PEMELIHARAAN GEDUNG PEMERINTAH Oleh Abdul Rozaq Setiawan
1.
Pemeliharaan Lebih dari 90% umur bangunan memerlukan pemeliharaan yang aktif (Lateef
Olanrewaju, Idrus, and Faris Khamidi, 2011). Pemeliharaan bangunan dilakukan untuk mempertahankan kinerja bangunan meliputi iklim di dalam ruangan, akustik, penerangan, fleksibilitas, keamanan, kenyamanan, kualitas udara di dalam bangunan, aksesibilitas, estetika, dll (Lateef Olanrewaju, Idrus, and Faris Khamidi, 2011). Selanjutnya, Lateef Olanrewaju, Idrus, and Faris Khamidi (2011) menyatakan bahwa fasilitas gedung layak untuk mendapatkan perhatian yang lebih jika fungsi organisasi tidak dapat dilaksanakan tanpa adanya dukungan fasilitas gedung yang baik. Disebutkan pula bawa status fasilitas gedung sebaiknya ditingkatkan menjadi sama pentingnya dengan sumber daya manusia. Jenis pemeliharaan (Lind and Muyingo, 2012) yaitu: 1. Preventive/ planned maintenance Merupakan pemeliharaan yang dilakukan dengan perbaikan atau penggantian tanpa terjadinya kerusakan. Pemeliharaan jenis ini untuk mencegah terjadinya kerusakan. Pemeliharaan preventif ini antara lain: a. Berdasarkan hasilnya: 1) Hasil sempurna, yaitu mengembalikan keadaan menjadi seperti baru. 2) Tidak berdampak, yaitu keadaannya sama dengan sebelum dilakukan pemeliharaan 3) Hasil yang tidak sempurna, yaitu hanya sebagian yang kembali menjadi baik.
Tipe-tipe pemeliharaan Sumber: (Lind and Muyingo, 2012) b. Berdasarkan basisnya 1) Berbasis kondisi, yaitu objek pemeliharaan diperiksa secara berkala dan objek pemeliharaan diperbaiki ketika kondisi tertentu terjadi. Alfatih, Leong, and Hee (2015) menyebutkan bahwa pengecekan kondisi aset juga berperan untuk mencegah aset rusak premature. 2) Berbasis waktu, yaitu kegiatan pemeliharaan yang dilakukan secara berkala berdasarkan jangka waktu tertentu bukan berdasarkan kondisi objek pemeliharaan. c. Pemeliharaan oportunistik, yaitu kegiatan pemeliharaan yang dilakukan terhadap sebagian besar objek pemeliharaan ketika terdapat kondisi cost-effective. 2. Corrective maintenance Merupakan kebijakan pemeliharaan yang paling sederhana. Suatu barang digunakan sampai barang tersebut rusak kemudian diperbaiki. Jenis pemeliharaan ini terdiri atas:
a. Pemeliharaan segera b. Pemeliharaan ditunda
2.
Strategi pemeliharaan Dunn (2003) dalam Lind and Muyingo (2012) mendefinisikan strategi pemeliharaan
sebagai rencana jangka panjang, yang meliputi seluruh aspek manajemen pemeliharaan yang memberikan arah pada manajemen pemeliharaan dan berisi rencana aksi organisasi untuk mencapai keadaan yang diinginkan untuk fungsi pemeliharaan. Moubray (1997) dalam Lind and Muyingo (2012) mengungkapkan perkembangan manajemen pemeliharaan terbagi ke dalam 3 generasi yang digambarkan sebagai berikut: 1. Mentalitas memperbaiki ketika terjadi kerusakan, sebelum perang dunia ke 2. 2. Pengembangan preventive maintenance, antara 1950 s.d. akhir 19770-an. 3. Pendekatan pemeliharaan yang lebih mendasarkan pada kondisi (condition-based), pada awal 1980-an.
