MAKALAH PARASITOLOGI
Naegleria fowleri
Disusun Oleh Sabila Rosyida NIM. I1A013069 Kelompok IX
Dosen Pembimbing : dr. Istiana, M.Kes
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER BANJARMASIN
September, 2014
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat limpahan rahmat dan anugerah-Nya jualah, saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Naegleria fowleri ”, tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu. Semoga bantuan dan kerjasama yang telah diberikan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Saya menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan selanjutnya.
Akhirnya saya sebagai penulis
berharap semoga makalah ini dapat diterima dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Banjarmasin, 2 Oktober 2014
Penulis, Sabila Rosyida
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i DAFTAR ISI. ........................................................................................................ ii BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1 A. Latar Belakang .................................................................................... 1 B. Tujuan Penulisan ................................................................................. 1 C. Rumusan Masalah ............................................................................... 2 BAB II. PEMBAHASAN .................................................................................... 3 A. Taksonomi ........................................................................................... 3 B. Morfologi ............................................................................................ 4 C. Epidemiologi ....................................................................................... 5 D. Siklus Hidup ........................................................................................ 6 E. Gejala Klinis........................................................................................ 7 F. Pencegahan dan Pengobatan ............................................................... 9 BAB III. PENUTUP ............................................................................................. 11 A. Kesimpulan ......................................................................................... 11 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 13
ii
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Genus Naegleria terdiri dari sekelompok amebo-flagellates yang hidup bebas dan dapat ditemukan di berbagai habitat di seluruh dunia. Lebih dari 30 spesies telah diisolasi dari tanah dan air tapi hanya Naegleria fowleri (N. fowleri) telah dikaitkan dengan penyakit manusia. Naegleria fowleri
menyebabkan
Primary Amebic Meningoencephalitis (PAM), penyakit fatal pada sistem saraf pusat. Patogenesis PAM dan peran kekebalan host ke N. fowleri masih kurang dipahami. Strategi untuk memerangi infeksi juga masih terbatas karena perkembangan penyakit berlangsung cepat dan N. fowleri telah mengembangkan strategi untuk menghindari sistem kekebalan tubuh.[15] Naegleria fowleri adalah amoeba termofilik yang dapat mentolerir suhu hingga 45ºC. Oleh karena itu, amuba ini berkembang biak selama bulan-bulan hangat pada tahun ketika suhu lingkungan cenderung tinggi. Infeksi terjadi pada anak-anak dan dewasa muda - kelompok usia yang lebih energik dalam kegiatan air dan dengan demikian cenderung untuk datang ke kolam sehingga terjadi kontak dengan amuba di dalam air.[2]
B. Tujuan Penulisan
1.
Menjelaskan tentang taksonomi Naegleria fowleri
2.
Menjelaskan tentang Morfologi dan Siklus Hidup Naegleria fowleri
3.
Menjelaskan epidemiologi dan distribusi Naegleria fowleri
4.
Menjelaskan gejala klinis dan penyakit yang di timbulkan oleh Naegleria fowleri
5.
Menjelaskan pengobatan dan pencegahan infeksi Naegleria fowleri
1
C. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana taksonomi Naegleria fowleri
2.
Bagaimana Morfologi dan Siklus Hidup Naegleria fowleri
3.
Bagaimana epidemiologi dan distribusi Naegleria fowleri
4.
Bagaimana dan apa gejala klinis dan penyakit yang di timbulkan oleh Naegleria fowleri
5.
