PENERAPAN GREEN ARCHITECTURE SEBAGAI UPAYA PENCAPAIAN SUSTAINABLE ARCHITECTURE
MAKALAH
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Melaksanakan Kapita Selekta / Seminar I
Pada Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Jurusan Teknik Arsitektur
Institut Teknologi Minaesa
Oleh :
FERNANDA D.R WAJONG
NIM. 9130311010058
FAKULTAS TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI MINAESA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dampak negatif dari pembangunan konstruksi sangat beragam, antara lain adalah dieksposinya sumber daya alam secara berlebihan. Simak saja, pertambangan sumber daya alam yang dikeruk habis-habisan, penggundulan hutan tanpa penanaman kembali, dimana hal-hal semacam ini dapat menurunkan kualitas sumber daya alam lain di bumi. Tidak hanya itu, teknologi dan hasil teknologi yang digunakan manusia seperti kendaraan, alat-alat produksi dalam sistem produksi barang dan jasa (misalnya pabrik), peralatan rumah tangga dan sebagainya dapat menimbulkan dampak negatif akibat emisi gas buangan, limbah yang mencemari lingkungan dan lain sebagainya.
Permasalahan lingkungan yang terjadi menjadi topik permasalahan yang mencuat akhir-akhir ini karena kurangnya kepedulian akan lingkungan dan kurangnya pemahaman dalam merancang suatu bangunan yang baik dan tidak merusak sumber daya alam. Untuk itu muncul konsep Green Architecture atau yang dikenal sebagai Arsitektur Hijau.
Green Architecture dan Green Building tidak melulu hanya mengintegarsikan fasad bangunan yang hijau dan banyak tanaman tetapi membangun sebuah bangunan yang berkelanjutan (sustainability), maksudnya adalah bangunan hemat energi dan ramah lingkungan.
Agar terbentuknya suatu konsep yang ramah lingkungan maupun sebuah bangunan yang hemat energi, maka munculah konsep Sustainable Architecture atau sebuah konsep terapan dalam bidang arsitektur untuk mendukung konsep berkelanjutan, yaitu konsep mempertahankan sumber daya alam agar bertahan lebih lama, yang dikaitkan dengan umur potensi vital sumber daya alam dan lingkungan ekologis manusia, seperti sistem iklim planet, sistem pertanian, industri, kehutanan, dan tentu saja arsitektur. Kerusakan alam akibat eksploitasi sumber daya alam telah mencapai taraf pengrusakan secara global, sehingga lambat tetapi pasti, bumi akan semakin kehilangan potensinya untuk mendukung kehidupan manusia, akibat dari berbagai eksploitasi terhadap alam tersebut.
Rumusan Masalah
Bagaimana penerapan Green Architecture.
Bagaimana konsep dari Sustainable Architecture.
Bagaimana strategi untuk tercapainya Sustainable Architecture.
Batasan Masalah
Dalam penerapan konsep Green Architecture sebagai upaya pencapaian Sustainable Architecture pada bangunan ada begitu banyak aspek-aspek penting yang dapat dibahas, untuk itu perlu dilakukan pembatasan konteks dalam pembahasan ini yaitu fokus pada strategi penerapan Green Architecture untuk tercapainya Sustainable Architecture.
Tujuan Penulisan
Mengetahui penerapan dari Green Architecture.
Mengetahui konsep-konsep dari Sustainable Architecture.
Mengetahui strategi pencapaian Sustainable Architecture.
BAB II
KAJIAN LITERATUR
Pengertian Green Architecture dan Sustainable Architecture
Pengertian Arsitektur Hijau (Green Architecture)
Menurut Kwok Allison dalam Ming Kok, Cheah tahun 2008, Green Architecture adalah sebuah proses perancangan dalam mengurangi dampak lingkungan yang kurang baik, meningkatkan kenyamanan manusia dengan meningkatkan efisiensi, dan pengurangan penggunaan sumber daya, energi, pemakaian lahan, dan pengelolaan sampah efektif dalam tataran arsitektur.
Pada berita The New York Times, 29 April 2007 mengatakan, Karena kekhawatiran tentang pemanasan global dan harga minyak meningkat, demikian ini juga memiliki kepentingan dalam pembangunan yang lebih berkelanjutan, atau hijau, yaitu pengembangan yang menyeimbangkan gaya dan fungsi dengan perlindungan lingkungan dan konservasi sumber daya alam.
Green Architecture merupakan konsep arsitektur yang berusaha meminimalkan pengaruh buruk terhadap lingkungan alam maupun manusia dan menghasilkan tempat hidup yang lebih baik dan lebih sehat, yang dilakukan dengan cara memanfaatkan sumber energi dan sumber daya alam secara efisien dan optimal.
Konsep Green Architecture bertanggung jawab terhadap lingkungan, memiliki tingkat keselarasan yang tinggi antara strukturnya dengan lingkungan, dan penggunaan sistem utilitas yang sangat baik.
Pengertian Sustainable Architecture
Pada tahun 1987, Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan Common Future (juga dikenal sebagai Laporan Brundtland) mengatakan:
Kemanusiaan memiliki kemampuan untuk membuat pembangunan berkelanjutan, untuk memastikan itu kita dapat memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan kemampuan masa depan generasi untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Pembangunan berkelanjutan bukanlah sebuah keadaan keselarasan tetap, tetapi lebih merupakan proses perubahan di mana eksploitasi sumber daya, arah investasi, orientasi teknologi pengembangan, dan perubahan kelembagaan dibuat konsisten dengan masa depan serta kebutuhan sekarang. (WCED 1990: 8)
Definisi pembangunan berkelanjutan ini mengandung dua elemen penting. Pertama, ia menerima konsep 'kebutuhan', khususnya kebutuhan dasar dunia untuk manusia yang kurang mampu, seperti makanan, pakaian, dan tempat berlindung yang penting untuk kehidupan manusia, tetapi juga 'kebutuhan' lain untuk memungkinkan cara hidup yang cukup nyaman. Kedua, ia menerima konsep 'membuat konsisten' kebutuhan sumber daya teknologi dan sosial organisasi dengan kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan sekarang dan masa depan. Ini termasuk keprihatinan lokal dan global dan memiliki dimensi politik, merangkul masalah kontrol sumber daya dan ketidakadilan yang ada di antara keduanya negara maju dan berkembang. Dengan cara ini mendukung gagasan berkelanjutan pembangunan sebagai peningkatan (dan bukan hanya mempertahankan) kualitas kehidupan dalam batas daya dukung ekosistem pendukung.
