TUGAS MATA KULIAH PEMERIKSAAN PARAMETER AIR & UDARA
DO, BOD dan COD
Oleh : Astrianti
E2A006009
Dewik Wijiastutik E2A006024 Hardi Risdianto
E2A006039
Kristi Riyandini
E2A006054
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2009 PEMERIKSAAN PARAMETER AIR & UDARA DO, BOD dan COD
Kegiatan manusia sebagai bentuk kegiatan pembangunan akan berdampak pada ekosistem, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dampak yang tidak langsung akan dirasakan sebagai adanya kerusakan pada ekosistem, misalnya pencemaran dari air buangan Air merupakan kebutuhan pokok bagi setiap makhluk hidup di muka bumi ini. Hampir semua air yang digunakan oleh manusia, baik yang digunakan untuk konsumsi maupun industri akan menghasilkan air buangan yang pada gilirannya jika tidak diproses secara benar akan menimbulkan dampak pencemaran. Dalam kasus-kasus pencemaran perairan, baik itu laut, sungai, danau maupun waduk, seringkali diberitakan bahwa nilai BOD dan COD perairan telah melebihi baku mutu. Atau sebaliknya, pada kasus pencemaran lainnya yang mendapat protes dari masyarakat sehubungan dengan adanya limbah industri, ditanggapi dengan dalih bahwa nilai BOD dan COD perairan masih memenuhi baku mutu. 1
DO (Dissolved Oxigen)
1. Pengertian Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran
zat
yang
kemudian
menghasilkan
energi
untuk
pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut. Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung dari beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti arus, gelombang dan pasang surut.1
DO adalah kadar oksigen terlarut dalam air. Penurunan DO dapat diakibatkan oleh pencemaran air yang mengandung bahan organik sehingga menyebabkan organisme air terganggu. Semakin kecil nilai DO dalam air, tingkat pencemarannya semakin tinggi. DO penting dan berkaitan dengan sistem saluran pembuangan maupun pengolahan limbah.2
2. Metode Pengukuran DO Oksigen terlarut dapat dianalisis atau ditentukan dengan 2 macam cara, yaitu : a) Metoda titrasi dengan cara WINKLER Metoda titrasi dengan cara WINKLER secara umum banyak digunakan untuk
menentukan
kadar
oksigen
terlarut.
Prinsipnya
dengan
menggunakan titrasi iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl2 dan NaOH - KI, sehingga akan terjadi endapan MnO2. Dengan menambahkan H2SO4 atan HCl maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akan membebaskan molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat (Na2S2O3) dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji).
Reaksi kimia yang terjadi dapat dirumuskan sebagai berikut : MnCI2 + NaOH→ Mn(OH)2 + 2 NaCI 2 Mn(OH)2 + O2 → 2 MnO2 + 2 H2O MnO2 + 2 KI + 2 H2O → Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH I2 + 2 Na2S2C3 → Na2S4O6 + 2 NaI b) Metoda elektrokimia
Cara
penentuan
oksigen
terlarut
dengan
metoda
elektrokimia adalah cara langsung untuk menentukan oksigen terlarut
dengan
alat
DO
meter.
Prinsip
kerjanya
adalah
menggunakan probe oksigen yang terdiri dari katoda dan anoda yang direndam dalam larutan elektrolit.
Pada alat DO meter, probe ini biasanya menggunakan katoda perak (Ag) dan anoda timbal (Pb). Secara keseluruhan, elektroda ini dilapisi dengan membran plastik yang bersifat semi permeable terhadap oksigen. Reaksi kimia yang akan terjadi adalah : Katoda : O2 + 2 H2O + 4 → 4 HO Anoda : Pb + 2 HO
→
PbO + H2O + 2e
Aliran reaksi yang terjadi tersebut tergantung dari aliran oksigen pada katoda.Difusi oksigen dari sampel ke elektroda berbanding lurus terhadap konsentrasi oksigen terlarut. Penentuan oksigen terlarut (DO) dengan cara titrasi berdasarkan metoda WINKLER lebih analitis apabila dibandingkan dengan cara alat DO meter. Hal yang perlu diperhatikan dalam titrasi iodometri ialah penentuan titik akhir titrasinya, standarisasi larutan tiosulfat dan pembuatan larutan standar kalium bikromat yang
tepat.
