PERCOBAAN III ANALGETIKA
Disusun oleh : Khairun Athiya J1E108058 Kelompok VI (Enam)
Tanggal Praktikum : 12 November 2010
Diketahui,
Dikumpul Tanggal : 10 November 2010 Nilai :
(Aditya Maulana P.P.)
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2010
PERCOBAAN III ANALGETIKA
I.
PENDAHULUAN
I.1 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah mengenal, mempraktekkan, dan membandingkan metode uji daya analgesik pada hewan percobaan dan obat analgesik. I.2 Dasar Teori
Analgetika atau obat penghalang nyeri adalah zat- zat yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Nyeri adalah perasaan sensor dan emosional yang tidak enak dan yang berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan. Keadaan psikis sangat memengaruhi nyeri, misalnya emosi dapat menimbulkan sakit (kepala) atau memperhebatnya, tetapi dapat pula menghindarkan sensasi rangsangan nyeri. Nyeri merupakan suatu perasaan pribadi dan ambang toleransi nyeri yang berbeda beda bagi setiap orang. Batas nyeri untuk suhu adalah konstan (Tjay & Kirana, 2002). Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang berfungsi melindungi tubuh. Nyeri harus dianggap sebagai isyarat bahaya tentang adanya ganguan di jaringan, seperti peradangan, infeksi jasad renik, atau kejang otot. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi atau fisis dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut memicu pelepasan zat-zattertentu yang disebut mediator nyeri. Mediator nyeri antara lain dapat mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang yang mengaktivasi reseptor nyeri di ujung saraf bebas di kulit, mukosa dan jaringan lain. Nocireseptor ini terdapat diseluruh jaringan dan organ tubuh, kecuali di SSP. Dari sini rangsangan di salurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan amat banyak sinaps via sumsum tulang belakang, sumsum lanjutan, dan otak tengah. Dari thalamus impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri (Tjay & Kirana, 2002).
Obat analgesik antipiretik serta obat anti inflamasi non steroid (AINS) merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan babarap obat sangat berbeda secara kimia. Walaupun demikian obat ini ternyata memiliki banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. Sebagian besar efek sampingnya berdasarkan atas penghambatan biosintesis prostaglandin. Prostaglandin hanya berperan pada rasa nyeri yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau inflamasi. Penelitian telah membuktikan bahwa prostaglandin menyebabkan sentisisasi reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi. Prostaglandin menimbulkan keadaan hiperalgesia, kemudian mediator kimiawi seperti bradikinin dan histamin merangsangnya dan menimbulkan nyeri yang nyata (Ganiswara, 2005). Nyeri akut berfungsi sebagai fungsi biologis penting karena memberikan peringatan tentang tingkat cedera atau potensi untuk memburuk. Ini adalah respon cepat terhadap rangsangan berbahaya yang tidak menghasilkan durasi jangka panjang. Di sisi lain, dapat memiliki efek psikologis dan emosional yang merugikan. Oleh karena itu, perhatian sedang difokuskan pada pencegahan agresif dan pengobatan nyeri akut untuk mengurangi komplikasi dan perkembangan ke negara nyeri kronis (Kumaravelu, 2010). Nyeri akut adalah nyeri yang dimulai secara tiba-tiba dan biasanya tidak berlangsung lama. Jika nyerinya hebat, bisa menyebabkan denyut jantung yang cepat, laju pernafasan meningkat, tekanan darah meninggi, berkeringat dan pupil melebar. Nyeri kronis adalah nyeri yang berlangsung selama beberapa minggu atau bulan; istilah ini membiasanya digunakan jika: 1. Nyeri menetap selama lebih dari 1 bulan. 2. Nyeri sering kambuhan dan sampai berbulan-bulan bahkan bertahuntahun 3. Nyeri berhubungan dengan penyakit menahun (misalnya kanker). Nyeri kronis biasanya tidak mempengaruhi denyut jantung, laju pernafasan, tekanan darah maupun pupil ; tetapi bisa menyebabkan gangguan tidur, mengurangi nafsu makan dan menyebabkan sembelit, penurunan berat
