Cris E. Toffolo, Global Organizations: The Arab League (New York: Chelsea House, 2008), hlm. 7.
Z. Falahi, "Prospek Regionalisme Timur Tengah Paska-Arab Spring: Telaah terhadap Identitas Kolektif Liga Arab" dalam Jurnal Kajian Wilayah, vol. 3, no. 2 (2012), hlm. 193.
A. Acharya dan Alastair I. Johnston, Crafting Cooperation: Regional International Institutions in Comparative Perspective (New York: Cambridge University Press, 2007), hlm. 190.
Cris E. Toffolo, op.cit., hlm. 23-24.
M. Kucukkeles, "Arab League's Syrian Policy" dalam SETA Policy Brief, no. 56 (2012), hlm. 9.
Tim Redaksi Aljazeera, "Arab League Welcomes Syria Opposition" dalam http://www.aljazeera.com/news/middleeast/2013/03/20133262278258896.html, edisi 27 Maret 2013.
M. Beck, "The Arab League: A New Policy Approach in the Making?" dalam Center for Mellemoststudier (2013), hlm. 2.
Tim Redaksi Deutsche Welle, "Arab League Agrees Members Have Right to Arm Syrian Rebels" dalam http://www.dw.de/arab-league-agrees-members-have-right-to-arm-syrian-rebels/a-16700903, edisi 26 Maret 2013.
Tim Redaksi Press TV, "Arab League Split Over Syria Crisis" dalam http://www.presstv.com/detail/2013/09/03/321808/arab-league-split-over-syria-crisis/, edisi 3 September 2013.
M. Beck, op.cit., hlm. 3.
ORGANISASI REGIONAL LIGA ARAB
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Organisasi regional Liga Arab didirikan pada tanggal 22 Maret 1945. Organisasi ini dibentuk dengan tujuan untuk mengkoordinasi kebijakan negara-negara anggota dan mempersatukan kebijakan politik serta membangun kepentingan masa depan bersama. Liga Arab juga berkoordinasi dalam bidang pendidikan, keuangan, hukum, keamanan, budaya, sosial, dan komunikasi disamping kebijakan-kebijakan politik. Regionalisme di Timur Tengah tidak hanya berdasar pada letak geografis yang berdekatan, namun juga pada aspek identitas dan budaya.
Tujuan dari makalah ini yaitu untuk mengetahui regionalisme di Timur Tengah berdasarkan pendekatan dari dimensi ekonomi, politik, sosial, dan keamanan. Selain itu, makalah ini juga akan membahas tentang sejarah organisasi regional Liga Arab dan kaitannya dengan dimensi-dimensi tersebut.
Rumusan Masalah
Bagaimana kondisi regionalisme di Timur Tengah jika dipandang dari dimensi ekonomi, politik, sosial, dan keamanan?
BAB II PEMBAHASAN
Sejarah Liga Arab
Sejak pertama kali Liga Arab didirikan pada 22 Maret 1945, organisasi regional tersebut masih beranggotakan tujuh negara yaitu Mesir, Suriah, Irak, Lebanon, Jordania, Arab Saudi, dan Yaman. Persiapan pembentukan Liga Arab secara formal dimulai pada tanggal 6 Oktober 1994 di Alexandria, Mesir. Dari pertemuan tersebut dihasilkan Protokol Alexandria yang intinya berisi tentang pembentukan Liga Arab, kerjasama di bidang ekonomi, sosial, budaya serta bidang lainnya, dan upaya perlindungan terhadap Palestina. Selain itu terdapat juga serangkaian negosiasi yang melahirkan Piagam Liga Arab yang secara formal menandakan berdirinya organisasi Liga Arab.