Menurut Merriam-Webster pada tahun 1994, Sustainability didefinisikan dalam kamus dalam hal kesinambungan dan pemeliharaan sumber daya, yaitu menggunakan sumber daya sehingga sumber daya tidak habis atau rusak secara permanen menggunakan teknik pertanian atau penggunaan bahan atau material yang berhubungan dengan gaya hidup yang melibatkan metode berkelanjutan.
Menurut Wikipedia tahun 2014, Sustainable Architecture atau dalam bahasa Indonesianya adalah arsitektur berkelanjutan, adalah sebuah konsep terapan dalam bidang arsitektur untuk mendukung konsep berkelanjutan, yaitu konsep mempertahankan sumber daya alam agar bertahan lebih lama, yang dikaitkan dengan umur potensi vital sumber daya alam dan lingkungan ekologis manusia, seperti sistem iklim planet, sistem pertanian, industri, kehutanan, dan tentu saja arsitektur.
Desain berkelanjutan (Sustainable Design) merupakan desain yang mampu untuk mengatasi kondisi-kondisi yang terjadi ini terkait dengan krisis lingkungan global, pertumbuhan pesat kegiatan ekonomi dan populasi manusia, depresi sumber daya alam, kerusakan ekosistem dan hilangnya keanekaragaman hayati manusia.
Menurut Laporan "Masa Depan Bersama Kita" Brundtland tahun 1987, Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Kondisi untuk masyarakat untuk bertemu untuk mencapai keberlanjutan:
Tingkat penggunaan sumber daya terbarukan tidak melebihi tingkat regenerasi mereka.
Tingkat penggunaan sumber daya tidak terbarukan tidak melebihi tingkat di mana pengganti yang berkelanjutan dikembangkan.
Tingkat pencemaran emisinya tidak melebihi kapasitas berasimilasi lingkungan. (Steady State Economics Daly, 1991)
Menurut "DEFRA 2002, dalam laporan Mencapai Kualitas Hidup yang Lebih Baik", Pembangunan berkelanjutan adalah tentang memastikan yang lebih baik untuk kualitas hidup untuk semua orang, sekarang dan untuk generasi datang. Ini membutuhkan pertemuan empat tujuan utama di waktu yang sama di Inggris dan dunia secara keseluruhan:
Kemajuan sosial yang mengakui kebutuhan semua orang;
Perlindungan lingkungan yang efektif;
Penggunaan sumber daya alam secara bijaksana; dan
Pemeliharaan tingkat ekonomi tinggi dan stabil pertumbuhan dan pekerjaan.
Perkembangan Arsitektur Hijau (Green Architecture) di Indonesia
Di Indonesia, gerakan Arsitektur Hijau tampak pada tahun 1980-an. Beberapa tokoh yang turut berperan adalah Y.B. Mangun Wijaya, Heinz Frick, dan Eko Prawoto (Tanuwidjaya, Gunawan).
Pada tahun 2009, didirikan Green Building Council Indonesia (atau sering juga disingkat GBCI). Yaitu sebuah lembaga mandiri dan nirlaba yang didirikan oleh pihak-pihak yang berkepentingan seperti: biro konsultan dan konstruksi, kalangan indistri properti, pemerintah, intitusi pendidikan, dan masyarakat peduli lingkungan sebagai sarana pertimbangan dan sertifikasi bangunan bertaraf green.
Menurut GBCI dalam programnya yang disebut Green Ship, terdapat beberapa faktor yang menentukan apakah suatu bangunan dapat diberi sertifikasi green building, yaitu :
Tata guna lahan.
Efisiensi energi dan refrigerant.
Konservasi air.
Sumber dan siklus material.
Kualitas udara dan kenyamanan udara.
Manajemen lingkungan bangunan.
Menurut Paola Sassi, dalam bukunya yang berjudul: "Strategies for Sustainable Architecture", hal-hal yang mempengaruhi tepat guna lahan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: memilih lahan dengan mempertimbangkan keberadaan fasilitas transportasi publik, jaringan pedestrian dan jalur sepeda, nilai ekologi lahan, dan dampak lahan pada komunitas; menggunakan lahan dengan efisien dengan mempertimbangkan kebutuhan komunitas, kepadatan, pengembangan yang atraktif, kemungkinan mixed-use, dan membangun diatas lahan yang sebelumnya terabaikan; meminimalisir dampak pengembangan dengan melindungi habitat alami, mempertahankan tanaman existing, meningkatkan potensi pedestrian dan jalur sepeda, menambahkan fungsi produksi pangan apabila memungkinkan.
Dalam praktiknya, desain Bangunan Hijau atau Green Building terkadang ditolak oleh klien karena besaran dana yang cenderung lebih besar apabila dibandingkan dengan bangunan tanpa konsep green dalam upaya mempersiapkan fasilitas-fasilitas 'hijau'-nya tanpa mengetahui dan/atau mempertimbangkan besaran dana yang perlu dipersiapkan nantinya manakala bangunan siap untuk ditinggali. Hal ini juga terjadi karena kurangnya pengetahuan dan/atau kesadaran klien mengenai pentingnya Arsitektur Hijau bagi keberlangsungan komunitas kedepannya.
