North Sea Continental Shelf Case 1968
Fakta Hukum 1. Pihak yang bersengketa dalam kasus ini adalah Jerman melawan Belanda dan Jerman melawan Denmark (Jerman melawan Denmark dan Belanda). 2. Pada tanggal 1 Desember 1964 telah terjadi suatu perjanjian internasional antara Jerman dengan Denmark dan pada tanggal 9 Juni 1965 terjadi juga suatu perjanjian internasional antara Jerman dengan Belanda. Kedua perjanjian ini mengatur tentang perbatasan wilayah dalam landas kontinen
di North Sea (Laut Utara) yang berada di dalam wilayah
kekuasaan ketiga negara tersebut yang ditentukan dari batas pantai ketiga negara tersebut. 3. Perairan di dalam North Sea tersebut ternyata dangkal, di mana kedalaman dasar laut tersebut kurang dari 200 meter (tidak termasuk di wilayah Norwegia) dan ini semua sudah diatur pembatasannya oleh negara-negara pantai di sekitar landas kontinen North Sea tersebut. 4. Pada tanggal 20 Februari 1967, Belanda dan Denmark mengajuka pengaturan ulang dalam mengatur luas perbatasan di landas kontinen di North Sea. Akan tetapi antara Jerman dengan Denmark dan Belanda tersebut, masih belum terdapat kesepakatan mengenai perluasan perbatasan wilayah di North Sea bagi Denmark dan Belanda dengan Jerman dikarenakan perluasan wilayah ini dilakukan dengan prinsip equidistance (Pasal 6, Konvensi Jenewa tentang Landas Kontinen 1958). Di mana prinsip ini telah dianggap sebagai Kebiasaan Internasional. 5. Berdasarkan pada isi dari Pasal 6 Konvensi Jenewa 1958 tersebut, prinsip ini dapat berlaku dalam suatu perjanjian internasional apabila tidak ada “special circumtances” (kondisi khusus) yang mengakibatkan adanya pengaturan lain mengenai masalah ini dalam perjanjian tersebut. Oleh karena itu, Denmark dan Belanda menyatakan dikarenakan tidak adanya “special circumtances” tersebut dalam perjanjian tersebut, maka prinsip ini equidistance ini dapat diberlakukan 6. Jerman menyatakan prinsip ini dapat mengakibatkan ketimpangan dalam pengaturan wilayah perbatasan di North Sea yang disesuaikan dengan proporsi dari panjang garis pantai North Sea tersebut. Sehingga, pembagian wilayah di landas kontinen tersebut harus disesuaikan dengan prinsip “just and equitable share” (prinsip pembagian secara merata) yang pengaturannya ditentukan berdasarkan jatah yang berhak dimiliki oleh setiap negara di landas kontinen North Sea tersebut.
7. Apabila prinsip equidistance ini diterapkan, maka Jerman akan menyusun kondisi khusus untuk diterapkan dalam pengaturan pembatasan wilayah untuk kasus ini. 8. Dikarenakan belum ditemukannya kesepakatan di dalam permasalahan penerapan prinsip kebiasaan internasional dalam perjanjian antara Jerman dengan Denmark dan Belanda, maka pihak-pihak tersebut mengajukan permasalahan ini kepada ICJ pada tanggal 26 April 1968.
Permasalahan Hukum 1. Apakah ketentuan dalam Pasal 6 Konvensi Jenewa tentang Landas Kontinen mengikat bagi seluruh pihak dalam kasus tersebut? 2. Apakah prinsip equidistance yang merupakan kebiasaan internasional tersebut dapat diterapkan di dalam kasus ini?
Putusan ICJ mengeluarkan putusan dengan hasil voting 11 berbanding 6, bahwa : 1. Negara Jerman, yang belum meratifikasi Konvensi Jenewa tersebut, tidak terikat secara hukum untuk mengikuti isi dari Pasal 6 Konvensi Jenewa tentang Landas Kontinen tersebut. Ketentuan dari Pasal 6 tersebut tidak dapat diterapkan dalam situasi hukum dalam kasus ini baik sebagai ketentuan dari Konvensi Jenewa maupun sebagai penetapan kebiasaaan internasional. 2. Prisip equidistance tersebut ditolak dan tidak harus diterapkan sebagai konsep umum mengenai hak dalam landas kontinen maupun sebagai ketentuan dari kebiasaan internasional.
Pertimbangan Putusan 1. ICJ tidak dapat menerima pendapat mengenai teori “just and equitable” yang diajukan oleh Jerman terutama dalam hal untuk membentuk “special circumtances”, yang berfungsi untuk mengatur perbatasan tersebut. Doktrin ini tidak perlu dilaksanakan sebab prinsip dari doktrin ini dapat dijalankan tanpa diperlukannya suatu ketentuan khusus. Hak bagi negara pantai yang berhubungan dengan wilayah landas kontinen dalam hal perluasan wilayah perbatasannya di bawah laut telah berlaku secara ipso facto dan ab initio.