Dengan
mengikuti
prosedur
penimbangan
kaliumbikromat dan standarisasi tiosulfat secara analitis, akan diperoleh hasil penentuan oksigen terlarut yang lebih akurat. Sedangkan penentuan oksigen terlarut dengan cara DO meter, harus diperhatikan suhu dan salinitas sampel yang akan diperiksa. Peranan suhu dan salinitas ini sangat vital terhadap akurasi penentuan oksigen terlarut dengan cara DO meter. Disamping itu, sebagaimana lazimnya alat yang digital, peranan kalibrasi alat sangat menentukan akurasinya hasil penentuan. Berdasarkan pengalaman di lapangan, penentuan oksigen terlarut dengan cara titrasi lebih dianjurkan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Alat DO meter masih dianjurkan jika sifat penentuannya hanya bersifat kisaran.1
3. Standar Baku Mutu Tingkat pencemaran perairan berdasarkan nilai DO
Tingkat pencemaran
Parameter DO (ppm)
Rendah
>5
Sedang
0-5
Tinggi
0
Sumber : WIROSARJONO (1974)3 Agar ikan dapat hidup, air harus mengandung oksigen paling sedikit 5 mg/ liter atau 5 ppm (part per million). Apabila kadar oksigen kurang dari 5 ppm, ikan akan mati, tetapi bakteri yang kebutuhan oksigen terlarutnya lebih rendah dari 5 ppm akan berkembang. Kisaran antara 3 - 6 mg/liter merupakan tingkat kritis DO untuk hampir semua jenis ikan. Di bawah 3 mg/liter, penurunan lebih lanjut hanya penting dalam kaitannya dengan munculnya kondisi anaerobik local. Tingkat konsentrasi maksimum DO dalam air (disebut tingkat kejenuhan) sangat tergantung pada suhu, misalnya pada suhu 2000 C tingkat kejenuhan akan mendekati 9,2 mg oksigen per liter, namun pada suhu 3000 C tingkat kejenuhan oksigen akan turun mencapai 7,6 mg oksigen per liter. Polutan biologi yang dapat terurai akan memakai oksigen selama penguraian, jadi hal ini akan mengurangi tingkat DO dalam air.
4. Dampak Terhadap Lingkungan Apabila pada suatu saat bahan organik dalam air menjadi berlebih sebagai akibat masuknya limbah aktivitas manusia (seperti limbah organik dari industri), yang berarti suplai karbon (C) melimpah, menyebabkan kecepatan pertumbuhan mikroorganisme akan berlipat ganda, yang berati juga meningkatnya kebutuhan oksigen, sementara suplai oksigen dari udara jumlahnya tetap. Pada kondisi seperti ini, kesetimbangan antara oksigen yang masuk ke air dengan yang
dimanfaatkan oleh biota air tidak setimbang, akibatnya terjadi defisit oksigen terlarut dalam air.
3
Bila penurunan oksigen terlarut tetap berlanjut hingga nol, biota air yang membutuhkan oksigen (aerobik) akan mati, dan digantikan dengan tumbuhnya mikroba yang tidak membutuhkan oksigen atau mikroba anerobik. Sama halnya dengan mikroba aerobik, mikroba anaerobik juga akan memanfatkan karbon dari bahan organik. Dari respirasi anaerobik ini terbentuk gas metana (CH4) disamping terbentuk gas asam sulfida (H2S) yang berbau busuk. Apabila tingkat polusi tinggi maka dapat menyebabkan tingkat oksigen terlarut menjadi nol (non aerobik) sehingga dapat menimbulkan kematian bagi ikan dan organisme dalam air Perbedaan antara tingkat kejenuhan dan DO yang terukur adalah indikasi dari derajat polusi. Untuk menetapkan tingkat kejenuhan, maka suhu harus diketahui. Jika DO rendah dibanding tingkat kejenuhan maka oksigen tambahan akan diserap dari udara ke dalam air. Semakin besar kekurangan maka semakin cepat penyerapan oksigen dari udara (re-oksigenasi). Selain itu, luas permukaan air sangat berhubungan dengan volume air dalam meningkatkan pengisian udara. Oleh karena itu, pengisian udara dalam gerakan air yang berputar (seperti air terjunan, kincir angin dll) akan lebih tinggi daripada air diam. Rendahnya kandungan oksigen terlarut dalam air berpengaruh buruk terhadap kehidupan ikan dan kehidupan akuatik lainnya, akibat yang ditimbulkan antara lain dapat menyebabkan kelumpuhan ikan, karena otak tidak mendapat suplai oksigen serta kematian karena kekurangan oksigen (anoxia) yang disebabkan jaringan tubuh ikan tidak dapat mengikat oksigen yang terlarut dalam darah (JONES, 1964).1 Apabila tidak ada sama sekali oksigen terlarut mengakibatkan munculnya kondisi anaerobik dengan bau busuk dan permasalahan estetika.
