PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SULTAN IMANUDDIN PANGKALAN BUN Nomor : RS/U.13.03.1059.I.3 TENTANG PENETAPAN JASA PELAYANAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SULTAN IMANUDDIN PANGKALAN BUN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SULTAN IMANUDDIN PANGKALAN BUN, Menimbang
Mengingat
: a.
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 86 Ayat (1) dan (3) Peraturan Bupati Kotawaringin Barat Nomor 14 Tahun 2013 tentang Pola Tata Kelola Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah Sultan Imanuddin Pangkalan Bun, perlu disusun Penetapan Jasa Pelayanan bagi direktur dan karyawan Rumah Sakit Umum Daerah Sultan Imanuddin Pangkalan Bun,
b.
bahwa sehubungan dengan maksud sebagaimana huruf a, perlu ditetapkan dengan Peraturan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Sultan Imanuddin Pangkalan Bun.
: 1.
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 3 tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1953 Nomor 9) sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1820);
2.
Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286);
3.
Undang Undang Nomor No mor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4355);
4.
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4431); 5. Undang-undang Nomor 32 tahun tahu n 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-undang (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 6. Undang-Undang Nomor 36 tahun tahu n 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 7. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4578 ); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5165); 10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011; 11. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 582/Menkes/ 582/Menkes/ SKN/I/1997 tentang Pola Tarif Rumah Sakit Pemerintah; 12. Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 20 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Daerah Sultan Imanuddin Pangkalan Bun (Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2008 Nomor 20, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 5); 13. Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 15 Tahun 2012 tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Sultan Imanuddin Pangkalan bun (Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2012 Nomor 16, Tambahan 2
Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 20); 14. Peraturan Bupati B upati Nomor 14 Tahun 2013 tentang tent ang Pola Tata Kelola Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah Sultan Imanuddin Pangkalan Bun (Berita Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2013 Nomor 14); 15. Keputusan Bupati Kotawaringin Kotawaringin Barat Nomor RS/U.12.12.1910.I1 tentang Penetapan Penerapan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah pada Rumah Sakit Umum Daerah Sultan Imanuddin Pangkalan Bun. MEMUTUSKAN : Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR TENTANG PENETAPAN JASA PELAYANAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SULTAN IMANUDDIN PANGKALAN BUN. Pasal 1 KETENTUAN UMUM
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan : (1) Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat; (2) Bupati adalah Bupati Kotawaringin Barat; (3) Rumah Sakit Umum Daerah Sultan Imanuddin Pangkalan Bun yang selanjutnya disingkat RSSI adalah Rumah Sakit Umum Daerah milik Pemerintah Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat; (4) Direktur adalah Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Sultan Imanuddin Pangkalan Bun; (5) Staf Direktur adalah Kepala Bagian/Bidang/Subbagian dan Seksi pada Rumah Sakit Umum Daerah Sultan Imanuddin Pangkalan Bun; (6) Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD atau dokumen lain yang disamakan yang selanjutnya disingkat DPA-SKPD adalah dokumen yang memuat pendapatan, belanja dan pembiayaan yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh pengguna anggaran; (7) Karyawan adalah seluruh karyawan yang bekerja di RSSI, baik Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun Non PNS; (8) Dokter/Dokter gigi adalah dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis yang merawat dan atau melakukan tindakan medik di RSSI; (9) Jasa pelayanan adalah tambahan pendapatan bagi direktur dan seluruh karyawan RSSI yang diberikan atas dasar prestasi kerja, risiko kerja dan beban kerja, yang dananya bersumber dari komponen tarif/jasa pelayanan yang termasuk dalam komponen tarif RSSI dan atau yang diatur secara khusus oleh peraturan dan perundang-undangan yang berlaku; (10) Jasa pelayanan langsung adalah jasa pelayanan yang langsung diberikan kepada pemberi pelayanan di RSSI;
