BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sebagaimana diketahui bahwa kejahatan yang terjadi di muka bumi ini sama tuanya dengan sejarah manusia itu sendiri. Sejak dahulu orang sudah mencuri, menipu, menyakiti, memperkosa dan bahkan membunuh. Perbuatan jahat yang dapat menimbulkan kerugian, penderitaan serta kematian itu juga dirasakan oleh masyarakat sebagaia perbuatan yang dapat merusak keamanan dan kedamaian di dalam masyarakat. Oleh sebab itu harus diberantas melalui upaya yang bersifat represif maupun preventif. Dalam rangka melakukan upaya represif itulah mereka membentuk badan – badan yang ditugasi untuk menangkap, mengadili serta 1
menghukum orang – orang – orang orang yang bersalah. KUHAP(Kitab Undang – Undang – undang undang Hukum Acara Pidana) yang merupakan pembangunan dibidang hukum nasional secara nyata. Untuk hal yang seperti ini maka perlu kalangan kedokteran untuk memahami beberapa ketentuan hukum dan beberapa pengertian pen gertian hukum sesuai dengan yang diatur 5
oleh KUHAP.
Tempat Kejadian Perkara(TKP) adalah Tempat dimana suatu tindak pidana dilakukan/terjadi, atau tempat dimana barang bukti/korban berhubungan dengan tindak pidana.TKP merupakan sumber dari bahan-bahan penyidik perkara karena didapati bekas-bekas dari peristiwa itu berupa bekas kaki, tangan, darah, muntahan dan alat/benda sebagai alat bukti di pengadilan, selain itu digunakan bahan penyidik perkara. tindakan yang dilaksanakan di TKP dalam bentuk kegiatan dan tindakan kepolisian yang terdiri;Tindakan pertama di tempat kejadian perkara ( TPTKP ) dan 2
Pengolahan tempat kejadian perkara ( OLAH TKP ).
1
1.2
Tujuan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk menjelaskan aspek hukum dalam TKP, pengertian olah TKP, peran dokter dalam olah TKP dan pencarian bukti (trace evidence) dalam TKP. 1.3
Manfaat
Penulisan referat ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam mengetahui prosedur medikolegal dalam TKP, olah TKP, peran dokter dalam TKP dan pencarian bukti dalam TKP.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Prosedur Medikolegal dan Aspek Hukum 2.1.1
Penemuan dan Pelaporan
Penemuan dan pelaporan dilakukan oleh warga masyarakat yang terdekat atau mengalami suatu kejadian yang diduga merupakan kejahatan. Pelaporan dilakukan ke pihak yang berwajib dan hal ini penyidik. Hak dan kewajiban pelaporan ini diatur 4
dalam pasal 108 KUHAP.
Pasal 108 KUHAP
3,4
1) Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis. 2) Setiap orang yang mengetahui permuafakatan jahat untuk melakukan tindak pidana terhadap ketenteraman dan keamanan umum atau terhadap jiwa atau terhadap hak milik wajib seketika itu juga melaporkan hal tersebut kepada penyelidik atau penyidik. 3) Setiap pegawai negeri dalam rangka melaksanankan tugasnya yang mengetahui tentang terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidanan wajib segera melaporkan hal itu kepada penyelidik atau penyidik. 4) Laporan atau pengaduan yang diajukan secara tertulis harus ditandatangani oleh pelapor atau pengadu. 5) Laporan atau pengaduan yang diajukan secara lisan harus dicatat oleh penyidik dan ditandatangani oleh pelapor atau pengadu dan pen yidik.
3
6) Setelah menerima laporan atau pengaduan, penyelidik atau penyidik harus memberikan surat tanda penerimaan laporan atau pengaduan kepada yag bersangkutan.
2.1.2
Penyelidikan
4,5
Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan mendapat bukti yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur oleh undang – undang. Penyidik adalah setiap pejabat polisi Negara Republik Indonesia yang disebut dalam KUHAP. Didalam Pasal 5 KUHAP disebutkan wewenang tindakan yang dilakukan oleh penyelidik.
Pasal 4 KUHAP
3,4
Penyelidik adalah setiap pejabat polisi Negara Re publik Indonesia.