Sumber: (Lind and Muyingo, 2012) Untuk memilih atau mengembangkan strategi pemeliharaan yang tepat, organisasi perlu menentukan kebutuhan pemeliharaan untuk setiap aset dan kemudian memutuskan sumber daya apa yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Pemilihan strategi pemeliharaan hendaknya mempertimbangkan (Lind and Muyingo, 2012) beberapa hal sebagai berikut: 1. Preventive maintenance Preventive maintenance menjadi masuk akal jika konsekuensi kerusakan lebih mahal daripada biaya untuk mengurangi risiko kerusakan tersebut lebih awal. Akan tetapi, ada kemungkinan strategi pemeliharaan ini akan menambah kegiatan yang
sebenarnya tidak diperlukan terhadap aset yang masih tetap aman dan kondisinya masih bagus. Biayanya akan membengkak jika terdapat kesulitan untuk memprediksi kapan dilakukan pemeliharaan dalam rangka mengurangi risiko kerusakan. Tsang (2002) dalam Lind and Muyingo (2012) menyoroti penggunaan jadwal penggantian yang sering kali didasarkan pada rekomendasi supplier. Padahal, supplier memiliki pengetahuan yang terbatas mengenai kondisi aktual atas aset yang rusak dan cenderung mengambil untung untuk meng-overestimate kebutuhan pemeliharaan. Salah satu cara untuk mengurangi biaya atas strategi ini adalah dengan menggunakan strategi pemeliharaan berdasarkan kondisi aset (condition-based) yaitu pemeliharaan akan dilaksanakan ketika dibutuhkan. Akan tetapi, untuk menggunakan strategi pemeliharaan berdasar kondisi aset diperlukan beberapa asumsi diantaranya kondisi saat ini dapat digunakan sebagai alat prediksi yang baik atas probabilitas terjadinya kerusakan. Asumsi lainnya yaitu memungkinkan untuk melakukan survey berkesinambungan dan hasil survey menyediakan informasi yang berguna. 2. Corrective maintenance Penggunaan strategi ini dapat dibenarkan jika kerusakan hanya berdampak kecil. Strategi ini akan menyebabkan ketidaknyamanan dan perlambatan sistem operasi dimana aset tersebut digunakan. Strategi jenis ini akan menyebabkan biaya yang ditanggung menjadi lebih tinggi jika terjadi pada “waktu yang salah”. Alternatif yang dapat dilakukan adalah membentuk unit internal yang dapat melaksanakan perbaikan secara cepat. Pemilihan antara pemeliharaan korektif maupun preventif dianalisa sebagai sebuah keseimbangan antara error tipe 1 dan error tipe 2 (Lind and Muyingo, 2012). 1. Error tipe 1 Kesalahan tipe ini terjadi ketika tindakan pemeliharaan preventif dilaksanakan, tetapi dalam observasi setelahnya diketahui bahwa tindakan tersebut tidak diperlukan. 2. Error tipe 2 Kesalahan tipe ini terjadi ketika pemeliharaan preventif tidak dilakukan kemudian terjadi kerusakan yang membutuhkan biaya lebih besar dibandingkan jika dilakukan pemeliharaan sebelumnya. Kendala yang dihadapi dalam pemeliharaan bangunan adalah adanya ketidakpastian. Beberapa ketidakpastian tersebut (Lind and Muyingo, 2012) adalah: 1. Ketidakpastian tentang struktur objek Salah satu masalah ketika merencanakan pemeliharaan bangunan adalah kurangnya
informasi tentang struktur aktual atas bangunan. Ketidakpastian ini biasanya terjadi pada bangunan-bangunan tua. Informasi struktur bangunan mungkin tidak tersedia atau ada perbaikan yang tidak dicatat. Akibatnya, rencana pemeliharaan mungkin harus diubah ketika kondisi aktual struktur bangunan diketahui. Perubahan rencana mungkin akan memerlukan biaya yang lebih besar dari yang dianggarkan. Akibatnya, anggaran kegiatan pemeliharaan yang lain digunakan untuk menutupinya. 