PROSES INDUSTRI PETRO OLEO PABRIK BIODIESEL
Dosen Pengampu: Prof. Zuchra Helwani, MT., PhD OLEH: KELOMPOK 8 KELAS A
ANGGOTA: ADI MULYADI PUTRA
(1507110318) (1507110318)
ADE ERMA SURYANI
(1507123605) (1507123605)
ALBI FADLAH RAMADHAN
(1507123906) (1507123906)
LAISA HUSRAINI
(1507113888) (1507113888)
PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU 2017
DAFTAR ISI
COVER ............................................ .................................................................... ............................................... .............................................. ............................... ........
i
DAFTAR ISI ............................................... ...................................................................... ............................................... ........................................... ...................
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................. .................................................................... .............................................. ........................... .... BAB II
1
ISI
2.1 Biodiesel .............................................. ...................................................................... ............................................... ................................... ............
2
2.1.1 Pengertian Biodiesel .............................................. ...................................................................... ............................... .......
2
2.1.2 Kelebihan dan Kekurangan Biodiesel ............................................ ................................................... .......
2
2.2 Dasar Perancangan .............................................. ...................................................................... ........................................... ...................
3
2.2.1 Penjelasan Produk .............................................. ...................................................................... ................................... ...........
3
2.2.2 Penjelasan Bahan Baku .............................................. ...................................................................... ........................... ...
5
2.2.3 Penjelasan Bahan Penunjang ............................................. ................................................................ ...................
6
2.2.4 Kapasitas produk............................................ .................................................................... ....................................... ...............
7
2.2.5 Lokasi Pabrik ............................................. ..................................................................... ........................................... ...................
8
2.3 Deskripsi Proses ............................................... ...................................................................... .............................................. .......................
9
2.3.1 Macam-macam Metode Proses ............................................. ............................................................. ................
9
2.3.2 Pemilihan Pemilihan Metode Proses ............................................... ...................................................................... ....................... 12 2.3.3 Deskripsi Proses dan Diagram Alir (Skala Pabrik) ............................... ............................... 13 2.4 Pengolahan Limbah Limbah ............................................. ..................................................................... ........................................... ................... 15 2.5 Analisa Ekonomi Ekonomi .............................................. ..................................................................... .............................................. ....................... 15 BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ............................................. ..................................................................... ............................................... ............................... ........ 17 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 18
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Sekarang ini cadangan minyak bumi yang dihasilkan Indonesia semakin sedikit sedangkan jumlah penduduk semakin bertambah disertai jumlah penggunaan kendaraan bermotor yang juga semakin meningkat, sehingga kebutuhan akan bahan bakar dari minyak bumi semakin meningkat pula. Semakin banyaknya penggunaan kendaraan bermotor dengan bahan bakar dari minyak bumi juga semakin memperbesar risiko terhadap tubuh manusia, karena sisa pembakaran (gas buang) bahan bakar kendaraan bermotor
tersebut
menghasilkan gas-gas yang berbahaya bagi kesehatan manusia, oleh karena itu dibutuhkan suatu bahan bakar alternatif untuk mencegah dan menanggulangi hal tersebut. Kebutuhan minyak bumi yang semakin besar merupakan tantangan yang perlu diantisipasi dengan mencari sumber energi alternatif. Minyak bumi merupakan sumber energi yang tak terbarukan, butuh waktu jutaan bahkan ratusan juta tahun untuk mengkonversi
bahan
baku
minyak
bumi
menjadi minyak bumi, peningkatan jumlah
konsumsi minyak bumi menyebabkan menipisnya jumlah minyak bumi. Dari berbagai produk olahan minyak bumi yang digunakan sebagai bahan bakar, yang paling banyak digunakan adalah bahan bakar diesel, karena kebanyakan alat transportasi, alat pertanian, peralatan berat dan penggerak generator pembangkit listrik menggunakan bahan bakar tersebut. Biodiesel
merupakan
bahan
bakar
alternative
pengganti minyak diesel yang diproduksi dari minyak tumbuhan atau lemak hewan. Penggunaan biodiesel dapat dicampur dengan petroleum diesel (solar). Biodiesel mudah digunakan, bersifat biodegradable, tidak beracun, dan bebas dari sulfur dan senyawa aromatik. Selain itu biodiesel mempunyai nilai flash point (titik nyala) yang lebih tinggi dari petroleum diesel sehingga lebih aman jika disimpan dan digunakan. Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif dari sumber terbarukan (renewable), dengan komposisi ester asam lemak dari minyak nabati antara lain: minyak kelapa sawit, minyak kelapa, minyak jarak pagar, minyak biji kapuk, dan masih ada lebih dari 30 macam tumbuhan Indonesia yang potensial untuk dijadikan biodiesel.
BAB II ISI 2.1
Biodiesel
2.1.1
Pengertian Biodiesel
Biodiesel adalah sebuah bahan bakar diesel alternatif yang dihasilkan dari sumber terbarukan (renewable resources) seperti nabati dan lemak hewan. Biodiesel merupakan bahan bakar terbarukan karena bahan bakunya dibudidayakan oleh manusia, selanjutnya dipanen
dan
diolah
menjadi
bahan bakar.
