3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesehatan dan keselamatan merupakan elemen yang sangat penting dalam kehidupan manusia sehari-hari. Untuk menciptakan suatu karya dan hasil yang baik, aktivitas manusia perlu didukung oleh tubuh yang sehat, lingkungan yang bersih dan aman serta kenyamanan pada saat melakukan aktifitas. Seiring dengan majunya zaman dan kebutuhan akan sumber daya manusia yang berkompeten juga semakin meningkat, dan ini menyebabkan manusia berlomba-lomba dan bersaing menunjukan kemampuan personal.
Atas dasar faktor kompetensi manusia inilah, maka sumber daya (SDM) sering mengabaikan kesehatan dan keselamatan dalam melaksanakan aktifitas di dunia kerja. Hal yang sangat sering terjadi dan paling mudah diamati pada saat ini adalah semakin meningkat dan semakin tingginya aktifitas yang dikerjakan manusia, maka kesadaran akan kesehatan dan keselamatan dalam melaksanakan setiap pekerjaan atau aktifitas semakin lemah atau menurun. Hal ini mengakibatkan fokus kerja pada manusia berkurang sehingga banyak mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja.
Dalam setiap pelaksanaan suatu pekerjaan, baik itu pekerjaan ringan maupun pekerjaan berat, kesehatan dan keselamatan dalam pekerjaan sangat diperlukan. Terutama pada dunia pertambangan yang melibatkan banyak aspek, baik itu pemimpin perusahaan, pegawai, lingkungan dan masyarakat sekitar untuk meningkatkan kinerja pegawai dan perusahaan tersebut.
Hal diatas sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, menjelaskan bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan dan setiap orang lain di tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya. Serta setiap sumber energi dipakai dan dipergunakan secara aman dan efektif sehingga proses produksi berjalan dengan lancar. Undang-undang tersebut mengatur keselamatan kerja dalam segala tempat kerja baik darat, di laut, di dalam tanah, maupun di udara. Selain undang-undang tersebut, khususnya dibidang pertambangan umum, keselamatan dan kesehatan kerja diatur melalui Keputusan Mentri Pertambangan dan Energi (kepmentamben) nomor 555.K/26/M.PE/1995 tentang keselamatan dan kesehatan kerja (K3) Pertambangan umum.
Potensi bahaya yang sering timbul pada sebuah kecelakaan kerja umumnya merupakan insiden yang sering terjadi pada dunia kerja, baik itu dalam pekerjaan ringan maupun berat. Keadaan ini biasanya dapat ditangani sendiri oleh individu tersebut maupun pihak yang terkait yang bertugas untuk menangani kecelakaan kerja tersebut.
Kesalahan didalam penggunaan peralatan, kurangnya perlengkapan alat pelindung tenaga kerja, serta keterampilan tenaga kerja yang kurang memadai ternyata dapat menimbulkan kemungkinan bahaya yang sangat besar berupa kecelakaan kerja, kebakaran, peledakan, pencemaran lingkungan dan penyakit. Oleh karena itu pihak perusahaan harus lebih memperhatikan keadaan karyawan dalam melaksanakan tugasnya terutama yang berkaitan dengan keselamatan karyawan, sehingga dapat mengurangi terjadinya risiko kecelakaan.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah didalam penerapan keselamatan dan kesehatan kerja adalah penggunaan alat pelindung diri (APD). APD ini berperan penting dalam suatu instansi atau perusahaan, Artinya alat pelindung diri ini sangat penting untuk karyawan atau pekerja saat melakukan pekerjaan, karena dengan adanya alat pelindung diri ini maka kemungkinan pihak perusahaan ataupun pekerja bisa mengurangi terjadinya resiko kecelakaan.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik dalam penulisan tugas akhir ini dengan judul "Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Serta Penggunaan Alat Pelindung Diri Pada Karyawan PT. Bukit Asam (Persero), Tbk. Tanjung Enim.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang penulis telah uraikan diatas maka penulis mengangkat permasalahan yang ada di PT. Bukit Asam (Persero), Tbk. mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) serta penggunaan alat pelindung diri (APD) pada karyawan yang di lakukan pada PT. Bukit Asam (Persero), Tbk.
2. Upaya-upaya apa sajakah yang dilakukan perusahaan dalam mengatasi masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di PT. Bukit Asam (Persero), Tbk.
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
Untuk mengetahui proses pelaksanaan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) serta penggunaan alat pelindung diri pada karyawan PT. Bukit Asam (Persero), Tbk.
Untuk mengetahui sejauh mana evaluasi yang dilakukan PT. Bukit Asam (Persero), Tbk dalam penerapan keselamatan dan kesehatan kerja serta penggunaan alat pelindung diri pada karyawan PT. Bukit Asam (Persero), Tbk.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat membantu karyawan untuk mengetahui apa yang menjadi kewajiban ataupun haknya dalam bidang keselamatan dan kesehatan kerja. Dengan pemahaman yang cukup pekerja tidak lagi dirugikan. Hanya dengan pemahaman yang cukup pula tenaga kerja dapat terhindar dari kecelakaan dan keadaan darurat yang dapat terjadi sewaktu-waktu karena perusahaan menerapkannya dengan baik, apalagi kalau perusahaan tersebut sudah di audit maka akan mendapatkan hasil yang bagus pula. Dengan pengetahuan yang cukup pula pekerja dapat dengan bijak melaksanakan kewajibannya dan sekaligus menuntut haknya. Selain manfaat diatas penelitian ini juga memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Dapat memberikan informasi terkait penggunaan alat pelindung diri baik bagi masyarakat pada umumnya dan penulis sendiri.
2. Dapat mengetahui penerapan dan penggunaan alat pelindung diri pada PT. Bukit Asam (Persero), Tbk.
1.5. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dipakai adalah metode penelitian deskriptif murni yaitu memberikan gambaran yang sejelas-jelasnya terhapap objek penulisan. Dalam penelitian ini penulis memberikan gambaran tentang penerapan K3 dan penggunaan alat pelindung diri (APD) pada karyawan PT. Bukit Asam (Persero), Tbk.
1.6. Sumber Data
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan tersebut, penulis menggunakan beberapa sumber data, antara lain:
1. Riset Lapangan ( Field research)
a. Wawancara, yaitu dengan melakukan tanya jawab dengan karyawan PT. Bukit Asam (Persero), Tbk Tanjung Enim
b. Observasi, yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara melihat langsung objek yang akan diteliti.
2. Riset Kepustakaan ( Library Research)
Riset kepustakaan adalah pengumpulan data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, cara yang dilakukan adalah mengumpulkan informasi yang terdapat pada literatur-literatur yang relevan.
3. Kuisioner
Yaitu pengumpulan data dengan cara meminta respon atau tanggapan para karyawan PT. Bukit Asam (Persero), Tbk mengenai masalah yang akan diteliti tersebut.
BAB II
KEADAAN UMUM
2.1. Visi, Misi, Makna Keberadaan, dan Nilai-Nilai Perusahaan PT. Bukit
Asam (Persero), Tbk.
Adapun visi, misi, makna keberadaan, dan nilai-nilai perusahaan PT. Bukit Asam (Persero), Tbk. adalah sebagai berikut :
Visi perusahaan adalah perusahaan energi kelas dunia yang peduli lingkungan.
Misi perusahaan adalah mengelola sumber energi dengan mengembangkan kompetensi korporasi dan keunggulan insane untuk memberikan nilai tambahan maksimal bagi lingkungan.
Makna Keberadaan PT. Bukit Asam (Persero), Tbk adalah Mempersembahkan sumber energi untuk kehidupan dunia dan bumi yang lebih baik.
Nilai-Nilai PT. Bukit Asam (Persero), Tbk. adalah sebagai berikut:
Visioner artinya perusahaan dapat melihat jauh kedepan atau rencana jangka panjang, tanpa adanya batasan dan halangan.
Integritas artinya perusahaan yang bermutu, sifat atau keadaan yang menunjukan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan dalam mencapai tujuan.
Inovatif memperkenalkan sesuatu yang baru baik bagi perusahaan dan lingkungan.
Profesional artinya sikap atau komitmen perusahaan untuk senantiasa mewujudkan dan meningkatkan kualitas profesionalnya.
Sadar Biaya dan sadar lingkungan
2.2. Jumlah Tenaga Kerja
Jumlah tenaga kerja yang bekerja diwilayah PT. Bukit Asam (Persero), Tbk. sebanyak 3.100 orang yang terdiri dari :
1. PT.Bukit Asam UPTE : 1.581 orang
2. Kontraktor / Mitra Kerja : 1.519 orang
Karyawan yang ada di satuan kerja (satker) K3 : 58 orang
Kegiatan kontraktor meliputi kontraktor jasa penambangan, rental alat penunjang tamabang, rental kendaraan operasional, jasa cleining service, jasa konstruksi dan kegiatan lain.
2.3. Sejarah Perusahaan
PT. Bukit Asam (Persero), Tbk. Tanjung Enim didirikan di Tanjung Enim, Sumatera Selatan pada tanggal 2 Maret 1981. Namun kegiatan penambangan sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 1919 oleh pemerintah Belanda. Kemudian tahun 1942 diambil alih oleh pemerintah Jepang dan barulah setelah Indonesia merdeka tahun 1945 kepemilikannya diambil alih oleh pemerintah Indonesia hingga saat ini.
Setelah ditangani oleh pemerintahan Indonesia, perusahaan tambang batubara ini beberapa kali ganti nama. Pertama bernama Perusahaan Negara Tambang Arang Bukit Asam (PN TABA). Kemudian tahun 1959-1960 Pengelolaan Tambang Batubara Bukit Asam dilakukan oleh Biro Urusan Perusahaan-perusahaan Tambang Negara (BUPTAN) dan berubah menjadi Badan Perusahaan Umun (BPU) yang membawahi tiga Perusahaan Negara (PN) yaitu :
1. PN Tambang Batubara Ombilin di Sumatra Barat
2. PN Tambang Arang Bukit Asam di Tanjung Enim
3. PN Tambang Batubara di Mahakam Kalimantan Timur
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1968, BPU Batubara beserta ketiga Perusahaan Negara Tambang Batubara tersebut tergabung menjadi unit produksi Bukit Asam, dan berubah status menjadi Perum Tambang Batubara Bukit Asam (Persero), Tbk yang lebih di kenal PT.BA yang berkantor pusat di Tanjung Enim, Sumatera Selatan.
Tahun 1990 Pemerintah menggabungkan Perum tambang batubara yang lokasi tambangnya di Sawahlunto, Sumatera Barat, ke dalam PT. Bukit Asam (Persero), Tbk. Dengan demikian sejak saat itu PT. Bukit Asam (Persero), Tbk merupakan satu-satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang melakukan kegiatan penambangan batubara di Indonesia.
2.4. Lokasi
PT. Bukit Asam (Persero), Tbk. yang merupakan tambang batubara yang terletak 15 km dari pusat kota kabupaten Muara Enim dan kurang lebih berjarak 198 km dari Pusat Kota Palembang ke arah barat daya dengan jarak tempuh dari Palembang kurang lebih 4 jam. Kantor Pusat (Head Office) beralamat di Jalan Parigi No. 1 Tanjung Enim – Sumatera Selatan dan Kantor Perwakilan Jakarta (Jakarta Repres Office) Menara Kadin Indonesia Lt. 15 Jalan HR. Rasuna Said Blok X-5 Kav. 2-3 Kuningan Jakarta (Gambar 1).
