TK - 5018 TUGAS PEMROSESAN POLIMER Semester II – 2012/2013 2012/2013
TEKNOLOGI PRODUKSI OLEFIN DARI GAS ALAM UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN OLEFIN NASIONAL
Disusun oleh: Irham M. Rizqan / 13009005 Leonardo Pratama / 13009042 Okky William Lukman / 13009084 Baskoro Chris Laban / 13009095 Martin Andreas / 13009106
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI TEKNOLOGI INDUSTRI I NDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2013
LATAR BELAKANG
Pertumbuhan pesat industri petrokimia di Indonesia saat ini salah satunya disebabkan oleh perkembangan industri plastik di Indonesia pada tahun 1990-1996. Selama periode tersebut hampir semua industri petrokimia yang ada saat ini mulai berdiri. Selama tahun 2000-2004, semua industri petrokimia mengalami integrasi untuk memulihkan diri sebagai akibat dari krisis ekonomi yang berkepanjangan. Pemerintah telah memberikan dorongan untuk mempercepat pemulihan tersebut. Usaha tersebut bisa dikatakan berhasil karena beberapa perusahan petrokimia seperti Chandra Asri, Polytama Propindo, dan Trypolita mampu melakukan ekspansi kapasitas. Salah satu industri hilir yang berkembang dari industri petrokimia adalah industri plastik. Industri plastik indonesia mengalami kenaikan sebesar 6% selama 5 tahun terakhir. Perkembangan ini disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan plastik terutama untuk area food packaging, industri botol, agrikultur, otomotif, dan konstruksi. Plastik merupakan salah satu jenis polimer, yaitu rantai panjang atom yang mengikat satu sama lain. Rantai ini membentuk banyak unit molekul berulang, atau monomer. Jenis plast ik yang mendominasi kebutuhan industri adalah jenis plastik polyethylene (PE) dan polypropylene (PP). Bahan baku utama dari kedua jenis plastik tersebut merupakan senyawa olefin, yaitu ethylene dan propylene.
Gambar 1. Peta Persebaran Industri Olefin di Indonesia ( Sumber: Kementrian Perindustrian) Hingga ini masalah yang dihadapi industri hulu PE dan PP di Indonesia masih seputar terbatasnya bahan baku dasar yaitu nafta. Nafta digunakan untuk memproduksi produk hulu petrokimia yakni ethylene dan propylene yang selanjutnya digunakan sebagai bahan baku utama dalam industri PE dan PP. Untuk memenuhi kebutuhan ethylene dan propylene, industri PE dan PP selama ini masih mengandalkan pada impor. Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa industri petrokimia Indonesia masih belum mampu memenuhi kebutuhan olefin domestik. 1
Tabel 1. Produksi dan Kebutuhan Produk-Produk Olefin Indonesia Tahun 2011
(Sumber: Kementrian Perindustrian)
Peningkatan harga ethylene dan propylene sebagai bahan baku menyebabkan kenaikan harga PE dan PP terus berlanjut. Peningkatan tersebut didorong oleh peningkatan harga minyak bumi yang menjadi bahan baku dasar dari ethylene dan propylene. Industri petrokimia Indonesia kedepannya akan sulit berkembang jika kebutuhan bahan baku terus bergantung pada pihak lain. Pada dasarnya Indonesia memiliki banyak sumber alternatif untuk produksi olefin yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri petrokimia. Salah satu sumber alternatif dengan cadangan yang besar adalah gas alam. Gambar 2 menunjukan potensi gas alam yang dimiliki Indonesia.
Gambar 2. Cadangan Gas Alam Indonesia (Sumber: Kementrian ESDM)
2
TEKNOLOGI PEMBUATAN OLEFIN DARI GAS ALAM
Secara garis besar teknologi pembuatan olefin terlihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Portrait Teknologi Pembuatan Olefin: Masa Kini dan Masa Mendatang Terlihat pada gambar 1 bahwa pengolahan gas alam menjadi olefin dapat ditempuh melalui 3 cara yaitu:
SEP : Gas Separation Process
OC : Oxidative Coupling of Methane via Ethane
SR : Steam Reforming of natural gas
1. Gas
Separation Pr ocess
Dari berbagai teknologi yang telah berkembang dalam proses pemisahan gas alam, teknologi dengan membran polimer saat ini adalah yang paling popular di antara teknologi yang lainnya (adsorpsi, absorpsi, distilasi kryogenik). Membran berperan dalam memisahkan uap air, CO 2, H2S, dan komponen volatil lainnya. Biasanya jenis membran yang sering digunakan adalah membran tak berpori. Komponen uap dan gas akan terpisahkan berdasarkan kemampuan solubilitas dan difusivitas dalam polimer. Akan tetapi membran jenis berpori pun dapat digunakan untuk proses ini. Syaratnya adalah diameter dari pori- pori yang ada harus lebih kecil dari „mean free path‟ molekul-molekul gas. Pada keadaan normal (100kPa, 300K), diameternya sekitar 50nm. Secara garis besar prosesnya dapat dilihat pada Gambar 2.