Pemanfaatannya
yang
terus
menerus
menjadikan bahan bakar nabati disebut bahan bakar yang dapat diperbarui. Selain sebagai
bahan
bakar terbarukan, biodiesel juga bersifat biodegradable, tidak beracun,
bebas dari sulfur dan senyawa aromatik (Hambali et al ., 2007). Biodiesel juga memiliki flash point (suhu terendah yang dapat menyebabkan uap biodiesel dapat menyala) yang tinggi daripada diesel normal sehingga tidak menyebabkan mudah terbakar. Biodiesel bahan
bakar
alternatif
pengganti
solar
merupakan
dan mempunyai sifat seperti solar, yang
umumnya penggunaannya masih pada tahap sebagai bahan pencampur minyak solar. Biodiesel memiliki bilangan setana yang lebih tinggi daripada solar sehingga efisiensi pembakaran
lebih
baik. Selain sebagai pengganti bahan bakar solar biodiesel dapat
dipergunakan untuk keperluan lain seperti pelindung kayu termasuk interior rumah yang terbuat dari kayu, sebagai pelumas dan pelindung korosi pada peralatan rumah tangga (Nasri, 2006). 2.1.2
Keunggulan dan Kelemahan Biodiesel Keunggulan Biodiesel:
-
Biodiesel tidak beracun.
-
Biodiesel adalah bahan bakar biodegradable.
-
Biodiesel lebih aman dipakai dibandingkan dengan diesel konvensional.
-
Biodiesel dapat dengan mudah dicampur dengan diesel konvensional, dan dapat digunakan di sebagian besar jenis kendaraan saat ini, bahkan dalam bentuk biodiesel B100 murni.
-
Biodiesel dapat membantu mengurangi ketergantungan kita pada bahan bakar fosil, dan meningkatkan keamanan dan kemandirian energi.
-
Biodiesel dapat diproduksi secara massal di banyak negara, contohnya USA yang memiliki kapasitas untuk memproduksi lebih dari 50 juta galon biodiesel per tahun.
-
Produksi dan penggunaan biodiesel melepaskan lebih sedikit emisi dibandingkan dengan diesel konvensional, sekitar 78% lebih sedikit dibandingkan dengan diesel konvensional.
-
Biodiesel memiliki sifat pelumas yang sangat baik, secara signifikan lebih baik daripada bahan bakar diesel konvensional, sehingga dapat memperpanjang masa pakai mesin.
-
Biodiesel memiliki delay pengapian lebih pendek dibandingkan dengan diesel konvensional.
-
Biodiesel tidak memiliki kandungan sulfur, sehingga tidak memberikan kontribusi terhadap pembentukan hujan asam.
Kelemahan Biodiesel:
-
Biodiesel saat ini sebagian besar diproduksi dari jagung yang dapat menyebabkan kekurangan pangan dan meningkatnya harga pangan. Hal ini bisa memicu meningkatnya kelaparan di dunia.
-
Biodiesel murni memiliki masalah signifikan terhadap suhu rendah.
-
Biodiesel secara signifikan lebih mahal dibandingkan dengan diesel konvensional.
-
Biodiesel memiliki kandungan energi yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan diesel konvensional, sekitar 11% lebih sedikit dibandingkan dengan bahan bakar diesel konvensional.
-
Biodiesel dapat melepaskan oksida nitrogen yang dapat mengarah pada pembentukan kabut asap.
-
Biodiesel, meskipun memancarkan emisi karbon yang secara signifikan lebih aman dibandingkan dengan diesel konvensional, masih berkontribusi terhadap pemanasan global dan perubahan iklim.
2.2
Dasar Perancangan
2.2.1
Penjelasan Produk
Melihat sumber daya energi baru, seperti biodiesel menjadi arti penting pada tahun sekarang ini. Biodiesel yang terbuat dari minyak sawit digunakan sebagai pengganti untuk petroleum-based diesel, karena biodiesel adalah sumber daya energi yang dapat diperbahurui dan sumber energi yang ramah energi. Biodiesel atau methyl ester dengan rumus bangunnya RCOOCH3 merupakan senyawa alkyl ester, yang mempunyai sifat fisiknya berbentuk cairan pada suhu kamar dan berwarna kuning.