Sumber : Satuan Kerja Swakelola
Sumber : Satuan Kerja Swakelola
Sumber : Satuan Kerja Swakelola
Gambar 1
Peta Lokasi PT. Bukit Asam (Persero), Tbk Tanjung Enim
Wilayah izin usaha pertambangan seluas 15.421 Ha. PT. Bukit Asam (Persero), Tbk memiliki 3 lokasi penambangan yaitu Tambang Air Laya (TAL) dengan luas ± 7.621 Ha, Muara Tiga Besar (MTB) dengan luas ± 3.300 Ha, dan Banko Barat dengan luas ± 4.500 Ha. Semua itu tercantum dalam Wilayah Kerja Kuasa Pertambangan (WKKP) (Gambar 2).
Sumber : Satker Operasi BWE System TAL
Sumber : Satker Operasi BWE System TAL
Gambar 2
Peta Wilayah Kerja Kuasa Pertambangan PT. Bukit Asam (Persero), Tbk.
Tambang Air laya (TAL) merupakan site terbesar pada Unit Pertambangan Tanjung Enim (UPTE) yang dioperasikan dengan sistem penambangan terbuka secara terus menerus (continous mining) dengan menggunakan bucket wheel excavator (BWE) system dan kombinasi dengan penambangan shovel and truck. Tambang Banko Barat dioperasikan dengan metode konvensional truck and shovel. Tambang Muara Tiga Besar Utama (MTBU), merupakan tambang terbuka yang pengoperasiannya juga dengan menggunakan shovel and truck dan BWE system. Pada pertengahan tahun 2012 MTBU membuka lahan baru, yang saat ini pengerjaannya masih mengambil material berupa tanah/lumpur, terdapat 2 (dua) unit BWE di areal MTBU, yang masing-masing masih menggali material berupa tanah.
Sumber: http://ptba.co.id/id/about/business
Sumber: http://ptba.co.id/id/about/business
Gambar 3
Peta Lokasi Cadangan Batubara di PT. Bukit Asam (Persero), Tbk.
2.5. Topografi dan Iklim PT. Bukit Asam (Persero), Tbk. Tanjung Enim
2.5.1. Keadaan Topografi
Secara umum daerah PT. Bukit Asam (Persero), Tbk. mempunyai topografi yang bervariasi mulai dari dataran rendah, perbukitan sampai dataran tinggi. Dataran rendah menempati sisi bagian selatan, yaitu daerah yang terdapat aliran sungai -sungai kecil yang bermuara di sungai Lawai dan sungai Lematang dengan ketinggian + 50 m di atas permukaan laut. Daerah perbukitan dan dataran tinggi terdapat di bagian barat dengan elevasi tertinggi + 100 meter di atas permukaan laut. Pada kedua daerah ini banyak dijumpai vegetasi yang sebagian besar merupakan tumbuhan hutan tropika dan semak belukar.
2.5.2. Iklim
Keadaan iklim di daerah kegiatan pertambangan ditandai dengan adanya musim kemarau dan musim hujan. Hal ini sama seperti kondisi wilayah di Indonesia pada umumnya. Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson, tipe iklim di wilayah Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Lahat mempunyai tipe iklim A. Sebaran curah hujan bulanan dengan nisbah rata-rata jumlah bulan kering dan rata-rata bulan basah adalah 5,5%. Bulan kering adalah bulan dengan curah hujan <60 mm dan bulan basah adalah bulan dengan curah hujan >100 mm, sedangkan bulan lembab merupakan bulan dengan curah hujan antara 60–100 mm. Suhu udara maksimum di daerah penelitian adalah berkisar 33,90C pada bulan Februari dan suhu udara minimum adalah 20,80C di bulan November. Kelembaban udara maksimum berkisar antara 95–98% dan kelembaban udara minimum adalah 35-46% (PTBA 2004).
2.6. Sistem dan Manajemen Produksi
Kegiatan penambangan di PT. Bukit Asam (Persero), Tbk dilakukan sistem tambang terbuka dengan menggunakan metode open pit. Metode penambangan yang digunakan pada tambang Banko Barat adalah metode shovel-truck. Pada tambang Air Laya dan Muara Tiga Besar, digunakan dua metode penambangan, yaitu metode shovel-truck dan metode continous mining (BWE System).
Sistem continous mining menggunakan alat bucket wheel excavator system (BWE) serta dibantu dengan metode peledakan untuk pembongkaran material yang kekerasan materialnya diatas 5000 Kpa, dan ketinggian maksimum 14 m, terutama batubara. Sebagai alat angkut/transportasi digunakan Belt Conveyor. Sedangkan pada metode shovel-truck menggunakan alat backhoe, bulldozer-ripper. Dan dump truck. Selain itu juga digunakan metode peledakan untuk membongkar batubara maupun lapisan interburden yang memiliki kuat tekanan diatas 5000 Kpa.
Dalam kegiatan penambangan pada lokasi yang menggunakan metode shovel-truck khususnya tambang terbuka tidak terlepas dari kegiatan pembongkaran lapisan tanah penutup untuk mendapatkan batubara. Adapun tahapan-tahapan kegiatan pengupasan tanah adalah sebagai berikut.
Pembabatan (land clearing)
Pembabatan adalah kegiatan pembersihan front kerja atau tempat kerja dari tumbuh-tumbuhan baik itu semak belukar, pepohonan dan tumbuhan yang lainnya yang dapat mengganggu proses penambangan atau mengganggu alat-alat mekanis yang bekerja pada lokasi penambangan. Kegiatan Land Clearing biasanya menggunakan alat mekanis seperti Bulldozer Komatsu tipe D 375.
Perintisan (pionering)
Merupakan kegiatan lanjutan dari land clearing berupa pembuatan jalan angkut dan meratakan front kerja agar alat-alat mekanis leluasa beroperasi. Biasanya alat mekanis yang digunakan adalah Bulldozer Komatsu tipe D 375.
3. Pengupasan tanah pucuk (top soil)
Pengupasan tanah pucuk ini dilakukan terlebih dulu dan ditempatkan terpisah terhadap batuan penutup (overburden), agar pada saat pelaksanaan reklamasi dapat dimanfaatkan kembali. Pengupasan top soil ini dilakukan sampai pada batas lapisan subsoil, yaitu pada kedalaman dimana telah sampai di lapisan batuan penutup (tidak mengandung unsur hara). Kegiatan pengupasan tanah pucuk ini terjadi jika lahan yang digali masih berupa rona awal yang asli (belum pernah digali/tambang).
Sedangkan untuk lahan yang bekas "peti" (penambangan tanpa izin/penambangan liar) biasanya lapisan top soil tersebut telah tidak ada, sehingga kegiatan tambang diawali langsung dengan penggalian batuan tertutup. Tanah pucuk yang telah terkupas selanjutnya ditimbun dan dikumpulkan pada lokasi tertentu yang dikenal dengan istilah top soil bank. Untuk selanjutnya tanah pucuk yang terkumpul di top soil bank pada saatnya nanti akan dipergunakan sebagai pelapis teratas pada bahan disposal yang telah berakhir dan memasuki tahapan program reklamasi.
4. Pembongkaran (loosening)
Merupakan proses pembongkaran lapisan tanah penutup ataupun batuan induk yang menutupi batubara. Proses pembongkaran dengan menggunakan alat mekanis, seperti Bulldozer Cat 9R. Namun pembongkaran dilakukan hanya sebatas kemampuan alat mekanis tersebut dalam membongkar lapisan tanah penutup. Jika dalam proses pembongkaran alat mekanis tidak mampu lagi melakukan kerjanya, maka dilakukan metode pembongkaran lain yaitu dengan metode lain yaitu pemboran yang kemudian dilakukan peledakan. Biasanya dilakukan untuk batuan yang keras dan kompak.
5. Pemuatan (loading)
Pemuatan adalah suatu proses pemuatan batubara kedalam dump truck tipe Scania maupun tanah tanah penutup yang sudah terberai dan terpisah dari batuan induknya untuk kemudian dimuat kedalam alat angkut berupa High dump (HD). Pada metode shovel and truck, Alat yang digunakan pada proses ini adalah alat gali muat (Excavator) yang terdiri dari :
a. Hydraullic Excavator Cat. 385C, untuk pemuatan overburdern.
b. Hydraullic Excavator Cat. 345C, untuk pemuatan batubara.
6. Pengangkutan (hauling)
Kegiatan ini adalah suatu proses pemindahan lapisan tanah penutup maupun batubara dari loading point menuju area penimbunan (untuk overburden) dan stockpile. Sedangkan pada shovel and truck, pengangkutan menggunakan dump truck, dump truck yang digunakan dalam proses pengangkutan overburden adalah dump truck HD tipe 465-7 Komatsu. Selain kegiatan pemindahan untuk tanah penutup, kegiatan pengangkutan untuk batubara juga menggunakan Dump Truck Scania P 480, dimana pengangkutan dilakukan dari lokasi front penambangan diangkut ke stockpile 1, 2, dan 3 untuk kemudian akan diangkut dengan kereta api melalui TLS 1, 2, dan 3.
7. Penimbunan (dumping)
Dumping merupakan kegiatan penambangan/penimbunan batubara ataupun overburden dari alat angkut ke tempat penimbunan. Untuk itu penimbunan overburden pada tambang Banko Barat berjarak ± 800 meter. Sedangkan tempat penimbunan batubara (stockpile) berjarak ± 3,8 km dari front penambangan. Selanjutnya batubara dari stockpile diangkut dengan menggunakan coal conveyor menuju train loading station (TLS).
2.7. Manajemen Kualitas
Penilaian kualitas batubara ditentukan oleh beberapa parameter yang terkandung didalam batubara yang ditentukan dari sejumlah analisis di laboratorium, parameter kualitas batubara umumnya terdiri dari :
1. Nilai Kalori (calorific value)
Nilai kalori yaitu jumlah panas yang dihasilkan apabila sejumlah tertentu batubara dibakar. Nilai kalori ditentukan dari kenaikan suhu pada saat sejumlah tertentu batubara dibakar. Satuannya dinyatakan dalam Kkal/kg dan dasar pelaporan dalam kondisi bebas air permukaan (adb).
2. Kandungan Sulfur (Total Sulfur)
Digunakan untuk mengetahui kandungan total belerang yang terdapat dapa batubara dengan membakar sampel batubara pada suhu tinggi, yang dinyatakan dalam %, dan dasar pelaporan dalam kondisi bebas air permukaan (adb). Sulfur dalam batubara terdapat dalam tiga bentuk utama yaitu:
a. Sulfur piritik (FeS2)
Sulfur piritik jumlahnya sekitar 20-30% dari sulfur total dan terasosiasi dalam abu. Sulfur piritik umumnya dapat dihilangkan dengan proses pencucian batubara.
b. Sulfur Organik
Sulfur organik jumlahnya sekitar 20-80% dari sulfur total dan secara kimia terikat didalam batubara, biasanya berasosiasi dengan sulfur selama proses pembatubaraan.
c. Sulfur
Sulfur kebanyakan sebagai kalsium sulfat, natrium sulfat, dan besi sulfat, jumlahnya sangat kecil kecuali pada batubara yang telah terekspon dan telah teroksidasi.
3. Kandungan Air Total (total moisture)
Kandungan air total adalah banyaknya air yang terkandung dalam batubara sesuai dengan kondisi lapangan. Kandungan air total sangat dipengaruhi oleh ukuran butir batubara dan iklim daerah sekitar, yang dinyatakan dalam % dan dasar pelaporan dari batubara dalam keadaan insitu (ar).