Prinsip – Prinsip Green Architecture
Penjabaran prinsip-prinsip green architecture beserta langkah-langkah mendesain green building menurut : Brenda dan Robert Vale, 1991, Green Architecture Design for Sustainable Future:
Conserving Energy (Hemat Energi)
Sungguh sangat ideal apabila menjalankan secara operasional suatu bangunan dengan sedikit mungkin menggunakan sumber energi yang langka atau membutuhkan waktu yang lama untuk menghasilkannya kembali. Solusi yang dapat mengatasinya adalah desain bangunan harus mampu memodifikasi iklim dan dibuat beradaptasi dengan lingkungan bukan merubah lingkungan yang sudah ada. Lebih jelasnya dengan memanfaatkan potensi matahari sebagai sumber energi. Cara mendesain bangunan agar hemat energi antara lain :
Bangunan dibuat memanjang dan tipis untuk memaksimalkan pencahayaan dan menghemat energi listrik.
Memanfaatkan energi matahari yang terpancar dalam bentuk energi thermal sebagai sumber listrik dengan menggunakan alat Photovoltaic yang diletakkan di atas atap. Sedangkan atap dibuat miring dari atas ke bawah menuju dinding timur-barat atau sejalur dengan arah persedaran matahari untuk mendapatkan sinar matahari yang maksimal.
Memasang lampu listrik hanya pada bagian yang intensitasnya rendah. Selain itu juga menggunakan alat kontrol pengurangan intensitas lampu otomatis sehingga lampu hanya memancarkan cahaya sebanyak yang dibutuhkan sampai tingkat terang tertentu.
Menggunakan sunscreen pada jendela yang secara otomatis dapat mengatur intensitas cahaya dan energi panas yang berlebihan masuk ke dalam ruangan.
Mengecat interior bangunan dengan warna cerah tapi tidak menyilaukan, yang bertujuan untuk meningkatkan intensitas cahaya.
Bangunan tidak menggunakan pemanas buatan, semua pemanas dihasilkan oleh penghuni dan cahaya matahari yang masuk melalui lubang ventilasi.
Meminimalkan penggunaan energi untuk alat pendingin AC (Air Conditioning) dan lift.
Working with Climate (Memanfaatkan kondisi dan sumber energi alami).
Melalui pendekatan green architecture bangunan beradaptasi dengan lingkungannya. Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan kondisi alam, iklim dan lingkungan sekitar ke dalam bentuk serta pengoperasian bangunan, misalnya dengan cara :
Orientasi bangunan terhadap sinar matahari.
Menggunakan sistem air pump dan cross ventilation untuk mendistribusikan udara yang bersih dan sejuk ke dalam ruangan.
Menggunakan tumbuhan dan air sebagai pengatur iklim. Misalnya dengan membuat kolam air disekitar bangunan.
Menggunakan jendela dan atap yang sebagian bisa dibuka dan ditutup untuk mendapatkan penghawaan yang sesuai kebutuhan.
Respect for Site (Menanggapi keadaan tapak pada bangunan)
Perencanaan mengacu pada interaksi antara bangunan dan tapaknya. Hal ini dimaksudkan keberadaan bangunan baik dari segi konstruksi, bentuk dan pengoperasiannya tidak merusak lingkungan sekitar, dengan cara sebagai berikut :
Mempertahankan kondisi tapak dengan membuat desain yang mengkuti bentuk tapak yang ada.
Luas permukaan dasar bangunan yang kecil, yaitu pertimbangan mendesain bangunan secara vertikal.
Menggunakan material local dan material yang tidak merusak lingkungan.
Respect for User (Memperhatikan Pengguna Bangunan)
Antara pemakai dan green architecture mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Kebutuhan akan green architecture harus memperhatikan kondisi pemakai yang didirikan di dalam perencanaan dan pengoperasiannya.
Limitting New Resources (Meminimalkan Sumber Daya Baru)
Suatu bangunan seharusnya dirancang mengoptimalkan material yang ada dengan meminimalkan penggunaan material baru, dimana pada akhir umur bangunan dapat digunakan kembali untuk membentuk tatanan arsitektur lainnya.
Holistic
Memiliki pengertian mendesain bangunan dengan menerapkan 5 poin di atas menjadi satu dalam proses perancangan. Prinsp-prinsip green architecture pada dasarnya tdak dapat dipisahkan, karena saling berhubungan satu sama lain. Tentu secara parsial akan lebih mudah menerapkan prinip-prinsip tersebut. Oleh karena itu, sebanyak mungkin dapat mengaplikasikan green architecture yang ada secara keseluruhan sesuai potensi yang ada dalam site.
BAB III
PEMBAHASAN
Penerapan Green Architecture
Green Architecture atau arsitektur hijau menjadi topik yang menarik saat ini, salah satunya karena kebutuhan untuk memberdayakan potensi site dan menghemat sumber daya alam akibat menipisnya sumber energi tak terbarukan.
Green Architecture ialah sebuah konsep arsitektur yang berusaha meminimalkan pengaruh buruk terhadap lingkungan alam maupun manusia dan menghasilkan tempat hidup yang lebih baik dan lebih sehat, yang dilakukan dengan cara memanfaatkan sumber energi dan sumber daya alam secara efisien dan optimal.
Dalam merancang suatu bangunan, terdapat beberapa macam cara untuk membuat sebuah bagunan itu menjadi bangunan yang dapat dibilang hijau. Berikut adalah beberapa penerapan-nya:
Memiliki Konsep High Perfomance Building & Earth Friendly (Bangunan Berkinerja Tinggi & Ramah Lingkungan)
Pada dinding bangunan, terdapat kaca di beberapa bagiannya. Fungsinya adalah untuk menghemat penggunaan elektrisiti untuk bangunan terutama dari segi pencahayaan dari lampu.
Gambar 01. VIKKI Helsinki Finland
Sumber : The Green House, New Direction in Sustainable Architecture
Menggunakan energi alam seperti angin, sebagai penyejuk lingkungan.
Bahan-bahan bangunan yang digunakan cenderung ramah pada lingkungan seperti keramik dengan motif kasar pada lantai untuk mengurangi pantulan panas yang dihasilkan dari dinding yang berkaca.
Kolam air disekitar bangunan berfungsi selain dapat memantulkan sinar lampu, juga dapat mereduksi panas matahari sehingga udara tampak sejuk dan lembab.