1. Produk Utama
Metode yang paling umum untuk menghasilkan biodiesel yang berupa methyl ester adalah dengan metode Transesterify triacylglycerols, dimana minyak dengan alkohol ditambah dengan katalisator. Alkohol yang digunakan adalah methanol. Penggunaan biodiesel pada mesin konvensional mampu mengurangi emisi dari hydrocarbon yang tidak terbakar, CO, sulfat, dan hidrokarbon aromatis polisiklik. Biodiesel dapat digunakan sebagai bahan bakar murni atau dicampur dengan petroleum dengan persentase tertentu. B20 (campuran 20% volume biodiesel petroleum dengan 80% volume petroleum diesel) telah dibuktikan menguntungkan bagi lingkungan. Sifat fisik biodiesel standar Jerman DIN V 51606 yang paling banyak dijadikan acuan dapat dilihat pada table 2.1. Table 2.1 Sifat fisik biodiesel standar Jerman Din V 51606 Parameter Densitas pada suhu 15OC, g/mL Flash Point, OC Moisture, ppm Bilangan asam, mg KOH/g Total gliserol, % Gliserol bebas, % Kandungan fosfor, % Kandungan methanol, %
Nilai 0,875 – 0,890 110 300 0,5 0,25 0,02 10 0,3
Sifat kimia methyl ester sebagai berikut:
Mempunyai rumus bangun RCOOCH 3
Mempunyai senyawa karbon rantai lurus jenuh, kecuali C 17 yang mempunyai rantai lurus rangkap
2. Produk Samping
Gliserol merupakan produk samping dari pembuatan methyl ester. Nama lain dari gliserol adalah 1,2,3-propational, CH 2OH – CHOH – CH 2OH, dengan sifat fisik antara lain : berbentuk cairan kental manis jernih, mudah larut dalam air dan alcohol larutannya bersifat netral, hygroscopis, serta tidak mudah larut dalam ether, benzene, chloroform, mudah menguap. Produk pembuatan biodiesel ini bukan gliseril murni tetapi masih berupa crude gliserin dan warnanya belum jernih. Pada suhu kamar (25 OC), gliserol ini mempunyai berat jenis sebesar 1,261 dengan PH berkisar antara 6,5 – 7,5. Kegunaan gliserol sangat luas, antara lain digunakan dalam industri obat, kosmetik, pasta gigi dan lainnya. Sifat fisik gliserol dapat dilihat pada table 2.2.
Table 2.2 Sifat fisik gliserol Parameter O
Titik leleh, C Titik didh pada 0,53 kPa, OC Tekanan uap pada suhu 50 OC, Pa Surface tension pada suhu 20 OC, dyne/cm Viskositas pada suhu 20 OC, cP Konduktivitas termal, W/m.K 2.2.2
Nilai 18,17 14,9 0,33 63,4 1499 0,28
Penjelasan Bahan Baku
Pada pembuatan biodiesel ini, bahan baku utama yang digunakan adalah crude palm oil (CPO) dan methanol serta natrium hidroksida (NaOH) sebagai bahan baku pendukung yang berfungsi sebagai katalis. 1. Crude Palm Oil (CPO)
Kelapa sawit (Elaeis guineensis) di Indonesia dalam tahun 1979 tercatat sebanyak 73 buah perkebunan kelapa sawit dengan luas areal 230.000 Ha. Produksi per Ha nya, diperkirakan produksi kelapa sawit dunia adalah 2,5 juta ton. CPO berasal dari bagian pericarp buah kelapa sawit. Kandungan yang terdapat dalam minyak sawit (CPO) adalah 94% trigliserida, 5% asam lemak bebas (FFA) dan selebihnya zat pengotor dan air. Minyak sawit (CPO) berwarna kuning jingga kemerah – merahan dan agak kental. Komposisi zat asam yang mengandung lemak dari minyak sawit didominasi oleh palmitic, oleic, linoleic, dan zat asam lemak stearic ditambah sedikit myristic, lauric, linoknic dan cuka capric (Allen dan Watts, 2000). Dari table 2.3 dapat dilihat komposisi CPO dan table 2.4 sifat fisik CPO. Komposisi Fatty Acid
Table 2.3 Komposisi CPO Komposisi Fatty Komposisi (%) Acid
Jenuh Lauric
Komposisi (%)
Tak Jenuh -
Palmitoleic
-
Myristic
1,4
Oleic
42,7
Palmatic
40,1
Linoleic
10,3
Stearic
5,5
Linolenic
-
Other
-
Aracidic
-
Other
-
Table 2.4 Sifat fisik CPO Parameter Nilai Melting point, OC
35
Densitas
0,915
Nilai Iodin
54,2
Nilai Saponifikasi
199,1
2. Methanol
Methanol atau methyl alkohol atau sering juga disebut carbinol merupakan larutan polar yang larut dalam air, alkohol, ester dan pelarut organic lainnya. Methanol mempunyai rumus molekul CH3OH adalah alkohol aliphatic sederhana. Reaksinya ditentukan oleh gugus hydroxyl fungsional, sedangkan reaksi terjadi oleh gugus C – O atau O – H. Penggunaan methanol sebesar 85% digunakan sebagai bahan baku serta bahan pelarut sintetis. Dalam hal ini methanol direaksikan dengan trigliserida akan menghasilkan methyl ester. Methanol mempunyai sifat fisik sebagai berikut : tidak berwarna, mudah terbakar dan menguap, tidak berbau, mudah larut dalm air, sangat polar, dengan spesifik gravitasi 0,7924 pada 20OC, titik didihnya 64,5 OC, titik eku -97,5 OC dan flash point 12,2OC. Keberadaan methanol dalam proses transesterifikasi adalah untuk memutuskan hubungan gliserin dengan zat asam lemak. 2.2.3