Keanggotaan Liga Arab semakin bertambah ketika negara-negara di kawasan Timur Tengah mulai merdeka dari penjajahan serta melihat adanya keuntungan apabila bergabung dengan organisasi regional tersebut. Berikut adalah gambar mengenai keanggotaan Liga Arab dan negara pengamat serta tahun negara tersebut bergabung dalam Liga Arab :
Sumber : Cris E. Toffolo, Global Organizations: The Arab League (New York: Chelsea House, 2008), hlm. 7.
Regionalisme di Timur Tengah Berdasarkan Dimensi Ekonomi
Pada awal pembentukan organisasi regional Liga Arab memandang bahwa terdapat kesamaan masalah yang dihadapi oleh wilayah-wilayah negara berkembang. Masalah tersebut yaitu perjuangan untuk menghentikan penjajahan dan peningkatan terhadap pembangunan ekonomi. Oleh sebab itu organisasi regional Liga Arab mendirikan institusi-institusi yang bertujuan untuk membantu pembangunan ekonomi negara-negara anggota Liga Arab. Sebagai contoh pembentukan Dewan Sosial dan Ekonomi serta pembentukan Bank Pembangunan Arab yang kini dikenal sebagai Arab Financial Organization. Kemudian pada tahun 1965 dibentuk Arab Common Market guna membebaskan pajak, memberikan bantuan keuangan, dan perpindahan pekerja secara bebas antar negara anggota Liga Arab. Terdapat juga Greater Arab Free Trade Area (GAFTA) sebagai kebijakan pasar bebas di wilayah Timur Tengah yang berlaku pada tahun 2005.
Regionalisme di Timur Tengah Berdasarkan Dimensi Politik
KTT ke-24 Liga Arab yang diselenggarakan di Doha tanggal 21-27 Maret 2013 memberikan dampak yang positif bagi legitimasi kelompok oposisi Suriah di sistem internasional. Pada KTT tersebut Liga Arab memberikan kursi delegasi pemerintah Suriah yang dibekukan sementara sejak 12 Novermber 2011 pada pihak koalisi oposisi. Pembekuan keanggotaan Suriah di Liga Arab dilakukan karena pemerintah Suriah dinilai gagal untuk menghentikan kekerasan terhadap warga negaranya.
Setelah lebih dari satu tahun keanggotaan Suriah dibekukan, kemudian keanggotaan Suriah di Liga Arab diberikan pada pihak oposisi. Kebijakan tersebut diprakarsai oleh Qatar dan Arab Saudi. Pihak oposisi Suriah diundang oleh Hamad bin Khalifa al-Thani selaku Emir Qatar dan tuan rumah KTT Liga Arab. Undangan tersebut dihadiri oleh pemimpin oposisi, Moaz al-Khatib yang kemudian menduduki kursi delegasi Suriah guna menggantikan delegasi pemerintahan Suriah.
Kebijakan untuk menggantikan delegasi pemerintah Suriah kepada kelompok oposisi Suriah telah mengubah tradisi nilai-nilai yang selama ini dianut oleh organisasi regional Liga Arab. Sebagai contoh adanya kebijakan untuk mencampuri permasalahan di negara Suriah yang bertentangan dengan tradisi nilai di Liga Arab untuk tidak mencampuri permasalahan dalam negeri negara anggota. Kemudian adanya kebijakan untuk tidak menggunakan prinsip konsensus dalam memberhentikan keanggotaan negara Suriah dari Liga Arab karena pemberhentian keanggotaan tersebut tidak disetujui oleh Lebanon dan Yaman.
Regionalisme di Timur Tengah Berdasarkan Dimensi Keamanan
Dukungan yang diberikan Liga Arab terhadap kelompok oposisi Suriah tidak hanya dalam bentuk diplomasi untuk menggantikan delegasi negara Suriah saja, namun melahirkan kebijakan yang memberikan kesempatan terhadap negara-negara anggota Liga Arab untuk memberikan dukungan dalam bentuk persenjataan pada pasukan militer kelompok oposisi Suriah. Dukungan persenjataan terhadap kelompok oposisi Suriah tersebut tercantum dalam dokumen KTT Liga Arab di Doha tanggal 21-27 Maret 2013 yang diterjemahkan dari bahasa Arab ke dalam bahasa Inggris oleh Deutsche Welle (DW) yang tertulis bahwa "every state's right, according to its desire, to present all kind of measures for self-defense, including military ones, to support the steadfastness of the Syrian people and the Free Army".
