paderi di Lintau, Sawah Lunto dan Kapau, Bukittinggi. Untuk mensiasati hal ini, belanda mengajak berunding Tuanku Imam Bonjol (pemimpin Paderi) pada 1824, namun perjanjian dilanggar oleh Belanda. Saat pertempuran Diponegoro, Belanda menarik pasukannya di Sumatra Barat untuk menunda penyerangan pada kaum Paderi, dan memusatkan perhatian di Sumatra Barat untuk menangkap Tuanku Imam Bonjol. Dengan serangan yang gencar, kota Bonjol jatuh ke tangan Belanda pada September 1832, dan pada 11 Januari 1833, dapat direbut kembali oleh kaum Paderi. Pertempuran berkobar di mana-mana, dan golongan adat berbalik melawan. Sehingga Belanda memerintahkan Sentot Alibasha Prawirodirjo (bekas panglima perang diponegoro) untuk memerangi Paderi, tetapi tidak mau dan bekerja sama dengan k aum Pa deri. Pada 25 Oktober 1833, Belanda melakukan Maklumat Plakat Panjang, yang berisi ajakan kepada penduduk Sumatra Barat untuk berdamai dan menghentikan perang. Namun pada Juni 1834, Belanda kembali menyerang kaum Paderi. Pada 16 Agustus 1837, Tuanku Imam Bonjol jatuh ke tangan Belanda, dan berhasil meloloskan diri. Pada 25 Oktober 1837, Tuanku Imam Bonjol berunding di Palupuh. Namun Belanda berhianat dengan menangkap dan membuangnya ke Cianjur, Ambon, dan terakhir kota dekat Manado. Dia wafat pada usia 92 tahun dan dimakamkan di Tomohon, Sulawesi Utara. 11. Perang Diponegoro (1825 – 1830) Penyebab perang ini adalah rasa tidak puas masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan yang dijalankan pemerintah Belanda di kesultanan Yogyakarta. Belanda seenaknya mencampuri urusan intern kesultanan. Akibatnya, di Keraton Mataram terbentuk 2 kelompok, pro dan anti Belanda. Pada pemerintahan Sultan HB V, Pangeran Diponegoro diangkat menjadi anggota Dewan Perwalian. Namun dia jarang diajak bicara karena sikapnya yang kritis terhadap kehidupan keraton yang dianggapnya terpengaruh budaya barat dan intervensi Belanda. Oleh karena itu, dia pergi dari keraton dan menetap di Tegalrejo. Di mata Belanda, Diponegoro adalah orang yang berbahaya. Suatu ketika, Belanda akan membuat jalan Yogyakarta – Magelang. Jalan tersebut menembus makam leluhur Diponegoro di Tegalrejo. Dia marah dan mengganti patok penanda jalan dengan tombak. Belanda menjawab dengan mengirim pasukan ke Tegalrejo pada 25 Juni 1825. Diponegoro dan pasukannya membangun pertahanan di Selarong. Dia mendapat berbagai dukungan dari daerah-daerah. Tokoh – tokoh yang bergabung antara lain : Pangeran
Mangkubumi, Sentot Alibasha Prawirodirjo, dan Kyai Maja. Oleh karena itu Belanda mendatangkan pasukan dari Sumatra Barat dan Sulawesi Utara yang dipimpin Jendral Marcus de Kock. Sampai 1826, Diponegoro memperoleh kemenangan. Untuk melawannya, Belanda melakukan taktik benteng Stelsel. Sejak 1826, kekuatannya berkurang karena banyak pengikutnya yang ditangkap dan gugur dalam pertempuran. Pada November 1828, Kyai Maja ditangkap Belanda. Sementara Sentot Alibasha menyerah pada Oktober 1829. Jendral De Kock memerintahkan Kolonel Cleerens untuk mencari kontak dengan Diponegoro. Pada 28 Maret 1830, dilangsungkan perundingan antara Jendral De Kock dengan Diponegoro di kantor karesidenan Kedu, Magelang. Namun Belanda berhianat, Diponegoro dan pengikutnya ditangkap, dia dibuang ke Manado dan Makasar. Dengan demikian, berakhirlah perang Diponegoro. 12. Perlawanan kerajaan Banjar Perlawanan yang terjadi di Kalimantan Selatan, di wilayah kerajaan Banjar berlangsung hampir setengah abad lamanya. Jika dilihat coraknya, perlawanan dapat dibedakan antara perlawanan ofensif yang berlangsung dalam waktu relatif pendek (1859-1863), dan perlawanan defensif yang mengisi seluruh perjuangan selanjutnya (1863-1905). Perlawanan ini meletus pada tahun 1859 karena rakyat dan beberapa bangsawan di Banjar merasa tidak senang dengan pengangkatan Pangeran Tamjidillah. Kalau ditinjau lebih jauh, di kalangan rakyat sudah lama terpendam rasa tidak senang karena persoalan pajak dan kerja wajib yang memberatkan. Pajak yang semakin berat ini berhubungan dengan semakin kecilnya daerah kekuasaan kesultanan. Penyempitan daerah Banjar, dari waktu ke waktu berdasarkan perjanjian dengan Belanda, berpangkal pada adanya hasil tertentu di daerah kesultanan yang dapat diperdagangkan. Hasil tersebut adalah lada, rotan, damar, emas dan intan. Hasil-hasil ini yang mengundang orang asing (Belanda dan Inggris) datang ke tempat daerah Banjarmasin. Perlawanan rakyat terhadap Belanda berkobar di daerah-daerah di bawah pimpinan Pangeran Antasari yang berhasil menghimpun pasukan sebanyak 3.000 orang dan menyerbu pos pos Belanda. Pos-pos Belanda di Martapura dan Pengaron diserang oleh pasukan Antasari pada tanggal 28 April 1859. Pada saat Pangeran Antasari mengepung benteng Belanda di Pengaron, Kiai Demang Leman dengan pasukannya telah bergerak di sekitar Riam Kiwa dan mengancam benteng Belanda di Pengaron. Bersama-sama dengan Haji Nasrun pada tanggal 30 Juni 1859,