4. Kandungan Air Bawaan (inherent moisture)
Merupakan kandungan air yang ada pada batubara bersama dengan saat terbentuknya batubara tersebut. Kandungan air bawaan berhubungan erat dengan nilai kalori, umumnya bila kandungan air bawaan berkurang maka nilai kalori meningkat demikian juga sebaliknya, yang dinyatakan dalam %, dasar pelaporan dalam kondisi bebas air permukaan (adb).
5. Kandungan air bebas (free moisture)
Merupakan air yang berada dipermukaan batubara akibat pengaruh dari luar seperti cuaca dan iklim.
6. Kandungan Abu (ash content)
Merupakan sisa-sisa zat organik yang terkandung dalam batubara setelah dibakar. Kandungan abu tersebut dapat dihasilkan dari pengotor bawaan dalam proses pembentukan batubara maupun dari proses penambangan yang dinyatakan dalam %, dasar pelaporan dalam kondisi bebas air permukaan (adb).
7. Zat Terbang (volatile matter)
Merupakan zat aktif yang terdapat pada batubara yang menghasilkan energi atau panas apabila batubara tersebut dibakar, sehingga zat terbang merupakan zat aktif yang mempercepat proses pembakaran. Zat terbang tersebut terdiri dari gas-gas yang mudah terbakar seperti hydrogen (H), Karbon monoksida (CO), dan metana (CH4), yang dinyatakan dalam %, dasar pelaporan dalam kondisi bebas air permukaan (adb).
8. Karbon Tertambat (fixed carbon)
Merupakan karbon yang tertinggal sesudah zat belerang dan kandungan airnya hilang. Dengan adanya pengeluaran zat terbang dan kandungan air maka karbon tertambat secara otomatis akan naik, sehingga semakin tinggi kandungan karbon maka kelas batubaranya akan naik. Kabon tertambat didapat dari 100% dikurangi dengan jumlah dari kandung air bawaan, abu dan zat terbang, yang dinyatakan dalam %, dalam pelaporan kondisi bebas air permukaan (adb).
2.8. Aturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di PT. Bukit Asam (Persero), Tbk.
PT. Bukit Asam (Persero), Tbk adalah perusahaan yang mengutamakan aspek keselamatan dan kesehatan kerja. Sebelum melaksanakan kerja praktek mahasiswa diberikan induksi di satuan kerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Hal ini dikarenakan PT. Bukit Asam (Persero), Tbk tidak menginginkan terjadinya kerugian baik pihak mahasiswa, karyawan maupun pihak perusahaan. Dalam melaksanakan aktifitas atau pekerjaan akan timbul risiko yang dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain.
Pemberi kerja dan pekerja wajib memenuhi komitmen dan kebijakan keselamatan kerja yang ditetapkan. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, menjelaskan bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan dan setiap orang lain di tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya. Serta setiap sumber energi dipakai dan dipergunakan secara aman dan efektif sehingga proses produksi berjalan dengan lancar. Selain undang-undang tersebut, khususnya dibidang pertambangan umum, keselamatan dan kesehatan kerja diatur melalui Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi (kepmentamben) nomor 555.K/26/M.PE/1995 tentang K3 Pertambangan Umum.
Dalam penerapan system manajemen tambang K3 sebagaimana diatur dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja No.Per.05/men/1996 tanggal 12 Desember tentang pedoman Penerapan Sintem Manajemen K3, secara umum, tujuan penerapan sistem manajemen K3 ini adalah melindungi para pekerja dan orang lain ditempat bekerja, menjamin agar setiap sumber produksi dapat dipakai secara aman dan efisien, serta menjamin proses produksi berjalan lancar.
Oleh karena itu untuk mengurangi resiko cidera pada karyawannya, PT. Bukit Asam (Persero), Tbk membuat peraturan yang berlaku dan wajib dilaksanakan serta di patuhi oleh semua karyawan PT. Bukit Asam (Persero), Tbk maupun kontraktor selaku mitra kerja PT. Bukit Asam (Persero), Tbk. Peraturan-peraturan tersebut kemudian dibahas bersama antara pihak perusahaan dan satuan kerja (satker) K3 yang kemudian pelaksanaannya dilapangan diawasi oleh satker K3. Peraturan-peraturan yang wajib dipatuhi oleh karyawan PT. Bukit Asam (Persero), Tbk dan kontraktor (Mitra Kerja) tersebut meliputi:
1. Semua jenis pekerjaan
Sebelum memulai pekerjaan, anda harus mengidentifikasikan bahaya yang berhubungan dengan pekerjaan tersebut dan anda harus mengendalikan bahaya tersebut supaya anda bisa bekerja dengan aman. Bila pekerjaan itu tidak aman, jangan lakukan dan beritahu supervisor anda.
2. Keselamatan kendaraan bergerak
Anda dilarang mengoperasikan kendaraan maupun alat yang mengalami kerusakan.
3. Keselamatan dijalan dan peraturan lalu lintas
Anda harus memahami dan mematuhi peraturan lalu lintas PT. Bukit Asam.
4. Keselamatan untuk pekerja listrik
Saat menggunakan peralatan listrik, anda harus memastikan peralatan tersebut dalam kondisi aman.
5. Bekerja di ketinggian
Anda harus selalu melindungi diri anda dari kemungkinan terjatuh saat bekerja diketinggian (lebih dari 1,8 meter diatas permukaan tanah)
6. Ruang terbatas
Dilarang memasuki ruang terbatas tanpa izin masuk ruang terbatas.
7. Bekerja di dekat area peledakan
Orang atau kendaraan yang tidak berwenang dilarang memasuki area yang sedang diisi dengan bahan peledak tanpa seizin blaster yang sedang bertugas.
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu upaya untuk menekan atau mengurangi risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan antara keselamatan dan kesehatan.
Kecelakaan adalah kejadian yang tak terduga dan tak diharapkan. Tak terduga oleh karena di belakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan. Tidak diharapkan karena peristiwa kecelakaan juga disertai dengan kerugian materi maupun penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat tidak diinginkan
3.1.1. Keselamatan kerja
Keselamatan kerja dapat diartikan sebagai keadaan terhindar dari bahaya selama melakukan pekerjaan. Dengan kata lain keselamatan kerja merupakan salah satu faktor yang harus dilakukan selama bekerja. Tidak ada seorang pun didunia ini yang menginginkan terjadinya kecelakaan.
Keselamatan kerja sangat bergantung pada jenis, bentuk, dan lingkungan dimana pekerjaan itu dilaksanakan. Unsur-unsur penunjang keselamatan kerja adalah sebagai berikut:
Adanya unsur-unsur keamanan dan kesehatan kerja yang telah dijelaskan diatas.
Adanya kesadaran dalam menjaga keamanan dan kesehatan kerja.
Teliti dalam bekerja
Melaksanakan prosedur kerja dengan memperhatikan keamanan dan kesehatan kerja
3.1.2. Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik jasmani, rohani, maupun sosial, dengan usaha pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja maupun penyakit umum. Kesehatan dalam ruang lingkup kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja tidak hanya diartikan sebagai suatu keadaan bebas dari penyakit.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja adalah upaya perlindungan bagi tenaga kerja agar selalu dalam keadaan sehat dan selamat selama bekerja ditempat bekerja.
Kecelakaan kerja dapat dibedakan menjadi kecelakaan yang disebabkan oleh:
1. Mesin
2. Alat angkut
3. Peralatan kerja yang lain
4. Bahan kimia
5. Penyebab yang lain
3.2. Sistem Manajeman Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
Agar pelaksanaan suatu kegiatan berjalan dengan baik dan lancar, dibutuhkan sebuah sistem yang mengatur pelaksanaan tersebut agar tidak keluar dari ketentuan yang ada, begitu juga dengan pelaksanaan K3, agar pelaksanaan K3 berjalan dengan konsep perusahaan dan peraturan yang berlaku maka diperlukan sebuah sistem. Sesuai dengan Permenaker No. 5 Tahun 1996, maka perusahaan yang memiliki seratus atau lebih karyawan, pekerjaannya mengandung resiko serta dapat mengakibatkan kecelakaan dan kerugian maka perlu SMK3 yang bertujuan untuk meninjau pelaksanaan K3 di perusahaan.
SMK3 diperlukan untuk meminimalisir kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja tersebut dapat disebabkan oleh faktor manajemen, manusia dan teknis serta tuntutan produk berkualitas yang dikaitkan dengan hambatan teknis dalam era globalisasi perdagangan. Atas dasar tersebut SMK3 diperlukan untuk menjamin peningkatan penerapan K3. Dalam pelaksanaannya SKM3 memiliki 5 prinsip yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya, kelima prinsip tersebut antara lain :
Komitmen dan kebijakan
Perencanaan SMK3
Penerapan SMK3
Pengukuran dan evaluasi
Peninjauan ulang dan peningkatan oleh manajemen
Apabila kelima prinsip tersebut sesuai dengan pelaksanaannya di lapangan maka kedepannya akan menciptakan peningkatan yang berkelanjutan. Untuk menciptakan kondisi yang diinginkan, perusahaan dituntut untuk menjalankan sebuah kepemimpinan dan komitmen dalam pelaksanaan penerapan K3. Tugas dan tanggung jawab manajemen untuk menunjukan komitmennya dalam penerapan K3 berdasarkan kriteria audit K3 antara lain :
1. Menempatkan organisai K3
2. Menyediakan anggaran, tenaga kerja yang berkualitas dan sarana-sarana lain.
3. Menetapkan personil sesuai tanggung jawab, wewenang dan kewajiban yang jelas dalam penanganan K3
4. Perencanaan K3 yang terkoordinasi
5. Penilaian kinerja dan tindak lanjut pelaksanaan K3
Disamping hal-hal diatas, manajemen juga memiliki tugas untuk melakukan tinjauan, kebijakan, perencanaan dan penerapan K3. Tugas dan tanggung jawab manajemen dalam melakukan tinjauan awal K3 antara lain :
1. Identifikasi kondisi yang ada
2. Identifikasi sumber daya yang ada berkaitan dengan kegiatan perusahaan
3. Meninjau sebab akibat kejadian yang membahayakan, kompensasi serta hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan K3
4. Menilai efisiensi dan efektifitas sumber daya yang disediakan
5. Peraturan perundang-undangan dan standar K3 yang berkaitan dengan tinjauan awal K3
3.3. Tugas dan Tanggung Jawab Manajemen
Tugas dan tanggung jawab manajemen diperlukan untuk mengukur dan mengevaluasi kinerja K3 untuk menentukan tingkat keberhasilan serta menetapkan tindakan perbaikan yang diambil oleh perusahaan. Tugas dan tanggung jawab manajemen meliputi :
Inspeksi dan pengujian
Penetapan kosistensi prosedur inspeksi, pengujian dan pemantauan yang berkaitan dengan kebijakan, tujuan dan sasaran K3. Pemantauan dilakukan terhadap : lingkungan, personil, kesehatan
Audit SMK3
Audit ini dilakukan untuk mengetahui keefektifan dari penerapan SMK3 ditempat kerja.
Tindakan perbaikan dan pencegahan meliputi:
Temuan, kesimpulan dan saran-saran yang dicapai dari hasil pemantauan, inspeksi audit dan tinjauan SMK3 perlu didokumentasikan dan digunakan untuk identifikasi tindakan perbaikan dan pencegahan.
Manajemen menjamin bahwa tindakan perbaikan dan pencegahan dilaksanakan serta ditinjak lanjuti.