2. Dalam Konvensi Jenewa tentang Landas Kontinen pada tahun 1958, disebutkan bahwa isi dari konvensi tersebut akan mengikat bagi negara yang telah menandatangani dan meratifikasi konvensi tersebut, sehingga ketentuan dalam konvensi ini mengikat bagi Denmark dan Belanda. Akan tetapi, Jerman hanya telah menandatangani konvensi tersebut dan belum meratifikasinya, sehingga Jerman tidak terikat dengan ketentuan di dalam Konvensi Jenewa tersebut. Ini mengakibatkan isi dari Pasal 6 Konvensi Jenewa tersebut tidak dapat diterapkan dalam kasus ini. 3. ICJ memutuskan untuk menolak prinsip equidistance yang diajukan oleh Denmark dan Belanda, sebab prinsip tersebut tidak ada dalam doktrin dasar landas kontinen. Sebab penerapan dari teori ini dapat mengakibatkan adanya pencampuran antara wilayah yang diperluas dalam landas kontinen dengan wilayah kekuasaan negara lainnya di dalam landas kontinen tersebut dan ini berarti tidak sesuai dengan doktrin dasar dalam aturan mengenai landas kontinen. 4. ICJ menyatakan bahwa prinsip equidistance bukanlah suatu kebiasaan internasional, sebab hal ini juga belum diajukan oleh International Law Commission sebagai hal yang demikian. Hal ini dikarenakan isi dari Pasal 6 tersebut berkaitan langsung dengan hakhak dalam landas kontinen yang membutuhkan peraturan lebih di dalamnya, sehingga tidak dapat dianggap sebagai suatu kebiasaan internasional. 5. ICJ menyatakan bahwa aturan dan norma hukum secara umum masih berlaku di dalam kasus ini, walaupun pihak-pihak dalam sengketa ini tidak terikat dengan Konvensi Jenewa 1958 atau suatu kebiasaan internasional. Sehingga untuk menyelesaikan masalah ini ICJ menganjurkan supaya Jerman dengan Denmark dan Belanda melakukan negosiasi untuk membahas permasalahan perbatasan wilayah di landas kontinen ini.
Analisis Putusan 1. Dalam kasus North Sea Continental Shelf ini, dapat kita lihat bagaimana penentuan suatu kebiasaan internasional dapat diterapkan dalam suatu perjanjian internasional yang berkaitan dengan pengaturan perbatasan di landas kontinen. 2. Apabila suatu prinsip yang ditentukan dalam suatu konvensi ingin diberlakukan sebagai suatu kebiasaan internasional, maka prinsip tersebut harus dapat diterapkan secara umum sehingga dapat menjadi pedoman dalam penyelesaian suatu permasalahan hukum yang berhubungan langsung dengan prinsip tersebut. 3. Pasal 6 Konvensi Jenewa tentang Landas Kontinen memiliki isi sebagai berikut. Article 6
1. Where the same continental shelf is adjacent to the territories of two or more States whose coasts are opposite each other, the boundary of the continental shelf appertaining to such States shall be determined by agreement between them. In the absence of agreement, and unless another boundary line is justified by special circumstances, the boundary is the median line, every point of which is equidistant from the nearest points of the baselines from which the breadth of the territorial sea of each State is measured. 2. Where the same continental shelf is adjacent to the territories of two adjacent States, the boundary of the continental shelf shall be determined by agreement between them. In the absence of agreement, and unless another boundary line is justified by special circumstances, the boundary shall be determined by application of the principle of equidistance from the nearest points of the baselines from which the breadth of the territorial sea of each State is measured. 3. In delimiting the boundaries of the continental shelf, any lines which are drawn in accordance with the principles set out in paragraphs 1 and 2 of this article should be defined with reference to charts and geographical features as they exist at a particular date, and reference should be made to fixed permanent identifiable points on the land. 4. Prinsip equidistance yang disebutkan dalam Pasal 6 Konvensi Jenewa tentang Landas Kontinen 1958, tidak dapat diterapkan sebagai suatu kebiasaan internasional dikarenakan isi dari pasal tersebut berkaitan langsung dengan pengaturan landas kontinen secara khusus. Hal ini dikarenakan prinsip tersebut hanya dapat diterapkan tergantung pada kondisi yang ada yang dapat memberlakukan ketentuan tersebut sehingga prinsip ini tidak dapat diterapkan secara umum. 5. Selain itu, prinsip equidistance ini tidak dapat diterapkan dalam semua permasalahan landas kontinen. Wilayah di dasar laut tidak dapat dianggap sebagai bagian dari negara pantai dikarenakan wilayah tersebut berada di dekat negara tersebut. Wilayah di dasar laut tersebut hanya kemungkinan merupakan bagian dari wilayah negara pantai secara geografis. Apabila prinsip ini diterapkan begitu saja, dapat mengakibatkan adanya permasalahan dalam pembagian wilayah landas kontinen ini dengan negara lain, dimana wilayah yang seharusnya milik suatu negara dapat menjadi bagian dari negara lain.
Sumber-Sumber
International Court of Justice, North Sea Continental Shelf Case ICJ Reports 1969. http://www.uio.no/. Diakses tanggal 24 April 2009.
North Sea Continental Shelf Case, Judgment of 20 February 1969. http://www.icj-cij.org. Diakses tanggal 24 April 2009.