Bagaimana pengobatan dan pencegahan infeksi Naegleria fowleri
2
BAB II PEMBAHASAN
A. Taksonomi
Kingdom: Protista Subkingdom: Protozoa Phylum: Sarcomastigophora Subphylum: Sarcodina Superclass: Rhizopodia Class: Acarpomyxea Order: Schizopyrenida Family: Vahlkampfiidae Genus: Naegleria Species: fowleri (Gambar 1)
Klasifikasi taksonomi klasik membagi protozoa menjadi 4 grup Sarcodina (amoebae), Mastigophora (fla- gellates), Sporozoa (most parasitic protozoa) and Infusoria (ciliates). Taksonomi ini sudah di tinggalkan oleh International Society of Protozoologists untuk satu dasar morfologi modern yang di dasarkan pada jalur kimia dan filogenik molekuler. Berdasarkan skema yang baru ini Eukariota di bagi menjadi 6 kelompok atau Super Group, yaitu : Amoebozoa, Opisthokonta, Rhizaria, Archaeplastida, Chromalveolata and Excavata. Naegleria fowleri di bawah Super Group Excavata: Heterolobosia: Vahlkampfiidae. [2]
3
B. Morfologi
Ada tiga tahap morfologi yang berbeda dalam siklus hidup N. fowleri: trofozoit, flagellate, dan kista (Gambar 2A-C). Trofozoit adalah tahap infektif amoeba. Dengan panjang ~ 10-20 µm dan berisi inti dengan karyosome besar dikelilingi oleh lingkaran. Trofozoit berkembang biak dengan pembelahan biner dan motil karena proses putaran penuh dengan sitoplasma granular yang disebut lobopodia. N. fowleri adalah organisme termofilik dan dapat mentolerir suhu sampai 45 ° C; suhu pertumbuhan yang ideal untuk trophozoites adalah 42 ° C. Ketika hidup bebas, trofozoit menggunakan struktur yang disebut food-cup (Gambar 2D) untuk mencerna bakteri dan ragi - dalam host manusia, struktur yang sama ini digunakan untuk menelan sel darah merah, sel darah putih, dan jaringan. Struktur penting lainnya adalah vakuola kontraktil. Vakuola ini pecah, mengosongkan, dan reformasi dalam proses yang cepat dan berharga dalam mengenali trophozoites amoeba antara sel-sel jaringan lain..[1] Tahap flagellata di masukkan sebagai respon terhadap perubahan pH atau konsentrasi ion dari lingkungan amuba. Dalam hanya beberapa menit sampai beberapa jam trofozoit berdiferensiasi menjadi sel bi-flagellated. Perubahan ini dapat disebabkan oleh penempatan trofozoit dari lingkungan ke dalam air suling. Selain itu, dalam kondisi yang tidak menguntungkan (gizi rendah, berkerumun, suhu dingin, pengeringan), N. fowleri dapat membentuk kista. Kista berukuran panjang ~ 8-15mm dan jika mereka diperkenalkan dengan lingkungan yang menguntungkan pada saluran hidung manusia dapat kembali ke tahap trofozoit dan menjadi infektif. [1]
A. Trophozoit
B. Cyst
C. Flagellate
D. Food-cup
(Gambar 2)[1]
4
C. Epidemiologi
Naegleria fowleri di temukan sebagian besar di perairan air tawar dan tanah, terisolasi di danau air tawar, kolam, dan sungai, mata air panas, air bawah tanah yang panas, air tercemar sehingga suhu meningkat, kolam renang yang kurang terawat, limbah, dan tanah.[5] Kasus telah di laporkan dari Belgia, United Kingdom, India, Irlandia, New Zaeland, Nigeria, Panama, Puerto Rico, Uganda dan Venezuela [3] Sejak 1962, terdapat seluruhnya 117 kasus PAM di konfirmasi di United State hanya terbatas di bagian selatan (Arizona, Arkansas, California, Florida, Georgia, Louisiana, Missisipi, Missouri, Nevada, New Mexico, Carolina Utara, Oklahoma, Carolina Selatan, Texas, dan Virginia). Namun distribusi Naegleria fowleri berkembang. Pada tahun 2010, di temukan kasus PAM di Minnesota, Northernmost US, North America. [4] Sebagian besar kasus di seluruh dunia telah dilaporkan di Amerika Serikat. Kasus-kasus lain infeksi N fowleri telah dilaporkan di Republik Ceko, Australia, Meksiko, Selandia Baru, Nigeria, Inggris, dan India. Ada sekitar dari 10 kasus telah dilaporkan sejauh ini dari berbagai belahan India dalam 5 tahun terakhir. [7, 8] Shakoor et al melaporkan 13 kasus dari Pakistan; pasien tidak memiliki riwayat kegiatan air dan modus yang diusulkan infeksi adalah wudhu dengan air keran. [9] Spesies Naegleria juga telah diisolasi dari kolam di Malaysia dan Thailand. Dan kasus PAM, penularannya banyak di kaitkan dengan ritual wudhu bagi orang muslim. Dimana mereka memasukkan air ke lubang hidung.[10] dan dari sumber air alami memasok kota-kota di Turki.[11] Di Korea Selatan, isolat Naegleria fowleri telah dilaporkan dari limbah, botol air, ikan air tawar, dan isolat klinis seperti kerokan kornea.[12] Sekitar 310 kasus PAM telah dilaporkan secara internasional, sebagian besar dari Amerika Serikat, Australia dan Eropa. Hanya ada tujuh korban PAM dilaporkan dalam Sastra Barat. Dari India, hanya dua orang yang selamat dari meningitis Naegleria telah dilaporkan sejauh ini[14]