badan. Analgetika adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (perbedaan dengan anestetika umum) (Tjay & Kirana, 2002). Berdasarkan kerja farmakologisnya, analgetika dibagi dalam dua kelompok besar yaitu: 1. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Dapat disebut juga sebagai analgetika yang berkhasiat lemah sampai sedang kebanyakan mempunyai sifat antiinflamasi dan antireumatik. 2. Analgetika narkotik, khusus digunakan untuk mengahalau rasa nyeri hebat, seperti pada fractura dan kanker. Dapat disebut juga analgetika yang berkhasiat kuat, bekerja pada saraf pusat (Mutschler, 2002). Kebanyakan obat-obat analgetik bersifat asam, sehingga efek samping yang paling sering terjadi adalah induksi tukak lambung yang kadangkadang disertai anemia sekunder akibat pendarahan saluran cerna. Efek samping lainnya adalah gangguan fungsi trombosit akibat penghambatan biosintesis tromboksan sehingga mengakibatkan perpanjangan waktu pendarahan. Akibat penghambatan biosintesis prostaglandin di ginjal terutama PGE2 meyebabkan gangguan homeostasis ginjal (Ganiswara, 2005). Beberapa jenis analgetik (obat pereda nyeri) bisa membantu mengurangi nyeri. Obat ini digolongkan ke dalam 3 kelompok: 1. Analgetik opioid (narkotik ) Analgetik opioid secara kimia analgetik opioid berhubungan dengan morfin. Morfin merupakan bahan alami yang disarikan dari opium, walaupun ada yang berasal dari tumbuhan lain dan sebagian lainnya dibuat dilaboratorium. Analgetik opioid sangat efektif dalam mengurangi rasa nyeri namun mempunyai beberapa efek samping. Semakin lama pemakai obat ini akan membutuhkan dosis yang lebih tinggi. Selain itu sebelum pemakaian jangka panjang dihentikan,
dosisnya harus dikurangi secara bertahap, untuk mengurangi gejalagejala putus obat. 2. Analgetik non-opioid Semua analgetik
non opiod (kecuali asetaminofen) merupakan
obat antiperadangan non-steroid (nsad , nonsteroidal anti-inflammatory drug ). Obat- obat ini bekerja melalui 2 cara: a. Mempengaruhi sistem prostaglandin, yaitu suatu sistem yang bertanggungjawab terhadap timbulnya rasa nyeri. b. Mengurangi peradangan, pembengkakan dan iritasi yang seringkali terjadi di sekitar luka dan memperburuk rasa nyeri. 3. Analgetik adjuvan. Analgetik adjuvan adalah obat – obatan yang biasanya diberikan bukan karena nyeri, tetapi pada keadaan tertentu bisa meredakan nyeri. Contohnya, beberapa anti-depresi juga merupakan analgetik non spesifik dan digunakan untuk mengobati berbagai jenis nyeri menahun, termasuk nyeri punggung bagian bawah, sakit kepala dan nyeri neuropatik. Obatobat anti-kejang (misalnya karbamazepin) dan obat bius lokal per-oral (misalnya meksiletin) digunakan untuk mengobai nyeri neuropatik. (Ganiswara, 2005). Reseptor nyeri (Nosiseptor). Rangsangan nyeri diterima oleh reseptor nyeri khusus, yang merupakan ujung saraf bebas. Karena ujung saraf bebas juga dapat menerima rangsang sensasi lain, maka kesefikasian fungsional mungkin berkaitan dengan diferensiasi pada tahap molekul, yang tidak dapat diketahui dengan pengamatan cahaya dan elektronoptik (Mutschler, 2002).
II.
CARA PERCOBAAN 2.1 Alat Dan Bahan 2.1.1 Alat yang Digunakan
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah : 1. Baskom 2. Gelas beker 3. Gelas ukur 4. Hot plate 5. Labu ukur 6. Spuit injeksi 7. Stopwatch 2.1.2 Bahan yang Digunakan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah : 1. Antalgin 2. Asam asetat 3. Asam mefenamat 4. Ibuprofen 5. Larutan Na-CMC (kontrol) 6. Na-diklofenak 7. Parasetamol. 2.1.3 Hewan Uji
Hewan coba yang digunakan pada percobaan ini adalah mencit.