Kebutuhan oksigen ikan beragam dengan spesies dan umur ikan.
Ikan air dingin membutuhkan lebih banyak
oksigen terlarut
daripada ikan lainnya (seperti carp dan pike), mungkin karena jenis ikan yang pertama lebih aktif dan predator. Kerusakan utama terhadap ikan dan kehidupan akuatik lainnya telah terjadi pada kondisi seperti ini. Di atas 6 mg/liter, keuntungan utama dari penambahan oksigen terlarut adalah sebagai cadangan atau penyangga untuk menghadapi “shock load” buangan limbah yang membutuhkan banyak oksigen.
BOD (Biochemical Oxygen Demand) 1.
Pengertian Biological Oxygen Demand (BOD) menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh mikroorganisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan organik dalam air dengan sempurna dengan memakai ukuran proses biokimia yang terjadi di dalam larutan air limbah tersebut. Cara ini relative lama karena membutuhkan waktu antara 5-10 hari, sedangkan COD lebih cepat yakni hanya sekitar 10 menit.4 Biological Oxygen Demand (BOD) adalah suatu analisa empiris yang mencoba mendekati secara global proses-proses mikrobiologis yang benarbenar terjadi di dalam air. Angka BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan hampir semua zat organik yang terlarut dan sebagian zat-zat organik yang tersuspensi dalam air.6 BOD adalah banyaknya oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik, pada kondisi aerobik. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik ini digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan dan energinya
diperoleh dari proses oksidasi
(PESCOD,1973).1 BOD atau Biochemical Oxygen Demand adalah suatu karakteristik yang
menunjukkan
jumlah
oksigen
terlarut
yang
diperlukan
oleh
mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik (Umaly dan Cuvin, 1988; Metcalf & Eddy, 1991) Ditegaskan lagi oleh Boyd (1990), bahwa bahan organik yang terdekomposisi dalam BOD adalah bahan organik yang siap terdekomposisi (readily decomposable organic matter). Mays (1996) mengartikan BOD sebagai suatu ukuran jumlah oksigen yang digunakan oleh populasi mikroba yang terkandung dalam perairan sebagai respon terhadap masuknya bahan organik yang dapat diurai. Dari pengertian- pengertian ini dapat dikatakan bahwa walaupun nilai BOD menyatakan jumlah oksigen, tetapi untuk mudahnya dapat juga diartikan sebagai gambaran jumlah bahan organik mudah urai (biodegradable organics) yang ada di perairan.
Parameter BOD, secara umum banyak dipakai untuk menentukan tingkat pencemaran air buangan. Penentuan BOD sangat penting untuk menelusuri aliran pencemaran dari tingkat hulu ke muara. BOD adalah parameter penduga jumlah oksigen yang diperlukan oleh perairan untuk mendegradasi bahan organik yang dikandungnya, sekaligus merupakan gambaran bahan organik mudah urai (biodegradable) yang ada dalam air atau perairan yang bersangkutan. Bila uji BOD dilakukan tanpa perlakuan tertentu dan dengan suhu inkubasi setara suhu perairan, maka BOD dapat menggambarkan kemampuan perairan dalam mendegradasi bahan organik.6
2. Metode Pengukuran BOD Prinsip pengukuran BOD pada dasarnya cukup sederhana, yaitu mengukur kandungan oksigen terlarut awal (DOi) dari sampel segera setelah pengambilan contoh, kemudian mengukur kandungan oksigen terlarut pada sampel yang telah diinkubasi selama 5 hari pada kondisi gelap dan suhu tetap (200C) yang sering disebut dengan DO5. Selisih DOi dan DO5 (DOi DO5) merupakan nilai BOD yang dinyatakan dalam miligram oksigen per liter (mg/L). Pengukuran oksigen dapat dilakukan secara analitik dengan cara titrasi (metode Winkler, iodometri) atau dengan menggunakan alat yang disebut DO meter yang dilengkapi dengan probe khusus. Jadi pada prinsipnya dalam kondisi gelap, agar tidak terjadi proses fotosintesis yang menghasilkan oksigen, dan dalam suhu yang tetap selama lima hari, diharapkan hanya terjadi proses dekomposisi oleh mikroorganime, sehingga yang terjadi hanyalah penggunaan oksigen, dan oksigen tersisa ditera sebagai DO5. Yang penting diperhatikan dalam hal ini adalah mengupayakan agar masih ada oksigen tersisa pada pengamatan hari kelima sehingga DO 5 tidak nol. Bila DO5 nol maka nilai BOD tidak dapat ditentukan. Pada prakteknya, pengukuran BOD memerlukan kecermatan tertentu mengingat kondisi sampel atau perairan yang sangat bervariasi, sehingga kemungkinan
diperlukan
penetralan
pH,
pengenceran,
aerasi,
atau
penambahan populasi bakteri. Pengenceran dan/atau aerasi diperlukan agar masih cukup tersisa oksigen pada hari kelima.