3
Gambar 2. Proses Pemisahan Gas Alam Dengan Membran Polimer Hasil yang diharapkan adalah propan, etan, dan LPG. Selanjutnya sesuai dengan gambar 1, propan yang didapat akan diolah lebih lanjut dengan teknik propane dehydrogenation, sedangkan etan dan LPG akan diolah dengan cara steam cracking , Gas stream reactor technologies, oxydative dehydrogenation, dan hydro-pyrolysis. Dehydrogenati on of E than e or Pr opane
Proses ini sangat memerlukan oksigen dengan tingkat kemurnian minimal 90%. Dengan menggunakan oksigen dengan kemurnian tersebut, akan diperoleh proses dengan 35% lebih hemat dibanding proses yang biasa. Persamaan reaksi utama yang terjadi dalam proses ini adalah sebagai berikut: +
½ O2
H2C=C2H
+
H2O
H3C-CH2C3H +
½ O2
H3C-CH2=C2H
+
H2O
H3C-C3H
Proses di atas menghasilkan ethylene dan propylene. Dengan total emisi CO 2 yang diperkirakan mencapai 15% lebih besar dibandingkan dengan proses ethane cracking. Yield yang diperoleh dari proses ini diperkirakan sekitar 45% untuk ethylene dan 12% untuk propylene.
Oxi dative dehydrogenation
Proses ini biasanya dikenal dengan sebutan ODH. Proses yang terjadi bersifat endotermal sehingga diperlukan energi untuk menjalankan proses ini. Secara garis besar proses terbagi menjadi dua yaitu:
Kombinasi dari pembakaran eksotermal alkana dengan dehifrogenasi endotermal, pada temperatur lebih tinggi dari 700 °C. penggunaan oksigen memungkinkan untuk menanggulangi keterbatasan termodinamika dan untuk menghindari degradasi dari katalis
4
ODH berlangsung dengan katalis tipe redoks pada temperatur kurang dari 500 °C.dari seluruh katalis yang digunakan, yang paling berpengaruh adalah katalis yang berbasiskan vanadium oksida dan molybdenum oksida.
2. Oxidative Couplin g
of M ethane
Proses ini biasa dikenal dengan sebutan OCM. Proses ini menghasilkan metan dan oksigen dengan mekanisme sbb: metan terpisahkan dari gas alam dan termurnikan, oksigen terpisahkan dari udara secara kryogenik. Proses yang disebut sebagai oxydative coupling pada produksi petrokimia yaitu: 4CH4 +
O2
4 *CH3
+
2H2O
+
H2
Dilanjutkan dengan oksidasi parsial dari metan: 2*CH3
H3C-CH3
H2C=CH2
H3C-CH3
H2C=CH2
+
H2
Katalis yang paling sering digunakan adalah oksida dari alkali, alkali tanah, dan material bumi lainnya. Dengan hidrogen dan steam biasa ditambahkan untuk mengurangi choking pada katalis. Yield dari ethylene yang diperoleh adalah sekitar 30% dari basis massa metan pada umpannya.
3.
Steam Reform in g of N atural Gas
Secara umum, proses pembuatan olefin dari gas alam dengan cara steam reforming dilakukan melalui proses tidak langsung (indirect process) seperti disajikan pada Gambar 4. Untuk mendapatkan olefin dari gas alam melalui proses tidak langsung, diperlukan 2 tahapan proses, yaitu: 1. Steam Reforming / Direct Oxidation, proses ini mengubah gas alam (metana) menjadi gas sintesis (H2 + CO). 2. Fischer Tropsch Process, proses ini mengubah gas sintesis menjadi hidrokarbon berbentuk parafin, olefin dan alkohol.