5
D. Siklus Hidup
(Gambar 3)
Tiga dari siklus hidup Naegleria fowleri adalah; Trophozoit, Flagellata, dan Kista. Trophozoit yang aktif, biasanya memanjang dengan proses yang meluas melingkar, yang di sebut Lobopodia. Sitoplasmanya granular dan memiliki vakuola. Mereka memakan bateri lain seperti Escerichia coli. Stage Flagellata berbentuk seperti buah pir, motil, dan akhirnya kembali ke stage thropic. Kista berbentuk bulat, lembut, dan memiliki dinding dobel. Lingkungan yang merugikan akan membuat N.Fowleri melingkupi diri dengan Kista. Jalan masuk Naegleria fowleri adalah neroepithelium olfactorius dan lubang hidung. Biasanya terbuka untuk fase Flagellata, saat berenang di mata air panas. Infeksi bisa juga melalui debu yang mengandung kista. Saat organisme
6
tersebut terhirup, excystation terjadi. Yaitu cyst berubah menjadi fase trophozoit. Begitu juga dengan flagellata. Trophozoit masuk melalui mukosa nasopharyngeal, kemudian bermigrasi ke nervus olfactorius, dan menginvasi otak melalui lempeng cribriformis. [6] Siklus hidup N. fowleri dapat terjadi dalam host manusia, atau bebas di lingkungan perairan atau tanah (Gambar 3). Dalam perairan hangat dan gizi tinggi, tahap trofozoit mendominasi. Ini adalah tahap reproduksi dan trofozoit akan mengalami hasil pro mitosis dalam dua trofozoit. Jika terjadi perubahan pH atau ion di sekitar organisme, trofozoit akan bertransisi ke bentuk flagellated yang lebih mobile. Jika lingkungan kehabisan nutrisi, dingin, atau kering, trofozoit akan encyst, berubah bentuk menjadi cyst, untuk bertahan hidup dalam kondisi yang tidak menguntungkan. Kista dan trofozoit dapat masuk ke host manusia melalui saluran hidung, biasanya terkait dengan kegiatan air.
E. Gejala Klinis
Meningoencephalitis Amebic Primer (PAM) adalah infeksi langka dan biasanya fatal yang disebabkan oleh amebo-flagellates termofilik yang hidup bebas, Naegleria fowleri . Organisme diyakini menyebabkan infeksi dengan menembus mukosa hidung dan bermigrasi ke atas saraf penciuman ke otak. Infeksi biasanya berkembang dengan cepat ke koma dan kematian.[4] PAM harus dicurigai pada orang dewasa muda dan anak-anak dengan gejala neurologis akut dan paparan baru ke air tawar. Waktu dari kontak awal (berenang, menyelam, ski air, atau hanya merendam kepala ke dalam air) hingga mulai sakit biasanya 5-7 hari, dan atau bahkan sesingkatnya 24 jam. Karena tidak ada gambaran klinis khas yang membedakan PAM dari piogenik akut atau meningoencephalitis bakteri yang lain, sangat penting bahwa dokter yang hadir memperoleh informasi mengenai kontak pasien dengan air tawar, termasuk mata air panas, selama sepekan terakhir.[13] Gejala awal adalah dengan tiba-tiba mengalami sakit kepala bifrontal atau bitemporal, demam tinggi, tengkuk berdiri, diikuti mual, muntah, gampang marah dan gelisah. Fotofobia dapat terjadi terlambat dalam perjalanan klinis,
7