3.4. Penegertian Alat Pelindung Diri
Alat pelindung diri adalah peralatan yang harus disediakan oleh instansi, perusahaan untuk setiap pekerjanya (karyawan). Alat pelindung diri merupakan peralatan keselamatan yang harus digunakan oleh tenaga kerja apabila berada dalam lingkungan kerja yang berbahaya (pedoman umum keselamatan dan kesehatan kerja)
3.5. Dasar Hukum Alat Pelindung Diri (APD)
Adapun dasar hukum mengenai alat pelindung diri (APD) tersebut ialah:
Undang-undang No. 1 tahun 1970
a. Pasal 3 ayat (1) butir f : dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat untuk memberikan APD.
b. Pasal 29 ayat (1) butir c : pengurus diwajibkan menunjukan dan menjelaskan pada setiap tenaga kerja baru tentang APD.
c. Pasal 12 butir b : dengan pertauran perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk memakai APD.
d. Pasal 14 butir c : pengurus diwajibkan menyediakan APD secara Cuma-Cuma.
Permenakertrans No.Per.01/men/1981 Pasal 4 ayat (3) menyebutkan kewajiban pengurus menyediakan alat pelindung diri dan wajib bagi tenaga kerja untuk menggunakannya untuk mencegah penyakit akibat kerja.
Permenakertrans No.Per.03/MEN/1982 Pasal 2 butir 1 menyebutkan : memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja pemilihan alat penlindung diri yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan makanan ditempat kerja.
Permenakertrans No.Per.03/MEN/1986 Pasal 2 ayat (2) menyebutkan tenaga kerja yang mengelola pestisida harus memakai alat-alat pelindung diri yang berupa pakaian kerja, sepatu, sarung tanagan, kacamata atau pelindung muka, dan pelindung pernapasan.
5. Permenakertrans No. Per.08/MEN/VII/2010
Pasal 1 menyebutkan alat pelindung diri selanjutnya disingkat (APD) adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya ditempat kerja.
Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain
Pasal 2 pengusaha wajib menyediakan APD bagi pekerja/buruh di tempat kerja.
APD sebagai-mana dimaksud dalam ayat (1) harus sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar yang berlaku.
APD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diberikan oleh pengusaha secara cuma-cuma.
Tujuan dari penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) adalah untuk melindungi tenaga kerja dan resiko cidera dengan menciptakan penghalang dari bahaya ditempat kerja. Alat Pelindung Diri (APD), tidak untuk menukar Good Engineering atau administrasi atau praktek kerja yang baik berdasarkan biosafety information / safety manusia.
Alat Pelindung Diri (APD) dapat menyebabkan rasa ketidaknyamanan membatasi gerakan presepsi sensoris pemakaiannya. Oleh karena itu pengendaliannya pada lingkungan kerja yang berbahaya harus selalu diusahakan untuk menanggulangi bahaya-bahaya dilingkungan kerja. Untuk itu pengendalian secara teknik teknologi pada sumber bahaya itu sendiri dinilai paling efektif. Misalnya pemasangan Car Muff pada sumber kebisingan atau pada sumber debu, pagar pengaman pada mesin-mesin yang berputar lainnya. Namun mengingat berbagai keterbatasan sehingga tidak dapat diketahui sejauh mana pengendalian tersebut dapat dicapai. Karena hal tersebut diatas maka penggunaan / pemakaian APD menjadi pilihan terakhir.
3.6. Standar Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Dalam penggunaan alat pelindung diri instansi atau perusahaan harus secara hati-hati dalam penyediaannya.
Bagi pekerja serta memenuhi syarat sebagai berikut :
Alat pelindung diri harus dapat memberikan perlindungan yang kuat terhadap bahaya spesifik atau bahaya-bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja.
Berat alatnya harus seringan mungkin, dan alat tersebut tidak menyebabkan rasa ketidaknyamanan yang berlebihan.
Alat yang dihadapai harus fleksibel.
Alat pelindung harus tahan untuk pemakaian yang lama.
Alat pelindung diri tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi pemakai.
Alat pelindung harus memenuhi standar.
Kewajiban itu sudah disepakati oleh pemerintah melalui Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. Hal ini tertulis di Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.08/Men/VII/2010 tentang pelindung diri. Adapun bentuk dari alat tersebut adalah:
Safety helmet berfungsi sebagai pelindung kepala dari benda yang bisa mengenai kepala secara langsung.
Sabuk keselamatan (safety belt) berfungsi sebagai alat pengaman ketika menggunakan alat transportasi ataupun peralatan lain yang serupa (mobil, pesawat, alat berat, dan lain-lain)
Sepatu karet (sepatu boot) berfungsi sebagai alat pengaman saat bekerja di tempat yang becek ataupun berlumpur. Kebanyakan di lapisi dengan metal untuk melindungi kaki dari benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia, dan sebagainya.
Sepatu pelindung (safety shoes) seperti sepatu biasa, tapi dari bahan kulit dilapisi metal dengan sol dari karet tebal dan kuat. Berfungsi untuk mencegah kecelakaan fatal yang menimpa kaki karena tertimpa benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia, dsb.
Sarung tangan berfungsi sebagai alat pelindung tangan pada saat bekerja di tempat atau situasi yang dapat mengakibatkan cedera tangan. Bahan dan bentuk sarung tangan di sesuaikan dengan fungsi masing-masing pekerjaan.
Tali pengaman (Safety Harness) berfungsi sebagai pengaman saat bekerja di ketinggian. Diwajibkan menggunakan alat ini di ketinggian lebih dari 1,8 meter.
Penutup telinga (Ear Plug / Ear Muff) Berfungsi sebagai pelindung telinga pada saat bekerja di tempat yang bising.
Kaca mata pengaman (Safety Glasses) berfungsi sebagai pelindung mata ketika bekerja (misalnya mengelas).
Masker (respirator) berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup saat bekerja di tempat dengan kualitas udara buruk (misal berdebu, beracun, dsb).
Pelindung wajah (face shield) berfungsi sebagai pelindung wajah dari percikan benda asing saat bekerja (misal pekerjaan menggerinda)
Jas hujan (rain coat) berfungsi melindungi dari percikan air saat bekerja (misal bekerja pada waktu hujan atau sedang mencuci alat).
Semua jenis APD harus digunakan sebagaimana mestinya, gunakan pedoman yang benar-benar sesuai dengan standar keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
3.7. Kelebihan dan Kekurangan APD
Adapun kelebihan dari penggunaan alat pelindung diri (APD) yaitu:
Mengurangi resiko akibat kecelakaan kerja yang terjadi baik di sengaja ataupun tak sengaja
Melindungi seluruh/sebagian tubuh pada kecelakaan
Sebagai usaha terkait apabila sistem pengendalian teknik dan administrasi tidak berfungsi dengan baik.
Memberikan perlindungan bagi tenaga kerja agar terlindung dari bahaya kerja.
Ada beberapa kekurangan/kelemahan dari penggunaan alat pelindung diri (APD) yaitu:
kemampuan perlindungan yang tak sempurna karena memakai APD yang kurang tepat dan perawatannya yang tidak baik.
Fungsi APD ini hanya untuk mengurangi akibat dari kondisi yang potensi menimbulkan bahaya bukan untuk menyelamatkan nyawa.
Tidak menjamin pemakainya bebas kecelakaan karena hanya melindungi bukan mencegah.
Cara pemakaian APD yang salah karena kurangnya pengetahuan tentang penggunaan APD yang baik dan benar.
APD tak memenuhi persyaratan standar karena perawatannya tidak baik dan kualitas yang buruk.
3.8. Tujuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan bagian yang sangat penting khususnya perusahaan industry guna melindungi produktivitas kerja pegawai.
Adapun tujuan dari keselamatan kerja adalah sebagai berikut :
Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatan dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.
2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada ditempat kerja
3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien
3.9. Klasifikasi Kecelakaan Tambang
Kecelakaan tambang adalah suatu kejadian atau insiden yang terjadi di dalam lokasi tambang atau area penambangan. Adapun klasifikasi kecelakaan tambang adalah sebagai berikut:
Cidera ringan adalah akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja tambang tidak mampu melakukan tugas selama lebih dari 1 (satu) hari dan kurang dari 3 (tiga) minggu, termasuk hari minggu dan hari libur.
Cidera Berat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja tambang tidak mampu melakukan tugasnya semula, cacat tetap (invalid) seperti Keretakan tengkorak kepala, tulang punggung, pinggul, lengan bawah, lengan atas, paha atau kaki, luka berat atau luka robek/terkoyak yang dapat mengakibatkan ketidak mampuannya dalam melekukan pekerjaannya lagi.
Mati Apabila kecelakaan tambang yang mengakibatkan pekerja tamabang meninggal dunia.
Kondisi tersebut diatas dapat dicapai antara lain bila kecelakaan termasuk kebakaran, peledakan dan penyakit akibat kerja dapat dicegah dan ditanggulangi. Oleh karena itu, setiap usaha keselamatan dan kesehatan kerja tidak lain adalah usaha pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja haruslah ditunjukan untuk mengenal dan menemukan sebab-sebabnya bukan gejala-gejalanya untuk kemudian sedapat mungkin untuk menghilangkan atau mengelaminirnya.
3.10. Macam-Macam Pengertian Dalam Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3)
Adapun macam-macam dari penegertian dalam K3 yaitu:
Bahaya (hazard) adalah suatu keadaan yang memungkinkan atau dapat menimbulkan kecelakaan / kerugian berupa cidera, penyakit, kerusakan atau kemampuan melaksanakan fungsi yang telah ditetapkan.
Risiko (risk) adalah menyatakan kemungkinan terjadinya kecelakaan/kerugian pada pada periode waktu tertentu atau siklus operasi tertentu.
Insiden (incident) adalah kejadian yang tidak diinginkan yang dapat dan telah mengadakan kontak dengan sumber energi melebihi nilai ambang batas badan atau struktur.
Tindakan tak aman (unsafe act) adalah suatu pelanggaran terhadap prosedur keselamatan yang memberikan peluang terhadap terjadinya kecelakaan.
Keadaan tak aman (unsafe condition) adalah suatu kondisi fisik atau keadaan yang berbahaya yang mungkin dapat langsung menyebabkan atau mengakibatkan terjadinya kecelakaan.
3.11. Prinsip Dasar Pencegahan Kecelakaan
Pencegahan kecelakaan adalah ilmu dan seni, karena menyangkut masalah sikap dan perilaku manusia, masalah teknis seperti peralatan dan mesin serta masalah lingkungan. Pengawasan diartikan sebagai petunjuk atau usaha yang bersifat koreksi terhadap permasalahan tersebut. Usaha pencegahan kecelakaan adalah faktor penting dalam setiap tempat kerja untuk menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja serta mencegah adanya kerugian. Sebelum memulai melakukan usaha usaha pencegahan kecelakaan rangkaian kejadian dan faktor penyebab kejadian kecelakaan harus dapat diidentifikasi, untuk menentuka faktor penyebab yang paling dominan. Rangkaian kejadian dan faktor penyebab kecelakaan dikenal dengan "teori domino".
Gambaran diatas menunjukan rangkaian/deretan faktor-faktor penyebab kejadian kecelakaan, faktor-faktornya antara lain :
1. Lemahnya kontrol (lack of control)
Dalam hal ini kurangnya kontrol merupakan urutan pertama. Pengwasan diartikan sebagai bagian dari fungsi manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengawasan.