Kebijakan yang diambil Liga Arab untuk mendukung persenjataan kelompok oposisi Suriah tidak mendapat persetujuan dari semua negara anggota terutama Aljazair dan Iraq yang merupakan anggota penentang kebijakan tersebut. Selain itu Lebanon merupakan anggota yang memilih untuk tidak mengambil sikap mengenai kebijakan itu. Namun demikian kebijakan tersebut tetap berlaku meskipun tidak mendapat dukungan dari seluruh anggota.
Regionalisme di Timur Tengah Berdasarkan Dimensi Sosial
Kebijakan organisasi regional Liga Arab terhadap Suriah menurut Martin Beck didasari oleh nilai-nilai hak asasi manusia (HAM). Pemerintah Suriah dinilai telah melakukan pelanggaran HAM terhadap rakyatnya. Negara-negara yang menjadi aktor utama dalam kebijakan penegakan HAM terhadap Suriah yaitu Arab Saudi dan Qatar dimana kedua negara tersebut mempunyai rekam jejak yang buruk dalam masalah HAM.
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Kondisi regionalisme di Timur Tengah dalam dimensi ekonomi baik, terbukti dari adanya GAFTA yang merupakan kebijakan pasar bebas dalam organisasi regional Liga Arab. Apabila berdasarkan dimensi politik, kebijakan untuk mengintervensi permasalahan di negara Suriah merupakan kebijakan yang diambil oleh organisasi regional Liga arab meskipun bertentangan dengan tradisi nilai untuk tidak mencampuri permasalahan dalam negeri negara anggota. Sedangkan jika berdasarkan dimensi keamanan, kebijakan untuk mendukung persenjataan kelompok oposisi Suriah merupakan kebijakan yang diambil organisasi regional Liga Arab meskipun tidak mendapat persetujuan dari semua negara anggota. Dan terakhir berdasarkan dimensi sosial, kebijakan untuk menegakkan HAM yang merupakan kebijakan dalam hal kemanusiaan.
DAFTAR PUSTAKA
Achharya, A. dan Johnston, Alastair I. (2007). Crafting Cooperation: Regional International Institutions in Comparative Perspective. New York: Cambridge University Press.
Beck, M. (2013). "The Arab League: A New Policy Approach in the Making?" dalam Center for Mellemoststudier.
Falahi, Z. (2012). "Prospek Regionalisme Timur Tengah Paska-Arab Spring: Telaah terhadap Identitas Kolektif Liga Arab" dalam Jurnal Kajian Wilayah, vol. 3, no. 2.
Kucukkeles, M. (2012). "Arab League's Syrian Policy" dalam SETA Policy Brief, no. 56.
Tim Redaksi Aljazeera (2013). "Arab League Welcomes Syria Opposition" dalam http://www.aljazeera.com/news/middleeast/2013/03/20133262278258896.html. Diunduh pada tanggal 28 November 2015.
Tim Redaksi Deutsche Welle (2013). "Arab League Agrees Members Have Right to Arm Syrian Rebels" dalam http://www.dw.de/arab-league-agrees-members-have-right-to-arm-syrian-rebels/a-16700903. Diunduh pada tanggal 28 November 2015.
Tim Redaksi Press TV (2013). "Arab League Split Over Syria Crisis" dalam http://www.presstv.com/detail/2013/09/03/321808/arab-league-split-over-syria-crisis/. Diunduh pada tanggal 28 November 2015.
Toffolo, Cris E. (2008). Global Organizations: The Arab League. New York: Chelsea House.