3
(11) Jasa pelayanan tidak langsung adalah jasa pelayanan yang diberikan kepada seluruh karyawan dengan menggunakan teknik untuk penentuan besaran skor yang dimiliki oleh masing-masing karyawan RSSI (sistem indeksing); (12) Pelayanan kolaboratif adalah pelayanan yang memerlukan kerjasama lebih dari satu jenis profesi atau jenis tenaga yang berbeda; (13) Pelayanan non kolaboratif adalah pelayanan yang tidak memerlukan kerjasama lebih dari satu jenis profesi atau jenis tenaga yang berbeda; (14) Tim Pengendali Pengendali Rumah Sakit RSSI yang selanjutnya selanjutnya disingkat TPRS adalah tim yang dibentuk dengan surat keputusan direktur yang bertugas untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan peserta PT. Askes (Persero), Jamkesmas, Jamkesda dan Asuransi Lain yang sejenis di RSSI serta perhitungan perhitungan jasa layanan; (15) Tenaga Outsourcing adalah adalah tenaga kerja dari perusahaan yang melakukan perjanjian pemborongan pekerjaan dengan RSSI yang dibuat secara tertulis; (16) By group adalah pemberian jasa pelayanan langsung kepada kelompok dokter/perawat/paramedis/tenaga teknis lainnya; (17) By name adalah pemberian jasa pelayanan langsung kepada perorangan dokter/perawat/paramedis/tenaga teknis lainnya; Pasal 2 AZAS Azas sistem pembagian jasa pelayanan RSSI adalah: (1) Proporsionalitas, diukur dengan besarnya beban kerja, tanggung jawab, risiko pekerjaan dan kompetensi. (2) Kesetaraan, yang memperhatikan rumah sakit umum daerah yang sejenis. (3) Kepatutan, yang melihat kemampuan RSSI dalam memberikan jasa pelayanan kepada karyawan. Pasal 3 RUANG LINGKUP PEMBAGIAN JASA PELAYANAN (1)
(2)
Pembagian jasa pelayanan diberlakukan bagi direktur, staf direktur dan seluruh karyawan RSSI, baik PNS maupun Non PNS, kecuali tenaga outsourcing . Imbalan atas jasa pelayanan diberikan berdasarkan jasa langsung dan tidak langsung. Pasal 4 HAK DAN KEWAJIBAN
(1)
Direktur, staf direktur dan seluruh karyawan RSSI berhak mendapatkan jasa pelayanan dengan mempertimbangkan mempertimbangkan azas proporsionalitas, proporsionalitas, kesetaraan dan kepatutan. (2) Direktur RSSI berkewajiban menyediakan alokasi dana untuk jasa pelayanan melalui Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD) atau dokumen lain yang sejenis. 4
(3)
Seluruh tenaga fungsional, baik tenaga medis, paramedis, penunjang medis maupun tenaga fungsional lainnya berkewajiban memberikan pelayanan yang optimal sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan standar-standar lain yang yang berlaku di RSSI. Pasal 5 SUMBER PEMBIAYAAN
(1)
Seluruh pembiayaan sebagaimana dimaksud pasal 4 ayat (1) bersumber dari jasa pelayanan yang merupakan pendapatan operasional RSSI (komponen tarif) dan atau yang diatur secara khusus oleh peraturan dan perundang-undangan yang berlaku serta telah dialokasikan pada DPASKPD atau dokumen lain yang sejenis. (2) Pusat pendapatan operasional atau revenue center sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) adalah instalasi/divisi penghasil yang meliputi: a. Instalasi Gawat Darurat; b. Instalasi Bedah Sentral; c. Instalasi Rawat Jalan; d. Instalasi Rawat Inap; e. Instalasi Farmasi; f. Instalasi Radiologi; g. Instalasi Laboratorium; h. Instalasi Pemulasaraan Jenazah; i. Instalasi Rehabilitasi Medik; j. Instalasi Gizi; k. Instalasi Pemeliharaan Pemeliharaan Sarana Prasarana Rumah Sakit; l. Divisi Transportasi; m. Divisi Laundri; n. dan lain-lain yang sah. Pasal 6 JENIS JASA PELAYANAN (1) Jasa Pelayanan merupakan pendapatan pendapatan tambahan atas beban kerja yang bersumber dari DPA-SKPD. (2) Jasa pelayanan sebagaimana yang dimaksud ayat (1) berasal dari jasa pelayanan yang merupakan komponen tarif RSSI. (3) Jasa pelayanan pelayanan terdiri dari dari jasa pelayanan pelayanan langsung langsung dan tidak tidak langsung. langsung. (4) Jasa pelayanan langsung diberikan secara langsung pada pemberi pelayanan. (5) Jasa pelayanan pelayanan tidak langsung langsung diberikan diberikan ke seluruh seluruh karyawan RSSI. Pasal 7 PEMBAGIAN JASA PELAYANAN (1) Setiap penghasil jasa pelayanan berhak mendapatkan jasa pelayanan langsung dan tidak langsung dengan ketentuan sebagai berikut: a. Setiap jenis pelayanan yang berhubungan langsung dengan pasien dan bersifat kolaboratif, proporsi jasa pelayanan langsung 72,5%, jasa pelayanan tidak langsung (pos remunerasi) 22,5% dan jasa pelayanan direktur 5%. 5