Pasal 5 KUHAP
3,4
1) Penyelidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4: a. karena kewajibannya mempunyai wewenang: i.
menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;
ii.
mencari keterangan dan barang bukti;
iii.
menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;
iv.
mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
b. atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa; i.
penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penahanan;
ii.
pemeriksaan dan penyitaan surat; 4
iii.
mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
iv.
membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik.
2) Penyelidik membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan sebagaimana tersebut pada ayat (1) huruf a dan huruf b kepada penyidik.
2.1.3
Penyidikan
Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dan undang – undang ini untuk mencari serta mengumpul bukti – bukti sehingga dengan bukti – bukti tersebut perkaranya menjadi lebih jelas dan pelakunya ditangkap. Penyidikan yang melakukan penyidikan sebagaimana diatur di dalam pasal 6 KUHAP.
Pasal 6 KUHAP
4,5
3,4
1) Penyidik adalah: a. Pejabat polisi Negara Republik Indonesia b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus undang – undang. 2) Syarat kepangkatan pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. Penyidik dapat meminta bantuan seorang ahli dan didalam hal kejadian mengenai tubuh manusia, maka penyidik dapat meminta bantuan dokter untuk dilakukan penanganan secara kedokteran forensic. Kewajiban untuk membantu peradilan sebagai dokter forensic diatur dalam pasal 133 KUHAP.
Pasal 133 KUHAP
3,4
1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakantindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahlikedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. 5
2) Permintaan
keterangan
ahli
sebagaimana
dimaksud
dalam
ayat
(1)
dilakukansecara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaanluka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat. 3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayattersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang diletakkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.
2.1.4
Persidangan
Pasal 179 KUHAP
4,5
3,4,5
1) Setiap dokter yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman ataudokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan. 2) Semua ketentuan tersebut diatas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan
keterangan
ahli,
dengan
ketentuan
bahwa
mereka
mengucapkansumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik baiknya
dansebenar-benarnya
menurut
pengetahuan
dalam
bidang
keahliannya.
2.2 Sistem Pemeriksaan Medikolegal 6
Sistem pemeriksaan medikolegal dibagi menjadi tiga:
2.2.1
Sistem coroner
Suatu sistem dimana keputusan dilakukan atau tidak dilakukannya bedah mayat dibuat oleh seorang coroner. Coroner biasanya adalah seorang ahli dalam hokum dan/atau kedokteran. Sistem ini dipakai di Inggris, negara bekas jajahan Inggris dan beberapa negara bagian di Amerika.
6
2.2.2
Sistem medical examiner
Perlu tidaknya bedah mayat ditentukan oleh medical examiner yang merupakan seorang ahli patologi forensic. Medical examiner datang ke tempat kejadian perkara , dan polisi hanya mengamankan tempat kejadian dengan pita kuning. Pemeriksaan lanjutan lalu dapat dilakukan di medical examiner office (autopsi, kimia forensic, toksikologi, balistik, sidik jari, DNA, dll). Sistem ini biasa dipakai di Amerika.
2.2.3
Sistem continental
Pada sistem continental, keperluan bedah mayat ditentukan oleh penyidik, dimana bila terdapat kasus yang mencurigakan akan dikirim ke rumah sakit untuk diperiksa oleh dokter. Hanya bila sangat diperlukan saja dokter diminta untuk datang ke tempat kejadian perkara sebagai seorang ahli yang diharapkan dapat memberikan pemeriksaan dan pendapatnya secara medis. Sistem ini dipakai di Eropa dan Indonesia sebagai peninggalan Belanda.
Pada sistem perundangan di Indonesia untuk pemeriksaan forensic, sistem yang dipakai adalah sistem continental, dimana disini dokter selaku pemeriksa 7
forensik korban hanya menunggu dipanggil oleh penyidik.
2.3 Olah TKP
Tempat Kejadian Perkara(TKP) adalah Tempat dimana suatu tindak pidana dilakukan/terjadi, atau tempat dimana barang bukti/korban berhubungan dengan tindak pidana.TKP merupakan sumber dari bahan-bahan penyidik perkara karena didapati bekas-bekas dari peristiwa itu berupa bekas kaki, tangan, darah, muntahan dan alat/benda sebagai alat bukti di pengadilan, selain itu digunakan bahan penyidik 2
perkara.