2.2 Cara Kerja 2.1. Metode Jansen & Jaqeneau
15 mencit
- dibagi masing - masing 3 mencit
Kel. 1&2 (Na-CMC)
Kel. 3&4 (Ibuprofen)
Kel. 5&6 (Parasetamol)
Kel. 7&8 (As.mef)
Kel. 9&10 (Antalgin)
Bahan Obat (Asam mefenamat)
- Digerus halus - Ditimbang 15,709 mg - Dilarutkan dalam
Na-CMC
hingga volume 10 mL Larutan stok Asam mefenamat
Mencit
- Yang memenuhi syarat ditimbang beratnya Larutan stok as. mefenamat
- Diberikan kepada mencit secara i.p sesuai volume yang diperhitungkan Mencit.
- Diamkan selama 5 menit - Dimasukkan ke dalam gelas beker di atas hot plate
- Diamati groming dan loncat setiap 15 detik selama 5 x 15 detik Hasil
2.2 Metode Witkin
15 mencit atau tikus
- dibagi masing-masing 3 mencit/tikus
Kel. 1&2 (Na-CMC)
Kel. 3&4 (Ibuprofen)
Kel. 5&6 (Parasetamol)
Kel. 7&8 (As.mef)
Kel. 9&10 (Antalgin)
Bahan Obat (Asam mefenamat)
- Digerus halus - Ditimbang 45,747 mg - Dilarutkan
dalam
Na-CMC
hingga
volume 10 mL Larutan stok as. mefenamat
Mencit
- Yang
memenuhi
syarat
ditimbang
beratnya Larutan stok as. mefenamat
- Diberikan kepada mencit secara i.p sesuai volume yang diperhitungkan Mencita.
- Diamkan selama 5 menit As. Asetat
- Diinduksikan secara i.m pada mencit - Diamati geliat selama 20 menit Hasil
DAFTAR PUSTAKA
Ganiswara, S. G. 2005. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Universitas Indonesia. Jakarta. Kumaravelu, P., Kaliappan V., Viswanathan G., David D.C., Venkatesan H. 2010. A Comparative Study of Oral Analgesics: Etoricoxib with Tramadol in Acute Postoperative Pain: A Randomised Double Blind Study. http://www.jcdr.net/article.s/PDF/742/612_937_E(C)_F(P)_R(P)_PF_p .pdf Diakses tanggal 14 Oktober 2011 Mutschler, E. 2002. Dinamika Obat . ITB. Bandung. Tjay, T. H. & K. Rahardja. 2002. Obat-Obat Penting Edisi V . PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.
LAMPIRAN
1.
Apakah analgetika itu? Jawab : Analgetika adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri.
2.
Mengapa analgetika kadang-kadang perlu diberikan kepada penderita? Jawab: Analgetika kadang-kadang perlu diberikan karena untuk mengurangi rasa nyeri penderita yang dapat ditimbulkan oleh berbagai rangsang mekanis, kimia, dan fisis.
3.
Bagaimana terjadinya rasa nyeri? Jawab: Rasa nyeri terjadi akibat terlepasnya mediator-mediator nyeri (misalnya bradikinnin, prostaglandin) dari jarinngan yang rusak yang kemudian merangsang reseptor nyeri di ujung saraf perifer ataupun ditempat lain. Dari tempat-tempat ini selanjutnya rangsang nyeri diteruskan ke pusat nyeri di korteks cerebri oleh saraf sensoris melalui sum-sum tulang belakang dan talamus.
4.
Bagaimana daya analgetika parasetamol, antalgin, dan asam mefenamat? Jawab: Asetosal lebih kut dari paracetamol karena daya penghambatan terhadap prostaglandin lebih besar. Tetapi efek samping asetosal menyebabkan tukak lambung. Sedangkan paracetamol lebih aman.
IV.