(2)
(3)
(4)
(5)
b. Setiap jenis pelayanan yang berhubungan langsung dengan pasien dan bersifat non kolaboratif, proporsi jasa pelayanan langsung 57,5%, jasa pelayanan tidak langsung (pos remunerasi) 37,5% dan jasa pelayanan direktur 5%. c. Setiap jenis pelayanan yang tidak berhubungan langsung dengan pasien, proporsi jasa pelayanan langsung 42,5%, jasa pelayanan tidak langsung (pos remunerasi) 52,5% dan jasa pelayanan direktur 5%. d. Proporsi jasa pelayanan langsung farmasi ditetapkan dengan ketentuan dokter (by ( by name/by group ) 25%, kelompok farmasi (by (by group ) 40% (40% apoteker, 60% asisten apoteker dan tenaga lain), jasa pelayanan tidak langsung (pos remunerasi) 30% dan direktur 5%. e. Jasa pelayanan tidak langsung (pos remunerasi) sebagaimana sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a, b, c dan d sebesar 75% berbentuk jasa yang akan dibagikan langsung dan 25% untuk staf direktur; Jasa pelayanan dokter merupakan pendapatan individu/group, individu/group, yang dihasilkan berdasarkan jasa pelayanan medik dan diberikan berdasarkan individu/group individu/group (by name/by group ). ). Jasa pelayanan paramedis keperawatan keperawatan dan non keperawatan keperawatan merupakan pendapatan kelompok yang dihasilkan berdasarkan jasa pelayanan ruangan, instalasi, unit dan divisi yang diberikan berdasarkan kelompok (by group ). ). Jasa pelayanan kefarmasian merupakan pendapatan kelompok farmasi yang dihasilkan berdasarkan jasa pelayanan kefarmasian dan diberikan berdasarkan kelompok/perorangan kelompok/perorangan (by group/by name ). ). Jasa pelayanan pelaksana teknis merupakan pendapatan kelompok yang dihasilkan berdasarkan jasa pelayanan tenaga pelaksana teknis non dokter dan non paramedis yang diberikan berdasarkan kelompok/individu (by group/by name ). ). Pasal 8 PEMBAGIAN JASA PELAYANAN LANGSUNG
(1) Proporsi pembagian jasa pelayanan langsung pemeriksaan rawat jalan dan rawat darurat ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Klinik KIA, Psikologi dan Gizi: dokter (by ( by name ) 25%, bidan (by (by group ) 75%; ahli gizi (by ( by group ) 100%; psikolog (by (by name ) 100%. b. Klinik Umum dan Gigi : dokter (by ( by name ) 75% dan kelompok paramedis (by (by group ) 25%. c. Klinik Spesialis: dokter (by ( by name ) 80% dan kelompok paramedis (by (by group ) 20%. d. UGD : dokter (by (by name ) 70% dan kelompok paramedis 30%. e. Klinik General Check Up : dokter (by (by name ) 70,6%, kelompok paramedis 23,4% dan kelompok administrasi 6%. f. Klinik eksekutif: dokter (by ( by name ) 87% dan kelompok paramedis (by ( by group ) 13%. (2) Proporsi pembagian jasa pelayanan langsung rawat inap dan rawat khusus ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Dokter spesialis : visite dokter spesialis (by (by name ) 70%, kelompok paramedis (by (by group ) 30%; b. Dokter umum : visite dokter umum (by (by name ) 61,54%, kelompok paramedis (by (by group ) 38,46%. 6
(3) Proporsi pembagian jasa pelayanan langsung konsultasi medis ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Konsultasi oleh dokter spesialis : dokter (by ( by name ) 86%, kelompok paramedis (by (by group ) 14%; b. Konsultasi oleh dokter gigi : dokter (by ( by name ) 78,46%, kelompok paramedis (by (by group ) 21,54%. (4) Proporsi pembagian jasa pelayanan langsung tindakan medik operatif ditetapkan dengan ketentuan : dokter operator (by ( by name ) 70%, asisten operator (by (by group ) 30%; (5) Proporsi jasa pelayanan langsung tindakan medis non operatif ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Tindakan medis non operatif yang dilakukan secara langsung oleh dokter: dokter (by (by name ) 75% dan kelompok paramedis (by (by group ) 25%; b. Tindakan medik yang didelegasik didelegasikan an ke perawat : dokter dokter (by (by group ) 25% dan kelompok paramedis (by (by group ) 75%. (6) Setiap tindakan dan atau prosedur pemeriksaan yang memerlukan kehadiran dokter spesialis anestesi dan atau penata anestesi maka jasa pelayanan ditambah jasa anestesi yang merupakan tambahan dengan persentase tertentu dari jasa pelayanan sesuai ASA pasien dengan pembagian jasa langsung ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut: a. General Anestesi : dokter (by (by name ) 70% dan kelompok paramedis (by ( by group ) 30%; b. Tindakan general anestesi anestesi yang didelegasik didelegasikan an ke paramedis: paramedis: dokter (by ( by name /group) /group) 30% dan paramedis (by (by group ) 70%. (7) Setiap tindakan dan atau pemeriksaan yang memerlukan kehadiran dokter anak maka jasa pelayanan ditambah jasa dokter anak yang besarnya 1/3 (satu per tiga) jasa pelayanan anestesi sesuai ASA dengan pembagian jasa langsung ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut : a. Dokter spesialis anak (by (by name ) 75% dan kelompok paramedis (by ( by group ) 25%. b. Dalam hal yang hadir adalah dokter umum maka pembagiannya diatur sbb : dokter spesialis anak sebagai penanggung jawab ( by name ) 25%, dokter pelaksana (by (by name ) 50%, paramedis (by ( by group ) 25%. c. Tindakan yang didelegasikan didelegasikan ke paramedis: dokter spesialis spesialis anak sebagai penanggung jawab (by ( by name ) 25% dan paramedis (by ( by group ) 75%. (8) Proporsi jasa pelayanan langsung pemeriksaan laboratorium ditetapkan dengan ketentuan : dokter (by ( by name ) 40% dan kelompok paramedis (by (by group ) 60%. (9) Proporsi jasa pelayanan langsung pemeriksaan radiodiagnostik ditetapkan : radiodiagnostik: dokter (by (by name ) 60% dan kelompok paramedis (by (by group ) 40%. (10) Proporsi pembagian jasa pelayanan langsung pemeriksaan diagnostik elektromedik dan diagnostik khusus ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Pemeriksaan diagnostik elektromedik yang dilakukan oleh dokter secara langsung: dokter (by ( by name ) 75%, kelompok paramedis (by ( by group ) 25%. b. Pemeriksaan diagnostik elektromedik yang didelegasikan ke paramedis: dokter (by (by group ) 25% dan kelompok paramedis 75%. 7
(11) Proporsi pembagian jasa pelayanan Iangsung tindakan medis terapi ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Tindakan medis terapi yang dilakukan secara langsung oleh dokter: dokter (by (by name ) 75%, kelompok paramedis (by (by group 25%). 25%). b. Tindakan medis terapi yang didelegasikan didelegasikan ke paramedis bilamana bilamana dokter penanggungjawabnya dokter umum/dokter spesialis yang sedang tidak bekerja : dokter (by ( by name ) 25%, kelompok paramedis dan tenaga lain (by (by group 75%). 75%). c. Tindakan medis terapi yang didelegasikan didelegasikan ke paramedis bilamana dokter penanggungjawabnya dokter spesialis : dokter ( by name ) 40%, kelompok paramedis (by (by group 60%). 60%). d. Tarif tindakan medis terapi yang berlaku bilamana dokter penanggungjawabnya memiliki kompetensi dokter umum disetarakan dengan klinik umum. e. Tarif tindakan medis terapi yang berlaku bilamana dokter penanggungjawabnya memiliki kompetensi dokter spesialis disetarakan dengan klinik spesialis. (12) Proporsi jasa pelayanan langsung pelayanan persalinan diatur dengan ketentuan sebagai berikut : a. Persalinan normal oleh bidan ditetapkan 80% (by ( by group ) dan 20% diserahkan pada dokter (by (by name ) sebagai penanggung jawab. b. Persalinan normal oleh dokter umum: dokter (by ( by name ) 66%, bidan 34% (by (by group ). ). c. Persalinan normal oleh dokter spesialis: dokter ( by name ) 75%, kelompok bidan (by (by group ) 25%. d. Persalinan dengan tindakan pervaginam : dokter (by (by name ) 70%, kelompok bidan 30%. e. Dalam hal diperlukan tindakan anestesi maka jasa pelayanan ditambah jasa anestesi 1/3 (satu per tiga) dari jasa pelayanan yang pembagian jasa langsungnya diatur dengan ketentuan sebagai berikut: Dokter (by (by name ) 70% dan kelompok paramedis (by (by name ) 30%. Tindakan Tindakan anestesi yang didelegasikan didelegasikan ke paramedis: dokter ( by name ) 30% dan kelompok paramedis 70% dan atau sesuai kesepakatan antara dokter dengan kelompok paramedis. f. Dalam hal diperlukan pendampingan oleh dokter anak, maka jasa pelayanan ditambah jasa dokter anak 1/4 (satu per empat) dari jasa pelayanan yang pembagian jasa langsungnya ditetapkan dengan ketentuan: dokter (by (by name ) 75% dan kelompok paramedis (by (by group ) 25%. (13) Proporsi pembagian jasa pelayanan langsung konsultasi khusus dan tindakan khusus di ruang perawatan ditetapkan sebagai berikut: a. Konsultasi oleh dokter spesialis : dokter (by ( by name ) 86% dan kelompok perawatan (perawat dan tenaga lainnya) 14%; b. Konsultasi oleh ahli gizi (by ( by group ), ), psikolog (by (by name ), ), petugas bimbingan rohani ((by by name ) 100%. (14) Proporsi pembagian jasa pelayanan langsung pemberian surat keterangan ditetapkan dengan ketentuan: dokter penandatangan (by ( by name ) 65% dan pelaksana administrasi/rekam medis (by ( by group ) 35%.