Tindakan yang dilaksanakan di TKP dalam bentuk kegiatan dan tindakan 2
kepolisian yang terdiri:
7
a) Tindakan pertama di tempat kejadian perkara ( TPTKP ) b) Pengolahan tempat kejadian perkara ( OLAH TKP )
2.4
Peranan Dokter Dalam Pemeriksaan di TKP
7
Bantuan dokter dalam menangani korban di TKP memang sangat dibutuhkan, bantuan tersebut tidak hanya ditujukan untuk korban mati saja tetapi korban hidup. Dasar hukum yang berkaitan dengan hal ini adalah : Penyidik mempunyai wewenang untuk mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara (KUHAP Pasal 7 ayat 1 sub h). Pasal ini perlu dikaitkan dengan KUHAP pasal 120 ayat 1 : dalam hal penyidik menganggap perlu ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus. Bila dokter menolak maka ia dikenakan hukuman berdasarkan pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 224. Bantuan yang diminta dapat berupa pemeriksaan TKP atau di rumah sakit, pemeriksaan berdasarkan pengetahuan yang sebaik-baiknya, hasil pemeriksaan di TKP disebut dengan visum et repertum TKP.
Bantuan dokter dapat berupa: 1. Persiapan : permintaan tertulis atau tidak, catat tanggal permintaan, siapa peminta, lokasi dimana, dan alat pemeriksa TKP. 2. Biaya : ditanggung yang meminta. 3. Jika korban masih hidup :
Identifikasi secara visual : pakaian, perhiasan, dokumen dan kartu pengenal lainnya.
Identifikasi medik : dari ujung rambut sampai kaki, termasuk gigi dan sidik jari.
8
4. Jika korban mati: buat sketsa foto, situasi ruangan, lihat TKP porak-poranda
atau tenang.
Identifikasi
Suhu mayat, penurunan suhu, lebam mayat, kaku mayat, pembusukan.
Luka : lokasi luka, garis tengah luka, banyak luka, ukuran luka, sifat luka.
Darah: warna merah atau tidak, tetesan, genangan atau garis, melihat bentuk dan sifat darah dapat diperkirakan sumber darah, distribusi darah dan sumber perdarahan (gambar).
9
5. Identifikasi lanjutan
Ada sperma atau tidak
Pengambilan darah : jika di dinding kering,dikerok, jika pada pakaian, digunting
Darah basah/segar, masukkan ke termos es, kirim ke la kriminologi.
6. Identifikasi lanjutan
Ada sperma atau tidak
Rambut
Air ludah, bekas gigitan.
7. Membuat kesimpulan di TKP
Mati wajar atau tidak
10
Bunuh diri : genangan darah, TKP tenang tidak morat-marit, ada luka percobaan, luka mudah dicapai oleh korban, tidak ada luka tangkisan, pakaian masih baik.
Pembunuhan: TKP morat-marit, luka multipel, ada luka yang mudah dicapai, ada yang tidak, luka disembarang tempat, pakaian robek ada luka tangkisan.
Kecelakaan
Mati wajar karena penyakit
Dokter bila menerima permintaan harus mencatat : 1. Tanggal dan jam dokter menerima permintaan bantuan 2. Cara permintaan bantuan tersebut (telpon atau lisan) 3. Nama penyidik yang meminta bantuan 4. Jam saat dokter tiba di TKP 5. Alamat TKP dan macam tempatnya (misalnya sawah, gudang, rumah, dsb) 6. Hasil pemeriksaan
Yang dikerjakan dokter di TKP: 1. Pemeriksaan dokter harus berkoordinasi dengan penyidik 2. Menentukan korban masih hidup atau sudah mati 3. Bila hidup diselamatkan dulu 4. Bila meninggal dibiarkan asal tidak mengganggu lalulintas 5. Jangan memindahkan jenzah sebelum seluruh pemeriksaan TKP selesai 6. TKP diamankan oleh penyidik agar dokter dapat memriksa dengan tenang. 7. Yang tidak berkepentingan dikeluarkan dari TKP 8. Dicatat identitas orang tersebut 9. Dokter memeriksa mayat dan sekitarnya dan mencatat: lebam mayat, kaku mayat, suhu tubuh korban, luka-luka, membuat sketsa atau foto.