Karena melibatkan mikroorganisme (bakteri) sebagai pengurai bahan organik, maka analisis BOD memang cukup memerlukan waktu. Oksidasi biokimia adalah proses yang lambat. Dalam waktu 20 hari, oksidasi bahan organik karbon mencapai 95 – 99 %, dan dalam waktu 5 hari sekitar 60 – 70 % bahan organik telah terdekomposisi (Metcalf & Eddy, 1991). Lima hari inkubasi adalah kesepakatan umum dalam penentuan BOD. Bisa saja BOD ditentukan dengan menggunakan waktu inkubasi yang berbeda, asalkan dengan menyebutkan lama waktu tersebut dalam nilai yang dilaporkan (misal
BOD7,
BOD10)
agar
tidak
salah
dalam
interpretasi
atau
memperbandingkan. Temperatur 200 C dalam inkubasi juga merupakan temperatur standard. Temperatur 200 C adalah nilai rata-rata temperatur sungai beraliran lambat di daerah beriklim sedang (Metcalf & Eddy, 1991) dimana teori BOD ini berasal. Untuk daerah tropik seperti Indonesia, bisa jadi temperatur inkubasi ini tidaklah tepat. Temperatur perairan tropik umumnya berkisar antara 25 – 300C, dengan temperature inkubasi yang relatif lebih rendah bisa jadi aktivitas bakteri pengurai juga lebih rendah dan tidak optimal sebagaimana yang diharapkan. Ini adalah salah satu kelemahan lain BOD selain waktu penentuan yang lama tersebut.6
3. Standar Baku Mutu Air Tingkat pencemaran perairan berdasarkan BOD
Tingkat pencemaran
Parameter BOD (ppm)
Rendah
0 – 10
Sedang
10 - 20
Tinnggi
25
Sumber : WIROSARJONO (1974)7
Beberapa peraturan mengenai baku mutu limbah cair :
► Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup no. 52 tahun 1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Hotel, kadar BOD5 maksimal 30 mg/lt ► Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup no. 58 tahun 1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit, kadar BOD5 maksimal 75 mg/lt ► Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup no.3 tahun 1998 Tentang Baku mutu Limbah cair Bagi Kawasan Industri kadar BOD5 maksimal 50 mg/lt ► Menurut standar
SK
Gubernur Jawa Timur no.