8
(15) a. Proporsi pembagian jasa pelayanan langsung visum et repertum pasien hidup ditetapkan dengan ketentuan: dokter (by ( by name ) 70%, kelompok paramedis (by (by group ) 20%, kelompok rekam medis (by (by group ) 10%. b. Proporsi pembagian jasa pelayanan langsung visum et repertum mayat ditetapkan dengan ketentuan: dokter (by ( by name ) 70%, pemulasaraan jenazah (by (by group ) 20%, kelompok rekam medis (by (by group ) 10%. (16) Proporsi pembagian jasa pelayanan langsung pelayanan jenazah ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Bedah mayat: dokter (by (by name ) 70%, kelompok paramedis (by (by group ) 20% dan kelompok rekam medis (by (by group ) 10%. b. Selain bedah mayat, pelaksana (by ( by group ) 100%. (17) Proporsi pembagian jasa pelayanan langsung transportasi jenazah ditetapkan dengan ketentuan 100% untuk pelaksana ( by name ). ). (18) Proporsi pembagian jasa pelayanan langsung transportasi medik ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Ambulans tanpa pendamping 100% untuk sopir (group). b. Ambulans paramedis : Dalam kota: paramedis (by (by group ) 50%, sopir (by ( by group ) 50%. Luar kota: a. Dalam hal paramedis telah mendapat uang saku dari pasien/keluarga pasien/SPPD: sopir (by ( by group ) 100%. b. Dalam hal paramedis pa ramedis tidak mendapat uang saku sa ku dari pasien/keluarga pasien/SPPD: paramedis (by ( by name ) 50%, sopir (by (by group ) 50%. c. Ambulans medis umum : Dalam kota: dokter (by (by name ) 48%, paramedis (by (by group ) 26%, sopir (by (by group ) 26%. Luar kota: dokter (by (by name ) 40%, paramedis (by ( by group ) 30%, sopir (by group ) 30%. d. Ambulans medis spesialis : Dalam kota: dokter (by (by name ) 58%, paramedis 21% (by ( by group ), ), sopir (by (by group ) 21%. Luar kota : dokter (by (by name ) 50%, paramedis 25% (by (by group ), ), sopir (by (by group ) 25%. (19) Proporsi pembagian jasa pelayanan langsung darah dan gas medis ditetapkan dengan ketentuan 100% untuk pelaksana. Tata cara pembagian jasa pelayanan langsung darah dan gas medis akan diatur lebih lanjut dengan keputusan direktur. (20) Proporsi pembagian jasa pelayanan langsung laundri ditetapkan dengan ketentuan 100% untuk pelaksana. (21) Proporsi pembagian jasa pelayanan langsung yang terkait dengan Instalasi Pemeliharaan Sarana dan Prasarana RS ditetapkan dengan ketentuan 100% untuk pelaksana. (22) a. Proporsi pembagian jasa pelayanan langsung pada penyelenggaraan Diklat jika melibatkan profesi/unit tertentu ditetapkan dengan ketentuan : 65% profesi/unit (by (by group ), ), 35% Diklat. b. Proporsi pembagian jasa pelayanan langsung pada penyelenggaraan Diklat yang tidak melibatkan profesi tertentu ditetapkan 100% untuk pelaksana.
9
Pasal 9 PEMBAGIAN JASA PELAYANAN TIDAK LANGSUNG Pembagian Jasa Pelayanan Tidak Langsung sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) ditetapkan dengan ketentuan sbb : a. 75% untuk pos remunerasi remunerasi seluruh staf karyawan karyawan dan staf medis, staf staf paramedis RSSI kecuali direktur dan staf direktur. b. 25% untuk staf direktur dengan ketentuan : Kepala Bagian/Bidang 45% dan Kasubbag/Kasi 55%. Pasal 10 JASA PELAYANAN DIREKTUR Pembagian jasa pelayanan direktur sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) diatur dengan ketentuan sebagai berikut: a. Jasa pelayanan direktur dipotong 50% yang untuk selanjutnya selanjutnya ditambahkan pada pos remunerasi. b. Pemotongan sebagaimana dimaksud pada huruf a berakhir dengan sendirinya jika dalam perkembangan RSSI terdapat jabatan wakil direktur, dengan ketentuan jasa pelayanan direktur dua kali jasa pelayanan wakil direktur. Pasal 11 PEMBAYARAN (1) Pejabat yang berwenang membayarkan jasa pelayanan adalah pejabat yang membidangi membidangi keuangan. keuangan. (2) Pembayaran jasa pelayanan, baik jasa pelayanan langsung maupun jasa pelayanan tidak langsung sedapat mungkin diberikan setiap bulan sesuai dengan ketersediaan anggaran. Pasal 12 INDEKSING (1) Indeksing merupakan teknik untuk menentukan besaran skor yang dimiliki oleh masing-masing individu seluruh karyawan RSSI dan besaran total skor. (2) Indeksing sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan berdasarkan nilai Variabel Basic Index , Indeks Golongan, Indeks Lama Kerja di Rumah Sakit, Compensation Index , Capacity Index , Risk Index , Emergency Index , Performance Index dan dan Position Index, kemudian Index, kemudian masingmasing variabel diberi bobot. (3) Nilai masing-masing indeks sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) adalah sebagai berikut : a. Basic Index atau indeks dasar merupakan penghargaan, yang standarnya diadopsi dari gaji pokok karyawan yang bersangkutan, dengan ketentuan setiap Rp100.000 gaji pokok sama dengan 1 (satu) nilai indeks. Bagi karyawan Non PNS, nilai gaji pokoknya disetarakan dengan gaji pokok terendah PNS yang setara, sesuai dengan pendidikan yang diakui. 10
b. Indeks Golongan adalah indeks yang diberikan berdasarkan golongan ruang Pegawai Negeri Sipil (PNS). Khusus pegawai kontrak nilai golongan disesuaikan dengan golongan pengangkatan pertama PNS sesuai pendidikan. c. Indeks Lama Kerja di Rumah Sakit merupakan nilai untuk memberikan penghargaan terhadap lama kerja karyawan di RSSI yang dihitung berdasarkan terhitung mulai tanggal (TMT) aktif kerja. Formula Indeks Lama Kerja di RS sbb : Tgl. Sekarang Sekarang - TMT Aktif Kerja Nilai Indeks = ------------------------------------------------------------------------------------------------------ x 0,1 365 d.