Penjelasan Bahan Penunjang
1. Natrium Hidroksida (NaOH)
Natrium hidroksida (NaOH) digolongkan dalam basa kuat. Oleh karena itu, NaOH sering digunakan dalam menetralisasi suatu zat. NaOH atau lebih dikenal dengan kaustik soda atau soda api merupakan zat yang larut dalam pelarut air, alkohol, dan juga dalam gliserol. NaOH memiliki dua macam bentuk, yaitu : -
Padatan, biasanya berwarna putih dengan kadar konsentrasi 100%
-
Larutan, biasanya memiliki kadar konsentrasi, yaitu : 40%, 50% dan 70%
Adapun fungsi dari NaOH adalah: -
Menetralkan asam
-
Sebagai bahan baku pembuatan sabun deterjen
-
Memisahkan unsur belerang dari minyak bumi
-
Membantu mengurangi zat warna dari kotoran yang berupa getah minyak bumi
Table 2.6 sifat fisik NaOH Sifat fisik, satuan Berat Molekul, BM BP, OC Melting point, Mp, OC Density (15OC), kg/m3 Viskositas, Ns/m3 20OC 30OC 40OC Cp Thermal conductivity, w/m OC
Nilai 40 142 12 1530 80.000 40.000 15.000 3,24 0,65
Konsentrasi NaOH yang diperlukan tergantung pada perbandingan molar antara umpan dan methanol. 2. Asam Phospat (H 3PO4 )
Penambahan asam phospat (H 3PO4) digunakan pada proses menetralisir NaOH, dimana reaksinya yaitu : 3NaOH + H3PO4 2.2.4
Na3PO4 + 3H2
Kapasitas Produksi
Dengan melihat keadaan pasar methyl ester di Indonesia, menunjukkan bahwa paluang pasar methyl ester dalam negeri masih relatif kecil, namun peluang untuk berkembang juga
besar.
Dengan
melihat
perkembangan dan
kebutuhan
produksi
oleochemical yang semakin meningkat. Sedangkan konsumsi di luar negeri cukup besar, terutama untuk kebutuhan minyak diesel. Table 2.7 Produksi biodiesel di beberapa Negara Eropa (‘000 ton) Negara
Kapasitas 2003 2004 715 1088
Jerman
2002 450
2005 1900 – 2100
Perancis
366
357
502
600 – 800
Italia
210
273
419
500 – 550
Austria
25
32
100
150
Spanyol
-
9
70
70 – 80
Denmark
10
41
44
30 – 40
Inggris
3
9
15
250
Kapasitas produksi biodiesel yang dilakukan di pabrik ini, beroperasi pada tahun 2007 adalah 7895,32128 ton/tahun dengan waktu operasi 24 jam penuh setiap hari dengan jumlah hari kerja 330 hari dalam setahun. 2.2.5 Lokasi Pabrik
Lokasi geografis suatu pabrik merupakan unsur yang sangat penting dalam mendirikan sebuah pabrik, syarat utama suatu pabrik adalah harus ditempatkan sedemikian rupa, sehingga produksi bisa berjalan terus dan distribusi bisa dilakukan secara optimal. Kesalahan dalam pemilihan lokasi pabrik akan menyebabkan kerugian secara ekonomi dan sosial. Beberapa faktor yang harus dipenuhi dalam pemilihan lokasi pabrik yaitu: 1. Faktor Utama
Faktor utama merupakan faktor yang sangat mempengaruhi pemilihan lokasi atau tempat pemilihan pabrik. Adapun faktor utama yang perlu diperhatikan adalah: -
Dekat dengan sumber bahan baku Bahan baku utama yang digunakan dalam proses ini adalah crude palm oil (CPO), sehingga pemilihan lokasi yang diperlukan yaitu daerah yang harus berdekatan dengan sumber bahan baku tersebut, agar lebih efesien dalam pemenuhan proses produksi.
-
Kebijakan pemerintah Lokasi pabrik disesuaikan dengan kebijakan pemerintah, maksudnya lokasi tersebut masih memungkin atau tidak untuk didirikannya sebuah pabrik. Pemerintah tingkat pusat maupun daerah mempunyai peranan tertentu dalam menunjang pembangunan industri dalam negeri. Peranan tersebut dapat berupa dukungan, bimbingan, ataupun pemberian keringanan dan fasilitas yang kadangkala berkaitan dengan investasi proyek di daerah – daerah yang telah ditentukan.
2. Faktor Khusus
Faktor khusus merupakan faktor pendukung untuk pemilihan lokasi pabrik, antara lain: -
Transportasi Lokasi yang dipilih harus mudah dijangkau dari bahan baku.
-
Penyediaan tenaga kerja
-
Tenaga – tenaga kerja yang cukup tersedia dengan baik.