11
Mencari dan mengumpulkan barang bukti:
Dokter tetap berkoordinasi dengan penyidik terutama b ila ada team labfor
Dokter membantu mencari barang bukti
Segala yang ditemukan diserahkan pada penyidik
Dokter dapat meminjam barang bukti tersebut
Selesai pemeriksaan TKP ditutup missal selam 3x24 jam
Korban dibawa ke rumah sakit dengan disertai permohonan visum et repertum
Kesalahan umum selama pemeriksaan TKP: a. Persiapan yang baik untuk persiapan b. Mengabaikan sebuah benda c. Mengejar pengakuan tersangka d. Menambah hal-hal yang sebenarnya tidak ada e. Mengganti/ memalsu f.
Melompat-lompat atau tidak sistematis
Hal-hal yang diperhatikan sebelum meninggalkan TKP: a. Cukup/ belum pemeriksaan b. Barang bukti sudah terkumpul/ belum c. Jumlah barang bukti d. Cara pembungkusan e. Konsep-konsep lengkap
2.5.1
Barang Bukti (Trace Evidence)
8,9
Edmond Locard, pendiri Institut ilmu hukum pidana di Universitas Lyon, Prancis, mengembangkan apa yang telah menjadi dikenal sebagai “Prinsip Pertukaran Locard”. Ini menyatakan bahwa "setiap kontak meninggalkan jejak", menyiratkan
12
bahwa seorang penjahat akan meninggalkan jejak dan meninggalkan barang bukti seketika di TKP. Jejak bukti sering merujuk pada substansi sampel yang terpernci, terutama serat, rambut, pecahan kaca dan kepingancat. TKP umumnya akan berisi jejak bukti, sering disebabkan oleh pelaku secara tidak sadar yang kontak dengan permukaan dan meninggalkan atau mengambil partikulat. Kehadiran jejak bukti sangat tergantung pada kegigihan, karena beberapa partikel dan zat akan lebih mudah tetap di permukaan dan untuk jangka waktu yang lebih lama daripada yang lain. Masa waktu dari jejak bukti akan bertahan selama tergantung pada ukuran dan bentuk partikel, jumlah yang terendap, aktivitas antara endapan dan pemulihan, sifat lingkungan, dan lamanya waktu berlalu. Partikel kecil akan bertahan lebih lama dari partikel yang lebih besar, karena mereka lebih cenderung menjadi bersarang di permukaan material. Permukaan tidak teratur, seperti kain tertentu dan kayu, akan mengumpulkan partikulat lebih mudah daripada permukaan yang halus, karena mungkin ada celah -celah kecil partikel untuk melekat. Ketika jejak bukti ditemukan, berbagai faktor harus dipertimbangkan. Keteraturan material adalah sangat penting, seperti barang yang sangat umum mungkin tidak sangat berguna. bentuk dari jejak bukti yang tidak biasa atau unik untuk suatu lingkungan tertentu atau TKP yang akan menjadi yang paling penting bagi penyelidikan. Beberapa bentuk jejak mungkin sangat biasa pada sebuah TKP, memberi mereka makna khusus. Ini harus dipertimbangkan bahwa kurangnya jejak bukti baik dapat menunjukkan pembersihan luas oleh pelaku atau, mungkin lebih mungkin, fakta bahwa peristiwa itu tidak terjadi di lokasi itu. Berbagai metode digunakan dalam pengumpulan jejak bukti, metode yang digunakan tergantung pada jenis dan sifat barang bukti. Barang yang lebih besar, seperti serat panjang, dapat dikumpulkan dengan tangan atau pinset. Salah satu metode yang paling sederhana dari pemulihan adalah untuk mengguncang item di atas selembar kertas atau wadah. Namun hal ini tidak memungkinkan untuk lokasi yang tepat dari bukti-bukti pada item yang akan didokumentasikan. Beberapa partikel tidak akan lepas dengan menggetarkan item, sehingga menyikat item mungkin 13