diikuti oleh kelainan neurologis, termasuk letargi, kejang, kebingungan, koma, diplopia atau perilaku aneh. PAM dapat menyebabkan kematian dalam waktu seminggu. Kelumpuhan pada saraf kranial (ketiga, keempat, dan saraf kranial keenam) dapat menunjukkan edema otak dan herniasi. Tekanan intrakranial biasanya naik ke tingkat 600 mmH2O atau lebih tinggi. Kelainan irama jantung dan nekrosis miokard telah ditemukan dalam beberapa kasus (Martinez, 1985).[13] CSF dapat bervariasi dalam berbagai warna dari abu-abu hingga putih kekuningan, dan dapat diwarnai merah dengan sel darah merah sedikit (250mm3) pada tahap awal penyakit. Namun, sebagai perkembangan penyakit, jumlah sel darah merah meningkat sampai setinggi 24600 mm3. Jumlah sel darah putih, leukosit pronuclear didominasi polimorfisme (PMN), juga meningkat bervariasi dari jumlah sel 300 mm3 sampai setinggi 26000 mm3. Tidak ada bakteri terlihat. Tekanan CSF biasanya meningkat (300-600 mmH2O). Konsentrasi protein dapat berkisar dari 100mg per 100ml hingga 1000mg per 100ml, dan glukosa dapat 10mg / 100ml atau lebih rendah (Martinez, 1985; Visvesvara & Maguire, 2006). A wet-mount dari CSF harus di evaluasi segera setelah di kumpulkan, di bawah mikroskop yang sebaiknya dilengkapi dengan optik fase kontras, untuk melihat kehadiran trophozoit yang aktif bergerak. Smear CSF harus diwarnai dengan Giemsa atau Wright untuk mengidentifikasi trofozoit, jika ada. Amuba dapat jelas dibedakan dari sel inang oleh inti dengan ditempatkan terpusat di nucleolus yang besar (Gambar. 8a). Penyebab kematian biasanya peningkatan tekanan intrakranial dengan herniasi otak, menyebabkan serangan cardiopulmonary dan edema paru (Martinez, 1985; Visvesvara & Maguire, 2006).[13] Gambaran otak pada penderita PAM dapat berupa : Figure 1: (A) Plain Computed Tomography (CT) Gambar Otak Axial: Edema dalam Convexities serebral bilateral dengan penipisan dari sulcus kortikal dan pendataran parsial ventrikel. (B) Gambar Post-Kontras Axial: Tidak ada parenkim normal atau peningkatan meningeal.[16] Figure 2: Plain Computed Tomography (CT) Gambar Otak Axial: ventrikel normal dan sulcus kortikal. Tidak ada bukti edema atau lesi abnormal.[16] Figure 3: (A) Plain Computed Tomography (CT) Gambar Otak Axial: Edema pada pertengahan otak dan fossa posterior dengan penipisan dari tangki
8
basal dan kompresi ventrikel keempat. Ada juga hidrosefalus moderat dengan lacunar infark tua di wilayah peri-ventrikel kanan. (B) Gambar Post-kontras Axial: Tidak ada meningeal abnormal atau peningkatan parenkim[16] Figure 4: (A) Plain Computed Tomography (CT) Gambar Otak Axial: Diffuse edema pada belahan otak bilatral dengan pendataran parsial sulcus kortikal. Hidrosefalus moderat juga terlihat. (B) Gambar Post-kontras Axial: peningkatan meningeal Abnormal seluruh parenkim otak. Tidak ada yang pasti fokus enhancing lesi[16]
F. Pengobatan dan Pencegahan
Beberapa pasien telah selamat PAM. Salah satu korban tersebut, seorang gadis California, telah diobati secara agresif dengan intravena dan intratekal amfoterisin B, miconazole intravena dan intratekal, dan rifampisin oral (Seidel et al., 1982). Selama 4-tahun tindak lanjut, ia benar-benar sehat dan bebas dari defisit neurologis. Ia percaya bahwa amfoterisin B dan miconazole memiliki efek sinergis tapi rifampisin itu tanpa efek pada amuba tersebut. Berdasarkan pengujian in vitro dan in vivo studi tikus, amfoterisin B dilaporkan menjadi lebih efektif terhadap Naegleria daripada amfoterisin B metil ester, suatu bentuk yang larut dalam air obat. Dalam studi vitro senyawa fenotiazin (klorpromazin dan trifl uoperazine), yang dapat terakumulasi dalam SSP, ditemukan memiliki efek penghambatan pada N. fowleri (Schuster & Visvesvara, 2004b). Azitromisin, sebuah makrolida antimicro- bial, telah terbukti efektif melawan Naegleria baik in vitro dan in vivo (model tikus penyakit) (Goswick & Brenner, 2003). Makrolida lain (eritromisin, clarithromycin) kurang efektif. Naegleria fowleri
sensitif
terhadap senyawa vorikonazol triazole; amoebastatic konsentrasi lebih rendah dari (10mgmL), sedangkan amoebacidal konsentrasi lebih dari 10mgmL [13] Naegleria fowleri adalah amuba termofilik dan karenanya berproliferasi dalam air ketika suhu ambien meningkat di atas 30 ºC. Dengan kenaikan suhu yang diantisipasi akibat pemanasan global, sangat mungkin bahwa kasus N. Fowleri, PAM, dapat dilihat bahkan di negara-negara di mana ia sebelumnya tidak tercatat (CoGo et al., 2004). Karena N. fowleri rentan terhadap klorin dalam air 9