2. Sebab Dasar (basic causes) adalah penyebab nyata yang di belakang atau yang meletarbelakangi penyebab langsung yang mendasari terjadinya kecelakaan. Pada hakikatnya ini merupakan sebab yang paling mendasar terhadap kejadian kecelakaan yang meliputi, antara lain :
a. Faktor Perorangan/Pribadi
1). Kemampuan fisik atau phisiologi tidak layak
2). Kemampuan mental tidak layak
3). Stress fisik atau phisiologi
4). Kurang pengetahuan
5). Kurang keahlian
6). Tidak adanya motivasi
b. Faktor Kerja
1). Pengawasan / kepemimpinan yang tidak memadai
2). Alat/peralatan yang kurang memadai
3). Salah pakai / salah menggunakan
3. Sebab Langsung
Pada dasarnya kecelakaan disebabkan oleh dua hal yaitu tindakan yang tidak aman (unsafe act) dan kondisi yang tidak aman (unsafe condition). Oleh karena itu sumber daya manusia dalam hal ini memegang peranan yang penting dalam menciptakan keselamatan dan kesehatan kerja.
a. Perbuatan Tidak Aman
1). Mengoperasikan peralatan tanpa wewenang.
2). Mengoperasikan mesin/peralatan/kendaraandengan kecepatan yang tidak layak.
3). Dibawah pengaruh alcohol atau obat-obatan terlarang.
4). Melepas alat pengaman.
5). Membuat alat pengaman tidak berfungsi.
6). Tidak memakai alat pelindung diri.
7). Menggunakan peralatan yang sudah rusak
8). Pemuatan tidak layak
9). Penempatan tidak layak
10). Posisi kerja yang salah
11). Bersenda gurau atau main-main di waktu kerja.
b. Kondisi Tidak Aman
1). Peralatan atau material yang rusak.
2). Pelindung atau pembatas tidak layak
3). Alat pelindung diri yang kurang sesuai
4). Sistem peringatan yang kurang
5). Kebersihan dan tata ruang tempat kerja tidak layak
6). Kondisi lingkungan kerja yang kotor
7). Kebisingan
8). Temperatur ruangan yang tinggi atau rendah
9). Penerangan yang kurang atau berlebihan
10). Bahaya kebakaran dan peledakan.
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) serta penggunaan alat pelindung diri (APD) di PT. Bukit Asam (Persero), Tbk sudah dilaksanakan dengan baik dan sudah sesuai dengan prosedur yang telah disepakati dan disarkan dengan perundang-undangan tentang keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang ada. Dalam penerapannya diruang lingkup kerja baik ditambang maupun dikantor, K3 tetap diberlakukan dengan sangat baik, sehingga apabila terjadi sebuah pelanggaran maupun kecelakaan dapat langsung diberikan sanksi maupun penyelidikan yang dinyatakan sebagai paktor penyebab baik teknis maupun faktor manusia (Human error).
Didalam pelaksanaannya, di PT. Bukit Asam (Persero), Tbk bagian/satuan kerja (Satker) K3 dibagi menjadi 5 satuan kerja (satker) yang masing-masing dipimpin oleh seorang asisten manajer (asman) dan kesemua satuan kerja itu dipimpin oleh seorang manajer yang berugas sebagai penanggung jawab lapangan. 5 satuan kerja yang terdapat di PT. Bukit Asam (Persero), Tbk memiliki tugas yang masing-masing nantinya akan diserahkan kepada pimpinan dari setiap satuan kerja tersebut dalam hal ini adalah asisten manajer sebelum akhirnya temuan tersebut diberikan/diserahkan kapada manajer K3 untuk didiskusikan bagaimana penyelesaiannya agar pelanggarannya dan kecelakaan tersebut tidak terjadi kembali atau tidak menimbulkan kerugian. 5 satuan kerja tersebut adalah :
Satker Pembinaan dan Sarana K3
Satker Pengawasan K3 & Hyperkes
Satker Penanggulangan Kecelakaan dan Kebakaran (PK & K)
Satker Pengawasan Lingkungan
Satker Kajian K3
4.1. Satker Pembinaan dan Sarana K3
Satuan kerja pembinaan K3 juga termasuk kedalam satker yang terdapat dalam manajemen K3 di PT. Bukit Asam (Persero), Tbk yang tugasnya memberikan induksi/pembinaan sistem K3, satuan kerja pembinaan dan sarana K3 tidak hanya memberikan induksi kepada karyawan saja, tetapi induksi juga diberikan kepada tamu yang berkunjung maupun siswa dan mahasiswa yang melaksanakan praktek di PT. Bukit Asam (Persero), Tbk.
Dalam program kerja utama, program kerjanya dibagi menjadi 14 program kerja yang masing-masing mempunyai fungsi dan peranan yang berbeda. Empat belas program kerja yang termasuk dalam program kerja utama adalah:
1. Program kerja utama
a. Safety Talk, meliputi :
Perusahaan
Mitra Kerja
Satuan Kerja
b. Safety Induksi
Surat Izin Mengemudi Dalam Lokasi Tambang (SIM DLT)
Tamu (Siswa, Mahasiswa dan Perusahaan) dan Pegawai Mutasi
c. Pembinaan Pegawai, meliputi :
Pembinaan Lingkungan
Pembinaan K3 Listrik
Pembinaan K3 Mekanik
Pembinaan K3 Welder
Pembinaan K3 Opersional BWE
Pembinaan K3 Pengawas Tambang
Pembinaan Mine Rescue
d. Membuat Lembar Pembinaan
e. Pembuatan Modul Pelatihan K3, meliputi :
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan (SMK3)
Surat Izin Mengemudi Dalam Lokasi Tambang (SIM DLT)
Penanggulangan Bahaya Kebakaran
f. Pembuatan Modul Pelatihan Keteknikan
Operator BWE
Listrik
Mekanik
Welder
g. Pembuatan Buku Panduan, meliputi :
Panduan Keselamatan Tamu Perusahaan
Panduan Keselamatan Siswa & Mahasiswa Praktek
Panduan Keselamatan Pegawai Kontraktor
h. Pembuatan buku saku, meliputi:
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
Pedoman Kesadaran Untuk Keselamatan Bermotor
Pedoman Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
Tata Cara Penanganan Keadaan Darurat
Petunjuk Pengoperasian Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
Petunjuk Bagi Oporator Alat Berat
i. Pembuatan Stiker / Spanduk
j. Perencanaan, pembuatan, pemasangan, perawatan, dan kebutuhan rambu, baleho.
m. Pengawasan Rambu-rambu di kontraktor
n. Pembuatan dan Pengendalian Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP)
o. Pelaporan Bulanan ( Administrasi) Pembinaan
p. Pelaporan Bulanan (Absen) Pembinaan
Dalam satker pembinaan & sarana K3 maupun dilingkup PT. Bukit Asam (Persero), Tbk dikenal ada 4 macam induksi, 4 macam induksi tersebut adalah :
Induksi Umum : Induksi ini diberikan kepada mahasiswa dan siswa yang
melaksanakan praktek di PT. Bukit Asam (Persero), Tbk. Biasanya induksi ini berisikan tentang gambaran umum perusahaan.
Induksi Khusus : Induksi ini diberikan kepada karyawan yang melakukan
atau melasanakan pekerja berat/berbahaya, ruang terbatas, bekerja di daerah panas, penggalian, ketinggian dan lain-lain.
Induksi Mutasi : Induksi ini diberikan kepada karyawan yang naik
jabatan atau dipindahkan tempat kerja.
Induksi Ulang : Induksi ini di berikan kembali kepada karyawan yang
dikira kurang cakep/belum ahli dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan, sehingga dapat membahayakan dirinya dan orang lain.
4.2. Satker Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja & Hyperkes
Satuan kerja yang mengawasi pelaksanaan inspeksi dan melakukan koordinasi untuk tindakan pencegahan kecelakaan termasuk melakukan evaluasi potensi resiko, sehingga tersedianya data hasil inspeksi sebagai unsulan/perbaikan realistis atau dengan kata lain tugas satker ini adalah melakukan pengawasan dan member sanksi/penegak pelanggar K3 yang terjadi di area tambang. Satker ini membagi pelanggaran menjadi 3 bagian, yaitu:
Manusia, dimana pelanggaran yang sering dilakukan adalah sering melepas (tidak menggunakan) alat pelindung diri (APD) yang telah ditentukan, sering tidak fokus, dan lain-lain
Kendaraan, dimana hal yang sering diperhatikan adalah kelalaian kendaraan yang akan digunakan didaerah tambang, izin penggunaan kendaraan, dan lain-lain
Rambu, dimana hal ini yang diperhatikan adalah pelanggaran terhadap rambu-rambu yang ada disepanjang jalan area tambang, biasanya rambu yang sering dilanggar adalah rambu kecepatan maksimum (40 km/jam).
Dalam pelaksanaan tugasnya dilapangan, satker pengawasan K3 dan hyperkes memiliki beberapa tugas / tanggung jawab utama. Tanggung jawab utama satker ini adalah :
Inspeksi K3
Dalam melakukan penyelidikan kecelakaan, staff/supervisor inspeksi melakukan penyelidikan awal dan mengumpulkan data untuk pelaksanaan proses penyelidikan kecelakaan untuk mengetahui kondisi keselamatan dan kesehatan kerja sebagai bahan untuk perbaikan, sehingga tersedianya informasi/data mengenai kecelakaan secara lebih rinci dan akurat.
Pengelolaan Satuan Kerja
Dalam pengelolaan satuan kerja, satker ini mengelola satuan kerja dengan cara mengorganisir pekerjaan, memberikan arahan kepada pegawai, memantau kemajuan pekerjaan serta menciptakan hubungan yang harmonis antara karyawan dilingkungan kerjanya, sehingga target kerja dalam satuan kerja dapat tercapai secara optimal.
Transfer pengetahuan
Yang dimaksud dalam transfer pengetahuan ini adalah pemberian pelatihan yang ditugaskan oleh perusahaan maupun pelatihan ditempat kerja dengan cara mempersiapkan dan menyajikan materi pelatihan sesuai kebutuhan, sehingga pengetahuan dan keterampilan karyawan meningkat.
Disamping tugas diatas satker ini juga memiliki tugas lain yaitu pelaksanaan hyperkes, dimana hyperkes itu adalah hygine perusahaan kesehatan kerja. Hal yang sering dilakukan dalam pelaksanaan hyperkes adalah:
Melakukan pemantauan kesehatan lingkungan kerja
Melakukan pemantauan berbahaya lapangan seperti kebisingan, cahaya, debu, dan lain-lain
Memberikan dan melakukan penyuluhan kesehatan.
4.3. Satker Penanggulangan Kecelakaan dan Kebakaran (PK&K)
Satker Penanggulangan Kebakaran dan Kecelakaan merupakan satker yang ada di K3 yang berfungsi/bertugas melakukan penyelamatan dan pertolongan di lokasi tambang (internal), maupun dilingkungan masyarakat (eksternal).
Untuk perawatan, definisi dari satker PK&K sendiri adalah menyiapkan penanganan sebuah kejadian (kecelakaan) yang berkaitan dengan keselamatan maupun alat keselamatan itu sendiri. Hal tersebut perlu dilakukan karena apabila terjadi suatu musibah/kecelakaan, baik personil maupun alatnya dapat bekerja dengan maksimal.
Oleh karena itu untuk mendapatkan hasil yang maksimal, satker ini selalu rutin mengadakan latihan personil maupun pengecekan kendaraan dan alat. Kendaraan dan alat yang digunakan sebagai penunjang pekerjaan satker ini adalah :
Dua (2) unit mobil fire truck (truck pemadam kebakaran)
Satu (1) unit mobil rescue
Satu (1) unit mobil ambulance
Tiga (3) unit perahu karet
Tiga ribu (3000) Alat Pemadam Api Ringan (APAR) dan hydrant box
Untuk kendaraan, satker PK & K selalu melakukan pengecekan/ perawatan secara rutin, seprti memanaskan mesin mobil, tenaga angin ban dan perahu karet, bahan bakar, persedian air didalam tangki fire truck, APAR pada masing-masing mobil operasional, cadangan ban dimobil, pelampung, dayung, oksigen, dan lain-lain.