-
Utilitas Utilitas merupakan sarana penunjang yang penting bagi jalannya suatu pabrik, karena bagian ini menyediakan kebutuhan primer pabrik baik dalam proses industri, yaitu: a. Tersedianya air b. Tersedianya fasilitas listrik maupun sarana komunikasi c. Tersedianya bahan bakar d. Penanganan air buangan atau limbah
2.3
Deskripsi Proses
2.3.1
Macam-Macam Metode Proses
Pengggunaan minyak nabati secara langsung sebagai bahan bakar diesel menimbulkan berbagai masalah seperti penyumbatan penyaring bahan bakar, penyumbatan injektor, pembentukan endapan karbon di ruang pembakaran, perlengkapan cincin, dan kontaminasi minyak pelumas. Karena itu digunakan beberapa modifikasi untuk mengubah sifat dari minyak nabati tersebut. Sifat minyak nabati itu dapat diubah menggunakan beberapa cara di antaranya adalah: 1. Proses Pirolisis
Proses
pirolisis
kehadiran
minyak
udara/nitrogen
nabati (jika
mengalami tidak
dekomposisi termal
dengan
diinginkan kehadiran oksigen).
Dekomposisi termal minyak nabati menghasilkan berbagai jenis senyawa termasuk alkana, alkena, alkadiena, aromatil, dan asam karboksilat. Komposisi hasil dekomposisi sangat bervariasi tergantung dari minyak nabati yang digunakan. Fraksi-fraksi cair dari minyak nabati yang terdekomposisi termal cukup mendekati karakter minyak diesel. Minyak nabati terpirolisis mengandung jumlah sulfur, air dan endapan dalam jumlah yang dapat diterima, demikian juga dengan korosi tembaganya, namun terdapat juga abu dan residu karbon dalam jumlah yang tidak diterima. Penggunaan minyak nabati terpirolisis pada mesin dibatasi untuk pemakaian jangka pendek. 2. Proses Mikroemulsifikasi
Proses Mikroemulsifikasi adalah disperse dari minyak, air, sulfaction dan terkandung suatu molekul ampilik yang digunakan konsurfaction. Hasil disperse ini
adalah
suatu
tetesan
(droplet) yang isotropic, jernih dan stabil secara
termodinamika. Suatu mikroemulsi dapat dibuat dari minyak nabati dengan ester
dan dispersan (kosolven), atau dari suatu minyak nabati, suatu alkohol dan suatu sulfaction, dengan atau tanpa minyak diesel. Namun alkohol memiliki kalor penguapan yang tinggi dan karenanya dapat menurunkan suatu ruang pembakaran dan memudahkan terjadinya penyumbatan. Suatu mikroemulsi dan metanol dengan minyak nabati memiliki kelakuan yang mirip dengan minyak diesel. 3. Proses Pengenceran
Minyak nabati diencerkan dengan bahan tertentu, seperti minyak diesel, suatu pelarut atau etanol. Penelitian yang telah memperlihatkan tidak diinginkan pada pemakaian
jangka
panjang
adanya seperti
efek
yang
penyumbatan
injector, pengentalan pelumas dan penumpukan karbon pada katup pemanas. 4. Proses Transesterifikasi/Alkohilisis
Pada proses Transesterifikasi minyak nabati direaksikan dengan suatu alkohol sehingga terbentuk 3 molekul, metal ester asam lemak , dan gliserol. Metil ester asam lemak ini selanjutnya disebut mendekati
biodiesel.
Sifat
biodiesel
ini
sangat
minyak diesel dan tidak menimbulkan dampak yang buruk pada
pemakaian jangka panjang sehingga sangat menjanjikan untuk digunakan sebagai pengganti atau pencampur minyak diesel. Proses biodiesel ini diproduksi melalui reaksi transesterifikasi antara CPO dari minyak sawit dan metanol menggunakan katalisator logam., asam, atau basa. Namun, katalisator yang paling baik adalah NaOH. Reaksi ini akan menghasilkan gliserol sebagai hasil samping. Secara umum reaksi transesterifikasi dapat digambarkan sebagai berikut: RCOOI Fatty Acid
+ RIIOH Alkohol
RCOORI Ester
+ RIOH …… (1) Gliserol
Transesterifikasi merupakan suatu reaksi kesetimbangan. Secara stoikiometris dibutuhkan 3 molekul alkohol untuk setiap molekul trigliserida yang direaksikan. Perbandingan molar alkohol dengan trigliserida adalah 3:1, namun untuk mendorong reaksi agar bergerak ke kanan (untuk memperoleh konversi metil ester yang maksimum) maka rasio yang dibutuhkan lebih dari itu yaitu dengan cara menggunakan alkohol dalam jumlah yang berlebih atau salah satu produk yang dihasilkan harus dipisahkan. Untuk reaksi transesterifikasi berkatalis basa, CPO (Crude Palm Oil) dan metanol yang digunakan sedapat mungkin anhidrat atau mendekati, karena air menyebabkan terjadinya reaksi saponifikasi yang menghasilkan sabun. Sabun yang terbentuk dapat menurunkan perolehan ester dan menyulitkan pemisahan ester dan