Compensation Index atau atau Indeks Kompensasi merupakan nilai untuk memberikan penghargaan pada karyawan yang sangat jarang/tidak pernah melakukan tindakan medis atau pasiennya kurang/tidak merawat pasien. Nilai Kompensasi dibagi dalam 3 grade, yaitu: Compensation Grade I dengan nilai indeks 1 adalah kurang pasiennya (ICU). Compensation Grade II dengan nilai indeks 2 adalah jarang melakukan tindakan medis/merawat pasien. Termasuk dalam kelompok ini adalah perawat yang bertugas di Ruang Perawatan VIP, Ruang Perawatan Anak, Ruang Perawatan Penyakit Dalam, Klinik P.Dalam, Klinik Saraf, Klinik Anak, Klinik Kes. Jiwa, Klinik Umum dan klinik lain yang sejenis. Compensation Grade III dengan dengan nilai indeks 3 adalah tidak pernah melakukan tindakan medis/merawat pasien (administrasi, pos, pelaksana dapur, pelaksana laundri, sopir, IPSRS, Farmasi).
e.
Capacity Index atau indeks kapasitas merupakan nilai untuk memberikan penghargaan berdasarkan kapasitas pendidikan dan atau keterampilan, dengan ketentuan sebagai berikut: SD = 0,25 SLTP = 0,50 SLTA = 0,75 D1/SPK/SPRG = 1,00 D2/D3 = 1,25 D4/S1 = 1,50 Dokter Umum/Dokter Umum/Dokter Gigi/Apoteker/Ners Gigi/Apoteker/Ners = 1,75 Dokter Spesialis S2 = 2,00 (Catatan: Tingkat pendidikan atau keterampilan yang tidak sesuai dengan posisi kerja karyawan tidak diakui. Pelatihan <3 minggu bersertifikat ditambah nilai 0,1; bila >3 minggu ditambah 0,2. Sertifikat diakui sesuai dengan masa berlakunya sertifikat tersebut dan memiliki hubungan dengan pekerjaan pokoknya).
f.
Risk Index merupakan nilai untuk memberikan penghargaan berdasarkan risiko kerja seperti terkena infeksi nosokomial dan risiko lainnya yang diterima karyawan akibat pekerjaannya. Nilai risiko terbagi menjadi 3 grade yaitu: yaitu:
11
Risiko grade I dengan nilai indeks 1 adalah kemungkinan terjadi risiko kerja kecil sekali/ringan. Yang tergolong grade ini adalah karyawan yang bekerja di bagian administrasi dan manajemen. Risiko grade II dengan nilai indeks 2 adalah kemungkinan terjadi risiko kerja cukup besar. Yang tergolong grade ini adalah karyawan yang bekerja di Instalasi Pemeliharaan Sarana Prasarana, Instalasi Gizi, , Instalasi I nstalasi Farmasi, Divisi Laundri. Risiko grade III dengan nilai indeks 3 adalah kemungkinan terjadi risiko kerja sangat besar. Yang tergolong grade ini adalah karyawan yang bekerja di seluruh Instalasi Pelayanan Medik, Instalasi Penunjang Medik dan Instalasi Pemulasaraan Jenazah. g.
Emergency Index merupakan nilai untuk memberikan penghargaan berdasarkan tingkat kedaruratan pelayanan yang harus dilaksanakan. Nilai kedaruratan terbagi menjadi 3 grade yaitu: yaitu: Kedaruratan grade I dengan nilai indeks 1 adalah kemungkinan terjadi kedaruratan kecil sekali/ringan. Yang tergolong grade ini adalah karyawan yang bekerja di administrasi dan manajemen, Instalasi Farmasi, Instalasi Rehabilitasi Medik, Instalasi Gizi, Instalasi Pemulasaran Jenazah dan Divisi Laundri. Kedaruratan grade Il dengan nilai indeks 2 adalah kemungkinan terjadi kedaruratan cukup besar. Yang tergolong grade ini adalah karyawan yang bekerja di Instalasi Pemeliharaan Sarana Prasarana; Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Rawat Inap, Instalasi Radiologi dan Instalasi Laboratorium. Kedaruratan grade III dengan nilai, indeks 3 adalah kemungkinan terjadi kedaruratan sangat besar. Yang tergolong grade ini adalah karyawan yang bekerja di Instalasi Gawat Darurat, Bedah Sentral, ICU, ICCU, NICU dan PICU.
h.