(satu bagian per juta), proliferasi amuba dapat dikendalikan oleh klorinasi memadai yang banyak digunakan kolam renang, terutama selama musim panas. Namun, tidak mungkin untuk klorinasi sumber air alamiah seperti danau, kolam dan sungai, di mana N. fowleri dapat berkembang biak. Cahaya matahari-dan adanya bahan organik dalam kolam dapat mengurangi keampuhan klorin. Di daerah-daerah berisiko tinggi, pemantauan perairan rekreasi untuk N. fowleri amuba harus dipertimbangkan oleh otoritas kesehatan masyarakat setempat dan peringatan yang tepat diposting, terutama selama bulan-bulan musim panas. Peringatan anak untuk tidak membenamkan kepala mereka di perairan yang di curigai adalah bijaksana. Di Australia dan Perancis, di mana kolam renang dan suhu limbah dari pembangkit listrik tenaga nuklir, masing-masing, yang mungkin sumber infeksi, rutin di lakukan pemantauan air (Schuster & Visvesvara, 2004a). Jika ada satu sumber infeksi, seperti area kolam populer, wabah kecil PAM dapat terjadi selama periode waktu. Enam belas kematian yang timbul dari PAM selama periode 3 tahun secara retrospektif ditelusuri ke kolam renang di Cekoslovakia dengan konsentrasi klorin bebas rendah (Schuster & Visvesvara, 2004a). Naegleria fowleri dapat diidentifikasi dalam air dengan analisis PCR (Marciano-Cabral et al., 2003). Ini adalah waktu pertama bahwa pasokan air rumah tangga telah terkait sebagai sumber N. fowleri di Amerika Serikat. Pasokan air domestik, yang mengalirkan ke seluruh daratan mengalir dalam pipa dan dihangatkan oleh matahari, juga di identifikasi sebagai sumber infeksi di Australia melalui aspirasi hidung. Air minum yang mengandung Amoeba tidak pernah diketahui, sehingga menyebabkan PAM. Karena dari sekelompok kasus PAM melibatkan anak-anak di Australia Selatan, Komisi Tinggi Australia Selatan yang mendirikan program monitoring amoeba, yang secara rutin menentukan tingkat chlorine sisa dan jumlah total coliform untuk mengantisipasi kondisi yang menguntungkan untuk pertumbuhan N. fowleri. Mereka juga melakukan kampanye keselamatan untuk mendidik masyarakat untuk meminimalkan kejadian PAM (Martinez, 1985).[13]
10
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan
Genus Naegleria terdiri dari kelompok amebo-flagellates yang hidup bebas (FLA) ditemukan di berbagai habitat di seluruh dunia. Naegleria spp. telah diisolasi dari danau air tawar, kolam, persediaan air rumah tangga, kolam renang, kolam air panas, tanah, dan debu. Meskipun lebih dari 30 spesies Naegleria telah diisolasi dari sumber lingkungan, hanya Naegleria fowleri telah diisolasi dari manusia. Naegleria fowleri menyebabkan amebic meningoencephalitis (PAM), penyakit fatal pada sistem saraf pusat (SSP) yang lebih sering terjadi pada anakanak dan dewasa muda dengan riwayat berenang dan menyelam di air tawar. Ada tiga tahap morfologi dalam siklus hidup Naegleria. Trofozoit, flagellate, dan kista. Trofozoit memakan, membagi, dan tahap yang mungkin menular kepada manusia. Namun, kista juga dapat memasukkan hidung, berubah ke trophozoites dan melanjutkan untuk menyerang otak. Struktur permukaan pada trophozoites, disebut food-cup, digunakan untuk mencerna bakteri dan ragi dalam lingkungan serta jaringan pada host yang terinfeksi. Infeksi Naegleria dengan melalui
air yang mengandung organisme
kemudian masuk ke dalam rongga hidung dari host. Amebae menempel pada mukosa hidung, bermigrasi sepanjang saraf penciuman, menyeberangi lempeng cribriformis, dan masuk ke otak. Setelah di kompartemen itu, amebae menyebabkan kerusakan jaringan yang luas dan peradangan. Trofozoit melisiskan dan menelan eritrosit dan jenis sel lain seperti sel-sel saraf. Penghancuran jaringan dan hemoragik nekrosis otak disertai dengan peradangan yang di infiltrasi oleh neutrofil, eosinofil, dan makrofag. PAM ditandai dengan sakit kepala parah frontal, demam, mual dan muntah, leher kaku, dan kejang sesekali. Hemoragik akut necrotizing meningoencephalitis yang mengikuti invasi pada SSP umumnya menyebabkan kematian 7-10 hari setelah terinfeksi.