2. Ketidakpastian tentang umur ekonomis yang diharapkan Aset yang memiliki umur ekonomis panjang akan sulit untuk memupuk pengetahuan tentang umur yang diharapkan atas aset tersebut. Umur aset sangat dipengaruhi perubahan ilmu teknik dan situasi setiap aset berbeda satu dengan lainnya. Bangunan yang terdiri atas beberapa sistem yang terintegrasi akan menyulitkan untuk mengetahui bagaimana masing-masing sistem tersebut berinteraksi. Proses degradasi mungkin juga tergantung pada karakteristik tertentu yang tidak diketahui dan pada interaksi dengan lingkungan aset tersebut berada. Jika ingin aman, pengukuran keadaan aset harus dilakukan sangat awal dan hal tersebut dapat meningkatkan biaya. 3. Ketidakpastian tentang biaya pada ukuran tertentu Rencana pemeliharaan mungkin berubah karena ketidakpastian biaya. Pada organisasi publik yang anggarannya bersifat tahunan, ketika rencana biaya lebih kecil dari biaya riil akan menggeser anggaran kegiatan yang lainnya. 4. Nilai dari memilih untuk menunggu Pada situasi yang tidak pasti, sangat rasional untuk menunggu. Informasi baru atas suatu aset dapat memengaruhi nilai pilihan menunggu tersebut. Pilihan untuk menunggu mungkin juga menjadi lebih menarik ketika terdapat sinyal tentang perubahan kebijakan pemerintah misalnya subsidi untuk efisiensi energi. Pilihan untuk menunggu mungkin juga berubah karena perubahan harapan kebutuhan atas bangunan. Misalnya, pada saat krisis ekonomi, perusahaan akan mengurangi pemeliharaan bangunan karena peningkatan probabilitas penutupan pabrik. Beberapa ide umum dalam perencanaan pemeliharaan bangunan dalam kondisi ketidakpastian yang tinggi (Lind and Muyingo, 2012) adalah: 1. Prakondisi yang diperlukan adalah sebuah sistem informasi yang baik dengan kesadaran untuk menyeimbangkan antara biaya dan manfaat atas cara-cara alternatif untuk mengumpulkan informasi yang diperlukan. Informasi ini meliputi kebutuhan dan rencana dari pengguna gedung. Beberapa cara untuk mengumpulkan informasi tersebut diantaranya:
-
Monitoring otomatis
-
Inspeksi rutin
-
Umpan balik dari pengguna
2. Membagi gedung-gedung menjadi bangunan inti dan bukan inti dengan strategi pemeliharaan yang berbeda-beda. Pemeliharaan yang lebih terencana dan preventif untuk gedung-gedung inti dan pemeliharaan yang lebih korektif untuk gedung-gedung bukan inti. 3. Membagi komponen-komponen gedung ke dalam komponen-komponen yang lebih penting atau kurang penting untuk penggunaan jangka panjang dan untuk kegiatankegiatan yang dilaksanakan di dalam gedung. Biasanya, kulit luar gedung dan sistem lain yang penting diberikan prioritas umum. 4. Bekerja dengan seperangkat proyeksi/rencana dengan rentang waktu dan tingkatan detil yang berbeda-beda. Menjadi rasional untuk memiliki diantaranya: -
Rencana kasar 20 tahun yang pada dasarnya disusun untuk mengidentifikasi risiko bahwa banyak kegiatan pemeliharaan harus dilaksanakan dalam waktu bersamaan. Hal ini memungkinkan untuk memulai lebih awal dan mempelajari strategi pemeliharaan yang berbeda-beda untuk mengurangi biaya serta menyebar biaya dalam periode yang lebih lama.
-
Rencana yang lebih detil untuk 3-5 tahun dimana renovasi mayor dan kegiatan pemeliharaan dijadwalkan untuk dilaksanakan.
-
Rencana detil untuk kegiatan pemeliharaan di tahun mendatang. Perencanaan harus dimutakhirkan beberapa kali dalam setahun dan perencanaan 3-5 tahun dimutakhirkan setiap tahun.
Penting juga untuk meneruskan informasi kepada pengguna bangunan dan mungkin publik secara umum tentang rencana untuk bangunan tertentu. Penerusan informasi dapat menggunakan web/internet. Daftar Referensi Alfatih, M. S. S., M. S. Leong, and L. M. Hee. (2015). Definition of Engineering Asset Management: A Review. Applied Mechanics and Materials 773-774 (International Integrated Engineering Summit 2014):794-798 Lateef Olanrewaju, A., A. Idrus, and M. Faris Khamidi. (2011). Investigating building maintenance practices in Malaysia: A case study. Structural Survey 29 (5):397-410 Lind, H., and H. Muyingo. (2012). Building maintenance strategies: Planning under uncertainty. Property Management 30 (1):14-28