Gambar 02. Sea Train House, Los Angeles California
Sumber : The Green House, New Direction in Sustainable Architecture
Memiliki Konsep Future Healthly (Masa Depan Sehat)
Dapat dilihat dari beberapa tanaman rindang yang mengelilingi bangunan, membuat iklim udara yang sejuk dan sehat bagi kehidupan sekitar, lingkungan tampak tenang, karena beberapa vegetasi dapat digunakan sebagai penahan kebisingan.
Gambar 03. Glyde House
Sumber : The Green House, New Direction in Sustainable Architecture
Dinding bangunan dilapisi alumunium dapat berguna untuk UV protector untuk bangunan itu sendiri. Tentunya ini semua dapat memberi efek positif untuk kehidupan.
Gambar 04. Dinding Aluminium
Sumber : Google Image
Pada gedung terdapat tangga untuk para pengguna. Ini dapat meminimalisasi penggunaan listrik untuk lift atau eskalator.
Gambar 05. R128 Suttgart Germany
Sumber : The Green House, New Direction in Sustainable Architecture
Tentu lebih menyehatkan, selain sejuk pada atap bangunan terdapat rumput yang digunakan sebagai green roof, pengguna juga mendapatkan sinar matahari.
Gambar 06. The Solitair, New York
Sumber : The Green House, New Direction in Sustainable Architecture
Memiliki Konsep Climate Supportly (Dukungan Iklim)
Dengan konsep penghijauan, sangat cocok untuk iklim yang masih tergolong tropis (khatulistiwa). Pada saat penghujan, dapat sebagai resapan air, dan pada saat kemarau, dapat sebagai penyejuk udara.
Memiliki Konsep Esthetic Usefully (Estetika yang Bermanfaat)
Penggunaan green roof, selain untuk keindahan dan agar terlihat menyatu dengan alam, juga dapat digunakan sebagai water catcher sebagi proses pendingin ruangan alami karena sinar matahari tidak diserap beton secara langsung. Ini juga menurunkan suhu panas di siang hari dan sejuk di malam hari untuk lingkungan sekitarnya.
Gambar 07. Nanyang Technological University
Sumber : Google Image
Konsep Sustainable Architecture
Dampak negatif dari pembangunan konstruksi sangatlah beragam, maka dari itu, perlunya lebih banyak promosi bagi arsitektur berkelanjutan adalah sebuah keharusan, mengingat kondisi bumi yang semakin menurun dengan adanya degradasi kualitas atmosfer bumi yang memberi dampak pada pemanasan global karena penggundulan hutan tanpa penanaman kembali, pertambangan yang dikeruk habis-habisan dan lain sebagainya. Maka semakin banyak pula arsitek dan konsultan arsitektur yang menggunakan prinsip desain yang berkelanjutan, semakin banyak pula bangunan yang tanggap lingkungan dan meminimalkan dampak lingkungan akibat pembangunan. Dorongan untuk lebih banyak menggunakan prinsip arsitektur berkelanjutan antara lain dengan mendorong pula pihak-pihak lain untuk berkaitan dengan pembangunan seperti developer, pemerintah dan lain-lain. Mereka juga perlu untuk didorong lebih perhatian kepada keberlanjutan dalam pembangunan ini dengan tidak hanya mengeksploitasi lahan untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa kontribusi bagi lingkungan atau memperhatikan dampak lingkungan yang dapat terjadi.
Tampaknya, sangat tidak mudah untuk menghilangkan dampak dari pembangunan dan konstruksi terhadap lingkungan. Tentunya tidak mungkin untuk melarang orang membangun, karena sudah menjadi kebutuhan manusia, sehingga yang dapat dilakukan adalah memasukkan konsep arsitektur berkelanjutan atau Sustainable Architecture dalam rangka meminimalkan dampak negatif konstruksi terhadap lingkungan. Konsep sustainable architecture ini memiliki banyak persamaan, yaitu menyerukan agar sumber daya alam dan potensi lahan tidak digunakan secara sembarangan, penggunaan potensi lahan untuk arsitektur yang hemat energi, dan sebagainya.
Berbagai konsep dalam arsitektur yang mendukung arsitektur berkelanjutan, antara lain;
Dalam Efisiensi Penggunaan Energi
Arsitektur dapat menjadi media yang paling berpengaruh dengan implementasi arsitektur berkelanjutan, karena dampaknya secara langsung terhadap lahan. Konsep desain yang dapat meminimalkan penggunaan energi listrik, misalnya, dapat digolongkan sebagai konsep sustainable dalam energi, yang dapat diintegrasikan dengan konsep penggunaan sumber cahaya matahari secara maksimal untuk penerangan, penghawaan alami, pemanasan air untuk kebutuhan domestik, dan sebagainya.
Memanfaatkan sinar matahari untuk pencahayaan alami secara maksimal pada siang hari, untuk mengurangi penggunaan energi listrik.
Gambar 08. Sinar Matahari
Sumber : Google Image
Memanfaatkan penghawaan alami sebagai ganti pengkondisian udara buatan (air conditioner). Menggunakan ventilasi dan bukaan, penghawaan silang, dan cara-cara inovatif lainnya.
Gambar 9. Cross Ventilation
Sumber : Google Image
Memanfaatkan air hujan dalam cara-cara inovatif untuk menampung dan mengolah air hujan untuk keperluan domestik.
Konsep efisiensi penggunaan energi seperti pencahayaan dan penghawaan alami merupakan konsep spesifik untuk wilayah dengan iklim tropis.
Dalam Efisiensi Penggunaan Lahan
Lahan yang semakin sempit, mahal dan berharga tidak harus digunakan seluruhnya untuk bangunan, karena sebaiknya selalu ada lahan hijau dan penunjang keberlanjutan potensi lahan.
Menggunakan seperlunya lahan yang ada, tidak semua lahan harus dijadikan bangunan, atau ditutupi dengan bangunan, karena dengan demikian lahan yang ada tidak memiliki cukup lahan hijau dan taman. Menggunakan lahan secara efisien, kompak dan terpadu.