Sedangkan untuk APAR dan Hydrant Box, satker PK & K melakukan pengecekan alat dalam kurun waktu 1 x dalam 6 bulan, sesuai dengan peraturan perundang–undangan. Tetapi karena dirasa kurang dan riskin akan tidak berfungsinya alat saat dibutuhkan, maka satker PK & K melakukan pengecekan 1 x dalam kurun waktu 3 bulan, bahkan tidak menutup kemungkinan pengecekan dilakukan tiap bulan.
Sedangkan untuk penanganan satker PK & K memiliki dua tugas, yaitu sebagai team pemadam kebakaran dan sebagai team rescue. Dalam prakteknya satu team yang terdapat dalam satker PK &K terdiri dari 5 orang yang memiliki peran penting masing-masing, peran mereka antara lain :
Satu orang sebagai operator yang betugas sebagai sopir dan mengendalikan kekuatan semprotan air.
Satu orang sebagai nozzle man yang bertugas mengatur mengatur panjang pendek, arah selang dan memabantu fire man memadamkan api.
Satu orang sebagai fire man yang bertugas memadamkan api pada saat terjadi kebakaran.
Satu orang bertugas sebagai mengemudi mobil rescue.
Satu orang bertugas sebagai pengemudi ambulance.
Untuk penanganan kebakaran dan penyelamatan, satker PK & K sendiri lebih banyak bertugas diluar (eksternal) dilingkungan masyarakat dari pada lingkungan tambang. Hal ini disebabkan karena kecelakaan maupun kebakaran tidak banyak terjadi di daerah tambang, walaupun terjadi, biasanya dapat diselesaikan oleh satker dimana kejadian itu terjadi, hal itu disebabkan karena disetiap bagian / satker yang berada didalam lingkup PT. Bukit Asam (Persero), Tbk memiliki APAR dan hydrand box yang dapat digunakan sewaktu-waktu ada kebakaran.
Disamping itu, biasanya kebakaran di area tambang hanya berupa kebakaran pada daerah stockpile, yang disebabkan karena kejadiannya pemadatan yang tidak sempurna. Penumpukan dan pemadatan yang tidak sempurna inilah yang biasanya menyebabkan terjadinya kebakaran karena sifat batubara itu sendiri. Karena seperti diketahui, kebakaran disebabkan oleh adanya panas, bahan bakar dan oxygen, yang semua persyaratan itu telah dilengkapi oleh batubara yang terakumulasi di stockpile. Oleh karena itu, batubara yang ditumpuk/diendapkan pada stockpile tidak boleh terlalu lama didiamkan, hal ini dikarenakan apabila terlalu lama didiamkan batubara yang berada pada stockpile tersebut dapat meledak.
4.4. Satker Pengawasan Lingkungan
Penambangan di PT. Bukit Asam (Persero), Tbk merupakan penambangan terbuka (Surface Mining). Penambangan dengan sistem tersebut meliputi kegiatan pengupasan, penggalian, pengambilan batubara, penumpukan bahan non batubara dan penimbunan yang akan mengakibatkan dampak bagi lingkungan, baik positif maupun negatif. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan PT. Bukit Asam (Persero), Tbk untuk meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan sekitar penambangan adalah :
Pemantauan kualitas udara ambient
Pemantauan emisi udara
Pemantauan kebisingan
Pemantauan kualitas air
Pemantauan kualitas tanah
Pemantauan revegetasi
Pemantauan housekeeping
Pemantauan swabakar timbunan batubara
Pemantauan erosi dan sedimentasi
Pemantauan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas)
Pemantauan biota air
Pemantauan satwa liar
Untuk memastikan efektifitas kegiatan pengelolaan lingkungan yang dilaksanakan dilapangan, PT. Bukit Asam (Persero), Tbk secara berkala melakukan pemantauan terhadap lingkungan sekitar, khususnya untuk memantau komponen-komponen lingkungan yang diperkirakan mengalami perubahan akibat kegiatan penambangan batubara sehingga dapat dilakukan penyempurnaan apabila diperlukan.
Selain itu manfaat dari kegiatan pemantauan lingkungan adalah :
1. Sebagai sarana pembelaan diri apabila PT. Bukit Asam (Persero), Tbk dituduh melakukan kegiatan yang mencemari lingkungan atau menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan.
2. Sebagai informasi ilmiah yang dapat digunakan oleh berbagai pihak sesuai dengan kepentingannya.
4.5. Satker Kajian K3
Merupakan salah satu satker yang termasuk didalam manajemen semua satker, kemudian data yang didapat diolah/diproses menjadi laporan yang digunakan untuk mencari hasil/pemecahan dari temuan yang didapat, pemecahan masalah dari hasil temuan tersebut diperoleh dari rapat kerja antara manajer dan asisten manajer yang kemudian diberikan/diumumkan kepada karyawan. Satuan kerja ini memiliki tugas, antara lain :
Mengelola alat pelindung diri (APD)
Melakukan penyelidikan izin internal perusahaan (SIM pengemudi mobil yang beroperasi didaerah tamabang, izin kendaraan yang beroperasi didaerah tambang PT. Bukit Asam (Persero), Tbk.
Memuat laporan kegiatan pengelolaan K3 yang sama kegiatannya didokumentasikan disini (Kajian K3).
Membuat laporan kegiatan/pelaksanaan K3 yang setiap bulannya diserahkan kepada perusahaan dan tiap 3 bulan laporan diserahkan kepemerintah.
Membuat dan melakukan olah data/membuat statistik mengenai penyelidikan K3 dari penanganan, penggunaan, kebutuhan alat pelindung diri, penyebab kecelakaan, dan lain-lain.
Disamping sebagai pengelolah data, kajan K3 juga berfungsi sebagai satker administrasi, dimana dalam hal ini, satker ini juga bertugas memberikan/menyiapkan kelengkapan alat pelindung diri (APD) yang digunakan dalam area pertambangan baik yang digunakan karyawan PT. Bukit Asam (Persero), Tbk maupun tamu yang melakukan kunjungan (study banding), pembuatan SIM DLT bagi pengemudi kendaraan di area tambang, izin operasi kendaraan, pengurusan izin peledakan, dan lain-lain.
Karena sifatnya yang vital, APD menjadi perlengkapan wajib yang harus digunakan oleh karyawan PT. Bukit Asam (Persero), Tbk yang akan memasuki kawasan pertambangan. Hal ini dikarenakan PT. Bukit Asam (Persero), Tbk sangat tegas dan memperhatikan karyawan dalam penggunaan APD, dengan cara melaksanakan inspeksi terhadap kendaraan dan karyawan melalui K3 bagian pengawasan K3 dan Hyperkes.
Syarat untuk memperoleh/mendapatkan Alat Pelindung Diri (APD)
Pengajuan permohonan dan pengadaan APD
Pengajuan anggaran APD.
Karena sifat pekerjaan yang berada dan tingkat pekerjaan yang berbeda, maka permintaan akan APD berbeda-beda disetiap tempat dan bagiannya. Oleh karena itu agar tidak terjadi penumpukan APD yang sama, maka sangat diperlukan pengajuan surat permohonan dan pengadaan APD menurut keperluan dan tempat kerja (satker) masing-masing pekerja atau karyawan.
Sedangkan untuk penyediaan APD bagi tamu yang melakukan penelitian, study banding, kunjungan kerja, dan lain-lain. Pihak PT. Bukit Asam (Persero), Tbk dalam hal ini satker kajian K3 telah menyiapkan APD yang dikhususkan bagi tamu tersebut. Dengan syarat tamu yang akan berkunjung telah terlebih dahulu mengajukan surat permohonan kepada PT. Bukit Asam (Persero), Tbk yang nantinya akan diproses dan dikirimkan kepada pihak atau surat balasan kesediaan dari pihak PT. Bukit Asam (Persero), Tbk. Hal ini dilakukan agar tidak terjadinya salah komunikasi antara pihak kantor dan pihak lapangan (satker) yang terkait, penumpukan tamu, penyampaian materi yang tidak sempurna bagi tamu, dan lain-lain.
Berdasarkan informasi kecelakaan kerja yang didapat di PT. Bukit Asam (Persero), Tbk dari tahun 2009 s/d 2012 (Tabel 1), terjadi penurunan yang sangat signifikan dalam hal kecelakan kerja pada daerah pertambangan. Dari hasil laporan kegiatan yang diperlihatkan oleh bagian/satker Kajian K3 dapat dikatakan sistem K3 pada PT. Bukit Asam (Persero), Tbk telah berjalan dengan sangat baik sesuai dengan perundang-undangan dan komitmen yang telah disepakati. Hal ini juga didukung dengan kamauan dan kesadaran dari para karyawan (pekerja) sendiri tentang pentingnya APD dan keselamatan.
Tabel I
Jumlah Kecelakaan Kerja PT. BA (Persero), Tbk – Unit Penambangan Tanjung Enim
SIFAT
TAHUN
2009
2010
2011
2012
TOTAL
RINGAN
4
2
2
1
9
BERAT
3
2
2
2
9
MATI
0
1
2
1
4
TOTAL
7
5
6
4
22
Sumber : PT. BA (Persero), Tbk - UPTE
Walaupun tingkat kecelakaan kerja di PT. Bukit Asam (Persero), Tbk cenderung mengalami penurunan, tetapi tidak menutup kemungkinan terjadinya sebuah kecelakaan kerja, hal ini dikarenakan ada sebagian kecil karyawan yang belum sadar dan menganggap remeh arti pentingnya sebuah keselamatan, penyebab terjadinya sebuah kecelakaan itu sendiri bervariasi sehingga tidak ada penyebab yang dominan antara teknis dan non teknis.
Diantara faktor penyebab terjadinya sebuah kecelakaan, baik yang disebabkan oleh pekerjaan sendiri maupun karena gejala alam, penyebab terjadi sebuah kecelakaan di wilayah Unit Penambangan Tanjung Enim baik yang di alami karyawan PT. Bukit Asam (Persero), Tbk maupun Mitra Kerja dikarenakan oleh faktor tindakan tidak aman yaitu dengan persentase 69 % dan faktor kondisi tidak aman hanya 31%.
Tindakan tidak aman sendiri dibagi beberapa kateria, diantaranya :
Melakukan pekerjaan tanpa wewenang
Bekerja dengan kecepatan berbahaya
Mengambil posisi atau sikap tubuh tidak aman
Melalaikan penggunaan APD yang ditentukan
Lupa mengamankan, member tanda / peringatan
4.6. Hirarki Pengendalian Bahaya di Tempat Kerja
Risiko yang ada ditempat kerja harus dapat dikendalikan pendekatan hirarki pengendalian merupakan upaya dalam pengendalian risiko jenis pengendalian yang dapat dilakukan yang berkaitan dengan Permenaker No. 05/MEN/1996 adalah :
Pengendalian teknis atau rekayasa yang meliputi eliminasi, subtitusi, isolasi, ventilasi.