11
Ada beberapa yang selamat dari PAM tapi orang orang yang selamat adalah yang telah di identifikasi sejak dini akan penyakit ini sehingga pengobatan segera di lakukan. Sampai saat ini, obat pilihan untuk pengobatan PAM adalah Amfoterisin B dalam kombinasi dengan rifampisin dan agen antijamur lainnya. Injeksi intravena Amfoterisin B dan fluconazole, diikuti dengan pemberian oral rifampisin. Pencegahan dapat di lakukan dengan Klorinisasi pada kolam renang karena Naegleria fowleri rentan terhadap klorin. Selain itu dapat di lakukan penghimbauan untuk tidak berenang di danau, kolam, atau sungai yang di curigai mengandung Naegleria fowleri di musim panas.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Martinez AJ (1985) Free-Living Amoebas: Natural History, Prevention, Diagnosis, Pathology, and Treatment of Disease.CRC Press, Boca Raton, Fla. 2. Visvesvara, G. S., Moura, H., & Schuster, F. L. (2007). Pathogenic and opportunistic
free‐living
amoebae:
Acanthamoeba
spp.,
Balamuthia
mandrillaris, Naegleria fowleri, and Sappinia diploidea. FEMS Immunology & Medical Microbiology, 50(1), 1-26. 3. Pond, Kathy. Water recreation and disease: plausibility of associated infections: acute effects, sequelae, and mortality. IWA publishing, 2005. 4. Kemble, Sarah K., et al. Fatal Naegleria fowleri infection acquired in Minnesota:
possible
expanded
range
of
a
deadly
thermophilic
organism. Clinical infectious diseases, 2012, cir961. 5. Yoder, Jonathan S., et al. "Primary amebic meningoencephalitis deaths associated with sinus irrigation using contaminated tap water." Clinical Infectious Diseases 55.9 (2012): e79-e85. 6. Baran, M. F. (2011). Human Parasitology. PHI Learning Pvt. Ltd.. 7. Khanna, V., Khanna, R., Hebbar, S., Shashidhar, V., Mundkar, S., Munim, F., & Mukhopadhayay, C. (2011). Primary Amoebic Meningoencephalitis in an Infant due to Naegleria fowleri. Case reports in neurological medicine, 2011 8. Parija SC. Textbook of Medical Parasitology. In: Protozoology and Helminthology. 4 ed. New Delhi: All India Publishers and Distributers; 2013 9. Shakoor, Sadia, et al. Primary amebic meningoencephalitis caused by Naegleria fowleri, Karachi, Pakistan. Emerging infectious diseases, 2011, 17.2: 258. 10. Ithoi, Init, et al. Detection of Naegleria species in environmental samples from Peninsular Malaysia. PloS one, 2011, 6.9: e24327. 11. Özçelik, Semra, et al. "The Prevalence, Isolation and Morphotyping of Potentially Pathogenic Free-Living Amoebae from Tap Water and Environmental Water Sources in Sivas."; Turkiye Parazitol Derg 2012; 36: 198-203
13
12. Shin, Ho-Joon; IM, Kyung-il. Pathogenic free-living amoebae in Korea. The Korean journal of parasitology, 2004, 42.3: 93-119. 13. Visvesvara, Govinda S.; Moura, Hercules; Schuster, Frederick L. Pathogenic and opportunistic free‐living amoebae: Acanthamoeba spp., Balamuthia mandrillaris, Naegleria fowleri, and Sappinia diploidea. FEMS Immunology & Medical Microbiology, 2007, 50.1: 1-26. 14. Gupta, Naveen, et al. Primary amoebic meningoencephalitis: first reported case from Rohtak, North India. Brazilian Journal of Infectious Diseases, 2009, 13.3: 236-237. 15. Marciano‐cabral, Francine; Cabral, Guy A. The immune response to Naegleria fowleri amebae and pathogenesis of infection. FEMS Immunology & Medical Microbiology, 2007, 51.2: 243-259. 16. NAQI, Rohana; Azeemuddin, Muhammad. Naeglaeria infection of the central nervous system, CT scan findings: a case series. JPMA. The Journal of the Pakistan Medical Association, 2013, 63.3: 399-402.
14