Potensi hijau tumbuhan dalam lahan dapat digantikan atau dimaksimalkan dengan berbagai inovasi, misalnya pembuatan atap diatas bangunan (taman atap), taman gantung (dengan menggantung pot-pot tanaman pada sekitar bangunan), pagar tanaman atau yang dapat diisi dengan tanaman, dinding dengan taman pada dinding, dan sebagainya.
Gambar 10. Taman Dinding
Sumber : Pinterest Image
Gambar 11. Pagar Tanaman
Sumber : Pinterest Image
Menghargai kehadiran tanaman yang ada di lahan, dengan tidak mudah menebang pohon-pohon, sehingga tumbuhan yang ada dapat menjadi bagian untuk berbagi dengan bangunan.
Gambar 12. Sea Train House, Los Angeles, California
Sumber : The Green House, New Direction in Sustainable Architecture
Desain terbuka dengan ruang-ruang yang terbuka ke taman dapat menjadi inovasi untuk mengintegrasikan luar dan dalam bangunan, memberikan fleksibilitas ruang yang lebih besar.
Gambar 13. Little Tesserack, Rhinebek New York
Sumber : The Green House, New Direction in Sustainable Architecture
Dalam Efisiensi Penggunaan Material
Memanfaatkan material sisa untuk digunakan juga dalam pembangunan, sehingga tidak membuang material, misalnya kayu sisa bekisting dapat digunakan untuk bagian lain bangunan.
Memanfaatkan material bekas untuk bangunan, komponen lama yang masih bisa digunakan, misalnya sisa bongkaran bangunan lama.
Menggunakan material yang masih berlimpah maupun yang jarang ditemui dengan sebaik-baiknya, terutama untuk material yang semakin jarang seperti kayu.
Dalam penggunaan teknologi dan material baru.
Memanfaatkan potensi energi terbarukan seperti energi angin, cahaya matahari dan air untuk menghasilkan energi listrik domestik untuk rumah tangga dan bangunan lain secara independen.
Memanfaatkan material baru melalui penemuan baru yang secara global dapat membuka kesempatan menggunakan material terbarukan yang cepat diproduksi, murah dan terbuka terhadap inovasi, misalnya bambu.
Dalam Manajemen Limbah
Membuat sistem pengolahan limbah domestik seperti air kotor yang mandiri dan tidak membebani sistem aliran air kota.
Cara-cara inovatif lainnya seperti membuat sistem dekomposisi limbah organik agar terurai secara alami dalam lahan, membuat benda-benda yang biasa menjadi limbah atau sampah domestik dari bahan-bahan yang dapat didaur ulang atau dapat dengan mudah terkomposisi secara alami.
Paola Sassi (2006) menjelaskan, terdapat komponen-komponen yang harus dipertimbangkan untuk mencapai desain secara baik agar mencapai Sustainable Design, yaitu :
Site & Land Use
Tapak dan tata guna lahan merupakan dua kesatuan yang harus diselesaikan secara bersama. Perencanaan tersebut sering disebut dengan Site Planning. Site Planning atau Perencanaan Tapak berkaitan dengan perencanaan (menyeluruh) dari suatu tapak atau lahan atau kawasan yang diatasnya akan didirikan sarana bangunan atau fasilitas arsitektural, seperti: bangunan atau gedung, jalan dan jembatan, pengerasan muka lahan untuk areal parkir dan fungsi lain. Dalam site-planning pada dasarnya terdapat intervensi manusia dalam merubah bentuk asal mula lingkungan alamiah (natural environment) menjadi lingkungan binaan (the built environment ) guna kebutuhan hidup manusia.
Kegiatan perancangan tapak difokuskan pada usaha-usaha perencanaan dan perancangan berkait dengan tata guna lahan dimana bangunan atau gedung akan didirikan diatasnya. Karena menyangkut perubahan pada lingkungan, maka ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam perancangan tapak yaitu aspek natural yang bersifat fiscal dan aspek social-cultural.
Perancangan desain bangunan harus disesuaikan dengan iklim setempat. Dekorasi bangunan yang disesuaikan terhadap iklim, maka bisa memanfaatkan sumber daya alam dengan baik. Proses pembangunan sebaiknya tidak memodifikasi tapak atau permukaan tanah, kecuali memang diperlukan. Perubahan tapak akan mengubah kondisi tapak yang sudah stabil. Perkerasan tapak perlu mempertimbangkan aspek penyerapan air hujan.
Community
Sustainable architecture tidak sekedar tentang strategi berarsitektur, solusi bangunan, ataupun sistem menejemen. Sustainable adalah tentang orang hidup dan dampaknya terhadap lingkungan. Menurut Worldwach (2004), nilai-nilai konsumenisme telah mengisi kehidupan masyarakat yang telah meninggalkan nilai keagamaan, kekeluargaan, dan bermasyarakat.
Pandangan tersebut menunjukkan perlu adanya usaha merubah nilai-nilai konsumenisme yang ada di masyarakat agar mencapai keberlanjutan. Masyarakat perlu di didik tentang kesehatan, pendidikan, hingga pentingnya kekeluargaan. Dalam sustainable community ada beberapa aspek di dalamnya seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 14. Aspect for Sustainable Architecture
Sumber : Strategis for Sustainable Architecture, 2006
Consultating with local community adalah sebuah pendekatan yang dilakukan dalam perencanaan bangunan agar terintegrasi secara baik khususnya bagi komunitas masyarakat disekitarnya. Dalam sustainable, masyarakat perlu diperhatikan secara benar, karena masyarakat merupakan penggunan dari desain tersebut.
Mixed Development adalah proses penyatuan kegiatan yang ada di masyarakat. Sehingga penduduk yang ada didalam kota mampu terlayani secara baik. Hai ini dapat dicapai dengan pembangunan infrastruktur secara baik, dengan pembangunan kawasan yang earthfriendly.
Economic and Social Well-being adalah dua aspek yang berbeda. Economic Sustainable adalah suatu pembangunan yang meminimalisasi pembangunan maupun pengoperasiannya, bila perlu mampu memberikan keuntungan. Mampu memberi peluang kerja bagi masyarakat atau pengguna didalamnya. Sedangkan Social Sustainable adalah suatu pembangunan yang setidaknya mampu mempertahankan keadaan sosial setempat, atau bila mampu dapat memperbaiki kehidupan sosial didalam dan sekitarnya.