Pendidikan dan pelatihan
Pembangunan kesadaran dan motivasi yang meliputi sistem bonus
Pengendalian tersebut di atas dapat diterapkan dengan memahami hirarki pengendalian, diman langkah-langkahnya dijalankan dari yang tertinggi kemudian diikuti langkah berikutnya secara berurutan, yaitu:
Eliminasi
Tahap pengendalian bahaya dengan jalan menghilangkan atau menghapus barang, alat kerja, atau cara kerja yang dapat menimbulkan bahaya baik terhadap kesehatan maupun keselamatan.
Subsitusi
Bila eliminasi tidak dapat dilakukan maka pengendalian dengan cara mengganti barang, alat atau cara kerja yang dapat menimbulkan bahaya dengan barang, alat, atau cara kerja yang lain yang kurang berbahay.
Engineering
Pengendalian ini dilakukan dengan memanfaatkan pengetahuan dibidang rekayasa untuk mnghilangkan atau mengurangi resiko seperti modofikasi alat, ventilasi, pengamanan alat, dan sebagainya.
Pengendalian Administrasi (Kontrol Administrasi)
Tahap penanggulangan bahaya secara administrasi seperti pembuatan prosedur, pemasangan rambu, pengaturan jam kerja, pemberian pelatihan, penetapan aturan khusus, mengikuti aspek hukum atau peraturan pemerintah terkait serta penerapan higine perusahaan.
Penggunaan Alat Pelindung Diri
Pemakaian alat pelindung diri merupakan tahap terakhir dari hirarki pengendalian bila upaya lain tidak dapat memenuhi maksud menghilangkan atau mengurangi resiko secara maksimal.
.
4.7. Jenis Alat Pelindung Diri
Berbagai macam jenis alat pelindung diri yang digunakan di PT. Bukit Asam (Persero), Tbk yaitu:
Pelindung kepala
Pelindung mata
Pelindung telinga
Pakaian kerja
Pelindung kaki
Masker
Sarung tangan
Sabuk pengaman
Berbagai macam alat pelindung diri yang digunakan di Unit Penambangan Tanjung Enim disetiap lingkungan kerjanya digunakan untuk mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan seperti tersengat, tertimpa peralatan, terjatuh dari ketinggian, kesilauan, kebisingan, terpeleset, dan bahaya yang ada di tempat kerja.
4.8. Macam-Macam Kecelakaan Yang Terjadi Akibat Tindakan Tidak Aman (Unsafe Act).
Pada hakekatnya tindakan tidak aman ini merupakan yang paling mendasar terhadap kejadian kecelakaan. Berikut macam-macam gambaran kejadian (kecelakaan) yang terjadi akibat tindakan tidak aman.
Gambar 4
Dampak Apabila Tidak Menggunakan Safety Helm
Gambar 5
Dampak Bila Bekerja Pada Posisi Tidak Bener
Gambar 6
Mengangkat Barang Pada Posisi Tidak Benar
Gambar 7
Urutan Cara Mengangkat Barang yang Berat
Gambar 9
Bahaya Merokok Pada Saat Mengisi Bahan Bakar
Gambar 10
Dampak Apabila Mengisi Bahan Bakar Pada Saat Mesin Menyala
4.9. Jenis-Jenis Alat Pelindung Diri (APD) pada karyawan PT. Bukit Asam (Persero), Tbk.
Adapun jenis-jenis alat pelindung diri yang sering digunakan oleh karyawan PT. Bukit Asam (Persero), Tbk pada saat melakukan pekerjaannya.
Pelindung Kepala
Pelindung kepala (Safety Helmet). Helm (helmet) sangat penting digunakan sebagai pelindung kepala, dan sudah merupakan keharusan bagi setiap pekerja untuk menggunakannya dengan benar sesuai peraturan helm yang digunakan untuk melindungi kepala dari bahaya yang berasal dari atas.
Gambar 11
Safety Helm
2. Pelindung Kaki
Sepatu kerja (safety shoes) merupakan perlindungan terhadap kaki. Setiap pekerja atau karyawan perlu memakai sepatu dengan sol yang tebal supaya bebas berjalan dimana-mana tanpa terluka oleh benda-benda tajam atau kemasukan oleh kotoran dari bagian bawah. Bagian muka sepatu harus cukup keras supaya kaki tidak terluka bila tertimpa benda dari atas.
Gambar 12
Alat Pelindung Kaki (Safety Shoes)
Gambar 13
Akibat Tidak Menggunakan Safety Shoes
3. Pelindung wajah (muka)
Goggles, alat ini biasanya digunakan pada bagian pengelasan dan gerinda (pada lingkungan perbengkelan). Alat ini digunakan sebagai pelindung wajah dari percikan api atau logam.
Gambar 14
Alat Pelindung Wajah (Muka)
4. Alat pelindung telinga
Car muff (sumbat telinga), alat ini digunakan untuk instensitas suara. Sumbat teling yang baik adalah menahan frekuensi tertentu saja, sedangkan frekuensin untuk bicara (komunikasi) tidak terganggu.
Gambar 15
Alat Pelindung Telinga
5. Alat pelindung tangan
Sarung tangan sangat diperlukan untuk beberapa jenis pekerjaan. Tujuan utama penggunaan sarung tangan adalah melindungi tangan dari benda-benda keras dan tajam selama menjalankan kegiatannya. Sarung tangan karet, sarung tangan karet ini juga sangat penting, biasanya sarung tangan karet ini digunakan oleh pekerja listrik, mengingat sarung tangan ini yang terbuat dari karet agar tidak terjadi kesetrum.
Gambar 16
Alat Pelindung Tangan
6. Alat pelindung mata
Kacamata pengaman digunakan untuk melindungi mata dari debu, serpih besi yang berterbangan ditiup angin, mengingat pertikel-pertikel debu yang berukuran sangat kecil yang terkadang tidak terlihat oleh mata. Oleh karenanya mata perlu diberikan perlindungan. Biasanya pekerjaan yang mebutuhkan kacamata adalah mengelas.
Gambar 17
Alat Pelindung Mata
7. Alat Pelindung Pada Ketinggian (Safety Harness)
Safety Harness ini berguna untuk melindungi trubuh dari kemungkinan terjatuh, biasanya digunakan pada pekerjaan kontruksi dan memanjat serta tempat tertutup.
Gambar 18
Alat Pelindung Pada Ketinggian (Safety Harness)
Gambar 19
Dampak Bila Tidak Mengenakan Safety Harness
4.10. Jumlah dan Persentase Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara propesional stratified random sampling dengan persentasi dan perhitungan yang dijelaskan dibawah. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus slivin dalam husien 2004, dimana :
n=NN.d2+1 = 15811581.(0.05)2+1
n = 319
Keterangan
n = Jumlah Sampel
N = Jumlah Populasi
d2 = Presisi yang ditetapkan adalah 5%
1 = Konstanta
Responden dalam penelitian ini adalah karyawa PT. Bukit Asam (Persero), Tbk pada pekerjaan UPTE. Adapun karakteristik responden dikelompokan sebagai berikut :
1. Usia
Berdasarkan data dibawah menunjukan bahwa mayoritas responden adalah berusia 40-50 tahun, yaitu 59.56% Kesimpulannya adalah bahwa sebagian besar responden adalah pekerja produktif. Hal ini dilihat dari tabel II.
Tabel II
Distribusi Responden Berdasarkan Usia
Usia
Jumlah Responden
Persentasi (%)
>20 s/d 30
21
6.59
>30 s/d 40
54
16.93
>40 s/d 50
190
59.56
>50
54
16.92
Total
319
100.0
Sumber : Pengolahan data primer 2013
Gambar 20
Distribusi Responden Berdasarkan Usia
2. Jenis Kelamin
Berdasarkan data seperti dibawah ini menunjukan bahwa mayoritas responden adalah berjenis kelamin laki-laki yaitu 99.05% Hal tersebut dikarenakan pada kegiatan konstruksi pekerjaan utamanya adalah pekerjaan kasar yang kebanyakan dikerjakan oleh laki-laki. Untuk distribusi lengkapnya dapat dilihat pada tabel III bawah ini.
Tabel III
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Jumlah Responden
Persentasi (%)
Laki-Laki
316
99.05
Perempuan
3
0.95
Total
319
100.0
Sumber : Pengelolahan Data Primer 2013
Gambar 21
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
3. Masa Kerja
Tabel dibawah ini memperlihatkan bahwa mayoritas responden memiliki pengalaman kerja yang terbesar adalah 20-30 tahun yaitu 65.83% keimpulannya adalah responden tersebut memiliki pengalaman kerja yang tinggi, sehingga mampu melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik. Untuk distribusi lengkapnya dapat dilihat pada tabel IV dibawah ini.
Tabel IV
Distribusi Responden Berdasarkan Lama Kerja
Lama Kerja
Jumlah Responden
Persentasi (%)
1 s/d 10
51
15.99
10 s/d 20
52
16.30
20 s/d 30
210
65.83
>30
6
1.88
Total
319
100.0
.Sumber : Pengelolahan Data Primer 201
Gambar 22
Distribusi Responden Berdasarkan Lama Keja
4. Pendidikan
Berdasarkan tabel dibawah menunjukan bahwa mayoritas responden adalah lulusan SMA yaitu sebesar 63.32% Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa responden sudah cukup baik memahami tentang pekerjaannya dan kemampuan menyelesaikan pekerjaan yang ingin dicapai. Untuk distribusi lengkapnya dapat dilihat pada tabel V di bawah ini.
Tabel V
Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidkan
Tingkat Pendidikan
Jumlah Respinden
Persentasi (%)
Tamat SD
9
2.83
Tamat SLTP
20
6.27
Tamat SLTA
202
63.32
Tamat Diploma
33
10.34
Tamat Sarjana
55
17.24
Total
319
100.0
Sumber : Pengolahan Data Primer 2013.
Gambar 23
Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidkan
4.11. Analisa Deskriprif Jawaban Responden
4.11.1. Responden Mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Distribusi jawaban responden pada penelitian ini terhadap pernyataan yang terkait dengan penilaian variabel keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana ditunjukan pata tabel VI di bawah ini
Tabel VI
Responden Mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja
NO
Pernyataan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja
Distribusi Jawaban
Baik
Tidak Baik
1
Penerapan K3 di tempat kerja
311
97.5%
8
2.50%
2
Kondisi perlengkapan keselamatan kerja
312
97.80%
7
2.20%
3
Kondisi mesin / peralatan tambang
290
90.91%
29
9,09%
4
Pembinaan dan pengawasan perusahaan terhadap pekerja
292
91.54%
27
8.46%
5
Pemasangan tanda-tanda peringatan berbahaya
309
96.86%
10
3.14%
6
Kebersihan lingkungan
287
89.97%
32
10.03%
7
Pemeriksaan kesehatan secara berkala bagi karyawan
312
97.80%
7
2.20%
8
Pasilitas P3K yang disediakan perusahaan
265
83.07%
54
16.93%
Berdasarkan jawaban responden , terkait penilaian terhadap keselamatan dan kesehatan kerja (K3) terlihat bahwa :
1. Pada pertanyaan "Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di tempat kerja" mayoritas jawab responden yang baik yaitu sebanyak 311 orang. Hal ini berarti bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 97.5% menilai bahwa penerapan tentang keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja cukup baik.
2. Pada pertanyaan "Kondisi Perlengkapan Keselamatan Kerja (APD)" mayoritas jawaban responden yang baik yaitu sebanyak 312 orang. Hal ini berarti bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 97.81% menilai bahwa kondisi alat pelindung diri yang ada di PT. Bukit Asam (Persero), Tbk masih baik dan masih layak pakai.