PEMBAHASAN
Percobaan kali ini bertujuan untuk membandingkan dan mengetahui daya analgetik pada hewan percobaan dan obat analgetik dengan menggunakan metode rangsang kimia. Analgetika merupakan obat atau senyawa yang dipergunakan untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri. Pengujian obat analgetika menggunakan dua metode yang berbeda, yaitu metode Jansen & Jaqeneau dan metode Witkin et al . Pada prinsipnya, metode Jansen & Jaqeneau menstimulasi hewan ui dengan menggunakan nyeri panas 55-55,5°C dan parameter ujinya berupa jarak waktu saat hewan diletakkan pada plat panas hingga terjadi respon pertama kali menjilat kaki depan atau meloncat dan jumlah menjilat kakinya. Sedangkan pada metode Metode Witkin et al, pada prinsipnya untuk menstimulasi nyeri pada hewan uji, hewan uji akan diberikan penginduksi nyeri asam asetat 3% secara i.m. dengan parameter uji berupa jumlah geliat dalam durasi 20 menit setelah diberi penginduksi nyeri (Rowland, 2003). Hewan uji yang digunakan adalah mencit. Mencit yang digunakan dibagi sebanyak 2 ekor dalam setiap kelompok dan masing-masing diberi suntikan
berupa
Na-CMC
(kontrol),
ibuprofen,
parasetamol,
asam
mefenamat, antalgin dan Na-diklofenak, dengan Na-CMC sebagai pelarut bahan obat. Na-diklofenak adalah golongan obat non steroid dengan aktivitas anti-inflamasi, analgesik dan antipiretik. Aktivitas diklofenak menghambat enzim siklo-oksigenase sehingga pembentukan prostaglandin terhambat. Parasetamol adalah obat pereda demam dan nyeri yang paling banyak dipergunakan. Parasetamol menghambat produksi prostaglandin dan mampu mengurangi bentuk teroksidasi enzim siklooksigenase (COX). Ibuprofen adalah NSAID yang paling banyak digunakan merupakan campuran rasemis, dengan bentuk-dextro yang aktif. Asam mefenamat merupakan derivat antranilat dengan khasiat analgetis, antipiretik, dan anti
radang yang cukup baik. Obat ini digunakan pula sebagai obat rema. Asam mefenamat terikat sangat kuat pada protein plasma. Antalgin merupakan derivat sulfonat dari aminofenazon yang larut dalam air, yang bekerja terhadap susunan saraf pusat yaitu mengurangi sensitivitas reseptor rasa nyeri dan mempengaruhi pusat pengatur suhu tubuh. Tiga efek utama adalah sebagai analgesik, antipiretik dananti-inflamasi (Tjay & Rahardja, 2007). Pengujian obat analgetika pada praktikum kali ini menggunakan dua metode, yaitu metode Jansen & Jaqeneau dan metode Witkin et al. Dimana metode Jansen dilakukan dengan memberikan larutan obat secara intra peritonial kepada mencit dan didiamkan selama 15 menit. Mencit kemudian dimasukkan dalam beker dan diletakkan di atas hotplate. Kemudian diamati tiap 15 detik selama 5x15 detik. Pada metode ini hewan uji akan memberikan respon seperti menjilat kaki depannya atau hewan meloncatloncat atau grooming. Dari hasil pengamatan, jumlah menjilat kaki atau meloncat pada mencit pada selang waktu 15, 30, 45, 60 dan 75 pada kelompok I (Na-CMC sebagai kontrol) untuk mencit 1 berturut-turut adalah 1, 2, 7, 8, dan 12 dengan onset 14 detik dan untuk mencit 2 berturut-turut adalah 9, 15, 12, 13, dan 8 dengan onset 2 detik. Pada kelompok 2 (ibuprofen 400 mg), untuk mencit 1 berturut-turut adalah 20, 23, 15, 10, dan 5 dengan onset 10 detik dan untuk mencit 2 adalah 11, 26, 15, 7, dan 3 dengan onset 10 detik. Pada kelompok 3 (parasetamol 500 mg), untuk mencit 1 berturut-turut adalah 3, 3, 4, 3, dan 4 dengan onset 10 detik dan untuk mencit 2 adalah 