Visual Amenity Spaces adalah pembangunan yang mampu menciptakan kenyamanan visual secara baik. Ruang-ruang yang mampu menciptakan kenyamanan tersebut terwujud dalam bentuk green spaces. Amenity of the wider area adalah suatu pencapaian kemudahan di area yang luas, kemudahan tersebut diantaranya terkait dalam infrastruktur, pencapaian tapak, kenyamanan pejalan kaki.
Aesthetic Excellence dalam Sustainable Architecture dapat dilihat dari skala, ruang, dan bentuk dari bangunan. Kenggulan tersebut dapat dicapai dengan pemilihan bentuk fasad, pemilihan material dan sebagainya. Sedangkan collaborative adalah suatu integrasi perusahaan yang melibatkan banyak professional didalamnya, ataupun antar professional.
Health and Well-being
Aspek kesehatan yang perlu diperhatikan meliputi fisik, mental, maupun sosial. Selain melihat aspek pengguna, juga harus melihat kesehatan lingkungan. Bangunan memiliki peran yang optimal bagi penghuninya terkait faktor keamanan, kenyamanan, dan kesehatan. Keberadaan bangunan berarsitektur hijau memiliki pengaruh yang positif terhadap lingkungan sekelilingnya.
Ada dua aspek utama dalam health and well-being sustainable, yaitu seperti pada gambar dibawah ini :
Gambar 15. Aspect for Health & Well Being Sustainable
Sumber : Strategis for Sustainable Architecture, 2006
Pencahayaan alami dan kenyamanan bangunan merupakan dua hal yang sangat diperhatikan dalam arasitektur berkelanjutan. Pencahayaan alami berasal dari sinar matahari. Pencahayaan alami dalam sebuah bangunan akan mengurangi penggunaan cahaya buatan, sehingga dapat menghemat konsumsi energi dan mengurangi tingkat polusi. Selain itu cahaya alami dalam sebuah bangunan juga dapat memberikan suasana yang lebih menyenangkan dan membawa efek positif bagi penggunanya.
Ruang dalam bangunan sebagai wujud dari produk design arsitektur mempunyai beberapa fungsi. Dalam kaitannya sebagai fungsi pelindung sebuah ruangan secara termal harus mampu melindungi penghuninya dari cuaca yang terlalu dingin atau terlalu panas yang dapat menyebabkan penghuni jatuh sakit atau meninggal dunia. Dalam konteks ruangan sebagai wadah melakukan aktifitas diperlukan kondisi termal yang paling nyaman untuk aktifitas tersebut sehingga kegiatan dapat dilakukan dengan optimal.
Material
Pemilihan material yang bersifat re-newable (material yang dapat diperbaharui), bukan berarti keseluruhan material yang digunakan "harus" bersifat re-newable. Penggunaan material lainnya masih diperbolehkan, asalkan menganut asas ekonomis dan kuat. Terdapat aspek yang perlu diperhatikan dalam penggunaan material dapat dilihat pada gambar :
Gambar 16. Aspect for Sustainable Material
Sumber : Strategis for Sustainable Architecture, 2006
Recycled material pada arsitektur hijau, konsep ini mengajak untuk meminimalkan penggunaan bahan-bahan yang baru. Sedangkan pemakaian sumber daya daur ulang perlu digalakkan melalui reduce, reuse, dan recycle. Selain itu, penggunaan sumber-sumber daya yang berisiko membahayakan ekosistem alam hendaknya selalu dihindari.
Energy
Penggunaan energi secara bijak merupakan cara yang tepat dalam mencapai bangunan yang berkelanjutan. Bangunan akan dikatakan ideal sebagai bangunan green apabila mampu sesedikit mungkin menggunakan energi dalam pengoperasiannya.
Tujuan utama dalam dalam pembangunan berkelanjutan dalam aspek energi adalah untuk memungkinkan pengguna untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas mereka, dengan menghasilkan gas buang seminimal mungkin.
Pemanfaatan energi secara cerdas menjadi prinsip yang teramat penting. Baik sebelum maupun sesudah bangunan didirikan, bangunan tersebut harus tetap memperhatikan pemakaian energinya. Penggunaan energi untuk pengoperasian bangunan juga sebaiknya dilakukan dengan hemat. Energi memiliki peran yang vital dalam arsitektur, karakteristik bangunan berpengaruh pada kebutuhan energi, berikut faktor yang mempengaruhinya :
Lokasi
Kondisi ketinggian, iklim setempat, dan kondisi lingkungan berpengaruh terhadap kebutuhan energi. Misalnya, bangunan yang didirikan di daerah dataran tinggi dengan iklim tropis basah memerlukan sistem penghawaan alami buatan yang lebih sedikit, dan sebaliknya jika bangunan tersebut berada di dataran rendah maka sistem penghawaan buatan menjadi lebih besar kebutuhannya.
Lahan
Kondisi lahan berpengaruh terhadap kondisi topografi, dimensi, dan ketinggian air tanah. Kondisi tanah yang berkontur, komposisi tanah, curah hujan, kondisi eksisting lahan, dan lain-lain berpengaruh terhadap konsumsi energi.
Massa bangunan
Bentuk, jumlah, ketinggian, serta arah orientasi bangunan berpengaruh terhadap tingkat konsumsi energi. Semakin tinggi sebuah bangunan semakin besar pula konsumsi energi yang dibutuhkan.
Organisasi ruang
Sistem pengelompokan ruang dan penataan ruang berpengaruh terhadap konsumsi energi. Ruang grid dengan bentuk sederhana tentu lebih sedikit konsumsi energinya dibandingkan dengan bentuk ruang irregular.
Elemen bangunan
Elemen-elemen pembentuk bangunan seperti atap, dinding, dan lantai berpengaruh terhadap konsumsi energi bangunan. Selain itu tekstur, bahan, dan warna material juga mempengaruhi tingkat konsumsi energi.