gliserol. Kandungan asam lemak bebas juga harus rendah, karena jika kandungan asam lemak dan air dalam CPO (Crude Palm Oil) tinggi maka katalis yang digunakan adalah asam. Faktor utama yang mempengaruhi rendemen ester yang dihasilkan pada reaksi transesterifikasi adalah: a. Rasio molar antara CPO (Crude Palm Oil) dan alk ohol. Agar reaksi dapat bergeser ke arah produk, alkohol yang ditambahkan harus berlebih dari kebutuhan stoikiometrinya. Penelitian menyatakan dalam penerapan praktis, perbandingan yang digunakan adalah antara 3,3 sampai 5,25:1. Contoh lain menyatakan bahwa perbandingan yang digunakan adalah 4,8:1, dengan perolehan metal ester (Biodiesel) yang dihasilkan 97-98,5%. Dalam industri biasanya digunakan perbandingan 6:1 dan diperoleh konversi lebih besar dari 98%. Peningkatan alkohol terhadap trigliserida akan meningkatkan konversi, tetapi menyulitkan pemisahan gliserol. b. Jenis katalis yang digunakan. Penggunaan katalisator berguna untuk menurunkan tenaga aktifasi sehingga reaksi berjalan dengan mudah bila tenaga aktifasi kecil maka harga konstanta kecepatan reaksi bertambah besar. Ada tiga golongan katalis yang dapat digunakan yaitu asam, basa, dan enzim. Sebagian besar proses transesterifikasi komersial dijalankan dengan katalis basa, karena reaksinya berlangsung sangat cepat yaitu empat ribu kali lebih cepat dibanding dengan katalis asam. c. Suhu reaksi. Transesterifiaksi dapat dilakukan pada berbagai suhu, tergantung dari jenis trigliserida yang digunakan. Jika suhu semakin tinggi, laju reaksi akan semakin cepat. Konversi akhir trigliserida hanya sedikit dipengaruhi oleh suhu reaksi. Suhu reaksi yang telah digunakan dalam berbagai penelitian adalah antara 20 – 80°C. d. Kandungan air dan asam lemak bebas. Terdapatnya air dalam CPO (Crude Palm Oil) menyebabkan terjadinya reaksi saponifikasi, yang dapat menurunkan tingkat efisiensi katalis. Jika kandungan asam lemak bebasnya tinggi maka akan dibutuhkan banyak basa (katalis, yaitu NaOH). e. Kemurnian reaktan. Pada kondisi reaktan yang sama, konversi untuk reaksi dengan bahan baku minyak nabati mentah berkisar antara 67 – 84%. Hal ini disebabkan oleh tingginya
kandungan asam lemak bebas di minyak nabati mentah, namun masalah ini dapat diselesaikan dengan menggunakan temperatur dan tekanan reaksi yang tinggi. f.
Kecepatan Pengadukan Setiap reaksi dipengaruhi oleh tumbukan antar molekul yang larut dalam reaksi dengan memperbesar kecepatan pengadukan maka jumlah tumbukan antar molekul
zat
pereaksi akan semakin besar, sehingga kecepatan reaksi
akan
bertambah besar. Pada sampingannya
proses adalah
transesterifikasi, gliserin
selain
(gliserol).
menghasilkan
Gliserin
biodiesel,
hasil
dapat dimanfaatkan dalam
pembuatan sabun. Bahan baku sabun ini berperan sebagai pelembab (moisturising). 2.3.2
Pemilihan Metode Proses
Ada beberapa proses untuk menetukan proses yang tepat dan sesuai untuk diterapkan dalam pembuatan biodiesel. Rekasi untuk mengubah minyak menjadi biodiesel yang paling sering digunakan adalah dengan reaksi transesterifikasi. Untuk rekasi ini dapat ditempuh dengan tiga cara yang berbeda untuk menghasilkan biodiesel, yaitu: 1.
Transesterifikasi minyak atau lemak dengan methanol dengan menggunakan katalis basa.
2.
Transesterifikasi minyak atau lemak dengan methanol dengan menggunakan katalis asam.
3.
Konversi minyak menjadi asam lemak dan kemudian methyl ester dengan katalis asam. Dalam hal ini yang dilakukan adalah dengan menggunakan transesterifikasi minyak
dengan methanol menggunakan katalis basa. Ada empat proses teknologi perancangan proses yang disajikan oleh Zhang et el. (2003), yaitu: 1.
Proses alkali – catalyzed dari minyak nabati
2.
Proses katalisator alkali dari minyak goreng bekas / waste cooking oil (WCO)
3.
Proses acid – catalyzed dari minyak goreng bekas / waste cooking oil (WCO)
4.
Proses acid – catalyzed dengan menggunakan heksan sebagai suatu pelarut ekstraksi untuk menghindari pembentukan emulsi dari minyak goreng bekas Proses yang digunakan pada perancangan ini merupakan lisensor dari Zhang et al
yaitu teknologi Proses Acid – Catalyzed dari minyak nabati.
2.3.3
Deskripsi Proses dan Diagam Alir
Gambar 2.1 Diagram Alir Produksi Biodiesel Sekala Pabrik (Berdasarkan Prosedur (Berdasarkan Prosedur Kerja)
Gambar 2.2 Simplified flow diagram proses pembuatan biodiesel skala pabrik (Berdasarkan Alat yang Digunakan)
Proses Transesterifi kasi Metanol dan katalis H2SO4 yang telah dicampur dialirkan ke dalam reactor transesterifikasi. Reaksi dilangsungkan pada temperatur 80oC dan tekanan 400 kPa dengan perbandingan molar antara metanol dengan minyak sebesar 50:1 dan perbandingan molar antara katalis H2SO4 dengan minyak sebesar 1,3:1. Konversi yang terj adi sebesar 97% setelah 4 jam.