diperlukan. Sebuah metode umum untuk mengumpulkan jejak bukti adalah teknik taping , terutama bermanfaat dalam kasus serat dan rambut. Sebuah strip pita perekat
transparan diterapkan ke permukaan, dikelupaskan, dan ditempatkan di belakang kartu. Hal ini memungkinkan sebuah catatan harus dibuat dari lokasi yang tepat dari jejak bukti. Penggunaan vakum adalah metode yang sangat berguna dari pengumpulan jejak. TKP ini dibagi menjadi grid yang lebih kecil untuk tujuan kemudahan dan dokumentasi. Vakum ini digunakan di setiap grid dengan filter yang berbeda setiap kali. Setiap individu penyaring kemudian dapat dikemas dan dianalisis secara terpisah, yang memungkinkan untuk lokasi jaringan yang tepat dari barang bukti yang akan dicatat. Metode ini tidak setepat dengan teknik taping, tetapi sangat ideal untuk mengumpulkan partikulat. Berikut adalah jenis-jenis barang bukti yang mungkin ditemukan di tempat kejadian adalah:
bercak darah
bercak mani
Rambut
Serat dan benang
Kaca
Cat
Cairan mudah terbakar
Senjata Api Bukti
alat penanda
Substansi-substansi dan preparat medis atau obat-obatan
Ditanyai Dokumen
Sidik jari laten
14
BAB III KESIMPULAN
Tempat Kejadian Perkara (TKP) adalah suatu tempat penemuan barang bukti atau tempatterjadinya tindak pidana atau kecurigaan suatu tindak pidana, merupakan suatu
persaksian.Adapun
manfaat
dilakukannya
pemeriksaan
TKP
adalah
menentukan saat kematian, menentukan pada saat itu sebab akibat tentang luka, mengumpulkan barang bukti, menentukan cara kematianSesuai dengan Pasal 7 ayat 1 (h) KUHAP dan Pasal 120 ayat 1 penyidik berwenanguntuk meminta atau mendatangkan
ahli,
sehingga
dokter
sebagai
ahli
dalam
kapasitasnya
dapatmemberikan bantuan di TKP apabila diminta. Bantuan berupa pemeriksaan korban, identifikasi,mencari barang bukti dan sampai pada kesimpulan. Banyak hal yang harus diperhatikan apabilaseorang dokter diminta untuk memberikan bantuan di TKP diantaranya adalah persiapan danyang paling penting tidak dapat dilupakan adalah pencatatan.
15
DAFTAR PUSTAKA
1.
Surjit S. Sejarah. Ilmu Kedokteran Forensik. Hal: 4
2.
MATERI
KEJADIAN
KRIDA
PTKP
PERKARA
SKK
(SAKA
PENGENALAN
TEMPAT
BHAYANGKARA
POLRES
BOJONEGORO). Available from: http://hendradeni.com/download/materikrida-ptkp-skk-pengenalan-tempat-kejadian-perkara.pdf. [Accesed on 23 March 2013] 3.
KUHAP. Available from:
http://agribisnis.deptan.go.id/download
/regulasi/undang-undang/uu_8_1981.pdf [Accessed on 24 March 2013] 4.
Makalah II for. Available from:
http://www.scribd.com/doc/
88423115/Makalah-II-For [ Accessed on 24 March 2013] 5.
Surjit S. Perundangan-undangan mengenai Prosedure Pemeriksaan
Kehakiman & Proses Peradilan. Ilmu Kedokteran Forensik. 11 -19 6.
Amir A. Ketentuan hukum dalam Ilmu Kedokteran forensik.
Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi 2. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara; 2007. 32-44 7.
TKP.
Available
from:
www.scribd.com/
doc/60393368/TKP
[Accessed on 26 March 2013] 8.
Trace
Evidence
overview.
2011.
Available
from:
http://dofs.gbi.georgia.gov/sites/dofs.gbi.georgia.gov/files/imported/vgn/ima ges/portal/cit_1210/57/14/1808052003GBI-Trace Evidence.pdf [Accesed on 26 March 2013] 9.
Trace Evidence. Available from: www.fbi.gov/about-us/lab/scientific-
analysis/trace [Accessed on 26 March 2013]
16