Pencahayaan
Menggunakan pencahayaan dalam bangunan yaitu pencahaan alami dan buatan. Pencahayaan alami berupa pemakaian ventilasi dan memperbanyak bukaan, dan pencahaan buatan berupa pemasangan alat penerangan seperti lampu.
Penghawaan
Sama seperti pencahayaan, penghawaan alami meliputi penghawaan alami dan buatan. Kenyamanan thermal sebuah bangunan sangat bergantung dari desain bangunan tersebut, dengan memanfaatkan ventilasi, cross ventilation, maupun AC (air conditioner), maka kenyamanan thermal akan diperoleh secara maksimal.
Ulilitas
Desain utilitas yang hemat energi dapat diperoleh dengan pemilihan material yang hemat energi pula. Selain itu pemilihan desain yang paling simpel dan pendek juga akan mempengaruhi tingkat konsumsi energi operasional menjadi lebih sedikit.
Struktur
Penggunaan struktur yang ringan, pemakaian material lokal, penggunaan material yang tidak boros energi saat proses produksi atau pengolahan merupakan salah satu cara untuk menekan cost produksi, sehingga konsusmsi energi bisa ditekan.
Pemanfaatan energi terbarukan dapat melalui sumber daya yang cepat dapat diperbaruhi. Energi terbarukan cenderung ramah lingkungan rendah emisi CO2. Berikut sejumlah energi terbarukan yang berpotensi meminimalkan emisi CO2:
Energi surya, meliputi solar sel (photovoltaic), TEG (termo electric generator).
Energi angina.
Energi air.
Energi minyak nabati.
Biogas, gas nabati yang diproduksi melalui proses anaerobik dari material organik dengan menggunakan anaerobes.
Sysngas, merupakan perpaduan CO dan hidrogen yang dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna biomassa (gassifikasi).
Biomassa.
Panas bumi (geothermal).
Water (Air)
Air merupakan komponen yang sangat penting di bumi. Total air yang ada di Bumi 97.25% berada di lautan, sedangkan lainnya berada di icecaps glacial dan aquifer. Dari 40.700 kubik total air hujan 12.500 kubik diantaranya jatuh di daratan, air tersebut berubah menjadi air tanah, yang kemudian menjadi sumber kehidupan bagi semua makhluk diatasnya. Pengguna air tawar didunia total +4.430 kubik.
Banyaknya pembangunan yang tidak mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan mengakibatkan air hujan yang jatuh dipermukaan bumi langsung mengalir ke lautan. Strategi ketersediaan air bersih merupakan prioritas yang perlu diperhatikan untuk mendukung pembangunan yang pesat serta keberlangsungan kehidupan dan kegiatan perkotaan. Perlu dipertimbangkan juga pelaksanaan pengolahan serta pemanfaatan air daur ulang guna memenuhi kebutuhan air bersih sekarang dan di masa yang akan datang.
Gambar 17. Water Conservation
Sumber : Strategis for Sustainable Architecture, 2006
Kesadaran akan terbatasnya air dan pentingnya penghematan air mendukung berkembangnya pilihan dalam menghemat air. Selain menanamkan kesadaran mengenai pentingnya menghemat air, pengurangan jumlah penggunaan air juga dapat didorong oleh pihak manajemen gedung dengan pengadaan alat keluaran air yang efisien, meliputi penggunaan fitur hemat air seperti dual flush pada water closet dan autostop pada keran air, penggunaan air daur ulang untuk menggantikan penggunaan air bersih seperti pada penyiraman taman atau make up water cooling tower, dan pemanfaatan air hujan, air sungai atau air waduk sebagai alternatif sumber air bersih .
Limbah cair perkantoran berasal dari hasil kegiatan pengguna gedung, seperti toilet, wastafel, dan tempat pencucian. Air limbah dapat digunakan lagi setelah melewati proses daur ulang, sehingga mengurangi penggunaan air bersih dan mengurangi pencemaran air yang berbahaya bila dibuang langsung ke lingkungan. Daur ulang air limbah dapat dimanfaatkan antara lain untuk keperluan flushing, irigasi dan make up water sistem pendingin, namun bukan untuk air minum. Penggunaan air daur ulang yang diterapkan sebagai upaya menghemat air akan berpengaruh dalam menjaga kestabilan kualitas dan jumlah dari suplai air bersih serta menyelamatkan lingkungan kita. Akan tetapi perlu diingat bahwa adanya penghematan air karena penggunaan water fixtures yang hemat air dan penggunaan air daur ulang akan sia-sia bila tidak dilengkapi oleh perilaku pengguna gedung yang hemat air.
Strategi Pencapaian Sustainable Architecture
Melalui teori Strategies for Sustainable Architecture oleh Paola Sassi (2006), maka strategi yang dilakukan untuk menyelesaikan isu-isu sustainable adalah sebagai berikut:
Site Preservation (Pelestarian Lingkungan)
Terdapat beberapa strategi yang dilakukan dalam upaya pelestarian lingkungan;
Botanical Garden, sebagai upaya pelestarian keanekaragaman hayati yang ada.
Biology Pond, berguna sebagai tempat pengolahan air limbah bangunan secara biologis dan tempat hidup untuk tanaman air.
Green Roof, menjaga keanekaragaman hayati serta strategi untuk menjaga iklim mikro agar tetap terjaga.
Native Plantings, penanaman tumbuhan baru untuk menciptakan lingkungan alami.
Gambar 18. Site Preservation Strategies
Sumber : Strategis for Sustainable Architecture, 2006
Visual Amenity (Kemudahan Visual)
Visual Amenity dalam hal ini berkaitan dengan zonasi, orientasi, serta skala. Bangunan harus memiliki ketepatan zonasi. Pembagian ruang publik dan ruang privat harus jelas. Orientasi bangunan berkaitan iklim setempat, artinya setiap orientasi selalu dihadapkan pada akibat-akibat yang akan timbul yang berkaitan dengan iklim. Bangunan harus memiliki kesesuaian skala dengan standar visual. Sehingga visual yang tebentuk akan memiliki standar kenyaman yang baik. Pemilihan detail-detail perancangan yang tepat akan menciptakan visual amenity spaces yang baik. Ruang mampu menciptakan kenyamanan visual terwujud dalam bentuk green spaces, dll. Sirkulasi pencapaian tapak dapat mengadaptasi gaya hidup berkelanjutan dan memiliki jalur yang jelas.