Proses recovery metanol Untuk mengurangi beban pada proses selanjutnya, metanol berlebih dari reaktor transesterifikasi di- recovery
sebanyak
94%
menggunakan
kolom
distilasi
yang
beroperasi pada tekanan 200 kPa. Selanjutnya aliran bottom yang terdiri dari FAME, gliserol, metanol, katalis, dan sisa minyak jelantah dialirkan ke unit penghilangan katalis.
Proses penghilangan katalis Proses penghilangan katalis asam dilakukan dengan mereaksikan H2SO4 dengan CaO dalam reaktor netralisasi menghasilkan CaSO4 dan H2O dengan kondisi operasi 60 oC dan 200
kPa. Keluaran reaktor berupa campuran FAME, gliserol, metanol, sisa
minyak
jelantah, air, dan CaSO4 dialirkan ke gravity separator. Gravity separator ini digunakan untuk memisahkan endapan CaSO 4. Aliran fasa ringan yang terdiri dari FAME, gliserol, metanol, air, dan sisa minyak jelantah diteruskan ke unit pencucian.
Unit Pencucian Pemisahan antara FAME dengan gliserol dilakukan pada kolom pencucian dengan penambahan air pada temperatur ruang. Kondisi operasi pada kolom ini adalah 60oC dan 110 kPa. Hasil pemisahan ini menghasilkan FAME di bagian atas kolom dan gliserol di bagian bawah kolom.
Unit Purifi kasi F AM E Untuk
memperoleh
produk
akhir
biodiesel
yang
sesuai
spesifikasi
ASTM
(kemurnian >99,6%) dilakukan purifikasi menggunakan kolom distilasi. Proses distilasi yang digunakan adalah distilasi vakum (40-50 kPa). Metanol dan air dipisahkan sebagai vent gas sedangkan produk FAME dengan kemurnian 99,7% diperoleh sebagai distilat cair.
Unit Purifikasi Gliserol Gliserol yang keluar kolom pencucian masih memiliki kemurnian yang cukup rendah sehingga perlu dipurifikasi dengan menggunakan kolom distilasi. Proses distilasi yang dilakukan adalah distilasi vakum (40-50 kPa). Air dan metanol dipisahkan sebagai distilat sedangkan glierol dengan konsentrasi 85%- berat diperoleh sebagai produk bawah.
2.4
Pengolahan limbah
Pabrik Biodiesel menghasilkan tiga jenis limbah, yaitu limbah cair, padat, dan gas. Limbah cair dihasilkan Limbah
cair
ini
diolah
dari
pada
kegiatan
produksi,
laboratorium,
dan
domestik.
instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dengan proses
pengolahan secara aerobik. Limbah padat dihasilkan dari proses produksi,
kegiatan
domestik, unit pengolahan limbah cair, dan limbah padat dari sistem utilitas. Limbah padat yang tidak berbahaya selanjutnya dibuang ke
(non-B3)
tempat
dibuang
penampungan
dalam tempat sampah non-B3 sampah.
Untuk
limbah
padat
dan B3
dikumpulkan dalam tempat sampah B3 dan selanjutnya diserahkan kepada pihak yang khusus menangani
pengolahan limbah B3. Limbah padat yang dihasilkan dari unit
pengolahan limbah cair dikeringkan lalu dibuang untuk landfill . Limbah gas berasal dari proses dan unit utilitas pabrik. Gas-gas buangan tersebut merupakan limbah yang tidak berbahaya bagi lingkungan sehingga gas-gas tersebut hanya perlu didinginkan dan disaring sebelum dibuang ke udara bebas. 2.5
Analisa Ekonomi
Biaya selama pabrik
investasi
yang
digunakan
untuk
membiayai
pembangunan
pabrik
belum beroperasi adalah Total Invesment Cost (TIC) yang meliputi biaya
pendirian pabrik ( Plant Cost ), modal kerja (Working Capital ), Offsite Facilities, Plant Start Up, dan bunga bank yang dikapitalisasi (IDC). Berdasarkan sumbernya, modal untuk pendirian pabrik ini dibagi menjadi dua, yaitu modal investor (equity) dan pinjaman dari bank (debt). Komposisi modal yang digunakan adalah 60% modal investor dan sisanya merupakan pinjaman dari bank sebesar 40%. Grace period adalah dua tahun. Pembayaran angsuran akan dilakukan selama 5 tahun (dari tahun pertama sampai dengan tahun kelima sejak pabrik beroperasi). Perincian komposisi dari seluruh investasi yang tercakup dalam TIC ditunjukkan pada tabel 2.8 Tabel 2.8 Komposisi Modal dan Investasi
No 1 2 3 4 5
Paramete D/E Bunga Pinjaman Grace Jangka Waktu Pengembalian Disbursement Th ke-1 : Th ke-
Jumlah 40/60 6,5% 2 tahun 5 tahun 3:7
Suatu pabrik dapat dikatakan layak secara ekonomi dengan menganalisis beberapa kriteria, antara lain: 1. Kriteria yang tidak memperhitungkan nilai waktu dari uang, meliputi pengembalian atas investasi atau Return on Investment (ROI), periode pengembalian atau Pay Back Period (PBP), dan Break Even Point ( BEP ) 2. Kriteria yang memperhitungkan nilai waktu dari uang, meliputi Internal Rate of Return (IRR) dan perhitungan nilai sekarang bersih atau Net Present Value (NPV) Parameter Analisis kelayakan:
Payback Period (PBP) merupakan jangka waktu yang diperlukan oleh suatu pabrik untuk memperoleh kembali modal investasi awal atau dengan kata lain merupakan alat ukur kecepatan pengembalian dari suatu investasi,
bukan alat untuk mengukur
besarnya
keuntungan dari suatu investasi.