Performance Index merupakan merupakan nilai untuk memberikan penghargaan berdasarkan pencapaian kinerja dari karyawan. Kinerja dikaitkan dengan: o Prestasi kerja, berdasarkan sistem akuntabilitas kinerja (sistem manajemen kinerja/Performance kinerja/Performance Management System/PMS). Penilaian kinerja karyawan di revenue center berdasarkan indikator pencapaian target yang telah ditetapkan (tidak mencapai target nilai 0, mencapai target nilai 1, melebihi target nilai 1 ditambah 0,1 setiap pencapaian lebih 1%. Penilaian kinerja karyawan di cost center berdasarkan indikator pencapaian standar dan atau target yang telah tercantum ditentukan jika pengeluaran lebih dari standar atau target nilai 0,2, sama dengan standar atau target nilai 1, pengeluaran kurang dari standar atau target diberi tambahan nilai 0,1 untuk setiap 1%. o Disiplin kerja, berdasarkan persentase tingkat kehadiran (absensi) karyawan. Hadir 100% nilai 1.
12
Setiap ketidakhadiran tanpa alasan yang jelas perhari dikurangi 0,1. Setiap keterlambatan atau pulang sebelum waktunya tanpa izin dikurangi 0,05 perkali. Performance index merupakan perkalian antara nilai indeks kinerja (dua kali basic index ) kali nilai prestasi kerja dan kali nilai tingkat kehadiran.
o
i.
Position Index merupakan nilai untuk memberikan penghargaan berdasarkan beban jabatan dan tambahan tanggung jawab yang disandang karyawan yang bersangkutan. Nilai beban jabatan adalah sebagai berikut :
Tabel 1: Indeks Kelompok Jabatan. Indeks
Posisi
Kepanitiaan Tidak Tetap
Jabatan
Tetap
1. Anggota
1
Posisi I
Panitia 2. Sekretariat 1. Anggota
2
Posisi II
1. Ketua Seksi 2. Koordinator
Panitia 2. Sekretariat 3. Anggota Pokja
1. Urusan 2. Anggota Seksi 3. Pembantu Kasir 1. Seksi di Ruangan 2. Penanggung jawab
3
Posisi III
1. Sekretaris 2. Bendahara 3. Wakil Ketua
1. Ketua Seksi 2. Ketua Pokja 3. Koordinator
3. 4. 5. 6. 7. 8.
13
jaga Wakil Kepala Divisi Anggota Komite Pemegang Barang Kasir Anggota Pemeriksa Barang Anggota Pokja Case-Mix
Indeks
Posisi
Kepanitiaan Tidak Tetap
Tetap
Jabatan 1. Wakil Kepala
4
Posisi IV
5
Posisi V
6
Posisi VI
Ketua Panitia
1. Sekretaris 2. Bendahara 3. Wakil Ketua
Ketua Panitia
Ruangan 2. Kepala Divisi 3. Anggota SMF 4. Ketua Pokja Komite 5. Subkomite 6. Anggota SPI 7. Koordinator Kasir 8. Pemeriksa Barang 9. Ketua Pokja CaseMix 10. PPTK 11. Pejabat Pengadaan Barang 12. Anggota TPRS 13. Anggota Tim Jamkesmas 14. Anggota Tim Jamkesda 1. Kepala Ruangan 2. Ketua SMF 3. Sekretaris Komite 4. Wakil Ketua Komite 5. Bendahara Komite 6. Wakil Ketua SPI 7. Pembantu Bendahara 8. PPK 9. Ketua Case-Mix 10. Ketua TPRS 1. Ketua Komite 2. Kepala Instalasi 3. Ketua SPI 4. Perawat Supervisor 5. Bendahara Penerima 6. Bendahara Pengeluaran 7. Kuasa Pengguna Anggaran
Catatan: Personil panitia yang mendapat nilai jabatan adalah panitia yang terlibat secara aktif baik fisik f isik maupun kontribusi pemikiran. Staf tidak mendapat nilai kecuali ditunjuk untuk suatu kepanitiaan.