8, 14, 9, 17, dan 25 dengan onset 2 detik. Pada kelompok 4 (asam mefenamat 500 mg), untuk mencit 1 berturut-turut adalah 13, 9, 7, 7, dan 6 dengan onset 5 detik dan untuk mencit 2 adalah 7, 9, 6, 5, dan 3 dengan onset 4 detik. Pada kelompok 5 (antalgin 500 mg), untuk mencit 1 berturut-turut adalah 3, 7, 2, 7, dan 4 dengan onset 4 detik dan untuk mencit 2 adalah 3, 4, 5, 9, dan 7 dengan onset 2 detik. Pada kelompok 6 (na-diklofenak 25 mg), untuk mencit 1 berturut-turut adalah 15, 10, 18, 8, dan 13 dengan onset 5 detik dan untuk mencit 2 adalah 6, 6, 4, 6, dan 4 dengan onset 1 detik. Data hasil pengamatan menunjukkan bahwa jumlah frekuensi menjilat kaki atau
meloncat berbeda untuk obat yang diberikan. Berdasarkan data hasil pengamatan, obat yang memberikan jumlah loncatan mencit paling kecil pada metode ini adalah antalgin. Pada metode Witkin et al masing-masing mencit diberikan bahan obat, pemberian dilakukan secara intraperitoneal lalu didiamkan selama 5 menit. Kemudian mencit diinduksi dengan larutan steril berupa larutan asam asetat 30 % secara intra muskular. Larutan steril asam asetat dimaksudkan untuk memberikan rasa nyeri pada hewan uji yang memberikan efek menggeliat. Dimana rasa nyeri dapat terjadi akibat terlepasnya mediator-mediator nyeri (misalnya bradikinnin, prostaglandin) dari jaringan yang rusak yang kemudian merangsang reseptor nyeri di ujung saraf perifer. Dari tempat ini, selanjutnya rangsang nyeri diteruskan ke pusat nyeri di korteks cerebri oleh saraf sensoris melalui sumsum tulang belakang dan talamus. Pemberian analgesik berfungsi untuk menghambat biosintesis mediator-mediator nyeri (misalnya bradikinin, prostaglandin) di korteks cerebri. Kemudian diamati jumlah geliat selama 20 menit dan ditentukan onset dari obat. Dari hasil percobaan (berdasarkan rata-rata jumlah geliat) diketahui bahwa obat yang memiliki efek analgetik yang terendah sampai yang terkuat adalah antalgin, Na-diklofenak, parasetamol, asam mefenamat dan ibuprofen. Sedangkan jika dari durasi maka durasi yang paling lama adalah ibuprofen (11.37 menit dan 09.12 menit pada dua mencit). Dari hasil pengamatan diperoleh persen daya analgetik untuk setiap obat analgetik yaitu Ibuprofen yaitu 83,051% dan 86,441%, untuk Parasetamol diperoleh persen daya analgetik yaitu 59,32% dan 69,49%, untuk asam mefenamat diperoleh persen daya analgetik yaitu 62,7% dan 69,5%, untuk antalgin diperoleh persen daya analgetik sebesar 8,47% dan 39,98%, dan untuk Na-diklofenak diperoleh persen daya analgetik sebesar 38,98%. Setelah dirata-ratakan dari perhitungan ini dapat diambil kesimpulan daya analgetik dari yang paling kuat adalah Ibuprofen, Asam Mefenamat, Parasetamol, Antalgin, dan Na-diklofenak. Besarnya hubungan dosis suatu dosis obat dengan efek yang ditimbulkannya adalah semakin kecil dosis suatu obat untuk menimbulkan
efek yang sama maka obat tersebut dapat dikatakan sebagai obat yang paling poten. Berdasarkan literatur diketahui dosis untuk Ibuprofen yaitu 3-4 dd 200-400 mg, Diklofenak 3 dd 0,25-0,5 g, Asam mefenamat dengan dosis 3-4 dd 200-400, Parasetamol 2-3 dd 0,5-4 g dan Antalgin dengan dosis 0,5-4 g sehari dalam 3-4 dosis. Jika dilakukan perhitungan dosis untuk sehari pemakaian dengan batas terbawah, maka: Ibuprofen
= 3 x 0,20 g
= 0,60 g
Diklofenak
= 3 x 0,25 g
= 0,75 g
Asam mefenamat
= 3 x 0,25 g
= 0,75 g
Parasetamol
= 2 x 0,50 g
= 1,00 g
Antalgin
= 3 x 0,50 g
= 1,50 g
Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa obat yang memiliki efek analgetik yang paling kuat adalah Ibuprofen, Asam mefenamat, Nadiklofenak, Parasetamol dan Antalgin. Hal ini dapat dilihat dari dosis lazim masing-masing obat yang menunjukkan dosis yang kecil pada ibuprofen memberikan efek yang sama dengan obat lain yang memiliki dosis lazim lebih besar. Pada uji dengan metode Witkins et al , hasil yang diberikan sesuai dengan keterangan pada literatur di atas tadi, yaitu Ibuprofen memiliki efek analgetik terbesar dan menurut hasil pengamatan rata-rata daya analgetik dari Ibuprofen adalah 84,746%. Sedangkan pada hasil uji dengan metode Jansen & Jaqeneau menunjukan hasil yang tidak sesuai dengan literatur. Adanya perbedaan ini dapat disebabkan oleh stimulus panas yang tidak konstan, ketidaktelian praktikan dalam pengamatan jumlah loncatan, atau penginjeksian bahan obat yang kurang tepat. Berdasarkan data kelas yang dibuat dengan taraf kepercayaan 95% dengan satu perbedaan (ANOVA), didapatkan data signifikasi untuk metode Jansen & Jaqeneau adalah sebesar 0,591, sedangkan nilai signifikasi untuk anova taraf kepercayaan adalah 0,05, sehingga nilai tersebut menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara jumlah loncat yang terjadi terhadap pemberian beberapa macam obat-obatan analgetik tersebut atau dengan kata lain hipotesis awal diterima. Sedangkan untuk metode Witkin et
al didapatkan data signifikasi pada jumlah geliat akibat respon dari masingmasing obat adalah 0,034. Hal ini berarti H 1 diterima atau terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah geliat yang terjadi terhadap pemberian beberapa macam obat-obatan analgetika tersebut. Dan untuk data daya analgetiknya, analisis data menunjukkan nilai sig pada daya analgetik dari masing-masing obat adalah 0,007. Hal ini berarti H 1 diterima atau terdapat perbedaan yang signifikan antara daya analgetik dari beberapa macam obat-obatan analgetika tersebut.
V.
KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah sebagai berikut : 1. Obat analgetik adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri. 2. Pada metode Jansen & Jaqeneau hewan uji akan memberikan respon seperti menjilat kaki depannya atau hewan meloncat-loncat atau grooming, yang diamati adalah onset dan durasinya. Sedangkan pada metode Witkin et al yang diamati adalah jumlah geliat untuk mendapatkan data daya analgetik.
3. Pada metode Jansen & Jaqeneau, obat yang memberikan efek analgetik terbesar adalah Antalgin dan yang terlemah adalah Ibuprofen. Sedangkan pada metode Witkins et al , obat yang memberikan efek analgetik terbesar adalah Ibuprofen dan yang terlemah adalah Antalgin. 4. Berdasarkan literatur efek analgetik yang paling kuat adalah Ibuprofen, Asam mefenamat, Na-diklofenak, Parasetamol dan Antalgin. 5. Hasil percobaan menunjukkan daya analgetik dari yang paling kuat adalah Ibuprofen, Asam Mefenamat, Parasetamol, Antalgin, dan Nadiklofenak. 6. Data signifikasi untuk metode Jansen & Jaqeneau adalah sebesar 0,591, nilai tersebut menunjukkan bahwa hipotesis awal diterima. Data signifikasi untuk metode Witkin et al didapatkan jumlah geliat sebesar 0,034, sedangkan pada persen daya analgetik diperoleh sebesar 0,007. Kedua nilai tersebut kurang dari 0,05 yang artinya menunjukkan hipotesis awal ditolak. Ini berarti bahwa diterima atau terdapat perbedaan yang signifikan antara daya analgetik dari beberapa macam obat-obatan analgetika tersebut.