5
Gambar 4. Skema Pengolahan Gas Alam Sebelum memasuki diolah lebih lanjut, gas alam yang keluar dari sumur dibersihkan dari senyawa-senyawa yang dapat mengganggu jalannya proses selanjutnya. Senyawa-senyawa tersebut diantaranya : H2S, CO2, H2O, dll. Teknologi komersial yang dapat digunakan diantaranya proses absorpsi menggunakan pelarut tertentu, misalnya : MEA (monoetanolamin), DEA (dietanolamin), dan TEG (trietilen glikol). Gas yang telah bebas dari pengotor, selanjutnya mengalami reaksi oksidasi parsial dengan menggunakan katalis, salah satunya menggunakan oksida perovskit La1-xSrxMnO 3 sehingga menghasilkan gas sintesis. Gas sintesis atau SynGas adalah istilah yang diberikan kepada campuran gas karbonmonoksida (CO) dengan hidrogen (H2) yang digunakan untuk mensintesis berbagai macam zat seperti metanol dan ammonia. Proses pembuatan gas sintesis yang telah komersial adalah: proses steam reforming , oksidasi parsial, dan CO2 reforming . Produk syngas yang diperoleh kemudian dikonversi menjadi produk yang memiliki nilai lebih dengan menggunakan reaksi Fischer Tropsch (FT) atau sintesis alkohol dengan katalis oksida perovskit LaCoFeO. Perovskit telah banyak digunakan sebagai katalis dan prekursor katalis pada konversi syngas menjadi bahan-bahan kimia dan bahan bakar cair. Pada tahap reaksi FT ini, gas sintesis dikonversi menjadi hidrokarbon rantai panjang. Jenis katalis, jenis reaktor, rasio H 2/CO, dan kondisi operasi merupakan faktor yang menentukan jenis produk yang dihasilkan.
6
Reaksi FT keseluruhan secara umum : (1): nCO + mH 2 -> C1 – C40- (alkana) + H2O (2): nCO + mH 2 -> C1 – C40- (alkena) + ½n CO 2 Keterangan: harga n dan m sangat bergantung pada metode pembuatan gas sintesis dan jenis bahan baku yang digunakan, untuk gas alam rasio H 2 /CO = 1.8-2.3 Jenis katalis yang banyak digunakan adalah katalis berbasis kobalt (Co) dan besi (Fe). Jenis reaktor FT yang digunakan misalnya terdiri dari reaktor slurry, fixed bed , dan fluidized . Reaktorreaktor tersebut dioperasikan pada rentang suhu antara 149°C-371°C dengan tekanan antara 0.741 bar. Untuk mendapatkan produk sesuai jenis dan spesifikasi yang diinginkan, produk keluaran dari reaktor FT kemudian diproses lebih lanjut. Proses yang digunakan merupakan proses yang telah digunakan secara komersial pada kilang-kilang minyak umumnya, seperti: proses catalytic reforming , fluid catalytic cracking , isomerisasi, alkilasi, dll. KESIMPULAN
Industri petrokimia juga merupakan industri strategis yang mendukung berbagai industri dan kegiatan ekonomi lainnya. Namun berdasarkan data kementrian perindustrian yang ditunjukkan pada Tabel 1, industri petrokimia Indonesia masih belum mampu memenuhi kebutuhan olefin nasional sehingga indonesia masih menjadi net importir untuk produk-produk olefin. Ketergantungan terhadap bahan baku minyak bumi menyebabkan industri petrokimia, terutama penghasil produk olefin, akan sulit untuk berkembang. Penggunaan gas alam sebagai bahan baku alternatif dalam pembuatan produk-produk olefin perlu dikembangkan, mengingat potensi cadangan gas alam yang dimiliki oleh Indonesia sangat besar. Tidak lupa bahwa potensi sumber daya yang besar perlu dibarengi dengan teknologi yang mumpuni agar potensi tersebut dapat dimanfaatkan sebaik mungkin. Riset dan pengembangan teknologi pengolahan gas alam menjadi produk-produk olefin mutlak dilakukan di Indonesia untuk menunjang perkembangan industri petrokimia.
7
DAFTAR PUSTAKA
Pengembangan Industri Petrokimia Nasional, Kementrian Perindustrian, 2011 Anggoro, D.D. “ Produksi Bahan Bakar Cair Dari Ga s Alam Menggunakan Katalis LogamZSM-5”, Laboratorium Rekayasa Proses, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang. Majalah BERITA IPTEK, Tahun 44 No 1, 2005 http://www.datacon.co.id/Plastik1-2007.html https://www.tut.fi/ms/muo/polyko/materiaalit/aA/aPDF/POLYKO_Technology_for_the_product ion_of_olefins.pdf http://en.wikipedia.org/wiki/Gas_separation http://www.kbr.com/Technologies/Olefins/ http://www.inaplas.org/ http://www.indonesiahouston.net/POTENTIAL_MARKET_CONSIDERATION_OLEFIN
8