baku
mutu
limbah
413
Tahun
cair
1987 yang
ditetapkan adalah dalam batas 3 - 6 mg/liter untuk BOD dalam air sungai.8 BOD (Biochemical Oxygen Demand) artinya kebutuhan oksigen biokima yang menunjukkan jumlah oksigen yang digunakan dalam reaksi oksidasi oleh bakteri. Sehingga makin banyak bahan organik dalam air, makin besar B.O.D nya sedangkan D.O akan makin rendah. Air yang bersih adalah yang B.O.D nya kurang dari 1 mg/l atau 1ppm, jika B.O.D nya di atas 4ppm, air dikatakan tercemar.5 Perbandingan air limbah dan air minum 5 Hal yang diukur
Air limbah
Air minum
E. coli
0-10 ppm
Kurang dari 2
Suspended solid
300-400 ppm
0-3 ppm
Zat yang mengendap
3-12 ppm
0 ppm
Oksigen yang terlarut
0-2 ppm
5-9 ppm
BOD (Biochemical Oxygen Demand)
300 ppm
0-3 ppm
4. Dampak terhadap lingkungan Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri dan untuk mendesain sistemsistem pengolahan biologis bagi air yang tercemar tersebut. Penguraian zat organik adalah peristiwa alamiah, jika suatu badan bakteri dicemari oleh zat
organik, bakteri dapat menghasilkan oksigen terlarut, dalam air selama proses oksidasi tersebut yang bisa mengakibatkan kematian ikan-ikan dalam air dan menjadi anaerobik dan dapat menimbulkan bau busuk pada air tersebut.5
Perbandingan rata-rata antara BOD5 dan COD untuk bermacam-macam jenis air5 BOD5 /
Jenis air
COD 0,4 – 0,6
Air buangan penduduk
0,6
Air buangan penduduk setelah pengendapan primer
0,2
Air
buangan
penduduk
sesudah
diolah
biologis 0,1 0,5 - 0,65 0 – 0,2
Air sungai yang tidak tercemar Air beracun industri organik tanpa keracunan Air beracun industri inorganik atau beracun
COD (Chemical Oxygen Demand) 1. Pengertian
secara
COD atau Chemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air (Boyd, 1990). Hal ini karena bahan organik yang ada sengaja diurai secara kimia dengan menggunakan oksidator kuat kalium bikromat pada kondisi asam dan panas dengan katalisator perak sulfat (Boyd, 1990; Metcalf & Eddy, 1991), sehingga segala macam bahan organik, baik yang mudah urai maupun yang kompleks dan sulit urai, akan teroksidasi. Dengan demikian, selisih nilai antara COD dan BOD memberikan gambaran besarnya bahan organik yang sulit urai yang ada di perairan. Bisa saja nilai BOD sama dengan COD, tetapi BOD tidak bisa lebih besar dari COD. Jadi COD menggambarkan jumlah total bahan organik yang ada. 6 COD merupakan jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada didalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimiawi. Indikator ini umumnya digunakan pada limbah industri.2 COD adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana pengoksidasi K2,Cr2,O7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent).9
2. Metode pengukuran COD Metode
pengukuran
COD
sedikit
lebih
kompleks,
karena
menggunakan peralatan khusus reflux, penggunaan asam pekat, pemanasan, dan titrasi. Peralatan reflux diperlukan untuk menghindari berkurangnya air sampel karena pemanasan. Pada prinsipnya pengukuran COD adalah penambahan sejumlah tertentu kalium bikromat (K2Cr2O7) sebagai oksidator pada sampel (dengan volume diketahui) yang telah ditambahkan asam pekat dan katalis perak sulfat, kemudian dipanaskan selama beberapa waktu. Selanjutnya, kelebihan kalium bikromat ditera dengan cara titrasi.
Dengan demikian kalium bikromat yang terpakai untuk oksidasi bahan organik dalam sampel dapat dihitung dan nilai COD dapat ditentukan. Kelemahannya, senyawa kompleks anorganik yang ada di perairan yang dapat teroksidasi juga ikut dalam reaksi, sehingga dalam kasuskasus tertentu nilai COD mungkin sedikit ‘over estimate’ untuk gambaran kandungan bahan organik. Bilamana nilai BOD baru dapat diketahui setelah waktu inkubasi lima hari, maka nilai COD dapat segera diketahui setelah satu atau dua jam. Walaupun jumlah total bahan organik dapat diketahui melalui COD dengan waktu penentuan yang lebih cepat, nilai BOD masih tetap diperlukan. Dengan