Return on I nvestment (ROI) adalah perbandingan keuntungan sesudah pajak ( net profit )
yang
diperoleh terhadap
pengembalian investasi. Tingkat
total investment cost , atau
besarnya tingkat
pengembalian investasi ROI ini
bukan merupakan
tingkat pengembalian yang sebenarnya, karena nilai net income yang digunakan belum diperhitungkan tingkat diskontonya (di-net present value-kan) sehingga nilai ROI lebih besar daripada nilai IRR. IRR adalah tingkat suku bunga (% per tahun) pada saat Net Present Value (NPV)
bernilai nol, yang berarti bahwa seluruh uang masuk (cash inflow) bernilai sama dengan uang keluar (cash outflow), sehingga pabrik tersebut tidak untung maupun rugi. IRR dihitung dengan menggunakan pendekatan Free Cash Flow to Equity ( FCFE ). Pendekatan ini diambil karena dapat menunjukan return bagi equity investor terlepas dari unsur pemberi pinjaman dan pemegang saham luar biasa, sehingga kelayakan investasi dapat kita tinjau dengan menggunakan perbandingan bunga bank.
Net Present Value (NPV) adalah selisih total nilai sekarang (Cash flow present value) yang masuk dalam TIC. NPV harus bernilai positif agar pendapatan yang diperoleh dapat menutupi biaya investasi awal. NPV merupakan salah satu alat analisis
kelayakan
ekonomi suatu investasi yang cukup baik, karena memperhitungkan time value of money dan keseluruhan aliran kas proyek.
BAB III PENUTUP 3.1
Kesimpulan
1. Biodiesel dapat dijadikan salah satu alternative bahan bakar pengganti bahan bakar fosil solar. Penggunaan biodiesel member keuntungan bagi kelestarian sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui dikonversi menjadi sumber daya alam yang berasal dari produk biotic yang dapat diperbaharui. Efektivitas pembakaran dengan emisi yang aman menambah keunggulan bagi Biodiesel. 2. Metode yang paling umum untuk menghasilkan biodiesel yang berupa methyl ester adalah dengan metode Transesterify triacylglycerols, dimana minyak dengan alkohol ditambah dengan katalisator.
DAFTAR PUSTAKA
Amin,S., 2007, Cara Memproduksi Biodiesel dari Berbagai Bahan Baku Nabati, Penerbit BPPT Press, Jakarta. Anggraini, A.A., 2001, Prospect of Vegetable Oil for Technical Utilization in Indonesia. Procceding on International Biodiesel Workshop. Medan, Indonesia. Baasel, William D., (1978), “ Preliminary Chemical Engineering Plant Design”, Elsevier North Holland Scientific Publishers, Ltd. Freedman, B., Butterfield, R.O., and Pryde.E.H., 1986, Transesterification Kinetics of Soybean Oil, JAOCS , 63, 1375 – 1380. Hambali E, Mujdalipah S, Tambunan AH, Pattiwiri AW, Teknologi Bioenergi. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Hendroko R., 2007,
Lotero, E., Liu, Y., Lopez, D.E., Suwannakarn, K., Bruce, D.A., & Goodwin, J.G., Jr., 2005, Synthesis of Biodiesel via Acid Catalysis, Industrial & Engineering Chemistry Research, 44(14), 5353-5363. Soerawidjaja, Tatang H., dan Adrisman Tahar, (2003a), Bagaimana Cara Menambal Kurangnya Solar, Majalah Listrik-Energi, Edisi Maret dan April, Tahun V. Soerawidjaja, Tatang H., dan Adrisman Tahar (2003b), Ulasan Pengembangan Biodiesel Sebagai Bahan Bakar Terbarukan Bebas Beierang Yang Berpotensi Menjadi Komponen Blending Pereduksi Emisi Minyak Solar, disampaikan pada Lokakarya ‘Penyempumaan PPNo.41-44 Menyambut Era Gjobalisasidan Perdagangan Bebas: Jakarta, 16 Juli 2003. Tyson, K. Shaine, (2001), “ Biodiesel Handling and Use Guideline”, National Renewable Energy Laboratory (NREL), September 2001, http://www.ott.doe.gov. Zhang, Y. et all., “Biodiesel Production from Waste Cooking Oil : 1. Process Design and Technological Assessment”, Journal of Bioresource Technology, Vol. 89 Tahun 2003 hlm. 1-15.