14
(4) Bobot atau Rating masing-masing variabel sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) merupakan nilai yang diberikan berdasarkan derajat keterkaitan dengan kinerja karyawan. Bobot masing-masing variabel adalah sebagai berikut : 1. Basic Index = Rate 1 2. Indeks Golongan = Rate 1 3. Indeks Lama Kerja di RS = Rate 1 4. Compensation Index = Rate 3 5. Capacity Index = Rate 3 6. Risk Index = Rate 3 7. Emergency Index = Rate 3 8. Performance Index = Rate 4 9. Position Index = Rate 3 (5) Penjumlahan dari perkalian antara nilai masing-masing variabel dengan bobot merupakan skor individu. Skor individu dihitung oleh atasan langsung yang bersangkutan dan ditetapkan oleh Kepala Subbagian Umum, Kepegawaian dan Perlengkapan RSSI. (6) Penjumlahan dari seluruh skor individu merupakan total skor RSSI. (7) Besaran jasa pelayanan masing-masing karyawan adalah :
Skor Karyawan Jasa Pelayanan = ------------------------------------------------------- x Total Dana Pos Remunerasi Total Skor RSSI
Tabel 2 : Format Indeksing No 1.
2.
Obyek
Nilai
Basic Index - Setiap gaji pokok PNS Rp 100.000 bernilai1 index - Gaji pokok karyawan Non PNS disetarakan dengan gaji pokok PNS Indeks Golongan : a. IVa, b, c, d b. IIIa, b, c, d c. IIa, b, c, d d. Ia, b, c, d e. Non PNS, kenaikan setiap 4 th TMT kerja di RSSI.
3.
Indeks Lama Kerja di RS
4.
Compensation Index a. Grade I b. Grade II c. Grade III
Gaji Pokok 100.000
0,42; 0,32; 0,22; 0,12;
15
Bobot Skor
0,44; 0,34; 0,24; 0,14;
0,46; 0,36; 0,26; 0,16;
1
0,48 0,38 0,28 0,18
1
Sesuai Lama Kerja di RSSI
1
1 2 3
3
No 5.
6.
7.
Obyek
Nilai
Kualifikasi/Capacity Index a. SD b. SLTP c. SLTA d. D1/SPK/SPRG d. D2/D3 e. D4/S1 f. Dokter Umum/ DokterGigi/Apoteker/Ners g. Dokter Spesialis/S2 Spesialis/S2
0,25 0,50 0,75 1,00 1,25 1,50 1,75
Bobot Skor
3
2,00
Risk Index a. Grade I b. Grade II c. Grade III
1 2 3
3
Emergency Index a. Grade I b. Grade II c. Grade III
1 2 3
3
2 x Basic Index x prestasi kerja kerja x absensi
4
8.
Performance Index
9.
Position Index a. Posisi I b. Posisi II c. Posisi III d. Posisi IV e. Posisi V f. Posisi VI g. Posisi VII
1 2 3 4 5 6 7
3
Pasal 13 SANKSI (1) Setiap karyawan yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang jelas, maka jasa pelayanan tidak langsungnya langsungnya dipotong 100% sejumlah hari ketidakhadirannya. Bila ketidakhadirannya lebih dari 10 hari kerja dalam setiap bulan, maka jasa pelayanan tak langsungnya dinyatakan hangus dan pemotongan jasa pelayanannya akan diserahkan pada pos kesejahteraan. (2) Setiap karyawan yang cuti selama 1 (satu) bulan penuh atau cuti besar, maka secara otomatis tidak mendapatkan jasa pelayanan tidak langsung. (3) Setiap karyawan yang cuti tahunan maka jasa pelayanan tidak langsungnya dipotong 50% dari sejumlah hari cuti yang bersangkutan. (4) Setiap karyawan yang tidak masuk kerja karena izin dan memberi tahu kepada atasannya maka jasa pelayanan tidak langsungnya dipotong 75%
16
dari sejumlah hari ketidakhadirannya, jika lebih dari 4 hari dalam satu bulan maka jasa pelayanan dianggap hilang. (5) Izin karena sakit harus menyerahkan Surat Keterangan Dokter yang disampaikan ke Divisi Kepegawaian.
Jumlah Izin atau Cuti Jumlah Pengurangan = --------------------------------------------------------------- x 0,5 Jumlah hari dlm 1 bln
(5) Setiap karyawan yang tidak melaksanakan tugas karena sakit, maka jasa pelayanan tidak langsungnya tetap diberikan secara penuh. (6) Setiap karyawan yang melaksanakan tugas dinas luar, maka jasa pelayanan tidak langsungnya tetap diberikan secara penuh. (7) Jika karena sesuatu hal seorang karyawan digantikan dinasnya oleh karyawan yang setara, maka jasa pelayanan langsungnya diberikan pada karyawan pengganti. Pasal 14 LAIN-LAIN (1) Perhitungan skor, baik skor individual maupun total skor RSSI dapat berubah setiap bulan sesuai dengan dinamika kekaryawanan dan akan ditetapkan oleh direktur atas usulan Kepala Bagian Tata Usaha RSSI. (2) Apabila karena sesuatu, hal ada pejabat fungsional yang merangkap dengan jabatan fungsional lainnya, maka nilai Position Index dimasukkan keduanya. (3) Apabila jabatan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) lebih dari dua jabatan, maka dimasukkan maksimal 2 (dua) jabatan dan dipilih yang nilainya tertinggi. Pangkalan Bun, 6 Maret 2013
17