mengetahui nilai BOD, akan diketahui proporsi jumlah bahan organik yang mudah urai (biodegradable), dan ini akan memberikan gambaran jumlah oksigen yang akan terpakai untuk dekomposisi di perairan dalam sepekan (lima hari) mendatang. Lalu dengan memperbandingkan nilai BOD terhadap COD juga akan diketahui seberapa besar jumlah bahan-bahan organik yang lebih persisten yang ada di perairan.6 Metode Pemeriksaan tanpa refluks (Titrasi di Laboratorium) Prinsip Analisis: Pemeriksaan parameter COD ini menggunakan oksidator potassium dikromat yang berkadar asam tinggi da n dipertahankan pada temperatur tertentu. Penambahan oksidator ini menjadikan proses oksidasi bahan organik menjadi air dan CO2, setelah pemanasan maka sisa dikromat diukur. Pengukuran ini dengan jalan titrasi, oksigen yang ekifalen dengan dikromat inilah yang menyatakan COD dalam satuan ppm.9
3. Standar Baku Mutu Air Beberapa peraturan mengenai baku mutu limbah cair :
► Menurut Keputusan Mentri Lingkungan Hidup no. 52 th 1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Hotel, kadar COD maksimal 30 mg/lt ► Menurut Keputusan Mentri
Lingkungan Hidup
no. 58 th 1995
Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit, kadar COD maksimal 100 mg/lt ► Menurut Kepmen Lingkungan Hidup no.3 th 1998 Bagi Kawasan Industri kadar COD maksimal 100 mg/lt ► Menurut standar
SK
Gubernur Jawa Timur no. baku
mutu
limbah
413
Tahun cair
1987 yang
ditetapkan adalah dalam batas 10 - 25 mg/lt untuk COD dalam air sungai.8
4. Dampak Terhadap Lingkungan Nilai COD pada perairan (sungai) yang
tinggi disebabkan adanya
sumbangan dari bahan - bahan organik tersuspensi berupa rantai cabang alkyl dan rantai lurus linier panjang yang merupakan bagian hidrofod dari surfaktan. Selain itu juga berasal dari bahan-bahan tambahan untuk pencerah, pewangi dan zat pencegah melekatnya kembali kotoran, yang menghasilkan residual yang juga berpengaruh terhadap tingginya nilai COD. Beberapa kandungan zat yang terdapat dalam bahan tersebut menimbulkan efek negatif bagi kesehatan. 10
DAFTAR PUSTAKA
1.
Salmin. Oksigen Terlarut (DO) dan kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan. http://images.atoxsmd.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/Rl uywAoKCsYAAAHIw641/oksigen%20terlarut%20dan%20kebutuhan %20oksigen%20biologi%20untuk%20penentuan%20kualitas%20pe rairan.pdf?nmid=44066689. diakses tanggal 29 September 2009
2.
Dahlan.
Dampak
Polusi
Terhadap
Kesehatan
Manusia.
http://dahlanforum.wordpress.com/2009/07/07/dampak-polusiterhadap-kesehatan-manusia/.diakses tanggal 1 Oktober 2009 3.
http://majarimagazine.com/2009/06/parameter-pengolahan-air-limbahindustri/
4.
Aswar, Asrul.1993. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. PT Mutiara Sumber Widya
5.
Sumetri, Sri. 1984. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional: Surabaya
6.
Haryadi, Sigid. BOD dan COD Sebagai Parameter Pencemaran Air Dan Baku
Mutu
Air
Limbah.
http://www.rudyct.com/PPS702-
ipb/09145/sigid_hariyadi.pdf. diakses tanggal 30 September 2009 7.
Wirosarjono, S. 1974. Masalah-masalah yang dihadapi dalam penyusunan criteria kualitas air guna berbagai peruntukan.PPMKL-DKI Jaya, Seminar Pengelolaan Sumber Daya Air. , eds. Lembaga Ekologi UNPAD. Bandung, 27 - 29 Maret 1974, hal 9 – 15
8.
Anonim.
Menciptakan
Lingkungan
Hidup
yang
Sehat
dan
aman.
http://www.jatimprov.go.id/dbfile/punky/20080513233313_lingkunga n_hidup_bpde_2004.pdf. Diakses tanggal 2 Oktober 2009 9.
Rahmawati Agnes Anita dan Azizah,R. Perbedaan Kadar BOD, COD, TSS, Dan MPN Coliform Pada Air Limbah, Sebelum dan Sesudah Pengolahan
Di
RSUD
Nganjuk.
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/KESLING-2-1-10.pdf. tanggal
30
September
2009.(JURNAL
diakses KESEHATAN
LINGKUNGAN, VOL. 2, NO.1, 100 JULI 2005 : 97 – 110)
10. Anonim. Media Air. http://mbojo.files.wordpress.com/2009/07/bab-iii-mediaair.pdf. diakseses tanggal 29 oktober 2009.