Kiai Demang Leman menyerbu pos Belanda yang berada di istana Martapura. Dalam bulan Agustus 1859 bersama Haji Buyasin dan Kiai Langlang, Kiai Demang Leman berhasil merebut benteng Belanda di Tabanio. Selain itu yang terlibat dalam perang Banjar melawan Belanda diantaranya Tumenggung Surapati di Lambang, Tumenggung Jalil di Amuntai dan Negara. Karena kedekatannya dengan rakyat Pangeran Hidayat diturunkan dari kedudukannya sebagai mangkubumi oleh Belanda. Pangeran Hidayat melakukan perlawanan dari daerah satu ke daerah lainnya bersama orang-orang yang setia kepadanya. Pangeran Hidayat ditangkap dan kemudian diasingkan ke Jawa pada tanggal 3 Februari 1862. Pangeran Antasari makin giat melakukan perlawanan, terlebih setelah mendengar kabar tentang pengasingan Pangeran Hidayat saudara sepupunya ke Jawa. Kemahirannya dalam bertempur cukup memberi kepercayaan kepada pengikut atas kepemimpinanya. Karena kepercayaan ini, pada tanggal 14 Maret 1862 rakyat mengangkat Antasari sebagai pemimpin tertinggi agama dengan gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin yang membawa pengaruh besar bagi kepemimpinan Pangeran Antasari. Pangeran Antasari memimpin perlawanan terhadap Belanda sampai akhir hayatnya pada tanggal 11 Oktober 1862 di Hulu Teweh, tempat pertahanannya yang cukup kuat. Setelah Pangeran Antasari meninggal, perlawanan rakyat masih terus berlangsung dipimpin teman-teman seperjuangan dan putra-putra Pangeran Antasari antara lain Pangeran Muhammad Seman (Gusti Matseman). Belanda menyadari bahwa kekuatan perlawanan rakyat terletak pada para pemimpin-pemimpin mereka. Oleh karena itu, para pemimpin itu selalu dicari untuk ditangkap ataupun dibunuh. Dengan menyerahnya ataupun meninggalnya pemimpin-pemimpin mereka, perlawanan rakyat Banjar terhadap Belanda lumpuh dan akhirnya padam sama sekali yaitu setelah gugurnya Gusti Matseman pada tahun 1905. 13. Perlawanan Goa-Makasar. Perang yang digaungkan oleh Goa-Makassar dipimpin oleh Sultan Hasanudin sejak tahun 1660-1669. selain perlawanan disebabkan oleh kebijakan monopoli VOC yang bertentangan dengan prinsip sistem terbuka yang dijalankan orng-orang Makassar, ada faktor-faktor khusus lainnya yaitu:
a. Pendudukan banteng pa’ Nakkukang oleh VOC dianggap sebagai ancaman. b. Peristiwa De Walvis pada tahun 1602, waktu meriam dan barang muatannya disita oleh pasuka Karaeng Tallo. c. Peristiwa kapal Leeuwin (1664) yang kandas dipulau Dan Duango dimana awak kapal dibunuh (Kartodirjo, 1999:99). Sultan Hasanudin mempersiapkan pasukannnya dari Bima, Sumbawa, dan Betung, selain penduduk Makassar. Jumlah pasukan mencapai 10.000-18.000 orang. Perang mulai surut setelah terjadi perjanjian antara Sultan Hasanudin dengan pihak VOC yang diawali Speelman pada tanggal 6 Nopember 1669. peperangan terhadap VOC yang dipimpin oelh Sultan Hasanudin adalah yang terbesar sepanjang sejarah di Makassar. 14. Perlawanan Yogyakarta. Perlawanan terhadap VOC dilakukan oleh pangeran Mangkubumi yang resmi bergelar Hamengkubuwono I pada tahun 1757. meskipun idak sebesar Mataram, namun perlawanan kerajaan Yogyakarta cukup merepotkan VOC. 15. Perlawanan Kerajaan Surakarta. Kerajaan Surakarta adalah pecahan dari Mataram. Dalam sejarah Indonesia, Surakarta Surakarta tidak segarang daerah lainnya dalam melawan VOC. Meskipun demikian, banyak tokoh terkemuka seperti Mas Said atau Mangkunegaran I (Kartodirjo, 1999:234).
DAFTAR PUSTAKA
Hall, D.G.E, Sejarah Asia Tenggara, ( terjemahan dari “ A History of South East Asia “), Macmillan & Co., London, Dewan Bahasa dan Pustaka, Kementrian Pelajaran Malaysia, Kuala Lumpur, 1972. Pembentukan Negara Nasional di Asia Tenggara.pdf.(A kardiyat wiharyanto) (di akses Pada tgl 19 maret 2016). Http//:www. Gerakan nasionalisme di Indochina.html.com (diakses pada tgl 20 Maret 2016).
Tugas Individu
SEJARAH NASIONALISME INDONESIA
OLEH: WA ODE ELMA TIARA (A1N216112)
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH KONSENTRASI PENDIDIKAN IPS FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2018