3. Pada pertanyaan " Kondisi Mesin/Peralatan Tambang" mayoritas jawaban responden yang sering yaitu sebanyak 290 orang. Hal ini berarti bahwa sebagian responden yaitu sebanyak 90.91% menilai bahwa kondisi mesin atau peralatan tambang sangat baik dan masih layak dalam proses produksi batubara yang ada di Unit Penambangan Tanjung Enim (UPTE).
4. Pada pertanyaan "Pembinaan dan pengawasan perusahaan terhadap pekerja" mayoritas jawaban responden yang sering yaitu sebanyak 292 orang. Hal ini berarti bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 91.54% menilai bahwa pembinaan dan pengawasan perusahaan terhadap pekerja sangat baik, sehingga para pekerja lebih terarah dalam melaksanakan tugasnya.
5. Pada pertanyaan "Pemasangan tanda-tanda peringatan berbahaya" mayoritas jawaban responden yang baik yaitu sebanyak 309 orang. Hal ini berarti bahwa sebagian besar responden yaitu 96.86% menilai bahwa dalam pemasangan tanda-tanda peringatan atau rambu-rambu lalu lintas tambang sudah baik dan benar.
6. Pada pertanyaan mengenai "Kebersihan lingkunan" mayoritas jawaban responden yang baik yaitu sebanyak 287 orang. Hal ini berarti bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 89.97% menilai bahwa kebersihan lingkungan di UPTE sangat baik, sehingga para pekerja merasa nyaman dan tidak terganggu terhadap kodisi lingkungannya.
7. Pada pertanyaan mengenai "Pemeriksaan kesehatan secara berkala bagi karyawan" mayoritas jawaban responden yang sering yaitu sebanyak 312 orang. Hal ini berarti bahwa sebagian besar responden yaitu 97.80% menilai bahwa pemeriksaan kesehatan secara berkala sangat baik.
8. Pada pertanyaan mengenai "Pasilitas Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) yang disediakan oleh perusahaan" mayoritas jawaban responden yang baik yaitu sebanyak 265 orang. Hal ini berarti bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 83.07% menilai bahwa pasilitas P3K yang disediakan oleh sangat baik dan sudah lengkap sesuai apa yang dibutuhkan oleh karyawan pada saat mengalami kecelakaan, terbukti bahwa disediakan ny kotak P3K di setiap lingkungan kerja dan tersedianya mobil ambulance, serta terdapatnya rumah sakit PT. Bukit Asam (Persero).
4.11.2. Responden Mengenai Komunikasi dan Prosedur
Distribusi jawaban responden pada penelitian ini terhadap pernyataan yang terkait dengan komunikasi dan prosedur sebagaimana yang ditunjukan pada tabel VII di bawah ini.
Tabel VII
Responden Mengenai Komunikasi dan Prosedur
NO
Pernyataan mengenai komunikasi dan prosedur K3
Disribusi Jawaban
Ya
Tidak
1
Apakah pengaruh keselamatan dikomunikasikan kepada pekerja secara epektif
316
99.06%
3
0.94%
2
Apakah ada konsultasi antara perusahaan dengan karyawan saat terjadi perubahan pada praktek keselamatan
299
93.73%
20
6.27%
3
Apakah masalah keselamatan secara terbuka dibahas antara karyawan dan manajer
292
91.53%
27
8.46%
4
Apakah prosedur keselamatan sudah sesuai dilakukan dalam praktek di lapangan
305
95.61%
14
4.39%
5
Apakah karyawan dapat berkonsultasi dan memberikan saran perbaikan tentang keselamatan
278
87.15%
41
12.85%
Berdasarkan jawaban responden, terkait penilaian terhadap komunikasi dan prosedur pada PT. Bukit Asam (Persero), Tbk terlihat bawah:
1. Pada pertanyaan mengenai "Apakah pengaruh keselamatan dan responden yang jawab iya sebanyak 316 orang. Hali ini berarti bahwa sebagian besar responden sebanyak 99.06% menilai bahwa pengaruh keselamatan dan kesehatan dikomunikasikan sangat baik kepada karywan atau pekerja, bukan hanya karywan PT. Bukit Asam (Persero), Tbk saja yang diberi arahan atau pengajaran tentang keselamatan dan kesehatan secara efektif melainkan para tamu atau pelajar yang melakukan kunjungan ke PT. Bukit Asam (Persero), Tbk juga di kasi arahan mengenai K3.
2. Pada pertanyaan mengenai "Apakah ada konsultasi antara karyawan dengan perusahaan saat terjadinya perubahan pada praktek keselamatan" mayorita responden yang menjawab iya yaitu sebayak 299 orang. Hal ini berarti bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 93.73% menilai bahwa karyawan dan perusahaan bisa bekonsultasi.
3. Pada pertanyaan mengenai "Apakah masalah keselamatan secara terbuka dibahas antara karyawan dan manajer" mayoritas responden yang menjawab iya yaitu sebanyak 292 orang. Hal ini berarti bahwa sebagian besar responden yaitu 91.53% menilai bahwa masalah keselamatan secara terbuka dibahas antara karyawan dan manajer.
4. Pada pertanyaan "Apakah prosedur keselamatan sudah sesuai dilakukan dalam praktek dilapangan" mayoritas responden yang menjawab iya yaitu sebanyak 305 orang. Hal ini berarti bahwa sebagian besar responden yaitu 95.61% meniali bahwa prosedur keselamatan sudah sesuai dengan apa dilakukan para karyawan pada saat di lokasi atau melakukan aktivitasnya.
5. Pada pertanyaan "Apakah karyawan dapat bekonsulotasi dan memberikan saran perbaikan tentang keselamatan" mayoritas responden yang menjawab iya yaitu sebanyak 278 orang. Hal ini berarti bahwa sebagian besar responden yaitu 87.15% menilai bahwa para karyawan dapat berkonsultasi dan memberikan saran perbaikan tentang keselamatan.
4.12. Daftar Periksa Pengamatan dan Laporan Pengamatan
Tabel VIII
Daftar Periksa Pengamatan dan Laporan Pengamatan
NO
RINCIAN DARI BAHAYA YANG DIAMATI
RINCIAN TINDAKAN PERBAIKAN LANGSUNG
1
Sebagian karyawan di bengkel pabrikasi tidak memakai APD yang berupa sarung tangan, masker, apron pada waktu melakukan pekerjaan mengelas
Menghentikan pekerjaan dan menyarankan untuk memakai APD yang ditentukan.
Dan membicarakan kepada pengawas dan karyawan kenapa tidak memakai APD. Alasan : APD sudah rusak dan tidak ada persediaan dari perusahaan
2
Di lingkungan kerja bengkel intensitas kebisingannya tinggi yang disebabkan dari suara gerinda, jika terpapar terus-menurus maka karyawan karyawan yang setiap hari berapda ditempat kerja tersebut akan mengalami gangguan pendengaran.
Semua karyawan yang bekerja pada bengkel tersebut diharuskan memakai alat pelindung telinga yang berupa ear muff/ear plug.
Peran pengawas bengkel untuk mengusahakan ear muff/ear plug dan ada usaha pemantauan kepada karyawan secara bekelanjutan.
3
Karyawan yang bekerja di bengkel utama tidak menggunakan alat pelindung muka seperti goggles pada saat melakukan pengelasan
Karyawan tersebut langsung di peringatin oleh pengawas lapangan agar menggunakan alat pelindung muka seperti googles.
4
Pada lokasi tambang MTBU salah satu operator BWE dan track stekel tidak menggunakan helm dan sepatu.
Pengawas langsung di tegus agar menggunakan APD pada saat menoperasikan alat tersebut
Alasan : Karyawan merasa tidak nyaman dantidak bebas dalam melakukan kegiatan tersebut
5
Pada bengkel alat penunjang tamabang, karyawan yang melakukan kerja yang menguatkan baut-baut alat berat tidak menggunakan sarung tangan.
Karyawan seharusnya menggunakan alat pelindung tangan seperti sarung tangan.
6
Pada waktu kerja kurang disiplin yaitu belum waktunya istirahat sebagian para pekerja sudah istirahat
Dibuat aturan atau tata tertib yang mempunyai ketentuan hukum yang kuat.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan langsung dan pengumpulan data di lapangan pada PT. Bukit Asam (Persero), Tbk maka disimpulkan bahwa:
Pelaksanaan kegiatan kerja K3 di PT. Bukit Asam (Persero), Tbk didasarkan atas penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang dibutuhkan oleh perusahaan sesuai dengan Permenaker No. 5 tahun 1996.
Dalam pelaksanaan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja bagian/satuan kerja terbagi menjadi 5 satker yang terdapat di dalam satu manajemen K3. Kelima satker tersebut adalah :
Satker Pembinaan dan Sarana K3
Satker Pengawasan K3 & Hyperkes
Satker Penanggulangan Kecelakaan & Kebakaran (PK&K)
Satker Pengawasan Lingkungan
Satker Kajian K3
3. Hirarki pengendalian merupakan upaya dalam pengendalian risiko kecelakaan. Pengendalian yang dapat dilakukan yang berkaitan dengan Permenaker No. 05/MEN/1996 adalah eliminasi, subsitusi, engineering, pengendalian administrasi, dan penggunaan alat pelindung diri.
4. Alat pelindung diri merupakan peralatan keselamatan yang harus digunakan oleh seluruh tenaga kerja terutama apabila berada dalam lingkungan kerja yang berbahaya.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan terhadap penerapan K3 dan penggunaan alat pelindung diri (APD) pada PT. Bukit Asam (Persero), Tbk maka berikut ini masukan dan saran yang dapat dipertimbangkan dalam usaha perbaikan.
1. Penerapan K3 dan penggunaan alat pelindung diri (APD) pada karyawan PT. Bukit Asam (Persero), Tbk sudah baik, diharapkan agar perusahaan dan pekerja bisa mempertahankannya.
2. Sikap pekerja terhadap penerapan program K3 sudah baik, sehingga diharapkan agar pekerja mempertahankan dan semakin meningkatkan sikapnya terhadap pelaksanaan program K3 di perusahaan.
3. Komitmen pekerja pada perusahaan juga sudah baik, diharapkan supaya komitmen karyawan lebih ditingkatkan lagi dalam mendukung dan mengembangkan perusahaan.
4. semakin baik sikap terhadap penerapan K3, semakin baik pula komitmen pekerja pada perusahaan sehingga diharapkan perusahaan lebih memperhatikan penerapan program K3 di perusahaan untuk meningkatkan dukungan pekerja terhadap program K3 yang nantinya juga meningkatkan komitmennya pada perusahaan.
5. Kesadaran pekerja terhadap pentingnya alat pelindung diri pada saat melakukan pekerjaan sudah baik, sehingga diharapkan agar pekerja mempertahankan dan semakin meningkatkan sikap dan kesadaran mereka terhapan pentingnya alat pelindung diri tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Gary R. Krieger, MD, MPH, DABT, JohnF. Montgomy, Ph.D. National Safety Council. Itasca, Illinois.
Sucofindo, 2008 Peraturan Menteri Tenaga Kerja : "Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja", Jakarta.
Safety.do.tim. 2010. Dasar Hukum Alat Pelindung Diri, (Online), (http://www.safetydo.com/2010/12/dasar-hukum-alat-pelindung-diri.html), diakses 20 September 2011
Sahib, syukri,1989 Alat Pelindung Diri terhadap bahan kimia, Majalah K3, Jakarta.
International Labour Office, Pencegahan Kecelakaan, PT. Pustaka Binaman Riessindo, 1989.
Suma'mur P.K, 1986 Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan Kerja, Haji Masagung, Jakarta
Undang-Undang No. 1 Tahun 1970, Tentang Keselamatan Kerja.