Gambar 19. Visual Amenity Strategies
Sumber : Strategis for Sustainable Architecture, 2006
Economic and Social Well-being (Kesejahteraan Ekonomi dan Sosial)
Dalam perspektif sosial keberlanjutan adalah potensi masyarakat untuk memelihara kesejahteraan jangka panjang. Kesejahteraan yang dimaksud memiliki perspektif, lingkungan, ekonomi dan sosial. Memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan. Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial. Tujuan pengelolaan lingkungan adalah pemanfaatan dan konservasi untuk kesejahteraan masyarakat, dalam hal ini terdapat dua kriteria utama yaitu, Economically profitable, Socially acceptable.
Daylighting and Natural Ventilation (Pencahayaan Alami dan Ventilasi Alami)
Dua elemen ini sangat penting agar ruang-ruang di dalam bangunan mendapat pencahayaan dan penghawaan alami cukup, agar memberi kenyamanan dalam melakukan aktivitas. Ruang-ruang yang memiliki penghawaan dan pencahayaan alami baik juga akan memiliki kelembaban udara cukup, sehingga kesehatan lingkungan tetap terjaga. Selain itu, memiliki penghawaan dan pencahayaan alami yang cukup berarti menghemat energi listrik yang diperlukan.
Strategi yang dilakukan untuk pemaksimalan pencahayaan dan penghawaan alami adalah sebagai berikut:
Orientasi bangunan diletakkan antara lintasan matahari dan angin
Menghadirkan pohon peneduh
Memiliki bukaan yang cukup untuk masuknya udara
Memperhatikan tingkat serap panas pada suatu material
Menyediakan lahan terbuka di dalam bangunan
Meletakkan kolam air pada lingkungan bangunan
Gambar 20. Daylighting and Natural Ventilation Strategies
Sumber : Strategis for Sustainable Architecture, 2006
Water Management (Pengelolaan Air)
Sistem pengelolaan air terbagi menjadi tiga yaitu, sistem air bersih, sistem air kotor, dan sistem air kotor padat. Banyaknya kebutuhan air yang akan digunakan dalam pengelolaan bangunan memaksa perlu adanya langkah penghematan agar tidak terjadi kelangkaan serta tidak menyebabkan kerusakan lingkungan. Langkah tersebut adalah penggunaan kembali air limbah (reuse) dan rainwater harvesting.
Gambar 21. Water Management Strategies
Sumber : Strategis for Sustainable Architecture, 2006
Reduce, Reuse, Recycle & Renewable Material (Mengurangi, menggunakan kembali, mendaur ulang dan material yang dapat diperbarui)
Suatu bangunan seharusnya dirancang mengoptimalkan material yang ada dengan meminimalkan penggunaan material baru, dimana pada akhir umur bangunan dapat digunakan kembali untuk membentuk tatanan arsitektur lainnya (Limitting New Resources).
Gambar 22. Reduce, Reuse, Recycle & Renewable Material Strategies
Sumber : Strategis for Sustainable Architecture, 2006
Embodied Energy and Energy Efficiency (Energi dan Efisiensi Energi yang Terkandung)
Menggunakan energi terbarukan seperti panel surya, vortex, dll, namun banyak memanfaatkan low technology. Hal ini bertujuan untuk mengedukasi masyarakat bahwa bangunan sustainable tidak harus mahal. Strategi yang dilakukan adalah menggunakan Shading Device, sebagai penyerap sinar matahari lansung dan sistem ventilasi mekanikal. Sun Shading pada bagian luar berfungsi menyeimbangkan suhu dan memaksimalkan cahaya yang masuk ke dalam bangunan (Working with Climate).
Seminimal mungkin menggunakan sumber energi yang langka atau membutuhkan waktu yang lama untuk menghasilkannya kembali (minimize energy scarcity). Solusi yang dapat mengatasinya adalah desain bangunan harus mampu memodifikasi iklim dan dibuat beradaptasi dengan lingkungan bukan merubah lingkungan yang sudah ada.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Arsitektur merupakan ilmu yang luas tidak hanya mencakup arsitektur itu sendiri tapi juga berhubungan erat dengan lingkungan sekitar kita. Dengan adanya makalah ini, kita dapat mengetahui apa saja yang dapat kita lakukan untuk membuat bumi yang kita tempati sekarang ini dapat menjadi lebih baik dengan adanya konsep-konsep maupun strategi-strategi untuk meminimalisir dampak negatif.
Green Architecture ialah sebuah konsep arsitektur yang berusaha meminimalkan pengaruh buruk terhadap lingkungan alam maupun manusia dan menghasilkan tempat hidup yang lebih baik dan lebih sehat, yang dilakukan dengan cara memanfaatkan sumber energy dan sumber daya alam secara efisien.
Konsep Sustainable merupakan konsep yang berupaya meminimalkan dampak lingkungan akibat pembangunan dengan melakukan efisiensi penggunaan energi, efisiensi penggunaan lahan, efisiensi penggunaan material, dan dalam manajemen limbah.
Strategi yang dilakukan untuk tercapainya Sustainable Architecture adalah dengan melestarikan lingkungan, kemudahan visual, kesejahteraan ekonomi dan sosial, pencahayaan alami dan ventilasi alami, pengelolaan air secara optimal, mengurangi dan menggunakan kembali atau mendaur ulang material yang dapat diperbaharui, juga efisiensi penggunaan energi.
Saran
Untuk menjadi seorang arsitek, kita harus lebih peduli dan memperhatikan lingkungan alam sekitar agar supaya permasalahan lingkungan karena global warming dapat berkurang, dengan meminimalisir penggunaan-penggunaan bahan bangunan yang tidak ramah lingkungan, juga kita dapat menggunakan bahan-bahan bekas untuk digunakan kembali.
7